TINJAUAN PUSTAKA Patogen Fusarium oxysporum f. sp. cubens Biologi patogen

  TINJAUAN PUSTAKA Patogen Fusarium oxysporum f. sp. cubens Biologi patogen

  Jamur penyebab layu Fusariumini menurut Semangun (1996) termasuk dalam forma-ordo Moniliales, dengan klasifikasinya sebagai berikut: Kingdom : Mycetaceae Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Deuteromycotyna Kelas : Deutromycetes Subkelas : Hyphomycetidae Familia : Moniales Genus : Fusarium

  Morfologi dari Foc yaitu memiliki struktur yang terdiri dari mikronidium dan makronidium. Permukaan koloni patogen berwarna ungu, bergerigi, permukaan kasar berserabut dan bergelombang. Di alam, jamur ini membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan. Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi (Semangun, 1996). Koloni fusarium biasanya berwarna merah muda sampai biru violet dengan bagian tengah koloni berwarna lebih gelap dibandingkan dengan bagian pinggir. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni menjadi seperti wol atau kapas (Fisher and Cook, 1998).

  Gambar 1.Gambar mikroskopis F. oxysporum f.sp.cubens Sumber: Ploetz (1994) F oc merupakan patogen tular tanah (soilborne) yang bersifat penghuni

  tanah (soil inhabitant) dan memiliki ras fisiologi yang berbeda. Patogen ini dapat menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik sehingga strategi pengendalian yang efektif hingga kini belum ditemukan. Sebagai penghuni tanah, patogen Foc dapat bertahan dalam berbagai tanah untuk puluhan tahun walaupun tanpa tanaman inang.

  Cendawan membentuk konidium pada suatu badan yang disebut sporodokium yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit pada tangkai yang telah tua. Konidiofor bercabang dan rata-rata mempunyai panjang 70

  μm, cabang-cabang samping biasanya bersel satu, panjang sampai 14 μm, konidium terbentuk pada ujung cabang utama dan pada cabang samping. Mikrokonidium bersel satu atau dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2,5-3 μm. Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel 4, berukuran 22-36 x 4-5

  μm. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran

  7-13 x 7-8 μm, terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium, seringkali berpasangan (Semangun, 1994). Konidianya biasanya mempunyai 3-5 septa dan sel apikal yang tipis serta sel dasarnya yang berbentuk kaki. Klamidosporanya dapat berbentuk tunggal atau berpasangan (Ploetz, 1994).

  Siklus penyakit

  Penyakit ini terutama menular karena perakaran tanaman sehat berhubungan dengan spora yang dilepaskan oleh tanaman sakit di dekatnya (Semangun, 1994). Spora Foc dalam tanah berkecambah dan tumbuh menuju akar sekitar tanaman pisang. Infeksi terjadi pada akar sekunder yang lebih halus dan akhirnya menjadi lebih besar dan menginfeksi akar primer melalui pembuluh xilem sebelum ke rimpang. Akar utama dan rimpang tidak tampak jelas terinfeksi langsung oleh patogen. Jaringan xilem terdiri dari serangkaian pembuluh individu dengan ujung berlubang yang mengalirkan getah. Gerakan spora dengan aliran getah yang tersumbat sementara akan tersangkut di akhir dinding. Spora kemudian berkecambah dan hifa tumbuh melalui perforasi kedalam pembuluh selanjutnya. Tanaman ini sering mampu untuk mencegah terjadinya infeksi gerakan yang memasuki rimpang dengan cara memproduksi gel atau tiloses (mekanisme resistensi) untuk menutupinfeksi. Namun beberapa infeksi dapat terjadi selama tanaman hidup dan akan mengarah pada invasi lengkap. Virulensi pada pada pisang Cavendish ras 4 pada daerah tropis menunjukkan bahwa mekanisme resistensi yang digunakan terhadap jenis pisang ini tidak seefektif pada tanaman pisang ras 4 di daerah subtropis. Penyakit ini pada umumnya menyebabkan kerugian yang sangat serius pada perkebunan yang tanamannya berada dibawah kondisi stress (Daly et al., 2006).

