Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

(1)

1 TAHUN 2013

TESIS

Oleh

MUHAMMAD NUKH 117032117IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KAWASAN RAWAN BANJIR DI DESA PENGIDAM

KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M. Kes) Dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD NUKH 117032117/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KAWASAN RAWAN BANJIR DI DESA PENGIDAM KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Muhammad Nukh

Nomor Induk Mahasiswa : 117032117

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbingan

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Abdul Muthalib Lubis, SH, M.A.P) Ketua Anggota

Dekan


(4)

Tanggal Lulus : 20 Juni 2013 Telah Diuji

pada Tanggal : 20 Juni 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Kintoko R. Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Abdul Muthalib Lubis, S.H, M.A.P

2. Drs. Tukiman, M.K.M 3. dr. Heldy, BZ, M.P.H


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KAWASAN RAWAN BANJIR DI DESA PENGIDAM

KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2013

Muhammad Nukh 117032117IKM


(6)

ABSTRAK

Penanggulangan bencana sebagai rangkaian kegiatan baik sebelum maupun saat dan sesudah terjadi bencana dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana. masih banyak kepala keluarga yang belum mengerti dan belum siap dalam menghadapi bencana banjir. Hal ini terlihat dari masih banyak responden 22 orang (73,33%) yang belum mengetahui hal – hal apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi banjir yang biasa terjadi dalam setahun sekali di daerah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara pengetahuan dan sikap terhadap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh Kepala Keluarga di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka yang berjumlah 219 Kepala Keluarga. sampel sebanyak 99 responden, diambil dengan tekhnik stratified random samling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 45 orang (45,5%), 53 orang (53,5%) mempunyai sikap positif terhadap kesiapsiagaan, 62 orang (62,6%) responden tidak ada melakukan kesiapsiagaan. Melalui uji chisquare, didapati hasil ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Kepala Keluarga terhadap kesiapsiagaan masyarakat di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang, dengan nilai p=0.032 (p>0.05). ada hubungan yang signifikan antara sikap kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan masyarakat di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang, dengan nilai p=0.035 (p>0.05). Kesimpulan bahwa variable pengetahuan merupakan variable yang berkontribusi terbesar mempengaruhi kesiapsiagaan masyarakat di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang.

Disarankan kepada : 1) Kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, khusus nya di Desa Pengidam perlu melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana, khusus nya bencana banjir. 2) Kepada Dinas BPBD Kabupaten Aceh Tamiang, perlu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya pengurangan resiko banjir 3) Kepada Kepala Desa Pengidam, agar lebih meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat terutama dalam kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya pengurangan resiko bencana banjir.


(7)

ABSTRACT

Handling disaster, a series of activities before and after the accident, is done to prevent, to reduce, to evade, and to restore the victims from the impact of disaster. However, there are still many people who do not understand and prepare for flood disaster. People’s knowledge in the alertness on flood disaster at Pengidam village is not sufficient. Most of the 22 respondents (73.33%) did not even know what to do in handling the flood which occurs once a year at this village.

The aim of the research was to analyze the influence of knowledge and attitude on people’s alertness in the flood area of Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District. The population was all 219 families who lived at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict. The samples comprised 99 respondents, using stratified random sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using univatriate, bivatriate and multivatriate analysis and tested by using multiple linear regression tests.

The result of the research showed that the majority of respondents who had adequate knowledge were 45 respondents (45.5%), 53 respondents (53.5%) had positive attitude in alertness, and 64 respondents (62.6%) did not have any sense of alertness. Through chi square test, it was found that there was significant correlation between families’ knowledge and people’s alertness at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District, with the value of p=0.032 (p<0.05), and there was significant correlation between families’ attitude and people’s alertness at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District, with the value of p=0.035 (p<0.05). It could be concluded that the variable of knowledge had the biggest contribution in influencing the people’s alertness at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District.

It is recommended that 1) Aceh Tamiang Regional Administration, especially those who are in charge at Pengidam village, should develop and evaluate their people’s alertness on disaster, especially flood disaster, 2) BPBD (Regional Disaster Mitigation Agency) of Aceh Tamiang District should socialize people’s alertness to the people in order to reduce the risk of flood, and 3) the Head of Pengidam village should increase people’s knowledge and skills in alertness to reduce the risk of flood.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan salam keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke alam yang berilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini yang berjudul ”Pengaruh Pengetahuan dan Sikap terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013”.

Adapun tujuan penulisan Tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

Pembuatan Tesis ini didasarkan pada petunjuk yang telah ditetapkan. Namun demikian Penulis menyadari bahwa pembuatan Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, oleh sebab itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan Tesis ini.

Terselesaikannya tesis ini tidak terlepas dari bantuan serta dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


(9)

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.sc (CTM), Sp. A (K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir, Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis.

4. Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas membimbing dan mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Abdul Muthalib, S.H, M.A.P Sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran di tengah – tengah kesibukannya.

6. Drs. Tukiman, M.K.M dan dr. Heldy, B.Z, M.P.H selaku Komisi Pembanding yang telah membantu memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.

7. Kepala Desa Pengidam yang telah memberikan izin dan membantu terlaksananya penelitian ini.


(10)

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa mendo’akan dan memberikan dorongan moril maupun materil, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, Amin Yarabbal ’Alamin.

Medan, Juli 2013 Penulis

Muhammad Nukh 117032117/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Nukh lahir pada tanggal 13 Januari 1972 di Salahaji Kecamatan Besitang, Langkat Sumatera Utara. Merupakan anak ke 2 dari 7 bersaudara dari pasangan Almarhum Baharuddin, dan Hajjah Fatimah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SDN Salahaji tamat pada tahun 1986, kemudian melanjutkan ke SMPN Karang Baru tamat pada tahun 1989, dilanjutkan dengan masuk ke SPK Depkes Prodi Langsa tamat tahun 1992 kemudian melanjutkan ke Akademi Keperawatan Prodi Langsa selesai tahun 2004 kemudian melanjutkan ke FKM UNMUHA Banda Aceh dan lulus pada tahun 2009.

