Analisis Undang-Undang NO. 1 tahun 1974 dan KHI terhadap diterimanya izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan sunah Nabi Muhammad SAW dalam penetapan NO. 1913/PDT.G/2015/PA.Sda.

(1)

ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 DAN KHI

TERHADAP DITERIMANYA IZIN POLIGAMI KARENA INGIN

MENDIDIK DAN MENOLONG CALON ISTRI SESUAI DENGAN

SUNNAH NABI MUHAMMAD SAW DALAM PENETAPAN NO.

1913/PDT.G/2015/PA.SDA

SKRIPSI

Oleh : Muhammad Saliim

NIM : C71213129

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al Syakhsiyyah Surabaya


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan dalam memutuskan perkara yang berjudul “Analisis Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Dan KHI Tentang diterimanya izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai sunnah Nabi

Muhammad SAW. No.1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.” bagaimana dasar

pertimbangan hakim dan bagaimana analisis yuridis terhadap putusan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.

Data penelitian ini diperoleh dari pengadilan Agama Sidoarjo yang menjadi obyek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, wawancara, dan tehnik pustaka yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pola deduktif, yaitu menggambarkan hasil penelitian secara sistematis dengan masalah khusus yang berupa salinan putusan Nomor 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda ini melalui teori atau dalil yang bersifat umum tentang Perkawinan, Poligami selanjutnya ditarik kesimpulan.

Hasil penelitian ini Bahwa hakim mengambil pertimbangannya adalah Pertama, melihat situasi dan kondisi calon istri kedua pemohon secara mental yang karena trauma terhadap rumah tangga masa lalu yang KDRT. Pemohon & Termohon lebih besar jika tidak diizinkannya melakukan Poligami. Kedua, berlandaskan Al-Quran bahwa hanya adil syaratnya. Ketiga, sudah adanya persetujuan dari istri pertama, terpenuhi secara materi maupun non materi oleh pemohon dan sanggup adil dengan membuat surat pernyataan. Bahwa walaupun dalam undang-undang hakim mengabaikannya akan tetapi hakim melihat kondisi lain yang lebih penting, lebih banyak maslahatnya menerima izin poligami tersebut. bahwa alasan poligami ini berbeda dari UU. Hakim boleh memberikan putusan yang berbeda, akan tetapi jika itu terus dilakukan maka pembatasan peraturan poligami secara ketat akan terjadi lemah dan mudahnya berpoligami. Penulis setuju apa dilakukan hakim karena hakim dinilai tepat & sesuai pasal 4 ayat 2 UU No. 1 1974 & UU No. 48 2009 tentang kekuasaan kehakiman pasal 1 ayat 1.

Analisis yang telah dipaparkan, kiranya para hakim sebaiknya melihat teori secara umum dan mendalam baik menggunakan teori yuridis/hukum Islam, yang pada prinsipnya mewujudkan ‘kemanfaatan’ kepada semua umat manusia,

yang mencakupi ‘kemanfaatan’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Apabila terjadi kasus yang seperti ini, dengan meneliti fenomena poligami liar yang terjadi pada masyarakat, sehingga memberi penilaian yang bagus untuk orang yang mau melakukan izin poligami di pengadilan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ………. i

PERNYATAAN KEASLIAN ………. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii

PENGESAHAN ……….. iv

ABSTRAK ……….. v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TRANSLITERASI ………. viii

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A.Latar Belakang ……… 1

B.Identifikasi Dan Batasan Masalah ……….. 8

C.Rumusan Masalah ……….. 10

D.Kajian Pustaka ……… 10

E.Tujuan Penelitian ……… 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ………. 13

G.Definisi Operasional ……….. 14

H.Metode Penelitian ……….. 15

I. Sistematika Pembahasan ……… 20

BAB II SYARAT-SYARAT IZIN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU ………. 22

1. Poligami ……….. 22

A. Pengertian Poligami ………. 22

B. Dasar Hukum Poligami ……… 23

C. Syarat-syarat Poligami ………. 27

D. Prosedur Poligami ……… 31

E. Hikmah Poligami ………. 33


(8)

BAB III PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM

MEMBERIKAN IZIN POLIGAMI KARENA INGIN MENDIDIK DAN

MENOLONG CALON ISTRI SESUAI DENGAN SUNNAH NABI

MUHAMMAD SAW DALAM PENETAPAN NO. 1913/PDT.G/PA.SDA 40

A. Gambaran Umum di Pengadilan Agama Sidoarjo ……… 40

1. Lokasi Pengadilan Agama Sidoarjo ……… 40

2. Dasar Hukum Berdirinya ……… 41

3. Visi dan Misi ……….. 42

4. Tugas Pokok dan Fungsi ……… 43

5. Yuridiksi Pengadilan Agama Sidoarjo ………... 46

6. Struktur Organisasi ………. 47

B. Deskripsi Perkara Diterimanya Izin Poligami Karena Ingin Mendidik Dan Menolong Calon Istri Sesuai Dengan Sunnah Nabi Muhammad SAW di Pengadilan Agama Sidoarjo ……….. 48

1. Deskripsi Singkat Perkara ……….. 48

2. Dasar Pertimbangan Hakim ……….……….. 51

3. Putusan Tentang Izin Poligami .…..………... 54

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMBERIKAN IZIN POLIGAMI KARENA INGIN MENDIDIK DAN MENOLONG CALON ISTRI SESUAI DENAN SUNNAH NABI MUHAMMAD SAW ……… 61

A. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Hakim Tentang Izin Poligami di Pengadilan Agama Sidoarjo ……….. 61

B. Analisis Yuridis Terhadap Putusan Izin Poligami Pada Putusan No.1913/Pdt.G/PA.Sda ……… 65

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ………. 74

B. SARAN……….. 75

DAFTAR PUSTAKA ……… 75


(9)

1

BAB I

ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 DAN KHI TERHADAP DITERIMANYA IZIN POLIGAMI KARENA INGIN MENDIDIK DAN MENOLONG CALON ISTRI SESUAI DENGAN SUNAH NABI MUHAMMAD

SAW DALAM PENETAPAN NO. 1913/PDT.G/2015/PA.SDA

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim serta menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Kata lain, perkawinan menimbulkan peranan dan tanggung jawab suami dan istri dalam keluarga, baik masing-masing maupun sendiri-sendiri.1

Kedamaian dan kebahagiaan suami-isteri sangat bergantung pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dalam perjanjian tersebut. Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

mi>tha>qan ghali>z}a>n untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, dan perkawinan tersebut bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang saki>nah mawaddah dan rahmah.2

1

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), 337.

2 Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Direktorat Prmbinaan Badan Peradilan Agama, 2000)14.


(10)

2

Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat beberapa prinsip yang menjamin terciptanya cita-cita luhur dari perkawinan. Dari undang-undang ini diharapkan agar supaya pelaksanaan perkawinan dapat lebih sempurna dari masa-masa yang sudah-sudah.3 Dijelaskan pada pasal 1 dijelaskan perkawinan yaitu “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”4 Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas agar perkawinan terlaksana dengan baik, maka perkawinan yang dilaksanakan itu haruslah didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Agar suami istri dapat membentuk keluarga bahagia dan sejahtera serta kekal, maka diwajibkan kepada calon mempelai untuk saling kenal terlebih dahulu. Perkenalan yang dimaksud di sini adalah perkenalan atas dasar moral dan tidak menyimpang dari norma agama yang dianutnya.5

Dalam bukunya Titik Triwulan Tutik yang berjudul Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Islam menjelaskan bahwa perkawinan adalah persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara normal

3 Arso Sosroatmodjo, Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 35.

4 Undang-Undang RI No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Bandung: Citra Umbara, 2012) 5 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 6.


(11)

3

dengan Undang-undang, yaitu yuridis dan kebanyakan juga religius, menurut tujuan suami istri dan Undang-undang.6

Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan selalu terjun dalam suatu realita, yang mendidik dan menjauhkan diri dari sikap teledor dan bermalas-malasan.7 Islam tidak mengizinkan asketisme dan mengorbankan kebutuhan-kebutuhan fisik yang alami dan fitrah, menurut Islam, segala segala naluri seksual atau bukan, harus dipenuhi dalam batas-batas yang wajar. Islam tidak membenarkan seseorang menuruti hawa nafsunya yang tak terpuaskan.8 Beristri itu adalah cara legal dan halal untuk menyalurkan hasrat seksual seseorang. Sebagaimana harta dan kekuatan, syahwat seks juga berpotensi menjebak kita untuk masuk kedalamnya, berburu kenikmatan, sehingga menjadi lupa diri.9

Pada kenyataannya, ada seorang pria yang beristeri hanya satu orang, ada yang secara diam-diam berhubungan dengan wanita lain. Perbuatan ini bukan hanya melanggar hak syariat, tetapi juga tata krama dan etika kepada masyarakat umum yang tidak pantas untuk dilakukan. Tidak ada satu pihakpun yang diuntungkan oleh perbuatan tersebut, baik yang berbuat maupun masyarakatnya. Hal ini yang bisa menghancurkan kesucian perkawinan, yang

6 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta: Kencana, 2008), 100. 7 Yusuf Qaradhawi, Hal wal Haram fil Islam, yang diterjemahkan oleh Tim Kuadran dengan judul Halal dan Haram (Bandung: Penerbit Jabal, 2007), 198.

