PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT-BASED LEARNING (PBL) DALAM MATA DIKLAT MENGGAMBAR DENGAN SISTEM CAD (COMPUTER AIDED DESIGN) UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK DI JURUSAN TEKNIK PEMESINAN SMK N 3 YOGYAKARTA.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Problematika yang muncul dibidang pendidikan kejuruan adalah sulitnya meningkatkan kompetensi peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Sedangkan pendidikan kejuruan beorientasi pada pembentukan kompetensi profesional. Kompetensi profesional harus didukung oleh kemampuan produktif, adaptif, dan normatif. Kemampuan-kemampuan tersebut membutuhkan pengalaman belajar yang komprehensif.
Menurut Benny (2009: 12) kompetensi mencerminkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat diperlihatkan oleh seseorang setelah menempuh proses pembelajaran. Saat ini kompetensi-kompetensi bidang kejuruan tidak dapat dilepaskan dengan rekayasa teknologi di dunia industri. Persaingan global yang semakin ketat menuntut industri untuk memiliki sumber daya manusia yang unggul dalam bidang teknologi. Maka penguasaan teknologi kini menjadi kompetensi yang wajib dikuasai oleh peserta didik sekolah menengah kejuruan dalam menghadapi persaingan dunia kerja.
Perkembangan rekayasa teknologi saat ini dilakukan melalui integrasi dan penggunaan sejumlah elemen teknologi. Salah satu elemen teknologi tersebut adalah software alat bantu proses rekayasa dan pengembangan produk yaitu Computer Aided Design (CAD). Computer Aided Design (CAD) adalah suatu program komputer untuk menggambar suatu produk atau bagian dari suatu produk. Produk yang ingin digambarkan bisa diwakili oleh garis-garis maupun simbol-simbol yang memiliki makna tertentu. Kegiatan membuat desain dengan
(2)
2
CAD dimulai dari pengumpulan ide, pembuatan sketsa (konsep), membuat model, membuat gambar detail, menganalisa desain, sampai dengan membuat simulasi atau animasi.
Di dunia Industri saat ini, CAD dipercaya sangat membantu dalam kegiatan produktivitas industri. Selain itu, kesalahan dalam proses pembuatan desain dapat diminimalisir yang kemudian berimplikasi pada penggunaan waktu dan biaya desain itu sendiri. Melihat perkembangan CAD di industri tersebut, kebutuhan akan tenaga kerja yang kompeten di bidang CAD mutlak dibutuhkan. Mata diklat CAD kini menjadi mata diklat praktik namun masih menggunakan metode pengajaran yang konvensional. Mata diklat CAD dalam pelaksanaannya membutuhkan keterampilan, kreatifitas, dan motivasi tinggi dari peserta didik. Oleh karena itu perlu adanya model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kompetensi peserta didik pada bidangnya sehingga menjadi peserta didik yang cerdas, kritis, dan kreatif.
Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan di SMK dirancang untuk menyiapkan tenaga kerja di dunia industri ataupun dunia usaha. Dengan demikian antara pendidikan kejuruan dan ketenagakerjaan merupakan satu kesatuan. Seperti yang tercantum dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2006 mengenai Standar Kompetensi Lulusan – Standar Kompetensi Pendidikan (SKL-SP) SMK/MAK yaitu:
1. Mengembangakkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya.
(3)
3
2. Menunjukan sikap percaya diri dan tanggung jawab atas perilaku, perbuatan dan pekerjaannya.
3. Menunjukkan sikap berfikir logis, kritis kreatif dan inovatif dalam mengambil keputusan.
4. Menunjukkan kemampuan menganalisa dan memecahkan masalah kompleks.
5. Menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untik memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya.
Merujuk pada Standar Kompetensi Lulusan – Standar Pendidikan (SKL-SP) tersebut, maka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) seperti SMK N 3 Yogyakarta dituntut untuk menyiapkan peserta didiknya menjadi lulusan yang profesional dan siap mengisi kebutuhan dunia kerja. SMK N 3 Yogyakarta mempunyai tujuan mempersiapkan peserta diklat yang kompeten dalam bidang teknologi dan rekayasa. Peserta didik diwajibkan menempuh program diklat teori dan praktek di sekolah maupun di industri. Pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang diperoleh di industri maupun di sekolah mutlak diperlukan peserta didik sebagai modal kerja untuk mengantisipasi semakin tingginya persaingan dalam mencari perkerjaan nantinya.
SMK N 3 Yogyakarta sebagai sekolah kejuruan yang menciptakan sumber daya manusia yang religius, handal, dan profesional, tentunya memiliki kurikulum yang dapat mempersiapkan lulusannya sesuai dengan tujuan tersebut. Salah satu jurusan di SMK N 3 Yogyakarta adalah Jurusan Teknik Pemesinan, diharapkan dari jurusan ini dapat menghasilkan SDM yang handal dan profesional
(4)
4
dalam dunia industri khususnya perusahaan manufaktur. Hilir dari bidang manufaktur yang saat ini sangat menjanjikan adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam menggunakan CAD. Tetapi yang sering menjadi permasalahan adalah kurangnya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan riil mengenai design and drawing di lapangan yang muncul serta penyelesaiannya menggunakan software CAD.
Hasil observasi yang penulis lakukan pada peserta didik kelas XI yaitu selama ini dalam pembelajaran CAD yang diberikan kepada peserta didik cenderung menggunakan metode konvensional. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan yaitu hanya sebatas dengan modul dan jobsheet yang diberikan oleh guru sehingga peserta didik kurang memahami hakikat dari pembelajaran praktik menggambar dengan CAD yang sebenarnya. Peserta didik hanya mendapat penugasan membuat gambar sesuai dengan gambar yang tersedia di jobsheet, tugas yang diberikan hanya sebatas meniru gambar tanpa ada kegiatan perencanaan gambar, medeskripsikan gambar, dan pengaturan layout gambar. Guru menjelaskan rutinitas profesinya tanpa menyelesaikan masalah peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar yang menyebabkan peserta didik kurang berkreasi, sehingga tidak meningkatkan kreatifitas dan inovasi peserta didik.
Semakin berkembang pesatnya industri dan persaingan antar industri yang semakin ketat, tentunya menuntut tenaga kerja yang inovatif dan piawai dalam menyelesaikan masalah yang ada. Peserta didik SMK seharusnya sejak dini dibiasakan untuk menganalisa dan menyelesaikan masalah. Hal itu diperlukan agar terpenuhinya kompetensi kreatifitas dan inovatif agar peserta didik dapat
(5)
5
menyelesaikan permasalahan yang kompleks. Pembelajaran konvensional dalam mata diklat CAD tentunya kurang dapat mengakomodir tujuan tersebut. Sehingga perlu adanya model pembelajaran baru yang di terapkan. Maka perlu adanya pembelajaran yang memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan yang nyata.
2. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik peserta didik karena pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif dalam proses konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.
3. Menyediakan media dan sumber belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar secara konkret dan luas.
4. Penilaian hasil belajar terhadap peserta didik dilakukan secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar sepanjang hayat.
Langkah awal untuk mengimplementasikan metode pembelajaran adalah dengan penelitian tindakan (action research). Action research yang dilakukan oleh guru pada kegiatan belajar mengajar didalam kelas adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Selama penelitian tindakan berlangsung, peneliti melakukan pengamatan perubahan perilaku peserta didik dan faktor-faktor yang menyebabkan tindakan yang dilakukan tersebut sukses atau gagal.
Menurut O`Brien dalam Endang(2012: 60) penelitian tindakan dilakukan ketika sekelompok orang (peserta didik) diidentifikasi permasalahannya,
(6)
6
kemudian peneliti (guru) menetapkan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang efisien dan efektif pada situasi yang alamiah.
Project-Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang selaras diterapkan pada mata diklat CAD. PBL dikonsepsikan sebagai model pembelajaran yang berpusat pada proses, berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengintegritasikan konsep-konsep dari sejumlah komponen pengetahuan, disiplin atau lapangan studi, dan kegiatan pembelajaran berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen. Maka PBL dapat dikatakan sebagai model pembelajaran inovatif yang potensial untuk memenuhi tuntutan pembelajaran pada bidang kejuruan terkhusus pada mata diklat CAD.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul. “Penerapan Model Pembelajaran Project Based- Learning (PBL) Dalam Mata Diklat Menggambar Dengan Sistem CAD (Computer Aided Design) Untuk Meningkatkan Kompetensi Peserta Didik Di Jurusan Teknik Pemesinan SMK Negeri 3 Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah terdapat beberapa masalah yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Meningkatnya Kebutuhan tenaga kerja yang mahir menggunakan CAD namun tidak diiringi dengan lulusan SMK yang kompeten dibidang CAD.
(7)
7
2. Kurangnya pemahaman peserta didik tentang hakikat pembelajaran praktik menggambar dengan sistem CAD yang sebenarnya
3. Kurangnya kemampuan menyelesaikan masalah peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar yang menyebabkan peserta didik kurang bisa berkreasi, kreatif dan inovatif.
