Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara

Sejarah Perkembangan Islam di
Nusantara
Kelas IX-A
1. Ainapasha Alifah(01)
2. Aisyah Fadhillah (02)
3. Dewi Anggraeni .S
(04)
4. Lisa Nurlyeni(09)
5. Prima Dita .A(16)
6. Tiara Egga .A(22)

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

2

Peta Penyebaran Islam di Nusantara
Awal Masuknya Islam di Indonesia
Proses Islamisasi di setiap daerah di Indonesia dilakukan secara bertahap. Daerah yang
pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah Indonesia bagian Barat. Daerah ini merupakan
jalur perdagangan internasional sehingga pengaruh dapat dengan cepat tumbuh di sana. Daerah
pesisir itu nantinya menumbuhkan pusat-pusat kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Pidie,

Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, Goa Makasar, Gresik, Tuban, Cirebon, Ternate dan Tidore
sebagai pusat kerajaan Islam yang berada disekitar pesisir. Kota-kota pelabuhan seperti Jepara,
Tuban, Gresik, Sedayu adalah kota-kota Islam di Pulau Jawa. Di Jawa Barat telah tumbuh kotakota Islam seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten
Ada beberapa pendapat mengenai proses Islamisasi di Indonesia. Menurut Ricklefs, proses
Islamisasi dilakukan dengan dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan
agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing (Arab, India, Persia, dan
lain-lain) yang telah memeluk agama Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah
Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal sehingga ajaran
Islam dengan mudah masuk dalam kehidupan pribumi (orang Indonesia). Perkembangan
berikutnya penyebaran Islam dilakukan melalui pertunjukan kesenian, diplomasi politik dengan
penguasa setempat, membuka lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren, dan tasawuf.
Para sejarawan Indonesia berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia sudah
dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini berdasarkan bukti
bahwa pada abad ke-7 di pusat kerajaan Sriwijaya telah dijumpai perkampungan-perkampungan
pedagang Arab. Pendapat lain dikemukan oleh Mouquette (Ilmuwan Belanda) yang menyatakan
bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13-14 Masehi. Penentuan waktu itu
berdasarkan tulisan pada batu nisan yang ditemukan di Pasai. Batu nisan itu berangka tahun 17
Djulhijah 831 atau 21 September 1428 M dan identik dengan batu nisan yang ditemukan di
makam Maulana Malik Ibrahim (822 H atau 1419 M) di Gresik, Jawa Timur. Begitu juga dengan
ditemukannya batu nisan Malik al-Saleh ( raja Samudera Pasai) yang berangka tahun 698 H atau

1297 M. Selain sumber batu nisan, sumber lainnya didapat dari tulisan Marcopolo (pedagang
Venesia) yang singgah di Sumatera dalam perjalanan pulangnya dari Cina pada tahun 1292. Di
sana disebutkan bahwa Perlak merupakan kota Islam.

Golongan pembawa Islam di Nusantara
Adanya interaksi antara pedagang dari penjuru dunia dengan intensitas yang tinggi,
memunculkan beragam teori mengenai siapakah sebenarnya yang memperkenalkan Agama
Islam kepada penduduk Nusantara. Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara
menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Menemukan sejarah, wacana pergerakan
Islam di Indonesia, terdapat tiga teori waktu masuknya Islam ke Nusantara, asal negara dan
tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

3

Adapun ketiga teori tersebut yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Nusantara
antara lain sebagai berikut :
a. Islam datang dari Arab (teori Mekah)
b. Islam datang dari Gujarat (teori Gujarat)

c. Islam datang dari Persia (teori Persia) .
1. Islam datang dari Arab ( teori Mekah )
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu
teori Gujarat. Dasar teori ini adalah :
a. Pada abad ke-7 yaitu tahun 674 M dipantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab) dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita
Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh mazhab Syafii
terbesar pada waktu itu di Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut
mazhab Hanafi.
c. Raja-raja samudra Pasai menggunakan gelar Al-Maliki yaitu gelar tersebut berasal dari
Mesir. Pendukung teori Mekah ini adalah Buya Hamka, Alwi Shihab, Ahmad Mansur
Suryanegara, Fazlur Rahman, Crawford, Niemann, De Holander. Para ahli yang
mendukung teori ini menyatakan bahwa abad ke-13 sudah berdiri kekuasaan politik
Islam, jadi masuknya Agama Islam ke Nusantara terjadi sebelumnya yaitu abad ke-7 M
dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

Prof. Dr. H. Hamka


2. Islam datang dari Gujarat ( teori Gujarat )
Pendapat ini dikemukakakan oleh Soetjipto Wirjosoeparto dan Christian Snouck
Hurgronje dari Belanda. Ia berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara bukan dari Arab.
Melainkan dari Gujarat/India. Hubungan langsung antara Nusantara dan Arab baru terjadi
pada masa kemudian yaitu contohnya hubungan utusan dari Mataram dan Banten ke Mekah
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

4

pada pertengahan abad ke-7 M. Pendapat tersebut didasarkan pula kepada unsur-unsur
Islam di Nusantara yang menunjukkan persamaannya dengan India.
Menurut pendapat Prof. DR. Azyumardi Azra (Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah),
teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje tidak benar. Dia mengatakan Islam
dibawa oleh pedagang yang datang dari Gujarat pada abad ke- 12 atau abad ke-13. Padahal
masa itu, Gujarat dikuasai oleh kerajaan Hindu yang kerap mengusir kapal-kapal pedagang
muslim yang disanggah.

