Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA

SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

OLEH :

MUHAMMAD ASRO

NIM 102410082

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkanrahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan

Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.Tugas akhir ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya analis farmasi dan makanan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda H.M. Thobi Iskandar dan Ibunda Hj. Masnun Sinaga, orang tuapenulis tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan materil sehingga penulis tetap semangat untuk menyelesaikanTugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

4. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., selaku Dosen Pembimbingyang sangat berperan penting bagi penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini.


(4)

5. Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Penasehat Akademik yang telah membantu mengarahkan kegiatan akademik penulis selama masa studi. 6. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt., selaku Plant Manager PT Kimia

Farma(Persero) Tbk. Plant Medan.

7. Bapak Heru Khoerudin, S.Si., Apt., beserta seluruh staf Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

8. Keluarga besar dan sahabat-sahabat terbaik penulis yang sangat disayangi, khususnya Ayahanda Alm. Mhd. Yusuf dan Ibunda Alm. Fatimah Marpaung. 9. Rekan seperjuangan penulis seluruh mahasiswa/i Analis Farmasi dan

Makanan Angkatan 2010 yang sangat dibanggakan.

Sadar akan banyaknya kekurangan pada Tugas Akhir ini sehinggapenulis masih mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya, penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaatbagi kita semua.

Medan, Juni 2013 Penulis ,

Muhammad Asro NIM 102410082


(5)

ASSAY OF BETAMETHASONE VALERATE CREAM WITH THE HIGH PERFOMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

ABSTRACT

Betamethasone valerate is a synthetic corticosteroid compounds that have anti-inflammatory properties of topical and dermatology. The purpose of this study was to determine the concentration of betamethasone valerate cream preparation produced by PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Assay method of betamethasone valerate is based on standard operating procedures used in the Quality Control Laboratory of PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, namely the High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Assay performed on UV-VIS detector with a wavelength of 240 nm, flow rate 1.5 ml / min, injection volume of 20 mL, and a mobile phase of acetonitrile:aquabidest (3:2). The column used was a C18 column BondaPack 3.9 x300 mm.

From the research betamethasone valerate cream in preparation for high performance liquid chromatography (HPLC), betamethasone valerate levels obtained by 101.77% in the batch number B30091T. The results showed that the examined preparations cream containing betamethasone valerate levels that meet the requirements according to the Indonesian Pharmacopoeia 1995 Edition IV, which betamethasone valerate cream contains betamethasone valerate, C27H37FO6,

no less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount listed on the label in a cream base suitable.

Keywords: betamethasone valerate, cream, high performance liquid chromatography (HPLC).


(6)

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Betametason valerat adalah suatu senyawa kortikosteroid sintetik yang mempunyai sifat anti inflamasi topikal dan dermatologi.Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar betametason valeratpada sediaan krim yang diproduksi oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.Metode penetapan kadar betametason valerat dilakukan berdasarkan prosedur tetap yang dipakai di Laboratorium Pengawasan Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yaitu secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Penetapan kadar dilakukan pada detektor UV-VIS dengan panjang gelombang maksimum 240 nm, kecepatan aliran 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl, dan fase gerak asetonitril:aquabidest (3:2). Kolom yang digunakan adalah kolom C18 BondaPack 3,9x300 mm.

Dari hasil penelitian betametason valeratpada sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh kadar betametason valerat sebesar 101,77% pada nomor batch B30091T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan krim yang diperiksa mengandung kadar betametason valerat yang memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995, dimana krim betametason valerat mengandung betametason valerat, C27H37FO6, tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket dalam dasar krim yang sesuai.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Krim (Cremores) ... 4

2.2 Betametason Valerat ... 6

2.2.1 Mekanisme kerja ... 7

2.2.2 Farmakokinetika ... 7

2.2.3 Khasiat farmakologi ... 8

2.2.4 Efek samping ... 9


(8)

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 10

2.3.1 Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi ... 12

2.3.2 Instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi ... 15

1. Wadah fase gerak ... 15

2. Pompa ... 16

3. Injektor ... 16

4. Kolom ... 17

5. Detektor ... 18

6. Komputer ... 18

2.3.3Kromatografi cair kinerja tinggi dalam farmasi ... 19

BAB III METODOLOGI ... 21

3.1 Tempat Pengujian ... 21

3.2 Alat ... 21

3.3 Bahan ... 21

3.4 Sampel ... 21

3.5 Prosedur ... 22

3.5.1 Pembuatan fase gerak ... 22

3.5.2 Larutan baku pembanding ... 22

3.5.3 Larutan uji ... 22

3.6 Kromatografi cair kinerja tinggi ... 23

3.6.1 Pengaturan kondisi sistem ... 23

3.6.2 Mengaktifkan sistem ... 23


(9)

3.7 Penetapan Kadar ... 23

3.8 Interpretasi Hasil ... 24

3.9 Persyaratan ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil ... 26

4.2 Pembahasan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kadar betametason valerat ... 26 Tabel 2. Data hasil larutan baku ... 37 Tabel 3. Data hasil larutan uji ... 37


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) ... 31 Lampiran 2. Kromatogram larutan baku ... 32 Lampiran 3. Kromatogram larutan uji ... 34 Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada

Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


(12)

ASSAY OF BETAMETHASONE VALERATE CREAM WITH THE HIGH PERFOMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

ABSTRACT

Betamethasone valerate is a synthetic corticosteroid compounds that have anti-inflammatory properties of topical and dermatology. The purpose of this study was to determine the concentration of betamethasone valerate cream preparation produced by PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Assay method of betamethasone valerate is based on standard operating procedures used in the Quality Control Laboratory of PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, namely the High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Assay performed on UV-VIS detector with a wavelength of 240 nm, flow rate 1.5 ml / min, injection volume of 20 mL, and a mobile phase of acetonitrile:aquabidest (3:2). The column used was a C18 column BondaPack 3.9 x300 mm.

