TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN.

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
DIREKTORI PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA
TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN
SKRIPSI
Oleh
Achmad Fathoni
Nim. C03212002

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
2016

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyan
bagaimana pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan pencurian
dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda dan bagaimana analisis hukum
pidana Islam terhadap sanksi tindak pidana percobaan pencurian dalam putusan
No.488/Pid.B/2015/PN.Sda.
Data penelitian dihimpun melalui dokumentasi, menelaah dan mempelajari

sumber-sumber data di atas serta menghimpun dan menganalisis dokumendokumen baik dokumen tertulis maupun wawancara dengan menggunakan teknik
deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertimbangan yang digunakan majelis
hakim dalam memutuskan kasus tersebut lebih rendah dari tuntuan Jaksa
Penuntut Umum yaitu 4 bulan, namun hakim memutus 2 bulan 15 hari dengan
beberapa pertimbangan yaitu, terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa
telah berdamai dengan korban, terdakwa juga mempunyai tanggungan anak kecil,
dan juga terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis).
dan dalam hukum pidana Islam hukuman bagi pelaku tindak pidana percobaan
pencurian yaitu ta’zi>r, dalam hal ini hakim memutus lebih tepat dikarenakan
melihat dari beberapa pertimbanagan kondisi pelaku, selain itu hukuman ta’zi>r
juga dapat memberikan edukasi kepada terdakwa bahwa perbuatan yang telah
dilakukannya itu salah dan juga ta’zi>r dapat memberikan efek jera kepada
terdakwa agar terdakwa tidak mengulanginya lagi.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka kepada masyarakat agar lebih
mengerti bahwa tindak pidana itu bukan diukur dari hasil perbuatan tapi
melainkan mencoba melakukan perbuatan pidana yang belum selesai atau
percobaan melakukan tindak pidana itu juga dapat dijatuhi hukuman pidana. Dan
aparat hukum hendaknya dalam memutuskan hukuman bagi pelaku kejahatan
terutama bagi pelaku tindak pidana percobaan pencurian supaya memutuskannya

secara adil diukur dengan perbuatan yang telah dilakukannya, dan perbuatan
tersebut telah sesuai dengan yang dilakukan atau dalam tahap percobaan
pencurian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM.............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iii
PENGESAHAN................................................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TRANSLITERASI .............................................................................. ix
BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ..................................................... 8
C. Rumusan Masalah ............................................................................ 9

D. Kajian Pustaka ................................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................... 12
G. Definisi Operasional......................................................................... 13
H. Metode Penelitian ............................................................................ 13
I. Sistematika Pembahasan .................................................................. 16
BAB II: TINDAK PIDANA PERCOBAAN PENCURIAN DALAM
HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF ....................... 18
A. Tindak Pidana Percobaan Pencurian Menurut Hukum
Pidana Islam .................................................................................... 18
B. Tindak Pidana Percobaan Pencurian Menurut
Hukum Positif ................................................................................... 29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III: PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO NO. 488/
PID.B/ 2015/PN.Sda TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN ......... 39
A. Deskripsi Pengadilan Negeri Sidoarjo ............................................ 39
B.


Deskripsi Kasus ............................................................................. 40

C.

Landasan Hukum Yang Dipakai Oleh Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Sidoarjo ............................................................. 46

D. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo.................................................. 47
E.

Isi Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Tentang
Percobaan Pencurian ....................................................................... 49

BAB IV: ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
PUTUSAN NO. 488/PID.B/ 2015/PN.Sda .......................................... 52
A. Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana
Percobaan Pencurian Dalam Putusan No.488/Pid.B/
2015/PN.Sda Ditinjau dari Hukum Pidana Islam ............................... 52
B. Sanksi Tindak Pidana Percobaan Pencurian Dalam

Putusan No.488/Pid.b/2015/PN.Sda Ditinjau Dari
Hukum Pidana Islam ......................................................................... 56
BAB V: PENUTUP ............................................................................................. 70
A. Kesimpulan ................................................................................... 70
B.

Saran ............................................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72
LAMPIRAN-LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum dibuat untuk ditaati, namun banyak masyarakat tidak
mengerti fungsi dari hukum tersebut, bahkan banyak masyarakat yang

melanggar bahkan berbuat kejahatan. Di Indonesia hukum yang mengatur
tentang hukuman bagi pelaku kejahatan diatur dalam KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) hukum pidana yaitu, peraturan hukum
yang mencakup keharusan dan larangan serta bagi pelanggarnya akan
dikenakan sanksi hukuman terhadapnya.1
Di Indonesia terdapat sumber hukum formil dan sumber hukum
materiil, mengenai sumber hukum formil dari hukum pidana yaitu
KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana) dan sumber

hukum materiilnya adalah KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana), dalam KUHP membahas tentang ketentuan-ketentuan dan
hukuman bagi pelaku tindak pidana sedangkan dalam KUHAP membahas
tentang beracara dalam persidangan. Tindak pidana harus dibedakan
antara pelanggaran dan kejahatan dalam kedua kata tersebut berbeda
karena ditinjau dari niat dan perbuatan itu disengaja atau tidak disengaja.
Dalam hukum pidana terdapat suatu hukuman, yang dimaksud
hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan
oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang1


M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), 269.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

undang,2 didalam hukum pidana terdapat dua jenis hukuman seperti yang
dicantumkan dalam pasal 10 KUHP, hukuman-hukuman tersebut yaitu:3
1. Hukuman-hukuman pokok
a. Hukuman mati
b. Hukuman penjara
c. Hukuman kurungan
d. Hukuman denda
2. Hukuman-hukuman tambahan
a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu
b. Perampasan barang yang tertentu
c. Pengumuman keputusan hakim

Di agama Islam pun terdapat hukum yang mengatur tentang
kejahatan (Jarimah) yang disebut dengan hukum pidana Islam,
pembahasan hukum pidana Islam ada yang menyebutnya fiqh jinayah dan
ada pula yang menjadikan fiqh jinayah sebagai subbagian yang terdapat di
bagian akhir isi sebuah kitab fiqh atau kitab hadis yang corak
pemaparanya seperti kitab fiqh.4 Ditinjau dari unsur-unsur jarimah atau
tindak pidana, objek utama kajian fiqh jinayah dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu al-rukn al-sya>r’i atau unsur formil, al-rukn al-ma>di> atau
unsur materiil, al-rukn al-adabi> atau unsur moril.5Dalam hukum pidana

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ( Bogor: Politea, 1991), 35.
Ibid., 34.
4
Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Pena Grafika, 2013), 1.
5
Ibid., 2.
2

3


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Islam terdapat tiga macam tindak pidana (jarimah) yaitu, jarimah hudud,

jarimah qishas atau diyat, dan jarimah ta’zir.6
Adapun yang dimaksud dengan jarimah hudud yaitu perbuatan
melanggar hukum yang jenis dan ancamannya ditentukan oleh nas, dan
yang dimaksud dengan jarimah qisas atau diyat yaitu perbuatan yang
diancam dengan qisas dan diyat, sedangkan jarimah ta’zir yaitu memberi
pelajaran, artinya suatu jarimah yang diancam dengan hukum ta’zir yaitu
hukuman selain had dan qisas diyat.7
Di Indonesia kejahatan telah marak di masyarakat,baik itu kejahatan
yang telah dilakukan atau hanya sekedar percobaan melakukan kejahatan,
terkadang seseorang yang akan melakukan tindak pidana dimulai dengan
adanya suatu percobaan, dengan adanya percobaan seseorang yang akan
melakukan tindak pidana tersebut bisa jadi akan melakukan suatu tindak
pidana akan tetapi jika percobaan tersebut berhasil maka hal tersebut
sudah menjadi suatu tindak pidana.

Tidak sedikit masyarakat yang melakukan tindak pidana percobaan
tersebut, walaupun itu hanya melakukan percobaan namun dalam hukum
pidana perbuatan tersebut bisa diancam dengan pasal 53 ayat (2) dan ayat
(3) KUHP yang berbunyi : Ayat (2) Maksimum hukuman pokok atas
kejahatan itu dalam hal percobaan dikurangi dengan sepertiga. Ayat (3)
Kalau kejahatan itu di ancam dengan hukuman mati atau penjara seumur
hidup, maka dijatuhkan hukuman penjara paling lama lima belas tahun.
6
7

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Jogjakarta: Logung Pustaka, 2004), 12.
Ibid., 12-13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Hukuman bagi percobaan sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat (2) dan
(3) KUHP dikurangi sepertiga dari hukuman pokok maksimum dan paling
tinggi lima belas tahun.8

Dalam pasal 54 KUHP menyatakan bahwa pelaku percobaan hanya
dapat

di jatuhi pidana jika perbuatan pidana yang dicoba dilakukan

dikategorikan sebagai kejahatan. Dengan kata lain, mencoba melakukan
pelanggaran tidak dipidana.
Berdasarkan substansi ketentuan pasal 53 dan pasal 54 KUHP diatas,
terdapat dua hal yang perlu dikemukakan.Pertama, pada prinsipnya
mencoba melakukan suatu tindak pidana adalah perbuatan terlarang dan
bagi pelakunya dapat dikenai sanksi pidana, walaupun pengenaan
pidananya tidak sampai batas maksimum sesuai dengan yang ditentukan
dalam pasal hukum yang dilanggar, tapi dikurangi sepertiga dari
maksimum ancaman sanksi pidana. Kedua, yang dapat dikenakan pidana
hanya percobaan melakukan kejahatan, sedangkan percobaan melakukan
pelanggaran tidak dipidana.9
Jadi, suatu percobaan yang hanya dapat dipidana hanyalah suatu
percobaan melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana, namun
percobaan melakukan suatu pelanggaran itu tidak akan dikenakan
hukuman pidana.
Dalam Pasal 45 KUHP Mesir menjelaskan bahwa percobaan adalah mulai
melaksanakan suatu perbuatan dengan maksud melakukan (jinayah atau
8
9

Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar grafika, 2008), 97.
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana,(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 115.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

janhah), tetapi perbuatan tersebut tidak selesai atau berhenti karena ada
sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.10
Dari uraian pasal diatas menggambarkan bahwa suatu tindak pidana
percobaan yaitu pelaku tindak pidana memulai melaksanakan suatu
perbuatan dengan maksud melakukan suatu tindak pidana, tetapi
perbuatan

tersebut

tidak

selesai

melakukan

perbuatan

tersebut

dikarenakan ada suatu sebab yang menjadikan perbuatan tersbut tidak
selesai namun hal tersebut buka karena kehendak sendiri, dalam kata lain
seorang pelaku tersebut suatu akan melakukan tindak pidana atau
percobaan, pelaku ditemui oleh orang atau ada hal lain sehingga
perbuatan tersebut urung atau berhenti tanpa kehendak sendiri.
Dalam hukum pidana Islam suatu percobaan dapat dikatakan sebagai

jarimah yang tidak selesai (al-Syuru>’) , dan percobaan dalam hukum
pidana Islam termasuk unsur materiil, hukuman bagi pelaku tindak pidana
percobaan pencurian dalam hukum Islam tidak dikenakan hukuman had
atau qishas melainkan dengan hukuman ta’zir.
Dalam hukum pidana Islam juga ada fase-fase pelaksanaan jarimah
yaitu, fase pemikiran dan perencanaan, fase persiapan, dan fase
pelaksanaan.
Pencurian dalam hukum positif mempunyai definisi, mengambil milik
orang lain tanpa izin atau dengan cara yang tidak sah dengan maksud

10

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: SinarGrafika,
2004), 60.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

untuk dimiliki secara melawan hukum.11 Pencurian dalam hukum pidana
di Indonesia diancam dengan Pasal 362 KUHP yang berbunyi “barang
siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian
termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu
dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
900”,12 namun pasal tersebut menjelaskan mengenai pencurian pada
umumnya, lain dengan pencurian yang disertai dengan kekerasan atau
pencurian yang lainnya.
Dalam hukum pidana Islam, pencurian menurut Mahmud Syaltut
adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang
dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Dan
adapun unsur-unsur dalam pencurian ada lima yaitu: Pertama,
pengambilan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kedua, yang
dicuri harus berupa harta.Ketiga, harta yang dicuri adalah sesuatu yang
berharga.Keempat, harta orang lain (bukan milik sendiri). Kelima, adanya
unsur kesengajaan.13
Pencurian ada dua macam yaitu : pencurian yang hukumannya had
dan pencurian yang hukumannya ta’zir, atau dengan kata lain pencurian
berat dan pencurian ringan.14 Dalam asas legalitas mengenai hukuman

M. Marwan dan Jimmy P, Kamus...,499.
R Soesilo, Kitab Undang-undang ..., 249.
13
Rahmat Hakim, Hukum Pidana islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), 84.
14
Achmad Mawardi Muslich, Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 81.
11

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

bagi tindak pidana pencurian tertera dalam surat Al-Maidah ayat 38 yang
berbunyi:

ّ ‫سارقة فا ْقطعوا أيْدي ما جزاء بما كسبا نكاا من‬
ّ ّ
‫ّ عزيز حكيم‬
ّ ‫سارق ال‬
ّ ‫ال‬

Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan
dan sebagai siksaan dari Allah.Dan Allah Maha perkasa, Maha
bijaksana.15
Percobaan pencurian merupakan suatu tindak pidana yang masih
belum sempurna dalam artian, pelaku tindak pidana belum sempurna
melakukan tindak pidananya atau pelaku tindak pidana masih mencoba
akan melakukan pencurian namun belum sampai mencuri dikarenakan
suatu hal yang bukan atas kehendaknya sendiri.
Pelaku percobaan pencurian tersebut dapat dihukum dengan hukuman
pasal 362 jo pasal 53 ayat 1 KUHP, namun dalam putusan No.
488/Pid.B/2015/PN.Sda hakim tidak menjatuhkan hukuman sebagaimana
tertera dalam dakwaan yaitu 5 bulan dalam putusan itu hakim
memutuskan 2 bulan 15 hari, atas pertimbangan apa hakim dapat
memutuskan hukuman dalam putusan tersebut akan dibahas dalam isi
skripsi yang akan ditulis oleh penulis.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul tersebut
dengan membahas pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman
dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda, serta hukuman percobaan
pencurian ditinjau dalam hukum pidana Islam.
15

Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Pustaka Agung Harapan,
2006), 151.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang diatas terdapat beberapa masalah dalam
penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Analisis hukum pidana Islam terhadap tindak pidana percobaan
pencurian.
2. Sanksi tindak pidana percobaan pencurian.
3. Pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan pencurian.
Sedangkan batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan pencurian.
2. Analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi tindak pidana
percobaan pencurian dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan
pencurian dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda ?
2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi tindak pidana
percobaan pencurian dalam putusan No.488/Pid.B/2015/PN.Sda ?

D. Kajian Pustaka

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan
diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang
telah ada.16
Penelitian tentang percobaan pencurian memang cukup banyak dan
beragam, namun keberagaman tema tersebut dapat memberikan refrensi
yang berbeda, baik dari objek maupun fokus penelitian. Hal ini dapat
dipahami dalam beberapa penelitian sebagai berikut:
“ Percobaan tindak pidana korupsi (Studi pasal 15 Undang-undang
nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
perspektif hukum pidana Islam)17 yang dibahas oleh Muhammad Arafah
membahas tentang percobaan tindak pidana korupsi, dalam hal ini bisa
dilihat perbedaan objek dengan judul penulis.
Penelitian selanjutnya yaitu “Analisis yuridis terhadap percobaan
tindak pidana pencurian dengan kekerasan18 (Studi Kasus Putusan No.
256/Pid.B/2013/PN.Mks)”, yang dibahas oleh Junaedi Azis membahas
tentang percobaan pencurian dengan kekerasan dan ditinjau dari analisis
yuridis. Memang terdapat sedikit persamaan antara judul penulis namun

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis PenulisanSkripsi, (Surabaya: t.p,
t.t), 8.
17
Muhammad Arafah, “Percobaan tindak pidana korupsi (Studi pasal 15 Undang-undang nomor
16

31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi perspektif hukum pidana Islam)”,

(Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga,2010).
18
Junaedi Azis, “Analisis yuridis terhadap percobaan tindak pidana pencurian dengan kekerasan
(Studi Kasus Putusan No. 256/Pid.B/2013/PN.Mks)”, (Fakultas Hukum
Universitas
Hasanuddin Makasar 2014).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

juga ada perbedaan yang terletak pada kekerasannya, judul penulis hanya
membahas percobaan pencurian tanpa kekerasan yang ditinjau dari hukum
pidana Islam.
Selanjutnya penelitian tentang “Studi Putusan Pengadilan Negeri
Kabupaten Madiun terhadap kasus pidana percobaan pembunuhan oleh
ayah kandung dalam perspektif hukum pidana positif dan hukum pidana
Islam”19 yang dibahas oleh Sandi Pahlevi Mohammad, skripsi ini
membahas tentang percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh ayah
kandung, terdapat suatu perbedaan dengan judul yang ditulis oleh penulis
dalam hal ini penulis membahas tentang percobaan pencurian bukan
percobaan pembunuhan memang sama-sama percobaan namun terdapat
perbedaan percobaan yaitu dalam hal pemunuhan dengan pencurian.
Dari beberapa uraian judul skripsi diatas, dapat dikatakan bahwa
penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti mengkaji bagaimana dasar pertimbangan
hakim

dalam

putusan

Pengadilan

Negeri

Sidoarjo

No.

488/Pid.B/2015/PN.Sda, tentang percobaan pencurian dan bagaimana
pandangan hukum pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri
Sidoarjo No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang tindak pidana percobaan
pencurian,

19

objeknya

putusan

Pengadilan

Negeri

Sidoarjo

No.

Sandi Pahlevi Mohammad,“Studi Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun terhadap
kasus pidana percobaan pembunuhan oleh ayah kandung dalam perspektif hukum pidana positif
dan hukum pidana Islam”, (Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, 2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang tindak pidana percobaan pencurian
sedangkan subjeknya adalah hakim yang memutus perkara tersebut.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ditulis diatas, maka skripsi ini
bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui alasan hukum yang dijadikan pertimbangan
hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana percobaan
pencurian.
2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi
hukum dalam putusan hakim tentang tindak pidana percobaan
pencurian.

F. Kegunaan Penelitian
1. Aspek keilmuan (Teoritis)
Hasil studi ini menambah dan memperkaya pengetahuan,
khususnya tentang putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo terhadap
tindak pidana percobaan pencurian dan bagi peneliti berikutnya, dapat
digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan
dengan tindak pidana percobaan pencurian.
2. Aspek Terapan (Praktis)
Hasil studi ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat
tentang tindak pidana percobaan, terutama tindak pidana percobaan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

pencurian dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan,
penyuluhan khususnya bagi penegak hukum di Pengadilan Negeri
Sidoarjo serta bagi praktisi hukum pada umumnya.

G. Definisi Operasional
1.

Hukum pidana Islam adalah segala perbuatan pidana yang diancam
dengan hukuman hudud , ta’zir dan qishas.20

2.

Percobaan pencurian adalah usaha untuk mencoba melakukan suatu
tindak pidana pencurian .21
Agar pembaca lebih mudah memahami isi pokok dari judul yang

diangkat, maka penulis memberikan beberapa penjelasan diatas mengenai
judul

“Tinjauan

Hukum

Pidana

Islam

Terhadap

Putusan

No.

488/Pid.B/2015/PN.Sda Tentang Percobaan Pencurian”. Makna dari judul
tersebut adalah suatu usaha manusia mencapai suatu tujuan dengan
melakukan tindak pidana pencurian yang pada ahirnya tidak atau belum
tercapai urusan tersebut serta dianalisis dari sudut pandang hukum pidana
Islam.

H. Metode Penelitian
20
21

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo,1997), 1.
W.J. S. Purwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 209

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

1. Data yang dikumpulkan
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga data yang
dikumpulkan yaitu

berupa direktori putusan Pengadilan Negeri

Sidoarjo No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang percobaan pencurian.
2. Sumber Data
Berdasarkan data-data diatas, penulis menggunakan dua sumber data
yaitu:
a. Sumber data Primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data22, dalam hal ini penulis
mengumpulkan data primer berupa: Direktori Putusan No
488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang percobaan pencurian dan hasil
wawancara kepada hakim yang bersangkutan.
b. Sumber data Skunder yaitu berkas-berkas yang berkaitan
langsung dengan kasus tersebut23, dalam hal ini kasus percobaan
pencurian yaitu:
1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
2) Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam.
3) M. Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah.
4) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.
5) A. Jazuli, Fiqh Jinayah.
6) Rahmat Hakim, Hukum Pidana islam.

22
23

W.J. S. Purwodarminto, Kamus Besar Bahasa..., 301.
ibid, 765.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini digunakan
analisis kualitatif, sebagaimana pendapat Soerjono Soekanto24
dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan
data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi dan wawancara atau interview. Dimana penulis
mengumpulkan data yang berasal dari Pengadilan Negeri Sidoarjo
berupa putusan. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara
kepada hakim yang memutus perkara tersebut.
a. Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap
penelitian hukum. Studi dokumen meliputi studi bahanbahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer atau
bahan hukum skunder.25
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan komunikasi verbal
dengan tujuan mendapat informasi.26 Wawancara yang
dilakukan penulis dengan Hakum yang memutus perkara
tersebut.

Sehingga

akan

mendapat

gambaran

yang

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI- Press, 1986), 90.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010), 68.
26
James a Black dan Dean J. Camphion, Methods and Issues In Social Research , (terjemahan), (
Bandung: PT Refika Aditama, 1999), 306.
24

25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

menyeluruh, juga akan mendapatkan informasi yang
penting.

4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif analisis
verifikatif. Deskripttif analisis adalah metode yang digunakan
untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah dikumpulkan.27 dan dalam hal ini
penulis juga menverifikasi atas pertimbangan hakim dalam
memutus perkara tersebut. Dengan pola pikir deduktif yaitu
dengan cara mendeskripsikan teori tindak pidana percobaan
pencurian serta menganalisis hukuman tindak pidana percobaan
pencurian sesuai dengan Pasal 362 jo pasal 53 ayat 1 KUHP dalam
Putusan Pengadilan negeri Sidoarjo menurut hukum Pidana Islam.
5. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan masalah-masalah dalam
studi ini, dan dapat dipahami permasalahannya secara sistematis
dan lebih terarah, maka pembahasannya dibentuk dalam bab-bab
yang masing-masing terdiri dari sub-bab, sehingga tergambar
keterkaitannya secara sistematis. Sistematika pembahasannya
disusun sebagai berikut:
27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum..., 169.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Bab pertama, memuat pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
definisi operasional, metode penelitian,
pengumpulan

data,

teknik

analisa

data

sumberdata, teknik
dan

sistematika

pembahasan.
Bab kedua, memuat tentang landasan teori yang berisi tentang
tindak pidana percobaan pencurian dalam hukum pidana Islam dan
juga hukum positif. Pada bab ini akan membahas tentang
pengertian tindak pidana percobaan pencurian, unsur-unsur
percobaan, dasar hukum percobaan pencurian serta sanksi
percobaan pencurian baik dari hukum pidana Islam juga hukum
positif.
Bab ketiga, memuat tentang deskripsi kasus percobaan
pencurian. Pada bab ini akan membahas pertimbangan hakim
terhadap sanksi pada pelaku percobaan pencurian (Putusan
Pengadilan Negeri Sidoarjo No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda), pada
bab ini juga memuat pasal-pasal yang didakwakan kepada
terdakwa.
Bab keempat, memuat tentang analisis data yang berisi
tentang analisis putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana
percobaan pencurian ditinjau dari hukum pidana Islam. Dan pada
bab ini juga memuat analisa putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

tentang sanksi pelaku tindak pidana percobaan pencurian yang
ditinjau dari hukum pidana Islam.
Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang berisi tentang
kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINDAK PIDANA PERCOBAAN PENCURIAN DALAM HUKUM
PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Tindak Pidana Percobaan Pencurian Menurut Hukum Pidana Islam
1. Definisi percobaan pencurian
Percobaan adalah mulai melaksanakan suatu perbuatan dengan
maksud melakukan (jinayah atau janhah), tetapi perbuatan tersebut
tidak selesai atau berhenti karena ada sebab yang tidak ada sangkut
pautnya dengan kehendak pelaku.1
Para ulama tidak banyak membahas tentang percobaan
melakukan tindak pidana karena perbuatan ini termasuk jarimah

ta’zi>r yang banyak berubah sesuai ruang dan waktu, kebiasaan serta
karakter suatu masyarakat. Mereka lebih banyak mencurahkan
perhatiannya kepada masalah tindak pidana yang unsur dan syaratnya
tidak mudah berubah, seperti jarimah h}udud dan qishas/diyat.2
2. Dasar hukum percobaan
Dalam Al-Quran tidak dijelaskan tentang percobaan itu sendiri,
namun dalam Al-Quran hanya menjelaskan tentang dasar hukum akan
unsur-unsur yang ada dalam persiapan seperti halnya yang tercantum
dalam surah al-Maidah ayat 34 yang berbunyi:

ّ ّ ‫ا عل ْي ْم فاعْل وا‬
‫ّ غفو ٌ حي ٌم‬
1
2

‫إا الّ ين تابوا م ْن قبْل ْ ت ْق‬

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum ..., 60.
A. Djazuli, Fiqh Jinayah ..., 21.

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu dapat menguasai
mereka, maka ketahuilah, bahwa Allah Maha pengampun, Maha
penyayang.3
Dan juga tercantum dalam surah an-Nisa ayat 16 yang berbunyi:

ّ ّ ‫صلحا فأعْرضوا ع ْ ا إ‬
‫توابا‬
‫ه ا فإ ْ تابا‬
ْ
ّ ‫ّ كا‬

‫اللّ ا يأْتيان ا م ْ ْم ف‬
‫حي ا‬

Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara
kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya taubat
dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sungguh, Allah
Maha penerima taubat, Maha penyayang.4
Dan juga tercantum dalam hadis Nabi yang berbunyi:

‫ح ث ا مح بن جعفر ح ث ا شعبة عن سبا عن الشعبى عن جابر بن عب ه ا‬
‫ال بي صلى ه عليه سلم قا من بلغ ح ا فى غير ح ف و من ال عت ين ( ا‬
5

) ‫اح‬

Telah mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Ja'far dari
Syu'bah dari Sayyar dari al-Sya'ya dari Jabir bin Abdullah:
sesungguhnya Nabi Saw bersabda: siapa yang mencapai hukuman had
bukan pada jarimah hudud (yang lengkap) maka dia termasuk orang
yang menyeleweng (HR. Ahmad).

3. Unsusr-unsur atau fase-fase percobaan
Seseorang yang melakukan jarimah itu setidak-tidaknya melalui
tiga fase, yaitu fase pemikiran, fase persiapan dan fase pelaksanaan.
Seperti contoh, seseorang yang akan melakukan pencurian mula-mula

Departement Agama RI, Al-Qur’an..., 150.
Ibid., 104.
5
Jalaluddin As-Suyuti, al-Jami’, Juz II (Dar Al-Fikr, tt), 168.

3

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

berpikir apakah jadi mencuri atau tidak, bila telah kuat niatnya untuk
mencuri, maka ia akan mempersiapkan alat-alatnya, seperti membeli
kunci atau pencongkel pintu. Selanjutnya, ia berangkat untuk
mencuri.
Untuk mengetahui sampai dimana suatu perbuatan percobaan
dapat dihukum maka kita harus membagi fase-fase pelaksanaan
jarimah. Pembagian fase-fase ini sangat penting, karena hanya pada
salah satu fase saja, pelaku dapat dituntut dan dikenakan hukuman,
sedangkan pada fase-fase yang lainnya tidak dapat dituntut.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas macam-macam fase maka
penjelasannya sebagai berikut:6
a. Fase pemikiran dan perencanaan (Marh}alah al-Tafki>r)
Memikirkan dan merencanakan suatu jarimah tidak dianggap
sebagai maksiat yang dijatuhi hukuman, karena menurut ketentuan
yang berlaku dalam syariat Islam, seseorang tidak dapat dituntut
atau dipersalahkan karena lintasan hatinya atau niat yang
terkandung dalam hatinya.
Ketentuan ini sudah terdapat dalam syariat Islam sejak mulai
diturunkannya tanpa mengenal pengecualian.Akan tetapi, hukum
positif baru mengenalnya pada abad ke-18 Masehi, yaitu sesudah

6

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar..., 61.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

revolusi Perancis. Sebelum masa itu niat dan pemikiran terhadap
perbuatan jarimah dapat dihukum kalau dapat dibuktikan.7
b. Fase persiapan (Marh}alah al-Tahdhi>r)
Fase ini merupakan fase yang kedua dimana pelaku
menyiapkan alat-alat yang akan dipakai untuk melaksanakan
jarimah. Misalnya, membeli senjata untuk membunuh orang lain
atau membuat kunci palsu untuk mencuri.8
Fase persiapan juga tidak dianggap sebagai maksiat yang
dapat dihukum kecuali apabila perbuatan persiapan itu sendiri
dipandang sebagai maksiat, seperti bercumbu dengan wanita lain
yang bukan istrinya ditempat yang sunyi, sebagai persiapan untuk
melakukan zina.
Alasan untuk tidak memasukkan fase persiapan ini sebagai
jarimah adalah bahwa perbuatan yang dapat dihukum itu harus
berupa maksiat dan baru terwujud apabila berisi pelanggaran
terhadap hak masyarakat atau hak individu. Sedangkan pada
penyiapan alat pada umumnya tidak berisi pelanggaran terhadap
hak-hak tersebut.
Akan tetapi menurut madzhab Hanbali dan Maliki, perbuatan
persiapan dianggap sebagai perantara kepada perbuatan yang

7
8

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1967), 121.
Ibid., 63.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

haram dan hukumnya adalah haram, sehingga dengan demikian
pelakunya dikenakan hukuman.9
c. Fase pelaksanaan (Marh}alah al-Tanfi>dz)
Fase ini merupakan fase ketiga setelah perencanaan dan
persiapan yang matang.Pada fase inilah perbuatan pelaku dapat
dianggap sebagai jarimah.
Untuk dapat dikenakan hukuman maka dalam hal ini cukup
apabila perbuatan ini sudah dianggap sebagai maksiat, yaitu
berupa pelanggaran terhadap hak masyarakat atau individu dan
perbuatan itu dimaksudkan pula untuk melaksanakan unsur
materiilnya masih terdapat beberapa langkah lagi.
Dalam jarimah pencurian misalnya, melubangi tembok atau
membongkar pintu sudah dianggap sebagai maksiat yang dijatuhi
hukuman merupakan percobaan pencurian atau pencurian tidak
selesai.
Dengan demikian keriteria untuk menentukan permulaan
pelaksanaan jarimah dan merupakan percobaan yang bisa dihukum
adalah apabila perbuatan tersebut sudah termasuk maksiat.
Disamping itu, niat dan tujuan pelaku juga sangat penting untuk
menentukan apakah perbuatan itu maksiat apa bukan.
Hukum positif sama pendapatnya dengan hukum Islam
tentang tidak adanya hukuman pada fase pemikiran atau perencanaan
9

H. A Jazuli, Fiqh Jinayah..., 22.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

dan persiapan serta membatasi hukuman pada fase pelaksanaan. Akan
tetapi, sarjana-sarjana hukum pisitif berbeda pendapatnya tentang
penentuan saat permulaan pelaksanaan tindak pidana itu.10
Menurut aliran objektif, saat tersebut adalah ketika pelaku
melaksanakan perbuatan materiil yang membentuk jarimah. Kalau
jarimah tersebut terdiri dari satu perbuatan saja maka percobaan
jarimah itu adalah ketika memulai perbuatan tersebut. Kalau jarimah
itu terdiri dari beberapa perbuatan maka memulai salah satunya
dianggap melakukan perbuatan jarimah itu.
Sedangkan menurut aliran subjektif, untuk dikatakan melakukan
percobaan cukup apabila pelaku telah memulai suatu pekerjaan apa
saja yang menunjukkan kekuatan maksudnya untuk melakukan
kejahatan.11
4. Sebab Tidak Selesainya Perbuatan (Percobaan)
Seorang pembuat yang telah memulai perbuatan jarimahnya
adakalanya dapat menyelesaikan atau tidak dapat menyelesaikannya.
Kalau dapat menyelesaikannya maka sudah sepantasnya ia dijatuhi
hukuman yang diancam terhadap perbuatan itu. Kalau tidak dapat
menyelesaikannya, maka adakalanya karena terpaksa atau karena
kehendak dirinya sendiri. Dalam keadaan tidak selesai karena
kehendak sendiri, maka adakalanya disebabkan karena ia bertaubat
dan menyesal serta kembali kepada Tuhan, atau disebabkan karena
10
11

