Pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya.

(1)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMP MUHAMMADIYAH 4 GADUNG SURABAYA

SKRIPSI

Oleh : Nur Hayati D71213126

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nur Hayati,D71213126, 2017. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Siswa SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya

Pembimbing : (1) Dr. H. Syamsudin, M.Ag.(2) Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Kata Kunci : Pola Asuh Orang Tua dan Prestasi Belajar Siswa

“Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya”, jadi keberhasilan belajar peserta didik juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua peserta didik. Pola Asuh menurut agama adalah cara memperlakukan anak sesuai dengan ajaran agama berarti memehami anak dari berbagai aspek, dan memahami anak dengan memberikan pola asuh yang baik, menjaga anak dan harta anak yatim, menerima, mamberi perlindungan, pemeliharaan, perawatan dan kasih sayang sebaik – baiknya.MenurutYatim danIrwanto, adatigacarayangdigunakan oleh orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Ketigapola tersebut adalah: Pola asuh otoriter ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi, orang tua memaksa anak untuk berperilaku seperti yang diinginkannya. Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang tua akan menghukum anak, biasanya hukuman yang bersifat fisik. Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya dan belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa adanya pertimbangan orang tua.

Presatasi belajar terdiri dari dua kata yaitu : Prestasi dan belajar, prestasi menurut bahasa adalah hasil belajar yang telah dicapai. Menurut Suharsini Arikunto mengarti belajar sebagai sesuatu yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri si pelaku belajar. Belajar menurut bahasa yaitu berusaha memperoleh pengetahuan atau ilmu. Sedangkan menurut Oemar Hamalik, belajar adalah sebagai bentuk pertumbuhan dan perubahan baru dalam bertingkah laku berkat pengalaman dan latihan.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode ini digunakan untuk mencari hubungan dua variabel yang berbeda dengan rumus-rumus statistik. Dalam penelitian ini menerapkan korelasi atau hubungan antara dua variabel yakni pembuktian ada tidaknya pengaruh variabel X terhadap varibel Y. Dengan menggunakan rumus teknik analisis Chi Square / khi kuadrat.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ...vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...viii

ABSTRAK ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I : PENDAHULUAN ...1

A. LatarBelakangMasalah ...1

B. Batasan Masalah...6

C. RumusanMasalah ...6

D. Tujuan Penelitian ...7

E. Manfaat Penelitian ...7


(8)

G. Sistematika Pembahasan ...12

BAB II :LANDASAN TEORI ...13

A. Tinjauan tentang Pola Asuh 1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua ...13

2. Cara Mendidik ...17

3. Macam-macam bentuk Pola Asuh ...20

4. Kesalahan Dalam Mendidik Anak Dirumah ...26

5. Orang Tua dan Perannya ...31

B. Tinjauan tentang Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar ...36

2. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ...38

3. Keberhasilan Prestasi Belajar ...44

4. Fungsi dan Kegunaan Prestasi Belajar ...46

5. Jenis-jenis Prestasi Belajar ...47

C. Tinjauan tentang Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar 1. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar ...52

BAB III :METODE PENELITIAN ...56

A. Jenis Penelitian ...56

B. Variabel Penelitian ...56

C. Hipotesis ...58


(9)

E. Jenis dan Sumber Data ...61

F. Teknik Pengumpulan Data ...61

G. Teknik Analisis Data ...63

BAB IV :PEMAPARAN DATA HASIL PENELITIAN ...66

A. Gambaran Umum SMP Muhammdiyah 4 Gadung Surabaya 1. Sejarah Singkat SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya ...66

2. Letak Geografis SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya ...67

3. Visi, Misi, Nilai dan Tujuan SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya ...69

4. Profil Sekolah SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya ...71

5. Struktur Organisasi SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya .72 6. Tenaga Kerja dan Karyawan SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya ...73

7. Keadaan Sarana Prasarana ...79

B. Paparan hasil data penelitian SMP Muhammadiyah 4Gadung Surabaya 1. Penyajian Data ...84

2. Analisis Data ...94

BAB V :PENUTUP ...99

A. Kesimpulan ...99

B. Saran ...100


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Pola asuh yaitu merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai pewujud dan dari rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya. Anak pada dasarnya merupakan amanat yang harus dipelihara dan keberadaan anak itu merupakan hasil dari buah kasih sayang antara ibu dan ayah yang diikat oleh tali perkawinan dalam rumah tangga yang sakinah sejalan dengan harapan Islam.

Orang tua bisa berarti ayah, ibu atau wali dalam keluarga yang bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Keluarga memiliki peran dalam pendidikan anak dan berpengaruh terhadap kepribadian anak. Perhatian, kasih sayang, materi harus secara seimbang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Penyediaan fasilitas belajar dan lingkungan belajar yang nyaman, tenang dan aman akan mendorong peserta didik untuk lebih semangat dalam belajar dan meraih prestasi yang optimal.

Mengasuh anak adalah mendidik dan memelihara anak, seperti mengurus makannya, pakaiannya dan kebersihannya dalam periode pertama sampai dewasa. Keluarga merupakan “jaringan sosial” yang terpenting bagi anak pada masa-masa awal kehidupan. Sehingga


(11)

2

hubungan dengan keluarga merupakan landasan sikap terhadap orang.1 Kingsley Price dalam bukunya Mansur mengungkapkan: “Sebagai orang tua dalam membimbing anak-anaknya harus menggunakan seni dalam mengorganisasikan pola asuh dan dalam memotivasi anak-anaknya dalam keluarga untuk mencapai tujuan akhir sesuai dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri yakni mencapai manusia insan kamil”.

Orang tua adalah orang terdekat dan merupakan pendidik pertama dan utama bagi seorang anak. Karena sebelum memasuki usia prasekolah hingga usia sekolah, seorang anak sudah menerima pendidikan soal nilai-nilai hidup dari orang tua. Adapun guru disekolah, guru les, ataupun guru-guru ditempat lain hanyalah guru-guru pendamping.2 Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain itu peranan keluarga yaitu mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan disekolah.3

Selain itu para orang tua dapat mempengaruhi kepribadian anak-anaknya secara signifikan melalui berbagai macam hal yang mereka lakukan dan yang tidak mereka lakukan dan yang tidak boleh mereka lakukan. Komunikasi antara orangtua-anak, maupun pergaulan antara

1Arini Hidayat, “Televiia dan Perkembangan Sosial Anak”, (Yogy

akarta: Pustaka Belajar, 1998), h. 41.

2

Fatchurrahman, dkk., “Strategi Membangun Sinergi Guru dan Orang Tua Siswa”, (Yogyakarta: PT Citra Aji Parama, 2012), h. 66.

3


(12)

3

orangtua-anak, sikap dan perlakuan orangtua terhadap anaknya, rasa dan penerimaan tanggung jawab orangtua terhadap anaknya akan membawa dampak pada kehidupan anak di masa kini maupun di hari tuanya.4 Beberapa hal dari orang tua yang dapat berpengaruh yaitu diantaranya adalah pola asuh orang tua. Pola asuh yang berbeda-beda berkaitan erat dengan sifat kepribadian yang berbeda-beda pada anak.

Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.5 Dalam hal ini keluarga dan lingkungan sekitar yang punya pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan seorang anak, terutama dalam hal memperoleh pendidikan agama, agar bisa mempunyai kepribadian yang mencerminkan nilai-nilai agama Islam.6 Demikianlah peran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak-anaknya baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu.

“Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya”7

, jadi keberhasilan belajar peserta didik juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua peserta didik. Pola asuh orang tua berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Menurut Yatim

4Kartini kartono, “Perana Keluarga Memandu Anak”,

(Jakarta: CV. Rajawali, 1992), h. v

5

Swastojo (ed), “Seni Mendidik”, (Jakarta : Bina Ilmu, 1961), h. 78

6

Nur uhbiyati,” Ilmu Pendidikan Islam (IPI)”, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 9.

7Slameto. “Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya”.

(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 60.


(13)

4

dan Irwanto, ada tiga cara yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Ketiga pola tersebut adalah:

1) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi, orang tua memaksa anak untuk berperilaku seperti yang diinginkannya. Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang tua akan menghukum anak, biasanya hukuman yang bersifat fisik.

2) Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak

diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat,

perasaan, dan keinginannya dan belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain.