4. Kurangnya penerapan pembelajaran aktif pada mata diklat CAD, pembelajaran di SMK yang cenderung pasif dan berpusat pada guru sehingga kurangnya kemampuan menyelesaikan masalah peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar
C. Batasan Masalah.
Melihat luasnya bahasan mengenai CAD dan pembelajaran di SMK. Membuat penelitian ini dibatasi pada masalah bentuk penerapan model pembelajaran Project-Based Learning dalam mata diklat CAD dan penggunaan model pembelajaran Project-Based Learning dalam mata diklat CAD untuk meningkatkan kompetensi peserta didik.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diungkapkan, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu:
1. Apakah ada peningkatan pencapaian kompetensi menggambar dengan sistem CAD pada penerapan model pembelajaran Project-Based Learning (PBL) bagi peserta didik Kelas XI Teknik Pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta? 2. Bagaimana model pembelajaran Project-Based Learning (PBL) yang
diterapkan pada peserta didik kelas XI jurusan teknik pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta?
(8)
8 E. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui peningkatan kompetensi menggambar dengan sistem CAD pada
penerapan model pembelajaran Project-Based Learning (PBL) bagi Peserta Didik Kelas XI Teknik Pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta
2. Mengetahui bentuk dari model pembelajaran Project-Based Learning (PBL) yang diterapkan pada peserta didik kelas XI jurusan teknik pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta.
F. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Project-Based Learning (PBL) sebagai model pembelajaran aktif kolaboratif dapat mempermudah peserta didik dalam menyerap pelajaran agar dapat meningkatkan kompetensi peserta didik.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peserta didik, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu pembelajaran peserta didik dalam meningkatkan kompetensi menggambar dengan sistem CAD.
b. Bagi peserta didik dapat menggambar dengan sistem CAD yang lebih aplikatif dan efektif.
c. Bagi guru dan calon guru, penelitian ini dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang model pembelajaran khususnya untuk meningkatkan kompetensi menggambar peserta didik dengan sistem CAD. d. Bagi pihak sekolah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar di sekolah serta menciptakan peserta didik yang berkualitas.
(9)
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori
Bab ini menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu: (1) Pembelajaran konstruktivisme kejuruan; (2) Model Project-Based Learning; (3) pembelajaran praktik pemesinan, dalam hal ini difokuskan pada praktik menggambar dengan CAD. Deskripsi teoritis ini juga disebut deskripsi konseptual yaitu penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti. Disamping itu peneliti selanjutnya menyusun kerangka berfikir yang dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan penelitian.
Di Indonesia kesadaran untuk mengembangkan pembelajaran pada tataran sekolah dasar dan sekolah tingkat menengah telah memunculkan pendekatan pembelajaran PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan) yang merupakan salah satu pilar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Warsono dan Hariyanto, 2012: 2). Kemudian beberapa sumber memodifikasi PAKEM menjadi PAIKEM, dengan sisipan inovatif diantara aktif dan kreatif.
Menurut Agus Suprijono (2009: viii) dalam bukunya “Cooperative Learning (teori dan aplikasi PAIKEM) pembelajaran seharusnya menjadi aktivitas bermakna yakni pembebasan untuk mengaktualisasi seluruh potensi kemanusiaan, bukan sebaliknya. Seiring dengan perkembangan filsafat konstruktifisme dalam pendidikan dalam dekade ini, muncul pemikiran kritis merenovasi pembelajaran bagi peserta didik yang berkualiatas, humanis, dan
(10)
10
konstruktif. Salah satu pemikiran kritis itu adalah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan atau PAIKEM.
Pembelajaran PAIKEM adalah pembelajaran bermakna yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik. Pada pembelajaran PAIKEM dapat digunakan berbagai macam model, metode, dan media dalam pembelajaran.
Untuk penelitian ini, peneliti memilih Project-BasedLearning (PBL) sebagai model pembelajaran aktif kolaboratif praktik menggambar dengan CAD. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah penerapan model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kompetensi dan motivasi belajar pada siswa kelas XI jurusan pemesinan SMK N 3 Yogyakarta.
Aktivitas belajar model PBL mendorong peserta didik untuk mengidentifikasi masalah, diskusi kelompok, merencanakan proyek, dan meyelesaikan proyek. Dengan aktivitas-aktivitas belajar tersebut peserta didik dapat mencapai peningkatan kompetensi yang diharapkan.
1. Pembelajaran Konstruktivisme Kejuruan
Untuk memahami definisi pembelajaran konstruktivisme kejuruan maka penjelasan perlu dijabarkan. Penjabaran tersebut adalah pengertian tentang: (a) Pembelajaran, (b) Pembelajaran Konstrukvisme, (c) Pembelajaran Aktif, (d) Pembelajaran Sekolah Kejuruan.
a. Pembelajaran
Belajar merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran. pembelajaran merupakan proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya
(11)
11
aktivitas belajar dalam diri individu (Benny, 2012: 10). Untuk memahami maksud dari pembelajaran maka perlu memahami pengertian dari belajar.
Istilah belajar sendiri merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika orang yang melakukannya dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut Benny (2012: 6) belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi personal. Pendapat lain tentang belajar adalah suatu perubahan dalam disposisi atau kecakapan baru peserta didik karena adanya usaha yang dilakukan dengan sengaja dari pihak luar peserta didik (Sudjana, 2000: 52). Adapun pendapat dari Robert M. Gagne (dalam Benny, 2012: 6) dalam bukunya Principles Of Intructional Design, yaitu “A natural process that leads to changes in what we know, what we can do, and
how we behave.”Belajar juga dipandang sebagai proses alami yang dapat
membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar selalu mempunyai hubungan dengan arti perubahan tingkah laku, setelah itu memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai.
Menurut Benny (2012: 30) Pembelajaran merupakan sebuah sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan untuk melakukan sinergi, yaitu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Trianto (2009: 17) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang
(12)
12
guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada target yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Berdasarkan dari beberapa pendapat yang telah diungkapkan maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran akan berhasil apabila pendidik dan peserta didik mampu menjalin bekerjasama dan berkomunikasi yang baik sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Sedangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran perlu adanya strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan teknik atau taktik pembelajaran yang relefan dengan jenis pelajaran. Beberapa hal penting tersebut kemudian dapat dikemas dalam bentuk model pembelajaran dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik.
b. Teori Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Asal kata konstruktivisme yaitu “to construct” yang berarti “membentuk”, Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri kita sendiri (Benny, 2009: 157). Sedangkan menurut Trianto (2009: 111), teori pembelajaran ini menekankan pentingnya peserta didik membangun sendiri
(13)
13
pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar dan sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas peserta didik (student centered). Maka dalam hal ini satu prinsip yang paling penting dalam priskologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi juga siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya (Trianto, 2009: 28).
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikiran (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalaui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Trianto, 2009: 113). Hasil belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan atau pengamalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Individu (peserta didik) telah dikatakan menempuh proses belajar apabila ia telah membangun atau menkonstruksikan pengetahuan baru dengan cara melakukan penafsiran atau interpretasi baru terhadap lingkungan sosial, budaya, fisik dan intelektual tempat mereka hidup. Dalam kegiatan belajar mengajar peran guru pun penting, tugas guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah menciptakan lingkungan belajar yang sering diistilahkan sebagai “scenario of problem” yang mencerminkan pengalaman belajar yang ontentik atau nyata dan dapat diaplikasikan dalam sebuah situasi yang sesungguhnya (Benny, 2009: 157).
Implementasi pendekatan pembelajaran konstruktivistik menurut Benny (2009: 161) dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan beberapa komponen penting berikut:
(14)
14
2) Peserta didik terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat ontentik dan situasional.
3) Aktivitas belajar harus menarik dan menantang
4) Peserta didik harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dalam sebuah proses yang disebut “bridging” 5) Peserta didik harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang
dipelajari.
6) Guru harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu Peserta didik dalam melakukan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, guru tidak lagi hanya sekedar berperan sebagai penyaji informasi.
7) Guru harus dapat memberikan bantuan berupa scafolding yang diperlukan oleh peserta didik dalam menempuh proses belajar.
Dari pembahasan teori pembelajaran konstruktivistik diatas maka dapat disimpulan bahwa pembelajaran yang sedang berkembang saat ini mengarah pada pembelajaran konstruktivistik. Pembelajaran konstruktivistisme membuat peserta didik belajar aktif dengan guru yang berperan sebagai fasilitator dan peserta didik mempunyai kompetensi-kompetensi untuk memecahkan permasalahan yang riil terjadi di masyarakat secara individu maupun sosial.
c. Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif adalah bagian dari pembelajaran PAKEM atau PAIKEM. Pembelajaran aktif adalah isilah payung bagi berbagai model pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik (student-centered learning) sebagai penanggung jawab belajar. Semula istilah pembelajaran aktif dipergunakan untuk
(15)
15
pembelajaran aktif yang individual mandiri, namun akhir-akhir ini semakin mengerucut kecenderungan memaknai pembelajaran aktif yang kolaboratif.
Menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 12) Pembelajaran aktif secara sederhana didefinisikan sebagai pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Aktif dalam pembelajaran mengkondisikan peserta didik selalu melakukan pengalaman belajar yang bermakna senantiasa berfikir tentang apa yang dapat dilakukan selama pembelajaran. Adapun pendapat lain tentang pembelajaran aktif, Centre for Research on Learning And Teaching Unversity of Michigan, memberikan definisi lebih ketat tentang pembelajaran aktif, bahwa pembelajaran aktif adalah suatu proses yang memberikan kesempatan kepada para peserta didik terlibat dalam tugas-tugas pemikiran tingkat tinggi (higher order thinking) seperti menganalisa, melakukan sintesis dan evaluasi (Warsono dan Hariyanto, 2012: 14).