8 Ibnu Mustafa, Perkawinan Mut’ah dalam Perspektif Hadist dan Tinjauan Masakini (Jakarta: Lentera, 1999), 70.


(12)

4

mana hubungan suami isteri tidak lebih dari sekedar hubungan seks tanpa kasih sayang.10

Kata-kata “poligami” terdiri dari kata ‘poli” dan “gami”. Secara

etimologi, poli artinya “banyak”, gami artinya “istri”. Jadi poligami itu artinya beristri banyak. Secara terminologi, poligami yaitu ‘seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri”. Atau, “seorang laik-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak empat orang.11

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 menggunakan istilah “Poligami” yang sudah popular dalam masyarakat. menurut undang-undang perkawinan ini adalah perkawinan yang bersifat monogami, namun demikian beristri lebih dari satu orang dapat dibenarkan asalkan tidak bertentangan dengan hukum agama yang dianutnya. Beristri lebih dari satu orang dapat dibenarkan asalkan dipenuhi beberapa alasan dan syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. Perkawinan lebih dari satu orang dapat dilaksanakan apabila ada izin dari satu orang baru dilaksanakan apabila ada izin dari Pengadilan Agama terlebih dahulu. Dalam pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan bahwa seorang pria yang bermaksud kawin lebih dari satu orang harus ada alasan-alasan yaitu (1) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya

10 Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshory AZ, Problematika Hukum Islam dan Kontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996),105.


(13)

5

sebagai istri; (2) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (3) istri tidak dapat melahirkan keturunan. Tidak dijelaskan secara rinci apakah ketentuan tersebut ini bersifat kumulatif atau alternatif. Oleh karena itu, penggunaan alasan-alasan tersebut diserahkan kepada hakim.12

Apabila alasan-alasan sebagaimana tersebut di atas sudah terpenuhi, maka Pengadilan Agama juga harus meneliti apakah ada atau tidaknya syarat-syarat tertentu secara kumulatif yaitu (1) persetujuan dari istri atau istri-istrinya, kalau ada harus diucapkan di muka majelis hakim; (2) kemampuan dari material dari orang yang bermaksud menikah lebih dari satu orang; dan (3) jaminan berlaku adil terhadap istri-istrinya apabila ia sudah menikah, jaminan berlaku adil ini dibuat dalam persidangan majelis hakim. Apabila syarat-syarat ini sudah terpenuhi secara kumulatif, maka barulah Pengadilan Agama memberi izin kepada pemohon untuk melaksanakan perkawinan lebih dari satu orang. Apabila perkawinan lebih dari satu orang tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan tersebut di atas, maka perkawinan tersebut tidak berdasarkan hukum dan kepada pelakunya dapat dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam pasal 44 dan 45 undang-undang perkawinan ini.13

hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan pasal 57 Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang

12Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia…,9-10. 13 Ibid.,


(14)

6

pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.14

Poligami atau perkawinan lebih dari satu orang merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh setiap kaum wanita. Pelaksanaan poligami atau kawin lebih dari satu orang tanpa adanya peraturan untuk membatasinya secara ketat, maka akan menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif dalam menegakkan rumah tangganya. Biasanya hubungan dengan istri muda (madunya istri tua) menjadi tegang, sementara itu anak-anak yang berlainan ibu itu menjurus kepada pertentangan yang membahayakan kelangsungan hidupnya. hal ini biasanya terjadi kalau ayah telah meninggal dunia. Agar hal-hal yang bersifat negatif itu tidak terjadi dalam rumah tangga orang-orang yang kawin lebih dari satu orang, maka undang-undang Perkawinan ini membatasinya secara ketat pelaksanaan perkawinan yang demikian itu, dengan mengantisipasi lebih awal membatasi kawin lebih dari satu orang itu dengan alasan-alasan dan syarat-syarat tertentu.

Undang-undang perkawinan memberikan suatu harapan bahwa perkawinan yang dilaksanakan itu betul-betul membawa manfaat kepada mereka yang melaksanakannya.15 Sebagaimana Allah SWT. berfirman:

14 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 83.


(15)

7

َوِإ

ْ

ِخ

ْف ت

ْم

َاَل

ت

ْق

ِس

ُط

ْو

ِف ا

ْلا ى

َيَت

َ

َف ى

ْنِك

ح

ْو

َم ا

َط

َ

َل

ُك

ْم

ِم

َن

ِنلا

َس

ِء

َمْثَن

َو ى

ُث َل

َث

َو ر

َب ع

َفِإ

ْ

ِخ

ْف ت

ْم

َا َل

َت

ْعِ

ُل

ْو

َف ا

َو

ِحا

ًة َا

ْو َم

َم

َلَك

ْت

َاْي

ََن

ُك

ْم

َِل

َك

َا

ْد

َن

َا ى

َل

َت

عْو

ُلْو

ا

Artinya:

“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawiniah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawininilah seseorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat

kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisa: 3)

Maksud ayat tersebut adalah jika seorang laki-laki merasa yaitu tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak perempuan yatim, maka carilah perempuan lain. Pengertian semacam ini dalam ayat tersebut bukanlah sebagai hasil dari pemahaman secara tersirat, sebab para ulama sepakat bahwa siapa yang yakin dapat berbuat adil terhadap anak perempuan yatim, maka ia berhak untuk menikahi wanita lebih dari seorang. Sebaliknya, jika takut tidak dapat berbuat adil ia dibolehkan menikah dengan perempuan yang lain16

Meski telah disebutkan dalam undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang syarat-syarat poligami baik yang alternatif maupun yang kumulatif diharuskan memenuhi persyaratan yang telah disebut di atas, akan tetapi terdapat realitas putusan tentang poligami yang tidak memenuhi persyaratan yang telah dicantumkan dalam undang-undang tersebut. Salah satu penyebab apabila terjadi kurangnya salah satu syarat izin poligami maka seorang hakim harus bisa menolak apabila terjadi

16 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1 Untuk Fakultas Syariah Komponen MKDK


(16)

8

yang seperti itu. Seperti syarat dari alternatif alasan-alasannya yaitu (1) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; (2) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (3) istri tidak dapat melahirkan keturunan. Terdapat juga syarat-syarat kumulatif yaitu (1) persetujuan dari istri atau istri-istrinya, kalau ada harus diucapkan di muka majelis hakim; (2) kemampuan dari material dari orang yang bermaksud menikah lebih dari satu orang; dan (3) jaminan berlaku adil terhadap istri-istrinya.17

Adapun terdapat di Pengadilan Agama Sidoarjo bahwa disana mengizinkan adanya poligami yang dengan alasan dikarenakan ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai Sunah Nabi Muhammad SAW. menjadi hal yang baru dan hakim dinilai bersikap Contra Legem (tindakan hakim yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku).

Adapun dari penjelasan di atas, maka penulis ingin melakukan

penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini yang berjudul: “Analisis Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dan KHI Terhadap Diterimanya Izin Poligami Karena Ingin Mendidik Dan Menolong Calon Istri Sesuai Dengan Sunnah Nabi Muhammad Saw Dalam Penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/Pa.Sda”.


(17)

9

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari penjelasan latar belakang yang telah penulis paparkan tersebut, maka dapat dicantumkan identifikasi masalah sebagai berikut:

a. Keadilan dalam poligami b. Proses kasus poligami c. Kontroversi poligami

d. Pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.

e. Tinjauan undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam majelis hakim terhadap dikabulkannya izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.

Berdasarkan penguraian-penguraian masalah yang ada tersebut diatas maka dipandang perlu diberikan fokus masalah, maka peneliti hanya membatasinya 2 hal yakni pada:

1. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memberikan izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan

Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No.