From the research betamethasone valerate cream in preparation for high performance liquid chromatography (HPLC), betamethasone valerate levels obtained by 101.77% in the batch number B30091T. The results showed that the examined preparations cream containing betamethasone valerate levels that meet the requirements according to the Indonesian Pharmacopoeia 1995 Edition IV, which betamethasone valerate cream contains betamethasone valerate, C27H37FO6,

no less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount listed on the label in a cream base suitable.

Keywords: betamethasone valerate, cream, high performance liquid chromatography (HPLC).


(13)

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Betametason valerat adalah suatu senyawa kortikosteroid sintetik yang mempunyai sifat anti inflamasi topikal dan dermatologi.Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar betametason valeratpada sediaan krim yang diproduksi oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.Metode penetapan kadar betametason valerat dilakukan berdasarkan prosedur tetap yang dipakai di Laboratorium Pengawasan Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yaitu secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Penetapan kadar dilakukan pada detektor UV-VIS dengan panjang gelombang maksimum 240 nm, kecepatan aliran 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl, dan fase gerak asetonitril:aquabidest (3:2). Kolom yang digunakan adalah kolom C18 BondaPack 3,9x300 mm.

Dari hasil penelitian betametason valeratpada sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh kadar betametason valerat sebesar 101,77% pada nomor batch B30091T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan krim yang diperiksa mengandung kadar betametason valerat yang memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995, dimana krim betametason valerat mengandung betametason valerat, C27H37FO6, tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket dalam dasar krim yang sesuai.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit dikenal sebagai indera sintetikkarena kombinasi sensasi kulit (raba, hangat, dingin, nyeri, dan mungkin rasa gatal) menyebabkan komponen korteks disintetis menjadi sensasi dari sensibilitas vibrasi, diskriminasi dua titik, dan stereognosis.Beberapa rangsangan pada kulit dapat menimbulkan peradangan, misalnya rangsangan bertahap dari rasa geli, gatal, gatal hebat, kulit kemerahan hingga cedera kulit (Ganong, 1995).

Menurut Katzung (2010), manifestasi inflamasi (peradangan) dapat terjadi pada kulit, yang ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit ke dalam jaringan yang terpengaruh tanpa melihat penyebabnya.

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergen.Secara mikroskopik obat ini dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut, seperti proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen, dan sikatriks (Ganiswara, 1995).

Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar.Akan tetapi, penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi perubahan atrofi lokal pada kulit (Sitompul, 2009).


(15)

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,di pasaran telah banyak ditemukan bentuk-bentuk sediaan obat yang pemakaiannya dapat disesuaikan dengan pasien dan zat berkhasiatnya, di antaranya adalah betametason yang dibuat dalam bentuk krim. Agar tercapainya obat yang bermutu diperlukan beberapa evaluasi yang meliputi: pemerian, homogenitas, stabilitas pH, kadar zat aktif, keseragaman sediaan, simpang baku relatif, dan penandaan (Sitompul, 2009).

Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi.Metode ini dikenal sebagai Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Dengan teknologi ini, kromatografi dalam banyak hal dapat menghasilkan pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas, dengan keunggulan zat-zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya membuat derivat yang dapat menguap (Ditjen POM, 1995).

Karena masih sedikitnya literatur yang menguraikan informasi mengenai betametason valerat yang diproduksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, penulis tertarik untuk membahas produk tersebut dengan menguraikan metode penetapan kadar berdasarkan ketentuan prosedur tetap secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Sehingga penulis menetapkan untuk memilih judul tugas akhir “Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.


(16)

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar zat aktif betametason valerat yang terdapat pada sediaan krim memenuhi persyaratan kadar zat aktif yang ditetapkan berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995.

1.3 Manfaat

Diharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat sebagai literatur yang berbasis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam analisis kadar suatu bahan baku obat, khususnya mengenai penetapan kadar betametason valerat pada sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim (Cremores)

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Ditjen POM, 1995).

Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan defenisi yang ada.Banyak hasil produksi yang nampaknya seperti krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim (Ansel, 1989).

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.Tipe krim ada 2, yaitu krim tipe air-minyak (A/M) dan krim tipe minyak-air (M/A).Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik (Anief, 2006).

Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.Sebagai bahan pengemulsi krim dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, setasium, setil alkohol, stearil alkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan sabun. Sedangkan bahan pengawet yang sering digunakan


(18)

umumnya metilparaben (nipagin) 0,12-0,18 % dan propilparaben (nipasol) 0,02-0,05 % (Syamsuni, 2006).

Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok, yang harus dilakukan dengan teknik aseptis.Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu 1 bulan (Ditjen POM, 1979).