3) Pola Asuh Permisi

Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan


(14)

5

diserahkan kepada anak tanpa adanya pertimbangan orang tua.8

Pola asuh yang seharusnya dilakukan orang tua adalah pola asuh yang demokratis, yaitu pola asuh yang penuh dengan kasih sayang yang tulus, menempatkan anak dalam posisi yang penting dalam keluarga, memberikan arahan kepada anak, serta selalu membangun hubungan yang harmonis dalam keluarga. Dengan demikian akan tercipta suasana rumah yang nyaman untuk anak, yang akan mendorong anak untuk lebih semangat dalam belajar.

ْنِم ْاوضَفنَا ِبْلَقْلا َظيِلَغ ًاّظَف َتنُك ْوَلَو ْمََُ َتنِل ِّّا َنِّم ٍةََْْر اَمِبَف

اَذِإَف ِرْمَأا ِِ ْمُْرِواَشَو ْمََُ ْرِفْغَ تْساَو ْمُهْ نَع ُفْعاَف َكِلْوَح

َتْمَزَع

َنِلِّكَوَ تُمْلا بُُِ َّّا نِإ ِّّا ىَلَع ْلكَوَ تَ ف

-٩٥١

-

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu

ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal

kepada-Nya.”(Q.S. ali-Imron[3]: 159).

Slameto“ menyatakan hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan, arahan dan bila perlu hukuman-hukuman untuk mesukseskan belajar anak”.9

8

Yatim, D.I. dan Irwanto, “kepribadian, keluarga, dan nark otika: tijauan sosial Psikologi”, (Jakarta: Arcan, 1991). h. 96-97.

9


(15)

6

Hubungan yang terjalin harmonis dalam keluarga, perhatian yang tulus dan penuh kasih sayang dari orang tua akan memberikan rasa nyaman bagi peserta didik dalam belajar. Dengan demikian perlu adanya komunikasi antar anggota keluarga yang baik agar tercipta suasana yang membuat peserta didik merasa nyaman dan aman di rumah untuk mendukung kegiatan belajarnya. Arahan dari orang tua tentang pentingnya belajar dan disertai bimbingan dari orang tua terhadap anak akan dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi pada anak sehingga anak akan mudah dalam mencapai prestasi belajar yang optimal.

B. Batasan masalah

Dalam hal ini penulis membatasi pembahasan, problematika pada prestasi belajar mapel Al-Islam siswa kelas VIII di SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya.

C. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk pola asuh orang tua siswa di SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya?

2. Bagaimanakah keadaan prestasi belajar mapel Al-Islam siswa di SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya?


(16)

7

3. Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar mapel Al-Islam siswa di SMP Muhammdiyah 4 Gadung Surabaya?

D. Tujuan

Dari beberapa hal rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk pola asuh orang tua siswa di SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya.

2. Untuk mengetahui prestasi belajar mapel Al-Islam siswa di SMP Muhammadiyah 4 Gadung Surabaya.

3. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar mapel Al-Islam siswa di SMP Muhammdiyah 4 Gadung Surabaya.

E. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Bagi bidang penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat praktis a. Bagi orang tua

Memberikan masukan kepada pihak wali murid tentang betapa pentingnya pola asuh orang tua terhadap anak.


(17)

8

b. Bagi guru

Memberikan masukan kepada pihak sekolah dan guru-guru khususnya guru mapel Al-Islam, guru-guru lainnya serta para calon guru untuk memperhatikan pentingnya pola asuh orang tua terhadap anak. Karena guru juga merupakan orang tua bagi siswa disekolah.

c. Penulis dan pembaca

Memberikan pemahaman tentang pola asuh serta memperkaya wawasan dan keilmuan tentang pola asuh orang tua khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

F. Definisi Oprasional

Pengaruh merupakan daya yang timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak atau kepercayaan atau perbuatan seseorang.

Pengertian Pengaruh Menurut Norman Barry

Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.


(18)

9

A mempunyai pengaruh atas B sejauh ia dapat menyebabkan B untuk berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak akan B lakukan

Pola Asuh Orang Tua

a. Pola Asuh

Pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yakni bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat.10

b. Orang tua

Orang tua : ayah dan ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Pada umumnya orang tua memiliki peranan yang penting dalam membesarkan anak.

Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah suatu pola yang diterapkan oleh orang tua dalam mengasuh anak dengan harapan orang tua dapat memberikan kebebasan yang bertanggung jawab dan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua.

10

Singgih D. Gunarsa, “Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Dewasa”, (Jakarta : Gunung Mulia, 2004), h. 59.


(19)

10

Dalam definisi lain mengatakan bahwa pola asuh orang tua adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak yang bersikap rasional.

Prestasi Belajar Siswa

a.Presatasi belajar

terdiri dari dua kata yaitu : Prestasi dan belajar, prestasi menurut bahasa adalah hasil belajar yang telah dicapai.11 Menurut Suharsini Arikunto mengarti belajar sebagai sesuatu yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri si pelaku belajar.12 Belajar menurut bahasa yaitu berusaha memperoleh pengetahuan atau ilmu. Sedangkan menurut

Oemar Hamalik, belajar adalah sebagai bentuk

pertumbuhan dan perubahan baru dalam bertingkah laku berkat pengalaman dan latihan.13

Dari beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa prestasi belajar merupakan kemampuan sipelaku belajar dalam usahanya untuk mengadakan perubahan

11

Lukman Ali, “Kamus besar bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai pusataka, 1991), h. 797.

12

Suharsini Arikunto, “Manajemen pengajaran secara manusiawi”, (Jakarta: PT Rineke Cipta, 1993), h. 19.

13


(20)

11

berkat pengalaman dan pelatihan sehingga mendapatkan pengalaman baru, konsep dan ketrampilan serta terbentuk sikap yang baru.

b.Siswa : murid / orang yang sedang belajar

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Prestasi Belajar Al-Islam (Pendidikan Agama Islam) Siswa adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya dalam menerima dan memahami materi yang telah diberikan kepadanya atau usaha siswa untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai Islam secara sadar (tanpa paksaan orang lain).

Prestasi belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.sedangkan menurut Sardiman “belajar merupakan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya.”14 Prestasi belajar yang sering disebut juga hasil belajar yang artinya apa yang telah dicapai oleh suatu siswa setelah melakukan kegiatan balajar yang mencakup aspek kongnitif, afektif dan psikomotor.

14

A. M, Sardi a , “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 22.


(21)

12

G. Sistematika pembahasan

Untuk mengetahui gambaran keseluruhan pada penelitian ini, maka peneliti akan sampaikan garis-garis besar dalam sistematika pembahasan, sistematika pembahasan dalam skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir.

Bab satu : Pendahuluan, dalam bab ini meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab dua : Pola asuh orang tua (Pengertian pola asuh orang tua, cara mendidik, bentuk pola asuh, kesalahan dalam mendidik anak dirumah. Orantua dan perannya. Prestasi belajar (pengertian prestasi belajar, jenis dan macam prestasi belajar).

Bab tiga : Metodologi Penelitian, dalam bab ini meliputi: Jenis Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi dan Sampel, Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data.

Bab empat : Paparan dan analisis data meliputi: Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Penyajian Data, Analisis Data.

Bab lima : Penutup, dalam bab ini meliputi: Kesimpulan dan Saran…. Kemudian bagian akhir dari skripsi ini terdiri daftar pustaka dan lampiran-lampiran seperti daftar riwayat hidup, tabulasi hasil angket dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Pola asuh

1. Pengertian pola asuh

Secara epistimologi kata pola diartikan sebagai cara kerja, dan kata asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri, atau dalam bahasa populernya adalah cara mendidik. Secara terminologi pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak.1 Menurut Gunarsa Singgih dalam bukunya Psikologi Remaja, Pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.2

Pola Asuh menurut agama adalah cara memperlakukan anak sesuai dengan ajaran agama berarti memehami anak dari berbagai aspek, dan memahami anak dengan memberikan pola asuh yang baik, menjaga anak

1

Chabib Thoha, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), Cet. 1, h. 109.

2

Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Gunarsa, Singgih D , “PsikologiRemaja”, (Jakarta: Gunung Mulia, 2007), cet. 16, hlm. 109.


(23)

14

dan harta anak yatim, menerima, mamberi perlindungan, pemeliharaan, perawatan dan kasih sayang sebaik – baiknya.