1913/Pdt.G/2015/PA.Sda

2. Analisis yuridis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memberikan izin poligami karena ingin mendidik dan menolong


(18)

10

calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memberikan izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda?

2. Bagaimana analisis yuridis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memberikan izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan adalah untuk melihat beberapa perbedaan mendasar antara penelitian yang dilakukan dengan kajian atau penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Setelah mencari dan melakukan penelusuran, ada dari beberapa skripsi yang membahas tentang izin poligami, dan ada diantaranya yaitu:


(19)

11

1. Skripsi yang ditulis oleh Nurul Mahmudah dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Gorontalo Dalam Perizinan Perkara Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Tanpa Surat Izin Atasan” Tahun 2015, dari penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa dari hasil penelitian tersebut hakim berpendapat bahwa melakukan hal ini sebagai salah satu cara hakim untuk merealisasikan prinsip kemandirian/kebebasan hakim yang telah ditentukan dalam kekuasaan kehakiman yang ada dalam undang-undang No. 48 tahun 2009. Salah satu syarat dalam kekokohan negara hukum yaitu kekuatan kehakiman yang merdeka. Namun menurut beberapa hakim yang lainnya, meski pengadilan memiliki otoritas dalam memberikan otoritas hukum, perlunya hakim mengetahui maslahat bagi termohon yang notabene PNS, Perlunya pemerintah untuk menegakkan peraturan pemerintah yang telah diatur untuk PNS adalah salah satu cara menegakkan hukum, jika terus berpijak pada sisi toleransi hukum hakim yang mengenyampingkan peraturan pemerintah tersebut, maka peraturan pemerintah ini pastinya akan selalu dilanggar oleh PNS, karena dalam prakteknya tidak semua PNS yang melanggar Peraturan Pemrintah mendapat sanksi yang ditetapkan.18

18Nurul Mahmudah yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbngan Hakim Pengadilan Agama Gorontalo Dalam Perizinan Perkara Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Tanpa Surat Izin Atasan”, (Skripsi_Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015).


(20)

12

2. Skripsi yang ditulis oleh Prisca Nindya Puspita yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim Tentang Izin Poligami Dalam Putusan No. 1821/Pdt.G/2013/PA.Sda”, dari penelitian ini menyimpulkan bahwa hakim memberikan izin poligami kepada pemohon adalah sebagai upaya perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada calon anak pemohon yang dikandung calon istri kedua pemohon, karena kondisi bahaya (dharar) yang hanya bisa dihilangkan dengan perkawinan pemohon dan calon istri kedua pemohon.19

3. Skripsi yang ditulis oleh Hendrik Suprianto berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Izin Poligami di Pengadilan Agama Pasuruan (Studi Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami di Pengadilan Agama

Pasuruan Tahun 2007)” di sana dipaparkan mengenai apa saja yang menjadi

alasan-alasan izin poligami di Pengadilan Agama Pasuruan Tahun 2007 dan Analisis Hukum Islam terhadap alasan-alasan izin poligami di Pengadilan Agama Pasuruan tahun 2007. Pada skripsi tersebut hanya memilah-milah alasan-alasan izin poligami yang ada pada undang-undang kemudian mencari apa dasar hukum hakim dalam memberikan izin poligami dan analisis hukum Islam tentang poligami.20

19Prisca Nindya Pupita yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim

Tentang Izin Poligami Dalam Putusan No. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda”, (Skripsi_Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2013).

20

Rizqia Zakiah yang berjudul “Analisis Yuridis dan Hukum Islam Terhadap Izin Poligami Karena khawatir Melanggar Syariat Agama, Dalam Putusan No. 0947/Pdt.G/2013/Pa.Mlg”, (Skripsi_Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014).


(21)

13

Dari beberapa kajian pustaka yang telah terdapat diatas kita dapat menemukan sebuah perbedaan dengan skripsi ini bahwasanya alasan berpoligami dari pemohon ini cukuplah menarik yakni dengan alasan ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan sunah Nabi Muhammad SAW. yang terletak di Pengadilan Agama Sidoarjo. Putusan hakim ini tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan di antaranya yaitu:

1. Mengetahui pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memutuskan perkara No. 1913./Pdt.G/2015/PA.Sda. 2. Menganalisis putusan Pengadilan Agama Sidoarjo dari segi yuridis pada

perkara No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna dalam beberapa hal sebagai berikut seperti:

1. Aspek Teore

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan, memperluas


(22)

14

khazanah ilmu pengetahuan dalam arti membangun, memperkuat dan menyempurnakan teori yang sudah ada. Dan juga memperkaya khazanah pemikiran dalam hukum Islam khususnya di bidang hukum keluarga. 2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan penambah ilmu pengetahuan yang bersifat empiris, khususnya yang berkaitan dengan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama.

G. Definisi Operasional

Adapun mendapatkan gambaran dan pandangan yang jelas dan untuk menghindari kesalahpahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini, maka penulis memandang perlu untuk mengemukakan pengertian masing-masing variabel secara tegas dan spesifik dari judul Analisis Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dan KHI Terhadap Diterimanya Izin Poligami Karena Ingin Mendidik Dan Menolong Calon Istri Sesuai Dengan Sunnah Nabi

Muhammad Saw Dalam Penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/Pa.Sda sebagai

berikut:

1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 : Sebuah peraturan tertulis yang telah disahkan oleh penguasa atau pemerintah untuk mengatur negara tersebut dan ditandatangani oleh kepala negara dan mempunyai kekuatan yang


(23)

15

mengikat. Sebagai pembaharuan baru dalam peraturan perkawinan di Indonesia

2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) : Merupakan rangkuman dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama fikih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada pengadilan agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan.

3. Poligami : Seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak adalah empat orang. karena melebihi dari empat berarti mengingkari kebaikan yang disyariatkan oleh Allah bagi kemaslahatan hidup suami istri.21 Di buku lain terdapat sedikit perbedaan pengertian yaitu Ikatan perkawinan dalam hal suami mengawini lebih dari seorang isteri dalam waktu bersamaan.22

4. Suri Tauladan Nabi : Isi aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW. yang menyangkut hal tentang poligami. Sebuah perbuatan yang bersifat anjuran bukan kewajiban.

H. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu jenis penelitian yang bersifat yuridis normatif bersifat kualitatif. Data primer yang digunakan

21Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1 Untuk Fakultas Syariah Komponen MKDK…,

131.


(24)

16

dalam penelitian ini adalah Salinan putusan hakim, yakni putusan perkara No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda. agar penulisan ini tersusun dengan baik dan benar maka penulis memandang perlunya adanya untuk mengemukakan metode penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:

1. Data yang dihimpun

Supaya dalam pembahasan skripsi ini dapat dipertangungjawabkan dan juga relevan dengan permasalahan yang dibahas, maka penulis membutuhkan data sebagai berikut:

a. Data pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Sidoarjo tentang izin poligami perkara No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.

b. Undang-undang poligami baik No. 1 Tahun 1974 dan juga KHI dalam menyelesaikan tentang perkara izin poligami No.

1913/Pdt.G/2015/PA.Sda. 2. Sumber Data

Penelitian ini, sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh dalam arti lain sumber data adalah semua informasi baik yang merupakan benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa/gejala baik secara kuantitatif ataupun kualitatif. penelitian ini menggunakan dua sumber, yaitu:

a. Sumber primer, yaitu dokumen Salinan putusan Pengadilan Agama Sidoarjo perkara No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda. tentang izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai Sunah Nabi


(25)

17

Muhammad SAW. data diperoleh langsung dari sumber utama yaitu para hakim Pengadilan Agama Sidoarjo.

b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, seperti literatur-literatur mengenai poligami, antara lain:

1. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

3. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana: 2006)

4. Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Bogor: Kencana, 2003) 5. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara,

1999)

6. Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1 Untuk Fakultas

Syari’ah Komponen MKDK (Bandung: Pustaka Setia, 1999)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pada bagian ini akan dikemukakan persoalan metodologis yang berkaitan dengan teknik-teknik pengumpulan data.23 Menghimpun data, penulis menggunakan teknik atau dengan cara sebagai berikut:

23


(26)

18

a. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data yang terkait topik penelitian yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan semacamnya. Sedangkan obyeknya adalah benda mati.24 Mencari penelitian menggunakan sebuah catatan, rekaman wawancara dengan informan dan buku-buku yang digunakan untuk mencari data.