Christian Snouck Hurgronje

3. Islam datang dari Persia (teori Persia)

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 M dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran). Teori ini mengungkapkan adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh
beberapa kelompok masyarakat Islam Nusantara dengan penduduk Persia. Misalnya peringatan
hari Asyura (10 Muharam) atas meninggalnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad, yang
sangat dijunjung oleh orang Syi’ah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut
dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur
Syuro, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf
Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat. Baris atas disebut Jabar,
bawah disebut Ajer, dan depan disebut Pes, sedang dalam bahasa
Arab ejaan itu disebut Fathah, Kasrah dan Dhommah. Didalam
tulisan Arab, Sin bergigi sedangkan dalam tulisan Persia tidak bergigi
sementara itu, Oemar Amir Hoesin mengatakan bahwa di Persia
terdapat suku bangsa ”Leren”. Beliau inilah yang dahulu datang ke
tanah Jawa sebab di Giri terdapat Kampung Leran, dan nisan
Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik.Pendukung teori Persia
adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat, Haji Muhammad Said, J.C. Van
Leur, M. Dahlan Mansur dan Haji Abu Bakar Aceh.
Hoessein Djajadiningrat

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA


5

Peran penyebaran Islam di Nusantara
Proses persebaran pengaruh Islam di Nusantara berjalan dengan lancar. Hal itu terbukti dari
wilayah persebaran yang luas, mencakup hampir seluruh kepulauan Nusantara.
Penyebabnya antara lain sebagai tersebut :
1. Agama Islam yang menyebar di Nusantara disesuaikan dengan adat dan tradisi bangsa
Indonesia dan dalam penyebarannya dilakukan dengan damai tanpa kekerasan.
2. Agama Islam tidak mengenal sistem kasta dan menganggap semua manusia mempunyai
kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT.
3. Upacara-upacara dalam Agama Islam sangat sederhana bila dibandingkan dengan Agama
lainnyaa.
4. Faktor politik ikut memperlancar penyebaran Agama Islam di Nusantara, yaitu
keruntuhan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai kerajaan Budha dan Hindu di
Nusantara.
5. Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah. Seseorang telah dianggap telah masuk
Islam bila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat
Dari faktor penyebab tersebut diatas agama Islam dapat diterima oleh bangsa Indonesia tidak
terlepas dari ke Sembilan Walisongo.


IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

6

A. Peran Ulama dalam Penyebaran Agama Islam
Tokoh ulama yang besar perannya dalam penyebaran agama islam di Nusantara terutama
kelompok Walisongo yang memusatkan kegiatannya di Demak.
Walisongo terdiri dari:
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Sunan Gresik disebut juga "Maulana Maghribi". Dikalangan rakyat kecil beliau terkenal
sebagai ulama yang berbudi luhur dan sangat dermawan. Beliau berperan menyebarkan
Islam di Gresik dan sekitarnya. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis
lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmad)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia
sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan
terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat,
yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Dalam berdakwah

beliau berusaha membimbing rakyat agar menjalankan ajaran Islam dengan menghilangkan
kebiasaan masyarakat yang bukan ajaran Islam. Beliau salah seorang yang berjasa mendirikan
Masjid Demak dan Kerajaan Demak.
3. Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama
Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M. Beliau
berperan menyebarkan agama Islam didaerah Tuban dan Lasem. Dalam berdakwah beliau
menggunakan media gamelan yang disebut bonang, sehingga beliau dipanggil Sunan Bonang.
4. Sunan Giri (Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak.
Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden
Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai
mufti tanah Jawa. Dalam Penyebaran Islam beliau mendirikan pondok pesantren. Muridnya
berasal dari berbagai penjuru tanah air, misalnya dari Ternate, Tidore, Pulau Bawean, Madura
dsb.
5. Sunan Drajat (Raden Qosim)
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau
terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari
berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon. Beliau terkenal sebagai ulama
yang besar jiwa sosialnya. Gamelam merupakan media dakwah yang digunakan. Beliau

berperan menyebarkan Islam didaerah Drajat, sekitar Lamongan.
6. Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid)
Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang
kulit dan cerita wayang Hindu yang di islamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena
wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh.
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