ْمُوُطِلاَُُ ْنِإَو ٌرْ يَخ ْمُهَ ٌحَاْصِإ ْلُق ىَماَتَ يْلا ِنَع َكَنوُلَأْسَيَو ِةَرِخآاَو اَيْ نُدلا ِِ

ُّّاَو ْمُكُناَوْخِإَف

َّّا هنِإ ْمُكَتَ نْعأ ُّّا ءاَش ْوَلَو ِحِلْصُمْلا َنِم َدِسْفُمْلا ُمَلْعَ ي

ٌميِكَح ٌزيِزَع

-٢٢ٓ

-

tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu

(Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki

keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah Mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah Menghendaki, niscaya Dia Datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh,

Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”. (QS Al Baqoroh:220).

Dari beberapa pengertian maka yang dimaksud pola asuh dalam penelitian ini adalah cara orang tua bertindak sebagai suatu aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik secara individu atau bersama – sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anaknya.

Masalah dalam praktik pendidikan dikenal berbagai macam gaya praktik mendidik yang dilakukan oleh guru sehingga hal itu berakibat pada gaya tingkah laku yang dihasilkan pada anak-anak juga akan bermacam-macam. Dengan kata lain, setiap gaya praktik mendidik yang dilakukan guru kepada anak-anak akan memiliki dampak sendiri-sendiri tergantung dari karakter anak dan gaya praktik memdidik guru.

Umumnya gaya praktik mendidik formal disekolah-sekolah adalah seragam dengan teori dan filsafat pendidikan tertentu. Contohnya dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia menggunakan standar teori


(24)

15

konvergensi dan filsafat Pancasila sehingga secara makro gaya pratik pendidikan formal di Indonesia adalah sama, yaitu pendidikan holistik seutuhnya. Kaitanya dengan tujuan pendisiplinan anak di Indonesia dipakai orientasi disiplin nasional.3

Dalam mendidik anak yang didasarkan pada ajaran agama Islam sesungguhnya telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam praktik mendidik anak-anak terjadi hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Secara rinci hubungan antara anak dan orangua tersebut dibagi menjadi tiga segi. Pertama, hubungan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Menurut pandangan Islam anak adalah amanah yang dititipkan Allah Swt. Kepada orang tua si anak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dan dididik dengan sebaik-baiknya.

Kedua, hubungan kasih sayang. Setiap orang yang telah hidup berkeluarga pasti mengharapkan kehadiran anak-anak dalam rumah tangganya. Sebab, anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayangnya. Sering dijumpai dalam kehidupan berumah tangga, walaupun dikaruniai harta benda berlimpah, kehidupan rumah tangga serasa belum lengkap kalau belum dikaruniai anak. Hal itu disebabkan anak merupakan perhiasan hidup di dunia. Allah telah berfirman:

3Fudyartanto, “ Psikologi Pendidikan”, (Yogyakarta: Global Jakarta, 2002), h. 37


(25)

16

َكِّبَر َدنِع ٌرْ يَخ ُتاَِْاهصلا ُتاَيِقاَبْلاَو اَيْ نُدلا ِةاَيَْْا ُةَنيِز َنوُنَ بْلاَو ُلاَمْلا

ًاَمَأ ٌرْ يَخَو ًااَوَ ث

-

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya disisi

Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS Al-Kahfi [18]: 46)

Ketiga, hubungan masa depan. Dari sudut pandang teologi, anak merupakan investasi masa depan di akhirat bagi orang tuanya. Nak yang shaleh akan selalu mengalirkan pahala kepada kedua orang tuanya.4

Diakui kalangan masyarakat kita bahwa tuntutan mendidik anak pada zaman sekarang ibarat menggiring domba ditenggah kawanan serigala. Sedikit saja kita lengah, domba itu bisa habis dimangsanya. Terlebih lagi, anak dalam usianya berada pada proses pencarian bentuk dan identitas. Pada usianya itu anak akan selalu mencari alternatif-alternatif dalam kehidupan yang dihadapi. Oleh karena itu, orang tua harus berhati-hati dalam menawarkan figur-figur yang akan menjadi pilihan mereka. Sebab, anak selalu merekam dalam benaknya semua bentuk dan tawaran yang dihadirkan dihadapanya. terlebih lagi, tawaran-tawaran itu hadir dalam lingkungan keluarganya. Seperti perkataan-perkataan dan perbuatan yang dilakukan oleh orang tuanya. Frank Outlaw menuliskan yang artinya, hati-hati dengan pikiranmu karena akan menjelma menjadi kata. Hati-hati dengan kata-kata yang kau ucapkan karena melahirkan tindakan. Hati-hati dengan tindakan-tindakanmu karena akan membentuk kebiasaan. Hati-hati dengan kebiasaanmu karena akan membentuk karaktermu. Dan, awas, perhatikan karaktermu karena akan menentukan nasibmu (Frank Outlaw).

4


(26)

17

Intinya, orang tua dalam mendidik anak–anak hendaknya dengan perkataan dan perbuatan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan, terutama dihadapan Allah.5

Sekiranya orang tua dalam mendidik anak-anaknya dilakukan secara asal-asalan dan tidak terarah, pada akhirnya yang akan mengalami kerugian adalah anak dan orangtuanya. Berkaitan kasus ini, Allah telah berfirman:

اوُقه تَ يْلَ ف ْمِهْيَلَع ْاوُفاَخ ًافاَعِض ًةهيِّرُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم ْاوُكَرَ ت ْوَل َنيِذهلا َشْخَيْلَو

ًاديِدَس ًاْوَ ق ْاوُلوُقَ يْلَو َّّا

-

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan

tutur kata yang benar”. (QS an-Nisa’[4]: 9).6

2. Cara Mendidik

Cara mendidik anak agar berdampak positif terhadap anak dengan karakter anak yang cerdas, tangguh, dan qurrata a‟yun minimal harus mencakup tiga karakter, yaitu karakter kagamaan, karakter pembelajaran, dan karakter keterampilan dan mandiri. Dalam Fahma edisi Mei 2006, ketiga karakter pembentuk anak cerdas, tangguh, dan qurrata a‟yun tersebut dijelaskan sebagai berikut. Pertama, karakter keagamaan. Karakter keagamaan dicapai dengan menumbuhkan pemahaman nilai-nilai kebenaran (tauhid), pembiasaan beribadah (shalat, doa, dzikir, membaca

5M. Adhim Fauzil, “saat berharga untuk anak kita”,

(Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), h. 52.

6

Purwa Atmaja Prawira, “Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru”, (Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2014), h. 209-212.


(27)

18

dan hafalan al-Quran serta hadist), menumbuhkan akhlakul karimah. Mendidik anak dengan target-target seperti itu diharapkan dapat menumbuhkan diri anak suatu motivasi dan kesadaran menjalankan shalat, beribadah, berdoa, dan dzikir. Senang dan terampil membaca dan hafal minimal juz „Amma. Selain itu anak diharapkan senang berbuat baik dan manfaat untuk orang lain dan lingkungannya serta tidak suka merusak dan mengganggu orang lain.

Kedua, karakter pembelajar. Karakter pembelajar dicapai dengan mengembangkan dua aspek penting, yaitu aspek kemampuan berpikir (saintis) dan aspek keterampilan dasar pembelajar. Aspek kemampuan berpikir meliputi dorongan rasa ingin tahu yang tinggi, senang melakukan observasi dan eksplorasi, serta dapat mengorientasikan potensi dirinya untuk mencapai apa yang diinginkan. Sedangkan aspek keterampilan dasar

pembelajar meliputi senang membaca, menulis, berbicara

(berkomunikasi), matematika (berpikir logis, analisis, dan sistematis), menyenangi seni, dan bersifat kreatif.

Ketiga, karakter keterampilan dan mandiri. Karakter ini dicapai dengan menumbuhkan kemampuan keterampilan fisik berupa kegiatan fisik (olah raga), keterampilan pribadi berupa keperluan yang menyangkut dirinya mulai dari keterampilan, ketertiban, dan keberhasilan diri dan lingkungannya. Keterampilan teknologi (komputer), mengembangkan tanggu jawab, kemandirian, kerja sama, dan tolong menolong. Memiliki jiwa kepemimpinan serta berkembangnya minat dan bakat anak.