Cara pembuatan krim dapat dilakukan dengan meleburkan bagian lemak di atas tangas air kemudian ditambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi. Aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim (Syamsuni, 2006).

Krim dikemas dan diawetkan dalam cara yang sama seperti pada halnya salep. Biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube. Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus. Tube untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5-30 gram (Ansel, 1989).

Beberapa contoh krim pada dermatologi dengan kategori terapeutik, antara lain: krim betametason valerat 0,01 %, 0,1 %; krim natrium deksametason posfat 0,1 %; krim fluosinolon asetonid 0,025 %, 0,01 %; krim hidrokortison 0,5 %, 1 %, 1,5 %; dan krim triamsinolon asetonid 0,1 %, 0,025 %, 0,5 %. Preparat-preparat ini diindikasikan untuk mengurangi inflamasi sebagai manifestasi dari respons kulit terhadap kortikosteroid.Biasanya dipakai pada permukaan kulit yang dipengaruhi 1-3 kali sehari (Ansel, 1989).


(19)

2.2 Betametason Valerat

Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0 % C27H37FO6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen

POM, 1995).

Rumus struktur :

Nama kimia : 9-Fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β -metilpregna-1,4-diena -3,20-dion 17-valerat(CAS RN: 2152-44-5)

Rumus molekul : C27H37FO6

Berat molekul : 476,58

Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih; tidak berbau; melebur pada suhu lebih kurang 190o disertai peruraian.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan dalam kloroform, larut dalam etanol, sukar larut dalam benzena dan dalam eter.

Betametason valerat adalah suatu senyawa dari derivat-kortisol sintetis yang secara kimiawi dikelompokkan pada golongan fluorkortikoida, karena posisi atom fluor dalam rumus steroid, yaitu 9-alfa-fluor (Tjay dan Rahardja, 2007).


(20)

2.2.1 Mekanisme kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-steroid.Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologik steroid (Ganiswara, 1995).

Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintetis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas, hormon ini bersifat katabolik.Beberapa peneliti menunjukkan bahwa hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal inilah mungkin yang menimbulkan efek kataboliknya (Ganiswara, 1995).

2.2.2 Farmakokinetik

Steroid farmaseutikal biasanya disintesis dari asam kolat yang didapat dari ternak atau steroid sapogenin yang ditemukan pada tanaman.Modifikasi steroid ini lebih lanjut telah menyebabkan dipasarkannya sekelompok besar steroid sintetik dengan sifat khusus yang penting secara farmakologis dan terapi. Misalnya, aktivitas betametason sebagai glukokortikoid kerja lama dengan potensi relatif sebagai anti-inflamasi mencapai 25-40 jam dan pada topikal dapat mencapai 10 jam. Perubahan pada molekul glukokortikoid mempengaruhi afinitasnya terhadap


(21)

reseptor glukokortikoid dan mineralokortikoid serta afinitasnya mengikat protein, stabilitas rantai samping, laju eliminasi, dan produk metabolik (Katzung, 2010).

Aktivitas kerja kortikosteroid tidak hanya tergantung dari tingkatan kerjanya, melainkan juga dari daya penetrasinya kedalam kulit dan basis salep/krim yang digunakan.Misalnya obat dalam bentuk salep lebih baik penetrasinya daripada krim, karena bertahan lebih lama diatas kulit.Penetrasi dapat pula ditingkatkan (lebih dari 10 kali) dengan jalan oklusi, yakni menutup bagian kulit dengan sehelai plastik.Atau dengan jalan memberikan zat-zat tambahan seperti urea (10%), asam salisilat (3%), asam laktat (2%), dan propilenglikol (10%).Zat-zat keratolis ini melepaskan atau menghidratasi selaput tanduk kulit dengan efek meningkatnya penetrasi, resorpsi, dan efeknya (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.3 Khasiat farmakologi

Menurut Katzung (2010), kortikosteroid memiliki efek-efek farmakologi yang sangat berpengaruh pada tubuh manusia. Efek-efek farmakologi yang ditimbulkan meliputi efek fisiologik karena glukokortikoid mempengaruhi respons lipolitik sel lemak terhadap katekolamin, ACTH, dan hormon pertumbuhan; efek metabolik karena glukokortikoid mempunyai efek penting yang berhubungan dengan dosis terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak; efek katabolik dan anabolik karena glukokortikoid dalam jumlah suprafisiologik menyebabkan pengurangan massa otot dan kelemahan serta penipisan kulit; efek anti-inflamasi dan imunosupresif karena glukokortikoid mengurangi manifestasi peradangan, meningkatkan kadar neutrofil, menghambat


(22)

fungsi makrofag, menurunnya jumlah limfosit (sel T dan B), serta menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan permeabilitas kapiler; dan efek lainnya seperti perubahan struktural dan fungsional pada paru janin yang hampir aterm, termasuk produksi bahan aktif pada permukaan paru yang dibutuhkan untuk bernafas (surfaktan), dirangsang oleh glukokortikoid.

