jurnal No23 Thn13 Des2014

Diterbitkan oleh:

BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)

I S S N : 1412-2588

Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai
sebagai medium tukar pikiran, informasi, dan
penelitian ilmiah para pemerhati masalah pendidikan.

Penanggung Jawab
Ir. Suwandi Sapatra, MT.
Pemimpin Redaksi
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Sekretaris Redaksi
Rosmawati Situmorang
Dewan Editor
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Prof. Dr. Theresia K. Brahim
Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M.
Dr. Elika Dwi Murwani, M.M.

Etiwati, S.Pd., M.M.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.

Alamat Redaksi :
Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470
Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968
http://www.bpkpenabur.or.id
E-mail : jurnalpenabur@bpkpenabur.or.id

Jurnal Pendidikan Penabur
Nomor 23/Tahun ke-13/Desember 2014
ISSN: 1412-2588

Daftar Isi,

i

Pengantar Redaksi,

ii - v


Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia Dengan Hasil Belajar Materi ZPT Ethylene Pada
Pembelajaran Blended dan Non-blended,
Didip,
1-12
Evaluasi Program Kelas Akselerasi,

Marni Serepinah,

13-26

Penggunaan Fasilitas Blackberry Messengger Dalam Mempersiapkan Pelajaran oleh Siswa Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar,
Winny Oktorine,
27-32
Pentingnya Kelekatan Anak dan Orang Tua Ketika Menghadapi Separation Anxiety Pada Anak 2,5
Tahun di Kelompok Bermain,
Fransiska,
33-42
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis

B.P. Sitepu,
43-54
Naskah Buku,
Permasalahan Penerapan Pembelajaran Tematik di SD Versi Kurikulum 2013,
55-69

Hilda Karli,

Pembelajaran Dengan Kelas Maya Untuk Meningkatkan Mutu dan Efisiensi Pendidikan,
Desmon Simanjuntak,
70-77
Kurikulum 2013 Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan,

Yuli Kwartolo,

78-88

Relasi Dialogal Antara Nilai Kepemimpinan Dengan Nilai Pendidikan Dalam Konteks
Kemasyarakatan: Sebuah Refleksi Filosofis,
Ignatius Eko Hadi Purnomo,

Sekolah Dambaan Masyarakat,

Mudarwan,

89-97

98-106

Isu Mutakhir: Implementasi Kurikulum Nasional 2013 dan ASEAN Community,
Budyanto Lestyana,
107-110
Resensi buku: Guruku Matahariku,
Profil BPK PENABUR Rengasdengklok,

Hendy Wasmita,
Heru Kristiyono,

111-115
116-121


Jurnal Pendidikan Penabur - No. 23/Tahun ke-13/Desember 2014

i

Pengantar Redaksi
etiap kali terjadi perubahan kurikulum pendidikan atau
dengan istilah penyempurnaan, pergantian, atau
penyesuaian, memunculkan pertanyaan alasannya. Apakah kurikulum yang selama ini dipakai sudah ketinggalan
dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi? Apakah kurikulum menghasilkan tenaga kerja dengan
kemampuan yang tidak terkait atau tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan lapangan kerja? Apakah secara nasional sekolah
mengalami kesulitan melaksanakan kurikulum? Apabila pemerintah
tidak dapat memberikan alasan yang dapat diterima oleh masyarakat,
muncul dugaan pergantian kurikulum berkaitan dengan pergantian
Menteri Pendidikan. Pergantian Kurikulum 2006 dengan Kurikulum
2013 (K 13) juga tidak luput dari berbagai pertanyaan dan kecurigaan.
Sungguhpun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta jajaran yang
terkait telah memberikan penjelasan melalui berbagai media, pergantian kurikulum tetap mengundang pertanyaan serta polemik yang
berkepanjangan. Apalagi setelah pergantian kabinet Oktober 2014 dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri baru membuat kebijakan

baru tentang pemberlakuan kurikulum pendidikan dasar dan menengah
secara nasional. Kesan ganti Menteri, ganti kurikulum menguat lagi.
Sejak Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan nasional telah
berubah sebanyak 11 kali, mulai dari Kurikulum 1947, 1952, 1964,
1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan terakhir 2013. Dalam
dunia pendidikan perubahan atau pergantian kurikulum adalah wajar
dan perlu dilakukan pada waktu tertentu setelah melalui penelitian/
evaluasi yang di dalamnya termasuk analisis kebutuhan peserta didik,
masyarakat, dan pemerintah. Terlebih-lebih kalau terjadi perubahan
yang mendasar pada landasan filosofis, sosiologis, pedagogis, ilmu
pengetahuan dan teknologi, atau agama, maka perubahan kurikulum
merupakan keharusan. Di samping itu, ketentuan pemerintah tentang
standar nasional pendidikan : standar isi, standar proses, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar kompetensi lulusan, standar pengelolaan, standar sarana dan prasaran standar pembiayaan,
dan standar penilaian sangat berkaitan dengan kurikulum. Perubahan
standar nasional pendidikan menuntut penyesuaian kurikulum.
Kurikulum pendidikan memang harus bersifat dinamis tetapi tidak
asal berubah tetapi didasarkan pada hasil kajian objektif, sistematis
dan sistemik. Hasil kajian itu menentukan sejauh mana perubahan
itu diperlukan, apakah dimodifikasi, disempurnakan, atau diganti

samasekali dengan yang baru.
Perubahan kurikulum menimbulkan berbagai konsekwensi
terhadap siswa, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana pembelajaran, dana, serta alokasi
waktu pembelajaran. Tuntutan pendekatan, strategi, dan metode
pembelajaran dalam kurikulum baru mengakibatkan proses
pembelajaran perlu penyesuaian. Oleh karena itu, dalam penerapan