Hasil riset dari National Training Laboratories di Bethel, Maine (1954) dalam (Warsono dan Hariyanto, 2012: 12), menunjukkan bahwa kelompok pembelajaran berbasis guru (teacher-centered learning) menghasilkan daya ingat materi maksimal sebesar 30%, sedangkan pembelajaran diskusi tidak didominasi dengan guru (bukan diskusi kelas, whole class discussion, dan guru sebagai pemimpin diskusi) menghasilkan daya mengingat materi sebesar 50%. Jika para peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu (doing something) mereka dapat mengingat 75% dan praktik pembelajaran belajar dengan cara mengajar (learning by teaching) menyebabkan mereka mampu mengingat sebanyak 90% materi.
(16)
16
Dengan pendapat-pendapat yang telah diungkapkan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif adalah salah satu pembelajaran yang efektif dalam menerima materi pelajaran dan membuat peserta didik menjadi mandiri dalam bekerja. Project-Based Learning juga merupakan variasi dari pembelajaran aktif yang sesuai diterapkan untuk sekolah kejuruan. Pembelajaran model tersebut juga dapat diaplikasikan pada mata diklat menggambar teknik mesin dengan sistem CAD.
d. Pembelajaran Sekolah Kejuruan
Sistem pendidikan nasional terdiri atas dua subsistem (jalur), yaitu subsistem (jalur) pendidikan sekolah dan subsitem pendidikan luar sekolah. Sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. Di SMK, Pendidikan kejuruan diterapkan dan akan terus dikembangkan. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 pasal 1 ayat 3, Pendidikan kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Berdasarkan pendapat yang telah diungkapkan dapat dikatakan bahwa pada sekolah menengah kejuruan dalam proses belajar mengajarnya menuntut peserta didik untuk mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki sikap kerjasama yang tinggi yang dalam mengasah dan mengembangkan keterampilan yang dimiliki. Maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran di sekolah menengah kejuruan merupakan langkah awal yang mampu membentuk skill yang dimiliki
(17)
17
peserta didik hingga akhirnya mampu bersaing dalam dunia kerja. Dalam hal ini pembentukan skill peserta didik khususnya sekolah menengah kejuruan merupakan hal yang penting sebagai bekal menghadapi persaingan untuk memasuki dunia kerja.
Penyelenggaraan pendidikan kejuruan juga membutuhkan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam mempelajari bidang masing-masing peserta didik. Sedangkan definisi dari pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat menfasilitasi aktivitas untuk mencapai kompetensi berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang optimal. Kemudian pembelajaran yang efisien adalah pembelajaran yang dapat memberikan hasil sesuai dengan sumber daya yang digunakan (Benny, 2009: 183). Berdasarkan definisi pembelajaran efektif dan efisien diatas, maka kreativitas guru sangat diperlukan untuk dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik dan tujuan pembelajaran khususnya kejuruan dapat dicapai secara maksimal.
Dari pembahasan pembelajaran kejuruan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai pembelajaran kejuruan yang efektif dan efisien maka pembelajaran dalam bidang kejuruan perlu adanya terobosan-terobosan baru. Pembelajaran kejuruan berfokus pada bidang keahlian tertentu dan pembelajaran mayoritas bersifat praktik maka perlu adanya kemampuan melakukan analisis masalah pembelajaran yang dihadapi dan desain solusi yang sesuai dengan masalah tersebut. Maka Guru dalam hal ini perlu memiliki kemampuan mengembangkan media, metode dan strategi pembelajaran serta mengimplementasikannya sesuai dengan karakteristik peserta didik dan bidang kejuruan yang diampu, sehingga terwujud pembelajaran yang baik dan menarik.
(18)
18
Pembahasan tentang definisi pembelajaran, teori pendekatan pembelajaran konstruktivisme, pembelajaran aktif, dan pembelajaran sekolah kejuruan dapat memberikan kesimpulan bahwa diera globaisasi ini setiap manusia dituntut untuk mempunyai kompetensi-kompetensi yang tinggi pada bidang tertentu maupun disegala bidang secara individu maupun dalam kelompok sosial. Salah satu solusi untuk mengembangkan keterampilan dan bakat suatu bidang tertentu adalah mengembangkan suatu bentuk pembalajaran aktif kejuruan di sekolah menengah kejuruan.
2. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar dari awal sampai akhir. Dalam model pembelajaran sudah mencerminkan penerapan suatu pendekatan, metode, teknik atau taktik pembelajaran sekaligus. Kata model mengandung arti sesuatu yang menggambarkan adanya pola berpikir yang biasanya menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan (Benny, 2009: 86). Berdasarkan pengertian model yang diungkapkan Benny (2009:86) juga mengungkapkan model pembelajaran merupakan gambaran kangkah-kangkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Kemudian menurut Arends (dalam Trianto, 2009: 22) menyatakan , “The term teaching modelrefers to a particular approach to intruction that includes its goals, syntax, environment, and
management system.” Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu
pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Sedangkan definisi menurut
(19)
19
Rusman (2010: 144) model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Istilah model pembelajaran sejatinya berbeda dengan istilah strategi pembelajaran maupun metode pembelajaran. Istilah pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Hal tersebut diperjelas dengan ciri-ciri model pembelajaran menurut Rusman (2010: 145). Ciri-ciri model pembelajarannya ialah:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. 2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (a) urutanlangkah-langkah pembelajaran (syntax); (b) ada prinsip-prinsip reaksi; (c) sistem sosial; dan (d) sistem pendukung.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
6. Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pemilihan model pembelajaran yang selaras dengan mata diklat yang diampu diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik bagi peserta didik.
(20)
20 3. Model Project-Based Learning (PBL) a. Pengertian Project-BasedLearning (BPL)
Project-Based Learning atau PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Pada awalnya model pembelajaran ini diterapkan pada fakultas arsitektur di Amerika serikat yang kemudian meneruskan konsep belajar dengan perencanaan (learning by design). Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Project-Based Learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek.
Project-Based Learning merupakan penerapan dari pembelajaran aktif, teori konstruktivisme dari Piaget serta teori konstruktivisme dan dari Seymour Papert (Warsono dan Hariyanto, 2012: 152). Adanya banyak pendapat tentang definisi model PBL, namun terdapat perbedaan pada setiap pendapat. Beberapa pendapat tentang definisi pembelajaran berbasis proyek sebagai berikut:
1) Warsono dan Hariyanto (2012: 153), pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang mengkaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan peserta didik, atau dengan suatu proyek sekolah.
2) Wena (2009: 138), Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Melalui pembelajaran kerja proyek, kreatifitas dan motivasi terhadap peserta didik akan meningkat.
3) Buck Institute Of Education (2013), “In Project Based Learning (PBL), students go through an extended process of inquiry in response to a
(21)
21
complex question, problem, or challenge. While allowing for some degree of student "voice and choice," rigorous projects are carefully planned, managed, and assessed to help students learn key academic content, practice 21st Century Skills (such as collaboration, communication & critical thinking), and create high-quality, authentic products & presentations.” Dalam Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL), siswa melalui proses panjang penyelidikan dalam menanggapi pertanyaan yang kompleks, masalah, atau tantangan. Sementara memungkinkan untuk beberapa derajat siswa "suara dan pilihan", proyek ketat secara hati-hati direncanakan, dikelola, dan dinilai untuk membantu siswa belajar isi kunci akademis, praktik Keterampilan 21st Century (seperti kolaborasi, komunikasi & berpikir kritis), dan membuat high-kualitas, produk otentik & presentasi.
4) Winastwan dan Sunarno (2009: 119), project–based learing atau (PBL) atau pembelajaran berbasis proyek adalah metode pembelajaran yang sistematik yang melibatkan siswa dalam mempelajari pengetahuan dasar dan kecakapan hidup melalui sebuah perluasan, proses penyelidikan, pertanyaan otentik, serta perancangan produk, dan kegiatan yang seksama.
5) Herminarto Sofyan (2006: 294), Pembelajaran berbasis proyek dikonsepsikan sebagai model pembelajaran yang berpusat pada proses relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengintegrasikan konsep-konsep dai sejumlah komponen pengetahuan, displin, atau lapangan studi, dan kegiatan pembelajaran berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen.
(22)
22
Project-Based Learning akan sangat bermanfaat untuk peserta didik, karena pembelajaran seperti ini membantu peserta didik untuk belajar tentang bagaimana belajar dengan melakukan (learning by doing), belajar bersama (learn together), belajar menyelesaikan konflik (dalam kelompok), menanamkan pemahaman, mengembangkan kreatifitas mereka, belajar sesuai kebutuhan, belajar tentang bagaimana orang belajar, membangun jejaring dan memublikasikan penemuan dan pemikiran mereka (Winastwan dan Sunarno, 2009: 119).
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong peserta didik untuk meningkatakan kompetensi yang dibutuhkan pada era globalisasi seperti saat ini. Pembelajaran akan lebih menarik dan peserta didik akan merasa tertantang dengan tugas-tugas yang diberikan dengan kemasan berupa proyek yang nyata ditemui dimasyarakat.
b. Pengertian Proyek
Kata proyek mungkin tidak asing dalam bidang keteknikan, proyek secara umum identik dengan suatu pekerjaan. Namun pengertian proyek yang dimaksud dengan proyek yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran memiliki perbedaan yang mendasar. Tidak semua jenis proyek dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran dan tugas proyek juga tidak bisa diterapkan pada semua jenis mata pelajaran atau mata diklat. Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum (Herminarto Sofyan, 2006: 297). Secara visual, pembelajaran berbasis proyek dapat dimodelkan sebagaimana gambar 1.
