Bab I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH - Sugondo Kartoprojo: Pendidik Dan Pejuang Kemerdekaan Di Sumatera Utara
Bab I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, biografi adalah riwayat hidup seseorang
yang ditulis oleh orang lain . Biografi dalam penulisan sejarah barangkali merupakan yang paling tua di dalam sejarah. Penulisan biografi seringkali tidak digolongkan ke dalam historiografi, karena sejarah dunia maupun nasional menunjukkan betapa sejarah konvensional hanya mengungkapkan kejadian-kejadian besar saja seperti politik, militer ataupun perang yang terjadi. Padahal dahulu orang lebih menyukai biografi daripada sejarah politik, ekonomi dan sebagainya. Hal ini dikarenakan pada saat itu individu sangat berperan penting.
Kita dapat melihat bagaimana sejarah Indonesia dengan historiografi tradisionalnya sangat mengagung-agungkan peranan seorang tokoh. Pandangan ini sebenarnya dilandasi oleh suatu kepercayaan masyarakat bahwa kehidupan manusia itu merupakan sebagian dari proses Kosmo-Magis dan asal usul yang serba mitologis. Kita kenal misalnya Kitab Pararaton, Babad Diponegoro, Sejarah Melayu ataupun hikayat Raja-raja Pasai dan
sebagainya emua hal di atas memperlihatkan adanya peranaan tokoh yang dianggap memiliki kharisma.
Dalam penulisan biografi, peranan seorang tokoh sangatlah penting. Tokoh adalah seseorang yang memiliki kelebihan atau keunikan dalam kehidupannya di dalam
masyarakat . Ketika menulis biografi, kita tidak hanya sekedar menulis tempat dan tanggal 1 2 V.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1984, hal.144.
Suwandi Syafei, Penulisan Biografi:Dalam Pemikiran Biografi dan Kesejarahan Jilid II, Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek IDSN,1982,hal.85. 3 Ibid., hal. 81. lahirnya saja tetapi juga memaparkan sejarah kehidupannya mulai dari lahir sampai dia meninggal.
Dalam menulis biografi kita harus memperhatikan empat hal. Pertama, bagaimana kepribadian sang tokoh. Kepribadian atau perwatakan tidaklah mudah diungkapkan ketika kita menuliskan biografi. Oleh karena itu di dalam menulis biografi, seorang penulis membutuhkan bantuan ilmu psikologi untuk memahami watak sang tokoh tersebut. Dengan adanya ilmu psikologi tesebut, penulis dapat dengan mudah mengungkapkan perwatakan tokoh dengan menonjolkan tindakan-tindakan khas atau pun memaparkan ucapan-ucapan yang khas yang biasa dikatakan sang tokoh.
Kedua, latar sosial atau latar budaya di mana sang tokoh hidup. Dalam mengungkapkan latar sosial atau latar budaya di mana sang tokoh hidup di sinilah biasanya penulis memperoleh kesukarannya. Hal ini dikarenakan di dalam mendeskripsikan keadaan zaman sang tokoh tersebut hidup dibutuhkan ketelitian yang khusus. Selain itu biographer juga harus memahami permasalahan-permasalahan yang timbul dalam historiografi zaman
yang bersangkutan. Disinilah dibutuhkan ketelitian dan kecermatan penulis di dalam melakukan analisa yang komprehensif terhadap zaman sang tokoh agar dapat diungkapkan dengan baik dengan cara mengetahui latar belakang sang tokoh.
Ketiga, sensibilitas. Yang dimaksud dengan sensibilitas dalam hal ini adalah kekuatan emosional pada sebuah kurun sejarah. Keempat, adalah poin-poin di mana sang tokoh itu berubah. Melihat faktor-faktor di atas, penulis merasa tertarik untuk menulis biografi sebagai skripsinya. Apalagi tokoh yang penulis tulis dalam biografi adalah tokoh yang berperan membawa perubahan bagi bangsa ini dan memberikan efek bagi kehidupan masyarakat di 4 Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Pemikiran Biografi dan Kesejarahan:Suatu
Kumpulan Prasaran Pada Berbagai Lokakarya Jilid III , Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1984, hal.46 sekitarnya, dan dalam hal ini, penulis merasa Ki Sugondo Kartoprojo dapat mewakili defenisi tokoh di atas.
