Interaksi Mangrove di Pulau X

Interaksi Mangrove di Pulau X
Lahan hutan mangrove yang terbentang di pesisir Pulau X memiliki luas hampir 1000
hektar. Dengan luas lahan yang ada, lahan mangrove ini kemudian dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk menjalankan roda perekonomiannya. Masyarakat setempat dapat
mengambil kayu, dedaunan dari pohon mangrove dan biota perairan yang hidup di wilayah
perairan mangrove untuk mencukupi kebutuhannya. Hutan mangrove ini juga mampu
memberikan banyak manfaat bagi stabilitas lingkungan sekitar yang dapat ditinjau dari sisi
ekologisnya sebagai penghalang erosi garis pantai, angin ribut dan gelombang laut. Selain
menguntungkan dari segi ekonomi dan ekologi, hutan mangrove juga berperan sebagai tempat
berkembang biak (nursery ground), pemijahan (spawning ground), dan mencari makan (feeding
ground) bagi biota perairan dan hewan darat mangrove.
1. Permasalahan dan Pembahasan
1.1 Permasalahan
1.1.1 Rantai makanan, rantai energi, dan siklus pemangsa dan dimangsa pada hutan mangrove
sebelum dikonversi
1.1.2 Alasan konversi lahan mangrove menjadi lahan tambak
1.1.3 Dampak rantai makanan, rantai energi, dan siklus pemangsa dan dimangsa setelah lahan
mangrove dikonversi menjadi lahan tambak
1.1.4 Alasan konversi lahan tambak menjadi lahan kelapa sawit
1.1.5 Dampak rantai makanan, rantai energi, dan siklus pemangsa dan dimangsa setelah lahan
tambak dikonversi menjadi lahan kelapa sawit.

1.2 Pembahasan
1.2.1 Rantai makanan, rantai energi, dan siklus pemangsa dan dimangsa pada hutan
mangrove sebelum dikonversi

Dalam ekosistem mangrove terjadi rantai makanan/aliran energy dan siklus biogeokimia.
Aliran energi sangat berpengaruh dalam rantai makanan mangrove. Siklus energi berperan dalam
proses fotosintesis ke tanaman mangrove dan fitoplankton. Selanjutnya siklus energi ini secara
berantai menjadikan suatu proses makan memakan pada rantai makanan. Rantai makanan pada
mangrove dimulai dari tumbuhan hijau sebagai sumber energi utama (produsen) bagi ekosistem
mangrove. Selanjutnya rantai makanan dilanjutkan oleh bakteri dan fungi yang secara langsung
menguraikan senyawa organik (detritus) yang berasal dari penghancuran luruhan daun dan
ranting mangrove yang jatuh ke substrat padat (tanah) dan substrat perairan pada ekosistem
mangrove, maka dapat dikatakan organisme ini sebagai produsen utama dan ditempatkan pada
tingkatan trofik kedua di dalam jaring makanan. Pada mangrove, rantai makanan pada substrat
padat dan substrat perairan sangatlah berhubungan. Untuk lebih jelasnya, akan dibagi dua rantai
makanan berdasarkan substratnya, yakni;
1. Substrat Padat

Pada substrat padat (tanah), dedaunan dan ranting ini akan membusuk oleh bakteri dan
fungi yang kemudian akan menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) yang telah

diperkaya oleh nitrogen ini kemudian menjadi sumber nutrien mangrove itu sendiri dan menjadi
bahan makanan penting bagi hewan pemakan detritus (cacing dan hewan invertebrata lainnya).
Kemudian cacing dan hewan avertebrata lainnya akan dimakan oleh karnivor tingkat sedang,
yang selanjutnya akan dimakan oleh karnivor tingkat tinggi. Tingkatan karnivor pada substrat ini
pada umumnya berlangsung pada jenis insekta, burung, dll.
2. Substrat Perairan
Pada substrat perairan, proses pembusukan menjadi detritus berlangsung lebih cepat
dibandingkan proses pembusukan pada substrat padat. Sistem akar pada mangrove yang padat
menyebabkan sedimen yang mengandung unsur hara, terperangkap. Sehingga daerah perairan
menjadi kaya akan nutrien dan tentunya menjadi sumber makanan penting bagi biota perairan
mangrove. Pada substrat perairan, dedaunan dan ranting yang jatuh ke perairan wilayah
mangrove akan membusuk didalam perairan. Dedaunan dan ranting yang telah membusuk ini
akan menjadi nutrien bagi fitoplankton yang tumbuh di dasar perairan. Peristiwa makan dan
dimakan dimulai dari fitoplankton yang dimakan oleh zooplankton. Kemudian zooplankton ini
akan dimakan oleh karnivor tingkat sedang yang selanjutnya oleh karnivor tingkat tinggi.
Tingkatan karnivor pada substrat perairan umumnya berlangsung pada jenis udang, kepiting, dan
ikan.
Tingkatan-tingkatan konsumer pada kedua substrat pada umumnya diurutkan berdasarkan
kebiasaan makan dan ukuran dari organisme konsumen. Pada kedua substrat tersebut, bukan
berarti rantai makanan tersebut tidak saling berhubungan. Tidak menutup kemungkinan peristiwa