Menggunakan dokumentasi ini, peneliti mendapatkan data tentang prosedur permohonan izin poilgami, berita acara persidangan, dan isi putusan Pengadilan Agama Sidoarjo perkara No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda. tentang izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai Sunnah Nabi Muhammad SAW.

b. Wawancara

Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk memperoleh informasi-informasi dari informan secara langsung dengan bertatap muka.25

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah semi terstruktur.26 Artinya wawancara dengan perencanaan, di mana peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis

24Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),

231.

25 Abu Achmadi dan Cholid Narkubo, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), 83. 26 M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 194.


(27)

19

dan lengkap untuk mengumpulkan data-datanya. Wawancara terstruktur ini digunakan untuk mewawancarai para hakim Pengadilan Agama Sidoarjo.

c. Teknik Pustaka

Mencari dan juga menelaah literatur-literatur dan juga buku-buku yang mengenai tentang poligami secara umum. Contohnya dalam telaah pustaka ini adalah Fiqh Munakahat, Hukum Perdata Di Indonesia, Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusu Al-Qardhawi, Tafsir Al-Azhar dll.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah mendapatkan seluruh data-data yang ada baik data primer maupun sekunder maka kemudian data tersebut dikelola sebagai berikut: a. Editing (Pemeriksaan data) yakni memeriksa kembali data-data tentang

izin poligami yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, keterkaitan dan kejelasan antara data satu dengan data yang lainnya. b. Organizing, yakni penulis data tentang macam-macam hal poligami

secara umum ataupun yang secara spesifik kemudian diatur dan disusun sehingga menjadi sebuah satu kesatuan yang teratur. Selanjutnya semua data yang diperoleh akan disusun secara sistematis untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif, yaitu cara analisis data dengan cara memaparkan data apa adanya


(28)

20

dalam hal ini tentang pertimbangan hukum hakim dalam menerima izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan

Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No.

1913/Pdt.G/2015/PA.Sda. kemudian di Analisa menggunakan teori yuridis yakni undang-undang. Sedangkan pola pikir deduktif adalah pola pikir yang berangkat dari variabel data yang bersifat umum dalam hal ini yuridis kemudian diaplikasikan ke dalam variabel yang bersifat khusus dalam hal ini dasar pertimbangan hukum hakim dalam menerima izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW.

I. Sistematika Pembahasan

Berdasarkan permasalahan yang dibahas maka penulisan skripsi disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa subbab adalah sebagai berikut:

Bab pertama tentang pendahuluan, bab ini berfungsi sebagai pola umum yang menggambarkan seluruh bahasan skripsi ini yang di dalamnya mencakup: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan


(29)

21

Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.27

Bab kedua, landasan teori, bab ini membahas tentang tinjauan umum tentang poligami dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang meliputi pengertian poligami, syarat poligami, prosedur poligami, hikmah poligami, sejarah poligami, poligami dalam UU No. 1/1974. Kompilasi Hukum Islam dalam Bab IX Pasal 55-59 tentang beristri lebih dari satu orang.

Bab ketiga, memuat atas penelitian yang berkenaan tentang putusan penetapan dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo tentang perizinan poligami yang meliputi deskripsi Pengadilan Agama Sidoarjo yang berguna untuk mengetahui kondisi lapangan yang digunakan sebagai lokasi penelitian, dan dasar hukum hakim dalam memutuskan perkara izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. serta pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memutuskan perkara poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. dari pembahasan bab ini peneliti dapat mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti.

27Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: Syariah dan Hukum,


(30)

22

Bab keempat, merupakan kajian analisis putusan permasalahan dalam penelitian ini. Bab ini berisi tentang analisis yuridis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo dalam memberikan izin poligami karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan Sunah Nabi Muhammad SAW. dalam penetapan No. 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.

Bab kelima, penutup, bab ini merupakan bagian akhir yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam keseluruhan penelitian dan juga saran-saran sebagai tindak lanjut dan acuan penelitian selanjutnya


(31)

23

BAB II

POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

1. Poligami

A. Pengertian Poligami

Poligami itu dalam pandangan Soemiyati adalah terjadinya sebuah hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan dalam waktu yang bersamaan. Hukum Islam sendiri menikahi seorang wanita lebih dari seseorang istri itu diperbolehkan, akan tetapi hanya dibatasi maksimal sampai 4 orang tidak lebih dari apa yang telah disyariatkan.1

Pada referensi yang lain poligami itu sendiri adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki untuk bisa beristri lebih dari seorang, dan perkawinan tersebut hanya boleh dibatasi maksimal sebanyak empat orang. Namun apabila seorang tersebut melanggar dan juga melebihi dari apa yang telah ditentukan maka ia telah mengingkari kebaikan syariat yang telah diberikan oleh Allah untuk menjadi kemaslahatan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga antara seorang suami dan istri.2 Pengertian Poligami yang lain juga adalah “perbuatan seorang laki-laki mengumpulkan dalam

1 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-undang No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan) (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007), 74.


(32)

24

tanggungannya dua sampai empat orang istri, tidak boleh lebih darinya.”3 “Kata-kata “poligami” terdiri dari kata ‘poli” dan “gami”. Secara etimologi, poli artinya “banyak”, gami artinya “istri”. Jadi poligami itu artinya beristri banyak. Secara terminologi, poligami yaitu “seorang laki-laki mempunyai lebih

dari satu istri”. Atau, “seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak empat orang”.” 4

Referensi lain juga telah disebutkan bahwa poligami itu adalah sebuah hubungan ikatan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang suami tersebut mengawini lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan, namun bukan saat terjadinya ijab dan kabul akan tetapi menjalankan sebuah kehidupan rumah tangga.5

B. Dasar Hukum Poligami

Poligami adalah suatu peraturan beda dari agama lain yang aturan untuk melakukannya cukup berat yakni adil dalam segala hal. Poligami Suatu pemberian Allah terhadap hambanya dan asal hukum poligami itu sendiri adalah Mubah (boleh). Allah telah menurunkan aturan ini dalam kitab-Nya bahwa Allah memperbolehkan seorang laki-laki untuk berpoligami lebih dari

3 Arij Abdurrahman As-Sanan, Memahami Keadilan dalam Poligami (Jakarta: PT. Globalmedia Cipta Publishing, 2003), 25.

4 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Bogor: Kencana, 2003), 129.

5 Hamid Laonso, Muhammad Jamil, Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqh Kontemporer (Jakarta: Restu Ilahi, 2005), 19.


(33)

25

seorang istri dengan hanya sampai batasan empat orang saja. seorang suami ini harus mampu berbuat adil terhadap istri-istri dan juga anak-anaknya kelak. apabila seorang suami ini tidak mampu ataupun khwatir bila dapat menzalimi istri-istri dan anak-anaknya, maka poligami itu dihukumi haram dilakukan olehnya.6 Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat al-Nisa’ (3):

مفَعبروَمثمُثوَىنْثمَِء سِنلاَن مَْمُكملَ َ مطَ مَاْوح كْن مفَى تيْلاَى فَاْوُطِسْقتَ َلماَْمتْف خَْ إو

َْ َ إ

ْعتَ َلماَْمتْف خ

اْوُلْوعتَ َلماَىنَْدماَك لمَْمُكن ْيماَْتمكممَ مْوماًَة حاومفَاْوُلَ

Artinya:

“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawiniah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawininilah seseorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (Q.S. An-Nisa:3)7

Ayat diatas telah dipaparkan dan menurut pendapat Nasiri menjelaskan sebagai berikut:

Ayat di atas, merupakan salah satu keterangan /dasar hukum yang sangat terkenal unutk mengetahui hukum poligami dalam agama Islam. Dengan kata lain, jika ada pembahasan poligami, dapat dipastikan ayat inilah (Q.S. al-Nisa’:3), satu-satunya yang paling laku diguakan. Wajar, Karena ayat tersebut memang berisi penjelasan kebolehan poligami, atau menikah lebih dari satu wanita dalam waktu yang sama, dengan jumlah maksimal empat orang istri, dengan syarat yaitu adil. Jika hawatir tidak dapat berlaku adil, maka cukup dengan satu istri saja (monogami).8

6 Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusuf al-Qardawi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Fatwa Kawin Misyar (Surabaya: Khalista, 2010), 52.

7 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran Terjemah Indonesia (Jakarta: Departemen RI,

1988), 140.