Penulis mengikuti program pendidikan lanjutan di program studi S2 Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana sejak tahun 2011 sampai dengan sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan Penelitian... 8

1.4.Hipotesis ... 9

1.5.Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kesiapsiagaan ... 10

2.1.1. Pengertian Kesiapsiagaan ... 10

2.1.2. Tujuan Kesiapsiagaan ... 11

2.1.3. Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir.... 12

2.2. Masyarakat ... 15

2.3. Bencana ... 16

2.3.1. Definisi Bencana ... 16

2.4. Bencana Banjir ... 17

2.4.1. Faktor-faktor Penyebab Banjir ... 18

2.4.2. Dampak Bencana Banjir ... 21

2.5. Daerah Rawan Bencana ... 22

2.6. Pengetahuan ... 22

2.6.1. Pengertian ... 22

2.6.2. Proses Putusan Inovasi ... 23

2.6.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Difusi Inovasi ... 29

2.7. Sikap ... 32

2.8. Landasan Teori ... 34

2.9. Kerangka Konsep ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN... 36


(13)

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3.Populasi dan Sampel... 36

3.3.1. Populasi ... 36

3.3.2. Sampel ... 37

3.4.Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1. Data Primer ... 38

3.4.2. Data Sekunder ... 39

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6.1. Variabel Penelitian ... 39

3.6.2. Definisi Operasional ... 40

3.7. Metode Pengukuran ... 40

3.8. Metode Analisis Data ... 41

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 43

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 43

4.2. Karakteristik Responden ... 43

4.3. Analisis Univariat ... 44

4.3.1. Pengetahuan Kepala Keluarga ... 44

4.4. Analisis Bivariat ... 50

4.4.1 Hubungan Pengetahuan Masyarakat terhadap Kesiapsiagaan Kepala Keluarga ... 50

4.4.2 Hubungan Sikap Masyarakat terhadap Kesiapsiagaan Kepala Keluarga ... 51

4.5. Analisis Multivariat ... 51

BAB 5. PEMBAHASAN ... 55

5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang ... 55

5.2. Pengaruh Sikap terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang ... 57

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Aspek Pengukuran Variabel ... 41 4.1. Ditribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Pengidam... 44 4.2. Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan Kepala Keluarga ... 45 4.3. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel

Pengetahuan Kepala Keluarga di Desa Pengidam ... 45 4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Sikap KK ... 46 4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Sikap

Kepala Keluarga di Desa Pengidam ... 47 4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Kesiapsiagaan KK ... 49 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel

Kesiapsiagaan Kepala Keluarga di Desa Pengidam ... 49 4.8. Hubungan Pengetahuan Masyarakat terhadap Kesiapsiagaan Kepala

Keluarga ... 50 4.9. Hubungan Sikap Masyarakat terhadap Kesiapsiagaan Kepala

Keluarga ... 51 4.10. Coefficientsa ... 52 4.11. Model Summaryb ... 53


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1.1. Frekuensi Kasus Banjir di Indonesia ... 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 35


(17)

ABSTRAK

Penanggulangan bencana sebagai rangkaian kegiatan baik sebelum maupun saat dan sesudah terjadi bencana dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana. masih banyak kepala keluarga yang belum mengerti dan belum siap dalam menghadapi bencana banjir. Hal ini terlihat dari masih banyak responden 22 orang (73,33%) yang belum mengetahui hal – hal apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi banjir yang biasa terjadi dalam setahun sekali di daerah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara pengetahuan dan sikap terhadap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh Kepala Keluarga di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka yang berjumlah 219 Kepala Keluarga. sampel sebanyak 99 responden, diambil dengan tekhnik stratified random samling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 45 orang (45,5%), 53 orang (53,5%) mempunyai sikap positif terhadap kesiapsiagaan, 62 orang (62,6%) responden tidak ada melakukan kesiapsiagaan. Melalui uji chisquare, didapati hasil ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Kepala Keluarga terhadap kesiapsiagaan masyarakat di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang, dengan nilai p=0.032 (p>0.05). ada hubungan yang signifikan antara sikap kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan masyarakat di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang, dengan nilai p=0.035 (p>0.05). Kesimpulan bahwa variable pengetahuan merupakan variable yang berkontribusi terbesar mempengaruhi kesiapsiagaan masyarakat di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang.

Disarankan kepada : 1) Kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, khusus nya di Desa Pengidam perlu melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana, khusus nya bencana banjir. 2) Kepada Dinas BPBD Kabupaten Aceh Tamiang, perlu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya pengurangan resiko banjir 3) Kepada Kepala Desa Pengidam, agar lebih meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat terutama dalam kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya pengurangan resiko bencana banjir.


(18)

ABSTRACT

Handling disaster, a series of activities before and after the accident, is done to prevent, to reduce, to evade, and to restore the victims from the impact of disaster. However, there are still many people who do not understand and prepare for flood disaster. People’s knowledge in the alertness on flood disaster at Pengidam village is not sufficient. Most of the 22 respondents (73.33%) did not even know what to do in handling the flood which occurs once a year at this village.

The aim of the research was to analyze the influence of knowledge and attitude on people’s alertness in the flood area of Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District. The population was all 219 families who lived at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict. The samples comprised 99 respondents, using stratified random sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using univatriate, bivatriate and multivatriate analysis and tested by using multiple linear regression tests.

The result of the research showed that the majority of respondents who had adequate knowledge were 45 respondents (45.5%), 53 respondents (53.5%) had positive attitude in alertness, and 64 respondents (62.6%) did not have any sense of alertness. Through chi square test, it was found that there was significant correlation between families’ knowledge and people’s alertness at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District, with the value of p=0.032 (p<0.05), and there was significant correlation between families’ attitude and people’s alertness at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District, with the value of p=0.035 (p<0.05). It could be concluded that the variable of knowledge had the biggest contribution in influencing the people’s alertness at Pengidam village, Bandar Pusaka Subdistrict, Aceh Tamiang District.

It is recommended that 1) Aceh Tamiang Regional Administration, especially those who are in charge at Pengidam village, should develop and evaluate their people’s alertness on disaster, especially flood disaster, 2) BPBD (Regional Disaster Mitigation Agency) of Aceh Tamiang District should socialize people’s alertness to the people in order to reduce the risk of flood, and 3) the Head of Pengidam village should increase people’s knowledge and skills in alertness to reduce the risk of flood.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang

Bencana dalam UU No. 24 Tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Dep. Kes. R.I, 2007).

Menurut Undang-Undang ini, bencana dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu bencana alam (misalnya gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor), bencana non-alam (misalnya gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit) dan bencana sosial (misalnya konflik sosial antara kelompok atau antar komunitas masyarakat dan terorisme) (Dep. Kes. R.I, 2007).

Bencana banjir, merupakan bencana alam yang terjadi secara mendadak, mengakibatkan kerusakan lingkungan pemukiman,perubahan kualitas lingkungan oleh karena cemaran yang ditimbulkan dan kerawanan masalah kesehatan pada masyarakat yang terkena. Usia pasien yang berobat ke posko kesehatan, berkisar antara kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 60 tahun. 12,5% adalah kelompok balita dan 4% lanjut usia. Tujuh puluh persen yang datang berobat ke posko berasal dari daerah banjir dengan kedalaman 2 meter. Insidens penyakit terbanyak yang di


(20)

temukan adalah 47% penyakit ISPA, 23% penyakit kulit, dan 12% penyakit diare dan saluran cerna. Penyakit yang diderita balita terbanyak adalah ISPA dan diare, sedangkan lanjut usia adalah ISPA dan kulit (Kompas, 2012).

Indonesia adalah negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis, klimatologis dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua benua dan dua samudera menyebabkan Indonesia mempunyai potensi yang cukup bagus dalam perekonomian sekaligus juga rawan dengan bencana. Secara geologis, Indonesia terletak pada 3 (tiga) lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik yang membuat Indonesia kaya dengan cadangan mineral sekaligus mempunyai dinamika geologis yang sangat dinamis yang mengakibatkan potensi bencana gempa, tsunami, gerakan tanah/longsor dan banjir (BNPB, 2012).