(23)
23
Gambar 1 mengkonkretkan bahwa proyek merupakan inti kurikulum yang bertugas mengintegrasikan sejumlah isi bidang studi lain yang relevan.
Gambar 1. Pembelajaran Berbasis Proyek
Beberapa pendapat tentang proyek dalam PBL menurut Herminarto Sofyan (2006: 298-299) adalah sebagai berikut:
1) Proyek adalah strategi pembelajaran; peserta didik mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu displin ilmu melalui proyek.
2) Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek difokuskan pada pertanyaan atau masalah yang mendorong peserta didik menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok displin.
3) Proyek melibatkan peserta didik dalam investigasi konstruktif. Investigasi berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, penemuan, atau proses pembangunan model.
4) Proyek adalah realistik. Proyek memberikan keontentikan pada peserta didik, pembelajaran berbasis proyek melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah ontentik (bukan simulatif),
(24)
24
dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya.
Pendapat diatas juga diperkuat dengan pendapat menurut Thomas dan teman-teman sejawatnya dalam Made Wena (2009: 144), kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keutusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja secara mandiri. Sedangkan pendapat lain oleh pakar dalam Made Wena (2009: 144), kerja proyek dapat dipandang sebagai bentuk open-ended contextual activity- besed learning dan merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberi penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif (Richmond dan Striley, 1996), yang dilakukan dalam proses pembelajaran pada periode tertentu (Hung dan Wong, 2000).
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa proyek dalam pembelajaran merupakan bidang garapan peserta didik. Proyek diberikan oleh guru yang mengandung permasalahan-permasalahan yang riil dihadapi oleh peserta didik yang kemudian diselesaikan oleh peserta didik sendiri melalui proses pembelajaran.
c. Prinsip-prinsip Project Based-Learning (PBL)
Menurut Thomas (2000: 3-4), prinsip-prinsip proses PBL terdiri dari centrality, driving question, contructive investigations, autonomy dan realism. Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Thomas mempunyai definisi-definisi
(25)
25
tersendiri, definisi dari tiap prinsip PBL yang disebutkan Thomas adalah sebagai berikut:
1) Centrality. Proyek adalah sentral, tidak mengikuti kurikulum. Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum.
2) Driving question. Proyek PBL difokuskan pada pertanyaan atau masalah yang "hard" siswa untuk menghadapi (dan berjuang dengan) konsep sentral dan prinsip-prinsip disiplin. Prinsip pertanyaan pendorong (driving question) berarti bahwa proyek berfokus pada “pertanyaan atau masalah” yang dapat mendorong peserta didik untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu.
3) Contructive investigations. Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, dan resolusi. Kegiatan investigasi memuat proses perancangan, pembuatan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery, dan pembuatan model. 4) Autonomy. Prinsip otonom (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek
dapat diartikan sebagai kemandirian peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihan sendiri, bekerja dengan minimal supervisi, dan tanggung jawab.
5) Realism. Pembelajaran berbasis proyek harus dapat memberikan perasaan realistis kepada peserta didik, termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran konteks kerja, kolaborasi kerja, produk, pelanggan, maupun standar produknya.
(26)
26
d. Perbedaan Penekanan Pembelajaran Berbasis proyek dan Pembelajaran Tradisional
Menurut Buck Institute for Educatoin, terdapat perbedaaan anatara pembelajaran tradisional dan pembelajaran proyek.
Tabel 1. Perbedaan Penekanan Pembelajaran Berbasis proyek dan Pembelajaran Tradisional pada Aspek Kurikulum, Lingkup dan urutan, peranan guru dan fokus pengukuran.
Aspek Pendidikan
Penekanan
Pembelajaran Tradisional
Penekanan
Pembelajaran Berbasis Proyek Fokus
Kurikulum
Cakupan isi Kedalaman pemahaman Pengetahuan tentang
fakta
Penguasaan konsep dan prinsip
Belajar keterampilan “Building-block” dalam isolasi
Pengembangan keterampilan pemecahan masalah kompleks
Lingkup dan urutan
Mengikuti urutan kurikulum secara ketat
Mengikuti minat peserta didik
Berjalan dari blok ke blok atau unit ke unit
Unit-unit besar terbentuk dari problem dan isu yang kompleks Memusat, fokus berbasis
disiplin.
Meluas, fokus, interdisipliner
Peranan Guru Penceramah dan direktur pebelajaran
Penyedia sumber belajar dan partisipan didalam kegiatan belajar
Ahli Pembimbing/ partner
Fokus Pengukuran
Produk Proses dan produk
Skor tes Pencapaian yang nyata Membandingkan dengan
yang lain
Unjuk kerja yang standar dan kemajuan dari waktu ke waktu Reproduksi informasi Demonstrasi pemahaman
(27)
27
Tabel 2. Perbedaan Penekanan Pembelajaran Berbasis proyek dan Pembelajaran Tradisional pada Aspek bahan pembelajaran, Penggunaan, Teknologi dan konteks kelas.
Aspek Pendidikan
Penekanan
Pembelajaran Tradisional
Penekanan
Pembelajaran Berbasis Proyek Bahan- bahan
pembelajaran
Teks, ceramah, dan presentasi
Langsung sumber asli, bahan-bahan tercetak, interview, dokumen, dan lain-lain
Kegiatan dan lembar latihan dikembangkan guru
Data dan bahan dikembangkan oleh siswa.
Penggunaan Pendukung, periferal Utama, integral
Teknologi Dijalankan guru Diarahkan peserta didik Kegunaan untuk perluasan
presentasi guru
Kegunaan untuk memperluas presentasi peserta didik atau penguatan kemampuan peserta didik
Konteks kelas Peserta didik bekerja sendiri
Peserta didik bekerja dengan kelompok
Peserta didik kompetisi satu dengan lainnya
Peserta didik kolaboratif satu dengan lainnya
Peserta didik menerima informasi guru
Peserta didik menkontruksi berkontribusi, dan melakukan sintesis informasi
(28)
28
Tabel 3. Perbedaan Penekanan Pembelajaran Berbasis proyek dan Pembelajaran Tradisional pada Aspek Peranan peserta didik, tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
Aspek Pendidikan
Penekanan
Pembelajaran Tradisional
Penekanan
Pembelajaran Berbasis Proyek Peranan
peserta didik
Menjalankan perintah guru Melakukan kegiatan belajar yang diarahkan oleh diri sendiri Pengingat dan pengulang
fakta
Pengkaji, integrator, dan penyaji ide
Pembelajaran menerima dan menyelesaikan tugas-tugas laporan pendek
Siswa menentukan tugas mereka sendiri dan bekerja sama secara independen dalam waktu yang besar
Tujuan jangka pendek
Pengetahuan tentang fakta istilah dan isi
Pemahaman dan aplikasi ide dan proses yang kompleks
Tujuan jangka panjang
Luas pengetahuan Dalam pengetahuan Lulusan yang memiliki
pengetahuan yang berhasil pada tes standar pencapaian
Lulusan yang berwatak dan terampil mengembangkan diri, mandiri dan belajar sepanjang hayat
(29)
29
e. Tahap-Tahap Pembelajaran Berbasis Proyek
Secara prinsip pembelajaran berbasis proyek mempunyai tahap seperti pembelajaran umumnya. Made Wena (2009: 108), membagi pembelajaran berbasis proyek menjadi tiga tahap utama, yaitu:
1) Tahap perencanaan pembelajaran proyek, 2) Tahap pelaksanaan pembelajaran proyek, dan 3) Tahap evaluasi pembelajaran proyek.
Tahap-tahap pembelajaran tersebut adalah satu kesatuan yang saling mendukung dan berhubungan untuk mencapai tujuan pembelajaran berbasis proyek secara optimal. Maka perlu pemahaman secara mencalam tentang tahap-tahap dari pembelajaran dengan proyek agar tidak terjadi kesalahan dalam melakasanakan pembelajaran dengan proyek didalamnya. Adapun penjelasan dari tiap tahap pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut:
1) Tahap Perencanaan Pembelajaran Proyek a) Merumuskan Tujuan Pembelajaran atau Proyek.
Prinsip perumusan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran berbasis proyek tidak jauh berbeda dengan yang lain. Mengingatkan pembelajaran praktik kejuruan berbasis proyek lebih bersifat kompleks, dalam arti mengerjakan tugas proyek yang bersifat kompleks maka setiap bagian proyek harus dirumuskan tujuan pembelajaran yang jelas. Pada mata diklat CAD jurusan teknik pemesinan perumusan meliputi pekerjaan: mendeskripsikan gambar kerja; membuat gambar tiga dimensi; merencanakan layout gambar kerja; menentukan syimbol, ukuran dan toleransi; dan sampai mencetak gambar sebagai artefak pembelajaran ini.
(30)
30 b) Menganalisis Karakteristik Peserta Didik
Dalam pembelajaran praktik kejuruan dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek, analisis karakteristik peserta didik lebih ditekankan pada usaha pengelompokan peserta didik. Untuk mengelompokkan peserta didik ke dalam bentuk kelompok jenis pekerjaan yang ada dalam proyek, harus dilihat kemampuan dan keterampilan peserta didik.
c) Merumuskan Strategi Pembelajaran atau Proyek
Setelah tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik dirumuskan, langkah selanjutnya adalah merumuskan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Hal penting yang harus diperhatikan dalam perumusan ini adalah menetapkan strategi pembelajaran yang cocok untuk praktik dengan strategi proyek. Dengan demikian, strategi pengorganisasian, strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan setiap jenis pekerjaan yang ada dalam proyek yang akan dikerjakan.
d) Membuat Gambar Kerja/ Lembar Kerja/ Rencana Kerja
Pada mata diklat CAD, hal penting yang perlu dibuat adalah lembar kerja atau job sheet. Lembar kerja pada mata diklat CAD sudah cukup menggambarkan dari tugas-tugas yang akan dikerjakan, yang membedakan dengan tugas pembelajaran yang pada umumnya adalah adanya penekanan tugas untuk merencanakan dari tugas yang diberikan. Kegiatan pembelajaran CAD pada umumnya adalah permintaan untuk mengerjakan tugas meniru gambar kerja yang sudah ada, sehingga tidak muncul kemampuan-kemampuan merancang pada diri peserta didik. Maka lembar kerja pada pembelajaran
(31)
31
berbasis proyek ini dibuat agar bagaimana peserta didik mendapat informasi yang kemudian diolah dan dikembangkan.
e) Merancang Kebutuhan Sumber Belajar
Banyak dijumpai dalam praktik kejuruan berbasis proyek, peserta didik sering dihadapkan pada proyek yang sesungguhnya sehingga sumber-sumber belajar pun harus disediakan sesuai dengan kebutuhan. Pada tahap ini harus dipikirkan: Apakah bahan-bahan yang dibutuhkan sudah lengkap? Apakah alat-alat yang diperlukan sudah tersedia? Dengan demikian, perlu dibuat daftar bahan dan alat yang diperlukan secara lengkap. Dengan adanya kelengkapan bahan dan alat, maka kerja proyek peserta didik akan dapat berjalan dengan baik. Sehingga peserta didik dapat benar-benar merasakan belajar seperti bekerja secara menyeluruh.
f) Merancang Alat Evaluasi
Dalam merancang alat evaluasi dalam proses pembelajaran PBL, harus dilakukan dengan lengkap. Dalam arti alat evaluasi itu harus mampu mengukur kemampuan peserta didik dalam setiap pekerjaan yang ada dalam proyek. Oleh karena itu, dalam setiap jenis pekerjaan yang ada dilakukan peserta didik harus disediakan alat evaluasinya. Dengan demikian, alat evaluasi tersebut akan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan kerja peserta didik secara keseluruhan. 2) Pelaksanaan
Tahap berikutnya adalah pelaksanaan dari apa yang sudah direncanakan. Agar pelaksanaan praktik dapat terlaksana sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang ditetapkan, diperlukan beberapa persiapan praktik. Tahap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran PBL merupakan
(32)
32
tahap pembelajaran praktik kejuruan yang sangat penting. Hal tersebut dikatakan penting karena melalui proses inilah peserta didik akan dapat merasakan pengalaman belajar yang kompleks. Demikian pula peserta didik dapat merasakan pengalaman belajar praktik kejuruan yang bermanfaat, proses pelaksanaan praktik ini haruslah sesuai dengan tahap perencanaan pembelajaran.
Agar proses pelaksanaan praktik kejuruan dengan menggunakan model PBL dapat berlangsung dengan baik, menurut Made Wena (2009: 113-114) membagi tahap kegiatan dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek. Tahap pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut:
a) Mempersiapkan sumber belajar yang diperlukan b) Menjelaskan tugas proyek dan gambar kerja
c) Mengelompokkan peserta didik sesuai dengan tugas masing-masing, dan d) Mengerjakan proyek.
Adapaun penjelasan dari tahap kegiatan dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut:
a) Persiapan sumber belajar
Sumber belajar merupakan suatu yang harus ada dalam setiap tindak pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran praktik kejuruan, ketersediaan sumber belajar yang memadai sangat memengaruhi proses pelaksanaan praktik. Maka sebab itulah, sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, sumber belajar yang dibutuhkan harus disiapkan terlebih dahulu. Dikarenakan pada tahap perencanaan praktik kebutuhan sumber belajar sudah diidentifikasi, maka pada tahap ini tinggal mengecek apakah sumber belajar itu telah tersedia.
(33)
33 b) Menjelaskan proyek
Memahami apa yang akan dikerjakan peserta didik adalah hal penting yang harus diketahui oleh guru. Guru mempunyai tugas untuk membuat peserta didiknya faham dengan apa yang akan dilakukan dan dikerjakan selama proses belajar mengajar dengan pembelajaran PBL. Sebelum peserta didik praktik mengerjakan proyek yang ditetapkan, guru harus menjelaskan secara rinci rencana proyek yang akan digarap. Hal ini penting dilakukan agar pada saat proses pengerjaan proyek, peserta didik lebih mengerti prosedur kerja yang harus dilakukannya.
Materi yang diberikan harus dijelaskan secara global terlebih dahulu, sampai semua peserta didik memahami proyek secara menyeluruh. Kemudian dijelaskan kearah khusus, peserta didik dijelaskan bagian-bagian kerja proyek sampai hal-hal yang bersifat detail. Dengan demikian, penjelasan rencana proyek penting artinya bagi kelancaran proyek.
c) Pembagian kelompok
Proyek identik dengan pengerjaan yang dilakukan secara berkelompok, maka begitu juga kerja proyek yang dikemas dalam suatu bentuk pembelajaran. Peserta didik dalam mengerjakan suatu proyek dibentuk dalam kelompok yang terdiri antara 3-5 orang dalam satu kelompok kerja. Membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok kerja sesuai jenis pekerjaan yang ada dalam proyek, sangat memengaruhi kelancaran pengerjaan proyek. Disamping itu, akan dapat memberikan wawasan pengalaman lebih mendalam pada peserta didik saat mengerjakan proyek.
(34)
34
Kelompok akan membuat peserta didik melaksanakan kerja kelompok yang akan meningkatkan kompetensi sosial. Peserta didik dalam hal ini tidak hanya ditekannya pada kecerdasan individual saja melainkan juga bagaimana peserta didik mampu berinteraksi dan menjalin kerja sama dengan teman-teman didalam kelompok. Dengan demikian, kerja sama antara anggota kelompok sangatlah penting artinya dalam pembelajaran proyek.
d) Pengerjaan Proyek
Inti dari tahap pelaksanaan adalah pengerjaan proyek. Selama peserta didik mengerjakan proyek sesuai penugasan yang diberikan, guru haruslah selalu mengawasi dan memberi tahu kesalahannya sehingga peserta didik dapat mengerjakan dengan benar. Maka, selama tahap pelaksanaan proyek tugas guru juga memberikan bimbingan secara maksimal baik perorangan maupun dalam kelompok.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan guru selama tahap pengerjaan proyek berlangsung.
1. Seberapa jauh peserta didik telah bekerja sesuai dengan gambar atau rencana kerja yang telah ditetapkan?
2. Apakah peserta didik telah mematuhi aturan keselamatan kerja?
3. Apakah peserta didik telah menggunakan alat dan bahan sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya masing-masing?
4. Apakah peserta didik bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang benar? 5. Apakah masing-masing anggota kelompok telah saling bekerja sama dalam
mengerjakan tugasnya?
(35)
35
Hal-hal penting yang dipertayakan merupakan pedoman bagi seorang guru selama membimbing peserta didik melakukan kerja proyek. Tentunya tidak hanya terselesaikan proyek yang dikerjakan saja nilai ketercapaian hasil belajar yang diharapkan, namun langkah-langkah prosedur yang benar dan baiklah juga utama dalam pengerjaan proyek dalam pembelajaran berbasis proyek. Dengan memperhatikan hal tersebut, diharapkan pelaksanaan kerja proyek akan dapat memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan kerja peserta didik sehingga peningkatan kompetensi peserta didik dapat terwujud secara maksimal.
3) Evaluasi
Agar guru mengetahui seberapa jauh tujuan pembelajaran praktik dapat tercapai maka guru harus melakukan langkah evaluasi. Tahap evaluasi merupakan tahap penting dalam penyelenggaraan pembelajaran proyek. Karena pentingnya tahap ini maka evaluasi haruslah dilakukan dengan prosedur yang benar sehingga mendapat data-data hasil belajar peserta didik dengan riil.
Evaluasi yang dilakukan secara lengkap dapat mengetahui kemajuan belajar peserta didik secara jelas, begitupun dengan kelemahan dalam proses pembelajarannya dapat diketahui dan dapat mengambil langkah perbaikan secara tepat. Dengan demikian, bahwa tahap evaluasi merupakan suatu proses yang tidak dapat dihilangkan dalam kegiatan pembelajaran. Dan pada dasarnya, evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengetahui efektifitas suatu kegiatan pembelajaran dan juga untuk menilai kemajuan belajar peserta didik. Begitu juga dengan evaluasi yang dilakukan pada pembelajaran berbasis proyek, evaluasi sangatlah penting guna perbaikan program pembelajaran yang dilakukan.