7

Beliau terkenal sebagai ulama yang berjiwa besar, pandai bergaul disemua lapisan
masyarakat. Disamping sebagai seorang mubaligh, beliau juga ahli filsafat, budayawan dan
kesenian. Sunan Kalijaga berperan menyebarkan Islam didaerah sekitar Demak.
7. Sunan Kudus (Ja'far Shodiq)
Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa
menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus
yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.Beliau berperan
menyebarkan Islam didaerah Kudus. Beliau seorang wali yang menguasai ilmu agama Islam,
seperti tauhid, fiqih dan Hadist. Menara Kudus adalah peninggalan beliau yang sangat
terkenal.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau
menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah
lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.Sunan Muria putra
Sunan Kalijaga berperan menyebarkan Islam didaerah Colo lereng Gunung Muria. Beliau suka
bergaul dengan rakyat jelata sambil berdakwah.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah
satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan
Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga
kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja
Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.Beliau
berperan menyebarkan Islam di Banten dan Cirebon. Disamping sebagai ulama beliau juga
penglima perang, dan sebagai raja.
Adapun peranan wali secara garis besar adalah:
1. Dibidang agama sebagai penyebar agama Islam, baik melalui dakwah, mendirikan pondok
pesantren maupun melalui media seni.
2. Dibidang politik, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat
raja-raja Islam, atau sebagai raja.
3. Dibidang seni budaya, berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang

disesuikan dengan budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.
B. Peranan Perdagangan dalam Proses Penyebaran Islam
Islam masuk ke Indonesia dibawa pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Adapun kota
pelabuhan dagang yang berperan besar dibidang penyebaran agama Islam diabad ke-16
adalah Malaka. Saat para pedagang muslim menunggu perubahannya arah angin untuk
menuju tempat tertentu dalam berlayar, mereka memanfaatkan waktu luangnya untuk
menyebarkan Islam kepada para pedagang dari daerah lain, termasuk pedagang Indonesia.

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

8

Jatuhnya Malaka ketangan Portugis 1511, semakin mendorong perkembangan Islam di
Nusantara, sebab Portugis menerapkan perdagangan monopoli, yang menyebabkan
pedagang Islam memindahkan kegiatannya. Diantaranya ke Aceh, Banten, Banjarmasin, Goa
dll. Dari pusat-pusat perdagangan yang ada ditepi pantai, agama Islam kemudian tersebar
kedaerah-daerah pedalaman.
C. Peranan Perkawinan dalam Proses Penyebaran Islam
Perkawinan juga memegang penting dalam penyebaran agama Islam. Banyak pedagang
Arab, Persia dan Gujarat menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri bangsawan atau
raja. Misalnya Syeh Maulana Ishak menikahi Dewi Sekardadu, putri raja Blambangan yang
menurunkan Sunan Giri. Sunan Ampel menikahi Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung
Majapahit yang berkuasa di Tuban, menurunkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat, dsb.
Dengan cara ini, banyak yang ikut memeluk Islam.
D. Peranan Pendidikan dalam Proses Penyebaran Islam
Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan berupa pendidikan di pondokpondok pesantren. Para santri yang telah lulus merupakan ujung tombak penyebaran Islam
didaerahnya masing-masing.
Pondok Pesantren tersebut misalnya:
1. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Gresik di Gresik Jawa Timur.
2. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Ampel di Ampeldenta Surabaya.
3. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Giri di Giri Kedaton Gresik.

Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara
1. Kerajaan Perlak

Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada
tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak, Aceh Timur,
Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
a. Sejarah Masuknya Islam
Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses
berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan
Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan
rakyatnya merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi)
serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.
Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah menuju
pantai Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk
berdagang sekaligus membawa sejumlah da'i yang bertugas untuk membawa dan
menyebarkan Islam ke Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

9

Perlak meninggalkan agama lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara
sukarela berbondong-bondong memeluk Islam.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak buah dari
Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq dikawinkan dengan Makhdum
Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan
Parsi. Dari buah perkawinan mereka lahirlah Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz
Shah, yang menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak sejak tahun 840. Ibu kotanya
Perlak yang semula bernama Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah
sebagai bentuk perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah.
b. Masa Permusuhan Sunni-Syiah
Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok
Sunni dan Syiah. Perebutan kekuasaan antara dua kelompok Muslim ini menyebabkan
terjadinya perang saudara dan pertumpahan darah. Silih berganti kelompok yang menang
mengambil alih kekuasaan dari tangan pesaingnya.
Aliran Syi'ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan
Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh
dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara
kelompok Syi'ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi'ah di Mesir mulai terputus.
Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk
memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur
Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi'ah di Kesultanan
Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai.
Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, Marah
Silu dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya beragama Hindu
kemudian memeluk Islam aliran Syiah. Oleh karena dapat dibujuk oleh Syaikh Ismail,
Marah Silu kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan
Bawa Kaya juga menganut paham Syafii, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali
Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Ketika berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang
sangat anti terhadap pemikiran dan pengikut Syi'ah.
Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan
ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H
(913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni, yang menyebabkan
kesultanan dalam kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syiah
memenangkan perang. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah
kemudian memegang kekuasaan kesultanan sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika
pemerintahannya berakhir, terjadi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja
untuk kali ini justru dimenangkan oleh kelompok Sunni.
Kurun waktu antara tahun 918 hingga tahun 956 relatif tidak terjadi gejolak yang
berarti. Hanya saja, pada tahun 362 H (956 M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum
Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat meninggal, terjadi lagi pergolakan antara
kelompok Syiah dan Sunni selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini
diakhiri dengan adanya itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan kemudian dibagi
menjadi dua bagian. Pertama, Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