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada kuartal pertama tahun 2012 ini telah terjadi sekitar 91 kasus banjir di Indonesia, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sementara, jika dihitung dari pertengahan tahun 2011, telah terjadi sekitar 129 kasus banjir di Indonesia. Sebagian kasus juga diikuti oleh peristiwa longsor.


(21)

Dari grafik diatas juga bisa dilihat, sejak tahun 1815-2012 sudah terjadi lebih dari 4000 kasus banjir di Indonesia .

Berdasarkan Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana atau Tsunami and Disaster

Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah, melalui program Knowledge

Management (KM) Provinsi Aceh selama tahun 2010 dilanda 92 kasus bencana alam.

Banjir menempati urutan pertama dengan 47 kasus, angin kencang 13 kasus, puting beliung 10 kasus, tanah longsor dan gelombang pasang masing-masing 7 kasus, abrasi 4 kasus, gempa 3 kasus, dan erosi 1 kasus. Secara umum, kejadian bencana di Aceh pada tahun 2010 ini hampir 95 persen didominasi oleh bencana hidrologis dan meteorologis, seperti banjir, gelombang pasang dan abrasi, tanah longsor, erosi, angin kencang dan puting beliung. bencana-bencana tersebut menyebabkan 11 jiwa meninggal; 8 jiwa akibat tanah longsor dan sisanya disebabkan banjir. Korban luka-luka 39 jiwa, yaitu 36 disebabkan gempa dan sisanya karena puting beliung dan angin kencang. Untuk kasus pengungsian, banjir penyebab utama warga mengungsi dengan jumlah 9438 jiwa dari total 9467 pengungsi (Harian Aceh, 2011).

Letak geografis Kabupaten Aceh Tamiang yang sangat rawan akan berbagai bencana serta jumlah masyarakatnya yang cukup besar diberbagai tempat, baik di daerah sisi tebing, pinggir pantai, dan pinggir sungai mencerminkan suatu kehidupan masyarakat yang berada di bawah ancaman/bahaya besar yang mungkin diketahui atau tidak sama sekali diketahui oleh mereka, dan mungkin saja karena ketidak tahuan tentang bahaya yang dapat mengancam kehidupan dan harta bendanya.


(22)

Sungai Tamiang adalah salah satu sungai yang mengalir melintasi kabupaten Aceh Timur hingga Aceh Tamiang, di Propinsi Aceh. Secara umum, sungai ini termasuk sungai dengan stadium dewasa dengan tipe Meander (berkelok-kelok). Sungai Tamiang ini mengalir dari dataran tinggi Gayo dan bermuara diselat Malaka. Dan diketahui berdasarkan sejarahnya, sungai Tamiang mengalami siklus banjir sekitar 10 tahun sekali, dapat dilihat dari banyaknya ditemukan endapan yang berukuran gravel (kerikil dan kerakal) pada hampir disetiap pointbar yang ada di sungai Tamiang ini.

Pada tahun 2010 terjadi 2 kali banjir dalam setahun di Kabupaten Aceh Tamiang, begitu juga pada tahun 2011, tanpa disertai adanya korban jiwa. Sedangkan pada tahun 2012, terjadi 3 kali banjir dalam setahun yang mengakibatkan 180 penduduk di Desa Pengidam mengungsi. Dari 180 pengungsi tersebut 34 % mengidap penyakit ISPA, dan 28% mengidap penyakit diare pasca bencana banjir (Laporan Puskesmas Bandar Pusaka, 2012).

Banjir bandang yang menerjang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh pada tahun 2006, mengakibatkan sedikitnya 50 orang tewas dan 36 lainnya dinyatakan hilang. Selain itu, 87 ribu warga terpaksa mengungsi ke berbagai lokasi di 12 kecamatan di Aceh Tamiang.

Banjir yang melanda wilayah Bandar Pusaka ini memberikan implikasi lanjutan seperti kesulitan memperoleh air bersih untuk minum dan mandi. Meski pihak pemerintah membantu dengan menyediakan truk pengangkut air PDAM,


(23)

akan tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan setiap keluarga yang rumahnya terkena banjir. Demikian pula halnya dengan suplai makanann (Utomo, 2012).

Kondisi ini diperburuk dengan keadaan cuaca yang dingin sehingga mengakibatkan warga mengalami penurunan daya tahan tubuh. Kondisi-kondisi ini mempermudah masuknya kuman dan bakteri ke dalam tubuh manusia dan salah satu dampaknya adalah menyebabkan Infeksi Pernapasan Atas/ Akut (ISPA) (Utomo, 2012).

Suhu udara yang dingin mempermudah munculnya koloni kuman di dalam tubuh manusia. Hal ini merupakan salah satu penyebab adanya kemungkinan korban banjir yang meninggal akibat ISPA yang berujung pada pneumonia, yang merupakan proses infeksi akut yang merusak jaringan paru-paru atau alveoli. Oleh karena itu ISPA harus ditangani dengan baik dan cepat, disamping daya tahan tubuh tetap dijaga dengan suplai makanan yang cukup serta sanitasi yang optimal (Utomo, 2012)

Penyakit ISPA yang diakibatkan oleh bencana alam banjir secara umum dapat dipahami sebagai aliran air yang relatif tinggi, hingga tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau saluran air. Pada saat terjadi pengungsian besar - besaran akibat banjir, kondisi kebersihan baik lingkungan maupun makanan dan minuman yang dikonsumsi sangat tidak memadai. Keadaan ini memicu timbulnya penyakit (Utomo, 2012).

Kekhawatiran munculnya wabah penyakit setelah bencana gempa dan tsunami di Aceh semakin meningkat. Apalagi, kondisi lingkungan yang sangat buruk akibat


(24)

sulitnya evakuasi dan pembersihan di lokasi bencana. Penyakit yang selalu menjadi langganan setelah bencana alam adalah infeksi saluran pernafasan akut yang bisa mematikan (Amirullah, 2009).

Infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit, makanan atau udara. Gejalanya batuk, pilek, panas atau deman serta sakit dada. Secara teoritis, penularan melalui kulit dapat dicegah dengan cara menghindari sentuhan dengan penderita penyakit ini (Amirullah, 2009).

Demikian juga penularan melalui makanan dapat dicegah dengan mengolah makanan secara bersih. Namun, penularan melalui udara tidak dapat dicegah karena udara yang dihirup tidak dapat dipilah-pilah. Dalam kondisi serba darurat pasca bencana alam seperti di Aceh saat ini, daya tahan tubuh warga setempat turun drastis. Akibatnya, muncullah penyakit lama maupun baru (Amirullah, 2009).

Terdapat tiga faktor penting yang berperan dalam penularan penyakit seperti ISPA yaitu kuman penyakit, kondisi lingkungan dan daya tahan tubuh. Secara umum, proses perjalanan penyakit dapat dijabarkan atas beberapa tahapan. Tahap pre-patogenesis (Stage of Susceptibility) merupakan tahap dimana terjadi interaksi antara host, bibit penyakit dan lingkungan. Tahap inkubasi (Stage of Presymtomatic Disease) merupakan tahap dimana bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh inang (host) dan gejala penyakit belum tampak.

