PENGARUH POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS VII DI SMP KYAI HASYIM TENGGILIS SURABAYA.

(1)

i

PENGARUH POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS VII

DI SMP KYAI HASYIM TENGGILIS SURABAYA SKRIPSI

Oleh :

HISBIYATUL FIKRIYAH NIM. D31212105

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ii

PENGARUH POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS VII

DI SMP KYAI HASYIM TENGGILIS SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh :

HISBIYATUL FIKRIYAH NIM. D31212105

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SURABAYA


(7)

i

i

ABSTRAK

Hisbiyatul Fikriyah 2016 : Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VII Di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya.

Point yang diteliti dalam skripsi ini adalah pengaruh pola asuh demokratis orang tua terhadap prestasi belajar siswa. Hal tersebut diteliti karena peneliti ingin menunjukkan pola asuh yang tepat untuk diterapkan pada siswa yang diharapkan memiliki prestasi di dalam kelas. Dan peneliti juga ingin meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Untuk mencapai prestasi yang baik di kelas, maka digunakan pola asuh demokratis dengan dasar bahwa orang tua adalah pendidik utama dan pertama. Sikap baik orang tua dalam mengajar dan mendidik anak, maka anaknya pun akan menjadi baik dan terdidik. Sebaliknya, jika sikap orang tua buruk pada anaknya, maka akhlak dan sikap anak pun akan menjadi buruk Pola asuh demokratis lebih memberikan kebebasan pada anak untuk menyampaikan pendapatnya. Aspirasi setiap individu terakomodasi dengan baik, sehingga setiap orang dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal tersebut akan berdampak pada perkembangan anak baik di lingkungan rumah maupun prestasi di sekolah.


(8)

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Penelitian Terdahulu ... 9

F. Definisi Operasional ... 11

G. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II PEMBAHASAN A. Pola Asuh Demokratis Orang Tua ... 15

1. Pengertian Pola Asuh Demokratis Orang tua ... 15

2. Ciri-Ciri Pola Asuh Demokratis Orang Tua ... 19

3. Tipologi Manusia dalam Pola Asuh Demokratis ... 19

4. Elemen yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 20


(9)

xi

B. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ... 25

1. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ... 25

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Pendidikan Agama Islam Siswa ... 28

3. Indikator dan Bentuk Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ... 32

C. Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa ... 38

D. Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 44

B. Variabel dan Indikator ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 47

D. Jenis dan Sumber Data ... 50

E. Metode dan Instrumen Penelitian ... 52

F. Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN A.Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 58

1. Sejarah Berdiri dan Perkembangan SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya ... 58

2. Profil SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya ... 59

3. Visi, Misi, dan Tujuan SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya ... 60

4. Struktur Organisasi SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya ... 63

5. Keadaan Guru dan Karyawan SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya ... 69


(10)

xii

7. Keadaan Sarana dan Prasarana SMP Kyai Hasyim

Tenggilis Surabaya ... 73

8. Kurikulum SMPKyai Hasyim Surabaya ... 74

B.Penyajian Data ... 74

1. Penyajian Data Hasil Observasi ... 74

2. Penyajian Data Interview/Wawancara ... 79

3. Penyajian Data Angket ... 81

4. \Penyajian Data Dokumen Nilai Semester Ganjil ... 92

C.Analisis Data ... 96

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... i


(11)

xiii

DAFTAR TABEL

Table 3.4 Indikator Variabel X dan Variabel Y Table 3.2 Populasi penelitian siswa

Tabel 4.1 Struktur Organisasi SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya Tabel 4.2 Keadaan Guru dan Karyawan SMP Kyai Hasyim Tenggilis

Surabaya

Tabel 4.3 Keadaan Siswa SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya Tabel 4.4 Keadaan Sarana Prasarana

Tabel 4.5 Daftar nama-nama responden siswa kelas VII SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya

Tabel 4.6 Angket Indikator Pola Asuh Demokratis

Tabel 4.7 Data Pola Asuh Demokratis Orang Tua Sebagai Variabel X Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Pola Asuh Demokratis Orang Tua Tabel 4.9 Data Prestasi Belajar PAI Siswa sebagai Variabel Y

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Nilai Raport Mata Pelajaran PAI Tabel 4.11 Persiapan Perhitungan Korelasi Pearson

Tabel 4.12 Hasil Korelasi Pearson SPSS 20 Tabel 4.13Hasil Regresi Linier SPSS 20 Tabel 4.14Hasil Anova SPSS 20


(12)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN

1.Pernyataan Keaslian Tulisan 2.Surat Tugas Skripsi

3.Surat Izin Penelitian

4.Surat Pernyataan Penelitian dari Sekolah 5.Instrumen Observasi

6.Instrumen Wawancara 7.Instrumen Angket Siswa 8.Riwayat Hidup


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman saat ini, terdapat perbedaan pola asuh yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Secara garis besar pola pengasuhan orang tua terhadap anak dibedakan menjadi tiga, yakni otoriter, demokratis dan permisif. Pola asuh otoriter berusaha membentuk, mengendalikan, dan mengevaluasi perilaku serta sikap anak yang berdasarkan standar mutlak, yakni nilai-nilai kepatuhan, menghormati otoritas, kerja, tradisi, tidak saling memberi dan menerima dalam komunikasi verbal. Dalam pola asuh otokratis orang tua terkadang menolak pendapat anak dan sering menerapkan hukuman. Pola asuh selanjutnya yakni pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis yakni pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak dengan bersikap rasional. Pola asuh ketiga adalah pola asuh permisif. Pola asuh permisif yakni pola asuh orang tua yang membentuk kepribadian anak dengan cara memberikan pengawasan yang sangat longgar dan memberikan kesempatan kepada anak tanpa pengawasan yang cukup darinya.1

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa akibat negatif dari pola asuh otoriter terhadap anak antara lain tidak mengembangkan empati, merasa tidak berharga, melakukan sesuatu hanya untuk menghindari hukuman bukan karena

1 Nilam Widyarini, Relasi Orang Tua dan Anak, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, tt.), 10.


(14)

2

kesadaran, agresif, kurang percaya diri, dan nampak murung. Begitu juga orang tua yang menerapkan pola asuh permisif, anak cenderung berperilaku liberal, karena kontrol orang tua sangat kurang. Meski hampir setiap orang tua telah berfikir ingin memberikan pola asuh terbaik untuk anaknya, namun terkadang anak kurang cukup memahami apa yang telah diterapkan.2

Telah ditemukan beberapa kasus yang menunjukkan adanya permasalahan dalam perkawinan, keluarga, dan pengasuhan anak. Oleh karena itu manusia tidak hanya dituntut untuk cerdas dalam intelektual namun juga berkarakter. Sebab karakter sebagai kepribadian khusus yang menjadi penggerak manusia dalam melakukan aktifitas. Karakter seseorang juga dapat menjadi pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Adapun terbentuknya suatu karakter tidak mudah, namun memerlukan proses yang relatif lama dan terus-menerus.3

Karakter seseorang dibentuk melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang utama bagi anak adalah lingkungan keluarga. Di dalam lingkungan keluarga, seorang anak akan mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupan yang akan datang. Karakter dipelajari anak melalui model para anggota keluarga yang ada di sekitar lingkungan terutama orang tua. Model perilaku orang tua secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan dicontoh oleh anak. Orang tua sebagai lingkungan terdekat yang selalu mendampingi dan sekaligus menjadi figur idola anak yang paling dekat. Jika seorang anak melihat kebiasaan baik dari orang tuanya maka akan dengan

2 Ibid., 2.

3 Al.Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), 1.


(15)

3

cepat mencontohnya, demikian sebaliknya jika orang tua berperilaku buruk, maka anak-anak juga akan menirunya. Anak akan meniru bagaimana orang tua bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan dan kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah, dan mengungkapkan perasaan dan emosinya. Model perilaku yang baik akan membawa dampak baik bagi perkembangan anak dan juga sebaliknya.4

Pola asuh demokratis dinilai tepat untuk diterapkan terhadap para remaja dan anggota keluarga lainnya. Karena dalam sistem pola asuh demokratis aspirasi setiap individu terakomodasi dengan baik, sehingga tiap individu dihormati sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Sehingga setiap orang dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Selain itu dalam pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dalam teman, mampu menghadapi stres, mempunyai minat dalam hal-hal baru dan mampu bekerjasama dengan orang lain.5