S

ii

Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

K 13 dihadapi berbagai masalah seperti masih banyak siswa yang belum
siap menjadi pelaku utama dalam proses pembelajaran dengan aktif
mengamati, menanyakan, melakukan, menyimpulkan, dan mengomunikasikan pengetahuan baru sebagaimana dituntut dalam pembelajaran
berbasis scientific inquiry. Perubahan secara mendasar dalam
pembelajaran yang semula terbiasa berpusat kepada guru menjadi
berpusat kepada siswa memerlukan perubahan cara berpikir dan

berperilaku siswa dan guru.
Pendekatan pembelajaran dalam K 13 menuntut guru mempersiapkan desain dan bahan pembelajaran secara lebih cermat dan utuh
sehingga siswa dapat mencapai kompetensi inti berkaitan dengan
spiritual, sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi
sesuai dengan kriteria belajar tuntas. Hasil penilaaan autentik dan
portofolio atas hasil belajar siswa disajikan secara deskriptif menjadi
tugas yang membutuhkan kemampuan khusus serta menyita waktu
dan tenaga guru. Oleh karena itu, penerapan K 13 memerlukan
pelatihan tidak hanya untuk guru, tetapi juga kepala sekolah dan
pengawas sekolah. Sungguhpun K 13 diterapkan secara bertahap
berdasarkan jenjang pendidikan dan tingkat kelas, dalam kenyataannya
belum semua guru, kepala sekolah, dan pengawas yang memperoleh
kesempatan mengikuti pelatihan penerapan K 13. Program
pendampingan guru dalam menerapkan K 13 juga belum berjalan
seperti yang diharapkan karena keterbatasan jumlah tenaga
pendamping. Kurangnya jumlah instruktur nasional K3 serta
banyaknya jumlah guru membuat pelatihan guru berbasis sistem sel
tidak efektif. Dalam melaksanakan K 13 tahun pelajaran 2014/2015
masih banyak guru menerapkan K3 tanpa pelatihan dan tanpa
pendampingan khususnya di sekolah yang bukan termasuk sekolah

yang ditetapkan sebagai sekolah sasaran (pilot project).
Buku teks pelajaran dan buku guru yang disediakan oleh
pemerintah sangat diharapkan oleh siswa dan guru sebagai sumber
belajar utama dalam melaksanakan K 13. Akan tetapi, dalam
kenyataannya, pada awal tahun pelajaran 2014/2015, masih banyak
sekolah yang belum menerima kedua jenis buku itu secara lengkap dan
dalam jumlah yang cukup. Di sejumlah sekolah, buku teks pelajaran
untuk siswa diterima, tetapi tidak disertai dengan buku guru.
Penyebarluasan buku teks pelajaran dan buku guru melalui internet
dan dalam bentuk CD kurang dapat mengatasi keterlambatan dan
kekurangan jumlah buku.
Di samping masalah jumlah, isi buku juga mengandung
mengandung kelemahan yang cukup mengganggu. Kelemahan isi buku
itu mengakibatkan buku teks pelajaran yang dipergunakan dalam tahun
2013/2014 direvisi dan dan diganti dalam tahun 2014/2015.
Pergantian buku yang baru sekali dipakai itu terjadi akibat penyusunan
buku dilakukan bersamaan waktunya ketika K 13 masih dalam proses
pengembangan serta untuk mengejar target penerapan K 13 di 6.211
sekolah sasaran dalam tahun pelajaran 2013/2014.
Masih banyak guru dan kepala sekolah menganggap K 13 berbasis

aneka sumber belajar, yang di daerah luar kota sulit diperoleh. Apalagi
kalau guru menganggap, teknologi informasi dan komunikasi
merupakan persyaratan melaksanakan K 13, masih banyak sekolah,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

iii

khususnya SD, yang tidak memiliki peralatan komputer, LCD, dan akses
ke internet. Kalaupun peralatan itu tersedia, guru yang berusia lebih
dari 40 tahun pada umumnya masih gagap teknologi. Keadaan ini
sangat berbeda dengan sekolah-sekolah yang berada di daerah
perkotaan atau di sekolah sasaran K 13.
Di pihak lain, K 13 tentu memiliki sejumlah keunggulan
dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Misalnya, pendekatan
scientific inquiry berbasis kegiatan memicu rasa ingin tahu sehingga
mendorong siswa aktif dan kritis dalam belajar. Sejak dini siswa dilatih
menalar dan belajar secara terintegrasi serta kontekstual melalui
pembelajaran tematik integratif. Pendekatan ini juga melatih siswa
memecahkan masalah menggunakan multi disiplin dan transdisiplin
ilmu. Sebagai hasil interaksi dengan sumber belajar, siswa didorong

membangun dan mengembangkan pengetahuan baru di atas
pengetahuan yang sudah mereka miliki. Penerapan teori belajar
konstruktivisme dalam pembelajaran memudahkan siswa mempelajari
hal-hal yang baru dan kreatif mengembangkannya.
Pengamatan di sekolah sasaran K 13 menunjukkan antara lain,
siswa merasa senang dan tertantang belajar dengan K 13. Kegiatan
pembelajaran yang bervariasi membuat belajar efektif, efisien,
menyenangkan dan menggairahkan. Sungguhpun menganggap sistem
penilaian menambah beban administratif, guru juga menganggap
sistem dan pola pembelajaran K 13 sesuai dengan perkembangan
pendekatan, strategi, dan metode belajar-membelajaran dewasa ini.
Guru juga terdorong belajar terus menerus agar tidak ketinggalan
informasi dari siswa yang giat beburu informasi dari berbagai sumber.
Perlu dicatat, banyak pengalaman positif diperoleh dalam menerapkan K 13 pada tahun pelajaran 2013/2014 di sekolah sasaran, baik
di SD, SMP, dan SMA/SMK. Akan tetapi, di samping jumlahnya hanya
6.221, sekolah sasaran adalah sekolah pilihan yang banyak di antaranya adalah sekolah unggulan atau bekas rintisan sekolah bertaraf
internasional. Sekolah-sekolah itu memiliki jumlah dan mutu pendidik
dan tenaga pendidikan baik, sarana dan prasarana yang lengkap,
dukungan dana yang memadai, serta siswa dari masyarakat golongan
menengah ke atas.
Pengalaman negatif dan positif dalam menerapkan K 13 pada
tahun pelajaran 2013/2014 serta dalam semester pertama 2014/2015
kelihatannya menjadi pertimbangan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menyerahkan kepada masing-masing sekolah mengambil
keputusan melanjutkan melaksanakan K 13 atau kembali ke Kurikulum
2016 (Surat Edaran Mendikbud Nomor : 179342/MPK/KR/2014 tgl 5
Desember 2014). Surat Edaran itu kemudian diperkuat dengan
Peraturan Mendikbud No 160 Tahun 2014, tanggal 11 Desember 2014
tentang Pemberlakukan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013.
Keputusan sekolah hendaknya berdasarkan pertimbangan realistis
dengan memperhatikan kemampuan sekolah dalam berbagai sumber
daya yang diperlukan termasuk pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, serta dana, karakteristik siswa, dan lingkungan.
Pertimbangan gengsi atau popularitas hendaknya bukan dijadikan
acuan sekolah dalam menentukan pilihan itu. Di dunia pendidikan
kepentingan siswa hendaknya dijadikan acuan di atas berbagai kepeniv

Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

tingan lain. Dengan demikian, penetapan terakhir kurikulum yang
akan dianut oleh setiap sekolah dilakukan oleh pemerintah memperhatikan usul sekolah serta penilaian atas kemampuan sekolah tersebut.
Penghentian pelaksanaan K 13 pada tengah tahun pelajaran
2014/2015 menimbulkan berbagai masalah dan kebingungan
penyelenggara pendidikan. Standar isi K 13 berbeda dengan Kurikulum
2006 sehingga tidak serta merta dapat ditukar secara
berkesinambungan. Kebijakan pemerintah menerapkan dua kurikulum
pada jenjang dan jenis pendidikan yang sama serta dalam kurun waktu
yang sama pula menimbulkan berbagai masalah dalam pengelolaan,
pengawasan, dan evaluasi pendidikan. Banyak alasan yang mendasar
untuk menghentikan pelaksanaan K 13 dan menganut kembali
Kurikulum 2006. Akan tetapi transisi pergantian kurikulum ini kali ini
menimbulkan masalah yang akibatnya akan terlihat pada waktu jangka
panjang. Lagi-lagi di sini guru, sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan, menjadi tumpuan harapan masyarakat. Guru diharapkan
dapat melaksanakan fungsinya secara profesional, sehingga mutu
proses dan hasil pendidikan tidak tergerus oleh gonang-ganjing
perubahan kurikulum. Kurikulum pada hakikatnya adalah
pengalaman nyata siswa di dalam dan di luar sekolah yang dirancang
oleh guru. Kepiawian guru dengan kompetensi profesional yang
dimilikinya diharapkan dapat memandu proses pembelajaran dalam
suasana pendidikan yang bermartabat.
Jurnal Pendidikan PENABUR Edisi Desember 2014 ini terbit dalam
suasana peralihan kurikulum yang dikendalikan oleh kebijakan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan mengacu pada visi dan
misi BPK PENABUR, semua pendidik dan tenaga pendidikan di satuansatuan pendidikan di lingkunga BPK PENABUR tentu tetap mawas
diri atas perubahan yang terjadi serta mempunyai landasan dan arah
yang jelas serta berprinsip iman, ilmu, dan pengetahuan. Dalam situasi
pendidikan yang demikian , Edisi ini menyajikan berbagai laporan
penelitian termasuk yang berkaitan dengan K 13. Penelitian lain
melaporan penggunaan media pembelajaran seperti cuplikan video,
fasilitas BBM, teknologi informasi, serta blended learning. Hasil
penelitian tentang program kelas akselerasi yang masih kontraversial
juga menarik perhatian dalam edisi ini.
Berbagai opini yang terkait dengan hasil penelitian yang telah
disebutkan juga dimuat seperti K 13 dalam filsafat pendidikan, K 13
dikaitkan dengan ASEAN, pembelajaran dengan kelas maya,
kepemimpinan dalam pendidikan, serta sekolah yang menjadi harapan
masyarakat. Guru memang menjadi ujung tombak pelaksanaan
pendidikan dan menjadi perhatian sebagaiman diulas dalam resensi
buku Guruku Matahariku. Sementara itu profil BPK PENABUR
Rengasdengklok memberikan gambaran bagaimana lembaga
pendidikan PENABUR berfungsi sebagai penabur iman, kasih, dan
pengetahuan di daerah yang mempunyai memiliki nilai sejarah
perjuangan bangsa Indonesia. Semoga peran serta BPK PENABUR
dari tahun ke tahun semakin berkembang dan bermakna sehingga juga
tertoreh dalam sejarah mencerdaskan bangsa Indonesia. Amin.
Redaksi
Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

v

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Penelitian

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia Dengan
Hasil Belajar Materi ZPT Ethylene Pada Pembelajaran
Blended dan Non-blended
Didip
E-mail: didipzen@yahoo.com
SMAK 8 PENABUR, Jakarta

Abstrak
enelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara penguasaan konsep Fisika dan
Kimia dan hasil belajar Biologi dengan materi ZPT Ethylene dalam dua kelompok siswa yang
menggunakan pembelajaran blended dan non-blended. Dilihat dari tujuan penelitian yang
dilakukan di SMAK 8 PENABUR Internasional Jakarta mulai Januari- Mei 2014, termasuk
penelitian deskriptif dengan menggunakan perhitungan statistik korelasi sederhana, multiple korelasi,
dan uji z-Fisher. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan penguasaan konsep Fisika pada
hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene pada kelompok blended dan non-blended. Hubungan
penguasaan konsep Kimia dalam kelompok non-blended memberikan kontribusi signifikan pada
penguasaan materi ZPT Ethylene. Kombinasi konsep Fisika dan Kimia secara bersamaan meningkatkan
hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene pada kelompok blended dan non-blended. Kontribusi penguasaan
konsep Fisika dan Kimia pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene mencapai tingkat kepercayaan
95% pada kelompok blended sedangkan kelompok non-blended tingkat kepercayaan mencapai 99%.
Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan penguasaan yang lebih baik konsep Fisika dan
Kimia secara terpisah maupun kombinasi pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene pada kelompok
blended dan non-blended. Hanya konsep Kimia pada kelompok non-blended yang mempunyai
kontribusi nyata pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene.