10

Maulana Shah (986 – 988). Kedua, Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023).
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin
kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal
ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang
membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya
menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan
Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-8
sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang
menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.
Silsilah
Sebelum berdirinya Kesultanan Perlak, di wilayah Negeri Perlak sudah ada rajanya,
yaitu Meurah Perlak Syahir Nuwi. Namun, data tentang raja-raja Negeri Perlak
secara lengkap belum ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah
berkuasa di Kesultanan Pelak adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)

Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932956)
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat
(1173-1200)
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat
(1230-1267)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)

Catatan :
Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Syed Maulana Abdul Azis
Shah dan dinasti Johan Berdaulat, yang merupakan keturunan dari Meurah Perlak asli
(Syahir Nuwi).

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

11

c. Periode Pemerintahan
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan
dua orang puterinya, yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka,
Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja
Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian
menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai
yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan
putera dari al-Malik al-Saleh.
d. Wilayah Kekuasaan
Sebelum bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai, wilayah kekuasaan Kesultanan
Perlak hanya mencakup kawasan sekitar Perlak saja. Saat ini, kesultanan ini terletak di
pesisir timur daerah aceh yang tepatnya berada di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe
Aceh Darussalam, Indonesia.
e. Struktur Pemerintahan Kehidupan Sosial-Budaya
Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang
sangat strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis
kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat
para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini.
Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan
ini. Kedatangan mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosio-budaya masyarakat
Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang
bagaimana caranya berdagang. Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan
niaga yang sangat maju.
Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari
membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok
pendatang bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanitawanita setempat. Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga
dimaksudkan untuk mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah
ini.

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

12

2. Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak di
daerah Lhokseumawe (sekarang pantai timur Aceh). Kerajaan
Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara
dan berdiri pada abad ke- 13 M. Wilayahnya strategis karena
menghadap Selat Malaka.

Kota Samudera (agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir) yang
masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah
Sile yang masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail,
seorang utusan Syarif Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan
menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh.
Setelah resmi menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat
perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab,
Cina serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.
Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah pedalaman
meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera,
Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.
Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)

Sultan Malik al Saleh ( 1290 - 1297)
Muhammad Malik az Zahir ( 1297 – 1326 )
Mahmud Malik az Zahir ( 1326 – 1345)
Mansur Malik az Zahir ( …. – 1346 )
Ahmad Malik az Zahir ( 1346 – 1383 )
Zain al Abidin Malik az Zahir ( 1383 – 1405 )
Nahrasiyah ( 1405 – 1412 )
Sallah ad Din ( 1412 - … )
Abu Zaid Malik az Zahir ( … - 1455 )
Mahmud Malik az Zahir ( 1455 – 1477 )
Zain al Abidin ( 1477 – 1500 )
Abdullah Malik az Zahir ( 1501 – 1513 )
Zain al Abidin ( 1513 – 1524 )
Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat pada masa
pemerintahan raja-raja berikut ini:
1. Sultan Malik al Saleh
Sultan Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan dua kota besar di Kerajaan
Samudera Pasai, yakni kota Samudera dan kota Pasai dan menjadikan masyarakatnya
sebagai umat Islam. Setelah beliau mangkat pada tahun 1297, jabatan beliau diteruskan
oleh putranya, Sultan Malik al Thahir. Lalu takhta kerajaan dilanjutkan lagi oleh kedua
cucunya yang bernama Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

13

2. Malik al Mahmud dan Malik al Mansur
Dalam menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur pernah
memindahkan ibu kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu oleh kedua perdana
menterinya.