(28)

19

Bukannya mau mengesampingkan arti pentingnya pendidikan yang menekankan aspek kognitif pada anak, namun ada pakar pertumbuhan dan perkembangan anak mengatakan bahwa membangun jiwa anak (aspek afektif) dirasakan jauh lebih penting peranannya dari sekadar mencerdaskan otak (aspek kognitif). Jiwa yang hidup dapat memanfaatkan dan mengarahkan otak yang cerdas. Tetapi, otak yang cerdas tidak banyak bermanfaat atau bahkan bisa membawa mudharat apabila berada dalam jiwa yang mati. Untuk itu, langkah membangun jiwa individu dirasa sangat penting yang pada akhirnya mengarah ke individu agar memiliki sifat-sifat cerdas, tangguh, dan qurrata a‟yun.

Slamet W. (2006) memberikan tips-tips membangun jiwa anak melalui kebersamaan dengan anak sebagai berikut;

1) Saat melaksanakan makan bersama sekeluarga. Kesempatan makan bersama dalam suatu keluarga merupakan suasana jiwa bergembira karena merasakan nikmat dari Allah. Untuk itu dapat dilakukan adab makan yang baik dan benar, anak diberi pengarahan tentang aktivitas anak dengan dasar-dasar agama, dan dibicarakan tentang nikmat Allah dan kewajiban kita mensyukurinya.

2) Saat mengadakan rekreasi sekeluarga. Kesempatan berekreasi bersama sekeluarga memberikan suasana jiwa anak-anak diliputi suasana kegembiraan. Ketika sedang berekreasi sekeluarga sebenarnya merupakan saat-saat yang kondusif bagi anak-anak


(29)

20

untuk menerima pesan-pesan yang membangkitkan jiwa sehingga dapat dibahas tentang penciptaan dan kebesaran Allah, tentang tanggung jawab manusia kepada Allah, atau masalah tantangan masalah tantangan hidup yang akan dihadapi pada masa-masa ke depan, dan lain-lain.

3) Saat kondisi jiwa sedang dekat dengan Allah. Saat ada anggota keluarga ada yang sakit, biasanya kondisi jiwa sedang dekat dengan Allah. Saat-saat seperti ini dirasa kondusif untuk menerima pesan-pesan yang dapat melembutkan jiwa anak. Misalnya, dibahas tentang kebaikan Allah dan kebaikan orang lain, anak-anak diajak berbicara tentang kebesaran jiwa, pada anak diceritakan tentang hikmah ketabahan dan kesabaran.7

3. Macam-macam bentuk pola asuh

Pemgasuhan memerlukan sejumlah kemampuan Interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit pendidikan formal mengenai tugas ini. Kebanyakan orang tua mempelajari praktik pengasuhan dari orang tua mereka sendiri. Peran orang tua direncanalkan dan di koordinasikan dengan baik dan peran lainya dalam kehidupan.8

7

Purwa Atmaja Prawira, “Psikologi Pendidikan”, ibid., h. 213-215. 8


(30)

21

Menurut Yatim dan Irwanto, ada tiga cara yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Ketiga pola tersebut adalah:

1) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi, orang tua memaksa anak untuk berperilaku seperti yang diinginkannya. Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang tua akan menghukum anak, biasanya hukuman yang bersifat fisik.

2) Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya dan belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain.

3) Pola Asuh Permisi

Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan


(31)

22

diserahkan kepada anak tanpa adanya pertimbangan orang tua.9

a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter merupakan cara mendidik anak dengan menggunakan kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus di jalankan.

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anak dengan aturan yang ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua. Orang tua malah menganggap bahwa semua sikap yang dilakukan itu sudah benar sehingga tidak perlu minta pertimbangan anak atas semua keputusan yang mengangkat permasalahan anak-anaknya.10

Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukuman yang dilakukan dengan keras, anak juga diatur dengan berbagai macam aturan yang membatasi

9

Yatim, D.I. dan Irwanto, “kepribadian, keluarga, dan nark otika: tijauan sosial

Psikologi”, (Jakarta: Arcan, 1991). h. 96-97.

10


(32)

23

perlakuannya. Perlakuan seperti ini sangat ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak tersebut menginjak dewasa.

Adapun dalam buku lain pola asuh otoriter dijelaskan sebagai gaya pendisiplinan autoritarian mempunyai ciri-ciri: orang tua senang mengawasi anak-anak, orang tua tidak mau mendengarkan suara dari anak-anak, orangtua tidak mau berpartisipasi dengan anak-anak, orang tua bersikap lugu dan dingin pada anak-anak, orang tua suka menghukum anak-anaknya yang berbuat salah atau keliru. Anak-anak hasil didikan gaya pendisiplinan autoritarian ini memiliki ciri-ciri di antara anak tidak merasa bahagia, anak cenderung menarik diri dari orang lain, anak suka menyendiri, anak sukar dipercaya oleh orang lain, dan prestasi belajarnya rendah.11

b. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi

11


(33)

24

sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk bertpartisipasi dalam mengatur hidupnya.12 Di samping itu, orang tua memberi pertimbangan dan pendapat kepada anak, sehingga anak mempunyai sikap terbuka dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain, karena anak sudah terbiasa menghargai hak dari anggota keluarga di rumah. Pola asuh ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan orang tua.

Selain itu, mendidik anak dengan cara demokratis yaitu orang tua memberikan pengakuan tehadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak tergantung kepada orang tua. Orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang yang terbaik baginya, mendengarkan pendapat anak, dilibatkan dalam pembicaraan, terutama yang menyangkut kehidupan anak sendiri.

Adapun dalam buku lain pola asuh demokratis dijelaskan sebagai gaya pendisiplinan autoritatif, gaya pendisiplinan autoritatif adalah gaya disiplin yang tegas, keras, menuntut, mengawasi, dan konsisten tetapi penuh kasih sayang dan komunikatif. Gaya pendisiplinan ini orangtua mau mendengarkan

12


(34)

25

dan memberi penjelasan-penjelasan mengenai peraturan-peraturan yang mereka buat. Penerapan gaya pendisiplinan autoritatif jika dirasa perlu memberi hukuman kepada anak-anak yang berbuat salah atau telah menyimpang dari aturan yang telah diberikan kepadanya. Gaya mendisiplinkan model ini menghasilkan anak-anak mempunyai kepercayaan diri mantap dan harga diri yang tinggi. Ditinjau dari segi prestasi belajarnya, anak-anak menunjukkan prestasi yang tinggi. Dalam pergaulan anak-anak lebih pandai atau lancar bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.13

c. Pola Asuh Permisif

Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian.18 Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang bertentangan dengan norma sosial.

13


(35)

26

Dalam hal ini Elizabeth B Hurlock berpendapat disiplin permisif tidak membimbing ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman.14

Adapun dalam buku lain pola asuh permisif dijelaskan sebagai gaya pendisiplinan permisif. Penerapan gaya pendisiplinan model ini terdapat kelonggaran pada anak-anak yang sedang mereka didik. Sering kali orang tua justru tidak yakin pada kemampuannya untuk mendidik anak-anaknya secara baik. Akibatnya, orang tua sering menjadi tidak konsisten. Ketidak konsistenan tersebut akan berakibat anak menjadi kurang percaya diri, anak merasa tidak bahagia, dan prestasi belajarnya rendah, terutama sering terjadi pada anak laki-laki.

Semua gaya disiplin orang tua dalam mendidik anak tersebut mempunyai pengaruh yang bermacam-macam, berbeda satu dengan yang lainya. Hal itu dapat dimengerti. Sebab, pada dasarnya masing-masing anak telah memiliki perbedaan-perbedaan dengan anak-anak lainya. Untuk itu, tidak ada jaminan hasil didikan pada anak akan sama meskipun diterapkan gaya mendidik yang sama.15

4. Kesalahan dalam Mendidik Anak di Rumah

Anda sebagai orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anak bukan? Akan tetapi, pernahkah anda berpikir jika

14

Meitasari (ed), “Perkembangan Anak”, ibid., Jilid II, h. 93. 15


(36)

27

penerapan pola asuh yang anda terapkan selama ini ternyata salah bahkan cenderung negatif? Kenyataannya, banyak orang tua yang

melakukan kesalahan dalam mendidik putra-putrinya. Di antaranya:

1) Kurang Pengawasan

Menurut Profesor Robert Billingham, dari jurusan Development ang Family Studies, Universitas Indiana, “Anak terlalu banyak bergaul dengan lingkungan semu di luar keluarga, dan itu adalah tragedi yang seharusnya diperhatikan orang tua”.

2) Gagal Mendengarkan

Menurut psikolog Charles Fay, ph.D. “banyak orang tua terlalu lelah memberikan perhatian dan cenderung mengabaikan apa yang anak mereka ungkapkan”, contonya jika anak pulang dengan mata yang lebam, umumnya orang tua lantas langsung menanggapi hal tersebut secara berlebihan.

