Penggunaan Daun Katuk sebagai Pakan Supl

Penggunaan Daun Katuk sebagai Pakan Suplemen pada Ternak
Urip santoso
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan Raya W. R. Supratman, Bengkulu

PENDAHULUAN
Perubahan pola makan manusia modern ternyata mengakibatkan berbagai penyakit
yang dahulunya kurang dominan sebagai penyebab kematian, sekarang menduduki peringkat
atas. Semakin hari semakin banyak manusia yang terkena kanker, stroke, penyakit
penyempitan pembuluh darah, penyakit jantung, kencing manis, dan berbagai penyakit
degeneratif lainnya, sebagai akibat mengkonsumsi zat gizi secara tidak seimbang.
Hal ini mendorong masyarakat untuk kembali ke alam. Diyakini bahwa sesuatu yang
alami baik pada pola pangan, ataupun penggunaan bahan alami sebagai obat mempunyai efek
samping yang lebih rendah. Efek samping yang lebih rendah akan memperpanjang umur
fisiologis sel. Di Eropa dan Amerika Serikat misalnya, penggunaan tumbuhan obat sebagai
alternatif obat kimia telah banyak diteliti dan diproduksi, baik bagi manusia maupun bagi
ternak.
Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, mempunyai potensi yang
sangat besar untuk menyediakan obat alami, mengingat banyak tumbuhan obat yang tumbuh
dengan baik. Sejak jaman dulu bangsa Indonesia telah mengenal tumbuhan obat dan
memanfaatkannya untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Pemanfaatan tumbuhan

obat tersebut diperoleh berdasarkan empirik dan pengalaman yang diturunkan dari nenek
moyang kita. Pengobatan dengan bahan asal tumbuhan disebut fitoterapi yang dalam
penerapannya pada waktu ini dikenal dalam bentuk jamu dan fitofarma.
Sampai dengan pertengahan abad XX fitoterapi memegang peranan penting untuk
upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit. Setelah mengalami masa surut akibat desakan
bahan aktif hasil sintesis kimia, pada 20 tahun terakhir ini bahan obat asal tumbuh-tumbuhan
semakin mendapat perhatian kembali, baik sebagai obat tradisional jamu, fitofarma maupun

sumber senyawa murni. Kecenderungan ini banyak didorong oleh berbagai kejadian buruk
akibat obat yang berasal dari senyawa kimia hasil sintesis dan juga tidak lepas dari kemajuan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terkait, seperti botani, kimia, farmasi dan farmakologi yang
memungkinkan konsep metode berdasar dan lebih pasti atas khasiat sediaannya. Oleh karena
itu, khasiatnya tidak usah diragukan lagi.
Sediaan asal tumbuhan yang sudah jelas khasiat, keamanan dan stabilitasnya disebut
fitofarmaka. Jadi, industri fitofarmaka adalah industri farmasi yang bersumber pada tumbuhtumbuhan dan merupakan produk IPTEK tumbuhan obat. Pengembangan industri fitofarmaka
akan mendorong usaha pelestarian tumbuhan obat dan industri budidaya tanaman obat,
simplisia, sediaan galenik, fraksi atau kelompok senyawa bioaktif yang mempunyai mutu
standar dan lebih jauh ke arah kemoterapi. Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi besar
namun belum banyak dilirik dan dikembangkan sebagai komoditas unggulan adalah katuk
(Sauropus androgynus).