rantai makanan terjadi pada karnivor substrat padat memakan karnivor substrat perairan ataupun
sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa terjadi hubungan antara individu dengan lingkungannya
sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Setelah karnivor tingkat tinggi
pada rantai makanan telah mencapai puncaknya, karnivor tingkat tinggi mati dan menjadi
detritus yang berguna bagi nutrien ekosistem mangrove itu kembali.
Kasus 1
1.2.2 Alasan konversi lahan mangrove menjadi pertambakan
Hal yang menyebabkan terjadinya konversi lahan mangrove sebesar 1000 hektar menjadi
tambak adalah karena hutan mangrove yang mengalami penurunan produktivitas akibat
pemanfaatan atau pengeksploitasian ekosistem mangrove secara besar-besaran oleh masyarakat
pesisir tanpa diikuti proses rehabilitasi kembali ekosistem mangrove tersebut. Alasan ini
diperkuat oleh faktor ekonomi masyarakat pesisir Indonesia yang masih berada digaris
kemiskinan. Dahulu masyarakat pesisir Pulau X bisa dengan mudah mendapatkan komoditas
yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan sehari-sehari maupun untuk
diperdagangkan dari hutan mangrove ini, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, potensial
produktivitas mangrove mengalami penurunan sehingga masyarakat pesisir Pulau X memilih
alternatif pengalihan fungsi lahan mangrove menjadi pertambakan.. Pengalihan fungsi lahan
berdampak langsung kepada perubahan rantai makanan ekosistem mangrove menjadi rantai
makanan
ekosistem

lahan
yang
baru.

1.2.3 Dampak rantai makanan,siklus energi dan siklus pemangsa dan dimangsa pada
konversi lahan mangrove menjadi pertambakan.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa alasan pengkonversian lahan mangrove adalah
karena penurunan dari produktifitas sebagai akibat dari pengeksploitasian ekosistem mangrove
secara besar-besaran sehingga pengaruh rantai makanan ekosistem mangrove pun menjadi
terganggu.
Kondisi
bagan
rantai
makanan
mangrove:
Luruhan
dedaunan
dan
ranting
mangrove

yang
jatuh
Mangrove Detritus Konsumen tingkat rendah Konsumen tingkat sedang Konsumen tingkat tinggi
Kondisi Rantai Makanan Setelah Dikonversi:
1. Sumber penghasil detritus
Sumber penghasil detritus pada bagan kedua (setelah dikonversi) yakni; feses ikan. Dari
feses ikan ini akan terurai oleh bakteri yang kemudian menjadi makanan konsumen tingkat
rendah.
2. Konsumen tingkat rendah
Konsumen tingkat rendah mendapatkan makanan dari detritus yang terurai oleh bakteri
atau suplai makanan dari pertambakan tersebut berupa pakan. Pada konsumen tingkat sedang
(mangrove) terlihat menurun atau mungkin saja hilang pada lahan pertambakan.
3. Konsumen tingkat tinggi
Pada konsumen tingkat tinggi (pertambakan) mungkin akan hilang/tidak ada, akan tetapi
tidak menutup kemungkinan pula adanya organisme pengganggu pertambakan seperti burung
yang menduduki konsumen tingkat tinggi.
Kasus 2
1.2.4. Alasan konversi lahan mangrove menjadi pertambakan
Hal yang menjadi alasan konversi lahan pertambakan sebesar 90-110 hektar ke
perkebunan kelapa sawit dikarenakan masyarakat di pesisir Pulau X yang melihat cerahnya

prospek hasil perkebunan kelapa sawit. Alasan ini diperkuat karena harga dari penjualan minyak
kelapa sawit di Indonesia yang pada saat ini sangat menguntungkan untuk dikembangkan oleh
masyarakat pesisir Pulau X maupun perusahaan swasta dan tentunya pada kasus ini, kelapa sawit
berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi dari pertambakan. Terlebih lagi
untuk memulai penanaman produksi kelapa sawit cukup murah, hanya memiliki syarat tanah liat
gembur dan tanah gambut yang memiliki pengairan cukup bagus seperti yang terjadi pada kasus
lahan pertambakan dan perkebunan kelapa sawit ini.