Semua keadaan ini memaksa kita untuk lebih memperhatikan aspek penanggulangan bencana dengan mengutamakan upaya pencegahan, (mitigasi) dan


(25)

peningkatan kesiapsiagaan menghadapi berbagai bentuk kedaruratan dan bencana. Kebijakan dan strategi nasional penanganan krisis dan masalah kesehatan lain merupakan bagian integral pembangunan kesehatan yang berpijak pada visi “masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat”, peningkatan profesionalisme, berasaskan pola desentralisasi dan pengembangan peran serta masyarakat melalui dukungan sumber daya dan potensi yang ada (Depkes RI, 2007).

Penanggulangan bencana sebagai rangkaian kegiatan baik sebelum maupun saat dan sesudah terjadi bencana dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Secara umum kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana adalah sebagai berikut: pencegahan, pengurangan dampak bahaya, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi), dan pembangunan berkelanjutan yang mengurangi resiko bencana (UNDP Indonesia, 2007).

Menurut Bakornas PB (2008), paling tidak ada interaksi empat faktor utama yang dapat menimbulkan bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: (a) kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya

(hazards), (b) sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumberdaya alam

(vulnerability), (c) kurangnya informasi/peringatan dini (early warning) yang

menyebabkan ketidaksiapan, dan (d) ketidakberdayaan /ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Pengetahuan dan sikap terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan


(26)

bahwa kesiapan menghadapi bencana ini sering kali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).

Dari hasil survey awal yang dilakukan Penulis terhadap 30 kepala keluarga di Desa Pengidam, masih banyak kepala keluarga yang belum mengerti dan belum siap dalam menghadapi bencana banjir. Hal ini terlihat dari masih banyak responden 22 orang (73,33%) yang belum mengetahui hal – hal apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi banjir yang biasa terjadi dalam setahun sekali di daerah tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Di Kawasan Rawan Banjir Di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.

1.7. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Di Kawasan Rawan Banjir Di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.

1.8. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.


(27)

1.9. Hipotesis

Ada pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.

1.10. Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan khususnya masyarakat untuk menambah wawasan dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan dan penanggulangan banjir.

2. Menjadi masukan bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tamiang untuk meningkatkan perannya dalam perencanaan kesiapsiagaan bencana banjir dan penanggulangan bencana untuk meminimalisir dampak bencana.

3. Untuk menambah ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan dan penanggulangan bencana banjir.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Kesiapsiagaan

4.1.1. Pengertian Kesiapsiagaan

Menurut Carter (1991) dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan adalah tindakan - tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan - kegiatan yang difokuskan pada pengembangan rencana - rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya gempa bumi, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadibencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).

Pada fase kesiapsiagaan dilakukan persiapan yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian timbul akibat bencana, dan


(29)

menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana (Japanese Red Cross Society, 2009).

4.1.2. Tujuan Kesiapsiagaan

Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu:

(1) Perencanaan dan organisasi (2) Sumber daya

(3) Koordinasi (4) Kesiapan

(5) Pelatihan dan kesadaran masyarakat.

Usaha-usaha peningkatan kesiapsiagaan dapat dilakukan pada berbagai tingkatan, yaitu pada tingkat Nasional, Propinsi/Daerah (Kabupaten/Kota)/ Kecamatan, Organisasi Individual, Desa/Kelurahan, RW/RT, rumah tangga, dan tingkat individu/perseorangan.

IDEP (2007) menyatakan tujuan kesiapsiagaan yaitu: 1. Mengurangi Ancaman

Untuk mencegah ancaman secara mutlak memang mustahil, seperti gempa bumi dan meletus gunung berapi. Namun ada banyak cara atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ancaman atau mengurangi akibat ancaman.


(30)

2. Mengurangi Kerentanan Masyarakat

Kerentanan masyarakat dapat dikurangi apabila masyarakat sudah mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk melakukan tindakan penyelamatan pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Masyarakat yang pernah dilanda bencana dapat mempersiapkan diri dengan melakukan kesiapsiagaan seperti membuat perencanaan evakuasi, penyelamatan serta mendapatkan pelatihan kesiapsiagaan bencana.

3. Mengurangi Akibat

Untuk mengurangi akibat suatu ancaman, masyarakat perlu mempunyai persiapan agar cepat bertindak apabila terjadi bencana. Umumnya pada semua kasus bencana, masalah utama adalah penyediaan air bersih. Akibatnya banyak masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan persiapan terlebih dahulu, kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih dapat mengurangi kejadian penyakit menular.

4. Menjalin Kerjasama

Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat, penanganan bencana dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila diperlukan dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin kerjasama yang baik, pada tahap sebelum bencana ini masyarakat perlu menjalin hubungan dengan pihak-pihak seperti Puskesmas, polisi, aparat desa atau kecamatan.


(31)

4.1.3. Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir

Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu: (a) pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana; (b) kebijakan dan panduan; (c) rencana untuk keadaan darurat bencana; (d) sistem peringatan bencana dan (e) kemampuan untuk memobilisasi sumber daya. Penjelasan di atas adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumahtangga tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi merekayang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir.

2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan

Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.

3. Rencana tanggap darurat


(32)

a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat: adanya rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat.

b. Rencana evakuasi meliputit tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana; adanya kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat. c. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.

1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama keluarga.

2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga

3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama 4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan

evakuasi.

5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat. d. Pemenuhan kebutuhan dasar

e. Peralatan dan perlengkapan

f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana g. Latihan dan simulasi/gladi


(33)

Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasiperingatan bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari ataumengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.

Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.

5. Mobilisasi sumber daya

a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/ pelatihan kesiapsiagaan bencana

b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana


(34)

d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasidan memantau tas siaga bencana secara reguler.

4.2.Masyarakat

Masyarakat menurut definisi Kamus Dewan (2005) adalah kumpulan manusia yang hidup bersama di sesuatu tempat dengan aturan dan cara tertentu. Individu, keluarga dan kumpulan-kumpulan kecil merupakan anggota sesebuah masyarakat. Jaringan erat wujud dalam kalangan anggota tersebut, khususnya melalui hubungan bersemuka. Daripada pergaulan ini, terbina pola hubungan sosial yang berulang sifatnya seperti kegiatan gotong royong, bersama-sama merayakan sesuatu perayaan melalui rumah terbuka, berkumpul menyambut pembesar yang datang berkunjung, menghadiri kenduri majelis perkawinan, membantu mereka yang ditimpa malapetaka atau menziarahi jiran yang sakit berat atau yang telah meninggal dunia. Kekerapan pergaulan ini membina satu kesepaduan dalam masyarakat tersebut sebagai satu unit sosial (Hussin, 2009).

4.3.Bencana

4.3.1. Definisi Bencana

Menurut Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non


(35)

alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi.

W. Nick Carter dalam bukunya yang berjudul “Disaster Management” memberikan devinisi bencana berdasarkan Concise Oxford Dictionary sebagai

sudden or graet misfortume, calamity”. Sedangkan berdasarkan Webster’s

Dictionary, bencana dimaknai sebagai “a sudden acalitous event proucing raet material damage, loss, and distress” (Nunung, dkk, 2012).