Komposisi Gizi Daun Katuk
Daun katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk β-carotene, vitamin C,
minyak sayur, protein dan mineral lainnya. Dalam 100 gram daun katuk mengandung 72
kalori, 70 gram air, 4,8 gram protein, 2 gram lemak, 11 gram karbohidrat, 2,2 gram mineral,
24 mg kalsium, 83 mg fosfor, 2,7 mg besi, 31,11 µg vitamin D, 0,10 mg vitamin B6 dan 200
mg vitamin C.
Depkes melaporkan bahwa pada daun katuk segar mengandung energi 59 kalori, protein 6,4
gram, lemak 1,6 gram, karbohidrat 9,9 gram, serat 1,5 gram, abu 1,7 gram, kalsium 233 mg,
fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, β-carotene 10020 µg, vitamin C 164 mg dan air 81 gram. Pada
daun rebus kalori 53 kalori, protein 5,3 gram, lemak 0,9 gram, serat 1,2 gram, karbohidrat 9,1
gram, abu 1,4 gram, kalsium 185 mg, fosfor 102 mg, besi 3,1 mg, β-carotene 9000 µg,
vitamin C 66 mg, dan air 83,3 gram.
Daun katuk tua terkandung air 10,8%, lemak 20,8%, protein kasar, 15.0%, serat kasar
31,2%, abu 12,7%, dan BETN 10.2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tepung
daun katuk mengandung air 12%, abu 8,91%, lemak 26,32%, protein 23,13%, karbohidrat
29,64%, β-carotene (mg/100 g) 165,05 dan energi (kal) 134,10.

Selain zat-zat gizi tersebut di atas, daun katuk juga mengandung senyawa metabolik
sekunder yaitu monomrthyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol asetat (ester), asam
benzoat dan asam fenil malonat (asam karboksilat), 2-pyrolodinon dan methyl pyroglutamate

(alkaloid), saponin, flavonoid dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut sangat penting dalam
metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh.
Dari uraian tersebut, maka daun katuk sangat baik untuk dikonsumsi sebagai sayuran.
Daun Katuk sebagai Antikuman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun katuk juga mempunyai sifat antikuman dan
antiprotozoa. Daun dan akar katuk sering digunakan sebagai obat luar untuk mengobati
borok, bisul, koreng, demam, darah kotor dan frambusia. Zat yang berfungsi sebagai
antikuman pada daun katuk diduga adalah tanin dan flavonoid. Tanin bersifat toksis terhadap
fungi berfilamen, bakteri maupun ragi. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, yaitu
berdasarkan sifat astrigensinya dapat menghambat enzim tertentu; berdasarkan aksi terhadap
membran; dan berdasarkan pembentukan kompleks tanin dengan ion logam. Selain itu, dalam
daun katuk juga terdapat senyawa alkaloid yang juga bersifat antiprotozoa dan antikuman.
Ekstrak metanol, ekstrak eter dan ekstrak n-butanol daun katuk mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhosa.
Daun katuk diekstrak dengan air panas mampu menurunkan jumlah Salmonella sp.,
Escherichia coli dan Streptococcus sp, tetapi tidak menurunkan jumlah Bacillus subtilis dan
Lactobacillus sp. pada kotoran ayam broiler. Bahkan pada level pemberian 1,5 g/l air ekstrak
tersebut mampu meningkatkan jumlah Lactobacillus sp dan Bacillus subtilis. Lactobacillus sp
merupakan salah satu mikrobia efektif, yang mempunyai peranan penting dalam kesehatan
baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan.

Kotoran ternak yang banyak mengandung Lactobacillus sp. ini merupakan bahan
pupuk organik yang sangat baik serta dapat memperbaiki struktur tanah. Mereka juga dapat
memperbaiki produktivitas tanaman. Selain itu, mereka mempunyai peranan penting dalam
menurunkan logam berat pada suatu bahan.
Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum juga menurunkan jumlah
Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. Penurunan Salmonella sp. baik pada
daging dan kotoran merupakan indikasi bahwa tingkat kontaminasi produk ternak dapat
ditekan dengan pemberian ekstrak daun katuk. Dengan demikian, kemungkinan konsumen

terkena penyakit akibat mengkonsumsi daging menjadi berkurang. Pemberian ekstrak daun
katuk pada ayam petelur juga mampu menekan jumlah Salmonella sp., Staphylococcus sp.,
Escherichia coli pada kotoran ayam petelur.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa daun katuk dapat
dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti
Salmonella sp dan Escherichia coli baik pada manusia maupun pada hewan seperti penyakit
mencret, obat bisul, borok, dan kemungkinan obat tipus. Ini merupakan tantangan bagi para
peneliti dibidang farmasi dan kedokteran untuk mengembangkan obat untuk penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri tersebut di atas.
Hasil penelitian juga membuktikan ekstrak daun katuk mampu menekan jumlah
Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. Ekstrak daun katuk juga terbukti

