BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan 2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan - Penetapan Kadar Sakarin pada Es Krim Secara Kromatografi Cair Knerja Tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

  2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

  Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 772/Menkes/Per/IX/1988 dan Nomor 168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.

  Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan pangan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTP. Pertama, bahan tambahan pangan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, bahan tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang (Yuliarti, 2007).

  2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

  Menurut anonim (2010), secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan, membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut, memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera, meningkatkan kualitas pangan dan menghemat biaya.

  Menurut Cahyadi (2009), tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

  a. bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

  b. bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan.

  Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan terbagi dua yaitu sumber alamiah, seperti lisin, asam sitrat dan lain sebagainya dan bahan sintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat meta bolismenya, misalnya β-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya bahan sintesis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil dan lebih murah, tetapi adapula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker. Bahan tambahan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila: 1. dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan 2. tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan 3. tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan 4. tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

a. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Diizinkan

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MenKes/Per/IX/88 golongan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan diantaranya sebagai berikut : i. antioksidan (antioxidant)

  Contoh : Asam askorbat, Asam eritorbat, Askorbil palmitat, Askorbil stearat, Butil hidroksianisol, Butil hidrokinon tersier, Butil hidroksiltoluen. ii. antikempal (anticaking agent)

  Contoh : Aluminium silikat, Kalsium aluminium silikat, Magnesium karbonat, Trikalsium fosfat, Natrium alumino silikat. iii. pengatur Keasaman (acidity regulator) Contoh : Aluminium amonium sulfat, Amonium hidroksida, Amonium karbonat, Asam asetat glasial, Asam fosfat, Asam sitrat. iv. pemanis buatan (artificial sweeterner) Contoh : Sakarin, siklamat, Aspartam. v. pemutih dan pematang telur (flour treatment agent) Contoh : Asam askorbat, Aseton peroksida, Azodikarbonamida. vi. pengemulsi, pengental, dan pemantap (emulsifier, thickener, stabilizer) Contoh : Agar, Asam alginat, Asetil dipati gliserol, Dikalium fosfat. vii. pengawet (preservative) Contoh : Asam benzoat, Asam sorbat, Nitrat, Nitrit, Sulfit. viii. pengeras (firming agent)

  Contoh : Aluminium amonium sulfat, Kalsium glukonat, Aluminium sulfat, Kalsium klorida. ix. pewarna (colour)

  Contoh : Amaran, Biru berlian, Eritrosin, Hijau FCF, Tartrazine, Kuning FCF. x. penyedap rasa dan aroma (flavour, flavour enhancer)

  Contoh : Benzaldehid dari minyak pahit almond, Sinamat aldehid dari minyak cassia, Eugenol dari cengkeh, Sitrat dari buah limau xi. sekuestran (sequestrant).

  Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri masih ada beberapa BTP yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya : i. enzim, yaitu enzim yang berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroba yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk , lebih larut dan lain-lain ii. penambah gizi, yaitu berupa asam amino, mineral atau vitamin baik tunggal ataupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan iii. humektan, yaitu bahan tambahan pangan yang menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan kadar air pangan.

b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Dilarang

  Menurut Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 dan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999 BTP yang dilarang adalah sebagai berikut: i. natrium tetraborat (boraks) ii. formalin (formaldehid) iii. minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils) iv. kloramfenikol (chloramfenicol) v. dietilpirokarbonat vi. nitrofuranzon vii. P-Phenetilkarbamida viii. asam salisilat dan garamnya ix. rhodamin B (pewarna merah) x. methanyl yellow (pewarna kuning) xi. dulsin (pemanis sintetis) xii. potassium bromat (pengeras).

2.2 Pemanis Buatan

2.2.1 Pengertian Pemanis Buatan

  Zat pemanis sintesis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannnya jauh lebih rendah daripada gula. Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri minuman dan makanan serta kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat- sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengurangi kerusakan gigi dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2009).