Pola asuh demokratis menempatkan anak sebagai faktor utama dan terpenting dalam pendidikan. Hubungan antara orang tua dan anaknya dalam proses pendidikan diwujudkan dalam bentuk human relationship yang didasari oleh prinsip saling menghargai dan menghormati. Hak orang tua hanya memberi pertimbangan dengan segala alasan dan argumentasinya, selebihnya anak yang memilih alternatif dalam menentukan sikapnya. Anak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi

4 Ibid., 2.

5 E.B Subakti, Kenalilah Anak Remaja Anda, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2009), 51.


(16)

4

sedikit berlatih untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Sehingga memungkinkan anak dapat belajar secara aktif dalam mengembangkan dan memajukan potensi yang dimiliki, serta anak dapat kreatif dan inovatif.6

Anak pada usia 12 sampai 18 tahun dinamakan sebagai masa remaja. Pada masa ini tugas utamanya adalah pembentukan identitas diri. Adapun unsur-unsur yang memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas diri adalah pembentukan rasa kemandirian, peran seksual, identifikasi gender, dan peran sosial serta perilaku. Berkembangnya masa remaja terlihat saat ia mulai mengambil berbagai macam nilai-nilai moral, baik dari orang tua, juga remaja di sekitar lingkungan kemudian menggabungkannya menjadi suatu sistem nilai dari dirinya sendiri.7

Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman dalam konteks sekolah. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan atau kompetensi dasar dan indikator yang ditentukan. 8

Prestasi belajar adalah puncak dari hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah

6Faisal Hidayat. Pengertian Pola Asuh Anak dalam Keluarga. Lihat di http://www.wawasanpendidikan.com/2014/10/pengertian-pola-asuh-anak-dalam.html, diakses pada 8 Maret 2016 .

7Al.Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola, 35.

8Reni Akbar Hawadi, Akselerasi-Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual, (Jakarta: Grasindo, tt), 168.


(17)

5

ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Salah satu tes yang dapat melihat pencapaian hasil belajar siswa adalah dengan melakukan tes prestasi belajar.9

Tes prestasi belajar yang dilaksanakan oleh siswa memiliki peranan penting, baik bagi guru maupun bagi siswa yang bersangkutan. Bagi guru tes prestasi belajar mencerminkan sejauh mana materi pelajaran dalam proses belajar dapat diikuti dan diserap oleh siswa sebagai tujuan instruksional. Bagi siswa tes prestasi belajar mempunyai manfaat untuk mengetahui sebagaimana kelemahan-kelemahannya dalam mengikuti pelajaran.10

Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain adalah faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern), dan faktor pendekatan belajar. Faktor yang terdiri dari dalam diri anak diantaranya dari aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis yakni tingkat kebugaran dan kondisi organ-organ indra. Sedangkan aspek psikologi, faktor ruhaniah mempengaruhi prestasi belajar anak antara lain tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, sikap, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa. Faktor eksternal meliputi faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial seperti, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, keadaan guru, teman-teman belajar, dan masyarakat. Sedangkan faktor non-sosial dapat

9 Femi Olivia, Teknik Ujian Efektif, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011), 73. 10 Ibid., 74.


(18)

6

berupa gedung sekolah dan letaknya, kondisi dan jarak jalan ke sekolah, rumah tempat tinggal siswa, media pembelajaran belajar, cuaca, suhu, waktu belajar yang digunakan. Faktor pendekatan belajar yakni strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. 11

Tugas orang tua adalah membantu anak dalam menyiapkan masa depannya. Waktu pendidikan di lingkungan sekolah yang relatif singkat tidak membantu banyak dalam menyelesaikan masalah dalam membentuk pribadi anak. Begitu juga dalam menerapkan pola pengasuhan pada anak. Orang tua tidak dapat memaksakan semua kehendaknya dalam diri anak demi kepentingan pribadi. Pola pengasuhan orang tua yang baik akan berdampak positif bagi kepribadian seorang anak.12

Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam yaitu hasil yang telah dicapai anak didik dalam menerima dan memahami serta mengamalkan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh guru atau orang tua. Pendidikan Agama Islam dapat diperoleh dari lingkungan sekolah, sehingga anak memiliki potensi dan bakat sesuai yang dipelajarinya sebagai bekal hidup di masa mendatang, mencintai negaranya, kuat jasmani dan ruhaninya, serta beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi fiqih, aqidah akhlak, sejarah kebudayaan Islam, dan Al-Qur'an & Al Hadist. Beberapa pelajaran tersebut saling terkait dan isinya termuat nilai-nilai

11 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), 139.

12 Hendra Surya, Rahasia Memb uat Anak Cerdas dan Manusia Unggul, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010), 155.


(19)

7

Agama Islam secara universal. 13 Seorang pendidik baik orang tua maupun guru hendaknya mengetahui besarnya tanggungjawab mereka dihadapan Allah SWT terhadap pendidikan putra-putrinya. Allah SWT berfirman:

ُةَراَجِْْاَو ُساّنلا اَُدوُقَو اًرََ ْمُكيِلَْأَو ْمُكَسُفْ نَأ اوُق اوُنَمَآ

َنيِذّلا اَهّ يَأ ََ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)14

SMP Kyai Hasyim adalah salah satu lembaga pendidikan formal di Surabaya. SMP Kyai Hasyim memiliki siswa siswi yang memiliki beragam karakter. Berdasarkan pengamatan penulis, perbedaan karakter tersebut dipengaruhi oleh faktor internal juga eksternal. Faktor internal dapat berupa motivasi belajar dalam diri siswa, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, lingkungan, dan juga pergaulan teman sebaya. Namun di usia remaja rumah sebagai landasan dasar, karena siswa dalam kehidupan sehari-hari sangat membutuhkan dukungan dari orang tua yang berperan sebagai pelindung di saat ia mengalami krisis, baik dalam dirinya ataupun karena faktor eksternal. Dilihat dari latar belakang keluarga, orangtua siswa kelas VII SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya tahun ajaran 2015/2016 memiliki pola asuh yang berbeda-beda dalam mengasuh anak-anaknya. Hal tersebut menjadi perbedaan pada prestasi belajar siswa di Sekolah.

Dari uraian di atas penulis tertarik dan termotivasi untuk melakukan penelitian tentang penerapan pola asuh demokratis orang tua terhadap anak

13 A. Rifqi Amin, Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi, (Yogyakarta : Deepublish, 2014), 37.

14 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al Qur’an, 2000), At Tahrim: 6.


(20)

8

sehingga dapat mengetahui tentang bagaimana “Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya.”

B. Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang di atas, dapat ditentukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah keadaan pola asuh demokratis orang tua siswa kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya?

2. Bagaimanakah keadaan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya?

3. Apakah terdapat pengaruh pola asuh demokratis orang tua terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka dapat ditentukan beberapa tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui keadaan pola asuh demokratis orang tua siswa kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya.

2. Untuk mengetahui keadaan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya.


(21)

9

3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pola asuh demokratis orangtua terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya.

D. Kegunaan Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pihak wali murid tentang betapa pentingnya pola asuh demokratis orang tua terhadap anak.

2. Memberikan masukan kepada pihak sekolah dan guru-guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam, guru-guru lainnya serta para calon guru untuk memberikan penyuluhan pentingnya pola asuh demokratis orang tua terhadap anak.

3. Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang pola asuh serta memperkaya wawasan dan keilmuan tentang pola asuh demokratis khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

4. Memperkaya wawasan dan keilmuan pada bidang mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

E. Penelitian Terdahulu

Dari penelitian terdahulu yang relevan dan terkait dengan penelitian ini, peneliti mengambil beberapa penelitian, diantaranya adalah:

1. Penelitian yang ditulis oleh Muhammad Naufal Surokoh dari IAIN Sunan

Ampel Surabaya tahun 2011 yang berjudul “Penerapan pola asuh


(22)

10

Pendidikan Agama Islam di SMKN 9 Surabaya” Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa, pola asuh orang tua secara demokratis yang diterapkan oleh para orang tua dari siswa SMKN 9 Surabaya membawa dampak yang positif untuk mengembangkan minat belajar Pendidikan Agama Islam. Gambaran minat anak siswa SMKN 9 Surabaya tercermin dalam wadah organisasi Sie Kerohanian Islam. Organisasi tersebut dapat menumbuhkan dan meningkatkan minat anggotanya untuk selalu aktif belajar Pendidikan Agama Islam.