mampu menekan jumlah Salmonella sp dan Staphylococcus sp pada kerabang telur.
Katuk Pelancar ASI
Dari pengalaman empirik, daun katuk memiliki khasiat memperlancar produksi susu
baik pada manusia maupun pada hewan. Pada ibu-ibu yang mengalami gangguan
pengeluaran air susu, maka biasanya mereka memakan antara lain daun katuk ini. Injeksikan
ekstrak daun katuk kepada kelinci terbukti meningkatkan produksi air susu. Injeksi ekstrak
daun katuk juga mampu meningkatkan produksi air susu sebesar 20% pada kambing perah.
Injeksi ekstrak ini tidak mengubah kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak air
susu kambing. Pada aktivitas metabolisme glukosa terjadi peningkatan sebesar lebih dari 50%
yang berarti kelenjar ambing bekerja lebih ekstra untuk mensintesis air susu.
Oleh karena daun katuk kaya akan β-carotene, maka konsumsi daun katuk dalam jumlah
tertentu diduga akan meningkatkan kadar vitamin A dalam susu. Selain itu dapat memperkaya
kadar vitamin C dan mineral terutama zat besi.
Penggunaan daun katuk dalam jamu berbungkus juga telah dilakukan oleh pengusaha
jamu, meskipun masih belum banyak. Jamu tersebut mempunyai fungsi untuk memperlancar
air susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daun katuk oleh ibu-ibu menyusui
akan meningkatkan waktu menyusui bayi perempuan. Sedangkan pada bayi laki-laki tampak
hanya kecenderungan peningkatan frekuensi dan lama menyusui jika mengkonsumsi daun
katuk. Hal ini menunjukkan bahwa memang mengkonsumsi daun katuk dapat meningkatkan
produksi air susu ibu.


Kemampuan menyuburkan air susu berhubungan dengan peranannya dalam refleks
prolaktin, yaitu refleks yang merangsang alveoli untuk memproduksi susu. Refleks ini
dihasilkan dari reaksi antara prolaktin dengan hormon adrenal steroid dan tiroksin. Daun
katuk mengandung polifenol dan steroid yang berperan dalam refleks prolaktin.
Daun Katuk sebagai Antilemak
Pemberian tepung daun sebanyak 30 g/kg ransum memberikan akumulasi lemak yang
terendah. Turunnya akumulasi lemak oleh katuk diduga disebabkan oleh zat aktif yang ada
dalam daun katuk. Daun katuk mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Telah diketahui
bahwa ketiga zat tersebut mempunyai khasiat untuk menurunkan akumulasi lemak.
Penelitian dilanjutkan dengan pemberian ekstrak daun katuk ke dalam air minum, dan
ditemukan bahwa pemberian ekstrak daun katuk menurunkan akumulasi lemak perut, hati
dan lemak karkas. Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 4,5 g/l air memberikan akumulasi
lemak yang paling rendah. Penelitian tersebut diperkuat dengan pemberian ekstrak daun
katuk ke dalam ransum broiler sebesar 18 g/kg ransum mampu menurunkan akumulasi lemak
pada perut.
Penelitian kemudian dilanjutkan untuk mengevaluasi pengaruh lama pemberian
ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak. Diperoleh hasil bahwa pada broiler pemberian
ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 28 hari memberikan akumulasi lemak
yang paling rendah. Sementara Gusmawati (2000) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak

daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu sangat efektif untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan keuntungan peternak.
Pemberian ekstrak daun katuk pada ayam petelur menurunkan kandungan kolesterol,
trigliserida, dan LDL-kolesterol (kolesterol jahat) tetapi menaikkan HDL-kolesterol
(kolesterol baik) dalam serum. Selain itu juga ekstrak daun katuk menurunkan kadar
kolesterol telur sebesar 40%. Ekstrak etanol dari daun katuk selain mampu menurunkan
kolesterol telur juga mampu menurunkan kadar trigliserida pada telur.
Peningkatan Performans Ayam Pedaging
Pemberian tepung daun katuk ternyata mampu meningkatkan performans broilers.
Pemberian tepung daun katuk cenderung menurunkan berat badan, mennurunkan konsumsi
pakan dan memperbaiki konversi pakan. Pemberian tepung daun katuk menurunkan
konsumsi pakan. Seperti yang diketahui bahwa daun katuk mengandung alkaloid tertentu.