3) Kesalahan itu Pembelajaran

Menurut Billigham, orang tua seharusnya membiarkan anak melakukan kesalahan, biarkan anak belajar dari kesalahan agar tidak terulang kesalahan yang sama. Bantulah anak untuk mengatasi kesalahannya sendiri, tetapi jangan mengambil keuntungan demi kepentingan anda. Sesekali melakukan kesalahan itu tidak apa-apa karena tidak ada manusia yang benar-benar sempurna. Hal yang terpenting adalah bagaimana tindakan kita


(37)

28

untuk memperbaiki kesalahan tersebut dan agar anak tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa mendatang.

4) Terlalu Asyik Bekerja

Orang tua yang sama-sama bekerja sering kali

mengabaikan tanggung jawab mereka unutk menyisihkan waktu demi anak-anaknya. Menurut Judy Haire, “banyak orang tua yang lebih suka menghabiskan 100 jam untuk mengeringkan rambut ketimbang meluangkan 1 jam bersama anak mereka”. Anak sesekali memang memerlukan waktu sendiri untuk merasakan kebosanan, sebab hal itu akan memacu anak memunculkan kreativitas dalam tumbuh dan berkembangnya. Namun, bukan berarti orang tua harus membiarkan anak-anaknya di rumah sepanjang hari tanpa ada kegiatan. Sebagai profesional yang sibuk, orang tua tetap harus menyisihkan waktu yang berkualitas bersama anak-anaknya. Anak genius yang terlalu banyak menghabiskan sendirian tanpa perhatian orangtua berpotensi menggunakan kegeniusannya itu secara keliru.

5) Bertengkar di Hadapan Anak

Menurut psikiater Sara B. Miller, ph.D., perilaku yang paling berpengaruh merusak adalah “bertengkar” dihadapan anak. Saat orang tua bertengkar di depan anak mereka, khususnya anak lelaki, maka hasilnya adalah seorang calon pria dewasa yang tidak sensitif yang tidak dapat berhubungan dengan wanita secara sehat.


(38)

29

Orang tua seharusnya menghangatkan diskusi diantara mereka. Adalah sebuah hal yang wajarbila orang tua berbeda pendapat, tetapi usahakan tanpa amarah. Jangan ciptakan perasaan tidak aman dan ketakutan pada anak.

6) Tidak Konsisten

Anak perlu merasa bahwa orangtua mereka tetap memegang kendali di rumah, sekalipun anak telah menunjukkan kemampuan luar biasa dengan kegeniusannya. Jangan biarkan memohon dan merengek menjadi senjata yang ampuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua harus tegas dan berwibawa dihadapan anak.

7) Mengabaikan Kata Hati

Menurut Lisa Balch, seorang ibu dua orang anak, “lakukan saja sesuai kata hatimu dan biarkan mengalir. Jangan mengabaikan

suara-suara disekitarmu tapi abaikan suara-suara yang

melemahkan. Saya banyak belajar bahwa orang tua seharusnya mempunyai kepekaan yang tajam tentang sesuatu”. Inilah pentingnya intuisi dalam mendidik.

8) Terlalu Banyak nonton TV

Menurut Neilsen Media Research, anak-anak Amerika yang berusia 2-11 tahun menonton 3 jam dan 22 menit siaran TV sehari. Menonton televisi akan membuat anak malas belajar. Orang tua cenderung membiarkan anak berlama-lama didepan TV agar


(39)

30

mereka tidak mengganggu aktivitas orang tuanya.hal ini tidak sepenuhnya benar. Siaran dan program TV mengandung banyak sekali hal-hal negatif yang bisa diserap mentah-mentah oleh anak. Orang tua sangat tidak mungkin dapat memfilter masiknya iklsn negatif yang tidak mendidik anak, bahkan di sela-sela film kartun.menonton TV itu memang boleh, bahkan wajib sebagai sarana hiburan dan mendapatkan informasi. Namun, frekuensinya harus dibatasi dan orang tua harus menemani anak saat menonton televisi.

9) Segalanya Diukur Dengan Materi

Menurut Louis Hodgson, ibu 4 anak dan 6 cucu, “anak sekarang mempunyai banyak benda untuk koleksi”. Tidaklah salah memanjakan anak dengan mainan dan liburan mewah. Tetapi yang seharusnya disadari anak adalah anak Anda membutuhkan quality time bersama orangtua mereka. Mereka cenderung ingin didengarkan dibandingkan diberi sesuatu dan diam.

10)Bersikap Berat Sebelah

Beberapa orangtua kadang lebih mendukung anak dan bersikap memihak sambil menjelekan pasangannya didepan anak. Mereka akan hilang persepsi dan cenderung terpola untuk untuk bersikap berat sebelah. Luangkan waktu minimal 10 menit disela


(40)

31

kesibukan anda. Dan pastikan anak tahu saat bersama orang tua adalah waktu yang tidak dapat diinterupsi.16

5. Orang tua dan perannya

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahliuk sosial. keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Disamping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan.17

Barangkali akan sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. Anak-anak sejak bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. Makanya tak mengherankan jika Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga (Gilbert Highest, 1961:78).

Bayi yang baru lahir merupakan mahkluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat bawaan (W.H. Clark, 1964:2). Di sini terlihat adanya dua aspek yang kodratif. Di satu pihak bayi berada dalam kondisi tanpa daya sedangkan di pihak lain bayi memiliki kemampuan untuk berkembang (eksploratif).

16

Dion Yulianto, “Panduan Mendidik”, ibid., 45-48.

17Kartini kartono, “Peranan Keluaga Memandu Anak”,

(Jakarta: CV. Rajawali, 1992), cet. Ke-2, h. 19.


(41)

32

Tetapi menurut Walter Houston Clark, perkembangan bayi tak mungkin akan berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar, walaupun secara alami ia memiliki potensi bawaan. Seandainya bayi dalam pertumbuhan dan perkembangannyanhanya diharapkan menjadi manusia normal sekalipun, maka ia masih memerlukan

berbagai persyaratan tertentu serta pemeliharaan yang

berkesinambungan (W.H. Clark:2). Pendapat ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan pengawasan yang teratur, bayi akan kehilangan kemampuan untuk berkembang secara normal, walaupun ia memiliki potensi untuk bertumbuh dan berkembang serta potensi-potensi lainnya.

Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orangtua. Orangtua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orangtua. Karena naluri ini timbul rasa kasih sayang para orangtua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, dan melindungi serta membimbing keturunan mereka.18

18


(42)

33

Peran orang tua;

1) Menjadi Teladan yang baik

Anak adalah bagaimana ia memandang dan meniru orangtuanya. Ungkapan ini mungkin cocok untuk menunjukkan betapa pentingnya peranan orang tua dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak-anaknya. Bagaimana orangtua menunjukkan kebiasaaan-kebiasaan yang positif, tindakan-tindakan yang terpuji, perkataan-perkataan yang mendorong pada kemajuan; semua itu dilihat dan ditiru dengan mutlak oleh anak-anak mereka sebagai lingkungan pembelajaran yang pertama. Orangtua yang mampu menunjukkan teladan yang tepat, maka anak-anaknya akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang positif. Sebaliknya, teladan buruk yang ditunjukkan oleh orangtua akan menghasilkandampak-dampak negatif dalam pola perkembangan anak saat mereka dewasa kelak.

Orangtua adalah roll model, tokoh panutan, pertama bagi anak. Anak-anak selalu mengamati orangtua mereka secara instingtif, danmengikuti polanya yang diulang-ulang yang ditunjukkan orangtuanya. Inilah yang para ilmuan sebut sebagai “modeling”. Anak-anak belajar berbicara dengan cara modeling.

Mereka belajar bahasa hanya dengan mendengar, mengobservasi, dan menirukan. Dengan sendirinya, mereka akan memperoleh kepribadian, kekuatan karakter, keyakinan, kemampuan bersikap


(43)

34

dan menentukan nilai dari lingkungan keluarga. Selama masa kanak-kanak, mereka balajar bagaimana menjadi pribadi-pribadi tertentu terutama dengan hanya mengamati perilaku dan karakteristik orangtuanya. Karena sikap anak-anak yang suka meniru perilaku orang-orang yang disekitarnya inilah, sebagai orangtua kita memiliki pengaruh yang kuat terhadap nilai-nilai yang dianut anak. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam berperilaku karena itulah yang akan mereka tiru.