  Meskipun diizinkan untuk makanan, zat pemanis sintesis sakarin dan siklamat merupakan jenis zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes maupun konsumen dengan diet rendah kalori. Namun demikian, sakarin juga sering ditambahkan ke dalam makanan yang ditujukan untuk konsumen pada umumnya (bukan penderita diabetes). Padahal, pemanis ini diduga dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Yuliarti, 2007).

  Meskipun mempunyai efek negatif, perkembangan industri makanan yang menggunakan pemanis buatan makin berkembang pesat mengingat bahan tambahan makanan ini mempunyai harga yang lebih murah dibandingkan dengan gula alami atau yang sering kita kenal sebagai gula tebu sehinga demikian akan memperbesar keuntungan pedagang (Yuliarti 2007).

  2.2.2 Jenis Pemanis

  Menurut Yuliarti (2007), dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintesis).

  1. Pemanis Alami Beberapa jenis pemanis alami maupun buatan dapat digunakan untuk makanan. Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu, ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol dan glisina.

  2. Pemanis Sintesis Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi.

  Sebagai contoh adalah sakarin , siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintesis dan nitro-propoksi-analin. Di antara berbagai jenis pemanis sintesis atau buatan, hanya beberapa saja yang diizinkan penggunaannya dalam makanan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985, diantaranya sakarin, siklamat dan aspartam dalam jumlah yang dibatasi atau dengan dosis tertentu.

  2.2.3 Persyaratan dan Efek Terhadap Kesehatan

  Sekalipun pemanis buatan dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi bila penggunaannya tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan efek yang merugikan. Beberapa efek penggunaanya perlu kita kenal mengingat beberapa jenis bahan tambahan makanan aman dikonsumsi dalam jumlah sedikit dan baru akan membahayakan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan.

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of Science pada tahun 1968 disebutkan bahawa sakarin dapat mengakibatkan kanker pada hewan percobaan. Dalam penelitian yang lain, tikus yang diberi siklamat dan sakarin akan mendrita kanker kantong kemih dan dapat merangsang pertumbuhan tumor.

  Penggunaan aspartam berbahaya bagi penderita penyakit keturunan fenil ketonuria yang berhubungan dengan kelemahan mental (Yuliarti, 2007).

  Pemakaian pemanis sintesis masih diragukan keamanannya bagi kesehatan konsumen. Beberapa negara mengeluarkan peraturan secara ketat atau bahkan melarang, seperti Kanada sejak tahun 1977 sakarin dilarang pemakaiannya, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dan dikemas dalam botol dan juga harus mencantumkan label peringatan (Cahyadi, 2009).

  Di Indonesia penggunaan bahan tambahan pangan pemanis, baik jenis maupun jumlahnya diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan pangan atau produk farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural mulai banyak digunakan. Penggunaan pemanis natural juga dipicu oleh adanya data-data penelitian yang menunjukkan efek samping dalam penggunaan pemanis sintesis, yaitu bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2009).

  Tabel 1. Tabel bahan pemanis sintesis yang diizinkan sesuai peraturan Bahan Pemanis ADI Jenis Bahan Batas Maksimum Buatan yang Makanan Penggunaan Diizinkan Sesuai Peraturan Nama Pemanis Buatan

  • Aspartam *) 0-40 mg - Sakarin (serta 0-2,5 mg Makanan Berkalori garam natrium) Rendah

  a. Permen Karet 50 mg/kg (sakarin)

  b. Permen 100 mg/kg (Na- Sakarin)

  c. Saus 300 mg/kg (Na- Sakarin)

  d. Es Lilin 300 mg/kg (Na- Sakarin)

  e. Jeli 200 mg/kg (Na- Sakarin)

  f. Minuman Ringan 300 mg/kg (Na- Sakarin)

  g. Minuman Yoghurt 300 mg/kg (Na- Sakarin)

  h. Es Krim 200 mg/kg (Na- Sakarin) i. Minuman Ringan 50 mg/kg (sakarin) terfermentasi