Alkaloid tersebut jika dikonsumsi akan dioksidasi dalam hati, yang kemudian menghasilkan
metabolit seperti “dehydrosparteine”. Pengaruh metabolik alkaloid dan metabolitnya adalah
terutama menghambat neural. Hal ini menyebabkan antipalatabilitas yang berarti menurunkan
konsumsi pakan. Pengaruh antipalatabilitas saponin juga disebabkan oleh pengaruh
penghambatan neurologik.
Selain itu, pemberian tepung daun katuk cenderung menurunkan pertumbuhan broiler.
Daun katuk mengandung tanin dan saponin. Secara umum, tanin menyebabkan gangguan

pada proses pencernaan dalam saluran pencernaan sehingga menurunkan pertumbuhan.
Selain itu, saponin meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus halus, yang berakibat
penghambatan transport nutrisi aktif dan menyebabkan pengambilan/penyerapan zat-zat gizi
dalam saluran pencernaan menjadi terganggu. Unggas lebih sensitif terhadap saponin
daripada ternak monogastrik lainnya. Hal ini menyebabkan turunnya pertambahan berat
badan.
Untuk mengurangi pengaruh tanin dan saponin, maka kemudian dilakukan ekstraksi
dengan air panas. Air panas yang mengurangi kandungan saponin dan tanin dalam suatu
bahan pakan. Ternyata pemberian ekstrak daun katuk cenderung meningkatkan pertambahan
berat badan dan menurunkan konversi pakan. Penurunan konversi pakan dan peningkatan
pertambahan berat badan dapat dijelaskan oleh karena diduga kandungan tanin dan saponin
dalam ekstrak menurun dikarenakan proses perebusan dalam air panas. Namun demikian,
pada level pemberian tertentu konsumsi pakan masih cenderung turun.
Pada penelitian selanjutnya ekstrak daun katuk ditambahkan ke dalam pakan
komersial sebanyak 0 g, 9 g, 13,5 g, atau 18 g/kg pakan. Pemberian ekstrak daun katuk yang
disuplementasi ke dalam pakan broiler sebesar 18 g/kg pakan memberikan pertambahan berat
badan tertinggi dengan konversi pakan terendah. Namun, pemberian ekstrak tersebut
menurunkan konsumsi pakan jika dibandingkan dengan kontrol. Belum diketahui sebabnya
mengapa pada tingkat pemberian 13,5 g/kg pakan menghasilkan performans yang jelek.
Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu dari umur 28-42 hari

cenderung meningkatkan pertambahan berat badan broiler dan menurunkan konversi pakan
atau meningkatkan efisiensi penggunaan pakan serta memberikan keuntungan yang lebih
besar sebanyak RP 278,-/ekor.

Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu tidak
memperbaiki kualitas karkas pada broiler. Perbaikan kualitas karkas baru terjadi jika
pemberian ekstrak daun katuk selama 1 bulan. Perbaikan kualitas karkas ditandai dengan
kecenderungan menurunnya persentase susut masak, meningkatnya lingkar drumstick,
menurunnya bau amis karkas, dan menurunnya lemak perut.
Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa pemberian tepung daun katuk dan
ekstraknya pada tingkat pemberian tertentu dapat memperbaiki performans broiler dengan
cara meningkatkan pertambahan berat badan dan menurunkan konversi pakan. Satu hal yang
menjadi tanda tanya adalah mekanisme turunnya konsumsi pakan oleh ekstak daun katuk
tersebut. Ada beberapa asumsi yang dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, perebusan daun
katuk dalam suhu 90¬oC selama 20 menit belum mampu sepenuhnya menghilangkan tanin
dan saponin dalam ekstrak, sehingga hal ini menjadi salah satu sebab turunnya konsumsi
pakan. Kedua, adalah bahwa dalam daun katuk tersebut masih terdapat zat-zat antinutrisi
yang menyebabkan turunnya konsumsi pakan yang tidak rusak hanya oleh perebusan. Ketiga,
adalah kombinasi dari kedua asumsi tersebut di atas. Oleh sebab itu, meningkatnya efisiensi
penggunaan pakan oleh ekstrak daun katuk mungkin lebih disebabkan oleh faktor lain

