Hukum Kewarisan Perdata Barat badan hukum perdata

Resume
Hukum Kewarisan Perdata Barat

Dosen: Sugandhi Ishak, S.H., M.H.
Oleh
Sheren Elisabeth (205160215)
Fakultas Hukum
Universitas Tarumanagara
Jakarta
2017
I.

Pengertian

Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan
harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, mengatur peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.
Beberapa istilah yang dipakai dalam Hukum Kewarisan:
1. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal.
2. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan “Harta
Kekayaan”.

3. Ahli Waris adalah anggota keluarga yang meninggal dunia yang menggantikan
kedudukan Pewaris dibidang Hukum Kekayaan akibat peninggalnya Pewaris.
4. Harta Waris adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang
ditinggalkan pewaris dan berpindah pada sekalian ahli warisnya. Keseluruhan
kekayaan tersebut yang menjadi milik bersama ahli waris disebut Boedel.
Subjek dari hukum waris adalah Pewaris dan Ahli waris. Pewaris adalah seseorang
yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta
kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat
sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga yang meninggal dunia yang menggantikan
kedudukan Pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya Pewaris.1
II.

Ketentuan Umum Pewarisan
1. Syarat Pewarisan
a. Pasal 830 KUHPerdata pewarisan hanya berlangsung “karena kematian”
b. Ahli waris harus hidup, menurut Pasal 836 KUHPerdata:
“Agar dapat bertindak sebagai ahli waris, seseorang harus sudah ada pada saat
warisan itu dibuka, dengan mengindahkan ketentuan dalam Pasal 2 kitab undangundang ini”2.


1

Obbie Afri Gultom, Ketentuan Waris Berdasarkan KUHPerdata (BW), diakses dari
http://www.gultomlawconsultants.com/ketentuan-waris-berdasarkan-kuhperdata-bw/#, pada tanggal 5
Juni 2017 pukul 12.36
2 Pasal 2 KUHPer: Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap kali

kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati setelah dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada.

c. Antara pewaris dan ahli waris ada hubungan darah.
d. Ahli waris patut mewaris (waardig)
Onwaardig (tidak patut mewaris), menurut Pasal 838 KUHPerdata:
-

Dipersalahkan membunuh/mencoba membunuh pewaris

-

Memfitnah pewaris, melakukan kejahatan yg ancaman hukumannya 5
thn/lebih berat


-

Dengan kekerasan mencegah atau perbuatan yg mencegah pewaris
menbuat/mencabut surat wasiat

-

Menggelapkan, merusak, memalsukan surat wasiat

Asas yang tersimpul dari pasal 838 adalah Jadi asasnya ahli waris haruslah orang
yang tidak dianggap sebagai orang yang onwaardig untuk mewaris.3
2. Prinsip Pewarisan
a. Pada asasnya yang beralih hanya hak dan kewajiban dalam bidang Hukum
Kekayaan
b. Pasal 833 KUHPerdata, dengan meninggalnya seseorang seketika hak dan
kewajiban Pewaris beralih pada Ahli Warisnya, dengan demikian demi hukum
Ahli Waris memperoleh kekayaan Pewaris tanpa menuntut penyerahan (Hak
Saisine)
Berkaitan dengan hak saisine tersebut diatas, dalam Pasal 834 KUHPerdata

terdapat Hak Ahli Waris untuk menuntut khusus berkaitan dengan warisan
(Hereditatis Petitio).4
c. Yang berhak mewaris pada dasarnya adalah keluarga sedarah Pewaris (Pasal
832 KUHPerdata)
d. Harta warisan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi (Pasal 1066
KUHPerdata)
e. Setiap orang termasuk bayi dalam kandungan cakap mewaris → kecuali
mereka yang dinyatakan tidak patut mewaris (onwaardig)
3 J. Satrio, Hukum Waris (Bandung: Alumni, 1992), halaman 44.