3. Sultan Ahmad Perumadal Perumal
Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan Samudera
Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan / Kesultanan lain, yakni
Kesultanan Delhi (India).

a. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada kegiatan
perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini dikarenakan, banyaknya pedagang
asing yang sering singgah bahkan menetap di daerah Samudera Pasai, yakni Pelabuhan
Malaka. Mereka yang datang dari berbagai negara seperti Persia, Arab, dan Gujarat kemudian
bergaul dengan penduduk setempat dan menyebarkan agama serta kebudayaannya masingmasing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Samudera Pasai
bertambah maju, begitupun di bidang perdagangan, pelayaran dan keagamannya.
Keberadaan agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di
Timur Tengah. Hal itu terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah menjadi Syafi’i di Samudera
Pasai. Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu, di
Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syi’ah kepada
Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di samudera Pasai menyesuaikan dengan adat
istiadat setempat. Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran
Islam dengan adat istiadat setempat.
b. Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai

Pada waktu Samudera Pasai berkembang, Majapahit juga sedang mengembangkan politik
ekspansi. Majapahit setelah meyakini adanya hubungan antara Samudera Pasai dan Delhi
yang membahayakan kedudukannya, maka pada tahun 1350 M segera menyerang Samudera
Pasai. Akibatnya, Samudera Pasai mengalami kemunduran. Pusat perdagangan Samudera
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

14

Pasai pindah ke pulau Bintan dan Aceh Utara (Banda Aceh). Samudera Pasai runtuh
ditaklukkan Aceh.

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

15

3. Kerajaan Aceh
Pendiri kerajaan ini ialah Ali Mughayat Syah (1513-1528 M). Pada masa
pemerintahannya, Aceh menyatukan kerajaan-kerajaan disekitarnya, seperti Kesultanan
Samudra Pasai, Perlak, Lamuri, Benua Tamiang dan Indera Jaya. Raja berikutnya Sultan
Alauddin Riayat Syah (1537-1568 M). Dalam masa kekuasaannya, Aceh terus berusaha
mengusir Portugis yang berkeinginan menguasai wilayahnya dan menyerang Johor yang
bersekutu dengan Portugis. Usaha membangun kebesaran Aceh lainnya adalah menjalin
hubungan dengan Turki, Persia, India dan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Kerajaan Aceh mencapai kejayaannya dibawah Pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M). Pada masa kekuasaanya, wilayah Aceh semakin luas yaitu dari pesisir barat
samudra sampai Bengkulu, pesisir timur Sumatera sampai Siale, Johar, Pahang dan Pattani.
Sultan Iskandar Muda kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M).
Pada masa kekuasaannya, ia lebih memperhatikan pengembangan dalam negeri ketimbang
politik ekspansi, berkembangnya studi Islam masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani
karena didukung oleh kehadiran Nuruddin ar Raniri (seorang ahli tasawuf yang berasal dari
Gujarat, India. Nuruddin ar Raniri pernah singgah di Aceh sekitar tahun 1637 – 1644 M.
Nuruddin ar Raniri banyak menulis buku tasawuf. Hasil karyanya yang terkenal adalah
Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh). Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, kerajaan
Aceh mulai mengalami kemunduran.

4. Kerajaan Malaka
a. Sejarah
Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara
berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut
agama Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat
diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut
yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Raja dan
pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih
tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama
penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang
ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang
juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal
sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.
Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan. Dalam
perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan daratan
Sumatera. Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah
beras. Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini,
karena persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini
kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

16

perhatian mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis
yang mereka miliki.
Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut. Menurut
Sejarah Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara
melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian tersebut, ia sampai ke
Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok
dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening
Ujong hingga kemudian sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir
pantai. Orang-orang Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta
Parameswara menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan
tersebut, ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia sangat
terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang berteduh di bawah pohon
Malaka. Maka, kawasan tersebut kemudian ia namakan Malaka.
Dalam versi lain, dikatakan bahwa sebenarnya nama Malaka berasal dari bahasa Arab
Malqa, artinya tempat bertemu. Disebut demikian, karena di tempat inilah para pedagang
dari berbagai negeri bertemu dan melakukan transaksi niaga. Demikianlah, entah versi mana
yang benar, atau boleh jadi, ada versi lain yang berkembang di masyarakat.
b. Politik Negara
Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan
menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang
dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui
hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan
internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai
adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan
kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara
kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit.
Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap
menjalankan politik bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1459—
1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi
seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina
tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho
datang ke Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan
demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka.
Pada tahun 1411, Raja Malaka balas berkunjung ke Cina beserta istri, putra, dan
menterinya. Seluruh rombongan tersebut berjumlah 540 orang. Sesampainya di Cina, Raja
Malaka beserta rombongannya disambut secara besar-besaran. Ini merupakan pertanda
bahwa, hubungan antara kedua negeri tersebut terjalin dengan baik. Saat akan kembali ke
Malaka, Raja Muhammad Iskandar Syah mendapat hadiah dari Kaisar Cina, antara lain ikat
pinggang bertatahkan mutu manikam, kuda beserta sadel-sadelnya, seratus ons emas dan
perak, 400.000 kwan uang kertas, 2600 untai uang tembaga, 300 helai kain khasa sutra, 1000
helai sutra tulen, dan 2 helai sutra berbunga emas. Dari hadiah-hadiah tersebut dapat ditarik
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

