Kesiapan Dan Adopsi E Government Pada Ne

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015

397

Kesiapan Dan Adopsi E-Government Pada Negara Berkembang
Aji Supriyanto
Ilmu Komputer, Universitas Gajah Mada
E-Mail: ajisup@gmail.com
Abstrak
Kesenjangan penerapan e-gov antara negara maju dan berkembang mengakibatkan
terjadinya transfer informasi terutama dalam pelayanan masyarakat begitu berbeda.
Hal ini dikarenakan belum adanya standar kesiapan dan adopsi e-gov yang dapat
diterapkan khususnya pada negara berkembang. Makalah ini membahas tentang
kesiapan dan adopsi e-gov pada negara berkembang. Metode yang digunakan adalah
deskritif analitik tentang berbagai literatur model penilaian kesiapan dan adopsi e-gov,
sehingga dapat diusulkan formulasi untuk melakukan penilaian kesiapan dan proses
adopsi e-gov di negara berkembang. Analisis dilakukan terhadap kerangka kerja
(framework), fitur, dan keterkaitan antara model satu dengan model yang lain tentang
penilaian kesiapan dan adopsi e-gov. Manfaatnya agar memberikan pengetahuan,
alternatif dan rekomendasi tentang model yang dapat diterapkan dalam menentukan
kesiapan dan adopsi e-gov di negara berkembang. Hasil makalah ini adalah strategi

penerapan, analisis penilaian kesiapan dan model adopsi e-gov pada negara
berkembang.
Kata Kunci: Kesiapan, Adopsi, e-gov, negara berkembang

1. PENDAHULUAN
Pada
negara-negara
berkembang
kesiapan (readiness) penerapan e-gov secara
internal utamanya ditentukan pada kesiapan
organisasinya[1]. Hal ini tentunya berbeda
dengan kesiapan yang dilakukan oleh negara
maju yang lebih menekankan pada teknologi
dan infrastruktur[2]. Meskipun demikian
pengukuran tingkat kesiapan e-gov pada
negara berkembang sendiri dapat dilakukan
dengan pendekatan yang berbeda-beda[3].
Guna menentukan tingkat kesiapan egov maka perlu dilakukan pengukuran
tingkat keberhasilan e-gov, agar sistem tata
kelolanya selain dapat memberikan manfaat

yang efektif juga efisien, baik kepada
masyarakat maupun organisasi[4].
Heeks dalam penelitiannya di 40
pemerintah di negara-negara berkembang
dan transisi menemukan kenyataan bahwa
sebanyak 35% implementasi e-gov ini bisa
dikategorikan sebagai kegagalan total,
sementara 50% pemerintah separuh gagal
mengimplementasikan e-gov. Dari sekian
banyak, hanya sebesar 15% pemerintah yang
sukses
menjalankannya[5][6].
Padahal
jaminan manfaat penggunaan dan penerapan
e-gov di negara berkembang sama dengan
negara maju. Perbedaannya, karena negara

ISBN: 979-26-0280-1

berkembang tidak mampu menuai manfaat

sebagai akibat dari penggunaan terbatas dari
e-gov[7].
E-gov adalah sebuah sistem interaktif
komunikasi
dan
koordinasi
antara
pemerintah dan warganya, badan usaha, dan
unit pemerintah lainnya melalui penggunaan
teknologi elektronik berbasis web dan
lainnya[8]. Dalam memberikan pelayanan
publik, ada empat tahap pelayanan dalam egov yaitu inisasi (publishing), interaksi,
transaksi, dan transformasi[5]. Keberhasilan
inisiatif e-gov tergantung pada beberapa
faktor seperti strategi ekonomi, keputusan
dan inisiatif negara, serta kesiapan negara
untuk berkoneksi dengan masyarakatnya[9].
Kesiapan e-gov didefinisikan sebagai
kemampuan
dari

pemerintah
dalam
menggunakan TIK untuk memindahkan
layanan dan kegiatan kepada lingkungan
baru[10]. Sedangkan e-readiness (electronic
readiness) sebagai ukuran sejauh mana suatu
negara, bangsa atau ekonomi yang mungkin
siap atau mau untuk memperoleh manfaat
yang timbul dari TIK[11]. Sedangkan tujuan
utama program e-gov agar aplikasi sering
dimanfaatkan oleh masyarakat, tidak sekedar
menyediakan informasi, tetapi perlu adanya
interaksi dan transaksi antara masyarakat