R.M Soegondo Kawuri Kusman atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Sugondo Kartoprojo dan sering disapa masyarakat dengan panggilan pak Gondo adalah seorang tokoh pendidikan dan pejuang pergerakan di Sumatera Utara. Beliau lahir di Onder Distrik Watukarang daaerah Yogyakarta pada 15 Juli 1908. Sugondo adalah anak dari Raden Ngabehi yang bekerja sebagai kepala Onder Distrik. Keluarga Sugondo masih memiliki keturunan bangsawan dari Sultan Hamengku Buwono I dari Mataram. Oleh karena itu, Sugondo kecil sudah diasuh layaknya anak-anak Bangsawan Jawa pada umumnya.
Sugondo kecil memperoleh pendidikan di sekolah rendah yang pada saat itu bernama H.I.S (Holand Indlands School) di Desa Tangka Yogyakarta, tetapi karena adanya suatu permasalahan pada saat itu dan mengganggu prinsip hidupnya, Sugondo keluar dari sekolah dan melanjutkan pendidikannya di sekolah Adi Dharmo. Dari sekolah inilah Sugondo nantinya berkenalan dan mendapatkan pendidikan langsung dari Ki Hajar Dewantara, pendiri Perguruan Taman Siswa.
Selanjutnya, Sugondo melanjutkan pendidikannya di Perguruan Taman Siswa. Terbiasa memperoleh nasihat nasionalisme dari Ki Hajar Dewantara akhirnya mengantarkan Sugondo untuk terjun ke dunia politik praktis. Dimulai dari keikutsertaan Sugondo menjadi pengurus Jong Java lalu ke PNI sampai akhirnya menjadi komisaris PARINDRA (Partai Indonesia Raya), Sugondo pun turut andil di dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Keikutsertaan Sugondo di dalam beberapa partai menjadikan Sugondo sebagai tokoh pergerakan yang disegani pada saat itu. Selain itu, Sugondo juga menjadi anggota
5 Gemeenteeraad Medan pada tahun 1938-1942 .
Ketika masa Jepang, beliau menjadi anggota Badan Oentuk Membantu Perang Asia (BOMPA), di mana organisasi itu dimanfatkan beliau dan kawan-kawan untuk menanamkan rasa persatuan dan kesatuan di jiwa pemuda-pemuda Indonesia. Beliau juga terplilih sebagai ketua umum BPI (Barisan Pemuda Indonesia) yang tujuan gerakan tersebut adalah mempertahankan kemerdekaan.
Tidak hanya menjadi tokoh pergerakan, Sugondo pun aktif memajukan dunia pendidikan pada saat itu. Sebagai tokoh pendidikan, beliau pernah menjabat sebagai ketua perguruan Taman Siswa Medan sejak tahun 1934, yang sebelumnya beliau dipindahkan dari perguruan Taman Siswa Kutaraja pada 1932. Tidak hanya itu, beliau juga menjabat sebagai Ketua Pinisepuh Persatuan Taman Siswa, Ketua Pembimbing Taman Siswa Daerah Subaria (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Aceh), serta Ketua Musyawarah Perguruan Swasta (MPS).
Pada 14 April 1995, beliau meninggal dunia dan dimakamkan di perkuburan Muslim Kayu Besar Jalan Thamrin Medan. Sudah pasti kepergian beliau menjadi luka yang mendalam bagi bangsa ini, melihat perjuangan yang telah beliau lakukan untuk bangsa ini selama hidupnya.
Sampai sejauh ini belum ada penulisan khusus tentang beliau yang ditulis oleh para peneliti. Memang, nama beliau ada disebutkan di dalam beberapa sumber tertulis, seperti dalam buku Medan Area Mengisi Proklamasi, Mencoba lagi Menjadi Indonesia atau beberapa skripsi Departemen Sejarah tentang Sekolah Taman Siswa. Melihat jasa beliau yang 5 Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987, hal. 116. sangat besar bagi pendidikan dan perjuangan kemerdekaan maka sudah seharusnya beliau dikenang di dalam sebuah tulisan yang berisi riwayat sejarah hidup beliau.