2) Menyediakan Tempat yang Aman Bagi Anak

Sangat penting bagi orangtua untuk memastikan anak aman dalam proses pembelajaran dan pertumbuhan hidupnya. Bahkan anak yang luar biasa genius pun masih memerlukan bantuan dari orangtua untuk dapat memaksimalkan seluruh potensi besar dalam dirinya. Dalam kasus anak dengan kecerdasan diatas rata-rata, kebutuhan akan tempat yang aman ini bahkan lebih besar lagi. Sebagaimana kita ketahui, anak genius memiliki inisiatif lebih tinggi untuk melakukan hal-hal baru, percobaan-percobaan baru. Untuk itu orangtua perlu mengawasi apa yang sedang dilakukan anak, eksperimen apa yang direncanakannya dan bahan-bahan apa yang disiapkannya untuk “proses kreatifnya” itu. Tanpa keberadaan sebuah rumah yang nyaman sebagai sarana tempat utuk tumbuh dan berkembangnya potensi mereka ini, maka mereka tidak akan mampu tumbuh dengan optimal.


(44)

35

3) Menyediakan Fasilitas untuk Kerja Kreatif Anak

Kerja kreatif anak akan optimal jika mendapatkan fasilitas dan sarana untuk mewujudkannya.

4) Memotivasi Anak Ketika Dia Mulai Putus Asa

Kadang-kadang, anak mengalami frustasi dalam proses belajarnya, anak-anak dengan kecerdasan di atas rata-rata pun mengalami hal ini sesekali waktu. Sebagai orangtua kita tidak boleh membiarkan hal ini berlarut-larut karena akan menghambat semangat anak untuk berkreasi, berinovasi, dan melangkah kedepan.

5) Mengembangkan Aliran Gagasan

Cara lain untuk dapat lebih mengembangkan kreativitas dan kegeniusannya adalah dengan menerapkan teknik aliran gagasan.19 Sejak bayi dilahirkan, ayah-bunda sudah mempunyai peran penting untuk mengajarkan pengetahuan dasar padanya. Kalau saja ayah bunda pada tahap ini dapat membimbing sang anak dengan murah hati, hormat dan penuh kasih sayang, maka bukan saja dapat meletakkan dasar kepribadian yang unik bagi sang anak, bahkan dapat membuat anak memiliki kemampuan belajar dan sikap bergaul yang baik. Dengan demikian, peran ayah bunda

19


(45)

36

bukan hanya membesarkan, bahkan juga memikul tanggung jawab besar sebagai “guru pribadi”.20

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian prestasi belajar

Istilah prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi

dan belajar. Istilah belajar dalam Kamus Ilmiah Populer didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Noehi Nasution (1998: 4) menyimpulkan bahwa belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respons utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau adanya perubahan sementara karena suatu hal.

Para ahli dalam memberikan pengertian belajar tidaklah sama, tapi pada hakekatnya sama. Begitu pula dengan pengertian prestasi belajar, perlu penjabaran satu persatu antara pengertian dengan belajar.

Prestasi belajar adalah apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan hasil gemilang yang diperoleh dengan keras.21

Sedangkan pengertian belajar yang dikemukakan oleh setiap orang berbeda-beda. Setiap orang akan memberikan pengertian yang berbeda-beda tergantung dari aspek yang meninjau masalah belajar.

20

Dion Yulianto, “Panduan Mendidik Anak”,ibid., h. 49. 21


(46)

37

Pengertian tersebut ada yang menitik beratkan pada makna belajar, ada yang menekankan pada proses, dan ada pula yang menekan pada produk itu sendiri.

Belajar adalah istilah kunci paling vital dalam setiap usaha pendidikan. Belajar adalah modivikasi kelakuan melalui pengalaman. Sebagian orang beranggapan bahwah belajar adalah menggumpulkan atau menghafalkan fakta yang terjadi dalam bentuk informasi. Pengertian belajar yang di kemungkakan beberapa toko, antara lain Higrard dan Bower mengemukakan, “ belajar berhubungan dengan berubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi yang di sebabkan oleh mengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana berubahan tingkah laku itu tidak dapat di jelaskan atau dasar kecenderungan respon membawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang”.22

Gagne mengemukakan bahwa,”belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya perubah dari sebelum iya mengalami situasi itu kewaktu sesudah iya mengalami situasi tadi”.morgan mengemukakan,”belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagian suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Witherington, mengemukakan” belajar adalah perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan ciri sebagai

22


(47)

38

suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian.

Belajar adalah suatu usaha. Perbuatan yang di lakukan dengan sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang memiliki, baik fisik, mental serta dana, panca indra, otak dan anggota tubuh lannya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan. Belajar bukan hanya menggingat akan tetapi telah luas dari itu, yakni menggalami. Belajar terjadi dengan banyak cara, hasil belajar bukan suatu menggusahaan hasil latihan melainkan berubahan kelakuan.23

Selain faktor kondisi individu, pola asuh orang tua ...

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar di sebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu berhasil dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya, faktor-faktornya:24

a. Faktor internal

1) Kesehatan jasmani dan rohani

Seseorang yang sehat jasmani dan rohani akan

mudah menangkap materi pelajaran dan apa

bilakesehatan siswa tergaggu atau cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan

23

Daluyo, Psikologi Pendidikan”, (Jakarta: Robbani Press, 2001), h. 49.

24

Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 89-70.


(48)

39

badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat indranya.

2) Minat dan motivasi

Minat adalah kecenderungan yang besar

menghadapi situasi yaitu sesuatu yang timbul karena keinginan sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sementara motivasi adalah tenaga yang ada dalam diri

manusia yang menimbulkan, mengarakan, dan

mengorganisasi tingka lakunya. Minat dan motivasi ini sangat besar pengarunya terhadap prestasi seseorang. Jika materi tersebut sesuai dengan minat seseorang, akan timbul motivasi yang kuat sehingga iya akan melaksankan semua kegiatan dengan sungguh-sungguh. 3) Cara belajar

Cara belajar setiap orang berbeda-beda. Perbedaan cara belajar ini juga berpengaru terdahap prestasi seseorang, jika seseorang belajar dengan gaya belajar yang sesuai, maka prestasinya juga akan meningkat. 4) Intelegensi

Bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga

jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif mengetahui atau menggunakan konsep-konsep


(49)

40

yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

5) Kematangan

Bahwa kematangan adalah suatu tingkah laku atau fase dalam pertumbuhan seseorang dimana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru. Kematangan adalah suatu organ atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk

telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan

fungsinya masing-masing kematangitu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.

6) Kesiapan

Kesiapan menurut james drever seperti yang dikutip oleh slameto, kesepian adalah preparedes to respn or react,artinya kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi.25

b. Faktor eksternal 1) Sekolah

25


(50)

41

Faktor sekolah yang mempengarui prestasi belajar seseorang peliputi kurikulum, media pembelajaran, guru dan kondisi sekolah.

2) Masyarakat

Masyarakat juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, hal ini karena siswa termasuk bagian dalam masyarakat. Lingkungan belajar yang dapat menghambat prestasi seseorang meliputi media massa, tetangga, teman bergaul, dan aktifitas sseorang.

3) Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas oleh wirowidjojo dalam slameto, mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan Negara. Dari pendapat di atas dapat dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan

anaknya cara orang mendidik anaknya akan

berpenggaruh terhadap belajarnya. 4) Relasi antar anggota keluarga


(51)

42

Menurut slameto,bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh, dan sebagainya. 5) Keadaan keluarga

Menurut Hamalik, mengemukakan bahwa keadaan keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingka ekonomi, hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan. Berdasarkan pendapat di atas bahwa keadaan keluarga dapat mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang memberikan pengalaman kepada anak untuk

dapat menimbulkan prestasi, minat, sikap dan

pemahamannya sehingga proses belajar yang dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya.


(52)

43

Menurut slameto, bahwa anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongannya sedapat mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.

7) Keadaan ekonomi keluarga

Menurut Slameto, bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.

8) Latar belakang kebudayaan

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Oleh karena itu perlu kepada anak di tanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapaianya hasil belajar yang optimal.


(53)

44

Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar,hal ini sesuai dengan pendapat slameto, yang mengemukakan bahwa suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar suasana rumah yang gaduh,bising dan semrawut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar. Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak penghuninya, suasana yang tegang,ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya kacau serta prestasinya rendah.

3. Keberhasilan prestasi belajar

Pengungkapan hasil belajar ideal meliputi tiga ranah yakni kognitif, efektif, dan psikomotorik. Namun pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah efektif, hal ini disebabkan perubahan hasil belajar tersebut ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba), oleh karena itu yang hanya dapat dilakukan oleh seseorang guru adalah cuplikan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar.


(54)

45

Yang mendapat petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar di anggap berhasil adalah sebagai berikut:

a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang di ajarakan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok

b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran atau instruksional khusus telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok

c) Terjadinya proses pemahaman materi yang secara sekuensial26 Tes prestasi belajar merupakan cara untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan pada beberapa kenis penilaian, yakni:

a. Tes Formatif

Tesformatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada bahan tertentu dan dalam waktu tertentu pula.

b. Tes Sub-Sumatif

26

Pupuh Fathur Rohman dkk, “Strategi Belajar Mengajar:Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami”, (Bandung: Refika Aditama, 2001), h. 113.


(55)

46

Tes Sub-sumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarakan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa agar meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil Sub-Submatif dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor

c. Tes Sumatif

Tes sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pengajaran. Tujuannya adalah untuk memperoleh tingkat atau taraf keberhasilan siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, penyusun peringkat atau sebagai ukuran mutu sekolah.27

4. Fungsi dan kegunaan prestasi belajar

Fungsi dan kegunaan prestasi belajar yang utama adalah:

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kualitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik

b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tau

c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan

27


(56)

47

d. Prestasi sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan

e. Prestasi belajar dapt dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) anak didik

Maka dapat diketahui baahwa betapa pentingnya mengetahui prestasi belajar siswa, baik individu maupun kelompok karena prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan, dan juga berguna bagi guru yang bersangkutan sebagai umpan balik dalam melaksanakan pembelajaran dikelas apakah diadakan perbaikan dalam proses belajar mengajar atau tidak28.

5. Jenis-jenis prestasi belajar

Dalam proses belajar mengajar, maka melalui tiga ranah ini akan terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil

pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan

pembelajaran. Dengan ini kata lain, prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian siswa dalam penguasaan.

Ketiga ranah tersebut, maka untuk lebih spesifikasinya penulis akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut:

28


(57)

48

a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)

Cognitive doman berisi perilaku-perilaku yang

menekankan pada aspek intelektual seperti pengetahuan, pengertian dan ketrampilan berfikir.

1. Knowledge (pengetahuan)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat perintilahan, devinisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dll. Pengetahuan ini juga diartikan sebagai mengingat akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.

2. Comprehensive (pemahaman)

Pemahaman didevinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari. Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, lapoaran, table, diagram, arahan, peraturan dll.

3. Application (aplikasi)

Aplikasi atau penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan suatu kaiadah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Di tingkatan, seseorang meniliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori dll


(58)

49

Analisis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Di tingkat analisis seseorang akan mampu menganalisisa informasi yang masuk dan membagi-bagi informasi kedalam bagian yang terkecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan fraktor penyebab dan akibat dari sebuah scenario yang rumit.

5. Synthesis (sintesis)

Sintesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis satu tingkatan diatas analisis. Seseorang d tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah scenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

6. Evaluation (evaluasi)

Evaluasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggung jawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu . Evaluasi dikenal dari kemampuan untuk memberikan penilaiaan terhadap solusi, gagasan, metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok


(59)

50

atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektifitas atau manfaatnya.

b. Affective Domain (Ranah Afektif)

Affective domain berisi perilaku-perilaku yang menekan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah sfektif adalah hasil belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap dan afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah afektif terdiri:

1. Penerimaan (Receiving/Attending)

Penerimaan mencangkup kepekaan akan adanya suatu rangsangan dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru.

2. Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkunagan. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan keputusan dalam memberikan tanggapan.

3. Penghargaan (Voluing)

Penghargaan atau penilaiaan mencangkup kemampuan untuk memberikan penilaiaan terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu, mulai dibentuk suatu sikap menerima.


(60)

51

4. Menolak atau mengabaikan sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsistensi dengan sikap batin.

5. Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Pengoganisasian juga mencangkup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan.

6. Karakterisasi berdasarkan nilai-nilai (Characterization by a value or value complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-tingkah sehinggah menjadi karakteristik gaya hidup. Karakteteristik mencangkup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.

c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)

Berisi perilaku-laku yang menekankan aspek keterampilan motoric seperti tulis tangan, mengetik, berenang dan mengoprasikan mesin. Keterampilan ini disebut motoric karena


(61)

52

ini melibatkan secara langsung otot, urat, dan persendian, sehingga keterampilan bener-bener berakar pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampilan motorik, mampu melakukan serangkaian gerak tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan otomatisme, yaitu gerak-gerik yang terjadi berlangsung secara teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal ini di lakukan.29

C. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar

Pola asuh memiliki penanganan yang berbeda-beda dalam praktek pengasuhan orang tua terhadap anaknya, tentunya akan memiliki dampak yang berbeda pula terhadap perkembangan psikologis anak di kemudian hari. Baumrind (dalam Yusuf, 2005:51-52) menggambarkan penjelasan yang lebih spesifik mengenai pola asuh, meliputi sikap yang ditampilkan oleh orang tua serta perilaku anak yang cenderung muncul sebagai dampaknya. Adapun penjelasannya dalamtabel sebagai berikut:

29


(62)

53

Tabel 2. I Parenting style

PARENTING STYLE

SIKAP ATAU PERILAKU ORANG TUA

PROFIL PERILAKU ANAK

Otiriter 1. Sikap acceptance rendah,

namun kontrol dirinya tinggi

2. Suka menghukum secara

fisik

3. Bersikap mengomando

(mengaharuskan/memerinta hkan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi) 4. Bersikap kaku (keras) 5. Cenderung emosional dan

bersikap menolak

1. Mudah tersinggung 2. Penakut

3. Pemurung

4. Mudah terpengaruh 5. Mudah stress

6. Tidak mempunyai

arah masa depan yang jelas

7. Tidak bersahabat

Demokratis 1. Sikap acceptance kontrolnya

tinggi

2. Bersikap responsive terhadap kebutuhan anak 3. Mendorong anak untuk

menyatakan pendapat atau

1. Bersikap bersahabat 2. Menikmati rasa

percaya diri

3. Mampu

mengendalikan diri (self control)


(63)

54

pernyataan

4. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk

4. Bersikap sopan 5. Mau bekerja sama 6. Memiliki rasa ingin

tahunya yang tinggi

7. Mempunyai

tujuan/arah hidup yang jelas

8. Berorientasi terhadap prestasi

Permisif 1. Sikap acceptance-nya tingi,

namun kontrolnya rendah 2. Memberi kebebasan kepada

anak untuk menyatakan dorongan/keinnginanya

1. Bersikap implusif dan agresif

2. Suka memberontak

3. Kurang memiliki rasa percaya diri

4. Suka mendominasi

5. Tidak jelas arah hidupnya

6. Prestasinya rendah

Anak dalam keluarga yang bersifat demokratis akan mempunyai tanggung jawab yang besar terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pelajaran di


(64)

55

sekolah, mampu berinisiatif dan kreatif serta mempunyai konsep diri yang positif, karena mereka berorientasi terhadap prestasi sehingga akan berpengaruh positif pada prestasi belajar anak. Sedangkan pola asuh yang bersifat otoriter dilihat dari profil perilaku anak, maka anak akan

terhambat daya kreatifitas dan keberanian untuk mengambil

keputusan/berinisiatif, tidak dapat mencetuskan ide-ide. Ini semua akan berpengaruh kurang baik terhadap prestasi belajar yang akan dihasilkan. Selain pola asuh yang bersifat otoriter, pola asuh yang bersifat permisifpun pada umumnya merugikan perkembangan anak. Pola asuh yang bersifat permisif biasanya tidak menerapkan kedisiplinan. Cara ini membiarkan anak bertindak menurut keinginannya. Salah satu akibat dari pola asuh yang bersifat permisif adalah anak tidak mengenal disiplin. Jika hal tersebut terbawa dalam kebiasaan belajar yaitu anak tidak disiplin dalam belajar dan dalam menyelesaikan tugas- tugas belajar di sekolah, maka akan berakibat prestasi belajar anak tidak baik.