398

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015

dengan pemerintah[12]. Tahap awal dalam
inisiasi e-gov banyak terjadi pada negara

berkembang. Keberhasilan inisiasi ini
tergantung pada dukungan pemerintah serta
adopsi masyarakat terhadap layanan egov[13].
Untuk mempelajari adopsi teknologi,
TAM memperkenalkan dua konsep baru
yaitu variabel eksternal dan penggunaan
aktual[14]. Sebuah model konsep TAM
diusulkan untuk mengatasi masalah ini,
model yang diusulkan menjelaskan niat
terhadap penggunaan aktual dari situs e-gov
dengan mendalilkan empat faktor penentu
langsung
yaitu
dirasakan
kegunaan,
dirasakan
kemudahan
penggunaannya,
kepercayaan, dan resiko yang dirasakan.
TAM juga mudah untuk digunakan dan

memiliki kegunaan[15].
Dari latarbelakang tersebut maka tujuan
makalah ini adalah melakukan studi yang
membahas tentang kesiapan dan adopsi e-gov
sebagai perangkat benchmarking e-gov di
negara berkembang. Selain itu juga
membahas tentang faktor penyebab sukses
adopsi e-gov di negara berkembang, yang
akan dijadikan formulasi alternatif dan
rekomendasi penerapan e-gov di negara
berkembang. Ini diperlukan karena belum
ada referensi atau penelitian yang membahas
tentang strategi penerapan e-gov dengan
melakukan analisis terhadap kesiapan dan
adopsi e-gov.

2. METODE
Metode
yang
digunakan

dalam
pembahasan makalah ini adalah analisis
deskriptif dengan melakukan survey terhadap
berbagai macam literatur relevan yang
membahas tentang strategi, model kesiapan
dan adopsi e-gov. Analisis dilakukan secara
kualitatif
terhadap
kerangka
kerja
(framework), fitur, tools penilaian, dan
keterkaitan antar model satu dengan model
yang lainnya tentang penilaian kesiapan dan
adopsi e-gov. Dalam hal ini dideskripsikan
tentang peran strategi e-gov terhadap
penilaian dan adopsi e-gov, dengan
menunjukkan beberapa alasan produktivitas
e-gov.
Selanjutnya dilakukan perbandingan
untuk menyusun strategi dan rekomendasi

penilaian kesiapan dan adopsi e-gov untuk
negara berkembang. Hasil rekomendasi

ISBN: 979-26-0280-1

tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai
acuan dalam memberikan alternatif solusi
menerapkan sistem penilaian kesiapan dan
adopsi e-gov pada negara berkembang.

3.

PEMBAHASAN

Strategi E-gov
Strategi e-gov adalah semua pendekatan
pemerintah untuk mengubah bagaimana
lembaga menggunakan teknologi untuk
memberikan layanan, memberikan informasi,
dan berinteraksi dengan orang-orang, karena

mereka bekerja untuk mencapai hasil yang
dicari oleh pemerintah[1]. Strategi TIK
organisasi e-gov dan program e-gov nasional
harus dianggap sama pentingnya sebagai
komponen dari penilaian e-readiness. Dalam
hal
ini
alat
penilaian
e-readiness
mempertimbangkan strategi sebagai strategi
e-gov nasional bukan sebagai strategi TIK
organisasi pemerintah.
Strategi e-gov harus mengidentifikasi sejumlah visi dan tujuan untuk
memvalidasi biaya dan untuk memeriksa
sejauh mana tujuan dicapai. Strategi juga
harus
mengidentifikasi
kemungkinan
tantangan, teknologi, ekonomi, dan politik.

Untuk itu strategi e-gov harus selaras dengan
bisnis organisasi dan strategi sistem
informasi, dan harus kompatibel dengan
strategi program nasional e-gov. Selain itu,
juga perlu mengembangkan kerangka kerja
untuk model penilaian e-readiness.
Framework e-gov untuk penilaian ereadiness pada organisasional negara
berkembang merupakan serangkaian strategi TIK organisasi e-gov yang meliputi
kepemimpinan, rencana aksi, dan rencana
pengembangan kedepan. Kepemimpinan
meliputi visi, tujuan, tantangan, legislasi,
jadwal kegiatan, dan tim pengarah.
Sedangkan rencana aksi meliputi: organisasi
(akuntabilitas, struktur, alokasi sumber daya,
kebijakan dan prosedur TI). Selain itu,
rencana aksi harus mempertimbangkan
sumber
pendanaan,
dan
mengenali

stakeholder e-gov untuk menentukan
tanggung jawab dan signifikansi yang ingin
dicapai. Sehingga ketika strategi e-gov
diterapkan dengan baik dalam organisasi,
strategi dapat meningkatkan produktivitas egov di sektor publik.
Model
tersebut
sangat
tepat
diterapkan di negara berkembang yang