  Siklamat (serta Makanan berkalori garam Natrium rendah : dan garam

  a. Permen Karet 500 mg/kg dihitung Kalsium) sebagai asam siklamat

  b. Permen 1 g/kg dihitung sebagai c. Saus asam siklamat

  d. Es Krim dan 3 g/kg dihitung sebagai sejenisnya asam siklamat e. Es Lilin 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

  1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

2.2.4 Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis

  Menurut Cahyadi (2009), pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:

  1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes melitus disarankan menggunakan pemanis sintesis untuk menghindari bahaya gula

  2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi masukan kalori per harinya. Pemanis sisntesis merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori

  3. Sebagai penyalut obat Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenagkan, karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan untuk menyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal

  4. Menghindari kerusakan gigi Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan pemanis sintesis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikt saja sudah menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi

  5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi, karena pemanis sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam.

2.2.5 Hubungan Struktur dan Rasa Manis

  Konsep adanya empat rasa pokok (manis, asin, pahit dan asam) sebenarnya hanya penyederhanaan supaya praktis. Rangsangan yang diterima oleh otak karena rangsangan elektrik yang diteruskan dari sel perasa sebetulnya sangat kompleks. Rasa asin terutama disebabkan oleh rangsangan ion-ion positif (kation) bahan kmia, sedangkan rasa asam oleh ion-ion negatif (anion) bahan kimia pada reseptor rasa. Tetapi, tidak ada kelompok bahan kimia tertentu yang menyebabkan rasa manis, meskipun telah diketahui bahwa struktur molekul sederhana kelompok senyawa-senyawa gula yang terbentuk tertutup sangat merangsang manis (Cahyadi, 2009).

  Menurut Cahyadi (2009), sakarin yang struktur kimianya sangat berlainan dengan gula ternyata tidak dapat dibedakan rasa manisnya. Sampai saat ini mekanisme respons rasa masih belum diketahui dengan baik. Perubahan struktur molekul sedikit saja dapat menghasilkan senyawa baru dengan rasa yang berbeda.

  Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia bahan pemanis dengan rasa manis adalah:

  1. Mutu Rasa Manis Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan kemurniannya. Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang berbeda antara bahan pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang dapat mendekati rasa manis, kelompok gula yang banyak dipakai sebagai dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula dan tidak memliki rasa ikutan. Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin terasa dengan bertambah bahan pemanis.

  2. Intensitas Rasa Manis Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat kadar kemanisan suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat mediumnya (cair atau padat).

  3. Kenikmatan Rasa Manis Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat menimbulkan rasa nikmat yang dikehendaki. Meskipun rasa manis yang tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak.

2.3 Sakarin

  Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada tahun 1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan rumus C

  7 H

  5 NO

  3 S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya

  tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3-dihidro-3- oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama dagangnya adalah glucide, garantose, saccarol, saccarinose, sakarol, saxin, sykose dan hermesetas (Cahyadi, 2009).

  Gambar 1. Struktur Sakarin Sakarin merupakan pemanis buatan yang mempunyai rasa manis 200-700 kali sukrosa (yang biasa kita sebut gula). Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue kering, dan minuman fermentasi biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin merupakan pemanis buatan yang sering digunakan dengan alasan utama harganya murah, di samping nilai kalorinya yang rendah, serta tidak menimbulkan kanker (nonkarsinogenik). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of

  

Science pada tahun 1968, dinyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa

sebanyak 1 gram atau lebih rendah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.

  Penelitian lain juga menyebutkan bahwa sakarin dapat mengakibatkan kanker pada hewan percobaan (Yuliarti, 2007).

  Pada tahun 1981, sakarin masuk ke dalam daftar bahan karsinogen yang diantisispasi. Walau demikian, penelitian pada sejumlah besar pemakai tidak mendukung dugaan tersebut. Tidak ditemukan kaitan bermakna antara sakarin dan kanker, kecuali pada pria-pria perokok berat. Pada tahun 1991, FDA secara resmi telah menarik kembali larangannya dan sakarin dapat digunakan dalam berbagai produk. Walau demikian, jumlah sakarin harus tertulis jelas dalam label makanan dan dibatasi dalam kadar tertentu, tergantung jenis produk (Yuliarti, 2007).