(34)

26

Menurut pendapat Ahmad Rofiq tentang ketentuan ayat di atas tersebut adalah sebagai syarat utama dalam melakukan hal poligami sebagai seorang suami dalam berlaku adil terhadap istri-istrinya sebagai jaminan dalam menjalakan sebuah hubungan rumah tangga yakni berpoligami, baik adil dari segi nafkah sehari-hari, tempat tinggal ataupun untuk kebutuhan yang lainnya.9 Selain ayat-ayat di atas adapula ayat lainnya sebagai berikut:

و

عم

ْلاَى

ْوُل

ْو د

َمله

َ ر

ُْق

نَ

و

َ ك

ْس

وت

نَ

بْل

ْع

ْو

َ ف

َ

Artinya:

dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. (Surat Al-Baqarah: 233)10

Syarat adil adalah syarat utama dan juga kewajiban seorang suami untuk dapat melakukannya dalam hal poligami yang harus diperhatikan. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah:

ومل

ْنَ

ت

ْس

ت ط

ْيع

ْو

ماَا

َْت

َْع

ُلْو

بَا

ْين

َْلا

ِن

س

ِءَ

ومل

ْو

ح

ْص

تَْم

َمفم

َتَ

ْيُ

ْو

ُكَا

َلَ

ْاَمل

ْي ل

َمفت

مر

ْو

َ

مكَ

َْل

َعَ

مقَ

َو

اْ

َ

ت

ْص

ح

ْو

وَا

تتُق

ْو

مفَا

إَ

َ

َها

َ

مك

مَ

مغُف

ْوًر

َرَا

حْي

ًَ

Artinya:

dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu. Walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai. Sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surat An-Nisa: 129)11

9Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 194.

10 Departemen Agama Republik Indonesia…, 67. 11Ibid., 178.


(35)

27

Terdapat dalam al-Quran namun juga ada dalam hadist nabi dalam hal ketentuan adil, bahwa adil ini diharus terus meneru dinilai dalam jumlah hari yang sama, setidaknya untuk awal-awal perkawinan. Sebagaimana telah

dijelaska dalam hadis Muttafaq ‘alaih dari Anas bin Malik menyatakan sebagai

berikut:

ح

مثن

يَ

ْو

س

َف

َْب

نَ

ر

شا

َ َ

َح

مثن

مأَب

ُأَو

َس

مَم

َع

َْنَ

س

ْفي

مَ

ح

منث

َأَ

يو

َ

َ ل خو

َ

مأَنع

قَي

ما

ب

ْنعَ

َ

مأ

سن

َمق

نمَ

َ

سلا

ن

َ إ

تَا

زّو

َ

ُلج لا

َ

لا

ك

َ

ِثلاَى ع

بي

َ

َ قأ

ََ ع

ن

ًَع سَ

مقوَ

س

َمَ

تَا إو

زّو

َ

َثلا

بي

َ

لاَى ع

ك

َ

َ قأ

َ

َمثَ نع

ما

ًث

ُثَ

مقَم

س

مَ

بأَ ق

قَو

با

َملوَ

ْوَ

شْ

ت

ََمل

ُقَْ

ت

ََ إ

َ َمأ

ن

رَ س

مفع

َهَ

ملإ

َى

ّنلا

صَي

َ

َههاَى

َ

مع

هي

َ

ََسو

مَ

مقو

ْعَ

ََ

لا

ا

َ

ْخأ

ْ

سَ ن

يف

َُ

ْنع

َيأ

و

َ

ل خو

َ

ل خَ ق

َ

َملو

ْوَ

شْ

ت

َُقْ

َت

َر

مفع

َهَ

َملإ

َ

نلا

صَي

َ

ههاَى

َ

مع

هي

َ

َسو

م

Artinya:

Yusuf bin Rasyid Ceritakan kepada kami, Abu Usamah dari Sufyan ceritakan kepada kami, Ayyud dan Kholid dari Abinya Qilabah ceritakan kepada kami dari Anas Berkata: Termasuk sunnah, apabila seorang laki-laki menikahi gadis (al-bikr) atas janda (al-sayyib) maka ia bermukim padanya tujuh hari, kemudian menggilir (yang lainnya), dan apabila ia menikahi janda maka ia bermukim padanya tiga hari baru menggilir (yang lainnya). Abu Qilabah Berkata seandainya Aku menghedaki aku akan berkata: sesungguhnya Anas telah menceritakannya kepada Nabi. Dan berkataa Abdur Razaq menceritakan kepada kami Sufyan dari Ayyub dan Kholid, Kholid berkata seandainya aku menghendaki aku mengatakan telah menceritakannya kepada Nabi Muhammad Saw. (Muttafaqun Alaih)12

ح

نث

ْساَ

ع

ُلي

َ

َحَ ق

مث

سَي

ْي

ََُْب

نَ

ب

َ ا

َ

َ ق

َ ش

َْب

نَ

ع

ومة

َما

ْخ

ن

ماَي

َعَي

َعَن

ِء

مش

َ

ر

ض

ههاَي

َع

ْن

َ:َ

َمأ

رَّم

م وس

َ

ِها

َ

َصُ

ههاَى

َ

مع

هي

َ

َسو

م كََم

َ

مَيَُ مأْسي

ض

هَ

ََلا

َمَ

ََ

ف هي

يَ،

نيأَ:ُ وق

َمأ

مأَ،اً مغَ ن

ني

َ

يَ ي يَ؟؟اً مغَ نأ

عَ و

ئ

مش

مفََ،

َمأ

ملَم

ْ أَه

يَهجاو

حَُ وك

َ،َء شَُثي

12 Al-Bukhari, Al-Sindi, S{ah{i>h{ al-Bukh{a>ri bih{a>siyat al-Ima^m al-Sindi (Beirut: Da>r al-Kutub


(36)

28

مف

م ك

َ

بَي

َ تي

َ

ئ ع

مش

حَ،

ت

مَى

َ ع

ن

مقَ.

مل

َْت

َ

ئ ع

ُش

َ:

«

ْلاَيَ ف

يْو

َ

َرو يَ كَ ّملا

هي فَّيمع

َ

بَي

ْي ت

مفَي

مق

ض

هَ

هَها

او

ََ

َرْأ

س

هَمل

ْين

َن

ْح

وَ

َس

ْح

خوَ

َمل

مط

َ ر

َْيُق

هَ

رَْي

ق

ي

Artinya:

Ismail Menceritakan kepada kami dia berkata: menceritakan kepadaku Sulaiman bin Bilal, berkata Hisyam bin Urwah Mengabarkan Ayahku menceritakan kepadaku tentang Aisyah ra: Sesungguhnya Rasulullah Saw. Dalam waktu sakit menjelang wafat bertanya. “Di mana aku besok, beliau menghendaki hari giliran “Aisyah, maka isteri-isteri beliau (lainnya) mengizinkan seperti beliau kehendaki, maka beliau di rumah ‘Aisyah sehungga Mati di sisinya, Aisyah Berkata lalu Rasulullah wafat dihari dimana beliau sedang berada dirumahku, Allah menabut nyawanya ketika kepala beliau ada di pangkuannya. (Muttafaq ‘alaih).13

C. Syarat-Syarat Poligami

Ada yang perlu diperhatikan apabila hendak menikahi lebih dari seorang itu adalah sebuah pengecualian, karena itu disertai dengan alasan-alasan, syarat-syarat dan juga tujuan yang mendesak. Pembatasan-pembatasan itu antara lain adalah:14

a. Poligami tidak diperbolehkan menikahi seorang wanita lebih dari empat orang sebagaimana yang telah tercantum dalam al-Quran, walaupun ada beberapa yang berpendapat diperbolehkan mengawinkan 9 orang, yaitu dengan menambahkann penjumlahan yang ada seperti dua ditambahkan tiga, ditambahkan empat dan hasilnya sembilan. Penasiran itu tidak benar adanya.

13 Ibid…, 468.


(37)

29

b. Sebagaimana dalam al-Quran adalah mampu berlaku adil kepada seluruh kelurganya terutama istri-istri serta anak-anaknya. Namun apabila tidak sanggup melakukannya lebih baik tidak menikah lebih dari satu kali dan seterusnya.

c. Hendaknya apabila hendak ingin menikah lagi seharusnya adalah ada seorang wanita yang mempunyai seorang anak lagi yatim, supaya laki-laki yang hendak berpoligami tersebut dapat mengasuh anak tersebut. agar ia dapat berlaku adil terhadap apa yang ada di anak yatim tersebut baik anak yatim itu sendiri maupun dalam hartanya.

d. Wanita yang hendak dipoligami tidak boleh mempunyai suatu hubungan persaudaraan baik sedarah ataupun sepersusuan.