daripada turunnya level level zat antinutrisi dalam katuk. Penurunan efisiensi pakan mungkin
lebih disebabkan oleh membaiknya keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan
dimana dengan pemberian ekstrak katuk menekan pertumbuhan dimikrobi pathogen seperti
Salmonella sp., Escherichia coli tanpa menekan dan bahan meningkatkan pertumbuhan
mikrobia efektif seperti Lactobacillus sp dalam saluran pencernaan. Dengan semakin baiknya
keadaan flora-fauna dalam saluran pencernaan itu, pemecahan, asimilasi dan penyerapan zatzat gizi menjadi lebih baik.
Peningkatan Kualitas Karkas Ayam Pedaging
Warna daging cenderung menurun pada daging yang diberikan ekstrak katuk yang
semakin meningkat. Penurunan warna daging diduga disebabkan oleh menurunnya
konsentrasi oksimyoglobin. Telah diketahui bahwa daun katuk banyak mengandung tanin.
Tanin dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk membentuk oksimioglobin. Dengan
demikian ketersediaan zat besi bagi pembentukannya menjadi menurun. Sebagai akibatnya,
warna daging menurun. Meskipun selama pembuatan ekstrak kemungkinan banyak zat tanin
yang rusak, namun kemungkinan besar zat tannin yang terkandung di dalam ekstrak masih

cukup besar. Untuk mengurangi pengaruh zat tannin, maka diperlukan perbaikan metode
ekstraksi daun katuk, agar diperoleh ekstrak yang bebas tanin.
Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu meningkatkan warna kuning pada kaki
dan kulit karkas broiler. Hal ini sangat wajar karena ekstrak daun katuk ini kaya akan βcarotene. Angka yang semakin tinggi pada nilai bau menunjukkan bahwa bau amis dan bau
daging lainnya semakin menurun. Pemberian ekstrak katuk ternyata mampu menurunkan bau

amis daging. Bau daging dipengaruhi oleh perubahan ATP menjadi hipoksantin setelah ternak
dipotong. Semakin tinggi ATP yang diubah menjadi hiposaknin semakin tinggi pula bau
daging. Bau amis daging disebabkan oleh berbagai zat kimia, antara lain adalah oleh asam
lemak-asam lemak tertentu.
Pemberian ekstrak katuk ternyata mampu meningkatkan rasa daging. Peningkatan
rasa daging dipengaruhi oleh beberapa zat kimia. Pada daging ayam, inosinin monofosfat
(IMP), K+ dan asam glutamat sangat berperan dalam penentuan rasa daging ayam. Perubahan
ATP menjadi IMP sangat menentukan rasa daging. Ekstrak daun katuk kaya akan mineral
kalium dan metilpiroglutamat yang dalam tubuh dapat diubah menjadi asam glutamat.
Kalium dan asam glutamat merupakan senyawa utama penyebab rasa enak pada daging
broiler.
Selain itu, ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan susut masak daging ayam.
Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas daging yang lebih baik, karena
kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Semakin rendahnya susut masak
oleh ekstrak daun katuk mungkin disebabkan oleh meningkatnya protein daging. Semakin
meningkatnya protein daging maka kemampuannya untuk mengikat air akan meningkat
sehingga cairan yang keluar selama pemasakan akan terhambat. Peningkatan protein daging
oleh pemberian ekstrak daun katuk sangat mungkin karena ekstrak tersebut kaya akan
protein.
Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan cacat pada paha dan dada.
Cacat dada dan paha yang tinggi dapat menurunkan mutu karkas yang berarti harganya pun
akan lebih rendah. Namun dalam hal ini juga menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk mampu
meningkatkan kualitas daging ayam. Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan
persentase berat punggung pada broiler. Hal ini sangat menguntungkan bagi produsen
pemroses ayam broiler, karena harga punggung broiler relatif rendah.