1.2.5 Dampak rantai makanan,siklus energi dan siklus pemangsa dan dimangsa pada
konversi lahan pertambakan menjadi lahan kelapa sawit.
Pengalihan luas sebesar 90-110 hektar ini berdampak langsung kepada hasil produksi
pertambakan. Berikut ini akan dibagi beberapa sub point dari dampak negatif konversi
pertambakan
menjadi
perkebunan
kelapa
sawit:
1. Pupuk dan Pestisida
Salah satu syarat dari perkebunan kelapa sawit yang memadai adalah tanah yang subur
dan gembur. Dari syarat tersebut, terdapat beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh

masyarakat pengolah perkebunan kelapa sawit, yaitu penggunaan pupuk dan pestisida yang
berlebih untuk mendapatkan biji kelapa sawit yang baik. Dalam penggunaan pupuk dan pestisida
berlebih ini, mengakibatkan tersisanya penggunaan pupuk dan pestisida pada tanah. Pupuk yang
tersisa tadi terbawa kepada aliran air pertambakan yang berada di sekitar lahan kelapa sawit
sehingga menyebabkan matinya ekosistem pertambakan.
2. Aliran air
Kelapa sawit merupakan tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak. Dari aliran
air ini dapat dianalisa bahwa terjadi penyerapan yang banyak pada area sekitar pertambakan ke
lahan perkebunan. Hal ini menyebabkan lahan pertambakan menjadi kering pada musim
kemarau karena penyerapan oleh perkebunan kelapa sawit yang sangat banyak.
3. Hama perkebunan kelapa sawit
Hama yang terdapat pada kelapa sawit seperti tikus dan ular mempengaruhi ekosistem
area pertambakan. Hal ini menyebabkan rantai makanan pada pertambakan akan terganggu.
Kesimpulan
Dari dampak konversi lahan pertambakan menjadi lahan kelapa sawit diatas, dapat
disimpulkan bahwa rantai makanan pada pertambakan sangat berpengaruh pada proses
pengelolaan kelapa sawit dan rantai makanan kelapa sawit. Hal ini berbeda sekali dengan rantai
makanan pada konversi lahan mangrove ke pertambakan dikarenakan pengalihan fungsi total
yang terjadi pada lahan mangrove seluas 1000 hektar ke pertambakan.
Referensi Bacaan:

Abdul Hakim. 2010. Dampak Penerapan Kebijakan Konversi Hutan Pada Kerusakan
Lingkungan (Studi Kasus Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Kelapa Sawit).
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/15cb03ade6bb79a61339ce703ea92fbcfaedabd2.pdf.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2010
Agus Salim. 2010. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai.
http://www.scribd.com/doc/22477294/Konservasi-Mangrove-Sebagai-Pendukung-SumberHayati-Perikanan-Pantai. Diakses pada tanggal 18 Maret 2010

Edy Purwanto. 2010. Mencermati Konversi Hutan Alam Menjadi Kebun Kelapa Sawit.
http://epurwanto.wordpress.com/2008/04/21/mencermati-konversi-hutan-alam-menjadi-kebunkelapa-sawit/. Diakses pada tanggal 18 Maret 2010
Endang Hilmi&Parengrengi. 2010. Kerusakan Ekosistem Mangrove di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/11592887/Kerusakan-Ekosistem-Mangrove-Di-Indonesia. Diakses
pada tanggal 18 Maret 2010
Supriharyono. 2008. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Di Wilayah Pesisir Dan Laut
Tropis. Pustaka Pelajar, Jakarta.

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PALAWIJA
,SAYURAN,PERKEBUNAN DAN TAMBAK

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK NPK DUTA TANI PADA
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PALAWIJA

,SAYURAN,PERKEBUNAN DAN TAMBAK
Oleh : SYAHRUL TJAMBE’,S.KOM.
Direktur Forum Duta Tani indonesia

Latar belakang
Perhatian masyarakat terhadap soal pertanian dan lingkungan beberapa tahun terakhir
ini menjadi meningkat. Keadaan ini disebabkan karena semakin dirasakannya dampak
negatif yang besar bagi lingkungan, dan jika dibandingkan dengan dampak positifnya
bagi peningkatan produktivitas tanaman pertanian pengaruh bahan kimia tersebut tidak
sebanding. Bahan-bahan kimia yang selalu digunakan untuk alasan produktivitas dan
ekonomi ternyata saat ini lebih banyak menimbulkan dampak negatif baik bagi
kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya.
Penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan kimia lainnya yang terus menerus dapat
merusak biota tanah, keresistenan hama dan penyakit, serta dapat merubah
kandungan vitamin dan mineral beberapa komoditi sayuran dan buah. Hal ini tentunya
jika dibiarkan lebih lanjut akan berpengaruh fatal bagi siklus kelangsungan kehidupan,
bahkan jika sayuran atau buah yang telah tercemar tersebut dimakan oleh manusia
secara terus menerus, tentunya akan menyebabkan kerusakan jaringan bahkan
kematian.
Bertitik tolak dari hal tersebut, saat ini banyak masyarakat yang mengkonsumsi

sayuran dan buah terutama komoditi segar yang bebas bahan kimia. Mereka lebih
suka membeli sayuran dan buah yang bolong-bolong karena hama penyakit daripada
sayuran dan buah segar yang mulus tetapi banyak disemprot bahan kimia. Melihat
kecenderungan masyarakat tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam
bidang pertanian adalah mengembangkan pertanian dengan sistem pertanian organic
yang prinsip pengelolaannya “kembali ke alam”.
Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaannya
berusaha menghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni
lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Selain itu,