Ahmad Hanafi, Asas Hukum Pidana Islam…, 123.
H. A Jazuli, Fiqh Jinayah…, 64.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

sesuatu di luar taubat dan penyesalan diri, misalnya karena
kekurangan alat-alat atau khawatir terlihat oleh orang lain, atau
hendak mengajak temannya terlebih dahulu.12
Suatu perbuatan jarimah tidak selesai dilakukan oleh pembuat
disebabkan karena salah satu dari dua hal sebagai berikut:13
a. Adakalanya karena terpaksa, misalnya karena tertangkap
b. Adakalanya karena kehendak sendiri. Berdasarkan kehendak
sendiri ini ada dua macam:
1) bukan karena taubat
2) karena taubat.
Kalau tidak selesainya jarimah itu karena terpaksa maka pelaku
tetap harus dikenakan hukuman, selama perbuatannya itu sudah bisa
dikategorikan maksiat.Demikian pula halnya kalau pelaku tidak
menyelesaikan jarimahnya karena kehendak sendiri tetapi bukan
karena taubat.14
Akan tetapi, apabila tidak selesainya itu karena taubat dan
kesadarannya maka jarimahnya itu adakalanya jarimah hirabah dan
adakalanya bukan jarimah hirabah.
Apabila jarimah yang tidak diselesaikannya itu jarimah hirabah
maka pelaku dibebaskan dari hukuman. Hal ini didasarkan pada
firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 34 yang berbunyi:

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam…, 127.
Ibid., 64.
14
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar..., 64.
12

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

ّ ّ ‫ا عل ْي ْم فاعْل وا‬
‫ّ غفو ٌ حي ٌم‬

‫إا الّ ين تابوا م ْن قبْل ْ ت ْق‬

Kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu dapat menguasai
mereka, maka ketahuilah, bahwa Allah Maha pengampun, Maha
penyayang.15
Jadi, apabila orang yang melakukan jarimah hirabah itu sudah
menyatakan taubat maka hapuslah hukumannya, walaupun ia telah
menyelesaikan jarimah itu. Dengan demikian maka lebih-lebih lagi
kalau jarimah hirabahnya itu tidak diselesaikan.16
Apabila jarimah yang tidak selesai itu selain jarimah hirabah
maka pengaruh taubat disini masih diperselisihkan oleh para fuqaha.
Dalam hal ini ada tiga pendapat.
1) Menurut pendapat beberapa fuqaha dari madzhab Syafi’i dan
Hanbali, taubat bisa menghapuskan hukuman. Alasannya adalah
sebagai berikut.
a) Al-Quran menyatakan hapusnya hukuman untuk jarimah
hirabah, sedangkan hirabah adalah jarimah yang paling
berbahaya. Kalau taubat dapat menghapuskan hukuman untuk
jarimah yang paling berbahaya maka lebih-lebih lagi untuk
jarimah-jarimah yang lain.
b) Dalam menyebutkan beberapa jarimah, Al-Quran selalu
mengiringinya dengan pernyataan bahwa taubat dapat
menghapuskan hukuman. Misalnya, dalam hukuman zina yang

15
16

Departement Agama RI, Al-Qur’an..., 150.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar..., 65.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

pertama kali diadakan dalam surah an-Nisaa’ ayat 16 yang
berbunyi:
ّ ّ ‫صلحا فأعْرضوا ع ْ ا إ‬
‫اللّ ا يأْتيان ا م ْ ْم ف ه ا فإ ْ تابا‬
‫ّ كا‬
ْ
‫توابا حي ا‬
ّ
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji
diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Jika
keduanya taubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah
mereka. Sungguh, Allah Maha penerima taubat, Maha
penyayang.17
Dalam jarimah pencurian setelah disebutkan hukumannya
dalam surah al-Maidah ayat 38, kemudian diikuti dengan
pernyataan tentang pengaruh taubat dalam jarimah qadzaf
disebutkan dalam surah an-Nur ayat 5.
ّ ّ ‫صلحوا فإ‬
‫إا الّ ين تابوا م ْن ب ْع لك‬
‫ّ غفو ٌ حي ٌم‬
ْ
Kecuali
memperbaiki

mereka

yang

(dirinya),

bertaubat

maka

setelah

itu

dan

sungguh,

Allah

maha

tersebut,

para

fuqaha

pengampun, maha penyayang.18
Untuk

hapusnya

hukuman

memberikan syarat sebagai berikut.
a) Jarimah yang dilakukan adalah jarimah yang menyinggung
hak Allah seperti zina, minum khamr, dan hirabah.

17
18

Departement Agama RI, Al-Qur’an..., 104.
Ibid., 489.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

b) Taubatnya itu harus dibarengi dengan tingkah laku yang
baik. Hal ini menghendaki berlakunya suatu masa tertentu
yang cukup untuk mengetahui ketulusan taubatnya itu.19
2) Menurut pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan beberapa
fuqaha dari kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali, taubat tidak
menghapuskan hukuman kecuali hanya untuk jarimah hirabah yang
sudah ada ketentuannya saja, karena kedudukan hukuman adalah
sebagai kifarat maksiat. Alasannya adalah bahwa Rasulullah saw.
menyuruh melaksanakan hukuman rajam atas Ma’iz dan wanita
Ghamidiyah,

walaupun

orang-orang

itu

sudah

mengakui

perbuatannya dan minta dibersihkan diri, dosa dengan jalan
menjatuhkan hukuman atas diri mereka.
Disamping itu kalau dengan bertaubat semata-mata hukuman
dapat hapus maka akibatnya ancaman hukuman tidak akan berguna,
sebab setiap pelaku jarimah tidak sukar untuk megatakan telah
bertaubat.20
3) Menurut pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Al Qayyim dari pengikut
mazhab Hanbali, hukuman dapat membersihkan maksiat dan taubat
bisa

menghapuskan

hukuman

untuk

jarimah-jarimah

yang

berhubungan dengan hak Allah (hak masyarakat), kecuali apabila
pelaku meminta untuk dihukum seperti halnya Ma’iz dan wanita dari
Ghamidiyah, ia bisa dijatuhi hukuman walaupun ia telah bertaubat.
19
20