2.3.1 Metode Analisis Pemanis Sakarin

  Menurut Cahyadi (2009), sakarin dapat ditentukan dalam berbagai macam produk pangan, minuman dan obat-obatan dengan metode yang terdapat dalam AOAC tahun 1990. Penentuan sakarin secara kualitatif dalam makanan/minuman dapat dilakukan dengan metode yang sederhana, seperti uji warna dengan HCl 10 % atau dengan pereaksi Nessler. Penentuan kadar sakarin dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

2.4 Es Krim

2.4.1 Pengertian Es Krim

  Es krim adalah produk beku yang diperoleh dari susu dengan penambahan lemak susu atau lemak nabati atau krim atau mentega atau campurannya dengan gula (BPOM, 2006).

  Es krim merupakan salah satu makanan favorit selain coklat karena rasanya yang enak, teksturnya yang lembut dan membuat sugesti menyenangkan bagi sebagian orang yang memakannya. Es krim merupakan buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-sel udara tersebut memberikan tekstur lembut pada es krim. Tanpa udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak. Es krim dibuat dengan cara mencampur bahan-bahan utama yaitu lemak, gula, penstabil dan pengemulsi lalu diaduk sambil didinginkan untuk mencegah pembentukan kristal es besar (Anonim, 2012).

  Lemak merupakan bahan baku pembuat es krim. Fungsinya untuk memberikan tekstur halus, berkontribusi dengan rasa serta memberikan efek sinergis pada tambahan rasa yang digunakan. Di samping itu, penggunaan lemak akan memperindah tampilan es krim. Lemak dalam es krim berasal dari susu atau bisa diganti dengan bahan nabati seperti susu kedelai, susu beras atau susu kambing bagi orang yang tubuhnya tidak toleran terhadap laktosa dari susu sapi atau protein dari susu. Gula sebagai pemanis juga untuk memperbaiki tekstur dan meningkatkan kekentalan. Gula yang digunakan umumnya adalah sukrosa.

  Padatan non lemak (susu skim) merupakan sumber protein yang dibutuhkan sebagai pengikat air dan emusifikasi. Bahan penstabil mengurangi kristalisasi es.

  Bahan pengemulsi digunakan untuk memperbaiki tekstur es krim yang merupakan campuran air dan lemak. Bahan penstabil yang umumnya digunakan untuk pembuatan es krim adalah CMC (carboxymethil cellulose), gelatin, naalginat, karagenan, gum arab dan pektin (Anonim, 2012).

2.4.2 Sejarah Es Krim

  Pada saat musim panas, es krim dibuat secara tradisional dengan mengolah adonan di dalam mangkuk besar yang ditaruh dalam sebuah tube yang diisi dengan campuran es yang telah dihancurkan dan garam, yang membuat adonan es krim itu membeku. Sejarah kemunculan es krim berawal dari zaman kepemimpinan Kaisar Nero dari Romawi ada tahun 64 Masehi yang sudah menikmati es krim di zamannya, ia menyantap salju halus bersama campuran buah-buahan dan madu. Di Amerika, es krim baru populer pada abad ke-19, seiring dengan penemuan mesin pembuat es krim. Sebutan es krim berasal dari para kolonis Amerika yaitu iced cram. Di Indonesia, es krim dibawa oleh Belanda. Ice Cream Saloon adalah es krim pertama yang hanya bisa dinikmati di kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Malang dan Surabaya. Saat itu es krim merupakan barang mewah dan mahal, dan kebanyakan orang Belanda saja yang menikmatinya ( Anonim, 2012).