Dari paparan di atas, tentu menjadi suatu pembahasan yang sangat menarik untuk menulis dan mengikuti perkembangan sejarah kehidupan beliau yang peranannya sampai sekarang masih dirasakan khususnya di dunia pendidikan. Sebagai seorang tokoh yang multitalenta tentu beliau pantas dijadikan sebuah biografi yang bagus untuk ditulis sejarahwan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menjadikan beliau sebagai objek untuk ditulis. Untuk itu, ditulislah sebuah judul SUGONDO KARTOPROJO: PENDIDIK DAN
PEJUANG KEMERDEKAAN. Adapun skop temporal yang diangkat adalah sekitar abad
ke 20 yaitu antara 1908 sampai dengan 1995. Pada 1908 adalah tahun di mana sang tokoh dilahirkan. Tahun 1995 merupakan batas akhir skop temporal penelitian sejarah dan merupakan tahun akhir hayat sang tokoh. Rentang waktu antara 1908-1995 akan dibahas bagaimana pengalaman hidup sang tokoh.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam melakukan sebuah penulisan, sudah seharusnya ada yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas. Pokok permasalahan ini sangat penting karena pokok permasalahan inilah yang menjadi landasan dan dasar sebuah penelitian. Dengan adanya pokok permasalahan sangat membantu peneliti agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah dan tepat sasaran sesuai dengan objek yang telah ditentukan.
Sesuai dengan judul skripsi Sugondo Kartoprojo: Pendidik dan Pejuang Kemerdekaan maka dibuatlah beberapa pokok pertanyaan yang bertujuan sebagai batasan dalam pembahasan penelitian. Adapun pokok permasalahan yang telah ditentukan untuk mempermudah pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang kehidupan keluarga dan riwayat pendidikan Ki
Sugondo Kartoprojo? 2. Bagaimana peranan Ki Sugondo Kartoprojo dalam membangun sekolah Taman
Siswa? 3. Bagaimana peranan Ki Sugondo Kartoprojo dalam memperjuangkan dan mempertahahankan kemerdekaan di Sumatera Utara khususnya kota Medan?
4. Bagaimana kehidupan Ki Sugondo Kartoprojo pada masa PascaRevolusi hingga akhir hayat beliau?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Dalam melakukan sebuah penulisan tentang Sugondo Kartoprojo: Pendidik dan Pejuang Kemerdekaan ini tentu mempunyai tujuan dan manfaat yang dapat diberikan kepada pembaca dan seluruh jajaran sejarawan serta akademisi dan para pejuang kemerdekaan pada masa sekarang ini. Adapun tujuannya antara lain:
1. Menjelaskan latar belakang kehidupan Sugondo Kartoprojo dari kecil hingga dewasa, pendidikan dan pengalaman organisasi beliau.
2. Menjelaskan peranan Sugondo Kartoprojo dalam membangun sekolah Taman Siswa.
3. Menjelaskan peranan Sugondo Kartoprojo dalam memperjuangkan hingga PascaRevolusi di Sumatera Utara khususnya kota Medan.
4. Menjelaskan kehidupan beliau di masa tua hingga akhir hayat beliau.
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Mendukung perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam penulisan biografi dewasa ini.
2. Memperkaya khasanah penelitian sejarah terutama dalam rangka menulis biografi tokoh sejarah.
3. Sebagai sumber inspirasi bagi para akademisi, sejarawan, masyarakat, pemerintah maupun para pengambil keputusan untuk lebih menghargai jasa-jasa para pahlawan. Diharapkan ketika membaca biografi ini, pemerintah maupun para pengambil kebijakan dapat menetapkan kebijakan yang lebih memahami dan menghargai perjuangan para pahlawan bangsa ini.
4. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain apabila membahas tentang biografi seorang tokoh, sejarah berdirinya sekolah Taman Siswa, atau tentang perjuangan selama masa mempertahankan kemerdekaan di Medan.
1.4 TINJAUAN PUSTAKA
Ketika kita menulis karya ilmiah, maka diperlukanlah beberapa literatur untuk mendukung penulisan tersebut. Literatur-literatur itulah yang penulis sebut dengan tinjauan pustaka. Tinjauan adalah literatur yang relevan dan memiliki keterkaitan secara dekat dengan pokok permasalahan yang akan diteliti. Tinjauan pustaka berisi tentang uraian-uraian yang mengarahkan penulis tentang betapa pentingnya literatur sehingga digunakan sebagai sumber acuan yang menimbulkan ide, sumber informasi dan pendukung penelitian. Adapun literatur yang digunakan untuk mendukung penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Suwandi Syafei dalam bukunya yang berjudul “Penulisan Biografi: Dalam Pemikiran
Biografi dan Kesejarahan, Jilid II ” sangat membantu penulis dalam menjelaskan defenisi
biografi dan tokoh. Dalam buku tersebut, penulis semakin menyadari bahwa salah satu cara kita menghargai jasa-jasa para pahlawan adalah dengan mengabadikan kisahnya di dalam sebuah tulisan. Di samping itu juga, buku ini dapat menjadi sumber informasi bagi penulis untuk menulis biografi yang lebih baik lagi dan menghilangkan unsur kesubjektifan kepada sang tokoh. Di sinilah pentingnya pengetahuan sejarah jika mau menulis biografi seseorang.