Kortikoida merupakan obat manjur paling ampuh dalam pengobatan gangguan kulit dan digunakan secara luas.Berkat efek radang dan anti-mitosisnya zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), dan prurigo (bintil-bintil gatal).Tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem) segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.4 Efek samping

Betametason valerat memiliki efek-efek samping, di antaranya kulit kering, pruritus, iritasi, rasa nyeri/terbakar, gatal, folikulitis, hipertrikosis, erupsi seperti akne, hipopigmentasi, dermatitis perioral, dermatitis kontak alergi, maserasi kulit, infeksi sekunder, striae, dan miliaria. Pemakaian jangka panjang dan intensif dapat menyebabkan perubahan atrofi lokal pada kulit. Akibat absorpsi sistemik pada pemakaian jangka panjang menyebabkan hiperkortisme (Pramudianto, 2009)

Efek samping dapat timbul karena penghentian pengobatan tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.Pemberian kortikosteroid yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insufiensi adrenal akut dengan


(23)

gejala demam, mialgia, artralgia, dan malaise.Gejala-gejala ini sukar dibedakan dengan gejala reaktivasi artritis reumatoid atau demam reumatik yang sering terjadi bila kortikosteroid dihentikan (Ganiswara, 1995).

2.2.5 Dosis

Menurut Tjay dan Rahardja (2007), kortikoida ditimbun di lapisan tanduk dari epidermis (kulit ari) dan dari depot ini dilepaskan ke lapisan dalam selama 24-36 jam sehingga dikembangkan kebijakan terapi pada betametason valerat sebagai glukokortikoida dengan tingkat potensi kuat menjadi dua fase:

a. Penyembuhan, krim diolesi 2-3 dd sehari agar berguna secepat mungkin mengendalikan penyakit selama 1-2 minggu secara kontinu, tanpa interupsi. b. Pemeliharaan, guna menghindarkan kambuhnya gangguan maka dianjurkan

krim dioleskan 1 dd setiap hari selama 1-2 minggu dan 1 dd pada 2 hari seminggu selama 1-3 bulan.

Bila penggunaan obat berkhasiat dihentikan, hendaknya jangan secara mendadak, terlebih pula setelah pengobatan lama.Sebaiknya penanganan diakhiri dengan salep berkhasiat lemah (hidrokortison) atau salep netral.

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh Tswett, ia telah menggunakannya untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir


(24)

kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan pada senyawa-senyawa yang tak berwarna, termasuk gas (Sastrohamidjojo, 2005).

Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Ditjen POM, 1995).

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan terbaru antara lain: miniaturisasi sistem kromatografi cair kinerja tinggi, penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral. Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Johnson dan Stevenson (1991), kromatografi cair kinerja tinggi memiliki banyak kelebihan dibandingkan metode lainnya antara lain: mampu


(25)

memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran; prosedurnya lebih mudah; kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi; dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis; resolusi yang baik; dapat digunakan bermacam-macam detektor; kolom dapat digunakan kembali; dan mudah melakukan “sample recovery”.

2.3.1 Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi

Menurut De Lux Putra (2004), aplikasi teknik pemisahan yang sesuai dengan kromatografi cair kinerja tinggi dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis kromatografi sebagai berikut :

1. Kromatografi padatan cair

Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya zat padat pada absorben yang polar seperti silika gel atau alumina.Kromatografi lapisan tipis (TLC) adalah salah satu bentuk dari teknik ini.Dalam KCKT, kolom dipadati atau dipak dengan partikel-partikel micro or macro particulate or pellicular (berkulit tipis 37-44 µ).Sebagian besar dari KCKT sekarang ini dibuat untuk mencapai partikel-partikel microparticulate lebih kecil dari 20 µ.Teknik ini biasanya digunakan untuk zat padat yang mudah larut dalam pelarut organik dan tidak terionisasi.Teknik ini terutama sangat kuat untuk pemisahan isomer-isomer.

2. Kromatografi partisi

Teknik ini tergantung pada partisi zat padat di antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur salah satu di antaranya bertindak sebagai fasa diam dan yang lainnya sebagai fasa gerak. Pada keadaan awal dari kromatografi cair, fasa diamnya dibuat dengan cara yang sama seperti pendukung pada kromatografi gas.


(26)

Fasa diam (polar atau nonpolar) dilapisi pada suatu pendukung inert dan dipak ke dalam sebuah kolom.Kemudian fasa gerak dilewatkan melalui kolom.Bentuk kromatografi partisi ini disebut “kromatografi cair-cair”. Untuk memenuhi kebutuhan akan kolom-kolom yang dapat tahan lebih lama, telah dikembangkan pengepakan fasa diam yang berikatan secara kimia dengan pendukung inert. Bentuk kromatografi partisi ini disebut “kromatografi fase terikat”.Bentuk ini dengan cepat menjadi salah satu bentuk yang paling popular dari KCKT.Kromatografi partisi baik kromatografi cair-cair maupun kromatografi fase terikat, disebut “fase normal” bila fase diam lebih polar daripada fase gerak, dan “fase berbalik” bila fase gerak lebih polar daripada fase diam.

3. Kromatografi penukar ion

Teknik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion di antara fase gerak dan tempat-tempat berion dari pengepak.Kebanyakan mesin-mesin berasal dari kopolimer divinilbenzen stiren dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Asam sulfonat dan amin kuartener merupakan jenis resin pilihan paling baik untuk digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan.Teknik ini digunakan secara luas dalam life sciences dan dikenal untuk pemisahan asam-asam amino.Teknik ini dapat dipakai untuk keduanya kation dan anion.