juga untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara
memperbaiki kesuburan tanah melalui penggunaan sumberdaya alami seperti mendaur
ulang limbah pertanian. Jadi dengan demikian, tidak salah jika istilah pertanian organik
sering diidentikkan dengan gerakan petanian yang kembali ke alam.
Dalam pelaksanaannya, pertanian organik adalah membatasi ketergantungan petani
pada penggunaan pupuk an-organik dan bahan kimia pertanian lainnya. Gulma, hama
dan penyakit tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman, pertanaman campuran,
bioherbisida, insektisida organik yang dikombinasikan dengan pengelolaan tanaman
yang baik. Pupuk anorganik yang selalu digunakan petani dapat diganti dengan pupuk
organik yang dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan alami seperti penggunaan pupuk

NPK DUTA TANI yang dapat dibuat dari bahan jerami, ampas tebu,kotoran hewan,
sampah rumah tangga serta bahan – bahan alami bermamfaat lainnya
Berdasarkan hasil penelitian saat ini, apabila pertanian organik dapat dilaksanakan
dengan baik maka dengan cepat akan memulihkan tanah yang sakit akibat penggunaan
bahan kimia petanian. Hal ini terjadi jika fauna tanah dan mikroorganisme yang
bermanfaat dipulihkan kehidupannya, dan kualitas tanah ditingkatkan dengan
pemberian bahan organic, maka akan terjadi perubahan sifat fisik, kimia dan biologi
tanah ke arah keseimbangan.

Pupuk Semi Organik (Pupuk NPK Duta Tani )
Bahan dasar pupuk organik, baik dalam bentuk kompos maupun pupuk kandang dapat
berasal dari limbah pertanian, seperti jerami, dan sekam padi, kulit kacang tanah,
ampas tebu, batang jagung, dan bahan hijauan lainnya. Sedangkan kotoran ternak
yang banyak dimanfaatkan adalah kotoran sapi, kerbau, kambing, ayam, itik dan babi.
Disamping itu, dengan berkembangnya pemukiman, perkotaan dan industri makan
bahan dasar kompos makin beranekaragam seperti dari tinja, limbah cair, sampah kota
dan pemukiman.
Salah satu bentuk pupuk organik yang sekarang sedang banyak digunakan selain
pupuk NPK Duta Tani adalah pupuk bokashi,bokashi ini mengandung “bahan organik
yang telah difermentasikan”. Pupuk bokashi dan NPK Duta Tani dibuat dengan
memfermentasikan bahan-bahan organik (dedak, ampas kelapa, tepung ikan, dsb)
dengan EM (Efektive Microorganism). Biasanya ditemukan dalam bentuk serbuk atau
cair. Pupuk NPK Duta Tani digunakan oleh petani dalam perbaikan tanah secara
tradisional untuk meningkatkan keragaman mikroba dalam tanah dan meningkatkan
persediaan unsur hara bagi tanaman. Secara tradisional dibuat dengan cara
menfermentasikan bahan organic seperti dedak dengan tanah dari hutan atau gunung
yang mengandung berbagai jenis mikroorganisme.

Akan tetapi , saat ini telah dikenal Bokashi EM yaitu bokashi dengan bahan organik
yang difermentasikan dengan mikroorganisme efektif, bukan dengan tanah dari hutan
atau gunung. EM yang digunakan dalam pembuatan bokashi adalah suatu kultur
campuran berbagai mikriorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintetik dan
bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes, dan jamur peragian) dan dapat digunakan
sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Penggunaan EM
dalam pembuatan bokashi selain dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah juga
bermanfaat memperbaiki pertumbuhan serta jumlah dan mutu hasil tanaman.
Pemikiran tentang penggunaan mikroorganisme efektif ini dikembangkan oleh Prof.
Teruo Higa dari Jepang. Teruo telah menemukan mikroorganisme yang dapat hidup
secara bersama dalam kultur campuran dan secara fisioligis dapat bergabung satu
dengan yang lain. Menurutnya, bila kultur ini dimasukan dalam lingkungan alami, maka
pengaruh baik masing-masing akan lebih berlipat ganda secara sinergis. Menurutnya
juga, kultur EM tidak mengandung mikroorganisme yang telah dimodifikasi secara
genetik, tetapi kultur ini merupakan campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat
dalam lingkungan alami di dunia.