P

Kata-kata kunci: Pembelajaran blended, hasil belajar, ZPT Ethylene
Correlation Between Mastery of Physics and Chemistry and Learning
Outcome of ZPT Ethylene on Non-blended Learning
Abstract
This study was conducted to analyze the correlation between the mastery of Physics and Chemistry concepts and
the learning achievement in t the Ethylene Plant Growth Regulator (PGR) by using blended and non-blended
learning methods. Based on its objectives, this research conducted in the International SMAK 8 PENABUR as
from January through May 2014 using statistical calculations, simple correlation, multiple correlations and
Fisher’s Z-test. The target population of this research was the students of the International SMAK 8 PENABUR,
Tanjung Duren. The results of this research showed, there was a relationship between the mastery of Physics
concept and Biology learning achievement on the Ethylene PGR material inboth the blended and non-blended
groups. In the non-blended group, the mastery of chemistry concept made a significant contribution to whether or
not the students mastered the Ethylene PGR material. The mastery of combination of Physics and Chemistry
concepst simultaneously improved learning achievement in Biology Ethylene PGR material both the blended and
non-blended groups. The Contributions of the mastery of Physics and Chemistry concepts in learning achievement
of Biology with Ethylene PGR material reached the level of 95% in the blended group, while in the non-blended at
99% confidence level. The conclusion of this study is that there is a correlation between the concept masteryof
Physics and Chemistry separately or in combination, on learning achiement in Biology Ethylene PGR material in
the blended and non-blended groups. Only the Chemistry concept in the non-blended has a real contribution to the
Biology learning achievement of Ethylene PGR.
Key words: Blended learning, learning outcome, ZPT Ethylene
Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

1

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Pendahuluan
Sains dibagi menjadi dua cabang ilmu utama
yaitu Life Sciences (ilmu-ilmu yang mempelajari
benda hidup) dan Physical Sciences (ilmu-ilmu
yang mempelajari benda tak hidup). Life
Sciences meliputi beberapa subdisiplin ilmu
antara lain Biologi, Mikrobiologi, dan Ekologi.
Sedangkan Physical Sciences mempelajari
beberapa subdisiplin ilmu antara lain Fisika,
Kimia, Ilmu Bumi, dan Astronomi. Subdisiplin
ilmu Life Sciences dan Physical Sciences kadang
terlalu spesifik namun seringkali memiliki
konsep dasar yang tumpang tindih, oleh karena
itu sain sebenarnya merupakan ilmu yang
terintegrasi (Hewitt et al., 2013). STEM (Science,
Technology, Engineering, and Math) adalah contoh
program unggulan di Amerika dalam upaya
meningkatkan hubungan dan pemahaman
antara Life Sciences dan Physical Sciences karena
keduanya saling terintegrasi (Gentile, 2014)
Memahami Sains harus dimulai dari Fisika,
Kimia dan Biologi. Hal ini berdasarkan pada
tingkat kompleksitas yang dipelajari dalam tiap
disiplin ilmu (Hewitt et al., 2013). Biologi adalah
disiplin ilmu yang terintegrasi dengan disiplin
ilmu lain, seperti Fisika, Kimia, dan Matematika.
Ketika mempelajari sel sebagai unit struktural
dan fungsional terkecil makhluk hidup maka
akan ditemukan konsep-konsep Fisika dan
Kimia seperti atom, ion-ion, molekul organik, gas,
reaksi redok, difusi, osmosis, kinetik energi, rasio
luas permukaan, dan lain-lain (Hewitt et al., 2013;
Davidovits, 2013).
Proses pematangan buah adalah contoh
lain dalam materi Biologi yang memiliki
kompleksitas integrasi sains yang tinggi. Proses
ini membangkitkan rasa ingin tahu siswa karena
secara kasat mata tidak ada apapun yang
mempengaruhi buah sehingga akhirnya berubah
warna dan menjadi matang. Ternyata proses
pematangan buah disebabkan oleh salah satu
zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT) yang
berbentuk gas yaitu Ethylene. Gas tersebut
diproduksi oleh beberapa bagian tanaman
termasuk sel pada buah itu sendiri (McEwen,
2008; Khan, 2006). Konsep berdifusinya gas dan
luas permukaan buah dari disiplin Ilmu Fisika
akan berintegrasi dengan konsep reaksi Kimia.
2

Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

Dua integrasi konsep dasar tersebut terjadi
dalam sistem hidup yaitu sel yang terdapat
dalam buah. Disinilah konsep sain terakumulasi
dalam Ilmu Biologi (Hewitt et al., 2013).
Terintegrasinya Ilmu Biologi dengan ilmu
dasar IPA lain menuntut siswa untuk lebih
menguasai konsep sain secara menyeluruh.
Penguasaan konsep tidak hanya didapat dari
pembelajaran secara tradisional (face-to-face)
tetapi, siswa juga dapat menguasai konsep
melalui internet dan pembelajaran online atau elearning. Mengombinasikan pembelajaran
tradisional atau sering disebut pembelajaran
non-blended dengan metode belajar online atau
e-learning seperti situs-situs sain di internet,
animasi online, dokumentasi video, dan jurnaljurnal ilmiah yang relevan dengan materi
pembelajaran sering disebut pembelajaran
blended (Poon, 2013; Kerres dan Witt, 2003).
Pembelajaran blended adalah pembelajaran
abad 21 ketika teknologi informasi sudah sangat
mendukung perkembangan balajar siswa.
Dengan pembelajaran blended diharapkan
siswa dapat lebih memahami pelajaran Biologi
yang membutuhkan konsep dasar ilmu lain
(Palilonis dan Filak, 2009).
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas, identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan penguasaan konsep
Fisika dan Kimia terhadap hasil belajar Biologi
pada siswa tentang ZPT ethylene dengan
pembelajaran blended dan non-blended. Agar
penelitian lebih terarah maka batasan masalah
yang ditetapkan adalah sejauh mana pengaruh
penguasaan konsep gas dalam Fisika dan Kimia
pada materi ZPT Ethylene dalam dua kelompok
siswa yang menggunakan pembelajaran blended
dan non-blended. Dengan demikian dalam
penelitian ini penguasaan konsep gas pada
Fisika dan Kimia adalah variabel yang
dimungkinkan mempengaruhi hasil belajar
Biologi pada materi ZPT Ethylene dalam proses
Pematangan Buah.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui
kekuatan hubungan penguasaan konsep gas
pada Fisika dan Kimia dengan hasil belajar
Biologi materi ZPT Ethylene dalam proses
pematangan buah pada siswa dengan
pembelajaran blended dan non-blended.

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Informasi yang didapat dari hasil penelitian
ini memperlihatkan hubungan antara
penguasaan konsep gas pada Fisika dan Kimia
pada siswa yang diperoleh dari pembelajaran
blended dan non-blended pada materi ZPT
Ethylene pada Proses Pematangan Buah.
Hubungan tersebut tentu memberi informasi
penting tentang kontribusi penguasaan konsep
gas pada Fisika dan Kimia dalam mempelajari
materi ZPT Ethylene pada Proses Pematangan
Buah.