2. Penelitian yang ditulis oleh Winarti dari UIN Syarif Hidayatullah tahun 2011 yang berjudul, “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Pembentukan Akhlak Anak Usia 7-12 Tahun di Ketapang Tangerang”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa, pengaruh pola asuh orang tua (demokratis, permisif, otoriter, dan penelantar) berpengaruh positif terhadap pembentukan akhlak anak usia 7-12 tahun di RT.02 RW.06 Ketapang Tangerang.

3. Penelitian yang ditulis oleh Aniq Hudiyah Bil Haq dari Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2011 yang berjudul, “Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis dengan Empati pada Anak Sekolah Inklusi dan Non-Inklusi.” Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh demokratis dengan empati yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,510 dengan p = 0,000 dengan p < 0,01.


(23)

11

Dari ketiga penelitian terdahulu tersebut variabel bebas sama-sama membahas tentang pola asuh namun dengan variabel terikat yang berbeda. Hasil pemaparan kesimpulan ketiga penelitian skripsi terdahulu tersebut, penerapan pola asuh orang tua yang baik atau demokratis dapat membawa dampak yang positif dalam menumbuhkan minat belajar, pembentukan akhlak usia 7-12 tahun, juga terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh demokratis dengan empati seorang anak. Sedangkan dalam hal ini penulis ingin bereksperimen tentang pengaruh pola asuh demokratis terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel penelitian yang dapat diamati.15 Untuk lebih jelas dan mempermudah pemahaman serta untuk

menghindari kesalahpahaman, maka peneliti menegaskan definisi operasional variabel-variabel penelitian sebagai berikut:

1. Pengaruh

Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.16

15 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, tentu.), 74. 16Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. (Surabaya: Appolo, 1997), 484.


(24)

12

Dalam penelitian ini pengaruh adalah yang menyebabkan sesuatu terjadi, baik secara langsung maupun tidak. Berarti yang menjadi penyebab secara langsung atau tidak terhadap prestasi belajar siswa.

2. Pola Asuh Demokratis Orang Tua a. Pola Asuh

Pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yakni bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat.17

b. Demokratis : memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, anak, dan orang tua.18

c. Orang tua : ayah dan ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Pada umumnya orang tua memiliki peranan yang penting dalam membesarkan anak.19

Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pola asuh demokratis orang tua adalah suatu pola yang diterapkan oleh orang tua dalam mengasuh anak dengan jalan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab dan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua.

Dalam definisi lain mengatakan bahwa pola asuh demokratis orang tua adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada anak

17 Hardywinoto dan Tony Setiabudhi, Anak Unggul Berotak Prima, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama 2002), 212.

18 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta : Gunung Mulia, 2008), 84.

19 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Dewasa, (Jakarta : Gunung Mulia, 2004), 59.


(25)

13

dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak yang bersikap rasional.20

3. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa

a. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya dalam menerima dan memahami materi yang telah diberikan kepadanya atau usaha siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.21

b. Pendidikan Agama Islam adalah sebuah kajian ilmu yang menjadi materi ajar yang bertujuan agar peserta didik mampu dalam menerapkan nilai-nilai Islam secara sadar (tanpa paksaan orang lain).22

c. Siswa : murid / orang yang sedang belajar

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya dalam menerima dan memahami materi yang telah diberikan kepadanya atau usaha siswa untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai Islam secara sadar (tanpa paksaan orang lain).

G. Sistematika Pembahasan

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan skripsi ini. Maka secara global penulis merinci dalam sistematika pembahasan ini sebagai berikut:

20 Al.Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2014), 16.

21 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Sinar Baru Algesindo, 2001), 54.


(26)

14

Bab pertama berisi tentang, pendahuluan, yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian, penelitian terdahulu, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian, definisi operasional, sistematika pembahasan.

Sedangkan bab kedua berisi tentang, pembahasan landasan teori, yang mencakup pembahasan tentang pola asuh demokratis yang meliputi pengertian pola asuh demokratis, ciri-ciri pola asuh demokratis, aspek pendukung pola asuh demokratis, elemen yang mempengaruhi pola asuh, kemudian kajian tentang prestasi belajar siswa yang di dalamnya meliputi pengertian prestasi belajar, indikator prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi berprestasi. Kemudian dilanjutkan membahas kajian inti yaitu tentang pengaruh pola asuh demokratis orang tua terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII SMP di Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya.

Selanjutnya bab ketiga merupakan penjelasan metode penelitian yang mencakup: pendekatan dan jenis penelitian, variabel dan indikator penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode dan instrumen penelitian, dan teknik analisis data.

Kemudian bab keempat memaparkan hasil penelitian dan pembahasan dari keseluruhan bab, yang meliputi gambaran umum obyek penelitian dan penyajian serta hasil analisis data.

Akhirnya bab kelima penutup hasil simpulan dari semua bab dan saran-saran dari peneliti untuk perbaikan-perbaikan yang mungkin dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Pola Asuh Demokratis Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh Demokratis Orang Tua

Pola asuh demokratis orang tua adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak yang bersikap rasional

atau pemikiran-pemikiran.1 Pola asuh demokratis ini memperhatikan dan

menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang bertanggung jawab dan dengan bimbingan secara penuh pengertian antara kedua belah pihak. Keinginan dan pendapat anak diperhatikan dan jika sesuai dengan norma-norma pada orang tua, maka disetujui untuk dilakukan. Sebaliknya, jika keinginan dan pendapatnya tidak sesuai, maka akan diberikan pengertian kepada anak secara rasional dan obyektif dengan meyakinkan perbuatannya. Jika itu baik, maka perlu dibiasakan dan jika tidak baik hendaknya tidak

dilakukan kembali. 2

Pola asuh ini dilakukan dengan mengedepankan kasih sayang dan perhatian, yang diiringi oleh penerapan disiplin yang tegas dan konsekuen. Di sisi lain, anak diberikan kebebasan untuk berpendapat dan kesempatan

1 Al.Tridhonanto & Beranda Agency,

Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2014), 16.

2 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta : Gunung Mulia, 2008), 84.


(28)

16

waktu untuk berdiskusi, sehingga terjalin komunikasi dua arah. Ketika

terjadi perbedaan pendapat, ia tetap dihargai dan diberikan pengertian.3

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang di antaranya bercirikan adanya kesamaan hak dan kewajiban orang tua dan anak, di mana anak di latih untuk mampu mempertanggungjawabkan sikap, ucapan, dan perilakunya. Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, percaya terhadap

kemampuan dirinya dan koperatif terhadap orang lain.4

Pola asuh demokratis menggunakan penjelasan mengapa sesuatu boleh atau tidak boleh dilakukan. Orang tua terbuka untuk berdiskusi dengan anak. Orang tua memandang anak sebagai individu yang patut di

dengar, dihargai, dan diberi kesempatan.5

Pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak yang mencerminkan hubungan keluarga yang sehat dan bahagia menimbulkan dorongan untuk berprestasi pada anak. Hubungan keluarga yang sehat dan bahagia dikenal

sebagai hasil dari pola asuh demokratis.6

3 Saeful Zaman & Aundriani Libertina,

Membuat Anak Rajin Belajar Itu Gampang, (Jakarta : Visimedia, 2012), 69.

4 Sudjto, Sutaryo, Kaelan, dkk, Prosiding Kongres Pancasila, (Yogyakarta : PSP Press, 2013), 140.

5 Pierre Sanjaya,

Good Parents Bad Parents, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), 107.