(65)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu faktor yang sangta penting dalam melakukan penelitian. Hal ini disebabkan berhasil tidaknya suatu penelitian tergantung pada tepat tidaknya menggunkana suatu metode.

A. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode ini digunakan untuk mencari hubungan dua variabel yang berbeda dengan rumus-rumus statistik. Dalam penelitian ini menerapkan korelasi atau hubungan antara dua variabel yakni pembuktian ada tidaknya pengaruh variabel X terhadap varibel Y.1

B. Variabel penelitian

X Y, dimana X = Variabel bebas (pola asuh orang tua) Y = Variabel terikat (pretasi belajar)

1. Variabel bebas atau Variabel X (Pola asuh orang tua) a. Otoriter

Pengertian pola asuh menurut Para Ahli, pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman misalnya, kalau tidak mau makan,

1 Sugiyono,


(66)

57

maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah.

b. Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

c. Permisif

Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur / memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali disukai oleh anak. 2

2

Ira Petranto. (2005). Pola Asuh Anak. Asscesed, 8 Juni 2017; http://www.polaasuhanak.com.; Internet


(1)

100

3. Gambar grafik

Karena X2 hitung (13,679) > 9,21 jadi Ho ditolak maka H1 diterima.

Sehingga ada pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka penelitian merasa perlu saran sebagai berikut:

1. Bagi orang tua, hendaknya memberikan pola asuh yang sesuai dengan pribadi anak dan tidak memaksakan kehendak maupun terlalu memberikan kebebasan pada anak. Lebih bersifat Demokrasi.

2. Bagi guru Al-Islam, hendaknya lebih kreatif mengembangkan model-model pembelajaran efektif dan inovatif yang sesuai dengan kondisi peserta didik dan karakteristik materi. Hal ini dikarenakan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dapat meningkatkan prestasi belajar serta minat siswa dalam belajar Al-Islam.


(2)

101

3. Untuk memperoleh prestasi yang lebih baik, maka bagi pihak sekolah diharapkan dapat menyediakan alat yang dapat mendukung terlaksananya demonstrasi agar dapat menunjang proses belajar di sekolah.

Sebagai akhir kata penutup, penulis hanya berharap semoga hasil penelitian yang telah penulis lakukan hingga menjadi sebuah skripsi, dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada semua pihak terutama pemabaca. Dan semoga dapat memberikan nilai guna manfaat kepada semua pihak, khusus bagi penulis sendiri.

Penulis bersyukur dan berterima kasih sekitarnya skripsi ini melahirkan kritik dan saran dari para pembaca, dan doa serta harapan penulis semoga kiranya skripsi ini dapat memberikan konstribusi bagi kemajuan dunia pendidikan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Arini, “Televiia dan Perkembangan Sosial Anak”, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1998.

Fatchurrahman, dkk.,“Strategi Membangun Sinergi Guru dan Orang Tua Siswa”, Yogyakarta: PT Citra Aji Parama, 2012.

Hasan, Naimuna, “Pendidikan Anak Usia Dini”, (.Jogjakarta: Diva Press, 2009. Kartono, Kartini, “Perana Keluarga Memandu Anak”, Jakarta: CV. Rajawali. Swastojo (ed), “Seni Mendidik”, Jakarta : Bina Ilmu, 1961.

Uhbiyati,Nur ,” Ilmu Pendidikan Islam (IPI)”, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Slameto.“Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya”, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Ali, Lukman, “Kamus besar bahasa Indonesia”,Jakarta: Balai pusataka, 1991.

Arikunto, Suharsini, “Manajemen pengajaran secara manusiawi”, Jakarta: PT Rineke Cipta,1993

Hamalik, Oemar, “Metode belajar dan kesulitan belajar”, Bandung: PT. Tarsito, 1983.

Sardiman, “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Thoha, Chabib, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”,Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996.


(4)

103

Fudyartanto, “ Psikologi Pendidikan”, Yogyakarta: Global Jakarta, 2002.

Abu, Fahmi, “Menit untuk anakku”, Jakarta: PT. Elex Media Kumputindo, 2010. Fauzil, Adhim, “saat berharga untuk anak kita”, Yogyakarta: Pro-U Media, 2010.

Prawira, Purwa Atmaja, “Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru”, Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2014.

Lupita, Eva, “Pengantar Psikologi Pendidkan”, Yogyakarta: Pedagogia

Yatim, D.I. dan Irwanto, “kepribadian, keluarga, dan narkotika: tijauan

sosial Psikologi”,Jakarta: Arcan, 1991.

Tjandrasa, Meitasari (ed), “PerkembanganAnak”,Jakarta: Erlangga, 1997.

Yulianto, Dion, “Panduan Mendidik”, ibid., 45-48.

Kartono, Kartini, “Peranan Keluaga Memandu Anak”, Jakarta: CV. Rajawali, 1992.

Jalaludin, “Psikologi Agama”, Jakarta: PT Grafindo Pers Pupuh Fathur Rohman dkk,

“Strategi Belajar Mengajar:Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep

Islami”, Bandung: Refika Aditama,2001.

Gino, “Belajar dan Pembelajaran”, Surakarta: Univ Sebelas Maret,1999. Arikunto dkk,Pnelitian Tindakan Kelas,Jakarta:Bumi Aksara,2008

Arikunto,Suharsimi,Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktek,Jakarta:Rineka Cipta,1998


(5)

104

Brosur Pendaftaran SMP Muhammadiyah 4 Surabaya

Buchori,Mochtar,“Spektrum Problematika Pendidikan”,Yogyakarta:PT.Tiara Wacana,1994

Bungin,Burhan,Metodologi Penelitian Kuantitatif,Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2005

Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian,Jakarta:Bumi Aksara, 2003 Daluyo,Psikologi Pendidikan,Jakarta:Robbani Press,2001

Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap,Surabaya:Apollo, 1997 Daryanto,Evaluasi Pendidikan,Jakarta:PT RIneka Cipta,2005

Firdaus,M.Aziz,Metode Penelitian,Tanggerang:Jelaka Nusa,2012 Gino,Belajar dan Pembelajaran,Surakarta:Univ Sebelas Maret,1999 Hasbullah, Otonomi Pendidikan,Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006 Kumalaningsih,Sri,Metode Penelitian Kupas Tuntas,Malang:UB Press,2012

Mansyhuri, MP dan Zainudin, MA,Metodologi Penelitian,Bandung:PT Refika Aditama,2008

Muhaimin dan Abdul Mujib,Pemikiran Pendidikan Islam,Bandung:Triganda Karya,1993

Purwanto,Ngalim,Psikologi Pendidikan,Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2003 Qurasy Surya Moh,Psikologi Pembehjaran dan Pengajaran,Bandung:Pustaka Baru,2004


(6)

105

Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,Bandung:Alfabeta,2011 Sujiono,Anas,Pengantar Statistik Pendidikan,Jakarta:Raja Grafindo Persada,2001 Sujiono,Anas,Pengantar Statistik Pendidikan,Yogyakarta:PT Raja Grafindo Persada,2008

Sutresno,Hadi,Metodologi Research,Jogjakarta:Fak Psikologi,UGM,1990

Syah,Muhibbin,Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,Bandung:Remaja Rosda Karya,2004

Syah,Muhibin,Psikologi belajar,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2003 Syaifullah,Ali,Antara Filsafat Dan Pendidikan,Surabaya:Usaha Nasional Wijaya,Tony,Metodologi Penelitian Ekonomi,Yogyakarta:Graha Ilmu,2013


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Pada Keluarga Pemulung Di Desa Tapian Nauli Lingkungan Ix Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

3 87 113

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN MOTIVASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI SD MUHAMMADIYAH 23 Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dan Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas V Di SD Muhammadiyah 23 Semanggi Tahun Ajaran 2015/2016.

0 3 17

KORELASI ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR Korelasi Antara Pola Asuh Orang Tua Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas Viii Semester Genap SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Ajaran 2

0 2 10

KORELASI ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA Korelasi Antara Pola Asuh Orang Tua Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas Viii Semester Genap SMP Muhammadiyah 1 Kartasu

0 2 16

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR Hubungan Persepsi Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dengan Prestasi Belajar.

0 2 17

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VII SMP NURUL ISLAM Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP Nurul Islam Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012.

0 1 18

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VII SMP NURUL ISLAM Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP Nurul Islam Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012.

0 2 19

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP MO

0 0 1

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH POLA ASUH OR

0 0 107

MAKALAH PENGARUH KASIH SAYANG ORANG TUA

0 0 24