4. Kromatografi eksklusi

Teknik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat.Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat kecil yang inert.Molekul-molekul kecil dapat masuk dalam jaringan dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang (stagnat mobile


(27)

phase).Molekul-molekul yang lebih besar, tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan. Kromatografi eksklusi mempunyai banyak nama, yang paling umum disebut permeasi gel dan filtrasi gel. Akan tetapi, apapun nama dari kromatografi eksklusi tersebut, namun mekanisme kerja dalam pemisahan tetap sama.

5. Kromatografi pasangan ion

Kromatografi pasangan ion sebagai penyesuaian terhadap KCKT termasuk baru, pemakaian pertama sekali pada pertengahan tahun 1970.Diterimanya kromatografi pasangan ion sebagai metode baru KCKT merupakan hasil kerja Schill, dkk.dan dari beberapa keuntungan yang unik. Kadang-kadang teknik ini disebut juga kromatografi ekstraksi, kromatografi dengan suatu cairan penukar ion dan paired ion chromatography. Setiap teknik ini mempunyai dasar yang sama. Popularitas kromatografi pasangan ion muncul terutama sekali dari keterbatasan kromatografi penukar ion dan dari sukarnya menangani sampel-sampel tertentu dengan metode-metode kromatografi cair lainnya (seperti senyawa yang sangat polar, senyawa yang terionisasi secara kompleks, dan senyawa basa kuat).Kromatografi pasangan ion dapat dilaksanakan dalam dua tipe, yaitu fase normal dan fase balik.Fase diam dari fase balik teknik ini dapat terdiri dari suatu pengepak silika yang disilanisasi (misalnya C8 atau C18 fase terikat) atau dari suatu pengepak yang diperoleh secara mekanik, fase organik yang tidak dapat bercampur dengan air seperti 1-pentanol.Fase diam yang dipakai adalah Cs atau CIS BPC Packing. Fase gerak terdiri dari suatu larutan buffer (ditambah satu kosolven organik seperti metanol atau asetonitril untuk pemisahan fase terikat)


(28)

dan suatu penambahan ion tanding, yang muatannya berlawanan dengan molekul sampel. Kekuatan solven baik dalam fase normal ataupun fase balik teknik ini dapat juga divariasi dengan merubah polaritas fase gerak.

2.3.2 Instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman, 2007).

1. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak.Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi berderajat KCKT (HPLC/High Perfomance Liquid Chromatography grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi.Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada


(29)

kolom atau tabung tersebut.Karenanya fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umun dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit.Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat


(30)

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang.Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1 %. Penyuntik ini mudah digunakan untuk otomatisasi dan digunakan untuk

autosampler pada kromatografi cair kinerja tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Kolom

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada 2 jenis kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Meskipun dalam prakteknya kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin, namun kolom mikrobor memiliki 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional yakni: a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80 % atau lebih kecil dibanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit).

b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrofotometer massa.

c. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.


(31)

5. Detektor

Detektor pada kromatografi cair kinerja tinggi dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrofotometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel,

b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil,

c. Stabil dalam pengoperasiannya,

d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi,

e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier),

f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

6. Komputer

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder, dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang


(32)

selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Komputer mempunyai keuntungan lebih karena komputer mampu mengintegrasikan data dan menyimpan kromatogram untuk evaluasi di kemudian hari (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Kromatografi cair kinerja tinggi dalam farmasi

Kromatografi cair tekanan tinggi adalah teknik yang banyak digunakan untuk mengukur kuantitas obat-obat dalam formulasi. Penentuan kadar dalam farmakope masih banyak didasarkan pada spektroskopi UV langsung, tetapi di industri, deteksi dengan spektrofotometri UV biasanya dikombinasikan dengan pemisahan pendahuluan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (Watson, 2009).

Sebagian besar penggunaan teknik ini dalam analisis farmasi adalah penentuan kuantitatif obat-obat dalam formulasi.Analisis tersebut biasanya tidak membutuhkan banyak waktu yang dihabiskan untuk mengoptimalkan fase gerak dan menyeleksi kolom dan detektor sehingga analisis campuran kompleks dapat dilakukan. Kemudahan standarnya adalah sebagian besar penerapan pengendalian mutu dapat dilakukan dengan kolom ODS dan dengan metanol:air (1:1) sebagai fase gerak (Watson, 2009).

Analisis formulasi tidak sesederhana itu tetapi dibandingkan dengan analisis obat dalam cairan biologis atau elusidasi jalur peruraian obat yang kompleks, analisis tersebut memiliki lebih sedikit kesulitan.Pengganggu potensial utama dalam analisis suatu formulasi adalah pengawet, pewarna, dan kemungkinan hasil-hasil urai obat dalam formulasi.Beberapa formulasi mengandung lebih dari satu bahan aktif dan ini menimbulkan lebih dari satu


(33)

tantangan analitis karena bahan-bahan yang berbeda dapat memiliki sifat kimia yang agak berbeda dan mengelusi pada waktu yang sangat berbeda dari kolom kromatografi cair kinerja tinggi.Dalam kasus ini, waktu analisis yang singkat kemungkinan sulit dicapai (Watson, 2009).