6 Hurlock, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarwo), (Jakarta : Erlangga, 1999), 112.


(29)

17

Dengan pola asuh demokratis ini, seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab untuk memperlihatkan suatu tingkah laku dan selanjutnya memupuk kepercayaan dirinya. Ia mampu bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan yang ada pada dirinya untuk memperoleh kepuasan dan menyesuaikan diri. Jika tingkah lakunya tidak berkenan bagi orang lain ia mampu menunda dan menghargai tuntutan pada lingkungannya sebagai sesuatu yang memang dapat berbeda dengan norma pribadinya. Pola asuh demokratis ini juga merupakan cara paling ideal untuk menanamkan sikap

disiplin pada diri anak.7

Pola asuh demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap saling terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis mencoba

menghargai kemampuan anak secara langsung.8

Pola asuh demokratis dipandang paling memadai untuk diterapkan terhadap para remaja dan anggota keluarga lainnya. Hal ini mengingat dalam sistem pola asuh demokratis aspirasi setiap individu terakomodasi dengan baik sehingga setiap individu dihormati sesuai dengan kapasitas dan

kapabilitasnya.9 Sistem pola asuh demokrasi mengajarkan kepada para

remaja bahwa hak dan kewajiban setiap individu harus dihormati

sebagaimana mestinya. 10

7 Ibid.

8 PsikologID, Who Am I? Personality Test, (Jakarta : PT. Tangga Pustaka, 2013), 65. 9 Wiwit Wahyuning, Jash & Metta Rahmadiana, Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak, (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2003), 131.

10 E.B. Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda, (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2009), 52.


(30)

18

Sistem pola asuh demokratis menghargai dan menghormati perbedaan sehingga setiap orang dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, sistem pola asuh demokratis akan mendorong setiap remaja dan anggota keluarga lainnya untuk bertumbuh

dan berkembang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas mereka.11

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak secara rasional dengan mengedepankan kasih sayang dan perhatian. Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap saling terbuka antara orang tua dan anak. Pola asuh demokratis menghasilkan karakteristik yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, percaya terhadap kemampuan dirinya dan kooperatif terhadap orang lain.

Terdapat beberapa cara yang dilakukan orang tua untuk memberikan dorongan positif demokratis pada anak, di antaranya adalah memperlihatkan kepercayaan, membangun respek diri atau tidak membanding-bandingkan, menghargai usaha dan perbaikan, fokus pada kekuatan atau kelebihan yang dimiliki anak, dan selalu miliki rasa humor. Kunci menjadi orang tua bijak

11 Ibid., 53.


(31)

19

adalah dengan menjaga hubungan yang harmonis, terbuka, saling respek,

dan berdasarkan kasih sayang.12

2. Ciri-Ciri Pola Asuh Demokratis Orang Tua

Pola asuh demokratis memiliki ciri-ciri pengasuhan sebagai berikut:

a. Anak diberikan kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol

internal.

b. Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan dilibatkan dalam

pengambilan keputusan.

c. Menerapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Saat orang tua

menggunakan hukuman fisik dan diberikan ketika seorang anak melakukan kesalahan, terbukti anak secara sadar menolak dan melakukan apa yang telah disetujui bersama, sehingga lebih bersikap edukatif.

d. Memprioritaskan kepentingan anak, namun tidak ragu-ragu

mengendalikan dan membimbing mereka.

e. Bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang

berlebihan dan melampaui kemampuan anak.

f. Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan

suatu tindakan.

g. Pendekatan kepada anak bersifat hangat.13

Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri pola asuh demokratis adalah anak diberikan kesempatan untuk mandiri yang diakui sebagai individu dan mampu mengambil keputusan dengan memprioritaskan kepentingan anak dan menjalin komunikasi yang hangat pada anak.

3. Tipologi Manusia yang Diterapkan dalam Pola Asuh Demokratis

Hipocrates berpendapat bahwa dalam tubuh manusia terdapat 4 zat cair dengan sifat-sifatnya yang berlainan, yaitu darah bersifat panas, lendir bersifat dingin, empedu hitam bersifat basah, dan empedu kuning bersifat kering.

12 Seto, Membangun Komunikasi, 11.


(32)

20

Ikhtisar dari pokok pikiran Hipocrates disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tipe Manusia Karakteristik Penyebab Dominan

Sanguinis Ekspansif, cepat, lincah. Periang, mudah tersenyum, tidak stabil, optimis.

Darah Koleris Garang, Mudah marah, mudah

tersinggung, pendendam, serius

Empedu kuning Flegmatis Lamban, sabar, plastis, tenang, dingin,

tidak mudah bergerak, tidak mudah terpengaruh

Lendir

Melankholis Pesimistis, pemurung, penakut Empedu hitam

Dalam pola asuh demokratis, tipe manusia yang sesuai untuk diterapkan dalam pola asuh ini adalah seluruh tipe, yakni sanguinis, koleris, flegmatis, dan melankolis. Karena pola asuh ini memberikan pengertian yang bertanggung jawab pada anak sehingga dapat membentuk anak menjadi disiplin, menghargai orang lain, dan mandiri dalam beraktifitas.

4. Elemen yang Mempengaruhi Pola Asuh

Terdapat beberapa elemen yang mempengaruhi pola asuh anak dengan baik, di antaranya adalah usia orang tua, keterlibatan orang tua, pendidikan orang tua, pengalaman sebelumnya mengasuh anak, stres orang tua, hubungan suami istri, budaya, dan status sosial ekonomi. Berikut penjelasan dari berbagai elemen yang mempengaruhi pola asuh :

a. Usia orang tua

Tujuan dari Undang-Undang Perkawinan sebagai salah satu upaya di dalam setiap pasangan dimungkinkan untuk siap secara fisik maupun psikososial untuk membentuk rumah tangga dan menjadi orang tua. Meskipun demikian, rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan


(33)

21

peran pengasuhan. Bila terlalu muda dan terlalu tua, maka tidak akan dapat menjalankan peran-peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.

b. Keterlibatan Orang Tua

Pendekatan dalam hubungan ayah dan bayi yang baru lahir, sama pentingnya dengan hubungan antara ibu dan bayi sehingga dalam proses persalinan, ibu dianjurkan ditemani suami dan begitu bayi lahir, suami diperbolehkan untuk menggendong langsung setelah ibunya mendekap dan menyusuinya. Dengan demikian, kedekatan hubungan antara ibu dan anaknya sama pentingnya dengan ayah dan anak walaupun secara kodrati akan ada perbedaan, tetapi tidak mengurangi makna penting hubungan tersebut. Seandainya ayah tidak dapat terlibat secara langsung pada saat bayi lahir, beberapa hari atau minggu dilanjutkan untuk terlibat dalam perawatan bayi seperti mengganti popok, bermain, dan berinteraksi.

c. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi kesiapan mereka menjalankan peran pengasuhan. Hal tersebut bertujuan agar menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan yaitu dengan terlibat aktif dalam setiap upaya pendidikan anak, menjaga kesehatan anak dengan secara reguler memeriksakan dan mencari pelayanan imunisasi, memberikan nutrisi yang kuat, memperhatikan keamanan dan melaksanakan praktik pencegahan


(34)

22

kecelakaan, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dalam perawatan anak.

d. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

Hasil penelitian membuktikan bahwa orang tua yang telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih tenang. Dalam hal lain, mereka akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal.

e. Stres Orang Tua

Stres yang dialami oleh ayah atau ibu atau keduanya akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menjalankan peran sebagai pengasuh, terutama dalam kaitannya dengan strategi menghadapi masalah yang dimiliki dalam menghadapi permasalahan anak. Walaupun demikian, kondisi anak juga dapat menyebabkan stres pada orang tua misalnya anak dengan tempramen yang sulit atau anak dengan masalah keterbelakangan mental.

Stres sebagai suatu perasaan tertekan yang disertai dengan meningkatnya emosi yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh orang tua, seperti marah yang berlangsung, lama, gelisah, cemas dan takut. Orang tua mengatasi stres dengan cara yang berbeda-beda. Orang tua yang mengalami stres, akan mencari kenyamanan atas kegelisahan jiwanya dengan cara berbicara kepada anak.


(35)

23

Hubungan yang kurang harmonis antara suami dan istri akan berpengaruh atas kemampuan mereka dalam menjalankan perannya sebagai orang tua dan merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia karena satu sama lain dapat saling memberi dukungan dan

menghadapi segala masalah dengan strategi yang positif.14

g. Budaya

Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik, maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.

h. Status Sosial Ekonomi

Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung lebih keras/lebih

permisif dalam mengasuh anak. 15 Hal tersebut dikarenakan orang tua

lebih disibukkan dengan pekerjaan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Sehingga orang tua memberikan kebebasan pada anak dan tidak memiliki waktu untuk mengontrol kegiatan sehari-hari mereka.

Dari beberapa elemen yang mempengaruhi pola asuh tersebut, dapat disimpulkan bahwa elemen yang dapat mempengaruhi pola asuh adalah usia orang tua untuk menjalankan peran secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial, keterlibatan orang tua dalam pengasuhan,

14 Al. Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola, 28.


(36)

24

tingkat pendidikan orang tua, hubungan hangat antara ibu dan ayah, juga kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di sekelilingnya.

5. Manfaat Pola Asuh Demokratis

Pola asuh tidak dapat terlepas dari indikator-indikator yang mempengaruhi terutama hal yang mendukung terjadinya proses pola

pengasuhan tersebut.16Pola asuh demokratis memberikan manfaat kepada

keluarga dan para remaja karena melalui pola asuh ini setiap remaja dan anggota keluarga lainnya akan belajar hal-hal sebagai berikut:

a. Menghargai pendapat orang lain

b. Menghormati perbedaan pendapat

c. Membangun dan membina dialog

d. Menghindarkan sikap mau menang sendiri

e. Memupuk persaudaraan dan persahabatan

f. Mengedepankan sikap tenggang rasa

g. Membangun kerjasama

h. Kepemimpinan kolektif

i. Menumbuhkan sikap kritis

j. Menghormati kesetaraan peran

k. Menumbuhkan semangat gotong royong

l. Mengembangkan potensi diri.

m.Memelihara hubungan erat antara orang tua dan anak17

Dari beberapa manfaat di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis dapat menjadikan anak bersikap tenggang rasa yang menghargai pendapat orang lain, mampu bekerjasama dengan menghormati kesetaraan peran dan mampu mengembangkan potensi diri yang dimilikinya.

Pola asuh demokratis menjunjung keterbukaan, pengakuan terhadap pendapat anak, dan kerjasama. Anak diberikan kebebasan, namun

16 Al. Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola, 44.

17 E.B. Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda, (Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2009), 53.


(37)

25

kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia diberikan kepercayaan

untuk mandiri tapi tetap dalam pengawasan .18

B.Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi mempunyai arti suatu

hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan.19

Menurut Abu Ahmadi, memberikan pengertian prestasi belajar adalah jika suatu kegiatan dapat memuaskan suatu kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya. Sumber penguat belajar dapat secara intrinsik (nilai, pengakuan, penghargaan) dan juga didapat secara

ekstrinsik (kegairahan untuk menyelidiki, mengartikan situasi. 20

Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya dalam menerima dan memahami materi yang telah diberikan kepadanya atau usaha siswa untuk mencapai tujuan

yang diharapkan.21

Prestasi belajar adalah puncak dari hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Salah satu

18 Fathi, Mendidik Anak dengan Al-Qur'an, (Bandung: Grasindo, 2011), 53.

19 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), 700.

20 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 132.

21 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Sinar Baru Algesindo, 2001), 54.


(38)

26

tes yang dapat melihat pencapaian hasil belajar siswa adalah dengan

melakukan tes prestasi belajar.22

Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya pada seorang anak dalam pendidikan baik yang dikerjakan atau bidang keilmuan. Prestasi belajar adalah hasil pencapaian maksimal menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap sesuatu yang dikerjakan, dipelajari, difahami dan

diterapkan.23

Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman, atau aplikasi suatu

konsep.24

Pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darajat sebagaimana dikutip oleh Majid dan Andayani, Pendidikan Agama Islam adalah “usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami ajaran Islam secara menyeluruh.25

Sedangkan menurut Tyar Yusuf sebagaikmana yang dikutip oleh Majid dan Andayani, Pendidikan Agama Islam adalah “usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dan

22 Femi Olivia, Teknik Ujian Efektif, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011), 73 23 Said Hamid Hasan, dkk, Bahan Pelatihan, (Jakarta : Desyantri, tt.), 34.

24Doantara Yasa. Aktivitas dan Prestasi Belajar. Dilihat di http://ipotes.wordpress.com. Diakses pada 10 Maret 2016

25 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 130.


(39)

27

keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa

kepada Allah SWT.”26

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk menanamkan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan kepada generasi muda agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT, dan menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

Karakteristik Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama, menurut Permendiknas No.20 tahun 2006 tentang standar isi, ruang lingkup Pendidikan Agama Islam SMP/MTs meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Al-Qur'an dan Hadits

b. Aqidah Akhlak

c. Fiqih

d. Sejarah Kebudayaan Islam27

Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam yaitu hasil yang telah dicapai anak didik dalam menerima dan memahami serta menerapkan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh guru atau orang tua. Penerapan tersebut meliputi penerapan nilai ibadah, nilai humanisme, keselamatan (kemaslahatan), nilai patriotisme (nasionalisme) ,

26 Ibid.

27 Permendiknas No. 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Tingkat SMP, MTs dan SMPLB, dalam file pdf, 2.


(40)

28

nilai semangat dalam pengembangan diri maupun masyarakat, dan

nilai-nilai kehidupan sehari-hari secara konsisten. 28

Pendidikan Agama Islam dapat diperoleh dari lingkungan sekolah, sehingga anak memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dipelajarinya sebagai bekal hidup di masa mendatang, mencintai negaranya, kuat jasmani dan ruhaninya, serta beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Pelajaran Pendidikan Agama Islam di sini meliputi fiqih, aqidah akhlak, sejarah kebudayaan Islam, dan Al-Qur'an & Al Hadist. Beberapa pelajaran tersebut saling terkait dan isinya termuat nilai-nilai Agama Islam secara universal.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar Pendidikan Agama Islam adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya dalam menerima dan memahami materi Pendidikan Agama Islam yang telah diberikan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Pendidikan Agama

Islam Siswa

Sebelum menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa, maka terlebih dahulu penulis akan mengungkapkan pendapat beberapa ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara umum :

28A. Rifqi Amin, Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi, (Yogyakarta : Deepublish, 2014), 37.


(41)

29

Menurut Sumadi Suryabrata, faktor yang mempengaruhi prestasi belajar digolongkan menjadi dua faktor yaitu :

a. Faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya atau faktor eksogen. Faktor

ini digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:

1) Faktor-faktor sosial

2) Faktor-faktor non-sosial

b. Faktor-faktor yang berasal dari dirinya sendiri atau endogen, juga

digolongkan menjadi dua bagian yaitu :

1) Faktor-faktor fisiologis

2) Faktor-faktor psikologi29

Sedangkan menurut Muhibbin Syah, membagi faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara lebih rinci dan lebih operasional ke dalam beberapa komponen di antaranya yaitu:

a. Faktor yang bersumber dari diri sendiri (faktor internal), yakni kondisi

atau keadaan jasmaniah (aspek fisiologis) dan keadaan rohaniah (aspek psikologis siswa), yang meliputi:

1) Aspek Fisiologis, seperti keadaan tonus (tegangan otot) yang

menandai tingkat kebugaran organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran sehingga menurunkan prestasi belajarnya, kondisi organ-organ indera yang terganggu juga menjadi penyebab siswa mengalami gangguan hasil belajar.


(42)

30

2) Aspek Psikologis, banyak faktor dapat mempengaruhi kuantitas dan

kualitas prestasi pembelajaran siswa, diantara faktor rohaniah yang mempengaruhi prestasi belajar anak antara lain tingkat kecerdasan/ intelegensi siswa, sikap, bakat siswa, minat siswa dan motivasi

siswa.30

b. Faktor Eksternal, dibagi menjadi dua yaitu faktor sosial dan faktor non

sosial.

1) Faktor Sosial, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

keadaan guru, teman-teman belajar, dan masyarakat. Peran keluarga dan pengaruh yang ditimbulkannya bukan hanya berdampak pada prestasi belajar saja, tetapi juga cenderung anak berperilaku

menyimpang. 31

2) Faktor non-sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, kondisi dan

jarak jalan ke sekolah, rumah tempat tinggal siswa, media pembelajaran belajar, cuaca, suhu, waktu belajar yang digunakan.

c. Faktor pendekatan belajar yakni strategi dan metode yang digunakan

siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran terhadap materi pelajaran. 32

Sedangkan menurut Oemar Hamalik, membagi secara lebih rinci dan lebih operasional ke dalam beberapa komponen di antaranya yaitu :

a. Faktor yang berasal dari diri sendiri, meliputi :

1) Kondisi kesehatan sering terganggu

30 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999), 131. 31 Ibid., 138.


(43)

31

2) Kurang niat terhadap mata pelajaran

3) Tidak mempunyai tujuan yang jelas dalam belajar

4) Kecakapan dalam mengikuti pelajaran

5) Kebiasaan belajar dan kurangnya kemampuan bahasa.

b. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah, meliputi:

1) Kurangnya alat pelajaran

2) Kurangnya buku bacaan

3) Cara yang digunakan pengajar dalam memberikan materi pelajaran

4) Bahan pelajaran yang kurang sesuai dengan kemampuan

5) Penyelenggaraan pelajaran yang terlalu padat

c. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga, meliputi :

1) Masalah bertamu, menerima tamu dan kurang perhatian orang tua

2) Masalah kemampuan ekonomi

3) Masalah putus sekolah (broken home)

4) Rindu terhadap kampung.

d. Faktor-faktor bersumber dari lingkungan masyarakat, meliputi :

1) Masalah gangguan dari jenis kelamin

2) Bekerja sambil belajar

3) Aktif organisasi/tidak dapat mengatur waktu senggang

4) Tidak mempunyai teman belajar/teman memecahkan masalah.33

Dari ketiga tokoh tersebut, Sumadi Suryabrata, Muhibbin Syah, dan Oemar Hamalik, memiliki kesamaan dalam pembagian komponen


(44)

32

yang mempengaruhi prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa, yakni dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri maupun dari luar. Hanya saja Muhibbin Syah menambahkan faktor pendekatan belajar dalam uraiannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan anak dalam proses belajar/prestasi belajar terutama Bidang Studi Pendidikan Agama Islam dipengaruhi faktor dari luar (eksternal) yang bersifat sosial atau non sosial, maupun faktor dari dalam (internal) juga mempunyai pengaruh bagi prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa.

3. Indikator dan Bentuk Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam

Indikator prestasi belajar dapat diartikan sebagai pengungkapan hasil belajar meliputi seluruh ranah psikologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Namun, pada kenyataannya untuk dapat mengungkapkan hal tersebut sangatlah sulit karena beberapa

perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba).34.

Tujuan dari pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai jenis-jenis prestasi belajar dan indikator-indikatornya adalah agar pemilihan dan penggunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliable, dan valid. Menurut Muhibbin Syah, kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data

34 Abin Syamsudin, Psikologi Kependidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 64.


(45)

33

hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk

adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang akan diukur.35

Pembahasan bentuk-bentuk prestasi belajar ini meliputi prestasi

belajar bidang kognitif (cognitive domain), prestasi belajar bidang afektif

(afective domain), dan prestasi belajar bidang psikomotor (psychomotor domain).36

Secara garis besar pembahasan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan indikator, dapat dinilai sebagai berikut :

a. Prestasi Belajar Bidang Kognitif (Cognitive Domain), meliputi:

1) Hasil belajar Pengetahuan Hafalan (Knowledge)

Pengetahuan hafalan termasuk pengetahuan yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, kode-kode tertentu, pasal hukum, ayat-ayat Al Quran atau Hadits, rumus, rukun shalat, niat, dan lain-lain.

Peninjauan sudut respon belajar siswa pengetahuan itu perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasai dengan baik. Dalam hal ini pakar psikologi pendidikan R. Ibrahim dan Nana Syaoudih menjelaskan bahwa belajar menghafal merupakan kegiatan belajar

35 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 2006), 214.

36 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), 223-224.


(46)

34

yang menekankan penguasaan pengetahuan atau fakta tanpa memberi

arti terhadap pengetahuan atau fakta tersebut. 37

2) Prestasi Belajar Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman memerlukan kemampuan dari peserta didik untuk menangkap makna atau arti sebuah konsep atau belajar yang segala

sesuatunya dipelajari dari makna.38Makna atau arti tergantung pada

kata yang menjadi simbul dari pengalaman yang pertama. Simbol-simbol yang mempunyai arti umum berguna bagi belajar, karena memberi simbol dan ekspresi hubungan dalam pengalaman dan

menjadi jalan keluarnya ide.39

Ada tiga macam bentuk pemahaman peserta didik yang berlaku secara umum yaitu :

a) Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna

yang terkandung di dalam materi.

b) Pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, simbol,

menggabungkan dua konsep yang berbeda yakni membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.

c) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan peserta didik untuk

melihat dibalik yang tertulis/implisit, meramalkan sesuatu atau memperluas wawasan.

37 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), 39.

38 Ibid.


(47)

35

3) Prestasi Belajar Penerapan

Prestasi belajar penerapan belajar analisis yaitu kesanggupan menerapkan dan merangkum suatu konsep, ide, rumus, hukum, dan situasi yang baru.

4) Prestasi Belajar Analisis

Hasil belajar analisis yaitu kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu konsep menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti serta mempunyai tingkatan.

5) Prestasi Belajar Sintesis

Hasil belajar sintesis yaitu kesanggupan menyatakan unsur atau bagian menjadi konsep.

6) Prestasi Belajar Evaluasi

Prestasi belajar evaluasi yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan indikator dan kriteria yang ditetapkan.

b. Prestasi Belajar Bidang Afektif (Afective Domain)

Prestasi belajar afektif berhubungan dengan sikap dan nilai. Prestasi belajar bidang afektif pada Pendidikan Agama Islam antara lain

berupa kesadaran beragama yang mantap.40Tingkatan prestasi belajar

bidang afektif, meliputi:


(48)

36

1) Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan

(stimulus) dari luar yang datang pada siswa baik dalam bentuk masalah situasi atau gejala.

2) Responding atau jawaban, yakni reaksi dari perasaan kepuasan dalam

menjawab rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada dirinya. 3) Valuing (penilaian), yakni prestasi belajar berkenaan dengan nilai dan

kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.

4) Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem nilai lain

dan kemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5) Karakteristiknilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari

semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi

pola kepribadian dan tingkah lakunya.41

c. Prestasi Belajar Bidang Psikomotor (Psychomotor Domain)

Prestasi atau kecakapan belajar psikomotor adalah segala amal atau perbuatan jasmaniah yang kongkrit dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka, sehingga merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap

mentalnya.42

Prestasi belajar bidang psikomotor pada Pendidikan Agama Islam antara lain kemampuan melaksanakan shalat, berwudhu, akhlak/perilaku, dan lain-lain. Prestasi belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk

41 Ibid.


(49)

37

keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang). Prestasi belajar bidang motorik ini, meliputi:

1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan-gerakan yang tidak sadar

atau tanpa dikendalikan)

2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

3) Keterampilan perseptual, termasuk di dalamnya membendakan visual,

membedakan auditif motorik dan lain-lain.

4) Kemampuan bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan

ketetapan gerakan atau gerakan yang luwes.

5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai

pada kemampuan keterampilan yang kompleks.

6) Kemampuan yang berkenaan dengan non-decursive, seperti gerakan

ekspresif dan interprestatif (gerakan mengandung makna).43

Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam apabila dikaitkan dengan belajar merupakan satu rangkaian tujuan akhir dari belajar Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu prestasi belajar Pendidikan Agama Islam bergantung pada proses belajar itu sendiri. Bila proses belajar baik, maka hasil yang dicapai atau prestasi belajarnya baik, tetapi bila proses belajarnya buruk dengan sendirinya prestasi belajarnya kurang baik. Untuk itu dalam proses belajar itu diperlukan perhatian khusus, baik dari siswa, alat, metode, media pembelajaran, serta profesionalisme pendidik (guru).

43 Ibid., 90.


(50)

38

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator prestasi belajar Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai pengungkapan hasil belajar Pendidikan Agama Islam, meliputi seluruh ranah psikologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Untuk menunjukkan hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah (afektif, kognitif dan psikomotorik) diperlukan indikator-indikator sebagai petunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu.