2.4.3 Proses Pembuatan Es Krim

  Menurut anonim (2012), proses pembuatan es krim adalah sebagai berikut:

  a. Pemasakan Susu direbus dan ditambahakan gula kemudian dimasak hingga mendidih.

  b. Pencampuran Campurkan bahan-bahan seperti kocokan kuning telur, adonan agar-agar dan vanili (kadang diberi bahan pendukung perupa perasa, seperti buah.

  Kedalam rebusan susu kemudian diaduk hingga merata.

  c. Pembekuan Campuran yang telah merata tadi dibekukan dengan suhu dibawah 00 C.

  d. Pengadukan Setelah campuran beku lakukan pengadukan atau dapat dimasukkan ke dalam cetakkan krim kemudian putar adonan es krim hingga lembut.

  Lakukan proses pembekuan dan pengadukan hingga didapat tekstur es krim yang lembut.

2.5 Kromatografi

2.5.1 Sejarah Kromatografi

  Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Metode ini ditemukan pertama kali oleh TSWETT pada tahun 1903, digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan pada senyawa-senyawa tak berwarna, termasuk gas (Sastrohamidjojo, 1985).

  Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography); jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (partition cromatography). Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi.

  Keempat macam sistem kromatografi tersebut adalah:

  a. fasa bergerak zat cair-fasa tetap padat i. kromatografi lapis tipis ii. kromatografi penukar ion b. fasa bergerak gas-fasa tetap padat kromatografi gas padat

  c. fasa bergerak zat cair-fasa tetap cair dikenal sebagai kromatografi partisi dan kromatografi kertas d. fasa bergerak gas-fasa tetap zat cair i. kromatografi gas-cair ii. kromatografi kolom-kapiler Prinsip pemisahan dengan kromatografi adalah bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara fasa-fasa bergerak dan tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari suatu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

  Secara teori, pemisahan kromatogarafi yang paling baik akan diperoleh jika fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya, jadi memastikan kesetimbangan yang baik antara fase. Persyaratan kedua agar pemisahan baik adalah fase gerak bergerak dengan cepat sehingga difusi sekecil-kecilnya. Untuk mmemperoleh permukaan fase diam yang luas, pada sebagian besar situasi kromatografi, maka penjerap atau penyangga berupa serbuk halus. Untuk memaksa fase gerak bergerak cepat melalui fase diam yang terbagi pada serbuk halus harus digunakan tekanan tinggi. Persyaratan itu telah menghasilkan teknik kromatografi cair yang paling baru dan paling kuat. Mula-mula cara ini disebut kromatografi cair takanan tinggi, disingkat (KCTT = HPLC). Nama ini diubah menjadi kromatografi cair kinerja tinggi, disingkat KCKT (tetap HPLC), dan kadang-kadang secara tidak benar disebut kromatografi cair (KC) (Gritter, 1991).

  Segi unik KCKT yang lain ialah pemakaian salah satu jenis detektor yang sangat peka untuk menganalisis eluen dari kolom jika kita memisahkan pelarut yang tidak berwarna atau yang konsentrasinya rendah. Detektor ini dapat berupa pemantauan penjerapan sinar ultraviolet secara terus-menerus, indeks bias, atau tetapan fisika eluen yang lain yang berubah cukup besar ketika linarut keluar dari kolom. Secara singkat, ketika beberapa kemajuan yang dikembangkan untuk kromatografi gas diterapkan pada kromatografi cair klasik maka lahirlah KCKT (Gritter, 1991).