17

kesimpulan bahwa, dalam pandangan Cina, Malaka adalah kerajaan besar dan
diperhitungkan.
Di masa Sultan Mansur Syah, juga terjadi perkawinan antara Hang Li Po, putri Maharaja
Yung Lo dari dinasti Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi perkawinan ini, Sultan
Mansur Shah mengirim Tun Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke negeri China
untuk menjemput dan membawa Hang Li Po ke Malaka. Rombonga ini tiba di Malaka pada
tahun 1458 dengan 500 orang pengiring.
Demikianlah, Malaka terus berusaha menjalankan politik damai dengan kerajaankerajaan besar. Dalam melaksanakan politik bertetangga yang baik ini, peran Laksamana
Malaka Hang Tuah sangat besar. Laksamana yang kebesaran namanya dapat disamakan
dengan Gajah Mada atau Adityawarman ini adalah tangan kanan Sultan Malaka, dan sering
dikirim ke luar negeri mengemban tugas kerajaan. Ia menguasai bahasa Keling, Siam dan
Cina.
c. Hang Tuah
Hang Tuah lahir di Sungai Duyung Singkep. Ayahnya bernama Hang Machmud dan ibunya
bernama Dang Merdu. Kedua orang tuanya adalah rakyat biasa yang hidup sebagai petani
dan penangkap ikan.
Keluarga Hang Tuah kemudian pindah ke Pulau Bintan. Di sinilah ia dibesarkan. Dia
berguru di Bukit Lengkuas, Bintan Timur. Pada usia yang masih muda, Hang Tuah sudah
menunjukkan kepahlawanannya di lautan. Bersama empat orang kawan seperguruannya,
yaitu Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiyu, mereka berhasil
menghancurkan perahu-perahu bajak laut di sekitar perairan dan selat-selat di Kepulauan
Riau, sekalipun musuh mereka jauh lebih kuat.
Karena kepahlawanan Hang Tuah dan kawan-kawannya tersebut, maka Sultan Kerajaan
Malaka mengangkat mereka sebagai prajurit kerajaan. Hang Tuah sendiri kemudian diangkat
menjadi Laksamana Panglima Angkatan Laut Kerajaan Malaka. Sedangkan empat orang
kawannya tersebut di atas, kelak menjadi prajurit Kerajaan Malaka yang tangguh.
Dalam pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah dikenal memiliki
semboyan berikut.
1) Esa hilang dua terbilang
2) Tak Melayu hilang di bumi.
3) Tuah sakti hamba negeri.
Hingga saat ini, orang Melayu masih mengagungkan Hang Tuah, dan keberadaanya
hampir menjadi mitos. Namun demikian, Hang Tuah bukanlah seorang tokoh gaib. Dia
meninggal di Malaka dan dimakamkan di tempat asalnya, Sungai Duyung di Singkep.

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

18

d. Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam
Sebelum muncul dan tersebarnya Islam di Semenanjung Arabia, para pedagang Arab
telah lama mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan perdagangan antara Laut
Merah dengan Negeri Cina. Berkembangnya agama Islam semakin memberikan dorongan
pada perkembangan perniagaan Arab, sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan
mereka di kawasan timur semakin besar.
Pada abad VIII, para pedagang Arab sudah banyak dijumpai di pelabuhan Negeri Cina.
Diceritakan, pada tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat tinggal para pedagang
Arab. Pada abad IX, di setiap pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute perdagangan ke
Cina, hampir dapat dipastikan ditemukan sekelompok kecil pedagang Islam. Pada abad XI,
mereka juga telah tinggal di Campa dan menikah dengan penduduk asli, sehingga jumlah
pemeluk Islam di tempat itu semakin banyak. Namun, rupanya mereka belum aktif
berasimilasi dengan kaum pribumi sehingga penyiaran agama Islam tidak mengalami
kemajuan.
Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh
para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam
perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun
1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama
resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.
Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia
Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah
(1459—1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam.
Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam.
Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.
Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di
Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara
tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari
Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau
(Filipina Selatan).
Malaka runtuh akibat serangan Portugis pada 24 Agustus 1511, yang dipimpin oleh
Alfonso de Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri lain.
Silsilah
Raja/Sultan yang memerintah di Malaka adalah sebagai berikut:
1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)
2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

19

Periode Pemerintahan
Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Muhammad Iskandar
Syah pada tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin dengan putri Sultan
Zainal Abidin dari Pasai. Posisi Malaka yang sangat strategis menyebabkannya cepat
berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika
wilayah ini direbut oleh Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’albuquerque pada tahun 1511.
Saat itu, yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.
Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun
1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus menyerang Malaka, namun gagal
merebut kembali wilayah ini dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti sampai di sini.
Sultan Melayu segera memindahkan pemerintahannya ke Muara, kemudian ke Pahang,
Bintan Riau, Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke Bintan. Begitulah,
dari dahulu bangsa Melayu ini tidak dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah yang memecah
belah persatuan dan kesatuan Melayu.
Wilayah Kekuasaan.
Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:
1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
2. Daerah Kepulauan Riau.
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak.
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).
Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.
1. Indragiri
2. Palembang
3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran

5. Kerajaan Indrapura
Kerajaan Inderapura merupakan kerajaan yang berada di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan
sekarang, di dekat perbatasan dengan provinsi Bengkulu. Secara resmi kerajaan ini merupakan
bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Pada prakteknya Inderapura berdiri sendiri serta bebas
mengatur urusan dalam dan luar negerinya.
Kerajaan ini pada masa jayanya meliputi wilayah pantai barat Sumatera mulai dari Padang
di utara sampai Sungai Hurai di selatan. Produk terpenting Indrapura adalah lada, dan juga emas.
Sejarah Berkembangnya Indrapura
Inderapura dikenal juga sebagai Ujung Pagaruyung. Dengan melemahnya kekuasaan
Pagaruyung selama abad kelima belas, seperti daerah-daerah pinggiran Minangkabau
lainnya, antara lain Indragiri dan Jambi, Inderapura dibiarkan mengurus dirinya sendiri.
IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

20

Namun perkembangan Inderapura baru benar-benar dimulai saat Malaka jatuh ke tangan
Portugis pada 1511. Arus perdagangan yang tadinya melalui Selat Malaka sebagian besar
beralih ke pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Perkembangan dan ekspansi Inderapura
terutama ditunjang oleh lada.
Saat tepatnya Inderapura mencapai status negeri merdeka tidak diketahui dengan pasti.
Namun diperkirakan ini bertepatan dengan mulai maraknya perdagangan lada di wilayah
tersebut. Pada pertengahan abad keenam belas didorong usaha penanaman lada batas
selatan Inderapura mencapai Silebar (sekarang di propinsi Bengkulu). Pada masa ini
Inderapura menjalin persahabatan dengan Banten dan Aceh. Saat itu Kesultanan Aceh sudah
melakukan ekspansi sampai wilayah Pariaman.
Persahabatan dengan Aceh dipererat dengan ikatan perkawinan antara Raja Dewi, putri
Sultan Munawar Syah dari Inderapura, dengan Sri Alam Firman Syah, saudara raja Aceh saat
itu, Sultan Ali Ri’ayat Syah (1568-1575). Lewat hubungan perkawinan ini dan kekuatan
ekonominya Inderapura mendapat pengaruh besar di Kotaraja (Banda Aceh). Hulubalang dari
Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra Sultan Ali Ri’ayat Syah,
sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri Alam
pada 1576. Namun kekuasaannya hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum disingkirkan
dengan dukungan para ulama.
Namun pengaruh Inderapura tak dapat disingkirkan begitu saja. Dari 1586 sampai 1588
saudara Raja Dewi memerintah dengan gelar Sultan Ali Ri’ayat Syah II, sebelum akhirnya
terbunuh oleh intrik ulama Aceh.

Kemerosotan
Di bawah Sultan Iskandar Muda (1607-1636), seraya memerangi negeri-negeri penghasil lada
di Semenanjung Malaya, Aceh berusaha memperkuat cengkeramannya atas monopoli lada
dari pantai barat Sumatera. Kendali ketat para wakil Aceh (disebut sebagai panglima)di Tiku
dan Pariaman atas penjualan lada mengancam perdagangan Inderapura lewat pelabuhan di
utara. Karena itu Inderapura mulai mengembangkan bandarnya di selatan, Silebar, yang
biasanya digunakan untuk mengekspor lada lewat Banten.
Inderapura juga berusaha mengelak dari membayar cukai pada para panglima Aceh. Ini
memancing kemarahan Iskandar Muda yang mengirim armadanya pada 1633 untuk
menghukum Inderapura. Raja Putih yang memerintah Inderapura saat itu dihukum mati
beserta beberapa bangsawan lainnya, dan banyak orang ditawan dan dibawa ke Kotaraja.
Aceh menempatkan panglimanya di Inderapura dan Raja Malfarsyah diangkat menjadi raja
menggantikan Raja Putih.
Di bawah pengganti Iskandar Muda, Sultan Iskandar Tsani kendali Aceh melemah. Pada masa
pemerintahan Ratu Tajul Alam pengaruh Aceh di Inderapura mulai digantikan Belanda (VOC).
[1]