Dan di sini pula ia sebagai penutur kisah perkembangan umat manusia akan menghadapi
masalah seleksi bahan, di samping ia akan terlibat dalam alam filsafat dan sosiologi.
Anthony Reid dalam bukunya yang berjudul “Perjuangan Rakyat: Revolusi dan
Hancurnya Kerajaan Di Sumatera” menguraikan tentang terpilihnya Sugondo sebagai
pemimpin BPI (Badan Pemuda Indonesia), dimana tujuan gerakan tersebut adalah mempertahankan kemerdekaan. Dalam buku itu juga dipaparkan bagaimana beliau merupakan seorang tokoh yang populer di kalangan para pemuda, setelah keberhasilan beliau dengan sekolah Taman Siswanya.
Suprayitno dalam bukunya yang berjudul “Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia” menguraikan dengan sangat baik bagaimana keadaan Negara Sumatera Timur (NST) selama tahun 1946 sampai tahun 1949 yang merupakan masa kritis bagi bangsa kita dalam mempertahankan kemerdekaan. Dalam buku ini juga dipaparkan bagaimana Sugondo memainkan peranan penting sebagai tokoh yang memobilisasi massa dengan BPInya ke gedung Taman Siswa di Jalan Amplas untuk mendengarkan pembacaan proklamasi oleh Gubernur Sumatera Mr. T.M Hasan.
Biro Sejarah Prima dalam bukunya “Medan Area Mengisi Proklamasi “ menguraikan sangat jelas peranan Sugondo dalam mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur, terutama tentang peranaan beliau selama di BPI (Badan Pemuda Indonesia). Terpilihnya beliau menjadi ketua umum BPI dikarenakan melihat bahwa para anggota pengurus itu muda- 6 Suwandi Syafei, op.cit., hal 81. muda dan semuanya mengusulkan supaya diangkat orang yang lebih dewasa menjadi ketua
umumnya, yaitu Sugondo Kartoprojo . Dalam buku ini juga dipaparkan bagaimana situasi Indonesia setelah proklamasi dibacakan memuculkan banyaknya organisasi-organisasi pemuda yang nantinya menjadi problematika serius yang ada. Banyaknya organisasi- organisasi tersebut memaksa Menteri Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin menginstruksikan untuk menggabungkan organisasi-organisai pemuda di seluruh Indonesia menjadi Pemuda Republik Indonesia. Di Sumatera Timur, pemfusian antara dua organisasi pemuda Indonesia, BPI dan BKPI juga berlangsung dengan lancar sebagaimana yang terjadi di daerah-daerah
lainnya . Sugondo yang sebelumnya menjabat menjadi ketua BPI akhirnya mengundurkan diri dari kepengurusan BPI tersebut.
Tuanku Lukman Sinar dalam bukunya “Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di
Sumatera Timur” menguraikan tentang Indonesia yang memasuki masa RIS (Republik
Indonesia Serikat) membuat keadaan Sumatera Timur mulai bergejolak kembali. Kalau negara-negara bagian yang lain dan daerah-daerah istimewa yang lain di Indonesia sudah berantakan dan kemudian bergabung kembali dengan NRI, tidak demikian halnya dengan
Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST). Akhirnya NRI meminta
RIS untuk mencapai kesepakatan dengan kedua negara bagian tersebut agar dapat terbentuk negara kesatuan yang dicapai dengan adanya Piagam Persetujuan antara RIS dengan NRI pada 19 Mei 1950. Dan untuk mempersiapakan Negara Kesatuan Sumatera Timur maka dibentuklah sebuah panitia yang bernama Panitia Persiapan Negara Kesatuan Sumatera Timur (PPNKST), dan dalam tugasnya PPNKST tersebut dibantu dengan 2 badan yaitu
7 Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, 1976, hal .111. 8 9 Ibid., hal 201.
Tuanku Lukman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan, hal. 588. Badan Penasehat dan Badan Penempatan Pegawai. Dan Sugondo Kartoprojo terpilih sebagai salah satu Badan Penasehat.