4 Pasal 834 KUHPerdata: Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya
terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak
ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya.
Dia boleh mengajukan gugatan itu. Gugatan itu ………. (Garis miring dan tebal dari Penulis)

3. Cara Mendapatkan Warisan
a. Mewaris menurut UU (ab intestato) adalah suatu pewarisan dimana
hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewaris dan ahli
waris.
Menurut UU ada dua cara mewaris:

- Berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigenhoofde) pada asasnya adalah
mereka yang terpanggil mewaris berdasarkan kedudukan sendiri.
- Berdasarkan penggantian adalah pewarisan dimana ahli waris mewaris
menggantikan ahli waris yang telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris
b. Mewaris secara Testamentair adalah suatu pewarisan karena ditunjuk dalam
Surat Wasiat atau Testamen5
III.

Kewarisan Berdasarkan Undang-Undang (Ab-Intesto)
1. Mewaris Berdasarkan Kedudukan Sendiri (Uit Eigen Hoofden)
Menurut pasal 832 KUH Perdata ada empat golongan ahli waris ab intestato di
mana golongan kedua baru tampil jika golongan pertama tidak ada dan demikian
seterusnya.
Pembagian golongan ini meliputi:
a. Golongan I
Anak-anak dan keturunannya, serta isteri atau suami yang masih hidup. Contoh
Jon dan Kina kawin tanpa anak, jika Jon meninggal, satu-satunya ahli waris Jon
ialah Kina demikian sebaliknya. Namun, jika Jon dan Kina kawin dan mempunyai
anak yang sah Garry, Grace dan Gabby, jika Jon meninggal, Kina, Garry, Grace
dan Gabby ialah para ahli waris Jon dengan bagiannya masing-masing.


5 Diakses dari http://kbbi.web.id/testamen, pada tanggal 6 Juni 2017 pukul 2.39

b. Golongan II
Orang tua (ayah dan/atau ibu), saudara-saudara dan keturunannya tampil jika golongan pertama tidak ada.
Contoh: Jon dan Kina kawin dan mempunyai anak yang sah Garry, Gino, dan
Gabby. Jika Garry meninggal tanpa meninggalkan isteri dan anak, ahli warisnya
ialah Jon, Kina, Gino dan Gabby dengan bagian yang masing-masing sama. Jika
Gino meninggal sebelum Garry meninggal, dengan meninggalkan isteri Sinta, dan
Galang, Tarra (anak), maka bagian warisan Gino dibagikan secara merata kepada
Sinta, Galang, dan Tarra yang mewaris menggantikan Gino.

c. Golongan III
Golongan ini ialah kakek dan/atau nenek dan/atau leluhur mereka, yang tampil
jika golongan kedua tidak ada. Jika pewaris tidak meninggalkan suami/isteri,
keturunan dan saudara, tanpa mengurangi ketentuan pasal 859 KUH Perdata,
warisan dibagi dua bagian sama, satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis
bapak ke atas dan satu bagian untuk garis ibu ke atas (pasal 853 KUH Perdata).
kloving


d. Golongan IV
Golongan ini ialah sanak saudara dari garis ke samping seperti paman, bibi,
dengan hak pergantian kedudukan tampil jika golongan ketiga tidak ada.

2. Mewaris Berdasarkan Penggantian (Bij Plaatsvervulling)
a. Penggantian hanya karena “kematian”, orang yang menolak warisan tidak
dapat digantikan tempatnya sebagai ahli waris menurut Pasal 846
KUHPerdata.6
b. Syarat Penggantian :
-

Ditinjau dari pewaris → harus telah meninggal terlebih dahulu dari ahli
waris yang digantikan.