  KCKT dapat disamakan dengan KGC dalam hal kepekaan dan kemampuannya menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali kerja saja. Perbedaannya ialah fase diam yang terikat pada polimer berpori terdapat dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase gerak cair mengalir akibat tekanan yang besar. Alat KCKT lebih mahal dari KGC, terutama karena diperlukan sistem pompa yang cocok serta semua sambungan harus disekrup agar dapat menahan tekanan. Fase geraknya adalah campuran pelarut yang dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (pemisahan isokratik) atau dapat diubah perbandingannnya secara sinambung dengan menambahkan ruang pencampur kepada susunan alat (elusi landaian). Senyawa dipantau ketika keluar dari kolom dengan menggunakan pendeteksi, biasanya dengan mengukur spektrum serapan UV. Dapat ditambahkan pemandu (integrator) untuk mengolah data yang dihasilkan dan seluruh pekerjaan dapat dikendalikan dengan mkroprosesor. Sebagian besar pemisahan dngan KCKT modern menggunakan kolom siap pakai, dan berbagai jenis kolom ini disediakan oleh pabrik. Tetapi, kebanyakan pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan kolom partikel silika mikropori (untuk senyawa nonpolar) atau kolom fase balik, yaitu fase ikat C 18 (untuk senyawa polar) (Harborne, 1984).

2.6.1 Komponen-Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

  a. Pompa

  Fase gerak dalam KCKT sudah tentu zat cair, dan untuk menggerakkannya melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan yaitu tekanan tetap dan tekanan pendesakan. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis alas detektor yang stabil jika detektor peka terhadap aliran (Johnson, 1991).

  b. Injektor

  Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada dua ragam utama yaitu aliran-henti dan pelarut mengalir. Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu: i. aliran henti

  Aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan atmosfer; sistem ditutup, dan aliran dilanjutkan lagi (biasanya sistem aliran utama tetap berada pada tekanan kerja). Cara ini dapat dipakai karena difusi di dalam zat cair kecil, jadi umumnya daya pisah tidak dipengaruhi. ii. septum Septum adalah injektor langsung pada aliran, yang sama dengan injektor yang lazim digunakan pada kromatografi gas. Injektor tersebut dapat dipakai pada tekanan sampai sekitar 60-70 atmosfer. iii. katup jalan-kitar

  Jenis injektor ini biasanya dipakai untuk menyuntikkan volum yang lebih besar dari 10µl dan sekarang dipakai dalam sistem yang diotomatkan.

  c. Kolom

  Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: i. kolom analitik

  Garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjangkolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm ii. kolom preparatif Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm. Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai pada suhu kamar, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai, terutama dalam kromatografi pertukaran ion dan kromatografi eksklusi.

  d. Detektor

  Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka, tidak banyak berderau, rentang tanggapan linearnya lebar, dan menaggapi semua jenis senyawa. Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan modern (KCKT) ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV-tampak dengan panjang gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai untuk mendeteksi senyawa dalam lingkup yang lebih luas. Dtektor indeks bias juga banyak dipakai, terutama pada kromatografi eksklusif, tetapi biasanya kepekaannya lebih rendah (Johnson, 1991).

  e. Elusi Landaian

  Elusi landaian ialah peningkatan kekuatan fase gerak selama analisis kromatografi. Hasil elusi landaian ialah perpendekan waktu tambat senyawa yang ditahan dengan kuat dalam kolom. Elusi landaian mempunyai beberapa keuntungan: i. waktu analisis keseluruhan dapat dikurangi secara berarti ii. daya pisah keseluruhan per satuan waktu campuran ditingkatkan iii. bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil) iv. kepekaan efektif ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam.

  g. Fase Gerak

  Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang berlaku umum. Fase gerak memiliki persyaratan sebagai berikut : i. murni, tanpa cemaran ii. tidak bereaksi dengan kemasan iii. sesuai denga detektor iv. dapat melarutkan cuplikan v. mempunyai viskositas rendah vi. memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan vii. harganya wajar.

2.6.2 Keuntungan KCKT

  Menurut Putra (2004), KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas (KG). Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh efek pemisahan yang sama membaiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti KCKT menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium.

  KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair klasik, antara lain: a. cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit

  (uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai

  b. resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan rasa diam. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan rasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.

  c. sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT

  d. kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom yang sma sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan e. ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah, biasanya diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat-zat tersebut.

  f. mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah sikumpulkan setelah melewati detektor. Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan ksecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus.