Penetapan Kadar Asam Benzoat Dan Sakarin Dalam Jeli Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DAN SAKARIN DALAM JELI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR OLEH:

APRILIANI HANDAYANI NIM 082410017

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Asam Benzoat dan Sakarin Dalam Jeli Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, ayahanda Muhammad. Salim. S dan ibunda Caswati, juga kepada seluruh keluarga yang telah memberikan doa restu dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, MSc., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada penyusunan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Koordinator Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm., Apt., sebagai Koordinator Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.


(3)

5. Seluruh staf dan karyawan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang telah membantu penulis selama melaksanakan praktek kerja lapangan.

6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas didikan dan bimbingannya selama ini.

7. Kakakku tersayang Febriana, terima kasih atas kritikan dan sarannya. Adik-adikku tercinta Bowo dan Iqbal terima kasih atas doanya.

8. Sahabat-sahabat yang kucintai Leni, Niky, Syahnan, Andre, dan seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat

kekurangan dan masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata semoga Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan penulis berharap semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2011 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 3

1.2.1. Tujuan ... 3

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Jeli ... 2.1.1. Proses Pembuatan Jeli... 5

2.2 . Bahan Tambahan Makanan ... 5

2.2.1. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ... 5

2.2.2. Jenis Bahan Tambahan Makanan ... 6

2.3. Bahan Pengawet ... 7

2.3.1. Defenisi Bahan Pengawet ... 7

2.3.2. Jenis Bahan Pengawet... 8

2.3.2.1. Pengawet Organik ... 8


(5)

2.4. Asam Benzoat ... 8

2.4.1. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Asam Benzoat ... 8

2.4.2. Penggunaan Asam Benzoat Dalam Bahan Makanan ... 9

2.4.3. Keamanan Asam Benzoat Terhadap Kesehatan Manusia ... 9

2.5. Bahan Pemanis ... 10

2.5.1. Jenis Pemanis ... 10

2.5.1.1. Pemanis Alami ... 10

2.5.1.2. Pemanis Buatan ... 11

2.5.2. Tujuan Penggunaan Pemanis Buatan... .. 11

2.5.3. Penggunaan Pemanis Buatan Dalam Bahan Makanan ... 12

2.5.4. Keamanan Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan Manusia ... 12

2.6. Sakarin ... 13

2.6.1. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sakarin ... 13

2.6.2. Penggunaan Sakarin Dalam Bahan Makanan ... 14

2.6.3. Keamanan Sakarin Terhadap Kesehatan Manusia ... 14

2.7. Penetapan Kadar Sakarin Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 15

2.7.1. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 16

2.7.2. Faktor-faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi Kinerja Kolom . 18

BAB III. METODOLOGI ... 20

3.1. Tempat Pengujian ... 20


(6)

3.4. Sampel ... 21

3.5. Prosedur ... 21

3.5.1. Pembuatan Pereaksi ... 21

3.5.1.1. Dapar Fosfat pH 6,8 ... 21

3.5.1.2. Metanol 60,0% ... 21

3.5.1.3. Fase Gerak: Dapar Fosfat : Metanol (92:8) ... 21

3.5.2. Larutan Uji ... 22

3.5.3. Larutan Baku ... 22

3.6. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 22

3.6.1. Pengaturan Kondisi Sistem ... 22

3.6.2. Mengaktifkan Sistem ... 23

3.6.3. Penentuan Garis Alas ... 23

3.6.4. Cara Penetapan ... 23

3.7. Interpretasi Hasil ... 24

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1. Hasil ... 25

4.2. Pembahasan ... 25

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1. Kesimpulan ... 29

5.2. Saran ... 29

Daftar Pustaka ... 30


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Blok Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) ... 32

Lampiran 2. Kromatogram Larutan Baku ... 33

Lampiran 3. Kromatogram Larutan Uji ... 36

Lampiran 4. Data Hasil Pengujian Larutan Baku dan Larutan Uji ... 37

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku ... 38

Lampiran 6. Perhitungan Koefisien Variasi Larutan Baku ... 39

Lampiran 7. Perhitungan Koefisien Korelasi Larutan Baku dan Persamaan Regresi ... 41

Lampiran 8. Perhitungan Penetapan Kadar Asam Benzoat dan Sakarin Dalam Jeli ... 43


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pemanis Buatan Yang Diizinkan

dan Batas Maksimum Konsumsinya ... 11 Tabel 2. Penggunaan Pemanis Buatan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan .... 12 Tabel 3. Larutan Baku ... 37 Tabel 4. Larutan Uji ... 37 Tabel 5. Perhitungan Larutan Baku Natrium Benzoat ... 39 Tabel 6. Perhitungan Larutan Baku Natrium Sakarin ... 39


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi jeli yang beredar di masyarakat. Pada jeli sering ditambahkan bahan pengawet dan pemanis buatan yang kadarnya perlu diperhatikan, karena apabila konsumsinya berlebihan dapat membahayakan kesehatan.

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan makanan dan minuman yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat terjadinya kerusakan atau pembusukan. Tetapi tidak jarang produsen juga menggunakannya dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan dan minuman harus tepat, baik jenis maupun dosisnya (Cahyadi, 2008).

Penggunaan pemanis buatan sebenarnya tidak berbahaya jika sesuai dengan kadar yang benar dan tidak berlebihan. Bahkan salah satu keunggulan pemanis buatan adalah sifatnya yang rendah kalori sehingga aman bagi penderita diabetes mellitus (kencing manis) maupun orang yang sedang menjalani program

diet. Namun dalam perkembangannya, pemanis buatan mengalami perubahan fungsi. Kalangan industri makanan dan minuman juga menggunakannya untuk meningkatkan rasa manis dan cita rasa pada produk-produk yang sudah


(10)

Perkembangan industri makanan dan minuman akan kebutuhan bahan pengawet dan pemanis buatan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pemakaian bahan pengawet seperti asam benzoat dari satu sisi menguntungkan karena dengan penambahan asam benzoat, bahan makanan dan minuman dapat dibebaskan dari seranga pembusukan. Namun dari sisi lain, asam benzoat adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama makanan dan minuman yang dikonsumsi. Industri makanan dan minuman juga lebih menyukai menggunakan pemanis buatan karena selain harganya relatif murah, tingkat kemanisan pemanis buatan jauh lebih tinggi dari pamanis alami. Hal tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis buatan seperti sakarin.

Meskipun pemakaian asam benzoat dan sakarin yang digunakan umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus tentu akan berakumulasi dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir “Penetapan Kadar Asam Benzoat dan Sakarin Dalam Jeli Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”.

Analisis penetapan kadar asam benzoat dan sakarin dalam jeli dapat dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), karena analisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan sampel mudah, dan dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai (Johnson, 1991).


(11)

1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan

i. Mengetahui kadar asam benzoat dan sakarin yang terdapat di dalam jeli sesuai dengan kadar pengawet dan pemanis buatan yang diizinkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Men.Kes/Per/IX/1988 dan 208/Men.Kes/Per/IV/1985.

ii. Mengetahui analisis optimum untuk penetapan kadar asam benzoat dan sakarin yang terdapat di dalam jeli secara kromatografi cair kinerja tinggi.

1.2.2. Manfaat

i. Dapat mengenal dan memahami bagaimana menyikapi keberadaan suatu bahan tambahan makanan yang berperan dalam kehidupan sehari-hari.

ii. Menambah pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang penetapan kadar asam benzoat dan sakarin dalam jeli menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jeli

Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih, kenyal, dan transparan. Jeli terbuat dari 45% sari buah dan 55% gula yang diolah dengan teknik perebusan hingga campuran ini kental mencapai kadar zat terlarut tidak kurang dari 65% , zat warna, flavor (perisa) dan pemanis buatan biasanya ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah itu. Hampir semua jenis buah dapat dibuat jeli, terutama buah yang mengandung pektin dan asam. Jeli terbentuk jika pektin, gula, asam, dan air yang ditambahkan dalam proporsi yang tepat. Buah-buahan yang umum dibuat jeli antara lain apel, nenas, jeruk, anggur, lemon, dan stroberi (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Kadar gula yang tinggi (lebih dari 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan makanan menyebabkan air dalam bahan makanan menjadi terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air dan tidak dapat digunakan oleh mikroba. Dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih. Bahan lain yang biasanya ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah adalah flavor yang ditujukan untuk mempertegas atau menyesuaikan rasa buah, zat warna dan pemanis buatan digunakan untuk membentuk warna dan cita rasa yang menarik (Estiasih dan Ahmadi, 2009).


(13)

2.1.1. Proses Pembuatan Jeli

Pada proses pembuatan jeli, buah direbus untuk memperoleh sari buah yang mengandung pektin dan asam. Kemudian sari buah dipisahkan dengan penyaringan bertekanan. Lalu sari buah dicampur dengan gula untuk mendapatkan distribusi yang sama. Perebusan dilanjutkan untuk memekatkan campuran tersebut (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

2.2. Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan (Food Additive) adalah bahan yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (Budiyanto, 2004).

2.2.1. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan digunakan untuk mendapatkan pengaruh tertentu, misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan, dan memperpanjang daya simpan (Baliwati, 2004).

Menurut Cahyadi (2008), tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah:

i. Meningkatkan atau mempertahankan daya simpan. ii. Membentuk makanan menjadi lebih baik dan menarik. iii.Meningkatkan kualitas makanan.


(14)

2.2.2. Jenis Bahan Tambahan Makanan

Jenis bahan tambahan makanan (BTM) dilihat dari sumbernya dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu bahan tambahan makanan alami yang umumnya diperoleh dari sumber-sumber bahan alam dan bahan tambahan makanan sintetis yang umumnya diproduksi secara sintetis kimiawi (Wijaya, 2009).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Men.Kes/Per/IX/1988, pengelompokan bahan tambahan makanan yang diizinkan pada makanan dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi.

b. Antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk.

c. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.

d. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi. e. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat

mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

f. Pengemulsi, pemantap, pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.


(15)

g. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

h. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna pada makanan.

j. Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa atau aroma.

k. Sikuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

2.3. Bahan Pengawet

2.3.1. Definisi Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan mikroorganisme (PerMenKes No.772, 1988).

Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2008).


(16)

2.3.2. Jenis Bahan Pengawet 2.3.2.1. Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada anorganik karena lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet dalam minuman ialah asam sorbat, ester dari asam benzoat (paraben), asam benzoat, dan asam asetat (Winarno, 1992).

2.3.2.2. Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit. Asam sulfit bentuk efektifnya sebagai pengawet yang terdisosiasi terbentuk pada pH dibawah 3. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba (Winarno, 1992).

2.4.Asam Benzoat

2.4.1. Struktur Kimia dan Sifat – sifat Asam Benzoat

Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat

Nama kimia : asam benzoat, benzoic acid, bensol carboxylic, asam carboxybenzene

Rumus empiris : C7H6O2


(17)

Pemerian : asam benzoat berupa hablur putih berbentuk jarum, sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu kamar

Kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter (Ditjen POM, 1995).

2.4.2. Penggunaan Asam Benzoat Dalam Bahan Makanan

Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada makanan atau minuman. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Asam benzoat efektif pada pH 2,5 sampai 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk aktif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno, 1992).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men.Kes/Per/IX/1988 batas maksimum penggunaan asam banzoat dalam jeli adalah 1000 mg/kg.

2.4.3. Keamanan Asam Benzoat Terhadap Kesehatan Manusia

Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan

sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Asam benzoat mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Hal ini disebabkan karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien. Pengeluaran benzoat antara 66 sampai 95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar (Yuliarti, 2007).


(18)

Pada penderita asma, urtikaria, dan yang sensitif terhadap asam benzoat, akan memberikan reaksi alergi pada kulit dan mulut (WHO, 2000).

2.5. Bahan Pemanis

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering digunakan untuk memberikan rasa manis pada produk makanan hasil olahan, industri, serta makanan dan minuman kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis makanan dan minuman dengan jumlah kalori terkontrol, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006).

2.5.1. Jenis Pemanis

Dilihat dari sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (pemanis sintetis) (Cahyadi, 2006).

2.5.1.1. Pemanis Alami

Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alami atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alami yang sering digunakan adalah sukrosa, fruktosa, glukosa, laktosa, maltosa, manitol, sorbitol, xilitol, gliserol, dan glisina (Yuliarti, 2007).


(19)

2.5.1.2. Pemanis Buatan

Pemanis buatan adalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 1992).

Di Indonesia penggunaan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlah batas maksimum konsumsi pemanis buatan dalam satu hari yang aman bagi kesehatan atau dikenal dengan “Acceptable Daily Intake (ADI)” diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan. Pemanis buatan yang diizinkan dan batas maksimum konsumsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 (Syah, 2005).

2.5.2. Tujuan Penggunaan Pemanis Buatan

Menurut Cahyadi (2006), pemanis buatan ditambahkan ke dalam bahan makanan mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut:

1. Sebagai makanan bagi penderita diabetes mellitus (kencing manis) karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah.

2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. 3. Menghindari kerusakan gigi.

4. Pada industri makanan dan minuman, industri rokok pemanis buatan digunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi.

Tabel 1. Pemanis Buatan Yang Diizinkan dan Batas Maksimum Konsumsinya

No Pemanis Buatan ADI

(mg/kg berat badan)

1. Aspartam 50


(20)

2.5.3. Penggunaan Pemanis Buatan Dalam Bahan Makanan

Di Indonesia penggunaan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlah yang digunakan dalam bahan makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, penggunaan pemanis buatan berdasarkan jenis bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2 (Cahyadi, 2006).

2.5.4. Keamanan Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan Manusia

Beberapa penelitian mengenai keamanan pemanis buatan terhadap kesehatan masih menunjukkan hasil yang tidak konvensional. Meskipun pemanis buatan dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi bila penggunaanya tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan efek yang merugikan. Beberapa efek penggunaannya perlu kita kenal mengingat beberapa jenis bahan tambahan makanan aman dikonsumsi dalam jumlah sedikit, dan akan membahayakan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan (Yuliarti, 2007).

Tabel 2. Penggunaan Pemanis Buatan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan

No Pemanis Buatan Jenis Bahan Makanan Batas Maksimum Penggunaan (mg/kg)

1. Aspartam*) - -

2. Sakarin 1. Minuman ringan 2. Permen karet 3. Permen 4. Saus 5. Es krim 6. Jem dan jeli

300 (natrium sakarin) 50 (natrium sakarin) 100 (natrium sakarin) 300 (natrium sakarin) 200 (natrium sakarin) 200 (natrium sakarin) 4. Siklamat 1. Minuman ringan

2. Permen karet 3. Permen 4. Saus 5. Es krim 6. Jem dan jeli

1000 (asam siklamat) 500 (asam siklamat) 1000 (asam siklamat) 3000 (asam siklamat) 2000 (asam siklamat) 1000 (asam siklamat) *) hanya dalam bentuk sediaan


(21)

2.6. Sakarin

2.6.1. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sakarin

Gambar 2. Struktur molekul sakarin

Nama kimia : benzoat sulfimida atau orto-sulfobenzamida Rumus empiris : C 7 H 5 NO 3 S

Berat molekul : 183,18 g mol -1

Pemerian : sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, larutan encer sangat manis dengan rasa manis yang tajam dan meninggalkan rasa pahit

Kelarutan : sakarin sukar larut dalam etanol. Agak sukar larut dalam air, eter, dan kloroform. Larut dalam air mendidih. Mudah larut dalam larutan ammonia encer, alkali hidroksida, dan alkali karbonat (Ditjen POM, 1995).

Sakarin jauh lebih manis dibanding sukrosa, dengan perbandingan rasa manis kira-kira 250 sampai 700 kali lipat sukrosa. Pada tahun 1900 sakarin menjadi umum digunakan sebagai pemanis pada makanan dan minuman. Sakarin biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium yang sangat larut dalam air yaitu 0,67 gram per mililiter air pada suhu kamar. Natrium sakarin dibuat secara sintetis pertama kali oleh Ira Remsen dan Constantine Fahlberg dari Universitas John


(22)

2.6.2. Penggunaan Sakarin Dalam Bahan Makanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, batas maksimum penggunaan sakarin dalam makanan dan minuman adalah tidak lebih dari 300 mg/kg.

Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan pemanis buatan lain seperti siklamat atau aspartam. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Kombinasi sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran paling baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman (Cahyadi, 2006).

2.6.3. Keamanan Sakarin Terhadap Kesehatan Manusia

Mengenai keamanan penggunaan sakarin, sampai saat ini masih terus diadakan penelitian mengenai pengaruhnya terhadap kesehatan seperti pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya tumor kandung kemih. Sehubungan dengan hal tersebut maka penggunaan sakarin hanya dianjurkan bagi penderita diabetes mellitus dan kegemukan (obesitas) (Cahyadi, 2006).

Di dalam tubuh, sakarin tidak akan terakumulasi karena tidak dicerna oleh pencernaan manusia dan langsung terbuang ke saluran pembuangan, sehingga tidak sempat merusak sel-sel tubuh (Yuliarti, 2007).

Sakarin berasal dari senyawa sulfonamida yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit, sakit kepala, dan diare jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan (Takayama, 1998).


(23)

2.7. Penetapan Kadar Sakarin Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dari suatu sampel pada sejumlah bidang seperti farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Kromatografi cair kinerja tinggi dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2007).

Metode kromatografi cair kinerja tinggi memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan kromatografi cair kinerja tinggi antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi (kerusakan) bahan yang dianalisis, resolusi (daya pisah) yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, dan kolom dapat dipergunakan kembali (Synder, 1979).

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik yang mana komponen sampel terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan sampel melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan komponen sampel diatur oleh laju pergerakan komponen sampel dalam fase gerak dan fase diam, biasanya disebut kinetika alih massa (Rohman, 2009).

Karena rentang kepolaran fase diam cukup lebar, bermacam-macam jenis sampel dapat dianalisis. Untuk memisahkan senyawa polar dapat menggunakan


(24)

memisahkan senyawa polar dan non polar, biasanya menggunakan fase balik (fase gerak lebih polar daripada fase diam) (Johnson, 1991).

Pada fase balik, zat terlarut terelusi berdasarkan sifat kehidrofobannya. Ini berarti, semakin mudah zat larut dalam air, maka semakin cepat zat terlarut tersebut terelusi dari kolom. Kromatografi dengan fase balik sangat populer digunakan daripada fase normal karena beberapa kelebihannya, yaitu puncak yang terelusi dapat dipisahkan dengan mudah, puncak kecil dapat ditentukan dengan lebih teliti, dapat digunakan untuk memisahkan berbagai jenis campuran senyawa, kemasan fase balik sering menghasilkan keselektifan yang baik untuk zat terlarut yang polar dan non polar (Johnson, 1991).

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (susunan fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (susunan fase gerak berubah-ubah selama elusi). Dalam penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi secara baik dibutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan aliran fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

2.7.1. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Menurut Rohman (2007), instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi pada dasarnya terdiri atas beberapa komponen pokok yaitu:

i. Wadah fase gerak dan fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.


(25)

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan fase gerak, polaritas fase diam, dan sifat molekul-molekul sampel.

ii. Pompa

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, konstan, dan bebas dari gangguan.

iii. Injektor (tempat injeksi)

Sampel-sampel cair disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik.

iv. Kolom

Kolom merupakan bagian yang sangat penting, sebab pemisahan komponen-komponen sampel terjadi di dalam kolom. Kemasan kolom terdiri dari panjang kolom, garis tengah kolom, dan bentuk kolom (lurus). Suatu kolom dikatakan bagus, apabila kolom tersusun dengan partikel-partikel dengan distribusi ukuran sesempit mungkin (berdiameter 1,5 sampai 7,5 μm). Kemasan yang paling populer adalah kemasan yang mempunyai fase diam dengan lapisan oktadesilsilika atau oktadekilsilan (ODS atau C18), karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi.

v. Detektor


(26)

Detektor yang baik adalah detektor yang mempunyai respon terhadap zat terlarut yang cepat, sensitifitas yang tinggi, stabil dalam pengoperasiannya, dan tidak peka terhadap gangguan yang rendah dan memberi respon untuk semua senyawa. vi. Komputer atau pengelolahan data (Recorder)

Alat pengelolahan data berupa komputer dihubungkan dengan detektor, sehingga alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor. Lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Diagram blok sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 32.

2.7.2. Faktor-faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi Kinerja Kolom

Menurut Rohman (2009), kualitas pemisahan dengan kromatografi cair kinerja tinggi dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi:

1. Efisiensi kolom

Efisiensi kolom dapat diukur dari tinggi lempeng teori (H) dan bilangan lempeng teori (N). Bilangan lempeng teori (N) dan tinggi lempeng teori (H) sangat berkaitan dengan keefisienan kolom, dimana semakin kecil nilai H dengan nilai N yang tinggi, maka kolom akan semakin efisien. Kolom yang baik biasanya mempunyai tinggi lempeng dalam rentang 0,01 sampai 0,1 mm. Bilangan lempeng akan meningkat dengan adanya beberapa faktor, yaitu kolom dikemas dengan baik, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah, suhu yang tinggi, dan molekul-molekul sampel yang lebih kecil. Kolom yang efisien mencegah pelebaran pita dan hilangnya daya pisah.


(27)

2. Resolusi (daya pisah)

Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran ditunjukkan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya. Resolusi komponen-komponen tergantung pada keefisienan kolom, keselektifan kolom, kepekaan detektor, laju aliran fase gerak, dan susunan fase gerak selama elusi.

3. Faktor asimetri (faktor pengekoran)

Suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) menunjukkan kinerja kromatografi cair kinerja tinggi yang kurang baik, sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup (asimetri).


(28)

BAB III METODOLOGI

3.1. Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar asam benzoat dan sakarin dalam jeli secara kromatografi cair kinerja tinggi, dilakukan di laboratorium pangan dan bahan berbahaya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2. Alat

Alat yang digunakan adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography), branson ultrasonik, membran filter ukuran 0,45 μm, pipet volume , timbangan analitik, dan alat-alat gelas lainnya.

3.3. Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquabidest, dikalium hidrogen fosfat, kalium dihidrogen fosfat, metanol, baku pembanding natrium benzoat, baku pembanding kalium sorbat, dan baku pembanding natrium sakarin.


(29)

3.4. Sampel

Nama sampel : Mega Jelly Wadah / Kemasan : cup plastik

Pabrik : -

Komposisi : -

No.Register : DIN.KES. P-IRT. 208127303003 Waktu daluwarsa : 21 Juni 2011

Kode sampel : 422

3.5. Prosedur

3.5.1. Pembuatan Pereaksi 3.5.1.1. Dapar Fosfat pH 6,8

Ditimbang dikalium hidrogen fosfat 0,8709 gram dan 0,6800 gram kalium dihidrogen fosfat kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur, dilarutkan dengan aquabidest hingga 1000 ml dan dihomogenkan dengan branson ultrasonik (Ditjen POM, 1993).

3.5.1.2. Metanol 60,0%

Diencerkan 600 ml metanol P dengan aquabidest 400 ml dalam beaker glass 1000 ml dan dihomogenkan dengan branson ultrasonik (Ditjen POM, 1993).

3.5.1.3. Fase Gerak: Dapar Fosfat : Metanol (92:8)

Dimasukkan 920 ml dapar fosfat pH 6,8 dan 80 ml metanol 60,0% kedalam labu tentukur 1000 ml dan dihomogenkan dengan branson ultrasonik.


(30)

Kemudian disaring menggunakan membran filter 0,45 μm dan dihampaudarakan (Ditjen POM, 1993).

3.5.2. Larutan Uji

Ditimbang lebih kurang 5 gram sampel dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan metanol 60,0% sampai garis tanda, kemudian disaring dengan membran filter ukuran 0,45 μm dan dihampaudarakan (larutan A) (Ditjen POM, 1993).

3.5.3. Larutan Baku

Ditimbang 50 mg natrium sakarin dan dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, kemudian dilarutkan dengan metanol 60% dan diencerkan sampai garis tanda. Dipipet masing-masing 0,5; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 ml larutan baku induk dan dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml diencerkan dengan metanol 60,0% sampai dengan garis tanda kemudian disaring dengan membran filter ukuran 0,45 μm dan dihampaudarakan (larutan B) (Ditjen POM, 1993).

3.6. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 3.6.1. Pengaturan Kondisi Sistem

Sistem diperiksa dan dicek untuk meyakinkan apakah sistem pengalir pelarut telah disambungkan dengan baik, kolom telah dipasang, tersedia cukup pelarut di dalam botol pelarut, sistem pengawasan pelarut bekerja dengan baik untuk menghilangkan gelembung udara, penyaring pelarut sudah dipasang, dan detektor yang sesuai sudah terpasang dengan benar.


(31)

3.6.2. Mengatifkan Sistem

Setelah masing-masing sistem diatur, hubungkan setiap sistem dengan sumber arus listrik. Tekan tombol POWER pada pompa, detektor UV-VIS ke posisi ON dan CBM (Communication Bus Module) ke posisi ON.

3.6.3. Penentuan Garis Alas

Bila nilai absorbansi yang ditampilkan pada detektor UV-VIS telah menunjukkan 0,000, biarkan beberapa menit sampai diperoleh garis alas yang relatif cukup lurus yang menandakan sistem telah stabil.

3.6.4. Cara Penetapan

Larutan A dan B disuntikkan secara terpisah dengan volume penyuntikan sebanyak 20 μl kedalam kolom kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan dilakukan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi menggunakan kolom C18 (15 cm x 4,6 mm), fase gerak campuran dapar fosfat pH 6,8 : metanol 60%

(92:8), kecepatan aliran 1,0 ml/menit, dan detektor absorbansi UV-VIS dengan panjang gelombang 225 nm. Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari terbentuknya puncak yang direkam oleh CBM (Communication Bus Module) yakni sejenis penghubung dengan sistem komputer yang dilengkapi dengan pencetak kromatogram. Kromatogram larutan baku dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 33 dan kromatogram larutan uji dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 36.


(32)

3.7. Interpretasi Hasil

Kadar garam benzoat dan sakarin dalam cuplikan dihitung menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi linear y = a + bx.

Dimana: y = area

x = kadar (μg/μl)

a = intercept (perpotongan garis) b = slope (kemiringan)

Kemudian dilanjutkan dengan penetapan kadar asam benzoat dan sakarin menggunakan rumus:

1. Asam benzoat

x x x volume pengenceran x %Kb

2. Sakarin

x x x volume pengenceran x %Kb

Dimana:

x = kadar (μg/μl) %Kb = kemurnian baku (%)


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil uji pada jeli menunjukkan bahwa jeli positif mengandung asam benzoat dan sakarin. Kromatogram larutan uji dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kromatogram larutan baku natrium benzoat 0,8208 μg/μl, kalium sorbat 0,8176 μg/μl, natrium sakarin 0,8 μg/μl ( ) dan larutan uji ( )

Pada penetapan kadar asam benzoat dan sakarin dalam jeli secara kromatografi cair kinerja tinggi, diperoleh asam benzoat sebanyak 361,1299 mg/kg dan sakarin sebanyak 311,7183 mg/kg. Perhitungan penetapan kadar asam benzoat dan sakarin dalam jeli dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 43-45.

4.2. Pembahasan

Penetapan kadar sakarin dalam jeli dilakukan dengan kondisi percobaan optimum, dimana kolom C18 (15 cm x 4,6 mm), fase gerak acuan (campuran


(34)

detektor UV-VIS 225 nm telah disesuaikan dengan alat agar dapat diterapkan pada analisis sampel.

Walaupun resolusi (daya pisah) yang baik untuk asam benzoat telah tercapai, tetapi belum dapat menghasilkan pemisahan yang baik untuk sakarin. Pada kromatogram terlihat bahwa resolusi untuk sakarin hilang sehingga bentuk puncak yang dihasilkan tidak bagus (jelek). Hilangnya resolusi ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: hilangnya keefisienan kolom, kolom tersumbat, dan kolom rusak secara fisik atau tercemar.

Memperbaiki keefisienan kolom merupakan cara memperbaiki daya pisah. Efisiensi kolom merupakan fungsi dari parameter kolom, seperti laju aliran fase gerak, ukuran partikel kemasan kolom, cara mengemas kolom, dan viskositas fase gerak. Kolom yang efisien mencegah pelebaran pita (puncak) dan hilangnya daya pisah (Rohman 2009).

Dapar dalam air berperan menjaga pH fase gerak. Pelarut organik seperti metanol yang dicampur dengan larutan dapar dalam air dimaksudkan agar keselektifannya unik dan untuk memperbaiki kelarutan sampel. Akan tetapi konsentrasi pelarut organik harus diperhatikan agar tidak terlalu besar untuk menghindari terjadinya endapan garam dapar. Karena hal ini dapat menyebabkan kebocoran pada pompa dan penyumbatan kolom (Johnson, 1991).

Daya pisah bergantung pada laju aliran fase gerak. Daya pisah yang baik dapat diperoleh dengan mengalirkan fase gerak melalui kolom pada kecepatan linier yang rendah, maka pemprograman aliran fase gerak sangat penting dilakukan. Perubahan laju aliran fase gerak yang tidak terkendali disebabkan oleh


(35)

perubahan tekanan yang tidak terkendali akibat kebocoran pompa. Hal ini sangat mempengaruhi waktu retensi, luas puncak, dan daya pisah (Johnson, 1991).

Untuk mengetahui keterulangan metode analisis, dilakukan uji keterulangan yang dilakukan dengan penyuntikan secara berulang (lima kali) larutan baku. Uji ini bertujuan untuk menentukan rentang ketepatan waktu retensi yang diperlukan untuk menentukan identitas puncak, walaupun digunakan sistem data dengan komputer secara otomatis. Semakin banyak keterulangan yang dilakukan, maka semakin besar kepastian kita dalam membedakan senyawa yang diidentifikasi berdasarkan waktu retensi. Pada Gambar 6, puncak natrium benzoat pada larutan uji ditunjukkan pada waktu retensi 7,550 menit dan natrium sakarin 11,983 menit. Pada larutan baku, natrium benzoat dan natrium sakarin ditunjukkan pada waktu retensi berturut turut adalah 7,542; 12,017 menit. Waktu retensi larutan baku dan larutan uji dapat dilihat di Tabel 3 dan 4 pada Lampiran halaman 37.

Simpangan baku (koefisien variasi) waktu retensi adalah 0,2-2%. Diperoleh hasil bahwa koefisien variasi untuk kedua zat memenuhi syarat, dimana koefisien variasi asam benzoat 1,29% dan sakarin 0,69%. Perhitungan koefisien variasi larutan baku dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 39.

Kepekaan detektor dikatakan linier jika kadar mendekati garis lurus pada titik-titik amatan terhadap luas puncak (area). Kepekaan tersebut tampak berupa garis lurus pada kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi larutan baku dapat dilihat pada Gambar 7. Contoh perhitungan kadar larutan baku dapat dilihat pada Lampiran 5


(36)

0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000

0,2 0,4 0,8 1,2 1,6

Nilai koefisien kolerasi untuk kurva kalibrasi kedua zat cukup baik yaitu 0,999. Sehingga persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung kadar natrium benzoat dan sakarin dalam sampel yang dicari. Perhitungan koefisien korelasi larutan baku dan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 41.

Dari hasil analisis asam benzoat dan sakarin dalam jeli secara kromatografi cair kinerja tinggi, diperoleh jeli mengandung asam benzoat sebanyak 361,1299 mg/kg dan sakarin sebanyak 311,7183 mg/kg. Kadar asam benzoat dalam jeli tidak melewati batas maksimum penggunaan yang diperbolehkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Men.Kes/Per/IX/1988 yaitu 1000 mg/kg, sedangkan sakarin melewati batas maksimum penggunaan yang diperbolehkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, bahwa batas maksimum penggunaan sakarin dalam jeli adalah 200 mg/kg.

r = 0,9999


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

i. Jeli positif mengandung asam benzoat sebanyak 361,1299 mg/kg dan sakarin sebanyak 311,7183 mg/kg. Kadar asam benzoat dalam jeli memenuhi persyaratan kadar asam benzoat yang diizinkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Men.Kes/Per/IX/1988 yaitu 1000 mg/kg. Sedangkan kadar sakarin tidak memenuhi persyaratan kadar sakarin yang diizinkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 208/Men.Kes/Per/IV/1985 yaitu 200 mg/kg. ii. Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat digunakan untuk

penetapan kadar asam benzoat dan sakarin dalam jeli, dengan kondisi percobaan optimum yaitu kolom C18 (15 cm x 4,6 mm), fase gerak acuan (campuran dapar

fosfat pH 6,8 : metanol 60 % (92:8)), kecepatan aliran 1,0 ml/menit, dan detektor absorbansi UV-VIS dengan panjang gelombang 225 nm.

5.2. Saran

i. Sebaiknya konsumen lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan, yaitu dengan memperhatikan jenis bahan tambahan makanan yang tercantum pada label kemasan, dan bekali diri dengan pengetahuan tentang bahan tambahan makanan sehingga anda dapat kritis terhadap suatu produk.

ii. Sebaiknya diperhatikan aspek instrumental seperti kondisi kolom dan kemampuan sistem pompa pada alat kromatografi cair kinerja tinggi karena dapat


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Baliwati, Y. F. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya. Hal. 89

Budiyanto, A. K. (2004). Dasar-Dasar Ilmu Gizi, Cetakan III. Malang: UMM Press.Hal. 149

Cahyadi, W. (2006). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 1-6, 67-73

Ditjen POM. (1993). Metode Analisa Pusat Obat dan Makanan Nasional No.43/MA/1993 tentang penetapan kadar benzoat, sorbat, dan sakarin. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 47-48, 748

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 236-237

Hughes, C.C. (1987). The Additives Guides: Food Additives. New York: Marcel Dekker, Inc. Hal. 107

Johnson, E.L. dan Robert Stevenson. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal. 1-27