Penurunan Produksi Amonia
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk mampu
menurunkan bau kandang/kotoran broiler yang disebabkan oleh gas amonia dan gas lainnya.
Berdasarkan hasil tersebut, maka diduga bahwa produksi gas amonia pada broiler menurun.
Kemungkinan penurunan gas amonia tersebut didukung oleh data bahwa pemberian ekstrak
daun katuk mampu meningkatkan Lactobacillus dan Bacillus subtilis dalam kotoran ternak.
Bacillus subtilis telah terbukti mampu menurunkan kadar gas amonia pada kandang unggas.
Lactobacillus juga diduga mampu menghambat pertumbuhan mikrobia pemecah asam urat
dan urea sehingga pembentukan gas ammonia menjadi terhambat.
Peningkatan Produksi Susu Pada Ternak
Hasil uji coba pendahuluan pada kelinci diperoleh hasil bahwa daun katuk
mengandung zat aktif yang bekerja pada mioepithelium kelenjar ambing (oxytosin-like
substance). Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut di atas maka dilakukan penelitian
pada kambing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian larutan ekstrak daun katuk
20% melalui abomasums pada kambing laktasi mampu meningkatkan produksi susu sebesar
20% jika dibandingkan dengan kambing laktasi tanpa ekstrak daun katuk. Hasil lainnya
adalah bahwa susu dengan ekstrak ini tidak mengubah komposisi susu terutama kadar lemak,
protein dan tanpa kering lemak. Pada aktifitas metabolisme glukosa terjadi peningkatan
sebesar lebih dari 50%, yang berarti kelenjar ambing bekerja lebih ekstra untuk mensintesa
susu.
Hasil riset terakhir yang dilakukan Agik Suprayogi menunjukkan bahwa daun katuk
ternyata dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi air susu kambing laktasi hingga
7,75%. Cara pemberian yang terbaik adalah dengan pemberian secara oral, dan daun
katuknya berbetuk kering giling (powder) sebanyak 7,44 g/hari. Peningkatan ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan pemberian ekstrak daun katuk dosis 1,89 g/hari, yang
peningkatannya hanya 0.89%. peningkatan produksi air susu ini terjadi karena senyawa aktif
daun katuk mampu meningkatkan populasi sel-sel sekretorik di kelenjar ambing yang
dibarengi dengan peningkatan aktifitas sistesis sel-sel sekretorik tersebut. Disamping itu,
pada saat yang sama senyawa aktif daun katuk juga mampu meningkatkan ketersediaan
nutrisi dalam darah yang menuju ke kelenjar ambing.
Penggunaan Daun Katuk pada Ayam Petelur
Ekstrak daun katuk meningkatkan produksi telur, berat badan dan efisiensi produksi

pada ayam petelur. Namun, daun katuk tidak meningkatkan HU, warna kuning telur, tebal
kerabang telur, dan tidak menurunkan rongga udara pada telur. Ini berarti ekstrak daun katuk
tidak meningkatkan kualitas telur.
Kegunaan Katuk Lainnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelinci, ekstrak daun katuk (infus) mampu
menurunkan suhu rektal. Oleh sebab itu ekstrak daun katuk kemungkinan dapat digunakan
sebagai obat demam. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pada broiler ekstrak daun
katuk tidak mempunyai efek pada suhu rektal. Kegunaan lainnya adalah bahwa ekstrak daun
katuk dapat menurunkan tekanan darah, merendahkan frekuensi dan amplitudo denyut
jantung, dan menurunkan suhu badan. Selain itu untuk membersihkan darah yang kotor.
Daun dan akar katuk mempunyai fungsi sebagai pelancar air seni. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa infus akar katuk mempunyai efek antipiretik pada merpati, dan pada pen
gamatan fisik ada indikasi diuresis. Pemberian infus akar katuk meningkatkan volume air
kencing. Meskipun demikian, cara kerja infus katuk pada proses diuresis belum dikatahui.
Akarnya jika direbus juga dapat dijadikan obat demam, dan sebagai obat luar terhadap
frambusia.
Selain itu, daun katuk juga digunakan untuk pewarna makanan, menurunkan demam.
Jus daun katuk dapat digunakan untuk menyembuhan penyakit mata dan pelangsing tubuh
pada manusia. Bila daunnya diremas-remas dengan tangan dapat memberikan warna hijau
kepada beberapa makanan seperti kelepon, tape dan ketan. Dapat dinyatakan bahwa daun
katuk merupakan sumber zat warna yang mempunyai fungsi ganda. Disamping sebagai
pewarna hijau pada bahan pangan, ia juga dapat sebagai sumber provitamin A. buahnya yang
kecil dan berwarna putuh kadang-kadang dibuat manisan.
Ekstrak daun katuk juga telah terbukti mampu menurunkan angka kelainan kaki pada
broiler. Penurunan kelainan kaki ini sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas broiler.
Analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian EDK akan semakin
menurunkan kelainan kaki pada broiler dengan mengikuti persamaan Y=1,303 -0,0075 X (r=0,97). Jika dihitung berdasarkan persentase, maka penurunan kelainan kaki adalah berturutturut 12,0%, 21,8%, 24,8%, untuk 1,5 g, 3,0 g, dan 4,5 g EDK. Dalam skala komersial
kelainan kaki kurang lebih 1-2% dari total populasi ayam broiler. Jika kita memlihara broiler
sebanyak 100.000 ekor maka kelainan kaki berkisar antara 1000-2000 ekor. Dengan