C.Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap Prestasi Belajar

Pendidikan Agama Islam Siswa

Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis, sangat memperhatikan dan menghargai kebebasan anak. Namun kebebasan yang bertanggung jawab dan dengan bimbingan secara penuh pengertian antara anak dan orang tua. Keluarga menjadi dasar untuk menanamkan dan mengembangkan dorongan berprestasi. Cara orang tua bertindak sebagai orang tua yang melakukan atau menerapkan pola asuh terhadap anak, memiliki peranan penting dalam menanamkan dan membina dorongan berprestasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Pola asuh ini mempunyai dasar pikiran bahwa semua anggota keluarga

harus belajar hidup saling menghargai sebagai sesama manusia.44 Jika seorang

anak telah terlatih untuk menyampaikan aspirasi mereka, ia akan terbiasa untuk hidup saling menghargai lingkungan sosial. Namun sebaliknya, jika orang tua

44 Seto, Membangun Komunikasi Bijak Orangtua dan Anak, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2007), 8.


(51)

39

terbiasa memaksakan kehendak untuk anaknya tanpa memikirkan kepentingan mereka, maka dampaknya seorang anak cenderung lebih tertutup kepribadiannya.

Setiap manusia dalam perkembangan kepribadiannya, dipengaruhi berbagai hal. Semua hal tersebut akan membentuk keyakinan pada diri mereka. Hal-hal itu antara lain berupa faktor hereditas (keturunan), suasana dan nilai dalam keluarga, model peran, metode pengasuhan, dan kontelasi keluarga (kedudukan psikologis anak dalam keluarga). Meskipun terdapat hal-hal yang berpengaruh di atas, orang tua masih harus mendorong agar anak memiliki keyakinan diri dan harga diri yang tinggi, potensi intelektual dan kepribadian

yang ada pada anak dapat teraktualisasi secara optimal.45 Pola asuh demokratis,

memberi keyakinan pada anak atas potensi yang ia miliki. Baik dalam potensi intelektual, bakat, dan minat anak. Sehingga dalam kesehariannya seorang anak lebih percaya diri akan kemampuannya dan cenderung lebih giat dalam mewujudkan prestasinya secara nyata.

Dorongan berprestasi yang berhubungan erat dengan aspek kepribadian perlu dibina sejak kecil khususnya dalam keluarga. Keluarga menjadi dasar untuk menanamkan dan mengembangkan dorongan berprestasi. Pola asuh demokratis menerapkan perlakuan kepada anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak yang bersikap rasional dengan mengedepankan kasih sayang dan perhatian. Sehingga seorang anak akan dengan mudah untuk mewujudkan impian prestasi di sekolah, terutama Pendidikan Agama Islam

45 Seto, Membangun Komunikasi Bijak Orangtua dan Anak, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2007), 9.


(52)

40

Pola asuh demokratis akan memperlakukan seorang anak dengan adanya kesamaan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak. Mereka akan memberikan dorongan kepada anak untuk berusaha pada tugas-tugas yang sulit. Jika seorang anak telah berhasil memperoleh prestasi tersebut, orang tua memberikan pujian atau hadiah. Hal tersebut untuk memotivasi usaha seorang anak agar lebih giat lagi mewujudkan impiannya. Orang tua juga mendorong anak untuk menemukan cara terbaik dalam meraih kesuksesan dan melarang anak untuk mengeluh dengan kegagalannya serta memberi saran untuk

menyelesaikan sesuatu yang lebih menantang.46

Pola asuh ini yang ditandai dengan sikap positif orang tua terhadap kehidupan anak. Sikap tersebut akan menumbuhkan konsep diri yang positif. Seorang anak akan merasa dirinya cukup berharga jika tumbuh konsep diri

yang positif.47 Jika seorang anak memiliki konsep diri yang positif, ia akan

termotivasi untuk belajar lebih matang dan mencapai prestasi Pendidikan Agama Islam dengan mudah dan menjalankan nilai-nilai agama Islam dengan sadar.

Pola asuh demokratis di antaranya bercirikan adanya kesamaan hak dan kewajiban orang tua dan anak, di mana anak dilatih untuk mampu mempertanggungjawabkan sikap, ucapan, dan perilakunya. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, anak yang

46 Gunarsa & Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), 98.


(53)

41

mandiri, dapat mengontrol diri, percaya terhadap kemampuan dirinya dan kooperatif terhadap orang lain. Sikap tersebut memperkuat rasa percaya diri pada anak. Ia mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi dengan mandiri. Sehingga seorang anak akan lebih mudah dalam mewujudkan potensi dirinya dalam menerima dan memahami materi Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Pola asuh demokratis sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak. Hal tersebut dikarenakan seorang anak dalam keluarga ini mengalami pertumbuhan awal dan dasar baik fisik maupun mentalnya. Dalam keluarga Islam, orang tua sebagai pendidik anak di lingkup keluarganya. Orang tua hendaknya memahami konsep, tugas, fungsi dan sifat-sifat pendidik muslim, dan mengupayakan anak-anaknya menjadi manusia kreatif dalam

kehidupannya.48 Dalam memahami nilai-nilai Islam, seorang anak dibekali

ilmu tersebut di lingkungan sekolah. Guru agama membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh pada pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai bekal hidup di masa mendatang, mencintai negaranya, kuat jasmani dan rohaninya, serta beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Orang tua yang terlibat langsung terhadap pendidikan anak, bukan hanya dalam pendidikan dalam keluarga namun juga dalam lembaga pendidikan formal akan memberikan pengaruh positif. Jika orang tua turut mendukung dan memotivasi anak, motivasi belajar anak meningkat, dan prestasi yang dicapai


(54)

42

juga akan meningkat.”49 Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

ditentukan jika seorang anak dapat menerima, memahami, menguraikan serta mengamalkan syariat Islam dengan sesuai dengan ajaran-Nya. Untuk mengetahui sejauh mana prestasi seorang siswa di sekolah dapat dilihat dari kesesuaian indikator pola asuh demokratis dengan nilai raport Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Indikator pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

1. Adanya sikap pemberian kebebasan yang bertanggung jawab dari orang tua

2. Adanya sikap responsif terhadap kebutuhan anak

3. Adanya sikap yang hangat dari orang tua dalam membimbing anak

4. Anak terlibat dalam pengambilan keputusan atas suatu masalah

5. Orang tua menghargai sikap disiplin anak

6. Adanya kesempatan bagi anak untuk berpendapat

7. Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar

8. Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak

sesuai

9. Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak

kepada anak

10. Orang tua memiliki pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.50

Indikator Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam, meliputi :

1. Siswa dapat memahami materi Pendidikan Agama Islam

49 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), 124.


(55)

43

2. Siswa dapat memahami makna ayat Al-Qur'an dan Hadits terkait dengan

materi

3. Siswa dapat menguraikan konsep Pendidikan Agama Islam

4. Siswa dapat mengamalkan materi Pendidikan Agama Islam dengan baik

5. Siswa dapat menjalankan nilai-nilai Agama Islam dengan sadar (tanpa

paksaan orang lain).

D.Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau mungkin juga salah.51

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, hipotesis adalah” Suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, samapai terbukti melalui

data yang terkumpul”.52

Kemudian menurut Sugiyono, Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di man rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap

masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris.53

Hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian ini adalah : “Adanya Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa”.

51 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), 63. 52 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet XIII, 7.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu proses dengan serangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis dengan tujuan dapat memecahkan masalah atau dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar penelitian terebut.1

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan oleh suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk

memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.2

A.Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi menjadi dua yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.

Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang menekankan analisis data menggunakan metode statistika. Metode ini, memberikan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan demikian, akan diperoleh hasil yang signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.3

Pendekatan positivisme adalah pendekatan ilmiah pada gejala lingkungan untuk diformulasikan menjadi pengetahuan yang bemakna. Tujuan penelitian

1 Sumadi Suryabrata,

Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo, 1995), 69.

2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), 6. 3 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), 5.


(57)

45

dengan pendekatan positivisme adalah menjelaskan yang pada akhirnya memungkinkan untuk memprediksi dan mengendalikan fenomena, benda-benda fisik atau manusia.4

Penelitian kuantitatif menggunakan alur pemikiran positivisme untuk mengkaji hal-hal yang ditemui di lapangan. Sebelum melakukan penelitian, maka kasus atau masalah yang akan diteliti sudah terlebih dahulu digolongkan masuk ke kuantitatif atau kualitatif, sehingga dalam proses selanjutnya peneliti tinggal melakukan riset dengan mengedepankan alur pemikiran yang tepat.5

Terkait penelitian yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VII di SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya termasuk penelitian yang analisis datanya menggunakan jenis penelitian kuantitatif yang menggunakan alur pemikiran positivisme untuk mengkaji hal-hal yang ditemui di lapangan.