Ali nur dalam skripsinya yang berjudul Taman Siswa Medan Dalam Perspektif
Sejarah menguraikan bagaimana keadaan sekolah Taman Siswa di Medan pada tahun 1930an
sampai 1960an. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bagaimana terjadinya konflik di tubuh Taman Siswa sehingga membuat Majelis Luhur memindahkan Sugondo dari Taman Siswa Kutaraja ke Taman Siswa Medan. Dengan kedatangan beliaulah kemelut yang terjadi dapat diatasi, dan beliau membangun Taman Siswa sehingga berhasil menghasilkan murid-murid yang nantinya menjadi orang penting bagi kota Medan.
Asmaulina Revira Khairitina dalam skripsinya yang berjudul Peranan Taman Siswa
Pemantang Siantar Dalam Mengokohkan Pendidikan Bangsa Sejak Tahun 1935-1960
menguraikan tentang perkembangan sekolah Taman Siswa di Pemantang Siantar. Skripsi ini cukup membantu penulis dalam memahami struktur organisasi sekolah Taman Siswa dan perkembangan sekolah Taman Siswa itu sendiri. Sugondo sendiri pernah menjabat sebagai pembimbing Taman Siswa Daerah Subaria (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh dan Riau) pada tahun 1948-1985 sehingga skripsi ini dapat membantu penulis dalam menjelaskan peranan beliau bagi sekolah Taman Siswa.
1.5 METODE PENELITIAN
Di dalam suatu penulisan sejarah yang ilmiah pemakaian metode sejarah sangatlah
penting . Metode sejarah adalah suatu tahapan yang digunakan dalam penelitian sejarah ilmiah. Dengan adanya metode penelitian dapat menjadi petunjuk peneliti untuk memperoleh sumber-sumber yang relevan terhadap pokok pembahasan sehingga dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. 10 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994, hal. 94-97.
Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam metode sejarah adalah” 1. Heuristik adalah tahapan paling awal dalam metode sejarah. Pada tahapan ini peneliti berusaha mengumpulkan sumber atau data melalui dua metode, yaitu metode kepustakaan (library research) dan metode penelitian lapangan (field research). Penelitian dengan metode kepustakaan bertujuan untuk memperoleh data tertulis melalui buku-buku, artikel ataupun sumber tertulis lainnya seperti puisi.
Sedangkan pengumpulan data dengan metode penelitian lapangan dilakukan dengan teknik wawancara terhadap beberapa informan khususnya yang mengenal langsung dengan Sugondo Kartoprojo ataupun masyarakat yang terlibat langsung ketika beliau memimpin BPI ataupun Taman Siswa.
2. Kritik Sumber adalah tahapan kedua dalam metode sejarah. Pada tahapan ini peneliti bertugas untuk mengkritik terhadap sumber-sumber yang diteliti agar peneliti lebih dekat lagi dengan nilai kebenaran dan keaslian dari sumber yang diperoleh. Dalam melakukan kritik terhadap sumber dapat dilakukan dengan cara meng-croschek data dengan menelaah kembali kebenaran isi atau fakta dari sumber buku, arsip ataupun hasil wawancara dengan informan, dan kemudian diuji kembali keaslian sumber tersebut demi menjaga keobjektifan suatu data.
3. Interpretasi adalah tahapan ketiga dalam metode sejarah. Pada tahapan ini peneliti hendaknya menafsirkan data-data yang diperoleh agar menjadi suatu data yang objektif. Dalam hal ini, peneliti menginterpretasi pengumpulan sumber dan mengkritik tentang objek kajian Sugondo Kartoprojo. Dengan adanya interpretasi ini diharapkan dapat menjadi data sementara sebelum peneliti menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.
4. Historiografi adalah tahapan terakhir dalam metode sejarah. Tahapan ini dapat disebut juga sebagai penulisan laporan. Pada tahap ini, peneliti menjabarkan secara kronologis dan sistematis fakta-fakta yang diperoleh agar menghasilkan tulisan yang ilmiah dan bersifat objektif. Pada penulisan biografi ini, penulis dalam menjelaskan atau menerangkan dunia sang tokoh tentu memiliki pendekatan tertentu. Dengan adanya pendekatan ilmiah ini diharapkan dapat memudahkan orang lain untuk memahami maksud dan pengetahuan bagi orang yang membacanya. Yang perlu diperhatikan ialah hubungan antara tokoh-tokoh itu dengan zamannya, dengan dunia sekelilingnya dan bahwa kehidupannya itu terjalin erat dengan riwayat orang-orang
lain yang hidup sejamannya.
11 Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional , Pemikiran Biografi, dan Kesejarahan:
Suatu Kumpulan Prasarana pada Berbagai Lokakarya, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982/1983.