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar..., 66.
Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Al Qayyim ini kelihatannya
merupakan jalan tengah yang mengompromikan pendapat pertama
dan kedua yang saling bertentangan. Walaupun demikian pengaruh
taubat terhadap hukuman menurut pendapat kedua Imam ini, hanya
berlaku dalam jarimah yang menyinggung hak masyarakat saja.
Sedangkan dalam jarimah yang menyinggung hak individu taubat
tetap tidak berpengaruh terhadap hukuman.
5. Hukuman percobaan pencurian
Menurut ketentuan pokok dalam syariat Islam yang berkaitan
dengan jarimah h}udud dan qishas, hukuman-hukuman yang telah
ditetapkan untuk jarimah telah selesai, tidak boleh diberlakukan
untuk jarimah yang belum selesai (percobaan).
Apabila tidak selesainya kejahatan itu disebabkan pelakunya
bertaubat, dalam kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.
Sebagian ulama, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa tobat itu tidak
menghapuskan hukuman. Sedangkan sebagian ulama yang lain, yakni
sebagian Syafi’iyah, menyatakan bahwa taubat dapat menghapuskan
hukuman.21

B. Tindak Pidana Percobaan Pencurian Menurut Hukum Positif

21

H. A Jazuli, Fiqh Jinayah…, 23.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

1. Definisi percobaan pencurian
Menurut arti kata sehari hari maksud dari percobaan yaitu menuju
kesesuatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau
hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai akan tetapi tidak selesai.22
Menurut pendapat Pompe bahwa mencoba adalah berusaha tanpa
hasil. Makna mencoba dapat ditemukan dalam bahasa sehari-hari.
Kalau syarat-syarat tersebut ada. Timbullah perbuatan pidana baru
meskipun dalam bentuk delik tidak selesai, tetapi yang dapat dipidana.
Jadi, dapat dimengerti pemberian nama untuk percobaan oleh Pompe,
yaitu bentuk perwujudan dari perbuatan pidana sebab deliknya timbul,
menampakkan diri, tetapi dalam bentuk yang belum selesai.23

2. Dasar hukum
Dalam pasal 53 KUHP ditetapkan bahwa mencoba melakukan
kejahatan pidana jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Dapat dipidananya percobaan berarti perluasan dapat dipidananya
delik sekalipun perbuatan baru sebagian dilaksanakan dan seakan-akan

22
23

R. Soesilo, Kitab Undang-ndang Hukum Pidana, (Bogor: Politeia, 1991), 69.
Schaffmeister dkk, Hukum Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), 201.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

masih ada unsur-unsur yang tersisa, pidana sudah dapat dijatuhkan
meskipun dengan pengurungan 1/3 dari pidana maksimum.24
Pasal 54 KUHP dengan tegas menetapkan bahwa percobaan
melakukan pelanggaran tidak dipidana.Agaknya pembuat undangundang yang dalam sistem perundang-undangan pidana sudah
menentukan pelanggaran sebagai delik yang lebih ringan, menganggap
percobaan melakukan pelanggaran terlampau ringan untuk dipidana.
Disamping itu, karena pasal 103 KUHP berlaku juga untuk pembuat
undang-undang yang lebih rendah, seperti pada tingkat provinsi, kota
dan sebagainya yang dalam peraturan daerah masing-masing tidak
diperbolehkan untuk melarang percobaan melakukan pelanggaran
secara umum. Hal ini karena ketentuan pidana demikian tidak
mempunyai kekuatan mengikat.25
Menetapkan dapat dipidananya percobaan bukanlah suatu hal
dengan sendirinya. Dapat dipikirkan adanya kodifikasi tanpa ini.
Namun, jika pembuat undang-undang hendak memidana percobaan,
penting untuk menetapkan dengan syarat-syarat apa untuk suatu
percobaan dapat dipidana. Alasannya karena tanpa ini, jumlah
perbuatan pidana (pasal 1 KUHP) akan diperluas tanpa batas.

24
25

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 26.
R. Soesilo, Kitab Undang-ndang…, 70

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

Pasal 53 KUHP ini menyebutkan apa percobaan itu, tetapi hanya
menetapkan dalam keadaan apa percobaan dapat dipidana, yaitu kalau
memenuhi syarat-syarat:26
a. harus ada niat dari pelaku
b. harus ada permulaan pelaksanaan
c. pengunduran diri yang tidak sukarela
Percobaan yang dapat dipidana mengandung arti perluasan dapat
dipidananya

delik

tampak

jelas

dalam

tuntutan

jaksa

yang

menyebutkan rumusan pasal tertentu yang dihubungkan dengan
(juncto) Pasal 53 KUHP.27

3. Unsur-unsur percobaan pencurian
Pasal 53 KUHP ini menyebutkan apa percobaan itu, tetapi
hanya menetapkan dalam keadaan apa percobaan dapat dipidana,
yaitu kalau memenuhi syarat-syarat:28
a. harus ada niat dari pelaku
b. harus ada permulaan pelaksanaan
c. pengunduran diri yang tidak sukarela
Adapun unsur-unsur dari percobaan pencurian yaitu sebagai
berikut:

26

Ibid., 69.
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika), 94.
28
R. Soesilo, Kitab Undang-ndang…, 69.
27

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

a. Niat
Dipersoalkan

apakah niat

unt

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26