Pengaruh pupuk NPK Duta Tani dalam Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman
Pada prinsipnya, peranan pupuk Duta Tani hampir sama dengan pupuk organik lainnya
seprti kompos, namun pada NPK Duta Tani pengaruhnya dipercepat dengan adanya
penambahan mikroorganisme efektif. dapat digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman meskipun bahan organiknya belum terurai seperti
pada kompos. Bila NPK Duta Tani dimasukan kedalam tanah, bahan organiknya dapat
digunakan sebagai pakan oleh mikroorganisme efektif untuk berkembangbiak dalam
tanah, sekaligus sebagai tambahan persediaan unsur hara bagi tanaman.
Mikro organisme seperti LACTOBAZILLUS,FESODOMONAS berfloroken yang
digunakan dalam pembuatan pupuk NPK Duta Tani sangat berguna sekali dalam
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, juga dapat menekan pertumbuhan hama
dan penyakit yang merugikan tanaman.karena unsur Mikro ini sekaligus menjadi anti
bodi untuk sifat fisik tanaman Dengan demikian penggunaan pupuk NPK Duta Tani
baik secara langsung maupun tidak, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman pertanian termasuk padi , palawija dan sayuran.perkebunan dan perikanan
Penggunaan NPK Duta Tani secara rinci berpengaruh terhadap:
Peningkatan ketersediaan nutrisi tanaman
Aktivitas hama dan penyakit/patogen dapat ditekan
Peningkatan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan, seperti Mycorhiza,
Rhizobium, bakteri pelarut fosfat, dll.
Fiksasi Nitrogen

Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia.
Dengan demikian, dapat terlihat bahwa penggunaan pupuk NPK Duta Tani memiliki
prinsip ekologi sebagai berikut:
Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama
pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah
Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen,
penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani.
Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara
mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi
Membatasi kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan
usaha preventif melalui perlakuan yang aman
Bertolak dari kegunaan dan prinsip ekologi dari penggunaan pupuk NPK Duta Tani
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tersedianya nutrisi tanaman yang
cukup dan aktivitas hama dan penyakit yang dapat ditekan, pertumbuhan dan produksi
tanaman pertanian dapat meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu
penggunaan pupuk ini juga ramah lingkungan, produk yang dihasilkan tidak tercemar
oleh bahan-bahan kimia yang membahayakan kesehatan dan lingkungan.
Berikut kandungan unsur serta mamfaat dari pupuk NPK Duta Tani:
 Mengandung unsur hara makro dan mikro yang berpengaruh sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman.
 Mengandung unsur SUPER FOSFAT untuk menguatkan batang dan menyuburkan
daun.
 Mengandung :14,11,23.42 HARA MAKRO untuk mencegah pengguguran buga dan
bunga dengan demikian akan berpengaruh pada peningkatan hasil produksi.
 Mengandung manko zeb.-80 untuk mencegah dan mengebati kanker batang ppada
tanaman
 Mengandung HARA FOSFOR, untuk memperbaiki pertumbuhan akar dan
pembentukan system perakaran yang baik,sehingga tanaman dapat mengambil unsur
hara yang lebih banyak dan pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih kuat dan lebih
subur.
 Mengandung AMONIUM SULFAT, untuk menyuburkan dan pembentukan zat hijau
daun.
 Mengandung KALIUM, untuk mengangkat hidrat arang serta memperbaiki beberapa
sifat kualitatif seperti warna,rasa, bau harum dll.
 Mengandung unsur Mikro organisme seperti LACTOBASILLUS,
FESODOMONAS,ACTINOMYCETES dan unsur – unsur mikro yang lain untuk
mengaktifkan kembali unsur - unsur hara dalam tanah, sekaligus memperbaiki sifat
fisik tanaman dan tanah serta dapat mengurangi dan melindungi tanaman dari
serangan hama.

Akhirnya, dapat kita simpulkan bahwa dalam rangka peningkatan produksi tanaman
pertanian, penggunaan pupuk NPK Duta Tani merupakan salah satu alternatif yang
bijak, efektif dan efisien.

BERIKUT INI PENJELASAN DAN BEBERAPA TEHNIK / CARA TANAM
DAN CARA PEMUPUKAN KHUSUS TANAMAN PADI UNTUK PARA PETANI
Direkomondasi oleh
Bapak TAJUDDIN, S.P. Petugas Pertanian Lapangan ( PPL ) BPP Dannuang
Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba

Cara Tanam dan tehnik Pemupukan
Tehnik / cara tanam
 Pengolahan tanah diolah 2 X atau 1 X dibajak pakai Handtractor atau dengan
mengunakan cara manual yang penting rata.
 Pemindahan Benih dari persemaian
 Benih dipindahkan pada saat bibit / benih berumur 18 – 20 hari
Tehnik Pemupukan
 Pemupupukan awal ( I )
Dilakukan pada umur tanaman 15 – 20 hari setelah tanam (HST) sesudah diadakan
pemberantasan Gulma dan pemupukan dengan cara dihambur secara merata diatas
permukaan tanah dalam kondisi air tidak mengalir kira – kira 1 cm kedalaman air ( tidak
kering) jenis pupuknya 30 Kg. NPK Duta Tani dicampur 300 Kg Urea ( 6 zak urea)/
hektar.
( perbandingan 5 Kg. NPK Duta Tani 50 Kg/ 1 zak pupuk Urea)
untuk 1 x pemupukan sampai panen dengan kondisi Tanah P.h. normal kalau tanah
kondisi kurus perlu ada pemupukan pancingan.
 Pemupukan kedua ( II )
Pada saat tanaman beumur 40 – 50 hari setelah tanam (HST) atau saat tanaman
mengidam (permodia),dengan cara 5 – 7 sendok makan NPK Duta Tani dilarutkan
dalam air untuk 1 tangki kemudian ditapis dengan kain halus agar tidak macet dimata
semprot, kemudian disemprotkan ketanaman padi, mamfaatnya untuk memperkuat fisik
tanaman dari serangan penyakit.
 Pemupukan ketiga ( III )
Pada saat umur tanaman 60 – 75 hari setelah tanam( HST) atau pada saat tanaman
mengeluarkan malai satu – satu,disemprot kembali dengan cara sama dengan tehnik
kedua ( II )
 Pemupukan keempat ( IV )
Pada saat umur tanaman 75 – 80 hari setelah tanam ( HST ) atau pada saat malai –
malai padi sudah keluar tapi belum merunduk / berisi disemprot kembali sama dengan
tehnik II dan III dengan dosis sama

Potensi Limbah Udang sebagai Solusi Pencemaran Air
Salah satu pencemaran pada wilayah perairan adalah masuknya berbagai polutan berupa logamlogam berat. Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan
kadar zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya. Proses
transfer kandungan logam berat dalam berbagai organisme air itu terjadi karena terdapat siklus
rantai makanan pada perairan tersebut. Dengan berlakunya siklus rantai makanan, maka
organisme yang lebih kuat akan memakan organisme yang lebih lemah. Hal ini menyebabkan
kandungan logam berat akan semakin terakumulasi hingga pada organisme air yang terkuat
(hewan pemangsa terakhir). Pemanfatan organisme ini sebagai bahan makanan akan
membahayakan kesehatan manusia.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan memicu perkembangan dunia usaha dan perindustrian.
Hal ini sekilas tampak sebagai suatu kemajuan zaman yang bersifat positif, namun sesungguhnya
perkembangan dunia perindustrian juga dapat membawa masalah-masalah baru. Masalah baru
tersebut biasanya disebabkan oleh limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri. Pada umumnya,
limbah dari kegiatan industri berwujud cair. Jika limbah tersebut tidak dibuang secara tertib dan
bertanggung jawab, maka lingkungan dapat menjadi salah satu sasaran pencemaran, terutama
lingkungan perairan yang sudah pasti terganggu oleh adanya limbah industri tersebut. Limbah
dari kegiatan industri pertambangan biasanya dibuang begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu.
Limbah dari kegiatan industri pertambangan yang mencemari sistem perairan harus segera
ditanggulangi agar kandungan logam berat dalam limbah tersebut tidak meracuni manusia dan
merusak keseimbangan hidup organisme perairan. Berbagai metode seperti penukar ion,
penyerapan dengan karbon aktif dan pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk
menyerap bahan pencemar beracun dari limbah, tetapi cara ini membutuhkan biaya yang sangat
tinggi dalam pengoperasiannya. Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam
berat merupakan alternatif yang memberikan harapan karena biaya pengoperasiannya yang lebih
murah daripada metode-metode lainnya. Sejumlah biomaterial seperti lumut, daun teh, sekam
padi dan sabut kelapa sawit begitu juga dari bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut,
lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan penyerap logam-logam berat dalam air
limbah.
Berbagai solusi alternatif dari pemanfaatan bahan biomaterial telah banyak dikembangkan oleh
manusia. Salah satu solusi alternatif yang berpotensi untuk diterapkan dalam menanggulangi
limbah yang mengandung logam berat di perairan adalah pemanfaatan limbah udang. Hal ini
terdengar cukup menarik karena ternyata menurut hasil penelitian, limbah udang merupakan
limbah yang dapat digunakan untuk mengatasi limbah dari kegiatan industri pertambangan yang
mengandung logam berat jenis Cu, Cd, dan Pb (tembaga, kadmium, dan plumbum). Sebelum
membahas lebih lanjut mengenai potensi limbah udang sebagai solusi pencemaran air oleh logam
tembaga, kadmium, dan plumbum, sebaiknya karakteristik ketiga polutan tersebut dipahami
terlebih dahulu.