Definisi lain menurut Internasional Strategi For Disaster Reduction (UN-ISDR-2002, 24) adalah:“ Aserios disruption of the fuctioning of a community or a socity causing widespread human, material, economic or environmental losses which exceed the ability of the affected community/society to cope using its own resources” (Nunung, dkk, 2012).

4.4.Bencana Banjir

Menurut Setyawan (2008) banjir adalah salah satu proses alam, banjir terjadi karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi karena curah hujan yang tinggi, sementara itu, banjir juga dapat terjadi karena kesalahan manusia. Sebagai proses alam, banjir adalah hal yang biasa terjadi dan merupakan


(36)

bagian dari siklus hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. saat banjir terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam jumlah yang besar, muatan sedimen itu bersal dari erosi yang terjadi di derah pegunungan atau perbukitan.

Banjir akibat kesalahan manusia setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu pengelolaan daerah hulu sungai yang buruk, dan pengolahan drainase yang buruk. Dalam siklus hidrologi, daerah hulu sebenarnya adalah daerah resapan air. Pengolahan daerah hulu yang buruk menyebabkan air banyak mengalir sebagai air permukaan yang dapat menyebabkan banjir (Setyawan, 2008).

Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpah dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpahan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpahi tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).

Menurut Dibyosaputro (1998) Banjir merupakan satu bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai


(37)

sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya.

Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.

2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.

3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.

4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.

4.4.1. Faktor-faktor Penyebab Banjir

Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.


(38)

Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.

Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir.

Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Ma’mun, 2007).

Faktor penyebab banjir menurut Yulaelawati (2008), dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) faktor yaitu:

1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:

a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemukiman dan industri. b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan


(39)

menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian mengganggu jalannya air.

c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan pemukiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir.

d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air, terutama di perumahan-perumahan.

2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:

a. Kondisigeografi yang berada pada daerahyang seringterkena badai atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi topografi yang cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota Bandung yang berkembang pada Cekungan Bandung.

b. Kondisi alur sungai, sepertikemiringan dasarsungai yang datar,berkelok- kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk sepertibotol (bottle neck),dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau (ambal sungai)

3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu: a. Curah hujan yang tinggi

b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi dimuara sungai atau pertemuan sungai besar.


(40)

c. Penurunan muka tanah atau amblasan, misal di sekitar di sekitar Pantai Utara Jakarta yang mengalami amblasan setiap tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah. pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi.

Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan - tangan manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi, membahayakan, dan merusak lingkungan baik di darat, lautdan di udara. Sementara faktor kedua dan ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam yang dinamis, merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.

4.4.2. Dampak Bencana Banjir

Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek - aspek berikut ini:

1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.

2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.


(41)

3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.

4. Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.

5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko-sistem, obyek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

4.5. Daerah Rawan Bencana

Daerah Rawan Bencana adalah daerah yang memiliki kondisi atau karekteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (BNPB, 2008).

4.6. Pengetahuan 4.6.1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi


(42)

melalui pasca indera manusia yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan mempunyai peranan besar dalam perubahan perilaku. Rogers (1995) menjelaskan lebih terinci berbagai variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup: (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type

of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4)

kondisi sistem sosial (nature of social sistem), dan (5) peran agen perubah (change agents).

4.6.2. Proses Putusan Inovasi

Rogers (1983) menjelaskan dalam penerimaan suatu inovasi, biasanya seseorang melalui beberapa tahapan yang disebut Proses Putusan Inovasi. Proses putusan inovasi merupakan proses mental yang mana seseorang atau lembaga melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini. Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut.


(43)

Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan tahapan efek dasar.

Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan . Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya. Lalu bagaimana mereka merasa yakin bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan dari berbagai segi, seperti :

1. Dari segi biaya, apakah inovasi tersebut membutuhkan biaya yang besar tetapi dengan tingkat ketidakpastian yang besar?

2. Apakah inovasi tersebut akan mengganggu segi kehidupan sehari-hari? 3. Apakah sesuai dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada?

4. Apakah sulit untuk digunakan?

Pada awalnya Rogers dan Shoemaker (1971) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu :

1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.


(44)

2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.

3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.

4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.

5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.

Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1983, 1995) merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi yaitu :

1. Knowledge (Pengetahuan)

Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa? merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Tahap ini individu akan menetapkan “ Apa inovasi itu? bagaimana dan mengapa ia bekerja?. Pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu:


(45)

a. Awareness Knowledge (Pengetahuan Kesadaran), yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi.

b. How-to-Knowledge (Pengetahuan Pemahaman), yaitu pengetahuan tentang

bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini.

c. Principles-Knowledge (Prinsip Dasar), yaitu pengetahuan tentang

prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan kampanye kesehatan.


(46)

Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut NCDDR (National Center for

the Dissemination of Disability Research, 1996), menyebutkan ada 4 (empat)

dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu:

a. Dimensi Sumber Diseminasi, yaitu institusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru. b. Dimensi Isi Diseminasi, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang

juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.

c. Dimensi Media Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.

d. Dimensi Pengguna Diseminasi, yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.

2. Persuasion (Kepercayaan)

Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi , maka tahap ini berlangsung setelah tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi. Tahap pengetahuan lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan tahap kepercayaan bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi


(47)

inovasi dan dukungan sosial akan memengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.

3. Decision (Keputusan)

Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Terdapat dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan

passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.

4. Implementation (Penerapan)

Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Klien dalam hal ini adalah masyarakat, akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat


(48)

ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.

5. Confirmation (Penegasan/Pengesahan)

Ketika Keputusan inovasi sudah dibuat, maka klien akan mencari dukungan atas keputusannya ini . Menurut Rogers (1983) keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu .

4.6.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Difusi Inovasi

Rogers (1983, 1995), ada beberapa faktor yang memengaruhi proses difusi inovasi, seperti: (1) faktor personal, (2) faktor sosial, dan (3) faktor situasional. Faktor personal yang memengaruhi difusi inovasi adalah:

1. Umur

Difusi inovasi yang tertinggi terdapat pada sekelompok orang yang berusia relatif tua. Walaupun terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang berusia relatif tua


(49)

kurang dapat menerima perubahan, tetapi bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan suatu tambahan pemehaman tentang hal-hal baru. Disamping itu pendidikan juga merupakan sesuatu yang dapat menciptakan dorongan kepada seseorang untuk menerima suatu inovasi. 3. Karakteristik Psikologi

Seseorang yang fleksibel secara mental, mampu memandang elemen-elemen yang nyata dalam situasi yang baru apabila melakukan penyesuaian diri terhadap situasi tersebut. Dengan perkataan lain, kemampuan mengakses informasi dengan cepat dapat menciptakan suatu keadaan rasional, dimana hal tersebut akan memengaruhi seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi.

Faktor sosial yang memengaruhi difusi inovasi terdiri dari: 1. Keluarga

Keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga.