(34)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadarbetametason valerat pada sediaan krimsecara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dilakukan di Laboratorium Pengawasan MutuPT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang berada di Jalan Raya Tanjung Morawa Km.9 No.59 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi); batang pengaduk; beaker glass; labu tentukur 25 ml, 50 ml, 1000 ml; membran filter ukuran 0,45 µm; pipet volume ukuran 1,0 ml; timbangan analitik; ultrasonik; dan vial.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah akubidest, asam asetat glasial P, asetonitril P, betametason valerat baku pembanding, dan metanol P.

3.4 Sampel

Nama Produk : Betametason Krim 0,1 % Wadah/Kemasan : Tube ukuran 5 gram No. Batch : B30091T


(35)

No. Registrasi : GKL9912700129A1

Komposisi : Betametason-17-valerat 1mg/tiap gram krim Kadaluarsa : Februari 2016

Produksi : PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

3.5 Prosedur

3.5.1 Pembuatan fase gerak

Dimasukkan 600 ml asetonitril P dan 400 ml aquabidest ke dalam labu tentukur 1000 ml, lalu diultrasonikselama 15 menit hingga homogen.

3.5.2 Larutan baku pembanding

Ditimbang ±0,0250 g betametason valerat baku pembanding dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan metanol:asam asetat glasial (1000:1), diultrasonik selama 15 menit hingga homogen. Ditambahkan pelarut sampai garis batas lalu dikocok hingga homogen.Kemudian dipipet 1 ml ke dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan pelarut sampai garis batas lalu dikocok hingga homogen. Disaring dengan membran filter ukuran 0,45 µm ke dalam vial lalu dihampaudarakan (divacuum).

3.5.3 Larutan uji

Ditimbang ±1 g betametason krim 0,1 % dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan metanol:asam asetat glasial (1000:1), diultrasonik selama 15 menit. Ditambahkan pelarut sampai garis batas lalu dikocok hingga homogen. Disaring dengan membran filter ukuran 0,45 µm ke dalam vial lalu dihampaudarakan (divacuum).


(36)

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 3.6.1 Pengaturan kondisi sistem

Sistem diperiksa dan dicek untuk meyakinkan apakah sistem pengalir pelarut telah disambungkan dengan baik,kolom telah dipasang, tersedia cukup pelarut di dalam botol pelarut, sistem pengawasan pelarut bekerja dengan baik untuk menghilangkan gelembung udara, penyaring pelarut sudah dipasang,dan detektor yang sesuai sudah terpasang dengan benar.

3.6.2 Mengaktifkan sistem

Setelah masing-masing sistem diatur, hubungkan setiap sistem dengan sumber arus listrik. Tekan tombol power pada pompa, detektor UV-VIS ke posisi ON, dan CBM (Communication Bus Module) ke posisi ON.

3.6.3 Penentuan garis alas

Bila nilai absorbansi yang ditampilkan pada detektor UV-VIS telah menunjukkan 0,000, biarkan beberapa menit sampai diperoleh garis alas yang relatif cukup lurus yang menandakan sistem telah stabil.

3.7 Penetapan Kadar

Filtrat larutan standar diinject/disuntikkan melalui injektor KCKT dan dilakukan dengan menggunakan kolom C18 BondaPack 3,9x300 mm. Dilakukan pengulangan sampai 6 kali.Untuk filtrat larutan sampel diinject/disuntikkan melalui injektor KCKT dan dilakukan dengan menggunakan kolom C18 BondaPack 3,9x300 mm. Dilakukan sebanyak 2 kali (duplo).Semua penetapan dilakukan pada detektor UV-VIS dengan panjang gelombang maks. 240 nm,


(37)

kecepatan aliran 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl, dengan fase gerak asetonitril:aquabidest (3:2) yang disaring dengan menggunakan membran filter ukuran 0,45 µm dan dihampaudarakan (divacuum). Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari terbentuknya puncak yang direkam oleh CBM (Communication Bus

Module), yakni sejenis penghubung dengan sistem komputer yang dilengkapi

dengan pencetak kromatogram. Kromatogram larutan baku dan larutan uji dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 32 dan Lampiran 3 halaman 34.

3.8 Intrepretasi Hasil

Kadar betametason valerat pada sediaan krim dapat dihitung dengan rumus yang ditetapkan pada Laboratorium Pengawasan Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yaitu:

C=Au Asx

Bws

FwsxKws x Fu Bu x

1000

1 x 100% Keterangan:

C : Konsentrasi/kadar BV Au : Respon puncak larutan uji As : Respon puncak larutan standart Bu : Bobot uji yang ditimbang (dalam mg) Bws : Bobot standart yang ditimbang (dalam mg) Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Fws : Faktor pengenceran larutan standart Kws : Kadar baku pembanding (dalam %)


(38)

3.9 Persyaratan

Persyaratan kadar betametason valerat berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, krim betametason valerat mengandung betametason valerat, C27H37FO6,

setara dengan betametason, C22H29FO5, tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Setelah dilakukan pengujian untuk penetapan kadar betametason valerat pada sediaan krim, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Kadar betametason valerat

Data tersebut disajikan berdasarkan kromatogram yang diperoleh dari pengujian secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan hasil perhitungan untuk penetapan kadar betametason valerat pada sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Kromatogram larutan uji dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 34 dan kromatogram larutan baku dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 32. Sedangkan untuk perhitungan penetapan kadar dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 36.