Tidak hanya memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah dipaparkan diatas saja akan tetapi syarat-syarat ini juga harus dipenuhi.15 Ini telah

tercantumkan dalam pasal 4 dan pasal 5 undang-undang perkawinan yang berbunyi:16

Pasal 4

(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat 3 Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

15Ahmad Rofiq, Hukum Islam…, 172.

16 Team Prospect, Kumpulan Kitab Undnag-Undang Hukum KUH Perdata KUHP KUHAP (Jakarta: Wipress, 2008), 388.


(38)

30

b. Istri mendapat cacat badan/atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 5

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaiana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri;

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau Karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.

Terdapat juga peraturan dan persyaratan poligami selain terdapat dalam undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974, yakni Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang terdapat pada bagian IX dengan

judul, “Beristri lebih dari satu orang” yang telah tercantum beberapa

pasal, dimulai dari pasal 55 sampai dengan pasal 58. Yang berbunyi sebagai berikut:17

Pasal 55

1. Beritri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang istri.

2. Syarat utama beristri lebih dari satu orang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari satu orang.

17 Tim Permata Press, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan Perwakafan, 17.


(39)

31

Pasal 56

1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.

2. Pengajuan permohonan izin dimasukkan pada ayat 1 dilakukan menurut tat acara sebagaimana diatur dalam Bab VIII PP No. 9 Tahun 1975.

3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.18

Pasal 57

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;

b. Isteri mendapat cacat badan atau peyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 58

(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu:

a. Adanya persetujuan istri;

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.

(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukanbagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau Karena sebab lain yang perlu mendapatkan penilaian hakim


(40)

32

D. Prosedur Poligami

Melakukan sebuah pernikahan pasti memiliki aturan dan juga prosedur yang harus dilalui, namun sama halnya juga dengan melakukan poligami. Negara juga punya prosedur-prosedur yang harus dilakukan oleh para pihak bila ingin melakukan poligami sesuai dengan aturan-aturan yang telah berlaku di Indonesia. Aturan dalam melakukan prosedur poligami itu telah diatur dan bisa diihat pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Yang terdapat dalam pasal 40 yang berbunyi:19

Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.

Tugas pengadilan juga telah diatur dalam pasal 41 Peraturan Pemerintah Tahun 1975 yang bunyinya sebagai berikut:20

Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:

a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi.

b. Ada atau tidak adanya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan. c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin

keperluan hidup istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan: i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang

ditandatangani oleh bendahara tempat kerja; atau ii. Surat keterangan pajak penghasilan; atau

iii. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil

terhadap istri-istri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau

19 Ibid., 410. 20 Ibid.,


(41)

33

janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

Pasal selanjutnya yakni yang terletak pada pasal 43 yang telah menerangkan bahwasanya pengadilan harus memanggil pihak istri untuk memberikan keterangan beserta kesaksiannya dalam persidangan perkara poligami agar tidak hanya secara tertulis namun juga secara lisan dapat diakui pengakuannya. Akan tetapi pasal ini juga memberikan waktu kepada pengadilan selama kurang lebih 30 hari atau satu bulan untuk memeriksa, mempertimbangkan juga memutuskan permohonan poligami ini setelah suami mampu melengkapi semua persyaratan yang ada.21

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pada pasal 43 menyatakan bahwa Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk memberikan putusan kepada pemohon yang hendak melakukan poligami sesuai dengan peraturan yang ada. Pasal 43 yang berbunyi:22Apabila pengadilan berpendapat bahwa

cukup alasan bagi pemohon untuk beristri lebih dari seorang, maka pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristri lebih dari seorang.

Undang-undang ini sangat memperhatikan dalam seseorang yang hendak izin poligami, karena izin poligami ini sangat diperhatikan bahwa Pegawai Pencatat Nikah tidak diperbolehkan melakukan pencatatan nikah

21 Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana,

2004), 165.


(42)

34

sebelum adanya keterangan izin poligami dari pengadilan itu sendiri, sebagaimana telah diatur dalam pasal selanjutnya yakni Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pada pasal 44.

Hal isteri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan dipersidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi (ps. 59 KHI). Apabila keputusan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap, izin pengadilan tidak diperoleh, maka menurut ketentuan pasal 44 PP No. 9 Tahun 1975, Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin pengadilan seperti yang dimaksud dalam pasal 43 (PP No. 9 Tahun 1975).23

E. Hikmah Poligami

Beberapa penjelasan panjang lebar yang menyangkut tentang poligami, bahwa poligami juga dapat diambil beberapa hikmahnya. Salah satunya yakni pendapat oleh Ima>mAl-Shobu>ni> yang mengutarakan bahwa hikmah poligami itu ada tiga hal yakni Pertama, dengan dilakukannya poligami ini bahwa


(43)

35

kehormatan dan juga martabat wanita bisa naik derajatnya dengan sendirinya. Kedua, apabila poligami ini dilakukan maka dapat terjaga keselamatan seorang wanita serta keluarganya. Ketiga, bahwa dilakukannya poligami ini dapat menjaga keselamatan masyarakat umum secara luas. Dan juga Ima>m As-Shobu>ni> juga berpendapat bahwa poligami ini lebih baik dari pada melakukan dliluar syariat yang telah dilarang oleh agama, seperti terjadinya perselingkuhan, perzinahan dan lain-lain. Poligami ini adalah salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada zaman sekarang ini, seperti banyaknya jumlah wanita daripada pria. Bahwa poligami dituntut untuk melakukan sosial masyarakat yang ada.24

Pada pandangan Sayyid Sa>biq bahwa poligami itu hanyalah sebuah kebolehan saja dalam berpoligami bukannya sebagai kewajiban maupun sebagai sebuah keharaman untuk dilakukan. Ada beberapa pendapat Sayyid Sa>biq yang mengenai hikmahnya poligami yakni:25

1. Poligami adalah sebuah anugerah dan juga rahmat Allah yang diberikan kepada manusia dan Allah juga membatasinya hanya sampai empat orang istri tidak lebih. Namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh seorang suami bila hendak berpoligmi yakni dengan syarat kesanggupan untuk berlaku adil baik materiil maupun imateriil. Apabila tidak sanggup dan tidak mampu untuk berlaku

24 Khoiruddin Nasution, Riba Dan Poligami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996). 91. 25 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Bandung: Al-Ma’arif, 1990), 159.


(44)

36

adil akan bisa mengakibatkan berlaku zalim maka hukumnya haram baginya untuk kawin lebih dari seorang istri.

2. Bahwa dengan dilakukannya poligami maka semakin banyak pula keturunan untuk membangun keluarga yang besar bahkan bisa membangun negara penduduknya yang besar dan mampu menjadikan sebuah negara itu menjadi negara yang kuat baik dari segi sumber daya manusianya, ekonominya dll. Karena menurut salah seorang penyidik asal jerman mengatakan bahwa salah satu unsur dari kekuatan masyarakat Islam adalah tentang suburnya keturunan di kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang pesat jumlah penduduknya. 26

Berbeda lagi dalam pandangan M. Sayyid Ahmad yang mengatakan bahwa poligami itu akan terlihat jelas ketika terjadinya sebuah peperangan dan juga adanya wabah penyakit yang menimpa, dimana terkadang banyak kaum wanita lebih banyak yang terkena daripada kaum laki-laki. Maka poligami ini bisa menjadi dari bermacam-macam masalah baik masalah psikologi maupun moral. Apabila ada seorang istri yang sakit-sakitan maupun istri tersebut mengalami sebuah kemandulan oleh karena itu baiknya ia mau untuk bertahan hidup dengan penuh kehormatan dalam naungan suminya yang bersama istri lainnya untuk membangun dan membina sebuah hubungan rumah tangga


(45)

37

dengan tanpa adanya perasaan hasud, iri, dengki maupun yang lainnya. Begitu pula dengan terjadi ditempat-tempat tertentu dengan iklim dan juga cuaca yang tak menentu yang mana seorang suami tidak cukup apabila hanya dengan seorang istri, maka dengan melakukan poligami ini dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut.27

2. Contra Legem

Contra Legem merupakan putusan hakim pengadilan yang mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga hakim tidak menggunakan sebagai dasar pertimbangan atau bahkan bertentangan dengan pasal undang-undang sepanjang pasal undang-undang tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan rasa keadilan masyarakat.28

Demi terjadinya suatu keadilan, maka hakim dapat bertindak contra legem, tersebut diperbolehkan dengan alasan, apabila dalam suatu perkara tidak terdapat aturan yang jelas ataupun aturan yang mengatur suatu persoalan hukum, maka hakim memiliki kewenangan untuk melakukan contra legem, yaitu hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Prinsip ini sesuai dengan ketentuan Pasal 28 (1) Undang Nomor.4 Tahun 2004 jo. Pasal 5 ayat (1)

27 M. Sayyid Ahmad Al-Musayyar, Fiqih Cinta Kasih Rahasia Kebahagiaan Rumah Tangga, Habiburrahim(Kairo: PT. Gelora Aksara Pratama, 2008), 117.