-

Ditinjau dari ahli waris yang menggantikan :


Harus keturunan yang sah dari yang digantikan




Syarat – syarat pewarisan pada umumnya terpenuhi;
1). hidup pada saat pewarisan terbuka
2). tidak dinyatakan onwaardig (tak patut mewaris)

6 Pasal 846 KUHPerdata: Dalam segala hal, bila penggantian diperkenankan, pembagian dilakukan

pancang demi pancang; bila suatu pancang mempunyai beberapa cabang, maka pembagian lebih lanjut
dalam tiap-tiap cabang dilakukan pancang demi pancang pula, sedangkan antara orang-orang dalam
cabang yang sama, pembagian dilakukan kepala demi kepala.

c. Macam penggantian:
-

Dalam garis lencang kebawah tanpa batas → pasal 842 KUHPdt

-


Dalam garis menyamping; saudara digantikan anak-anaknya → pasal
844KUHPerdata

-

Penggantian dalam garis samping dalam hal ini yang tampil adalah
anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada saudara,
misalnya paman, bibi, atau keponakan

d. Di dalam Pasal 841 KUHPer ditentukan:
“Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak
sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang
digantikannya”
Misalnya : Jika ada seorang pewaris A meninggalkan 2 orang anak, B dan C,
dan dua orang cucu dari C, D dan E. jika C meninggal terlebih dahulu dari A
maka D dan E menggantikan C. dalam hal ini semua hak-hak C digantikan D
dan E. dengan demikian D dan E mewaris bersama B.
e. Mengenai penggantian tempat menurut Pasal 847 KUHPerdata tidak
seorangpun dapat bertindak untuk orang yang masih hidup.7
f. Menurut Pasal 843 KUHPerdata, tidak ada penggantian terhadap keluarga

sedarah dalam garis menyimpang keatas. Keluarga terdekat dalam dua garis
mengenyampingkan segala keluarga dalam penderajatan yang lebih jauh.
Misalnya : A meninggalkan B ayah C ibu, disamping itu ada pula D kakek A
dari pihak bapak, serta E saudara kakek dari pihak bapak. D dan C meninggal
terlebih dahulu dari A, dalam hal ini E tidak dapat menggantikan B untuk
mendapatkan harta dari A. Sebab tidak ada penggantian terhadap saudara
sedarah dalam garis menyimpang keatas. Dengan demikian harta jatuh pada
B.
IV.

Mewaris Berdasarkan Testamen (Testamentair)

7 Pasal 847 KUHPerdata: Tak seorang pun boleh menggantikan orang yang masih hidup.

1. Arti Testament → pasal 875 KUHPerdata → suatu akta yang memuat tentang
apa yang dikehendaki terhadap harta setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut
kembali → Pernyataan sepihak
2. Unsur-unsur testament
a. Akta
b. Pernyataan kehendak

c. Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap harta
d. Dapat dicabut kembali
e. Syarat membuat testament
f. Dewasa → 18 tahun (cakap bertindak)
g. Akal sehat
h. Tidak dapat pengampuan
i. Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, kekeliruan
j. Isi harus jelas
3. Wasiat (testament) lahir secara sepihak
Oleh sebab wasiat (testament) lahir secara sepihak, setiap saat wasiat (testament)
dapat diubah atau ditarik kembali oleh pembuatnya.
4. Kecakapan untuk membuat surat wasiat
setiap orang dapat/boleh membuat surat wasiat (pasal 896 KUH Perdata), kecuali:
(a) anak-anak di bawah usia 18 tahun (pasal 897 KUH Perdata); dan (b) mereka
yang tidak mempunyai pikiran sehat, berada di bawah pengampuan (pasal 898
KUH Perdata)
5. Testamen bersama
Menurut pasal 930 KUH Perdata, dua orang atau lebih dapat menetapkan
kehendaknya dalam satu surat wasiat (mutuele testateur bij eene acte).
6. Macam-macam Surat Wasiat (Testament)
a.

Wasiat Terbuka (Openbaare Testament)

yaitu wasiat berbentuk akta notaris yang isinya dibuat sesuai dengan kehendak
pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi untuk dibacakan saat
pembuat surat wasiat meninggal dunia.
b.