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015

terlibat dalam proses pengembangan visi
TIK dan rencana untuk menuju menjadi
negara maju di era digital. Hal itu akan
menjadi penting bagi arah Program TIK,
pengembang kebijakan TIK, dan profesional e-gov yang berusaha untuk menilai
tingkat kesiapan TIK guna memastikan
keberhasilan rencana organisasi e-gov. Dan
jika diterapkan secara efektif di negara
berkembang, maka strategi ini dapat
memajukan produktivitas e-gov di sektor
publik dengan dilakukan beberapa alasan
sebagai berikut :
a. Berorientasi pada kegunaan untuk
masyarakat, bisnis, dan administrasi
publik. Yang memiliki tujuan: akses
untuk semua pengguna yang potensial
dalam layanan, akses yang bebas
hambatan dan mudah digunakan,
mudah mengakses ke adminisrasi
publik, Semua urusan administrasi yang
sesuai dapat ditangani dari awal sampai
akhir lewat internet, administrasi publik
memiliki kompetensi e-gov.
b. Biaya yang efektif dan efisien. Hal ini
bertujuan untuk: cross-level, optimasi
berorientasi klien, dan membentuk
rantai digitalisasi yang sempurna,
mengelola urusan bisnis
secara
elektornik, kerjasama antara pemerintah
daerah propinsi dan kabupaten secara
teratur menggunakan TIK.
c. Transparansi, perlindungan data, dan
keamanan data E-gov. Tujuannya:
minimisasi dan keamanan data, user
dapat meminta informasi tanpa harus
mengolah data, aksi administratif dan
pelaksanaan prosedur dan perundang-an
yang transparan dan aman.
d. Partisipasi Sosial. Tujuannya: mempromosikan partisipasi warga dan
bisnis, Partisipasi warga dan bisnis akan
memiliki dampak yang terlihat.
e. Inovasi dan keberlanjutan. Tujuannya:
administrasi publik secara vertikal
dapat mendukung kapasitas inovasi dan
terbuka terhadap perubahan, e-gov
dapat memberikan kontribusi yang
signifikan
terhadap
kelestarian
lingkungan.
f. Dukungan TI berkinerja Tinggi.
Tujuannya : Perluasan TI menjadi
modular dan sederhana, konten, pela-

ISBN: 979-26-0280-1

399

yanan dasar, aplikasi dan infrastruktur
dapat digabungkan dan digunakan
kembali,
berstandar
internasional
terutama untuk interoperabilitas, dan
penerapannya, e-gov juga tetap
berfungsi selama krisis.
3.1. Analisis Penilaian Kesiapan E-gov
Setelah strategi TIK organisasi e-gov
ditentukan, maka selanjutnya dilakukan
penilaian kesiapan e-gov. Penilaian kesiapan
e-gov memberikan pengetahuan yang penting
untuk memberikan kebijakan dan untuk
melakukan pengambilan keputusan[3].
Selain itu, penilaian kesiapan elektronik
(e-readiness) memungkinkan pemerintah
untuk mengatur, mengukur dan mencapai
tujuan yang realistis untuk e-gov. Hal ini
penting
untuk
mengembangkan
dan
melakukan penilaian e-readiness sehingga
hasilnya
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengkatalisasi tindakan, meningkatkan daya
saing global, dan memanfaatkan sumber daya
yang terbatas dengan bijaksana.
Dalam penilaian kesiapan e-gov perlu
melakukan pemeriksaan dimensi kunci dari
lingkungan e-government guna membantu
pengambil
keputusan,
mengidentifikasi
prioritas tindakan, berdasarkan tingkat
kesiapan dan strategi pembangunan nasional.
Model yang dapat diterapkan untuk
mengukur kesiapan e-gov pada negara
berkembang, sesuai dengan kerangka kerja
(framework) e-gov untuk penilaian ereadiness ditentukan beberapa langkah model
sebagai berikut:
a. Menentukan Model Penilaian: model
penilaian
yang
diusulkan
untuk
penilaian Kesiapan e-gov yang telah
dirancang yaitu dengan menerapkan
kerangka kerja berbasis komponen[3].
Model berbasis komponen menyediakan
fleksibilitas yang signifikan dalam
mengembang-kan instrumen penilaian
nyata dari komponen yang ada dan
menyesua-ikan
komponen-komponen
tersebut untuk memenuhi kebutuhan
nyata. Hal ini menentukan informasi
yang diperlukan untuk setiap komponen
selama desain survei, dan membantu
mengembangkan
instrumen
untuk
mengumpulkan data dari sumber yang
berbeda.