28 Suyadi, Kemungkinan Kontra Legem dalam Pembagian Harta Bersama (terhadap Pasal 97 KHI), t.t., t.t.p., t.p. 1.


(46)

38

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan penjelasan pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Menurut Penjelasan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, disebutkan bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan agar putusan hakim dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Ditambahkan menurut penjelasan bagian umum Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI 1945), “Bahwa Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar berlaku juga hukum dasar tidak

tertulis.” Berarti disini disamping dikenal hukum tertulis (hukum nasional) juga

terdapat hukum tidak tertulis yang hidup dan tumbuh kembang dalam masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai hukum adat. Hukum adat inilah yang sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, digali oleh hakim apabila menemui persoalan ketiadaan aturan hukum yang mengatur suatu persoalan.

Selanjutnya, perlu ditegaskan disini, berdasarkan prinsip di atas maka hakim Indonesia tidak boleh bersifat legistik, yakni hanya sekedar menjadi corong atau mulut undang-undang, meskipun memang selalu harus legalistik. Ditambahkan oleh Bagir Manan, putusan hakim tidak boleh sekedar memenuhi formalitas hukum atau sekedar memelihara ketertiban putusan hakim harus berfungsi mendorong perbaikan dalam masyarakat dan membangun


(47)

39

harmonisasi sosial dalam pergaulan. Hanya dengan cara itu, menurutnya, putusan hakim akan benar dan adil.29 Sehubungan prinsip ini pula, jika ketentuan undang-undang yang ada bertentangan dengan kepentingan umum, kepatutan, peradaban dan kemanusian, yakni nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Maka menurut Yahya Harahap, hakim bebas dan berwenang melakukan tindakan contra legem, yakni mengambil putusan yang bertentangan dengan pasal undang-undang yang bersangkutan.30

Pelaksanaan contra legem oleh hakim dalam memutus suatu perkara yang belum ada pengaturannya atau kurang jelas aturannya, merupakan pelaksanaan hukum progresif yang mana dalam ajaran hukum progresif tidak diperkenanakan untuk terlalu positifis legalistik dalam menjawab suatu persoalan hukum. Diperlukan upaya-upaya yang progresif yang mana upaya tersebut memberikan suatu kemanfaatan dan keadilan bagi pihak pencari keadilan. Hakim yang dalam hukum acara dikatakan sebagai corong undang-undang, diharapkan mampu bersifat progresif dengan tidak selalu menganggap kepastian hukum akan memberikan keadilan. Suatu aturan hukum yang utama dicari adalah keadilan dan keamanfaatan, apabila hal tersebut telah terealisasikan maka tidak akan lagi terjadi persoalan hukum.

29 Bagir Manan, Suatu Tinjauan Terhadap Kekuasaan Kehakiman Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 (Jakarta: Mahkamah Agung R.I, 2005), 212.

30 Yahya Harahap, Hukum Acara Pedata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 856.


(48)

40

BAB III

PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMBERIKAN IZIN POLIGAMI KARENA INGIN MENDIDIK DAN MENOLONG CALON ISTRI SESUAI DENGAN SUNAH NABI MUHAMMAD

SAW DALAM PENETAPAN NO. 1913/PDT.G/PA.SDA

A. Gambaran Umum di Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo a. Lokasi Pengadilan Agama Sidoarjo.

Pengadilan Agama Sidoarjo adalah suatu pengadilan tingkat pertama yang secara organisasi atau struktur dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung yang mana Pengadilan Agama tersebut menangani masalah hukum perdata Islam di Kabupaten Sidoarjo. Sesuai dengan keberadaannya, maka lembaga peradilan agama ini harus mampu melayani kebutuhan masyarakat dalam bidang hukum terutama mengenai masalah hukum kekeluargaan.1

Pengadilan Agama Sidoarjo kelas I-B memiliki wilayah kerja berada di Kabupaten Sidoarjo yaitu di 112,5o s/d 112,9o Bujur Timur dan 7,3o s/d 7,5o Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik

b. Selatan : Kabupaten Pasuruan

1 Aslikhan yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Putusan No. 2355/Pdt.G/2011/PA.SDA Tentang izin Poligami Karena Hamil Di Luar Nikah Di Pengadilan Agama Sidoarjo”, (Skripsi_Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014).


(49)

41

c. Timur : Selat Madura

d. Barat : Kabupaten Mojokerto

Kantor Pengadilan Agama Sidoarjo berada dalam wilayah yang strategis di Jl. Hasanuddin No. 90 Sekardangan Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, Kode pos 61215 Telp. (031) 8921012. Sehingga untuk menjangkau kantor Pengadilan Agama Sidoarjo, masyarakat dapat menggunakan fasilitas transportasi umum yang tersedia di Sidoarjo.

b. Dasar Hukum Berdirinya

Peradilan agama adalah kekuasan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shodaqah diantara orang-orang Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Penyelenggaraan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama pada tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama pada tingkat banding. Sedangkan pada tingkat kasasi dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.

Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasan kehakiman dan yang terakhir telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, merupakan lembaga peradilan khusus yang ditunjukan kepada


(50)

42

umat Islam dengan lingkup kewenangan yang khusus pula, baik perkaranya ataupun para pencari keadilannya (justiciabel). Disamping Pengadilan Agama ada juga Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara yang termasuk peradilan khusus.2

c. Visi dan Misi

Visi: " Terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung"

Misi:

1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.

2. Mewujudkan peradilan yang mandiri, bebas dari campur tangan pihak lain, tidak memihak dan transparan.

3. Memperbaiki akses pelayanan kepada masyarakat di bidang peradilan.

4. Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan.

5. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien, bermartabat dan dihormati.

2 Pengadilan Agama Sidoarjo, “Profil-sejarah”, http://pa-sidoarjo.go.id/statis-57-sejarahperadilanagama.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2017.


(51)

43

d. Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Pengadilan Agama Sidoarjo: 1. Tugas pokok Pengadilan Agama :

Berdasarkan pasal 49 UU No. 7/1989 jo UU No. 3/2006 jo UU No.50/2009 tentang peradilan agama menyebutkan bahwa Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara antara orang Islam dibidang:3

a. Perkawinan, penjelasan pasal 49 tersebut menyebutkan yang dimaksud perkawinan yaitu perkawinan yang sesuai UU dan hukum Islam antara lain :

1. Izin beristri lebih dari seorang,

2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat,

3. Dispensasi kawin, 4. Pencegahan perkawinan,

5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah, 6. Pembatalan perkawinan,

7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri, 8. Perceraian karena talak,

9. Gugatan perceraian,

3 Soeroso, Hukum Acara Khusus Kompilasi ketentuan Hukum Acara dalam Undang-Undang (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 260.


(52)

44

10.Penyelesaian harta bersama, 11.Penguasaan anak-anak,

12.Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya,

13.Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri,

14.Putusan tentang sah tidaknya seorang anak, 15.Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua, 16.Pencabutan kekuasaan wali,

17.Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut,

18.Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya,

19.Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada dibawah kekuasaannya,

20.Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam,

21.Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran,


(53)

45

22.Pernyataan tentang syahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.

b. Waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq dan shodaqoh yang dilakukan berdasar hukum Islam.

c. Ekonomi Syari’ah meliputi :4 1. Bank Syari’ah,

2. Lembaga keuangan mikro Syari`ah, 3. Asuransi Syari`ah,

4. Reasuransi Syari`ah, 5. Reksa dana Syari`ah,

6. Obligasi Syari`ah dan surat berharga, 7. Sekuritas Syari`ah,

8. Pembiayaan Syari`ah, 9. Pegadaian Syari`ah,

10.Dana pensiun lembaga keuangan Syari`ah, 11.Bisnis Syari`ah berjangka menengah Syari`ah,

Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta (Pasal 52 Undang-undang No. 7 tahun 1989


(54)

46

tentang Peradilan Agama) dan memberikan istbat kesaksian hilal dengan penetapan awal bulan pada tahun Hijriah (Pasal 52 A Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

Melaksanakan administrasi kepaniteraan Pengadilan Agama sesuai dengan pola pembinaan dan pengendalian administrasi kepaniteraan dan melaksanakan administrasi kesekretariatan serta pembangunan sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan.

2. Fungsi Pengadilan Agama

Fungsi Pengadilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman pada tingkat pertama bagi pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu (Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

e. Yurisdiksi Pengadilan Agama Sidoarjo

Kewenangan relatif ini, Pengadilan Agama Sidoarjo hanya berwenang menyelesaikan perkara yang daerah hukumnya berada di kota Sidoarjo yang meliputi: Kecamatan Balong Bendo, Kecamatan Buduran, Kecamatan Candi, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Jabon, Kecamatan Krembung, Kecamatan Krian, Kecamatan Porong, Kecamatan Prambon, Kecamatan Sedati, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Sukodono, Kecamatan


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

72

Hakim melakukan hal tersebut adalah sebagai salah satu bagaimana cara hakim untuk merealisasikan prinsip kemandirian dan juga kebebasan hakim yang sebagaimana telah ditentukan dalam kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2006. Salah satu tanda dan juga syarat dalam kekokohan negara hukum adalah terdapat kekuatan yang kuat dalam kehakiman yang merdeka tanpa adanya intervensi dalam hal apapun dan dari siapapun.

Apabila tanpa adanya kekuasaan kehakiman maka hukum-hukum yang ada di Indonesia ini akan mudah terpengaruh dan juga dapat disalahgunakan kebijakan hukum oleh kekuasaan pemerintah (eksekutif). Adapun dasar yang dijadikan hakim adanya indepedensi kekuasaan kehakiman ini telah tertuang dalam alinea pertama dalam lembaran Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, terdapat dalam penjelasan pada Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dengan tegasnya telah menyatakan bahwa:

Pasal 24 ayat (1) :

“kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”.


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari beberapa uraian yang Penulis deskripsikan dari bab-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo adalah pertama,

Melihat Kondisi Mental Calon Istri Kedua Pemohon yang Trauma Akibat Kekerasan dalam Rumah Tangga, Hakim menilai resiko yang akan dihadapi oleh Pemohon dan Termohon lebih besar jika tidak diizinkannya melakukan Poligami. Kedua, Berlandaskan Al-Quran yang Memberikan Persyaratan

Adil Semata. Ketiga, Sudah Adanya Persetujuan dari Istri Pertama dan Juga

Terpenuhi Secara Materi Maupun Non Materi oleh Pemohon dan Sanggup Adil dengan Membuat Surat Pernyataan, dan Hakim Apabila Keduanya Ini Sudah Terpenuhi Maka Diperbolehkannya untuk Diberikan Izin Poligami. 2. Adapun analisis dalam perkara ini adalah bahwa alasan poligami oleh

Pemohon ini adalah Karena ingin mendidik dan menolong calon istri sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad Saw yang berbeda dari peraturan undang-undang yang berlaku. hakim mengabulkan permohonan pemohon dalam hal poligami. Hakim boleh saja memberikan putasan yang berbeda dari undang-undang, akan tetapi jika itu terus dilakukan maka pembatasan dalam peraturan poligami secara ketat yang telah dibuat oleh pemerintah


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

yang tertulis di undang-undang akan lemah kekuatan hukumnya. Dan Penulis setuju apa yang telah dilakukan oleh hakim dikarenakan hakim dinilai telah tepat dan telah sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman pada pasal 1 ayat 1.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah ditulis oleh peneliti lakukan, peneliti menganggap perlu adanya menulis dan mencantumkan beberapa saran dalam penulisan penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagi penegak hukum dalam perkara ini seharusnya hakim lebih memperhatikan peraturan undang-undang yang telah diatur dikarenakan hakim suatu subyek untuk menegakkan hukum, salah satu cara penegakan hukum adalah dengan menerapkan peraturan perundang-undangan yang telah ada. kiranya para hakim sebaiknya melihat teori secara umum dan mendalam baik itu menggunakan teori yuridis maupun hukum Islam, yang pada prinsipnya bagaimana mewujudkan ‘kemanfaatan’ kepada seluruh umat manusia, yang mencakupi ‘kemanfaatan’ dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. apabila terjadi kasus yang seperti dalam putusan ini, dengan meneliti fenomena poligami liar yang terjadi pada masyarakat, sehingga memberi penilaian yang bagus untuk orang yang mau melakukan izin poligami di pengadilan.


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Aminuddin, Slamet Abidin dan. Fiqih Munakahat 1 Untuk Fakultas Syariah

Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 1999

Aslikhan. “Analisis Yuridis Terhadap Putusan No. 2355/Pdt.G/2011/PA.SDA Tentang Izin Poligami karena Hamil di Luar Nikah di Pengadilan Agama Sidoarjo”. Skripsi--Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2014.

As-Sanan, Arij Abdurrahman. Memahami Keadilan dalam Poligami. Jakarta: PT. Global Media Cipta Publishing, 2003.

Aulawi, Arso Sosroatmodjo, Wasit. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

AZ, Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshory. Problematika Hukum Islam dan

Kontemporer Buku Kedua, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus Cetakan III, 2002.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran Terjemah Indonesia. Jakarta: Departemen RI, 1988.

---. Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama , t.t.

Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. Surabaya: Syariah dan Hukum, 2016.

Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat. Bogor: Kencana, 2003.

Habsyi (al) Muhammad Baqir, Fiqih Praktis (Menurut Al - Qur’an, As - Sunnah,

dan Pendapat Para Ulama), (Bandung: Mizan Oktober, 2002.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research Jilid I Yogyakarta: Andi Office, 1993.

Jamil, Hamid Laonso, Muhammad. Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap

Masalah Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Restu Ilahi, 2005.

Mahmudah, Nurul. “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Gorontalo dalam Perizinan Perkara Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Tanpa Surat Izin Atasan”. Skripsi--Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2015.

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Maraghi (al), Tafsir Al – Maraghi. Mesir: Musthafa Al-Babi Al-Halabi, 1963. Mulia, Siti Musdah. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2004.

Musayyar (al) M. Sayyid Ahmad. Fiqih Cinta Kasih Rahasia Kebahagiaan

Rumah Tangga. Kairo: PT. Gelora Aksara Pratama, 2008.

Mustafa, Ibnu. Perkawinan Mut’ah dalam Perspektif Hadist dan Tinjauan

Masakini. Jakarta: Lentera, 1999

Mustofa, Agus. Poligami Yuuk!. Surabaya: Padra Press, 2010

Narkubo, Abu Achmadi dan Cholid. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.

Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusuf al-Qardawi Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Fatwa Kawin Misyar, (Surabaya: Khalista, 2010.

Nasution, Khoiruddin. Riba dan Poligami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996.

Nazir, M. Metode Penelitian Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Nindya, Pupita Prisca. “Analisis Hukum Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim Tentang Izin Poligami dalam Putusan No. 1821/Pdt.G/2013/Pa.Sda”, Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2013.

Pengadilan Agama Sidoarjo,“Profil-sejarah”, dalam http://pa-sidoarjo.go.id/statis-57 sejarahperadilanagama.html, diakses pada 14 Maret 2017.

Putusan Nomor 1913/Pdt.G/2015/PA.Sda.

Ramulyo, Idris. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1999.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Bandung: Al-Ma’arif, 1990.

Sindi (al), Al-Bukhari, S{ah{i>h{ al-Bukh{a>ri bih{a>siyat al-Ima^m al-Sindi, (Beirut: Da>r al-Kutub Al-‘ilmi>yah, 2008.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan

(Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan). Yogyakarta: Liberty


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Soeroso, Hukum Acara Khusus Kompilasi Ketentuan Hukum Acara dalam

Undang-Undang. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Tarigan, Amiur Nuruddin, Azhari Akmal. Hukum Perdata Islam di Indonesia.

Jakarta: Kencana, 2004.

Thalib, Sayuti Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UIpress), 2009.

Team Prospect, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum KUH Perdata KUHP

KUHAP. Jakarta: Wipress, 2008.

Tim Permata Press, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Hukum Perkawinan,

Kewarisan, dan Perwakafan. t.tp.: t.p., t.t.

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Kencana, 2008.

Undang-Undang RI No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Bandung: Citra

Umbara, 2012.

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di

Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Qutub, Sayyid.Fi> D}hila>l Al – Qura>n. IV. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1961.

Qaradhawi, Yusuf. H}a>l wa>l H}a>ra>m fil Isla>m, yang diterjemahkan oleh Tim Kuadran dengan judul Halal dan Haram Bandung: Penerbit Jabal, 2007.


Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65