2. Tetangga dan Lingkungan Sosial

Tetangga adalah orang-orang yang tinggal pada suatu geografis tertentu yang telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung


(50)

berasosiasi dengan sesamanya daripada dengan pihak luar. Pada umumnya belajar dengan tetangga biasanya lebih berhasil daripada belajar dengan pihak lain yang tinggal berjauhan sehingga tetangga banyak berperan dalam proses difusi inovasi. 3. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain atau kelompok lain dalam pembentukan pikiran, penilaian, dan keputusan dalam bertindak. Oleh sebab itu kelompok referensi berperan dalam menyadarkan masyarakat yang relatif lambat dalam mengadopsi sesuatu.

4. Budaya

Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam proses difusi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada tata nilai yang ada.

Faktor situasional yang memengaruhi difusi inovasi adalah: 1. Status Sosial

Kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat berhubungan positif dengan proses difusi inovasi. Seseorang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat cenderung lebih mudah menerima berbagai perubahan yang


(51)

ditawarkan disebabkan ia lebih mudah untuk mendapatkan berbagai informasi tentang perkembangan baru yang sedang dan akan terjadi.

2. Sumber Informasi

Orang-orang yang memanfaatkan berbagai sumber informasi yang didapatkannya berkorelasi positif dengan proses difusi inovasi. Sebaliknya, orang-orang yang enggan untuk mencari dan mendapatkan informasi dan hanya bergantung dengan informasi yang apa adanya akan berkorelasi negatif dengan proses difusi inovasi.

Namun demikian dari penelitian Rogers ini menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap - tahap tersebut diatas (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: a. Tahu (Know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginsterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

d. Analisa (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.


(52)

e. Sintesis (Synthesis), menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian - bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi(Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Menurut Transtheoretical Model Of Behaviour Change yang dinyatakan oleh Citizen Corps (2006), pengetahuan yang dimaksud adalah dimana individu memiliki pengetahuan tentang tindakan kesiapsiagaan yang direkomendasikan.

4.7. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007).

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Cardno dalam Notoatmodjo (2003) membatasi sikap sebagai hal yang memerlukan predisposisi yang nyata dan variabel disposisi lain untuk memberi respons terhadap objek sosial dalam interaksi dengan situasi dan mengarahkan serta memimpin individu dalam bertingkah laku secara terbuka.

Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif


(53)

tertentu, akan tetapi sebagai salah satu predisposisi tindakan untuk perilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional.

Sedangkan Krech et al dalam Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa sikap menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif sehingga selalu dapat diukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negative. Selanjutnya Mucchielli dalam Notoatmodjo (2003) menegaskan sikap sebagai suatu kecendrungan jiwa atau perasaan yang relative terhadap kategori tertentu dari objek, orang atau situasi.

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan - pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.


(54)

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (personal reference) merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan - pertimbangan individu.

3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

5. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2007).

4.8. Landasan Teori

Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi banjir adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana banjir sehingga tindakan yang dilakukan pada saat dan setelah terjadi banjir dilakukan secara tepat dan efektif (Rahayu dkk, 2009).

Menurut Transtheoretical Model of Behaviour Change yang dinyatakan oleh Citizen Corps (2006), faktor-faktor yang memengaruhi kesiapsiagaan terhadap


(55)

bencana adalah 1)external motivasi meliputi kebijakan, pendidikan dan latihan, dana, 2) pengetahuan, 3) sikap , 4) keahlian.

Menurut Mc.Kiernan et al,2005, teori perkembangan evolusi dari kesiapsiagaan dan plastisitas Brunswikian menyatakan bahwa perilaku berhubungan antara terbentuknya kebiasaan dan punahnya kebiasaan. Merujuk pada

Transtheoretical Model Of Behaviour Change dan Teori Perkembangan Evolusi

serta berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti, terkait dengan kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana banjir, maka faktor yang paling berperan dalam memengaruhi tenaga kesehatan Puskesmas melakukan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir adalah pengetahuan, sikap.

4.9. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori-teori yang telah di bahas dalam tinjauan kepustakaan , maka kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan

Sikap

Kesiapsiagaan M asyarakat di Kawasan Rawan Banjir


(56)

Berdasarkan kerangka diatas, maka dapat dijelaskan bahwa dapat dijelaskan bahwa definisi konsep dalam penelitian ini adalah variable independen (variable bebas) yang terdiri dari pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir.


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan

explanatory research, dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan kausal dan penguji

hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 2006). Explanatory research untuk menganalisis pengaruh antara pengetahuan dan sikap terhadap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa desa Pengidam merupakan wilayah tertinggi kejadian banjir di Kabupaten Aceh Tamiang dengan frekuensi 1-2 kali dalam setahun. Penelitian akan di laksanakan mulai dari bulan Maret 2013 sampai dengan Juni 2013.

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi


(58)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh Kepala Keluarga di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka yang berjumlah 219 Kepala Keluarga.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling, besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam Notoatmodjo (2010) yaitu :

N n =

1+ N (d2)

Keterangan :

N = besar populasi n = besar sample

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 99% dengan tingkat kesalahan 0,1%


(59)

) ( 1 N d2

N n

+ =

n = 219

1 + 219 (0,01)

n = 99

Adapun teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan cara melakukan pertimbangan antara jumlah anggota populasi berdasarkan masing-masing strata (proportional stratified sampling), yaitu dengan cara :

- Membagi jumlah sampel berdasarkan kesempatannya menjadi sampel yang akan diteliti

- Sampel diambil berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus

å

å

å

´

= Sampel

desa KK populasi Jumlah

dusun KK tiap

= Jumlah KK yang menjadi sampel tiap dusun

No Nama Dusun Jumlah KK Sampel Yg Diambil

1 Bandar Baru 152 69

2 Suka Maju 45 20


(60)

Jumlah 219 99

Selanjutnya ditesntukan dengan cara acak sistematis (Sistematic Sampling)

dengan cara membagi jumlah atau anggota populasi degan perkiran jumlah sampel yang diinginkan (Interval sampel), selanjutnya interval sampel dibuat dalam daftar element atau anggota populasi secara acak, dan membagi dengan jumlah sampel yang diinginkan Notoatmodjo (2010).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui wawancara langsung dengan responden. Pedoman wawancara menggunakan kuesioner yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian agar diperoleh informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui pencatatan berbagai dokumen dilokasi penelitian yang berkaitan dengan penelitian.


(61)

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus tekhnik korelasi person product moment ®, dengan ketentuan jika rhitung> r tabel (0,361), maka dinyatakan valid atau sebaliknya (Riyanto,2010).

Realibilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat di percaya dengan menganalisis rehabilitas alat ukur darisatu kali pengukuran dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > konstanta (0,6), maka dinyatakan reliabel (Riyanto,2010)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) yaitu:

1. Variabel terikat (Y) yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas dan dalam penelitian ini variabel terikat adalah kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir.

2. Variabel bebas (X) yaitu variabel yang keberadaannya mempengaruhi variabel terikat, dalam hal ini variabel bebas adalah pengetahuan dan sikap masyarakat di kawasan rawan banjir.