400

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015

b.

Menentukan Lingkup Penilaian. Yaitu
mendefinisikan tingkat pemerintahan
yang
tercakup
dalam
penilaian,
membantu
untuk
memperkirakan
sumber daya manusia dan kerangka
waktu yang dibutuhkan untuk latihan
survei dan memastikan survei yang tepat
dan desain instrumen . Dalam konteks
ini direkomendasikan untuk negaranegara berkembang, dengan kurangnya
kebutuhan sumber daya manusia dan
kapasitas kelembagaan yang rendah.
Sehingga untuk negara berkembang
lingkupnya
adalah nasional dan
regional/lokal.
c. Proses Penilaian. Proses penilaian yang
diusulkan meliputi tahapan: desain
survey,
desain
instrumen,
pengembangan instrumen, koleksi data,
konsulidasi data, dan analisis data.
Ketentuan langkah model tersebut
digunakan bersamaan dengan ketersediaan
sumber daya, stageholder, dan instrumen.
Jenis ketersediannya tergantung terhadap
kebutuhan penilaian berdasarkan model dan
lingkup penilaian. Instrumen yang digunakan
adalah instrumen penilaian kesiapan untuk
negara berkembang yang meliputi 6
komponen dimensi, dan 1 faktor yang
mempengaruhi[1]. Namun demikian tidak
menutup kemungkinan untuk menggunakan
instrumen yang sudah ada seperti UNDESA,
ITU, dan lainnya, namun hasilnya kurang
fokus untuk penilaian kesiapan khususnya
bagi negara berkembang.
3.2. Analisis Model Adopsi E-gov
Guna menetukan model adopsi e-gov
pada masyarakat di negara berkembang
menggunakan
model
Bwalya
yang
merupakan pengembangan dari model
Kumar. Hal ini menjadi alasan penting
karena
Bwalya
dalam
pembahasan
makalahnya menggunakan studi kasus negara
berkembang[16]. Sedangkan model adopsi
yang dipakai merupakan pengembangan dari
Kumar[12] yang menggunakan studi kasus
negara maju(Kanada). Model adopsi yang
dipakai kumar adalah pengambangan dari
TAM. Sehingga model Bwalya merupakan
pengembangan dari Kumar dan TAM.
Oleh karena itu model adopsi yang
diterapkan adalah sebagai berikut :
a. Karakeristik Pengguna. Berupa resiko
yang dirasakan (perceived risk), kontrol

ISBN: 979-26-0280-1

b.

yang dirasakan (perceived control), dan
pengalaman Internet (internet) yang
dapat memiliki dampak langsung pada
adopsi Internet. Pengalaman berinternet
mempengaruhi keperca-yaan warga
negara dari e-gov. Jika pengguna puas,
akan lebih mungkin untuk kembali
menggunakan layanan e-gov. Variabel
yang digunakan untuk mengukur
pengalaman internet termasuk durasi
pengalaman, frekue-nsi penggunaan,
dan pola penggu-naan. Perasaan berisiko
dapat didefinisikan sebagai risiko
kehilang-an atau terbongkarnya data dan
informasi pribadi melalui interaksi
online seperti resiko keuangan, risiko
kinerja, risiko psikologis, risiko sosial,
risiko kenyamanan, dan resiko secara
keseluruhan. Sedangkan kendali resiko
dapat diartikan sebagai persepsi individu
untuk mengontrol penggunaan informasi
pribadi dan bagaimana serta kapan
informasi
yang dibutuhkan bisa
diperoleh. Kontrol yang dirasakan
individu akan memperbesar adopsi egov.
Desain Website. Berupa kegunaan yang
dirasakan (perceived usefulness) dan
kemudahan penggu-naan yang dirasakan
(perceived easy of use). Perceived
usefulness merupakan keyakinan para
pengguna situs bahwa situs yang
dikunjunginya akan menyediakan semua
informasi yang dibutuhkannya. Jadi
semakin tinggi keyakinan masyarakat
bahwa kegunaan e-gov pemerintahnya
tinggi,
maka
semakin
besar
kemungkinan
masyarakat
mau
memanfaatkan e-gov tersebut, walaupun
memang masih ada faktor-faktor lainnya
yang bepengaruh akan hal ini.
Sedangkan perceived easy of use
merupakan sistem yang mudah untuk
digunakan, terutama bagi individu yang
belum memiliki keahlian menggunakan
komputer. Sebuah website adalah
komponen kunci dari strategi pemasaran
online, ini berarti bahwa besar
perawatan yang diperlukan dalam
merancang untuk melayani target pasar
secara efektif dan efisien. Hal ini
memerlukan
beberapa
faktor
pertimbangan
seperti
kemudahan
navigasi, estetik , isi, aksesibilitas, dan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015

c.