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

21

Dominasi VOC diawali ketika Sultan Muhammadsyah meminta bantuan Belanda
memadamkan pemberontakan di Inderapura pada tahun 1662. Pemberontakan ini
menyebabkan Sultan Inderapura terpaksa melarikan diri beserta ayahnya, Raja Malfarsyah,
dan kakak iparnya, Raja Sulaiman. Sebagai imbalan dijanjikan hak monopoli pembelian lada,
dan hak pengerjaan tambang emas.
Sebagai reaksi terhadap serbuan rakyat ke kantor dagang di Inderapura tanggal 6 Juni 1701
VOC membalas dengan mengirim pasukan yang tidak hanya membunuhi dan merampok
penduduk tetapi juga memusnahkan semua tanaman lada yang merupakan sandaran
ekonomi Inderapura. Keluarga raja Inderapura mengungsi ke pegunungan. VOC mengangkat
Sultan Pesisir sebagai raja.
Indrapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Airhaji menyerbu
Indrapura karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Pesisir. Raja Inderapura
mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824)

6. Kerajaan Sriwijaya
Pengaruh Islam
Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di
Asia Tenggara, sekaligus sebagai pusat pembelajaran agama Budha, juga ramai dikunjungi
pendatang dari Timur Tengah dan mulai dipengaruhi oleh pedagang dan ulama muslim. Sehingga
beberapa kerajaan yang semula merupakan bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi
cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh Sriwijaya.
Ada sumber yang menyebutkan, karena pengaruh orang muslim Arab yang banyak berkunjung di
Sriwijaya, maka raja Sriwijaya yang bernama Sri Indrawarman masuk Islam pada tahun 718.
Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya adalah masyarakat sosial yang di
dalamnya terdapat masyarakat Budha dan Muslim sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya
berkirim surat ke khalifah Islam di Suriah. Bahkan disalah satu naskah surat adalah ditujukan
kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dengan permintaan agar khalifah sudi
mengirimkan da'i ke istana Sriwijaya.
Raja Sri Maharaja
Sri Maharaja Indra Warmadewa atau Sri Indrawarman merupakan seorang maharaja Sriwijaya,
yang namanya dikenal dalam kronik Tiongkok sebagai Shih-li-t-'o-pa-mo.
Munculnya nama Maharaja Sriwijaya Sri Indrawarman berdasarkan surat kepada khalifah Umar
bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718. Dalam surat itu disebutkan dikirim dari seorang
Maharaja, yang memiliki ribuan gajah, memiliki rempah-rempah dan wewangian serta kapur
barus, dengan kotanya yang dilalui oleh dua sungai sekaligus untuk mengairi lahan pertanian
mereka dan mengantarkan hadiah untuk khalifah pada waktu itu. Kemungkinan khalifah Umar
bin Abdul-Aziz juga memberikan hadiah untuk utusan Sriwijaya dan mereka kembali dengan
membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam).

IX-A_PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

22

Kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-'o-pa-mo pada
tahun 724 mengirimkan hadiah buat kaisar Cina, berupa ts'engchi (bermaksud sama dengan
Zanji dalam bahasa Arab).

7. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Pendirinya ialah Raden Fatah
(1478 – 1518 M). Kerajaan ini memiliki wilayah yang luas dan membentang di pesisir utara Jawa,
bekas Kerajaan Majapahit.
Setelah sebagian besar wilayah Jawa dikuasainya, Kerajaan Demak melakukan ekspansi ke
luar Jawa. Caranya, dengan menyerang Malaka yang sudah jatuh ketangan Portugis. Pemimpin
serangan itu ialah Pati Unus (1518-1521 M) dan dikenal dengan Pangeran Sabrang Lor. Serangan
itu mengalami kegagalan, karena jarak serangan terlalu jauh dan Demak kurang memiliki
persenjataan. Walaupun gagal, kerajaan Demak telah membuktikan bahwa kerajaan Nusantara
mampu melawan kekuatan bangsa Barat.Kerajaan Demak mengalami kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546 M). Pada masa pemerintahannya, Demak berusaha
membendung masuknya Portugis ke Jawa. Setelah Sultan Trenggono wafat, Demak mengalami
kemunduran yang disebabkan adanya perebutan kekuasaan dan kelemahan sistem
pemerintahan di Kerajaan Demak. Kerajaan Demak memiliki peranan besar sebagai pusat
penyebaran Islam di Jawa. Demak pun membangun masjid yang menggunakan perpaduan
antara kebudayaan Jawa dan Islam. Masjid yang dimaksud adalah Masjid Raya Demak dan
Masjid Raya Kudus.

8. Kerajaan Gresik
Giri Kedaton adalah sebuah “kerajaan” agama Islam di daerah Gresik, Jawa Timur sekitar
abad ke-15 sampai 17. Kerajaan ini pernah berjaya sebagai pusat agama Islam yang pengaruhnya
bahkan sampai menyebar ke daerah Maluku.
Awal Berdirinya
Giri Kedaton didirikan oleh Raden Paku, seorang anggota Walisongo tahun 1487. Suatu ketika
dikisahkan, Raden Paku pergi me