Wasiat tulisan tangan (Olografis Testament)

yaitu wasiat yang ditulis tangan oleh pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh
dua orang saksi, kemudian diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk
disimpan dan nantinya diserahkan kepada Kantor Balai Harta Peninggalan (BHP)
untuk dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia.
c.

Wasiat Rahasia (Geheimde Testament):

yaitu wasiat yang dibuat sendiri oleh pembuat Surat Wasiat di hadapan 4 (empat)
orang saksi, kemudian dimasukkan dalam sampul tertutup yang disegel serta
diserahkan kepada seorang notaris untuk disimpan dan dibacakan saat pembuat
surat wasiat meninggal dunia.
7. Isi testament
a. Erfstelling → pasal 954 KUHPerdata
└ Testamentair erfgenaam
b. Legaat (berhubungan dengan harta) → pasal 957 KUHPerdata
└ Legetaris
c. Codicil (tidak berhubungan dengan harta)
8. Pencabutan testament
a. Secara tegas, jika dibuat surat wasiat baru yang isinya mengenai pencabutan
surat wasiat
b. Secara diam-diam, dibuat testament baru yang memuat pesan-pesan yang
bertentangan dengan testament lama
V.

Pewarisan Anak Luar Kawin
1. Pengertian
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau sebelum 180 hari dari
perkawinan orang tuanya disebut anak luar kawin (tidak sah) begitu juga dengan
anak yang
255

dilahirkan 300 hari setelah perkawinan bubar adalah tidak sah (Pasal
KUHPerdata).

Agar anak luar kawin tersebut mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan
ayahnya, maka menurut ketentuan Pasal 280 KUH Perdata, ayah ibunya harus
melakukan tindakan pengakuan. Apabila ayah ibunya tidak melakukan tindakan
pengakuan maka dapat menyebabkan anak tersebut tidak ber-ayah dan tidak beribu.

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1
Tahun 1974, anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.8 Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal
280 KUHPerdata, di mana untuk memperoleh status agar memiliki hubungan
hukum antara ayah dan ibu dengan anak luar kawin haruslah anak itu diakui oleh
ayah dan

ibunya.9 Ini berarti status diperoleh si anak tidak dengan sendirinya

karena kelahiran, tetapi karena adanya pengakuan dari ayah dan ibunya.
Dengan adanya hubungan hukum itu barulah timbul kewajiban timbal balik
antara anak

luar kawin dengan orang tuanya. Hubungan ini meliputi dalam hal

memberi nafkah, perwalian, izin kawin, hak mewaris

dan lain-lain.

Apabila pengakuan tidak dilakukan, apakah dengan cara sukarela atau
dengan cara

paksaan, maka hubungan hukum itu tidak pernah ada dengan

segala akibat yang merugikan bagi si anak terutama selagi ia msih di bawah umur,
tanpa adanya jaminan orang tuanya.
2. Meskipun ALK mempunyai hak waris terhadap orang tuanya hak warisannya itu
sangat “inferior” sifatnya jika dibandingkan dengan hak waris anak-anak sah
karena :
a. Ia tidak mempunyai hak waris tersendiri, dalam arti kata terhadap warisan
orang tuanya itu ia tidak mungkin mewaris sendirian sepanjang orang tuanya
masih mempunyai keluarga sedarah dalam batas derajat yang boleh mewaris
yaitu enam derajat. yaitu enam derajat.
b. Ia selalu “membonceng” pada salah satu kelas ahli waris sah yang empat.
ALK itu hanya mempunyai hak waris tersendiri jika orang tuanya tidak
meninggalkan keluarga yang termasuk dalam keempat-empat kelas ahli waris
sah
c. Porsi atau bahagian yang diterimanya adalah lebih kecil dari porsi yang akan
diterimanya sekiranya ia adalah anak sah.Besar kecilnya porsi itu bukan saja
ditentukan oleh berapa saja ditentukan oleh berapa orang temannya yang
8 Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”
9 Pasal 280 KUHPer: “Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata
antara anak itu dan bapak atau ibunya.”