d.

e.

fitur seperti personalisasi, kustomisasi,
perawatan
diri
pelanggan
dan
masyarakat.
Kualitas Layanan. Kualitas layanan
umumnya memainkan peran yang
sangat penting dalam lingkungan bisnis
online. Hal ini sangat penting untuk
memahami kebutuhan pelanggan dan
layanan khusus untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Sureschander et
al.dalam Kumar telah mengidentifikasi
lima faktor penting dalam mengukur
kualitas layanan yaitu: layanan produk
inti, unsur manusia dalam memberi
pelayanan,
pengaturan
layanan,
memberi layanan nyata, dan sebagai
tanggung jawab sosial. Karena itu
kebutuhan
pelanggan
sebaiknya
merupakan prioritas utama pemerintah
dalam
memberikan
pelayanannya.
Kumar memberikan beberapa ukuran
tentang kualitas pelayanan yang baik
yaitu: kualitas content atau informasi
yang diberikan, kecepatan menanggapi
pengguna e-gov yang berwawasan
kepada
pemecahan
masalah,
ketersediaan nomor telepon atau
faksimili untuk menjaga keterhubu-ngan
pengguna dengan pemerintah.
Kepuasan
Pelanggan.
Kepuasan
Pelanggan sebagai akibat dari kualitas
pelayanan. LaBarbera & Mazursky
dinyatakan bahwa klien akan merasa
puas ketika apa yang ia dapatkan dari
produk yang dikonsumsinya melebihi
harapannya. Sehingga semakin tinggi
tingkat
kepuasan
klien,
maka
loyalitasnya akan terjaga pula.
Komitmen Pemerintah. Pemerintah
harus menciptakan lingkungan yang
memungkinkan untuk penerapan TIK
dalam kehidupan sehari-hari warganya.
Pemerintah juga harus memainkan peran
utama
dalam
mengembangkan
infrastruktur TIK karena ini merupakan
persyaratan
untuk
implementasi
kesukesan e-gov. Komitmen pemerintah
terdiri dari dua hal utama, yaitu
pimpinan lembaga pemerinta, dan dan
sumber daya lembaga pemerintah.
Pemimpin pemerintahan harus memiliki
komitmen tinggi dalam menjalankan
tugasnya yaitu bersedia melayani

ISBN: 979-26-0280-1

f.

g.

401

rakyatnya, bukan dilayani rakyatnya.
Komitmen pemimpin ini harus muncul
dari kesadaran pemimpin untuk melakukan perubahan mulai dari visi, misi dan
programnya,
termasuk
peruba-han
mindset
dirinya
beserta
seluruh
jajarannya. Sedangkan sumber daya
lembaga pemerintah meliputi uang
(budget), tempat, content, koneksi
internet yang memadai, dan SDM.
Kesadaran Budaya. Berupa power
distance, dan Uncertainty Avoidance.
Power distance didefinisikan sebagai
jarak antara kelas bawah dan kelas yang
lebih
atas
dalam
masyarakat.
Warganegara yang berada di negaranegara yang jarak powernya lebih
tinggi, dalam arti bahwa terdapat jarak
yang lebih besar antara kelas atas dan
bawah, akan lebih suka menjalankan
tugas-tugas yang dispesifikan oleh
pejabat yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena dalam perbedaan
power ini terkandung adanya perbedaan
yang besar antara mereka yang
berpendidikan tinggi dan rendah.
Uncertainty Avoidance didefinisikan
sebagai
kecenderungan
untuk
menghindari resiko. Dimana individuindividu yang hidup dalam budaya yang
cenderung tinggi menghindari resiko
akan lebih memprioritaskan trust pada egov.
Infrastruktur TI yang murah dan
memadai. Ini merupakan faktor utama
pemerintah dalam mengem-bangkan egov, selain modal SDM. Infrastruktur IT
secara fisik yang berupa komputer untuk
mengakses layanan elektronik bila
harganya murah dan memadai, maka
pengguna layanan ini akan lebih
termotivasi untuk menggunakannya.
Ketersediaan
yang
memadai
infrasutrktur TI tentunya tidak hanya
yang digunakan oleh pemakai layanan,
tetapi juga penyedia layanan dalam hal
ini pemerintah dan pihak ketiga sebagai
provider.