pemberian EDK sebesar 4,5 g/l air, maka jumlah ayam yamg mempunyai kelainan kaki
menurun menjadi 752-1502 ekor.
Pengaruh Negatif Daun Katuk
Selain pengaruh positif, penggunaan daun katuk juga menyebabkan pengaruh negatif
seperti dapat menyebabkan keguguran. Daun katuk mengandung alkaloid papaverin yang
dapat menimbulkan rasa pusing, mabuk dan konstipasi. Namun, senyawa ini tidak selalu ada
dalam daun katuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EDK sebesar 18 g/kg
ransum menghasilkan warna daging dada yang lebih pucat. Selain itu, daun katuk
mengandung banyak Kristal kalsium oksalat bentuk roset, sehingga bagi penderita penyakit
batu ginjal daun katuk berbahaya dikonsumsi sebagai sayuran.
Hasil penelitian di Taiwan mennunjukkan bahwa penggunaan jus daun katuk yang
dibuat dari daun segar selama 10 minggu dapat mengakibatkan gagal nafas pada manusia.
Untuk itu dianjurkan agar mengkonsumsi daun katuk yang telah dimasak, karena pengaruh
negatifnya hilang.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, maka daun katuk sangat berpotensi untuk dikembangkan
sebagai bahan obat alami untuk memperlancar ASI, menurunkan lemak, pelangsing tubuh,
obat mencret, bisul, borok, penyakit mata karena kekurangan vitamin A pada manusia, dan
mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pada ternak.
Daftar Pustaka
Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr dengan GCMS. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 31-33.
Anonimus. 1986. Medicinal herbs index in Indonesia. PT Eisal Indonesia. Hal. 134.
Anonimus. 1989. Vademekum bahan obat alam. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Hal. 53-54.
Astuti, N., B. Wahjoedi dan M. W. Winarno. 1997. Efek diuretik infus akar katuk terhadap
tikus putuh. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 42-43.
Darise, M dan Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal Sulawesi

Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap bakteri uji. Warta
Tumbuhan Obat 3 (3): 37-38.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar fisiologi tumbuhan. Cetakan ke I. Gramedia. Jakarta. Hal.
13.
Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press.
Jakarta.
Gusmawati. 2000. Pengaruh lama pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus)
terhadap performans dan organ dalam serta Income Over Feed Cost broiler. Skripsi S
1. Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan.
Hal. 1144-1145.
Januwati, M. 1992. Beberapa tumb uhan penunjang program ASI di Jawa. Prosiding Seminar
Etnobotani 415-419.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Tekonologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.
Robinson, T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung.
Santoso, U. 1997. Effect of early feed restriction-refeeding on growth, body composition and
lipid accumulation in mixed-sex broiler. Research Report. ITSF, Jakarta.
Santoso, U. 1998. Effect of early feed restriction on growth, body composition and
lipid accumulation in mixed-sex broiler. Research Report. Bengkulu University,
Bengkulu.
Santoso, U. 2000. Mengenal daun katuk. sebagai feed additive pada broiler. Poultry
Indonesia, 242: 59 60.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality of broiler
chicks. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan, 7: 22 28.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of broiler.
Buletin Ilmu Peetrnakan dan Perikanan, 7: 15 21.

Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgyrius extract on organ weight, toxicity and
number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. Buletin Ilmu
Peternakan dan Perikanan, 7 (2): 162 169.
Santoso, U. 2014. Katuk, Tumbuhan Multi Khasiat. BPFP, Unib, Bengkulu.
Santoso, U., Suharyanto dan E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus androgyrius (katuk)
leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler
chickens. J I T V, 6: 220 226.
Santoso, U., T. Suteky, Heryanto dan Sunarti. 2002. Pengaruh cara pemberian ekstrak daun
katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas karkas ayam
pedaging. J I T V, 7: 143¬148.
Santoso, U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by Sauropus
androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 346350.
Santoso, U. J. Setianto and T. Suteky. 2005. Effect of Sauropus androgynus (katuk) extract on
egg production and lipid metabolism in layers. Asian-Australasian Journal of Animal
Science, 18 (3): 364-369.
Santoso, U., Y. Fenita and Kususiyah, 2015a. Effect of fermented Sauropus androgynus leaves
on meat composition, amino acid and fatty acid compositions in broiler chickens.
Pak. J. Nutr., 14: 799-807.
Santoso, U., Kususiyah and Y. Fenita, 2010. The effect of Sauropus androgynus extract and
lemuru oil on fat deposition and fatty acid composition of meat in broiler chickens.
J. Indonesian Trop. Anim. Agric., 35:48-54.
Santoso, U., Kususiyah and Y. Fenita, 2013. Effect of Sauropus androgynus leaves extract in
fat deposition in broilers fed low containing diets. J. Indonesian Trop. Anim. Agric.,
38:176-184.
Santoso, U., kususiyah, Y. Fenita, S. Winarsih and A. M. H. Putranto. 2010. Effect of
Sauropus androgynus leaves extract plus turmeric powder supplementation in

broiler fed high-fat containing diet on carcass quality and internal organ weight.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 5: 87-94.
Santoso, U., Kususiyah and Suharyanto, 2015b. The effect of Sauropus androgynus leaves
extract plus turmeric powder on fat deposition, carcass quality and blood profile in
broilers fed low protein diets. J. Indonesian Trop. Anim. Agric., 40:121-130.
Sidik. 1994a. pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai sumber genetic bagi bioindustri
(Pembahasan Makalah Boenyamin Setiawan). Lokakarya Nasional Keanekaragaman
Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset Nasional.
Sidik. 1994b. Pengembangan industry fitofarmaka di Indonesia. Lokakarya Nasional
Keanekaragaman Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset Nasional.
Siemonsma, J. S. and K. Piluek. 1994. Plant Resources of South-East. Prosea. Pages.
244-246.
Suprayogi, A. 1993. Meningkatkan produksi susu kambing melalui daun katuk (Sauropus
androgynus (L) Merr). Agrotek 1 (2): 61-62.
Sutedja, L., L. B. S. Kardono dan H. Agustina. 1997. Sifat Antiprotozoa daun katuk
(Sauropus androgynus Merr). Warta Tumbuhan Obat 3(3): 47-49.
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1985. Inventaris Tanaman Obat Indonesia.
Yahya, Y., A. Nasoetion dan F. Anwar. 1992. Pengaruh pengolahan dan kandungan
vitamin C terhadap penyerapan zat besi (Fe) dengan cara in vitro pada beberapa
jenis sayuran daun hijau. Media Gizi dan Keluarga 16 (1) : 11-17.
Yasil, H. 1997. Penelitian pengaruh daun katuk terhadapat frekuensi dan lama menyusui bayi.
Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 41-42.
Yulianis, S. dan T. Marwati. 1997. Tinjauan katuk sebagai bahan makanan tambahan yang
bergizi. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 55-56.