Kajian Pustaka
a. Teori Hasil Belajar
Menurut Hamalik (2008), hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku subjek yang meliputi
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor
dalam situasi tertentu berkat pengalamannya
berulang-ulang. Sudjana (2004) juga mendefinisikan hasil belajar dengan perubahan tingkah
laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima
pelajaranya. Di antara ketiga domain tersebut,
domain kognitif merupakan salah satu aspek
yang paling mungkin untuk dijadikan sebagai
patokan pencapaian hasil belajar. Domain
kognitif merupakan kawasan hasil belajar yang
berkaitan dengan tingkat pemahaman, berkaitan
dengan struktur materi yang diperoleh dari
proses pembelajaran.
Jika dikaji lebih mendalam, tingkatan hasil
belajar tertuang dalam taksonomi Bloom,
dikelompokkan dalam tiga domain yaitu domain
kognitif atau kemampuan berpikir, domain
afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau
keterampilan. Sedangkan Hamalik (2008),
mengatakan hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku pada diri seseorang yang dapat
diamati dan diukur dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut
dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan
dan pengembangan yang lebih baik, sebelumnya
tidak tahu menjadi tahu.
b. Tingkat Pemahaman Siswa
Churches (2009) membagi tingkat pemahaman
siswa menjadi LOTS (Lower Order Thinking Skill)

dan HOTS (High Order Thinking Skill). Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kunci
keberhasilan siswa dalam abad 21. Guru
bertanggung jawab untuk mengubah siswa dari
LOTS menjadi HOTS, yang merupakan tantangan terbesar dan tidak mudah untuk dilakukan.
Siswa harus melewati tiga tingkatan umum dari
LOTS untuk menuju ke HOTS, yaitu pengetahuan
prasyarat, pendalaman pengetahuan dan
penciptaan pengetahuan.
Proses kognitif tingkat tinggi juga telah
dipublikasikan oleh Bloom, Engelharth, Frost,
Hill, dan Kratwohl pada tahun 1956 dengan
membagi proses kognitif tingkat tinggi menjadi
beberapa tahap pengetahuan prasyarat, yaitu
pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi
(C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6)
(Moreno, 2010). Proses perkembangan kognitif
juga diungkapkan oleh Jean Piaget yang
membagi perkembangan kognitif anak manjadi
skema, asimilasi, akomodasi, operasional,
konservasi, dan klasifikasi (Santrock, 2011).
Pemahaman (C2) dibagi menjadi tiga yaitu
tingkat rendah seperti menterjemah. Tingkat
kedua pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang
diketahui berikutnya, atau menghubungkan
beberapa bagian dari grafik dengan kejadian.
Pemahaman tingkat ketiga, yaitu pemahaman
ektrapolasi yang mengharapkan seseorang
mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi atau
dapat memperluas persepsi dalam arti waktu,
dimensi, kasus, ataupun masalahnya.
c. Tingkat Penguasaan Konsep
Konsep adalah kategori yang digunakan untuk
mengelompokkan benda, kegiatan, ide, atau
orang yang sama. Konsep adalah sesuatu yang
abstrak dan tidak mempunyai keberadaan
kecuali dalam persepsi kita. Kegunaan pembentukan konsep terdapat pada fakta bahwa konsep
sangat membantu kita dalam memproses/
mengolah banyak informasi (Mandler, 2012;
Moreno, 2010).
Proses pengolahan informasi yang berasal
dari luar adalah suatu model pembelajaran yang
mengarahkan siswa menuju suatu penguasaan
konsep. Proses ini dimulai dari diterimanya
informasi oleh sensory memory yang selanjutnya
Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

3

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

akan ditentukan oleh perhatian dan persepsi
siswa terhadap informasi tersebut. Jika perhatian
dan persepsi siswa bagus tahap selanjutnya
adalah working memory, dapat diartikan sebagai
tempat informasi akan diolah dan menghasilkan
suatu makna atau arti. Akhirnya makna tersebut
akan masuk ke dalam long term memory menjadi
suatu penguasaan konsep (Moreno, 2010).
Penguasaan konsep dalam long term memory
terdiri atas tiga tahap. Pertama, konsep deklarasi
dimana siswa dapat menjelaskan pertanyaan
‘apa’. Kedua, konsep prosedural, dalam konsep
ini siswa dapat menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ dan konsep ketiga yaitu konsep kondisional,
dimana siswa dapat menjelaskan pertanyaan
‘kapan’ dan ‘mengapa’ (Moreno, 2010).
Terdapat tiga teori pembentukan suatu
konsep, yaitu: Rule Theory, Prototype Theory, dan
Exemplar Theory. Rule Theory merupakan
pembentukan konsep dan dalam teori ini terdiri
atas pengidentifikasian dan penyeleksian suatu
benda atau materi. Setelah melakukan penyeleksian, siswa mendapatkan umpan balik
kesalahan. Dari umpan balik inilah siswa terus
memperbaiki pembelajaran sampai mereka
merasa mencapai definisi konsep yang benar
(Bruner et al.,dalam Moreno, 2010).
Prototype Theory adalah konsep yang
terbentuk karena siswa menggunakan suatu
benda sebagai prototip yang mewakili suatu
kategori tertentu. Prototip burung untuk
sebagian besar orang yang tinggal di Amerika
adalah Robin, sehingga setiap siswa yang
melihat bentuk hewan seperti Robin mengkategorikan hewan itu sebagai burung. Kelemahan
teori ini adalah keraguan yang muncul ketika
siswa mengklasifikasikan hewan yang sangat
berbeda dengan Robin. Sebagai contoh, keraguan
yang muncul ketika mengklasifikasikan penguin
karena penguin tidak mirip dengan Robin
(Hampton, 1995).
Exemplar Theory adalah konsep yang
berasal dari asumsi beralasan/logis dan
pengalaman. Siswa mendapatkan banyak
contoh logis dari pengalaman sehari-hari.
Contoh ini akan terekam dalam long term
memory siswa dan digunakan sebagai bahan
asumsi logis untuk membentuk suatu konsep.
Golden Retriever, Chow Chow, Pudel, Minipom
adalah contoh-contoh yang menjadi bahan
4

Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

analisis logis siswa untuk menentukan apakah
suatu hewan tergolong sebagai anjing atau yang
lainnya (Moreno, 2010).
d. Pembelajaran Blended dan Non-Blended
Pembelajaran blended adalah program
pendidikan formal yang memungkinkan siswa
belajar melalui media online internet. Isi materi
pembelajaran dan instruksi dikontrol setiap
waktu dan proses supervisi metode pembelajaran ini dapat dilakukan dimana saja seperti di
kafe, perpustakaan umum ataupun rumah
(Staker dan Horn, 2012).
Pembelajaran blended merupakan kombinasi
antara pembelajaran tradisional dan pembelajaran online/digital, e-learning, mobile learning,
dan long distance learning / pembelajaran jarak
jauh. Pembelajaran tradisional (“Brick-andmortar”) terdiri dari instruksi-instruksi tradisional dan instruksi-instruksi yang kaya teknologi.
Instruksi tradisional fokus pada pembelajaran
“face-to-face” dan “teacher-centered”, materi
pembelajaran berbasis pada buku teks, guru, dan
tugas-tugas individu. Pembelajaran online/
digital merupakan program yang terdiri atas
pembelajaran tradisional dan menggunakan
media pembelajaran canggih seperti papan tulis
elektronik, internet, buku digital dan pembelajaran online (Staker dan Horn, 2012; Freeman,
2013; Yapici, 2012; Gedik, 2012; Obiedat, 2014).
e. Integrasi Sains Biologi
Biologi adalah ilmu yang mempelajari mahkluk
hidup dan sejarah kehidupan yang terjadi di
bumi. Mempelajari Biologi akan lebih baik jika
dimulai dari perspektif Fisika. Sebagai contoh,
jika kita mempelajari tentang biologi molekuler
maka hal paling mendasar yang perlu kita
pahami adalah atom, misalnya atom penyusun
molekul protein. Satu hal penting dalam
mempelajari Biologi adalah dapatkah kita
mengerti faktor internal (fisiologi) dan faktor
eksternal (tingkah laku) suatu proses hidup
melalui Fisika dan Kimia (Muralidhar, 2008).
Memahami Biologi modern membutuhkan
ilmu dasar Fisika dan Kimia. Sebagai contoh,
prinsip-prinsip dasar Fisika dibutuhkan dalam
menggambarkan struktur Deoxyribo Nucleic Acid
(DNA), dan konsep dasar Kimia menjelas-kan
bagaimana DNA berfungsi sebagai pusat

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

informasi genetik dan mengatur metabolisme
seluler. Tanpa pemahaman konsep Fisika dan
Kimia, siswa hanya mendapatkan pendekatan
gambaran dan sebatas pada mengingat kosakata
seperti double helix atau dari DNA, RNA dan
protein. Pada tingkat yang paling dasar, Kimia
menjelaskan secara detil fenomena alam. Hukum
Kimia secara logis didukung oleh konsep Fisika.
Sebagai contoh bagaimana atom berikatan untuk
membentuk suatu molekul yang akhirnya
membentuk materi yang ada di sekitar kita.
Konsep Biologi dibangun dari hukum Fisika dan
Kimia (Bybee, 2006).
Biologi adalah disiplin ilmu yang
mempunyai tingkat kompleksitas yang lebih
tinggi dari pada Fisika dan Kimia karena dalam
Biologi materi yang dipelajari adalah materi
hidup. Fisika adalah pelajaran yang mendalami
sifat materi, sedangkan Kimia membangun sifat
fisik materi, atom, molekul hingga semua materi
yang ada di sekitar kita. Dengan demikian,
mempelajari Biologi harus dimulai dari Fisika
dan kemudian Kimia (Hewitt et al., 2013).
Proses fotosintesis adalah materi pelajaran
Biologi yang membutuhkan integrasi pemahaman konsep Fisika dan Kimia. Klorofil pada
daun menangkap dan merubah energi radiasi
matahari pada panjang gelombang tertentu –
konsep Fisika – menjadi energi fisiologis (ATP)
yang selanjutnya membentuk molekul organik
yaitu sukrosa dimana beberapa atom karbon,
hydrogen dan oksigen menyatu oleh ikatan
Kimia (Hewitt et al., 2013).
f. ZPT Ethylene
Ethylene adalah zat pengatur tumbuh
sederhana, dapat mengatur beberapa proses
fisiologi pada tanaman, antara lain pematangan
buah, rontok dan perubahan warna daun, serta
memberikan respon terhadap tekanan biotik dan
abiotik (Khan, 2006; Yun-yi, 2013). Ehtylene
adalah hormon tanaman berupa gas sederhana
yang mengatur berbagai proses fisiologi mulai
dari perkecambahan biji sampai proses penuaan
pada organ (Qing-Hu, 2003).
Ethylene dapat diproduksi pada semua
bagian tanaman tingkat tinggi, walaupun laju
sintesis tergantung pada tipe jaringan dan status
pertumbuhan tanaman. Secara umum daerah
meristem dan buku batang adalah daerah yang

paling aktif mensintesis Ethylene. Ethylene
banyak diproduksi atau meningkat pada saat
daun menjadi tua dan gugur, pada saat bunga
berubah warna dan pada proses pematangan
buah (Taiz, 2010).
Pematangan buah adalah tahap ketika buah
siap dikonsumsi/dimakan. Secara umum pematangan buah merupakan perubahan yang terjadi
pada tahap akhir perkembangan buah sampai
terjadinya perubahan warna pada buah. Secara
biokimia dapat didefinisikan sebagai perubahan
akhir pada metabolisme jaringan yang
merangsang organisme lain untuk memakannya
dalam hal penyebaran biji (Khan, 2006).
Proses pematangan buah kiwi terdiri atas
empat tahap. Pertama adalah tahap inisiasi,
terjadi degradasi karbohidrat sehingga
meningkatkan akumulasi gula dan peningkatan
rasa manis. Kedua adalah tahap pelunakan,
pada tahap ini pectin menjadi terlarut (polar) dan
terdepolimerisasi serta berkurangnya kandungan galaktosa. Ketiga adalah tahap matang (eating
window), pada tahap ini terjadi perubahan aroma.
Keempat adalah tahap terlalu matang (over ripe),
pada tahap ini middle lamella” dinding sel
terdegradasi (Atkinson, 2011).
Sintesis Ethylene tertinggi terjadi pada
jaringan tanaman yang menua dan buah yang
sedang dalam proses pematangan (>1.0 nL/gberat basah/jam). Ethylene secara biologis aktif
pada konsentrasi yang sangat rendah – kurang
dari 1 ppm. Konsentrasi Ethylene yang terdapat
dalam buah apel dilaporkan sebanyak 2500 µl/
L (Salisbury, 1991).
Bahan dasar pembentukan ZPT Ethylene
adalah asam amino methionine, 1[14C]methionine. Asam amino ini diubah
menjadi S-Adenosylmethionine (SAM) dengan
bantuan enzim SAM synthetase dan dapat
kembali menjadi methionine melalui siklus Yang
(Taiz, 2010). Kemudian SAM akan dibentuk
menjadi 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid
(ACC) dengan bantuan enzim ACC synthase.
Selanjutnya ACC akan dioksidasi oleh enzime
ACC oksidase menjadi Ethylene (Gambar.1)
(Hopkins dan Huner, 2009).
Ethylene keluar dengan mudah dari
jaringan dan berdifusi dalam bentuk gas melalui
ruang interseluler dan keluar dari jaringan.
Ethylene sangat mudah lepas dari jaringan dan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