402

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015

4. KESIMPULAN
Hasil penyusunan strategi E-gov perlu
memperhatikan beberapa alasan penting
yaitu kemanfaatan pada masyarakat,
efesiensi biaya, transparansi, keamanan,
partisipasi
msyarakat,
inovasi
yang
berkelanjutan, dan dukungan TI..
Sedangkan
adopsi
e-gov
perlu
memperhatikan karakteristik pengguna,
desain website, kualitas layanan, kepuasan
pelanggan, komitmen pemerintah, kesadaran
pemakaian, dan infrastruktur TI yang
memadai.

5. SUMBER PUSTAKA
[1] I. A. Alghamdi, R. Goodwin, and G.
Rampersad,
“A
Suggested
EGovernment Framework for Assessing
Organizational
E-Readiness
in
Developing
Countries,”
ICIEISSpringer-Verlag Berlin Heidelberg , no.
II, pp. 479–498, 2011.
[2] U. Nations, “E-Government Survey
2012,” UNDESA, pp. 1–160, 2012.
[3] Z. Dzhusupova, M. Shareef, A. Ojo, and
T. Janowski, “Methodology for eGovernment Readiness Assessment –
Model , Instruments , Implementation,”
in International Conference on Society
and Information Technology, USA,
2010.
[4] E. Commission, “Framework for a set of
e-government
core
indicators,”
Partnership On Measuring ICT For
Development, no. March, pp. 1–54,
2012.
[5] F. Mulyono, “Model Adopsi EGovernment Dalam Perspektif Sistem,”
Jurnal
Administrasi
Bisnis,
journal.unpar.ac.id , vol. 7, no. 2, pp.
61–74, 2012.
[6] Z. Al-adawi, Yousafzai, J Pallister,
“Conceptual Model of Citizen Adoption
of e-government,” in The Second
International Conference on Innovations
in Information Technology (IIT’05),
2005, pp. 1–10.
[7] V.
Ndou,
“E-Government
for
Development Countries : Opportunities
and Challenges,” EJISDC, vol. 18, no.
1, pp. 1–24, 2004.

ISBN: 979-26-0280-1

[8] J. A. Farooquie, “A Review of EGovernment Readiness in India and the
UAE,” International Journal of
Humanities and Social Science, vol. 1,
no. 1, pp. 6–13, 2011.
[9] R. Helali, I. Achour, L. L. Jilani, and H.
Ben Ghezala, “A Study of EGovernment Architectures,” SpringerVerlag Berlin Heidelberg , pp. 158–172,
2011
[10] Z. J. Kovacic, “National Culture and EGovernment Readiness,” International
Journal of Communication Technologies
and Human Development, vol. 1, no. 2,
pp. 87–104, 2009.
[11] D. Dada, “E-Readiness For Developing
Countries : Moving The Focus From
The Environment To The Users,”
EJISDC, vol. 27, no. 6, pp. 1–14, 2006
[12] V. Kumar, B. Mukerji, I. Butt, and A.
Persaud, “Factors for Successful eGovernment Adoption : a Conceptual
Framework,” EJEG - www.ejeg.com,
vol. 5, no. 1, pp. 63–76, 2007.
[13] S. Alawadhi and A. Morris, “Factors
Influencing the Adoption of Egovernment Services,” Journal Of
Sotware- Academy Publisher , vol. 4, no.
6, pp. 584–590, 2009.
[14] R. Mehra, “Paying for Goods and
Services Using a Mobile Phone :
Exploring Mobile Payment Use and
Adoption Dissertation submitted to
Auckland University of Technology in
partial fulfilment of the requirements for
the degree of Master of Computer and
Information Scien,” Thesis -Master of
Computer and Information Sciences AUT University, vol. 13, no. 3, pp. 1–
123, 2010.
[15] E. A. Abu-Shanab, “Digital Government
Adoption in Jordan : An Environmental
Model,” Intrnational Arab Journal of eTechnology, vol. 2, no. 3, pp. 129–135,
2011.
[16] K. J. Bwalya, “Factors Affecting
Adaption of E-government in Zambia,”
EJISDC, vol. 38, no. 4, pp. 1–13, 2009.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65