BV Krim 0,1% Bobot Uji Waktu Retensi

Respon

Puncak Kadar

Kadar Rata-rata B30091T

1,000003 g 6,422 491907 101,809%

101,777% 1,000006 g 6,420 491599 101,745%


(40)

4.2 Pembahasan

Penetapan kadar secara kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah satu prosedur tetap metode yang digunakan sebagai penetapan kadar untuk produk betametason krim 0,1 % pada industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Penetapan kadar yang dilakukan berdasarkan prinsip kerja KCKT memuat hasil analisis yang menyatakan bahwa betametason valerat berkisar pada rentang waktu retensi 6-7 menit yang memuat respon puncak senyawa pada kromatogram. Respon puncak yang ditampilkan pada kromatogram yaitu 491907 dan 491599. Dengan menampilkan respon puncak pada kromatogram, maka kadar dapat ditetapkan untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat pada betametason krim 0,1 % memenuhi syarat atau tidak.

Setelah kadar dihitung, kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan kadar berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV bahwa krim betametason valerat mengandung betametason valerat, C27H37FO6 tidak kurang dari 90,0 % dan tidak

lebih dari 110,0 %. Kadar yang diperoleh dari betametason krim 0,1 % dengan nomor bets B30091T dilakukan secara duplo adalah 101,809 % dan 101,745 %. Kadar rata-rata dari betametason krim 0,1 % nomor bets B30091T adalah 101,777%.

Perbedaaan kadar dapat terjadi karna masing-masing sampel yang ditimbang tidak tepat sama yaitu ±1 gram, sehingga respon puncak menjadi beragam dan perhitungan kadar zat aktif memperoleh hasil yang berbeda pula. Selain itu, perbedaan kadar dapat terjadi apabila sampel yang digunakan tidak


(41)

tercampur homogen. Namun penggunaan sampel yang homogen dapat memberikan kromatogram yang bagus pada saat pemeriksaan.Kromatogram yang bagus adalah kromatogram yang memiliki puncak tidak bercabang/tidak tumpang tindih.

Berdasarkan kromatogram yang diperoleh, puncak tidak bercabang ataupun tumpang tindih pada kromatogram larutan uji dan kromatogram larutan standart. Sehingga kromatogram-kromatogram yang dihasilkan, dikategorikan kromatogram yang bagus dan menghasilkan perhitungan kadar dengan deviasi yang sangat kecil, yaitu 0,3 %.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penetapan kadar betametason valerat pada sediaan krim secarakromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diketahui bahwa produk yang diuji mengandung kadar betametason valerat sebesar 101,77 % dan disimpulkan memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Diharapkan untuk produksi Betametason Krim 0,1 % ke depannya, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dapat menjaga mutu hasil produksi dan meningkatkan penelitian mengenai kualitas produk terutama metode-metode penetapan kadar yang beragam.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2006).Ilmu Meracik Obat Teori & Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 71.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Hal.511-516.

De Lux Putra, E. (2004).Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang

Farmasi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Hal.2-3.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 8.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.6, 142-143, 1002, 1009.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378 - 393.

Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru. Hal.486, 491, 492.

Ganong,W.F. (1995). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 131. Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung:

Penerbit ITB. Hal.291-302.

Katzung, B.G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 10. Jakarta: EGC. Hal.659-662.

Pramudianto, A., dan Evaria. (2009). MIMS Indonesia: Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Hal. 364.

Sastrohamidjojo, H. (2005). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty. Hal. 1.

Sitompul, E. (2009). Evaluasi Mutu Krim Betametason 0,1% Produksi PT. Kimia

Farma (Persero) Tbk. Medan: Fakultas Farmasi USU. Hal. 1-5.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Hal. 74.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,

dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Gramedia. Hal.726-734.


(44)

(45)

(46)

(47)

(48)

(49)

Lampiran 4.Perhitungan Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan

Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Setiap gram krim mengandung 1 mg Betametason-17-valerat.

BETAMETASON KRIM 0,1 %

Bentuk : Krim lunak dan halus pH : 4,40 - 5,40

Warna : Putih Berat (g) : 5,00 - 5,20

Stabilitas : Baik, tetap homogen tanpa RSD : 0,00 - 3,00

pemisahan (maks. 3%)

Homogenitas : Homogen, tidak terdapat Kadar : 90,0-110,0% partikel-partikel kasar warna putih (0,9-1,1mg/g)

BAKU PEMBANDING SEKUNDER Betametason Valerat

Nomor Batch : BV/M/001/11

Kadar : 102,22 %

Tanggal Uji : 12 Pebruari 2013 Tgl. Uji Ulang : 12 Pebruari 2014 Pemasok : IPCA/ India Daluarsa : Desember 2014

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Fase gerak : Asetonitril P dan aquabidest (3:2) Kolom : C18 BondaPack 3,9x300 mm

Detektor : UV-VIS

Pjg. gelombang maks. : 240 nm Laju alir : 1,5 ml/menit

Volume : 20 µl


(50)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Tabel 2. Data hasil larutan baku

Tabel 3. Data hasil larutan uji

Rumus yang dipakai untuk penetapan kadar Betametason Valerat pada sediaan Betametason Krim 0,1% secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) berdasarkan prosedur tetap yang dipakai PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan:

C=Au Asx

Bws

FwsxKws x Fu Bu x

1000

1 x 100% Keterangan:

C : Konsentrasi/kadar BV Au : Respon puncak larutan uji As : Respon puncak larutan standart Bu : Bobot uji yang ditimbang (dalam mg) Bws : Bobot standart yang ditimbang (dalam mg) Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Larutan Baku Faktor Pengenceran Waktu Retensi (menit) Respon Puncak Respon Puncak Rata-rata Kadar (%) Kadar Rata-rata Standart 1

25/1 x 50

6,416 493806

493891

102,220

102,220 %

Standart 2 6,418 493905 102,220

Standart 3 6,421 494084 102,220

Standart 4 6,418 494008 102,220

Standart 5 6,418 493973 102,220

Standart 6 6,419 493572 102,220

Larutan Uji Bobot Uji (gram) Faktor Pengenceran Waktu Retensi (menit) Respon Puncak Sampel 1 1,000003

50

6,422 491907


(51)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Kws : Kadar baku pembanding (dalam %)

1000/1 : Konsentrasi BV 0,1 % yang diubah dalam satuan ppm

Kadar Betametason Valerat (Sampel 1) :

C=Au Asx

Bws

FwsxKws x Fu Bu x

1000

1 x 100%

=491907

493891x 25 25/1x50x

102,22 100 x

50 1000 x

1000

1 x 100%

= 0,9959 x 0,02 x 1,0222 x 0,05 x 1000 x 100%

= 101,809 %

Kadar Betametason Valerat (Sampel 2) :

C=Au Asx

Bws

FwsxKws x Fu Bu x

1000

1 x 100%

=491599

493891x 25 25/1x50x

102,22 100 x

50 1000 x

1000

1 x 100%

= 0,9953 x 0,02 x 1,0222 x 0,05 x 1000 x 100%

= 101,745 %

Kadar Rata-Rata Betametason Valerat :

C=Kadar Sampel 1 + Kadar Sampel 2

2

=101,809 % + 101,745

2


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 4.Perhitungan Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Setiap gram krim mengandung 1 mg Betametason-17-valerat.

BETAMETASON KRIM 0,1 %

Bentuk : Krim lunak dan halus pH : 4,40 - 5,40 Warna : Putih Berat (g) : 5,00 - 5,20 Stabilitas : Baik, tetap homogen tanpa RSD : 0,00 - 3,00

pemisahan (maks. 3%)

Homogenitas : Homogen, tidak terdapat Kadar : 90,0-110,0% partikel-partikel kasar warna putih (0,9-1,1mg/g)

BAKU PEMBANDING SEKUNDER Betametason Valerat

Nomor Batch : BV/M/001/11 Kadar : 102,22 %

Tanggal Uji : 12 Pebruari 2013 Tgl. Uji Ulang : 12 Pebruari 2014 Pemasok : IPCA/ India Daluarsa : Desember 2014

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) Fase gerak : Asetonitril P dan aquabidest (3:2)

Kolom : C18 BondaPack 3,9x300 mm Detektor : UV-VIS

Pjg. gelombang maks. : 240 nm Laju alir : 1,5 ml/menit Volume : 20 µl


(5)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Tabel 2. Data hasil larutan baku

Tabel 3. Data hasil larutan uji

Rumus yang dipakai untuk penetapan kadar Betametason Valerat pada sediaan Betametason Krim 0,1% secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) berdasarkan prosedur tetap yang dipakai PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan:

C=Au Asx

Bws

FwsxKws x Fu Bu x

1000

1 x 100%

Keterangan:

C : Konsentrasi/kadar BV Au : Respon puncak larutan uji As : Respon puncak larutan standart Bu : Bobot uji yang ditimbang (dalam mg) Bws : Bobot standart yang ditimbang (dalam mg) Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Fws : Faktor pengenceran larutan standart Larutan Baku Faktor Pengenceran Waktu Retensi (menit) Respon Puncak Respon Puncak Rata-rata Kadar (%) Kadar Rata-rata Standart 1

25/1 x 50

6,416 493806

493891

102,220

102,220 %

Standart 2 6,418 493905 102,220

Standart 3 6,421 494084 102,220

Standart 4 6,418 494008 102,220

Standart 5 6,418 493973 102,220

Standart 6 6,419 493572 102,220

Larutan Uji Bobot Uji (gram) Faktor Pengenceran Waktu Retensi (menit) Respon Puncak

Sampel 1 1,000003

50

6,422 491907


(6)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Kws : Kadar baku pembanding (dalam %)

1000/1 : Konsentrasi BV 0,1 % yang diubah dalam satuan ppm Kadar Betametason Valerat (Sampel 1) :

C=Au Asx

Bws

FwsxKws x Fu Bu x

1000

1 x 100%

=491907

493891x 25 25/1x50x

102,22 100 x

50 1000 x

1000

1 x 100%

= 0,9959 x 0,02 x 1,0222 x 0,05 x 1000 x 100%

= 101,809 %

Kadar Betametason Valerat (Sampel 2) : C=Au

Asx Bws

FwsxKws x Fu Bu x

1000

1 x 100%

=491599

493891x 25 25/1x50x

102,22 100 x

50 1000 x

1000

1 x 100%

= 0,9953 x 0,02 x 1,0222 x 0,05 x 1000 x 100%

= 101,745 %

Kadar Rata-Rata Betametason Valerat : C=Kadar Sampel 1 + Kadar Sampel 2

2

=101,809 % + 101,745

2