(36)
36
4. Kompetensi Menggambar Dengan Sistem CAD
Kompetensi menggambar dengan sistem yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki perbedaan dengan pengertian kompetensi yang diketahui pada umumnya. Untuk menjelaskan pengertian kompetensi menggambar dengan sistem CAD maka perlu penjelasan tentang definisi: (a) Kompetensi, (b) Menggambar dengan sistem CAD. Berikut adalah penjelasan tentang definisi kompetensi dan menggambar dengan sistem CAD:
a. Kompetensi
Kegiatan atau aktivitas pembelajaran dirancang dengan tujuan untuk memfasilitasi peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Menurut Benny (2009: 12) Kompetensi mencerminkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat diperlihatkan oleh seseorang setelah menempuh proses pembelajaran. Pendapat tentang kompetensi tersebut dapat diperkuat dengan pendapat Benjamin S. Bloom dan David Krathwohl (1964) dalam Benny (2009: 15) yang mengemukakan taksonomi dalam buku The taxonomy of educationalobjectives; The Classification of Educational Goals, yang mengemukakan tiga ranah yang dapat digunakan dasar untuk merumuskan tujuan pembelajaran dan untuk mencapai peningkatan kompetensi, ranah tersebut adalah meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut definisi dari ranah-ranah tersebut:
1) Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan kompetensi yang bersifat intelektual, Menurut Benny (2009: 15) kompetensi ini berupa kemampuan metakognitif yang diperlihatkan dalam bentuk kemampuan berfikir (think how to think) dan belajar
(37)
37
bagaimana belajar (learn to learn). Upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk membuat aktivitas belajarnya menjadi lebih efektif dan efisien adalah salah satu contoh dari kompetensi strategi kognitif.
Bloom dan kawan-kawan (dalam Wainkel, 2004: 273) mengklasifikasi ranah kognitif menjadi enam diantaranya adalah: a) Pengetahuan (knowledge); b) Pemahaman (comprehension); c) Penerapan (aplication); d) Analisi (analysis); e) Sintesis (synthesis); f) Evaluasi (evaluation). Klasifikasi ke enam ranah kogitif tersebut disususn secara hierarkis, sehingga menjadi taraf-taraf yang menjadi semakin bersifat kompleks. Berikut definisi dari ranah kognitif tersebut :
a) Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan kemampuan dalam mengidentifikasi dan menyebutkan informasi dan data faktual (Benny, 2009: 16). Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal itu dapat meliputi fakta, kaidah, dan prinsip serta metode yang diketahui (Winkel, 2004: 274).
b) Pemahaman
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menjelaskan dan mengartikan suatu konsep. Adanya kemampuan ini dinyataan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan; mengubah data yang disajikan dalam bentu lain; membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu (bentuk grafik).
c) Penerapan
Penerapan mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus/ problem yang konkret dan baru. Adanya
(38)
38
kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumusan pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru. d) Analisis
Analisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar, bersama dengan hubungan antara semua bagian itu.
e) Sintesis
Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru.
f) Evaluasi
Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai suatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggung jawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan itu dinyatakan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu.
Seberapa besar ranah kognitif pada peserta didik dapat diketahui dengan melakukan pengukuran. Pengukuran pencapaian kompetensi dilihat dari ranah kognitif menurut Suharsimi Arikunto (2006: 162-177) dilakukan dengan dua cara pengukuran, yaitu tes subjektif dan tes objektif.
a) Pengukuran subjektif
Pengukuran subjektif yang pada umunya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang
(39)
39
bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Bentuk pertanyaan terdapat ciri-ciri yang didahului dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan dan sebagainya.
b)
Tes objektifTes Objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai. Macam-macam tes objektif adalah:
(1) Tes benar-salah
(2) Tes pilihan ganda (multiple choisce test) (3) Menjodohkan (matching test)
(4) Tes isian (completion test)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan aspek kognitif digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik. Dalam penelitian ini aspek kognitif digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi kognitif mengolah soupkontinental pada pembelajaran teori.
2) Ranah afektif
Ranah afektif sangat berkaitan dengan sikap, emosi, pengharhaan dan penghayatan atau apresiasi terhadap nilai, norma dan suatu yang sedang dipelajari. Krathwohl, Bloom dan kawan-kawan (Winkel, 2004: 274) mengemukakan lima hierarki dalam ranah afektif, yaitu: a) Penerimaan (receiving); b) Partisipasi (responding): c) Penilaian/ penentuan sikap (valuing); d) Organisasi (Organitation); e) Pembentukan pola hidup (carac-terization by a value or value complex). Hierarki-hierarki ranah afektif yang telah dikemukakan
(40)
40
memiliki definisi-definisi tersendiri, penjelasan tentang lima hierarki ranah afektif adalah sebagai berikut:
a) Penerimaan
Menerima adalah kemampuan untuk memberi perhatian terhadap sebuah aktivitas atau peristiwa yang dihadapi (Benny: 2009: 17). Sedangkan Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk mempertahankan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru. Kesediaan itu dinyatakan dalam memperhatikan sesuatu. b) Partisipasi
Pertisipasi merupakan pemberian reaksi terhadap suatu aktifitas dengan cara melibatkan diri atau berperan di dalamnnya. Partisipasi mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan, seperti membaca dengan nyaring bacaan yang ditunjuk atau menunjukkan minat dengan membawa buku bacaan yang ditawarkan.
c) Penilai atau penentuan sikap
Penilai atau penentuan sikap sangat terkait dengan tindakan menerima atau menolak nilai atau norma yang dihadapi melalui sebuah ekspresi berupa sikap positif atau negatif. Hal ini mencakup kemampuan untuk meberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk dengan suatu sikap: menerima, menolak atau mengabaikan; sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan konsiten dengan sikap batin. Kemampuan itu dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan, seperti mengungkapkan pendapat positif tentang pameran lukisan.
(41)
41 d) Organisasi
Mengorganisasi berarti mengidentifikasi, memilih, dan memutuskan nilai atau norma yang akan diaplikasikan (Benny, 2009: 17). Organisasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu site nilai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai: mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak penting.
e) Pembentukan pola hidup
Pembentukan pola hidup mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Kemampuan itu dinyatakan dalam pengaturan hidup di berbagai bidang, seperti mencurahkan waktu yang secukupnya pada tugas belajar atau bekerja, tugas beribadah, tugas menjaga kesehatan diri sendiri, dan sebagainya. Ranah afektif yang dijelaskan merupakan langkah-langkah yang digunakan untuk mengukur sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pengukuran pencapaian kompetensi dilihat dari ranah afektif dapat digunakan lembar penilaian unjuk kerja yang memuat poin-poin penerimaan, merespon, dan menghargai seperti yang telah dijelaskan.
3) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik memiliki kaitan yang erat dengan kemampuan dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik dalam berbagai mata pelajaran (Benny, 2009: 17). Klarifikasi ranah psikomotor menurut pendapat Simpson dalam Winkel (2004: 274) adalah sebagai berikut: (a) Persepsi (perseption);
(42)
42
(b) Kesiapan (set); (c) Gerakan terbimbing (guided response); (d) Gerakan yang terbiasa (mechanical response); (e) Gerakan yang kompleks (complex response); (f) Penyesuaian pola gerak (adjusment); (g) Kreativitas (creativity). Rincian ranah psikomotor tersebut merupakan parameter yang dapat digunakan untuk melihat keterampilan dari peserta didik.
a) Presepsi.
Presepsi mencakup kemapuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulus) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.
b) Kesiapan.
Bagian dari ranah psikomotor ini mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu aktifitas atau rangkaian kegiatan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental. Hal ini dapat dicontohkan pada peserta didik yang akan berangkat sekolah pasti akan mempersiapkan buku-buku yang akan dibawa.
c) Gerakan terbimbing.
Gerakan terbimbing dapat juga dikatakan imitasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang diberikan atau mempraktikkan keterampilan yang telah diamati. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota tubuh, menurut contoh yang diperlihatkan dan diperdengarkan. Seperti halnya contoh : guru gambar teknik
(43)
43
memberikan contoh membuat parabola dengan cara khusus, maka peserta didik akan meniru persis seperti yang dicontohkan oleh guru.
d) Gerakan yang terbiasa
Gerakan yang terbiasa mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa lagi memperhatikan lagi contoh yang diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota tubuh, sesuai dengan prosedur yang benar. Hal ini berkaitan dengan unsur kebiasaan melakukan, semakin sering intensitas melakukan maka akan tinggi kemampuan ranah psikomotor ini. Dapat dicontohkan dengan peserta didik yang memiliki komputer akan lebih unggul dipelajaran KKPI daripada peserta didik yang tidak memiliki komputer.
e) Gerakan kompleks
Gerakan kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi keseluruhan gerak-gerik yang teratur.
f) Penyesuaian pola gerakan
Penyesuain pola gerakan mencakup kemapuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran. Hal ini dapat dicontohkan pada siswa yang mampu menggambar benda tiga dimensi dengan CAD namun dengan fitur-fitur yang berbeda dengan yang dicontohkan oleh guru.
(44)
44 g) Kreativitas
Kreativitas mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.
b. Menggambar Dengan Sistem CAD
Sebuah gambar adalah suatu bentuk goresan yang sangat jelas dari benda nyata, ide atau rencana yang diusulkan untuk pembuatan atau konstruksi selanjutnya (Giesecke, 2000: 3). Sedangkan gambar teknik adalah gambar yang juga dengan goresan-goresan berupa rancangan, ide atau benda nyata yang diterapkan di dunia keteknikan. Dalam dunia keteknikan gambar teknik digunakan sebagai bahasa untuk berkomunikasi dalam menyelesaikan job yang ada. Gambar sudah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu, seperti hieroglyphics yang digunakan pada jaman eradaban mesir kuno, kemudian pada jaman pembuatan benteng pada bangsa Chalderan di Louvre paris, dan sebagainya.
Sejak penggunaan gambar teknik sebagai bahasa internasional, banyak para ahli yang kemudian menstandarkan penggunaan gambar teknik sehingga muncul standar-standar gambar dari banyak negara, diantaranya: ANSI (American National Standard Institute), ISO (International Standard Organitation), dan sebagainya. Keinginan manusia untuk mendapat kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas keteknikan kini semakin tinggi, setelah adanya peran komputer sebagai alat bantu penting dalam perindustrian tugas-tugas seorang tukang gambar semakin mudah. Menggambar tidak lagi menggunakan kertas secara langsung melainkan menggunakan komputer dengan software Computer-Aided Disgin (CAD) didalamnya.
(45)
45
Pendapat menurut Giesecke (2000: 15) metode memproduksi gambar disebut pembuatan rencana dibantu komputer atau pembuatan dibantu komputer (Computer-Aided Design atau Computer-Aided Drafting) dan pembuatan rencana dan pembuatan gambar dan pembuatan gambar dibantu komputer (CADD). Pendapat tersebut menjelaskan bahwa software CAD dapat berperan sebagai alat perencana atau alat pembuat gambar, Selain itu dapat digabung fungsinya sebagai perencana sekaligus sebagai pembuat gambar. Dengan berkembangnya teknologi rekayasa, CAD semakin dikembangkan menjadi CAM dan CAE, bahkan dalam software CAD pun terdapat CAM maupun CAE didalamnya. CAM berasal dari penyingkatan dari Computer-Aided Manufacturing, software ini lebih digunakan untuk meproduksi barang dengan mesin-mesin otomasi numerik industri atau Computer Numerically Controlled (CNC). Kemudian CAE berasal dari penyingkatan dari Computer-Aided Enginering, software ini berfokus dengan analisis geometri, kekekuatan bahan, perpindahan panas pada suatu benda, dan sebagainya. Komputer sebagai wadah dari CAE ini secara otomatis akan memberikan hasil analisisnya, apakah benda dikatakan aman atau perlu perubahan bentuk atau desain.
Saat ini banyak muncul produsen software CAD didunia, dengan mengunggulkan fitur-fitur yang dimiliki software, produsen melakukan promosi dan upaya agar produknya digunakan di industri maupun dunia pendidikan teknik. Banyaknya jenis software CAD yang ada membuat dunia pendidikan khususnya bidang kejuruan teknik untuk mengikutinya, pendidikan kejuruan teknik hanya dapat mengukuti perkembangan berdasarkan industri-industri yang ada di daerahnya. Maka dari itulah, Peserta didik sekolah kejuruan teknik
(46)
46
khususnya jurusan pemesinan harus mempunyai kompetensi dalam bidang menggambar teknik dengan sistem CAD, karena saat ini penggunaan gambar manual sudah ditinggalkan dan beralih dengan menggambar berbantuan CAD. Selain itu peserta didik tidak hanya dituntut untuk membuat gambar sesuai contoh, karena di industri seorang pekerja harus dapat merencanakan, membuat, dan menganalisa gambar. Ilmu gambar teknik juga penting dalam menggambar teknik dengan sistem CAD, selain untuk pengetahuan dasar juga digunakan untuk melatih peserta didik bekerja secara konvensional. Penggunaan CAD dan mengetahui ilmu gambar teknik secara mendalam diharapkan peserta didik dapat membuat hasil gambar yang baik.
Penjelasan tentang defini kompetensi beserta ranah-ranah didalamnya dan definisi tentang menggambar dengan sistem dapat menyimpulkan tentang kompetensi menggambar dengan sistem CAD. Kompetensi menggambar dengan sistem CAD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik menghasilkan gambar kerja yang baik. Sedangkan indikator bahwa gambar yang dihasilkan adalah gambar kerja yang baik mengacu pada aspek-aspek penilaian yang telah ditentukan. Aspek yang diamati mengandung ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik didalamnya. Contoh yang dapat diberikan adalah aspek menghasilkan gambar kerja. Menghasilkan gambar kerja mengandung ranah kognitif dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif tersebut terdapat pada pengetahuan peserta didik terhadap ilmu gambar, siswa yang mampu membaca gambar dengan baik akan lebih cepat dalam membuat gambar kerja. Kemudian ranah psikomorik yang terdapat pada aspek tersebut terlihat pada siswa mengetahui cara menampilkan pandangan pada gambar dengan gerak yang
(47)
47
terbiasa dan bagaimana mengolahnya gambarnya menjadi lebih baik. Contoh lain yang dapat diberikan adalah aspek dalam membuat gambar tiga dimensi. Menghasilkan gambar tiga dimensi megandung ranah kognitif dan psikomotorik. Ranah psikomotorik terdapat pada variatif kemampuan menghasilkan gambar, kreatifitas peserta didik dalam hal ini akan terukur. Kemudian ranah kognitif dalam hal ini dapat diukur pada pengetahuan siswa dalam menggunakan fitur-fitur dalam software CAD. Berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan, maka kompetensi menggambar teknik dengan sistem CAD dalam penelitian ini diukur dengan aspek-aspek penilaian yang mengandung ranah afektif, kognitif ataupun psikomotorik. Kemudian Aspek-aspek tersebut disusun menjadi nilai hasil belajar peserta didik dalam membuat gambar tiga dimensi maupun menggambar dua dimensi. Sedangkan peningkatan kompetensi dapat terlihat dari hasil belajar peserta didik yang semakin meningkat.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Kajian penelitian yang relevan untuk penelitian penulis, sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan Rosyidatul Munawaroh, Bambang Subal dan
Achmad Sopyan (2011/1012) yang berjudul “Penerapan Model Project-Based Learning dan Kooperatif Untuk Membangun Empat Pilar Pembelajaran” eksperimen ini pengambilan sampel melalui teknik cluster random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Project-Based Learning dan kooperatif dapat diterapkan untuk membangun empat pilar pembelajaran, hasil belajar siswa model PBL lebih tinggi dari pada model pembelajaran kooperatif dalam membangun empat pilar pembelajaran.
(48)
48
2. Penelitian yang dilakukan Antuni Wiyarsi dan Crys Fajar Patana (2011) yang
berjudul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Perkuliahan Workshop Pendidikan Kimia Untuk Meningkatkan Kemandirian Dan Prestasi Belajar Mahasiswa”. Hasil penelitian menunjukkan hasil penelitian yang meningkat pada siklus II pada ranah psikomotorik dan berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek pada mata kuliah dapat diterapkan dengan baik.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Kasihadi Susanto (2012) yang berjudul” Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek (Prorject-Based Learning) Untuk Meningkatkan Kecakapan Teknikal Memperbaiki Sistem Pengapian Pada Program Keahlian Teknik Otomotif Di SMK “National” Malang. Hasil penelitian penerapan metode pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kecakapan teknikal siswa meningkatkan hasil belajar siswa dari skor rata-rata kelas sebesar 69,85 dan ketuntasan klasikal 73,53% sebelum siklus I meningkat menjadi 73,40 dan ketuntasan klasikal 85,29% setelah siklus I dan meningkat lagi menjadi 78,30 dan ketuntasan klasikal 100% setelah siklus II.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Rengga Rahmaniharto yang berjudul
“Penerapan metode Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) Untuk Meningkatkan Kecakapan Teknikal Memperbaiki Sistem Rem Pada Program Keahlian Teknik Otomotif di SMK "Nasional" Malang(2013). Hasil penelitian penerapan metode pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kecakapan teknikal siswa meningkatkan hasil belajar siswa dari skor rata-rata kelas sebesar 65,40 dan ketuntasan klasikal 65% sebelum
(49)
49
siklus I meningkat menjadi 68,40 dan ketuntasan klasikal 68% setelah siklus I dan meningkat lagi menjadi 99,60 dan ketuntasan klasikal 100% setelah siklus II.
Dari beberapa hasil penelitian yang relevan di atas dapat disimpulkan bahwa Model Project-Based Learning dapat meningkatan kompetensi pada mata diklat CAD. Hal tersebut dapat diketahui dari penelitian yang telah dilakukan pada bidang teknik otomotif, kimia dan pada jenjang perkuliahan. Penerapan model Project-Based Learning dapat meningkatkan prestasi atau kompetensi dalam pembelajaran dengan subjek dan objek yang berbeda. Oleh karena itu penerapan model Project-Based Learning diharapkan juga dapat meningkatkan kompetensi menggambar dengan sistem CAD pada penelitian ini.
C. Kerangka Pikir
Guru merupakan seseorang yang berperan sebagai perencana, penyampai informasi, dan sebagai evaluator. Dengan demikian guru memiliki peranan penting dalam pencapaian kompetensi belajar mengajar. Guru yang berperan sebagai perencana berkewajiban menciptakan suasana belajar mengajar yang efektif dan diminati oleh peserta didik serta sesuai dengan permasalahan di dunia industri.
Selain itu, pada kompetensi menggambar dengan sistem CAD sangat membutuhkan keaktifan dan minat siswa dalam melakukan praktikum dan untuk mencapai tingkat kelulusan kompetensi yang diharapkan. Keaktifan, motivasi, dan minat belajar serta kecakapan dalam menyelesaikan masalah bagi peserta didik dikelas sangat berperan aktif dalam menunjang pencapaian kompetensi peserta didik.
(50)
50
Dengan demikian penerapan model PBL dapat meningkatkan keaktifan, minat belajar, dan kecakapan dalam menyelesaikan masalah dengan metode pengelompokkan. Dengan metode pengelompokkan ini diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif dan bertanggungjawab pada kewajiban proses belajar mengajar, karena dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif masing-masing peserta didik harus berperan aktif dan ikut terlibat langsung dalam proses pembelajaran berkelompok.
Dengan penerapan model PBL pada kelas XI teknik pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta dapat meningkatkan pencapaian kompetensi peserta didik dalam menggambar dengan sistem CAD, karena dengan pembelajaran dengan proyek peserta didik dituntut lebih aktif dan mampu bekerjasama dengan teman serta memiliki tanggung jawab individu untuk dapat mnyelesaiakan suatu permasalahan dan mendapatkan nilai terbaik sebagai nilai yang akan diperoleh peserta didik. Dengan adanya pembelajaran berkelompok maka peserta didik juga dapat saling bekerjasama dalam pemahaman teori sehingga mampu meningkatkan kompetensi.
D. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada peningkatan pencapaian kompetensi menggambar dengan sistem CAD pada penerapan model pembelajaran Project-Based Learning (PBL) bagi peserta didik Kelas XI Teknik Pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta? 2. Bagaimana model pembelajaran Project-Based Learning (PBL) yang
diterapkan pada peserta didik kelas XI jurusan teknik pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta?
(51)
51 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) menurut model Suharsimi Arikunto. Penelitian ini digunakan untuk mengembangkan strategi pembelajaran agar tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien. Tahap-tahap yang dilalui adalah: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMK N 3 Yogyakarta. Secara geografis, letak sekolah berada di Jalan R. W. Monginsidi No. 2A Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian disesuaikan dengan jadwal mata diklat praktek MCAD II kesepakatan dengan pihak sekolah SMK N3 Yogyakarta yaitu pada bulan februari 2013 sampai dengan bulan april 2013
C. Seting Penelitian
Seting penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah setting kelas, penelitian ini dilakukan di SMK N 3 Yogyakarta pada kelas XI Teknik Pemesinan. Menurut Endang Mulyatiningsih (2011: 65) dalam penelitian tindakan, kelas dibuat alami apa adanya dan tidak ada kelas pembanding hingga tidak memerlukan pengendalian lingkungan belajar. Dari keempat kelas XI Teknik Pemesinan di SMK N 3 Yogyakarta hanya akan dipilih satu kelas yang memiliki kendala dalam proses pembelajaran yang akan dijadikan subjek
(52)
52
penelitian. Selain itu pemilihan kelas juga menjadi bahan rundingan dengan guru pengampu mata diklat yang mengetahui karakteristik peserta didik dalam kelas.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI TP 3 SMK N 3 Yogyakarta yang berjumlah 27 peserta didik.
E. Rancangan Penelitian
Rancangan atau desain penelitian tindakan kelas ini digunakan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan menurut Suharsimi Arikunto yang dimodifikasi.
Perencanaan
SIKLUS I
Tindakan 1 Tindakan 2 Tindakan?
Pel
aks
an
aan
Refleksi
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Tindakan 1 Tindakan 2 Tindakan ?
Pel
aks
an
aan
Refleksi
Pengamatan
SIKLUS ?
Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Menurut Suharsimi Yang Dimodifikasi
(1)
C. Setting Penelitian ... 51
D. Subjek Penelitian ... 52
E. Rancangan Penelitian ... 52
1. Tahap Perencanaan ... 54
2. Tahap Pelaksanaan dan Observasi ... 54
3. Refleksi ... 55
F. Metode Pengumpulan Data ... 55
G. Instrumen Penelitian ... 56
H. Validitas Instrumen Penelitian ... 60
I. Teknik Analisa Data ... 61
1. Analisis Data Prestasi Belajar Peserta Didik ... 61
2. Indikator Keberhasilan ... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 64
B. Hasil Penelitian ... 65
1. Kegiatan Pra Siklus ... 65
2. Pelaksanaan Penelitian ... 66
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 100
1. Adanya Peningkatan Kompetensi Menggambar dengan Sistem CAD dengan Model PBL ... 100
2. Besarnya Peningkatan Kompetensi Menggambar dengan Sistem CAD dengan Model PBL ... 101
D. Analisis Bentuk Penerapan Model PBL Dalam Mata Diklat CAD ... 102
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 105
A. Simpulan ... 105
B. Implikasi ... 106
C. Keterbatasan Penelitian ... 106
D. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
(2)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Perbedaan Penekanan PBL dan Pembelajaran Tradisional pada
(3)
dan fokus pengukuran ... 26
Tabel 2. Perbedaan Penekanan PBL dan Pembelajaran Tradisional pada Aspek bahan pembelajaran, Penggunaan, Teknologi dan konteks kelas ... 27
Tabel 3. Perbedaan Penekanan PBL dan Pembelajaran Tradisional pada Aspek Peranan siswa, tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang ... 28
Tabel 4. Lembar Observasi ... 58
Tabel 5. Lembar Penilaian ... 59
Tabel 6. Kriteria Ketuntasan belajar ... 62
Tabel 7. Jadwal Penelitian Tindakan Kelas ... 64
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Nilai Tes Siklus I ... 74
Tabel 9. Kategori Penilaian Belajar Peserta Didik Pada Siklus I ... 75
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Nilai Tes Siklus II ... 84
Tabel 11. Kategori Penilaian Belajar Peserta Didik Siklus II ... 85
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Nilai Tes Siklus III ... 95
Tabel 13. Kategori Penilaian Belajar Peserta didik Pada siklus III ... 96
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pembelajaran Berbasis Proyek ... 23
(4)
Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Menurut
Suharsimi yang Dimodifikasi ... 52 Gambar 3. Grafik Histogram Tes Siklus I ... 75 Gambar 4. Grafik Histogram Kategori Hasil Belajar
Peserta Didik pada Siklus I... 76 Gambar 5. Grafik Histogram Tes Siklus II ... 85 Gambar 6. Grafik Histogram Kategori Hasil
Peserta Didik pada Siklus II ... 86 Gambar 7. Grafik Histogram Kategori Hasil Belajar
Peserta Didik pada siklus I & II ... 88 Gambar 8. Grafik Histogram Tes Siklus III ... 96 Gambar 9. Grafik Histogram Kategori Hasil Tes
Peserta Didik Tiap Siklus ... 97 Gambar 10. Grafik Histogram Hasil Tes Tiap Siklus ... 98 Gambar 11. Diagram Alur Pelaksanaan Model PBL
Pada Mata Diklat CAD ... 104
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat Permohonan Penelitian ... 112
(5)
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian SEKDA DIY ... 113
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian Pemerintah Kota DIY ... 114
Lampiran 4. Surat Diposisi ijin penelitian SMK ... 115
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 116
Lampiran 6. Kartu Bimbingan Skripsi ... 117
Lampiran 7. Surat judgment instrument ... 118
Lampiran 8. Silabus menggambar CAD ... 123
Lampiran 9. Lembar Kerja Peserta Didik ... 127
Lampiran 10. Lembar Penilaian Peserta Didik ... 128
Lampiran 11. Rubrik Penilaian ... 129
Lampiran 12. RPP Siklus I Tindakan Pertama ... 132
Lampiran 13. Skenario Pembelajaran Siklus I Tindakan Pertama Kamis 7 Maret 2013 ... 137
Lampiran 14. RPP Siklus I tindakan Kedua ... 139
Lampiran 15. Skenario Pembelajaran Siklus I Tindakan Kedua Kamis 14 Maret 2013 ... 144
Lampiran 16. Lembar Refleksi Siklus I ... 146
Lampiran 17. Hasil Kerja Peserta Didik Siklus I ... 151
Lampiran 18. Distribusi Nilai Siklus I ... 154
Lampiran 19. RPP Siklus II Tindakan Pertama ... 156
Lampiran 20. Skenario Pembelajaran Siklus II Tindakan Pertama Sabtu 16 Maret 2013 ... 161
Lampiran 21. RPP Siklus II Tindakan Kedua ... 163
Lampiran 22. Skenario Pembelajaran Siklus II Tindakan Kedua Kamis 21 Maret 2013 ... 168
(6)
Lampiran 24. Hasil Kerja Peserta Didik Siklus II ... 175
Lampiran 25. Distribusi nilai Siklus II ... 181
Lampiran 26. RPP Siklus III Tindakan Pertama ... 184
Lampiran 27. Skenario Pembelajaran Siklus III Tindakan Pertama Kamis 28 Maret 2013 ... 190
Lampiran 28. RPP Siklus III Tindakan Kedua ... 191
Lampiran 29. Skenario Pembelajaran Siklus III Tindakan Kedua Kamis 21 Maret 2013 ... 196
Lampiran 30. Lembar Refleksi Siklus III ... 198
Lampiran 31. Hasil Kerja Peserta Didik Siklus III ... 203