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men.Kes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 208/Men.Kes/Per/IV/1988 tentang Pemanis Buatan Yang Diizinkan


(39)

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 378-380

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisa Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.115

Syah, D. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor:

Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hal. 65

Synder, L.R. (1979). Introduction to Modern Liquid of Chromatography, Second edition. New York: John Willey and Sons. Inc. Hal. 235

Takayama, S. Sieber, SM, Adamson, RH Thorgeirsson, UP. Dalgard, DW. Arnold, LL. Cano, M. Eklund, S. et al. (1998). "Jangka panjang makan natrium sakarin dengan primata non-manusia: implikasi untuk kanker saluran kemih”. J Natl Cancer Inst 90 (1) 19-25

WHO. (2000). Benzoic Acid and Sodium Benzoate. Geneva: World Health Organization. Hal. 26

Wijaya, C.H. (2009). Bahan Tambahan Pangan: Pewarna. Bogor: Intitut Perkebunan Bogor. Hal. 5

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 218-225

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya Dibalik lezatnya Makanan. Yogyakarta: C.V Andi. Hal. 25, 71


(40)

Lampiran 1

Diagram Blok Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pompa

Wadah fase gerak dan Injektor fase gerak I

Pompa

Kolom Wadah fase gerak dan

fase gerak II

Detektor

Komputer


(41)

Lampiran 2

Kromatogram Larutan Baku


(42)

Gambar 4.3. Kromatogram larutan baku pada penyuntikan 3


(43)

(44)

Lampiran 3

Kromatogram Larutan Uji

Gambar 5.1. Kromatogram larutan uji pada penyuntikan 1


(45)

Lampiran 4

Data Hasil Pengujian Larutan Baku dan Larutan Uji Tabel 3. Larutan Baku

Natrium benzoat Seri Kadar

(μg/μl) Area Waktu Retensi (menit)

r = 0,9997 a = -36795,584 b = 3818513,859 0,5 0,2052 746968 7,575

1 0, 1577240 7,542

2 0,8208 3013103 7,542 3 1,2312 4691867 7,508 1,6416 6241584 7,475 Natrium sakarin

Seri Kadar

(μg/μl) Area Waktu Retensi (menit)

r = 0,9996

a = -77397,82317 b = 4191327,409

0,5 0,2 776117 12,067

1 0, 1649578 12,033

2 0,8 3154856 12,017

3 1,2 4989104 11,983

1,6 6646931 11,950

Tabel 4. Larutan Uji

Natrium benzoat Bobot (gram)

Area Waktu Retensi

(menit)

5,0062 1588583 7,55

5,0137 1584725 7,55

Natrium sakarin Bobot (gram)

Area Waktu Retensi

(menit)

5,0062 1886953 12,0


(46)

Lampiran 5

Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku

1. Natrium Benzoat Diketahui:

Konsentrasi baku = 1,026 mg/ml (baku 51,3 mg dalam labu 50 ml) Volume pengenceran = 50 ml

Volume penyuntikan = 20 μl

x Volume Penyuntikan

50 026 , 1 5 , 0 x

= 0,01026 mg/ml

= 0,01026 μg/ μl x 20 μl = 0,2052 μg/μl

2. Natrium Sakarin Diketahui:

Konsentrasi baku = 1,0 mg/ml (natrium sakarin 50,0 mg dalam labu 50 ml) Volume pengenceran = 50 ml

Volume penyuntikan = 20 μl

x Volume Penyuntikan

50 0 , 1 5 , 0 x

= 0,01 mg/ml


(47)

Lampiran 6

Perhitungan Koefisien Variasi Larutan Baku Tabel 5. Perhitungan Larutan Baku Natrium Benzoat

x

(μg/μl) y xy x

2

y2 0,2052 746968 153277,8336 0,0421 0,0558 x 1013 0,4104 1577240 647299,296 0,1684 0,2488 x 1013 0,8208 3013103 2473154,942 0,6737 0,9078 x 1013 1,2312 4691867 5776626,65 1,5159 2,2014 x 1013

1,6416 6241584 10246184,29 2,6948 x 1013

Σx= ,3092 Σy=16270762 Σxy=19296543,01 Σx2= 0949 Σy2=7,3095x1013 =0,8618 = 3254152,4

Tabel 6. Perhitungan Larutan Baku Natrium Sakarin

x

(μg/μl) y xy x

2

y2 0,2 776117 155223, 0,04 0,0602 x 1013

0,4 1649578 659831,2 0,16 0,2721 x 1013

0,8 3154856 2523884,8 0,64 0,9953 x 1013 1,2 4989104 5986924,8 1,44 2,4891 x 1013 1,6 6646931 10635089,6 2,56 ,4182 x 1013

Σx= ,2 Σy=17216586 Σxy=19960953,8 Σx2= 84 Σy2=8,2349x1013 = 0,84 = 3443317,2

Koefisien variasi dihitung dengan rumus:

Dimana: S2 = simpangan baku KV = koefisien variasi (%)

x = kadar (μg/μl) y = area


(48)

Koefisien variasi baku natrium benzoat:

Koefisien variasi baku natrium sakarin:


(49)

Lampiran 7

Perhitungan Koefisien Korelasi Larutan Baku dan Persamaan Regresi

i.Koefisien korelasi dihitung dengan rumus:

ii. Persamaan regresi dapat diperoleh dengan rumus:

Dimana: r = koefisien korelasi

a = intercept (perpotongan garis) b = slope (kemiringan)

x = kadar (μg/μl) y = area

n = banyaknya hasil penetapan Koefisien kolerasi natrium benzoat:


(50)

Sehingga persamaan regresi yang diperoleh:

y = + x

Koefisien kolerasi baku natrium sakarin:

Sehingga persamaan regresi yang diperoleh:

y = + x


(51)