mewaris, akan tetapi juga dan terutama sekali oleh kenyataan ahliwaris kelas
berapa temannya mewaris itu.
3. Hak waris ALK yang diakui sah diatur dalam pasal 862 sampai diatur dalam
pasal 862 sampai dengan pasal 873. Besarnya porsi ALK itu diatur dalam Pasal
863. Isi pasal itu dapat disimpulkan sebagai diuraikan dibawah ini :
Besarnya porsi yang diwaris oleh ALK yang diakui sah dari harta peninggalan
ayah atau ibu yang mengakuinya ialah :
a. Jika ayah atau ibunya itu meninggalkan janda/duda dan/atau anak keturunan
janda/duda dan/atau anak keturunan (ahliwaris kelas pertama) maka anak luar
kawin itu mendapat bahagian sebesar 1/3 dari bahagian yang akan diterimanya
sekiranya ia adalah anak sah.
b. Jika ayah atau ibunya itu tidak meninggalkan ahliwaris kelas pertama tapi ada
meninggalkan sdr/sdri atau keturunannya dan/atau ayah/ibu (ahliwaris kelas
kedua) atau yang ada hanya kedua) atau yang ada hanya kakek/nenek dan
seterusnya dalam garis lurus keatas (ahliwaris kelas ketiga) maka anak luar
kawin memperoleh ½ dari warisan.III.
c. Jika ayah/ibunya itu hanya meninggalkan ahliwaris sah kelas keempat atau
keluarga sedarah garis kesamping yang lebih jauh garis kesamping yang
lebih jauh pertalian darahnya dari sdr/sdri maka anak luar kawin mendapat
bahagian sebesar ¾ dari warisan.
VI.

Legitimie Portie
1. Pengertian
Menurut KUH Perdata, Legitieme Portie adalah suatu bagian mutlak tertentu dari
harta warisan terutama bagi anak sah maupun anak luar kawin yang disahkan,
yang dijamin hukum tidak dapat dihapuskan oleh siapapun termasuk pewaris
dengan surat wasiat.
Dikalangan praktisi hukum sejak puluhan tahun dikenal sebagai “bagian mutlak”
(legitime Portie). Bagian mutlak adalah bagian dari warisan yang diberikan
Undang-Undang kepada ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan ke atas.
Bagian mutlak tidak boleh ditetapkan atau dicabut dengan cara apapun oleh

pewaris, baik secara hibah-hibah yang diberikan semasa pewaris hidup maupun
dengan surat wasiat melalui hibah wasiat (legaat) dan erfstelling).10
2. Hak Legitieme Portie baru timbul jika ada ahli waris ab intestato tampil menuntut
pembatalan suatu surat wasiat dan/atau menuntut supaya diadakan pengurangan
terhadap pembagian warisan jika ia merasa dirugikan karena dikurangi legitieme
portienya.
3. Besarnya legitieme portie menurut Pasal 914 KUH Perdata
a. Jika hanya ada satu orang anak sah, legitieme-portie adalah ½ (setengah) dari
harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima,
b. Jika ada dua orang anak sah, legitieme-portie masing-masing anak adalah 2/3
(dua pertiga) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima,
c. Jika ada tiga orang anak sah atau lebih, legitieme portie masing-masing anak
adalah ¾ (tiga perempat) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan
diterima,
d. Jika seorang anak belum beristeri dan beranak meninggal dunia, maka legitieme portie ahli warisnya menurut garis vertikal ke atas seperti orang tua atau
nenek adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan
diterima (pasal 915 KUH perdata)
e. Legitieme-portie dari anak luar kawin yang telah diakui adalah ½ (setengah)
dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima.
4. Tujuan Adanya Legitime Portie
Seseorang pewaris mempunyai kebebasan untuk mencabut hak waris dari para
ahli warinya, karena meskipun ada ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang
yang menentukan siapa-siapa akan mewaris harta peninggalannya dan berapa
bagian masing-masing. Akan tetapi untuk ahli waris ab intestato diadakan bagian
tertentu yang harus diterima oleh mereka, karena mereka demikian dekatnya
hubungan kekeluargaan dengan si pewaris. Agar orang secara tidak mudah
mengesampingkan mereka, maka Undang-Undang melarang seseorang semasa
hidupnya menghibahkan atau mewasiatkan harta kekayaannya kepada orang lain
dengan melanggar hak dari para ahli waris ab intestato itu.
10 Suberti dan Tjitro Sudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, halaman 239.