B.Variabel dan indikator 1. Variabel

Variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan Variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel yang berdiri sendiri, tidak tergantung dan tidak terpengaruh oleh variabel lain. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang tidak bisa berdiri sendiri,

4 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif , (Yogyakarta : Rake Sarasih, 2008), 12. 5 Ibid.


(58)

46

tergantung, terpengaruh oleh variabel lain. Variabel ini dipengaruhi variabel lain.6

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel bebas : Pola asuh demokratis orang tua

b. Variabel terikat : Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa 2. Indikator Penelitian

Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan.7

Indikator yang digunakan sebagai ukuran penelitian dilakukan. Adapun indikator dari variabel X dan variabel Y dapat dilihat pada tabel berikut :

Table 3.1

Indikator Variabel X dan Variabel Y Variabel X

Pola Asuh Demokratis Orang Tua

Variabel Y

Prestasi Belajar Siswa Indikator dari pola asuh demokratis orang

tua adalah sebagai berikut:

a. Adanya sikap pemberian kebebasan yang bertanggung jawab dari orang tua

b. Adanya sikap responsif terhadap

kebutuhan anak

c. Adanya sikap yang hangat dari orang tua dalam membimbing anak

Indikator prestasi belajar PAI adalah nilai mata pelajaran PAI

siswa kelas VII

semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 yang

mencakup aspek

kognitif, afektif, dan

6Nursalam,

Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, (Jakarta :

Salemba Medika, 2008), 97.

7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka


(59)

47

d. Anak terlibat dalam pengambilan

keputusan atas suatu masalah

e. Orang tua menghargai sikap disiplin anak

f. Adanya kesempatan bagi anak untuk

berpendapat

g. Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar

h. Orang tua memberi penjelasan secara

rasional jika pendapat anak tidak sesuai

i. Orang tua membimbing dan mengarahkan

tanpa memaksakan kehendak kepada anak

j. Orang tua memiliki pandangan masa

depan yang jelas terhadap anak.8

psikomotorik yang

diperoleh dari nilai raport.

C.Populasi dan sampel 1. Populasi

Populasi adalah himpunan semua individu atau objek yang menjadi bahan pembicaraan atau bahan studi oleh peneliti. Populasi dalam statistika dapat berarti populasi benda hidup, benda mati, atau benda abstrak. Populasi adalah bahan yang dijadikan objek oleh peneliti.9

Populasi juga merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek menyeluruh yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti.10

8 Al.Tridhonanto & Beranda Agency,

Mengembangkan Pola, h. 17.

9 Turmudi, Sri Harini , Metode Statistika, ( Malang : UIN – MALANG PRESS), 8. 10 Sugiono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung : Alfabeta, 2010), cet Ke-17, 61.


(60)

48

Populasi juga dapat diartikan sebagai satuan analisis yang hendak diteliti oleh peneliti, dalam hal ini adalah individu-individu responden. Populasi dalam penelitian ini meliputi:

a. Kepala Sekolah SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya

b. Guru Agama SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya

c. Seluruh siswa kelas VII SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya sebanyak

72 siswa tahun ajaran 2015/2016

d. Sebagian wali murid kelas VII SMP Kyai Hasyim Tenggilis Surabaya

Selengkapnya populasi siswa dalam penelitian ini terangkum dalam tabel berikut:

Table 3.2

Populasi penelitian siswa

Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

VII a 21 15 36

VII b 20 16 36

Jumlah 72

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Pengambilan sampel harus secara representatif bagi populasi, karena analisis penelitian sangat bergantung pada sampel sedangkan kesimpulannya akan diterapkan pada populasi sehingga sangatlah penting untuk memperoleh sampel yang representatif bagi populasi yang menjadi objek penelitian.11


(1)

108

Laboratorium komputer. Karena untuk menghadapi zaman saat ini, siswa tidak hanya dituntut untuk penguasaan materi saja namun juga diperlukan keterampilan dalam teknologi.

4. Untuk orang tua siswa sebagai pengasuh siswa di rumah, hendaknya menerapkan pola asuh demokratis yang baik agar seorang anak lebih disiplin dalam belajar sehingga dapat memperoleh prestasi yang maksimal di sekolah. Karena hasil dari angket yang diberikan pada siswa masih terdapat 20% orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Irianto. 2015. Statistik (Konsep Dasar, Aplikasi dan Pengembangannya).

Jakarta : Kencana.

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.

Amin, A. Rifqi. 2014. Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Deepublish.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin, tt. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Azwar, Saifuddin. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap.Surabaya: Appolo.

Departemen Agama RI. 2000. Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur'an. At Tahrim: 6.

Elizabeth B. Hurlock. 2002. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga.

Fathi. 2011. Mendidik Anak dengan Al-Qur'an. Bandung: Grasindo.

Gulo. tt. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo.

Gunarsa D, Singgih. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Gunung Mulia


(3)

Gunarsa & Gunarsa. 1995. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Alumni.

Hasan, Said Hamid, dkk. tt. Bahan Pelatihan, Jakarta : Desyantri.

Hawadi, Reni Akbar. tt. Akselerasi-Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo.

Hidayah, Rifa. 2009. Psikologi Pengasuhan Anak. Malang : UIN-Malang Press.

Hurlock. 1999. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta : Erlangga.

Ibrahim dan Syaodih,Nana. 2003. Perencanaan Pengajaran, Jakarta : Rineka Cipta.

Majid, Abdul dan Andayani, Dian. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Maryati, Kun dan Suryawati, Juju. 2006. Sosiologi. Jakarta : Erlangga.

Misbahuddin dan Hasan, Iqbal. 2013. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik.


(4)

Muhadjir, Noeng. 2008 Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasih.

Mustaqim dan Wahib, Abdul. 1991. Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Olivia, Femi. 2011. Teknik Ujian Efektif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Patmonodewo, Soemiarti. 2008. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Patoni, Achmad. 2004. Dinamika Pendidikan Anak. Jakarta : Bina Ilmu.

Permendiknas No. 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Tingkat SMP, MTs dan SMPLB, dalam file pdf, 2.

PsikologID. 2013. Who Am I? Personality Test. Jakarta : PT. Tangga Pustaka.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.

Sanjaya, Pierre. 2011. Good Parents Bad Parents, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Setiabudhi ,Tony dan Hardywinoto. 2002 Anak Unggul Berotak Prima, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.


(5)

Simbolon, Hotman. 2009. Statistika. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suryabrataa, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Press

Syamsudin, Abin. 2009. Psikologi Kependidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Subakti. 2009. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Sudjana, Nana. 2001. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Sinar Baru Algesindo.

Sudijono, Anas. 2012. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers.

Sudjto, Sutaryo, Kaelan, dkk. 2013. Prosiding Kongres Pancasila. Yogyakarta : PSP Press.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.

Sugiono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Surya, Hendra. 2010. Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul.

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.


(6)

Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya.

Turmudi dan Harini, Sri. tt. Metode Statistika. Malang : UIN – MALANG PRESS

Tridhonanto & Agency, Beranda. 2014. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis.

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara.

Wahyuning, Wiwit, Jash & Rahmadiana, Metta. 2003. Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Widyarini, Nilam. tt. Relasi Orang Tua dan Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Zaman, Saeful & Libertina, Aundriani. 2012. Membuat Anak Rajin Belajar Itu Gampang. Jakarta : Visimedia.

Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

https://achmadsuhaidi.wordpress.com/2014/02/26/pengertian-sumber-data-jenis-jenis-data-dan-metode-pengumpulan-data/, diakses pada 13 April 2016

http://ipotes.wordpress.com. Diakses pada 10 Maret 2016.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS V SD NEGERI JERUKAGUNG 2 SRUMBUNG

0 2 86

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR Hubungan Persepsi Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dengan Prestasi Belajar.

0 2 17

PENDAHULUAN Hubungan Persepsi Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dengan Prestasi Belajar.

1 1 7

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VII SMP NURUL ISLAM Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP Nurul Islam Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012.

0 1 18

PENDAHULUAN Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP Nurul Islam Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012.

0 0 9

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VII SMP NURUL ISLAM Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP Nurul Islam Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012.

0 2 19

Pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya.

1 3 114

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VIII SMPN 1 Gandusari Trenggalek - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 24

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VIII SMPN 1 Gandusari Trenggalek - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 15

PENGARUH KEPEMIMPINAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA DI SMP NEGERI 1 SUNGGUMINASA

0 0 88