5

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

mempengaruhi jaringan atau organ lain. Supaya
tidak mempengaruhi jaringan lain maka
dibuatlah penjebak Ethylene yang banyak
digunakan di penyimpanan buah, sayur dan
bunga. Potasium permanganate (KMnO 4)
adalah penyerap Ethylene yang efektif dan dapat
mengurangi konsentrasi Ethylene pada buah
apel yang disimpan dari 250µl/L menjadi 10µl/
L (Taiz, 2010).
CH 2 = CH2 + KMnO4

kan buah non-Klimaterik jika diberi Ethylene
dari luar akan mempercepat laju respirasi sel,
tetapi tidak memicu produksi Ethylene dari
dalam dan tidak mempercepat proses pematangan buah. Contoh buah Klimaterik adalah apel,
pisang, alpukat dan tomat. Anggur, nanas,
strawberry dan jeruk adalah buah nonKlimaterik (Khan, 2006; Taiz, 2010).

> CH2OH +MnO2 +KOH

Gambar 1: Siklus Proses Pembentukan Ethylene
Ethylene tidak terlihat dan tidak berbau,
tetapi dapat mempengaruhi secara nyata
karakteristik buah. Ethylene diproduksi oleh sel
buah kemudian berdifusi ke udara di sekitarnya,
Ethylene akan menyebar melalui mekanisme
gradient konsentrasi dan dipengaruhi juga oleh
suhu udara yang memberikan energi kinetik pada
molekul Ethylene di udara. Ethylene tersebut
kemudian akan mempengaruhi sel buah itu
sendiri dan mengalami perubahan warna dan
tekstur (Salisbury, 1991).
Buah yang merespon Ethylene dengan cara
meningkatkan laju respirasi sel dan mempercepat proses pematang disebut buah Klimaterik.
Buah Klimaterik akan memproduksi Ethylene
tambahan jika diberi Ethylene dari luar. Sedang6

Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di SMAK 8 BPK PENABUR
Internasional, Jakarta selama 3 bulan, dimulai
dari bulan Januari-Mei 2014. Dilihat dari
tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif dengan menggunakan perhitungan
statistik korelasi sederhana, multiple korelasi,
dan uji z-Fisher, desain penelitiannya seperti
tertera dalam Gambar 2. Populasi target
penelitian ini adalah siswa SMA 8 BPK
PENABUR Internasional, Jakarta. Populasi
terjangkau adalah siswa kelas 11 yang terdiri
atas dua kelas, yaitu kelas 11 Sain AS-level dan
kelas 11 Sains New dengan total siswa berjumlah
14. Kuriku-lum yang dijalankan pada kelas ini
adalah program AS Level, kurikulum Cambridge.

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

X1

X1

rx 1y
Rx 1x 2 y

>Y

rx 2y
X2
Kelompok blended

rx 1y
Rx 1x 2 y

X2

>Y

rx 2y

dengan r tabel. Nilai r hitung didapat dari kolom
nilai total koreksi dari uji Cronbach’s Alfa. Hasil
analisis yang diperoleh menunjukkan soal yang
digunakan dalam penelitian sudah mencapai reliablilitas dan validitas yang diinginkan, Tabel 1.

Kelompok non-blended

Gambar 2: Kelompok blended dan non-blended
Keterangan:
Rx 1x2y : korelasi antara variabel x1 dan x2 dengan y
rx 1y : korelasi product moment x1 dengan y
rx 2y : korelasi product moment x2 dengan y
rx 1x 2 : korelasiproduct moment x1 dengan x2

Data dikumpulkan dengan menggunakan
instrumen berbentuk tes yang mengandung soalsoal kategori C1, C2, dan C3 dengan materi sesuai
dengan standar kompetensi (SK) Homeostasis,
dengan kompetisi dasar (KD) Zat Pengatur
Tumbuh Tanaman Ethylene. Penentuan soal
diambil dari tipe soal 1 (Paper 1) yang berbentuk
pilihan berganda.
Data dianalisis dalam dua langkah, langkah
pertama adalah analisis korelasi sederhana,
digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui
arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi
sederhana menunjukkan seberapa besar
hubungan yang terjadi antara dua variabel. Pada
penelitian ini akan dibahas analisis korelasi
sederhana dengan metode Pearson atau sering
disebut Product Moment Pearson.
Langkah kedua adalah analisis multiple
korelasi yang digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antara 3 variabel/lebih.
Terakhir Uji Z-Fisher digunakan untuk
menganalisis beda kekuatan koefisien korelasi
dari dua kelompok (ra dan rb) yang mempunyai
distribusi normal dan mempunyai sampel yang
sama. Hasil perhitungan uji Z-Fisher adalah zscore, jika z-score lebih besar dari 1.96 maka dua
koefisien korelasi dari dua kelompok adalah
berbeda secara signifikan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Reliabilitas dan Validitas Instrumen
Uji reliabilitas dan validitas pada penelitian ini
mengunakan Uji Cronbach’s Alfa. Nilai validitas
didapatkan dari perbandingan nilai r hitung

Tabel 1: Hasil Perhitungan Reliabilitas dan
Validitas Soal Fisika dan Kimia Tentang Gas
Serta Soal Biologi Tentang Ethylene.