  Gejala serangan

  Secara eksternal, tanda-tanda yang jelas terlihat pada sebagian besar varietas yaitu layu dan berwarna kuning terang pada daun yang lebih rendah dan yang paling menonjol di sekitar tepi yang akhirnya berubah warna kuning cerah dengan bagian tepi daun mati. Selanjutnya seluruh daun menjadi kuning dan mati.

  Secara internal, gejala pertama terlihat jelas dalam xilem yaitu pembuluh dari akar dan rimpang. Pembuluh ini berubah warna coklat kemerahan hingga merah marun yang menandakan bahwa jamur tumbuh melalui jaringan. Kadang-kadang, perubahan warna yang pertama muncul warna kuning pada tanaman yang menunjukkan tahap awal infeksi (Daly et al., 2006).

  Gejala yang tampak pada tanaman sakit berupa tepi daun-daun bawah berwarna kuning tua kemudian menjadi coklat dan mengering. Rata-rata lapisan luar batang palsu terbelah dari permukaan tanah. Pada bagian dalam, apabila dibelah terlihat garis-garis coklat atau hitam menuju ke semua arah, dari batang (bonggol) ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Berkas pembuluh akar tidak berubah warnanya, namun sering akar tanaman sakit berwarna hitam dan membusuk (akan tampak pada tanaman yang berumur 5-10bulan) (Semangun, 1996).

  Gambar 2.Gejala Serangan F. oxysporum f.sp. cubens Sumber: Litbang Deptan (2013)

  Layu Fusarium adalah penyakit vaskular khas yang menyebabkan terganggunya translokasi air, gejala pada daun terjadi secara sistemik dan menyebabkan robohnya tanaman. Gejala internal ditandai dengan perubahan warna coklat kemerahan dari jaringan pembuluh darah. Gejala eksternal ditandai dengan menguningnya daun margin daun yang lebih tua, runtuhnya daun pada tangkai daun dan pemisahan basis semu. Hasil perkembangan penyakit ini selanjutnya menebabkan runtuhnya mahkota dan semu, dan akhirnya tanaman mati (Bentley et al., 2006).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit

  Pada penyebab penyakit yang menular, penyakit dapat berkembang biak pada suatu pohon. Penyebab penyakit ini dapat berkembang dan menyebar secara aktif dari satu pohon ke pohon yang lain melalui tanah, pertautan akar, pertautan daun, atau menyebar secara pasif dari satu tanaman ke tanaman lain karena terbawa oleh angin atau aliran pada permukaan tanah, selokan atau sungai. Beberapa jenis patogen dapat terbawa oleh serangga, nematoda atau burung (Yunasfi, 2002).

  Faktor lingkungan dapat dipisahkan antara yang biotik (hidup) dan yang abiotik (mati). Sebagai contoh untuk biotik adalah jasad-jasad renik yang ada di sekitar patogen. Pengaruh faktor lingkungan biotik yang jelas adalah pada patogen yang bertahan hidup dan berkembang di dalam tanah, yang biasanya menyerang akar. Jasad yang berkembang di sekitar patogen adalah yang secara langsung berpengaruh terhadap daya tahan hidup patogen dengan bertindak sebagai parasit, vektor, saingan dalam memperoleh makanan atau dengan melalui antibiosis. Unsur-unsur biotik yang lain dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap patogen. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara jasad renik di sekitar patogen. Interaksi dapat mengakibatkan berkembangnya atau turunnya populasi jasad renik yang menguntungkan atau merugikan patogen. Dengan demikian maka unsur-unsur biotik lingkungan dapat berpengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap perkembangan penyakit pada tanaman (Yunasfi, 2002).