A. Karakteristik Logam Berat (Tembaga, Kadmium, dan Plumbum)
1. Tembaga (Cu)
Tembaga merupakan logam yang ditemukan di alam dalam bentuk senyawa dengan sulfida
(CuS). Tembaga sering digunakan pada pabrik-pabrik yang memproduksi peralatan listrik,
gelas, dan alloy. Peristiwa masuknya tembaga ke perairan dapat disebabkan karena faktor
alamiah, seperti terjadinya pengikisan dari batuan mineral sehingga terdapat debu, partikelpartikel tembaga yang terdapat dalam lapisan udara akan terbawa oleh hujan. Tembaga juga
berasal dari buangan bahan yang mengandung tembaga seperti dari industri galangan kapal,
industri pengolahan kayu, dan limbah domestik.
Pada konsentrasi 2,3-2,5 mg/liter dapat mematikan ikan dan akan menimbulkan efek
keracunan, yaitu kerusakan pada selaput lendir. Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai
sintesa hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam urine karena sebagian terikat
dengan protein, sebagian lagi dieksresikan melalui empedu ke dalam usus dan dibuang
bersama feses, dan sebagian lagi menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga menyebabkan
penyakit anemia dan tuberkulosis.

2. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam,
logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 3210 derajat Celcius dan
titik didih 7650 derajat Celcius. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai
greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium
merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara
bebas dan gas amonia (NH3). Di perairan Cd akan mengendap karena senyawa sulfitnya
sukar larut.
Menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari:
1). Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.
2). Air bilasan dari electroplating.
3). Industri besi, tembaga dan logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air
limbah dan endapan yang mengandung kadmium.
4). Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd sebagai
bahan campuran (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi
dalam kurun waktu 4-12 tahun.
5). Pupuk phosfat dan endapan sampah.

Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabilizer (penyeimbang) dan pewarna
pada plastik dan electroplating (penyepuhan/pelapisan logam). Selain itu digunakan pula
pada penyolderan dan pencampuran logam serta industri baterai. Akumulasinya dalam air
tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan electroplating (pelapisan emas dan perak),
pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat warna lainnya, tekstil dan
industri kimia.
Logam kadmium atau Cd akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam
organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam biota perairan jumlah logam
yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dan dalam rantai
makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi Cd yang lebih banyak. Keracunan
kadmium bisa menimbulkan rasa sakit, panas pada bagian dada, penyakit paru-paru akut
dan menimbulkan kematian. Salah satu contoh kasus keracunan akibat pencemaran Cd
adalah timbulnya penyakit itai-itai di Jepang. Kadmium dalam air berasal dari pembuangan
industri dan limbah pertambangan.

3. Plumbum-Timah Hitam (Pb)
Logam Pb secara alami tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak bumi. Logam ini
termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A dengan nomor atom 82 dan
bobot 207,2. Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit yaitu 0,0002 % dari seluruh lapisan
bumi. Logam Pb terdapat di perairan baik secara alamiah ataupun sebagai dampak dari
aktifitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan
bantuan air hujan. Di samping itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan
gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke
dalam perairan.
Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai sebagai bahan yang aktif
dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan timbal dalam membentuk alloy dengan logam
lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat metalurgi ini dalam penerapan yang
sangat luas, contohnya digunakan untuk kabel listrik, kontruksi pabrik-pabrik kimia,
kontainer dan memiliki kemampuan tinggi untuk tidak mengalami korosi. Selain itu, Pb
dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar dan pigmen timbal dalam cat yang
merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan. Hampir 10 % dari total
produksi tambang logam timbal digunakan untuk pembuatan tetra ethyl lead atau TEL
yang dibutuhkan sebagai bahan penolong dalam proses produksi bahan bakar bensin karena
dapat mendongkrak (boosting) nilai oktan bahan bakar sekaligus berfungsi sebagai
antiknocking untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran dalam
mesin.

Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/liter dapat membunuh ikan. Sedangkan hewan
sejenis crustacea (udang-udangan) akan mengalami kematian setelah 245 jam, apabila
konsentrasi Pb dalam air mencapai 2,75 – 49 mg/liter.

B. Bahaya Logam Berat sebagai Bahan Pencemar dalam Perairan
Sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung
terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat
ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya:
1). Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air).
2). Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang.
3). Berbahaya bagi kesehatan manusia.
4). Menyebabkan kerusakan pada ekosistem.

Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan
perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan
enzimatik pada biota. Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan
jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh. Sebagai contoh adalah
raksa (Hg), kadmium (Cd) dan timah hitam (Pb).
Unsur-unsur logam berat tersebut biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan
toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal
dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang
tinggi. Limbah industri merupakan salah satu sumber pencemaran logam berat yang sangat
potensial. Pembuangan limbah industri secara terus menerus tidak hanya mencemari
lingkungan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam sedimen dan biota-biota
(terutama biota perairan).
Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indicator pencemaran
logam berat, yaitu air, sedimen dan organisme hidup. Pemakaian organisme laut sebagai
indikator pencemaran didasarkan pada kenyataan bahwa alam atau lingkungan yang tidak
tercemar akan ditandai oleh kondisi biologi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang
beranekaragam. Salah satu organisme yang sering dijadikan sebagai indikator pencemaran
adalah ikan. Terdapat beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan, misalnya pengaruh
toksisitas logam pada insang. Insang selain sebagai alat pernafasan juga digunakan sebagai
alat pengaturan tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu insang
merupakan organ yang penting pada ikan dan sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam.
Logam berat dapat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan,