Ahli waris yang dapat menjalankan haknya atas bagian yang dilindungi undangundang itu dinamakan “Legitimaris” sedang bagiannya yang dilindungi oleh
Undang-Undang itu dinamakan “legfitime portie”. Jadi harta peninggalan dalam
mana ada legitimaris terbagi dua, yaitu “legitime portie” (bagian mutlak) dan
“beschikbaar” (bagian yang tersedia). Bagian yang tersedia ialah bagian yang
dapat dikuasai oleh pewaris, ia boleh menghibahkannya sewaktu ia masih hidup
atau mewasiatkannya. Hampir dalam perundang-undangan semua negara dikenal
lembaga legitime portie. Peraturan di negara satu tidak sama dengan peraturan di
negara lain, terutama mengenai siapa-siapa sajalah yang berhak atasnya dan
legitimaris berhak atas apa.11
Bagian yang kedua itu (bagian mutlak), diperuntukkan bagian para legitimaris
bersama-sama, bilamana seorang legitimaris menolak (vierwerp) atau tidak patut
mewaris (onwaardig) untuk memperoleh sesuatu dari warisan itu, sehingga
bagiannya menjadi tidak dapat dikuasai (werd niet beschikbaar), maka bagian itu
akan diterima oleh legitimaris lainnya. Jadi bila masih terdapat legitimaris lainnya
maka bagian mutlak itu tetap diperuntukkan bagi mereka ini, hanya jika para
legitimaris menuntutnya, ini berarti bahwa apabila legitimaris itu sepanjang tidak
menuntutnya, maka pewaris masih mempunyai “beschikking-srecht” atas seluruh
hartanya.
VII.

Menerima atau Menolak Warisan
Terbukanya warisan jika pewaris telah meninggal, seorang ahli waris dapat memilih
apakah ia akan menerima atau menolak warisan itu, atau ada pula kemungkinan untuk
menerima tetapi dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang-hutang
si meninggal, yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.12
1. 3 kemungkinan yang dapat timbul karena hubungan-hubungan antara
pewaris dan ahli waris.

11 Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, (Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas

Gajah Mada: Yogyakarta,1984), halaman 109.
12 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), halaman 95.

a. Penerimaan sepenuhnya
Kalau ahli waris sudah menerima sepenuhnya, maka ahli waris tersebut
bertanggung jawab atas segala piutang warisan; milik pribadi ahli waris ikut
menjadi harta pertanggungjawab terhadap utang-utang warisan.
Tetapi kalau ahli waris ini mendapat bagian-bagian warisan menurut
ketentuan-ketentuan pembagian, maka pertanggungjawaban juga sesuai
dengan bagian yang diperolehnya.
b. Penolakan
Kalau mereka menolak, hal ini berarti bahwa mereka melepaskan
pertanggungjawaban sebagai ahli waris, dan juga menyatakan tidak menerima
pembagian harta peninggalan.
Tetapi kalau sama sekali menolak sehingga tidak ada seorang ahli warispun
yang di tunjuk oleh undang-undang, maka akibatnya kekayaan itu jatuh ke
tangan Negara (Pasal 1058 KUHPer).
c. Penerimaan dengan syarat
Kalau penerimaan disertai syarat pendaftaran dulu harta kekayaan, maka
akibatnya adalah:
- Pembayaran utang-utang.
- Harta sendiri tidak ikut menjadi harta pertanggungan.
- Hanya diterima sisa dari harta warisan yang telah di peruntukkan
pembayaran hutang.
- Legat hanya sebesar aktiva warisan tersebut.
Kemungkinan yang ketiga bagi seorang ahli waris, yang merupakan suatu jalan
tengah antara menerima dan menolak dinamakan menerima dengan “beneficiaire
aanvaarding”. Jika ia hendak memilih jalan ini si waris haru menyatakan
kehendaknya kepada Panitera di Pengadila Negri setempat dimana warisan itu telah
terbuka. Akibat yang terpenting dari “beneficiaire aanvaarding”, bahwa kewajiban si
waris untuk melunasi hutang dan beban lainnya di batasi sedemikian rupa, sehingga
pelunasan itu hanyalah dilakukan menurut kekuatan warisan, sehingga si waris tidak
usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaannya sendiri.13
13Ibid, halaman 103-104.