(62)

3.5.2. Definisi Operasional

1. Kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir

Upaya masyarakat untuk mencegah terjadinya bencana pada daerah rawan banjir. 2. Pengetahuan adalah tingkat pemahaman masyarakat terhadap kesiapsiagaan

masyarakat di kawasan rawan banjir.

3. Sikap adalah respon yang ditunjukan masyarakat terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir

3.6.Metode Pengukuran

Peneliti mengukur variabel pengetahuan dan sikap dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Variabel penelitian ini diukur dengan menggunakan skala ordinal dimana pengetahuan dengan jawaban benar diberi nilai 1 jawaban salah diberi nilai 0. Jawaban untuk sikap sangat setuju diberi nilai 5, setuju di beri jawaban 4, ragu – ragu di beri jawaban 3, tidak setuju diberi nilai 2, dan sangat tidak setuju diberi jawaban 1. Kriteria pencegahan dan penanggulangan untuk ada dilakukan (ya) diberi nilai 2, tidak ada dilakukan diberi nilai 0.


(63)

Tabel 3.1.Aspek Pengukuran Variabel

Variabsel Independen Indikator Skor Kategori Skala Ukur

Pengetahuan 10 8 – 10

6 - 7 0 – 5

Baik Cukup Kurang

Ordinal

Sikap 10 30 - 50

0 - 29

Positif Negatif

Ordinal

Variabel Dependen Indikator Skor Kategori Skala Ukur Kesiapsiagaan

Masyarakats

10 6 – 10

0 - 5

Ada Tidak ada

Ordinal

3.7.Metode Analisis Data

Sebelum Analisis penelitian ini menghasilkan informasi yang benar, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan secara manual dan dengan komputer, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Data yang terkumpul dalam bentuk isian kuesioner diperiksa untuk memastikan tulisan cukup jelas , semua pertanyaan sudah dijawab sesuai petunjuk pengisian. 2. Pemberian KODE (coding)


(64)

Kelengkapan data diperiksa dan diberi kode dengan cara merubah data dari bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka. Pemberian kode ini berguna untuk proses entry data.

3. Pemasukan Data (Entry)

Data yang telah diberi kode berguna mempermudah analisa data dan mempercepat proses entry data.

4. Tabulasi Data (Tabulating)

Data dimasukkan ke program komputer kemudian data di klarifikasi kedalam tabel yang telah dipersiapkan.

Analisis data dalam penelitian ini meliputi:

1. Analisis Univariat yaitu analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap penelitian. Dalam analisa ini menghasilkan distribusi frekwensi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Pengujian univariat dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap.

2. Analisis Bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Pengujian bivariat dalam penelitian ini berupa pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat di kawasan rawan banjir.

3. Analisis Multivariat yaitu untuk mengetahui variabel independen yang mana yang lebih erat hubungannya dengan variabel dependen (Notoatmodjo, 2010). Pengujian multivariat dalam penelitian ini variabel independen (pengetahuan dan sikap) yang mana yang lebih berpengaruh terhadap variabel dependen


(65)

(kesiapsiagaan masyarakat) dilakukan dengan menggunakan uji analisis regresi linear berganda (Multiple Regression).

Y = a + b1X1+ b2X2+ b3X3 +e

Keterangan :

Y = Peluang terjadinya efek dari variabel dependen a = Constanta

b = Koefisien regresi

x = Variabel kualitas produk e = Error disturbances

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Pengidam adalah salah satu dari 15 desa yang terdapat di Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Propinsi Aceh, wilayah Desa Pengidam, terletak pada dataran rendah.

Desa Pengidam memiliki luas wilayah + 557.1 Ha dengan batas-batas sebagai berikut :

Ø Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Tamiang Ø Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Desa


(66)

Ø Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bengkelang Ø Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pante Jeumpa.

Jumlah penduduk Desa Pengidam yaitu sebanyak 985 jiwa, dan mempunyai fasilitas sosial terdiri dari : mesjid 3 buah, mushalla 3 buah, TPA (Tempat Pengajian Alqur’an) 1, SD (Sekolah Dasar 1, SMP (Sekolah Menengah Pertama 1 dan Poskesdes 1.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari Nama, Umur. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Ditribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Pengidam No Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)

1 Pendidikan Tidak Sekolah Tamatan SD Tamatan SMP Tamatan SMA Tamatan Diploma 12 55 24 5 4 12.1 55.5 24.2 5.0 4.0

Total 99 100

2 Umur 20-30 Tahun 31-40 Tahun 41-50 Tahun >50 tahun 45 35 11 8 45.4 35.3 11.1 8.0


(67)

Tabel 4.1. diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan pendidikan mayoritas tamatan SD sederajat yaitu sebanyak 55 orang (55.5) dengan umur mayoritas 20 – 30 tahun yaitu sebanyak 45 orang (45,4%).

4.3. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi secara tunggal seluruh variabel yang diteliti yaitu variabel kompetensi yang terbagi dalam 3 kategori yaitu terdiri dari pengetahuan, sikap dan kesiapsiagaan masyarakat.

4.3.1. Pengetahuan Kepala Keluarga

Pengetahuan Kepala Keluarga (KK) didasarkan pada skala ordinal dari 10 pertanyaan dengan jawaban benar atau salah. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan Kepala Keluarga

No Pengetahuan Jumlah (n) Persentase (%)

1 2 3

Baik Cukup Kurang

27 43 29

27.3 43.4 29.3

Total 99 100

Tabel 4.2 diatas menunjukkan lebih banyak responden mempunyai kategori pengetahuan cukup yaitu sebanyak 43 orang (43.4%) dibandingkan responden dengan kategori pengetahuan kurang yaitu sebanyak 29 orang (25.3%) dan kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak 27 orang (27.3%).


(68)

1. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan Kepala Keluarga di Desa Pengidam

Pengetahuan Kepala Keluarga didasarkan pada dasar ordinal dari 10 pertanyaan dengan alternatif jawaban, Ya dan Tidak. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan Kepala Keluarga di Desa Pengidam

No Pertanyaan Pengetahuan Ya Tidak

n % n %

1 Respoden pengertian Banjir 96 97.0 3 3.0

2 Respoden mengetahui Penyebab Banjir di desa 18 18.2 81 81.8 3 Respoden mengetahui persiapan untuk

menghadapi banjir

90 90.1 9 9.1 4 Respoden mengetahui dari mana mendapatkan

informasi tentang banjir

20 20.2 79 79.8 5 Respoden mengetahui apa saja yang perlu

disiapkan keluarga sebelum banjir

76 76.8 23 23.2 6 Respoden mengetahui kesiapsiagaan rumah tangga

dalam menghadapi banjir

38 38.4 61 61.6 7 Respoden mengetahui cara menghindari dokumen

penting dari banjir

84 84.8 15 15.2 Tabel 4.3 (Lanjutan)

No Pertanyaan Pengetahuan Ya Tidak

n % n % 8 Respoden mengetahui tindakan kesiapsiagaan

rumah tangga untuk menghadapi banjir

91 91.9 8 8.1 9 Respoden mengetahui peralatan apa yang dibawa

mengungsi ketika banjir

33 33.3 66 66.7 10 Respoden mengetahui persiapan menghadapi

banjir Jika rumah tidak bertingkat

96 97.0 3 3.0 Tabel 4.3. diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden mengetahui pengertian dari banjir, yaitu sebanyak 96 (97.0%) responden, dan mayoritas


(1)

Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

___________________, 2010. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Nunung, dkk, 2012. Manajemen Bencana, Alfabeta, Bandung.