yaitu: saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan,
logam diabsorpsi darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke
seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan
ekskresi (ginjal). Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi
logam berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis.
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami tiga macam
proses akumulasi yaitu fisik, kimia dan biologis. Buangan limbah industri yang mengandung
bahan berbahaya dengan toksisitas yang tinggi ke lingkungan perairan mengakibatkan bahan
pencemar langsung terakumulasi secara fisik dan kimia lalu mengendap di dasar laut. Melalui
rantai makanan terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan
mempengaruhi kesehatan manusia. Akumulasi melalui proses biologis inilah yang diesbut
dengan bioakumulasi.
Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme atau ikan melalui proses absorpsi.
Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi
darah. Absorpsi, distribusi dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor
melintasi membran. Proses transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara yaitu transpor pasif
(melalui proses difusi) dan transpor aktif (dengan sistem transpor khusus, dalam hal ini zat
lazimnya terikat pada molekul pengemban). Bahan pencemar dapat masuk ke dalam tubuh
ikan melalui tiga cara yaitu melalui rantai makanan, insang dan difusi permukaan kulit.
Salah satu zat pencemar yang tergolong sebagai logam berat berbahaya adalah merkuri (air
raksa, simbol: Hg). Menurut beberapa penelitian, jika kandungan merkuri dalam tubuh
mencapai tingkat tertentu, maka dapat mengakibatkan kematian bagi manusia tersebut.
Beberapa efek lainnya yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh antara lain:
1).Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh, apabila berada dalam jumlah yang
cukup.
2).Senyawa-senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula
dalam daya racun yang dimilikinya, penyebarannya, akumulasi dan waktu retensinya di
dalam tubuh.
3).Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam tubuh
organisme hidup yang telah tercemar merkuri disebabkan oleh perubahan bentuk atas
senyawa-senyawa merkuri itu, dari satu tipe ke tipe lainnya.
4).Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri di dalam tubuh adalah menghalangi kerja
enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan karena
kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung
belerang (sulfur) yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.
5).Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen.

C.

Limbah Udang sebagai Material Penyerap Logam Berat

Saat ini budidaya udang melalui tambak telah berkembang dengan pesat. Hal itu disebabkan
karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat diandalkan dalam meningkatkan ekspor
non-migas dan merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Udang di
Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk udang beku yang telah dibuang bagian
kepala, kulit, dan ekornya.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan
kerupuk udang berkisar antara 30%-75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian
yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Limbah kulit udang mengandung
komposisi utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lainlain.
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit pada hewan
udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung. Kulit udang mengandung
protein (25%-40%), kalsium karbonat (45%-50%), dan khitin (15% – 20%), tetapi besarnya
kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. Sedangkan kulit kepiting
mengandung protein (15,60%-23,90%), kalsium karbonat (53,70-78,40%), dan khitin
(18,70%-32,20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya.
Kandungan khitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih
mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah. Khitin berasal dari
bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun
1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins
mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga yang disebut dengan nama khitin. Khitin
merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelida,
molusca, corlengterfa, dan nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak
hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trakea, insang,
dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-cumi. Adanya khitin dapat dideteksi
dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini khitin direaksikan dengan I2-KI yang
memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi
violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya
khitin.
Khitosan merupakan senyawa turunan dari khitin melalui proses deasetilasi. Khitosan juga
merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam
amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan
mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi. Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut
dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO 3, dan H3PO4, dan tidak larut
dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat
polielektrolitik. Disamping itu khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat
organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak digunakan pada
berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan.

Saat ini, sebagian kecil dari limbah udang di Indonesia sudah termanfaatkan dalam hal
pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di
negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam
industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin dan khitosan. Banyak manfaat yang diperoleh
dari khitin dan khitosan untuk berbagai kegiatan industri modern, seperti industri farmasi,
biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Khitin
dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan
penebal emulsi.
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein
(deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan
aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan terjadi melalui
tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi.
Kulit udang yang mengandung senyawa kimia khitin dan khitosan merupakan limbah yang
mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan
secara optimal. Dengan adanya sifat-sifat khitin dan khitosan yang dihubungkan dengan
gugus amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan khitin dan khitosan mempunyai
reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat
berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai absorben terhadap
logam berat dalam air limbah. Karena berperan sebagai penukar ion dan sebagai absorben
maka khitin dan khitosan dari limbah udang berpotensi dalam memecahkan masalah
pencemaran lingkungan perairan dengan metode penyerapan dan biaya yang dibutuhkan pun
lebih murah serta bahannya mudah didapatkan.
Khitin dan khitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang dapat digunakan sebagai absorben
untuk menyerap ion tembaga, kadmium, dan plumbum (timbal) secara dinamis dengan
mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air yang
bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan
serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan, maka perlu dilakukan
pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap logam-logam berat di
perairan.