  Penyakit ini merupakan patogen tular tanah dan masuk ke jaringan tubuh tanaman melalui akar. Ini merupakan penyakit yang serius pada tanah-tanah yang memiliki drainase yang buruk dan selalu ditanami pisang dari tahun ke tahun. Penyakit ini menyebar cepat di tanah alluvial masam. Temperatur tanah yang hangat dan drainase yang buruk akan mempercepat penyebaran penyakit ini (Bal, 2001).

  Pengendalian

  Beberapa penelitian dalam pengendalian penyakit layu pada tanaman pisang sudah dirintis dengan beberapa cara antara lain ; 1). Program pengendalian terpadu berupa kultur teknis dan pengendalian kimiawi. 2). Pemindahan sifat ketahanan terhadap penyakit dari pisang liar kepada pisang budidaya melalui persilangan antar jenis, 3). Pembentukan mutan yang tahan tehadap penyakit melalui induksi mutan dengan iradiasi, 4).Rekayasa genetik, 5). Mencegah penularan penyakit dengan cara pembungkusan buah sehingga terlindungi dari serangga pengunjung bunga dan sterilisasi alat-alat pertanian yang akan digunakan dengan larutan desinfektan, 6). Penggunaan bibit pisang yang sehat dan bebas penyakit seperti bibit hasil kultur jaringan, 7). Penggunaan agen hayati (Habazar dan Rivai, 2002).

  Jamur Endofit

  Jamur endofit adalah jamur yang berasal dari tanaman yang tanpa gejala pada daun dan batang tanaman sehat dan berada dalam sistem jaringan tanaman sehat. Jamur ini dapat memproduksi toksin, mikotoksin, serta antibiotik. Beberapa spesies rumput dapat memproduksi alkaloid dari jamur endofit (Carrol, 1988: Clay, 1988).

  Endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman sehat yang bersifat netral atau menguntungkan. Hampir setiap tanaman tingkat tinggi memiliki beberapa mikroorganisme endofit yang mampu menghasilkan senyawa bioogi atau metabolit sekunder. Bahan aktif yang dihasilkan mikroorganisme endofit ini diperkirakan memiliki kemampuan yang sama dengan bahan aktif yang dihasilkan oleh tanaman induknya. Telah banyak dilakukan penelitian yang dilakukan untuk mengisolasi mikroorganisme endofit pada beberapa tanaman, misalnya pada tanaman obat dan tanaman budidaya seperti padi (Ziniel et al., 2002 dalam Lingga, 2010).

  Trichoderma sp. mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan

  sebagai agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma sp. sebagai cendawan antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini berasal dari tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsur hara tanaman serta dalam pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan (Ismail dan Tenrirawe, 2012).

  Beberapa jamur fitopatogen penting yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma antara lain Rhizoctonia solani, Fusarium sp., Lentinus Lepidus,

  

Phytium sp., Botrytis cinerea, Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus

lignosus dan Sclerotium rolfsii yang menyerang tanaman hortikultura, tanaman

  pangan, dan tanaman hias (Wijaja, 2002).

  Jamur Saprofit

  Sebagai organisme saprofit fungi hidup dari benda-benda atau bahan- bahan organik mati. Saprofit menghancurkan sisa-sisa bahan tumbuhan dan hewan yang kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana. Fungi saprofit juga penting dalam industri fermentasi salah satunya adalah penghasil antibiotik.

  

Trichoderma sp. merupakan jenis antagonis yang paling banyak mendapat

  perhatian karena mudahnya dijumpai di semua tempat. Antagonis ini merupakan antagonis tanah yang paling berhasil di dalam mengendalikan banyak penyakit (Soesanto, 2008).

  Pengendalian hayati dengan menggunakan agens hayati yang terseleksi sangatlah diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dan mengatasi dampak negatif dari pemakaian pestisida sintetik yang selama ini masih dipakai untuk pengendalian penyakit tanaman di Indonesia (Purwantisari dan Hastuti, 2009).