Nursalam.2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Keperawatan, Salemba Medika : Jakarta.

Puskesmas Bandar Pusaka, Laporan 10 Penyakit Tertinggi Pasca Banjit Tahun 2012, Kabupaten aceh Tamiang.

Setyawan, 2008, Manajemen Bencana Respon Dan Tindakan Terhadap Bencana, http://www.medicastore.com, dikutip tanggal 28 Desember 2012.

Utomo Sarwo Dhanan, 2012. Model Berbasis Agen Bagi Penyebaran Penyakit ISPA pada Musim Hujan Di Bandung Selatan: Bandung


(2)

MASYARAKAT DI KAWASAN RAWAN BANJIR DI DESA PENGIDAM KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN

ACEH TAMIANG TAHUN 2013 NO. RESPONDEN :

I. PETUNJUK PENGISIAN

1. Baca dengan teliti pertanyaan sebelum memberi jawaban. 2. Jawab dengan jujur tanpa pengaruh orang lain.

3. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan pendapat anda.

4. Berilah alasan atau penjelasan berdasarkan jawaban yang anda pilih pada kolom yang tersedia.

II. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Pendidikan terakhir :

3. Umur :

A. PENGETAHUAN

1. Menurut Bapak/Ibu banjir itu adalah...

a. Air sungai yang tingginya melebihi permukaan air normal sehingga melimpah ke pemukiman penduduk

b. Air sungai yang semakin meninggi tetapi belum melimpah dari palung sungai

c. Air hujan yang menggenangi rawa-rawa

2. Menurut Bapak/Ibu penyebab banjir di desa ini adalah:

a. Pasang air laut yang melimpah dan menggenangi kawasan pantai b. Rumah penduduk di atas bantaran sungai

c. Pendangkalan dan penyempitan alur sungai oleh tumbuh-tumbuhan dan sampah

3. Apa yang bapak/ibu persiapkan untuk menghadapi bencana banjir? a. Makanan instan, obat – obatan, surat dan nomor penting

b. Uang c. Perhiasan


(3)

4. Dari mana bapak/ibu mendapat informasi tentang banjir selama ini a. Kepala desa dan warga masyarakat

b. Radio c. Televisi

5. Menurut Bapak/Ibu apa saja yang perlu disiapkan keluarga sebelum banjir? a. Membuat bendungan kecil di pintu-pintu rumah

b. Kotak P3K, Tas dokumen dan tempat pengungsian c. Tidak ada yang perlu disiapkan karena banjir tidak lama

6. Apakah kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir menurut bapak/ibu?

a. Tindakan yang disiapkan keluarga sebelumterjadi banjir dengan cepat dan tepat

b. Tindakan yang dilakukan keluarga pada saat telah terjadi banjir c. Tindakan yang dilakukan keluarga pada saat banjir

7. Menurut Bapak/Ibu bagaimana menghindari dokumen penting agar tidak terkena banjir?

a. Menyimpan dalam kantong plastik yang kedap air b. Menyimpan dalam tas siaga di rak lemari paling bawah c. menyimpan di rumah keluarga yang bebas banjir

8. Menurut bapak/ibu contoh tindakan kesiapsiagaan rumah tangga untuk menghadapi banjir adalah:

a. Berdiam diri di rumah pada saat ada informasi banjir b. Membersihkan lantai rumah setelah banjir

c. Mempelajari P3K untuk menolong dirisendiri dan orang lain 9. Peralatan apa yang dibawa mengungsi ketika banjir

a. Koper berisi pakaian yang banyak

b. Makanan dan minuman instan serta kotak P3K c. Televisi, kulkas dan mesin cuci


(4)

bapak/ibu dapat melakukan?

a. Membuat tangga darurat pada plavon untuk akses naik ke atap b. Tidak perlu dilakukan apapun karena banjir hal yang biasa c. Merombak rumah agar menjadi dua lantai

B. SIKAP

Berilah tanda (√ ) pada kolom angka yang ada disebelah kanan pada masing – masing butir pernyataan dengan pilihan sesuai dengan yang saudara berikut ini :

Keterangan Pernyataan Sikap : SS = Sangat Setuju

S = Setuju N = Normal/ Biasa TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S N TS STS

1 Kesiapsiagaan sangat diperlukan dalam penanganan bencana banjir

2 Keluarga perlu menyimpan nomor telephone PLN, PDAM dan petugas kesehatan terdekat 3 Anggota keluarga perlu memantau

perkembangan cuaca

4 Penyimpanan surat-surat penting perlu dilakukan sebagai salah satu upaya kesiapsiagaan terhadap bencana banjir


(5)

5 Keluarga harus menyimpan beras, minyak dan makanan instan sebagai persiapan bilaterjadi banjir

6 menyiapkan pelampung bagi anggota keluarga merupakan salah satu bentuk kesiapsiagaan dalm penanganan bencana banjir

7 Kesepakatan terhadap tempat evakuasi dalam situasi darurat merupakan hal penting dalam kesiapsiagaan

8 Listrik wajib di padamkan saat pembersihan rumah pasca bencana banjir

9 Kotak P3K dan obat – obatan penting, wajib di bawa pada saat mengungsi.

10 Penerangan alternatif, wajib di disiapkan untuk menghadapi bencana banjir

C. KESIAPSIAGAAN

No Pernyataan Ya Tidak

1 Keluarga ada menyiapkan peta untuk evakuasi

2 Keluarga menyimpan surat dan berkas – berkas penting dalam satu tas

3 Keluarga menyiapkan senter untuk menanggulangi pemadaman listrik, bila bencana banjir terjadi

4 Keluarga ada menyiapkan kotak P3K atau obat – obatan penting

5 Keluarga ada mengikuti pelatihan pertolongan pertama 6 Keluaraga ada menyiapkan pelampung untuk menghadapi

bencana banjir.

7 Keluarga ada menyiapkan makanan instant

8 Keluarga ada menyiapkan tempat untuk mengungsi 9 Keluarga ada menyimpan nomor – nomor penting (PLN,

PDAM dan petugas kesehatan terdekat) yang akan dihubungi pada saat bencana banjir datang


(6)

Dokumen yang terkait

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 1 14

BAB 1 Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 0 8

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA PALUR Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 2 13

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT RAWAN BENCANA BANJIR DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Masyarakat Rawan Bencana Banjir Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

1 6 16

RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN Respon Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Gadingan Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 1 15

RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN Respon Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Gadingan Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

1 11 13

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT TERHADAP BANJIR DI DESA TEGALMADE KECAMATAN MOJOLABAN Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Banjir Di Desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Kesiapsiagaan - Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

0 0 29

BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang - Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

0 0 9

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir di Desa Pengidam Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

1 1 16