Perhitungan Penetapan Kadar Asam Benzoat dan Sakarin Dalam Jeli 1. Kadar asam benzoat

Penyuntikan 1 Diketahui:

y = 1588583 a = -36795,584 b = 3818513,859 % Kb = 100,51% Berat sampel = 5,0062 g Kadar natrium benzoat 1:

1588583 = -36795,584 + 3818513,859 x x = 0,4257 μg/μl

Kadar asam benzoat 1:

= 11 , 144 12 , 122 x 0062 , 5 0,4257 x 20 1000

x 100 x 100,51 %

= 0,8474 x 0,0850 x 50 x 100 x 1,0051 = 361,9817 mg/kg

Penyuntikan 2 Diketahui:

y = 1584725 a = -36795,584 b = 3818513,859


(52)

Berat sampel = 5,0137 g Kadar natrium benzoat 2:

1584725 = -36795,584 + 3818513,859 x x = 0,4246 μg/μl

Kadar asam benzoat 2:

= 11 , 144 12 , 122 x 0137 , 5 0,4246 x 20 1000

x 100 x 100,51 %

= 0,8474 x 0,0846 x 50 x 100 x 1,0051 = 360,2782 mg/kg

Kadar Asam Benzoat rata-rata:

2

360,2782 361,9817+

= 361,1299 mg/kg 2. Kadar Sakarin

Penyuntikan 1 Diketahui:

y = 1886953 a = -77397,82317 b = 4191327,409 % Kb = 87,70% Berat sampel = 5,0062 g Kadar natrium sakarin 1:

1886953 = -77397,82317+ 4191327,409 x x = 0,4687 μg/μl


(53)

Kadar sakarin 1: = 19 , 241 18 , 183 x 0062 , 5 4687 , 0 x 20 1000

x 100 x 87,70 %

= 0,7594 x 0,09362 x 50 x 100 x 0,877 = 311,7516 mg/kg

Penyuntikan 2 Diketahui:

y = 1891029 a = -77397,82317 b = 4191327,409 % Kb = 87,70% Berat sampel = 5,0137 g Kadar natrium sakarin 2:

1891029 = -77397,82317 + 4191327,409 x x = 0,4696 μg/μl

Kadar sakarin 2:

= 19 , 241 18 , 183 x 0137 , 5 4696 , 0 x 20 1000

x 100 x 87,70 %

= 0,7594 x 0,0936 x 50 x 100 x 0,877 = 311,6850 mg/kg

Kadar sakarin rata – rata:

2

311,6850 311,7516+


(1)

Koefisien variasi baku natrium benzoat:

Koefisien variasi baku natrium sakarin:


(2)

Lampiran 7

Perhitungan Koefisien Korelasi Larutan Baku dan Persamaan Regresi i.Koefisien korelasi dihitung dengan rumus:

ii. Persamaan regresi dapat diperoleh dengan rumus:

Dimana: r = koefisien korelasi

a = intercept (perpotongan garis) b = slope (kemiringan)

x = kadar (μg/μl) y = area

n = banyaknya hasil penetapan Koefisien kolerasi natrium benzoat:


(3)

Sehingga persamaan regresi yang diperoleh:

y = + x

Koefisien kolerasi baku natrium sakarin:

Sehingga persamaan regresi yang diperoleh:


(4)

Perhitungan Penetapan Kadar Asam Benzoat dan Sakarin Dalam Jeli

1. Kadar asam benzoat

Penyuntikan 1 Diketahui:

y = 1588583 a = -36795,584 b = 3818513,859 % Kb = 100,51% Berat sampel = 5,0062 g Kadar natrium benzoat 1:

1588583 = -36795,584 + 3818513,859 x x = 0,4257 μg/μl

Kadar asam benzoat 1: =

11 , 144

12 , 122

x

0062 , 5 0,4257

x

20 1000

x 100 x 100,51 % = 0,8474 x 0,0850 x 50 x 100 x 1,0051

= 361,9817 mg/kg Penyuntikan 2 Diketahui:

y = 1584725 a = -36795,584 b = 3818513,859 % Kb = 100,51%


(5)

Berat sampel = 5,0137 g Kadar natrium benzoat 2:

1584725 = -36795,584 + 3818513,859 x x = 0,4246 μg/μl

Kadar asam benzoat 2: =

11 , 144

12 , 122

x

0137 , 5 0,4246

x

20 1000

x 100 x 100,51 % = 0,8474 x 0,0846 x 50 x 100 x 1,0051

= 360,2782 mg/kg

Kadar Asam Benzoat rata-rata:

2

360,2782

361,9817+

= 361,1299 mg/kg

2. Kadar Sakarin

Penyuntikan 1 Diketahui:

y = 1886953 a = -77397,82317 b = 4191327,409 % Kb = 87,70% Berat sampel = 5,0062 g Kadar natrium sakarin 1:

1886953 = -77397,82317+ 4191327,409 x x = 0,4687 μg/μl


(6)

Kadar sakarin 1: = 19 , 241 18 , 183 x 0062 , 5 4687 , 0 x 20 1000

x 100 x 87,70 % = 0,7594 x 0,09362 x 50 x 100 x 0,877 = 311,7516 mg/kg

Penyuntikan 2 Diketahui:

y = 1891029 a = -77397,82317 b = 4191327,409 % Kb = 87,70% Berat sampel = 5,0137 g Kadar natrium sakarin 2:

1891029 = -77397,82317 + 4191327,409 x x = 0,4696 μg/μl

Kadar sakarin 2: = 19 , 241 18 , 183 x 0137 , 5 4696 , 0 x 20 1000

x 100 x 87,70 % = 0,7594 x 0,0936 x 50 x 100 x 0,877 = 311,6850 mg/kg

Kadar sakarin rata – rata:

2

311,6850

311,7516+