Dengan begitu, tidak terjadi percampuran antara harta peninggalan dengan harta
kekayaan si pewaris. Apabila hutang-hutang si meninggal telah dilunasi semuanya
dan masih ada sisa dari harta peninggalan, barulah sisa ini boleh di ambil oleh para
waris.
2. Kewajiban-kewajiban seorang ahli waris beneficiair
a. Melakukan pencatatan adanya harta peninggalan dalam waktu empat bulan
setelahnya ia menyatakan kehendaknya kepada Panitera Pengadilan Negeri,
bahwa ia menerima warisannya secara beneficiair.
b. Mengurus serta peninggalan sebaik-baiknya.
c. Selekas-lekasnya membereskan urusan warisan.
d. Apabila diminta oleh semua orang berpiutang harus memberikan tanggungan
untuk harga benda-benda yang bergerak beserta benda-benda yang tak
bergerak yang tidak diserahkan kepada orang-orang berpiutang yang
memegang hypotheek.
e. Memberikanpertanggung jawaban kepada sekalian penagih hutang dan orangorang yang menerima pemberian secara legaat.
f. Memanggil orang-orang berpiutang yang tidak terkenal, dalam surat kabar
resmi.
3. Peraturan-peraturan yang berlaku dalam hal penerimaan atau penolakan
warisan
a. Orang yang meninggalkan warisan, tidak diperbolehkan membatasi hak
seorang ahliwaris untuk memilih abtara tiga kemungkinan tersebut diatas,
yaitu apakah ia akan menerima penuh, menolak atau menerima warisannya
dengan bersyarat.
b. Pemilihan antara ketiga kemungkinan tersebut oleh seorang waris tak dapat
dilakukan selama warisan belum berbuka.
c. Pemilihan tidak boleh digantungkan pada suatu ketetapan waktu atau suatu
syarat. Kepentingan umum, terutama kepentingan orang-orang yang
menghutangkan si meninggal mengkehendaki dengan pemilihan itu sudah
tercapai sesuatu keadaan yang pasti yang tidak berubah lagi.

d. Pemilihan tidak dapat dilakukan hanya mengenai sebagian saja dari warisan
yang jatuh kepada seseorang artinya jika seorang ahliwaris menerima atau
menolak, perbuatan itu selaku mengenai seluruh bagiannya dalam warisan.
Hanya, mungkin bagi seorang yang selain ia menjadi ahliwaris, baik menurut
undang0undang atau menurut surat wasiat, juga ia mendapat legaat untuk
menerima legaatnya, tetapi menolak warisannya.
e. Menyatakan menerima atau menolak suatu warisan, adalah suatu perbuatan
hukum yang terletak dalam lapangan hokum kekayaan.
f. Jika seorang ahliwaris sebelum menentukan sikapnya, ia meninggal, maka
haknya untuk memilih beralih pada ahliwarisnya.14

14Ibid., halaman 105-106.