Reliabilitas
Validitas

Fisika

Kimia

Biologi

0.875
0.475*

0.667
0.710*

0.831
0.697**

*r tabel = 0.396
**r tabel = 0.432
2. Uji Persyaratan Analisis – Uji Normalitas
dan Homogenitas
Uji normalitas yang digunakan adalah Uji
Normalitas Kolmogorov-Smirnov. Hasil dari
analisis uji Kolmogorov-Smirnov pada kelompok
blended dan non-blended adalah seperti pada
Tabel 5. Dari Tabel 2 terlihat angka normalitas
soal Fisika, Kimia dan Biologi pada kedua
kelompok di atas 0.4, dengan demikian semua
soal berdistribusi normal.
Tabel 2: Hasil Perhitungan Uji Normalitas
Kolmogorov Smirnov Soal Fisika dan Kimia
Tentang Gas serta Soal Biologi Tentang Ethylene.
Fisika Kimia Biologi
Normalitas-Blended
0.575
Normalitas-Nonblended 0.645

0.689 0.683
0.548 0.520

Uji homogenitas menggunakan uji Bartlett’s.
Hasil analisis uji Bartlett’s menunjukan nilai
c2hitung pada kelompk blended dan nonblended
lebih kecil dari nilai c2 tabel. Dengan demikian
instrumen soal Fisika, Kimia dan Biologi pada
kedua kelompok bersifat homogen, Tabel 3.
Tabel 3: Hasil Perhitungan Uji Bartlett’s pada
Kelompok Blendeddan Non-blended.
2 2

Kelompok Blended
Kelompok Nonblended

2.379
6.445

7.815
7.815

Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

7

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

dari pada mata pelajaran Fisika dan siswa lebih
memandang Fisika sebagai sain yang lebih
stabil, sehingga siswa mempunyai argumen
sendiri bahwa tidak ada hubungan erat antara
Fisika dan Biologi.
Demikian pula huTabel 4: Hasil Korelasi Pearson
bungan konsep dasar gas
Koefisien Korelasi Pearson (r) dan Signifikansi (p).
pada Fisika terhadap hasil
belajar Biologi ZPT
Pembelajaran (Y)
Ethylene tidak memberikan kontribusi yang
Biologi-Blended
Biologi-Non-blended
Ilmu Dasar IPA
nyata, nilai p pada kedua
p(2p(2kelompok > 0.05. Nilai
R
r kon+
r
r kon+
tailed)
tailed)
kontribusi konsep Fisika
pada kelompok blended
Fisika
0.495 24.5% 0.259
0.661 43.7%
0.106
sebesar 24.5% dan pada
Kimia
0.555 30.8% 0.196
0.789 62.3%
0.035*
kelompok nonblended
sebesar 43.7%. Hal perFisika dan
0.643 41.3% 0.013*
0.844 71.4%
0.00**
tama yang menyebabkan
Kimia
hubungan tidak signifiUji Z-Fisher
z-score = -0.667
kan dan kontribusi yang
rendah adalah konsep
p(2-tailed) = 0.504
Fisika gas yang memang
tidak dibutuhkan dan
*Signifikan pada level 95% / á 5%
tidak
ditemukan
dalam
pemahaman konsep
**Signifikan pada level 95% dan 99% / á 1%
pematangan
buah.
Hal
ini
sesuai dengan yang
+
2
r kontribusi = r x 100%
diungkapkan oleh Sargent (2005), konsep gas
yang terdapat dalam Fisika berfokus pada energi
Adanya hubungan penguasaan konsep gas kinetik dan keseimbangan gas sedangkan untuk
dalam Fisika dan Kimia pada hasil belajar Biologi memahami proses pematangan buah
ZPT Ethylene disebabkan ilmu pengetahuan dibutuhkan lebih banyak konsep biokimia. Hal
dalam Kimia dan tema pengetahuan alam Fisika kedua, konsep gas pada pelajaran Fisika
dan Biologi terintegrasi menjadi satu kesatuan kemungkinan diajarkan dengan metode
kurikulum sain dan teknologi. Seperti yang tradisional. Hal ini dibuktikan dengan hasil
diungkapkan oleh Erdoðan(2012) dan Tsai perhitungan korelasi Pearson, bahwa nilai
(2006), Biologi dan Fisika adalah dua ilmu sain koefisien korelasi Fisika terhadap hasil belajar
yang penting, Biologi mengeksplorasi mahkluk Biologi ZTP Ethylene pada kelompok nonhidup sedangkan Fisika fokus pada objek, materi, blended lebih kecil dari pada kelompok blended.
Penguasaan konsep gas pada Kimia sangat
dan energi yang ditemukan juga dalam pelajaran
berkorelasi dengan hasil belajar Biologi ZPT
Biologi.
Hubungan yang cukup kuat antara Ethylene baik pada kelompok blended (r= 0.555)
penguasaan konsep gas pada Fisika terhadap dan kelompok non-blended (r=0.789). Nilai
hasil belajar Biologi ZTP Ethylene pada korelasi yang baik tersebut dikarenakan konsep
kelompok blended (r=0.495) dan non-blended proses pematangan buah sangat berkaitan
(r=0.661) karenakan siswa lebih menyukai Fisika dengan konsep Kimia, misalnya reaksi kimia
yang lebih pasti dan matematis dari pada Biologi pada perubahan 1-Aminocyclopropane-1yang masih mempunyai dogma sebagai mata carboxylic acid (ACC) menjadi Ethylene yang
pelajaran hapalan. Hal ini sesuai dengan yang merupakan sebuah reaksi dekarboksilasi
dikatakan Tsai (2006) bahwa siswa menganggap (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan yang
Biologi sebagai mata pelajaran yang tidak wajib dikatakan oleh Sargent (2005) dan Taiz (2010),
3. Uji Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini diuji dengan
menggunakan Korelasi Pearson dengan hasil
seperti pada Tabel 4.

8

Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

dalam proses pematangan buah mencakup
konsep oksidasi, reduksi, dekarboksilasi, dan
isomerisasi,. Konsep dasar tersebut adalah
konsep ilmu yang terdapat dalam pelajaran
Kimia.
Hubungan penguasaan konsep gas pada
Kimia memberi kontribusi yang nyata terhadap
hasil belajar Biologi ZPT Ethylene pada
kelompok non-blended (p= 0.035) akan tetapi
memberi kontribusi yang tidak nyata pada
kelompok blended (p= 0.196). Di dalam
kelompok blended siswa mendapatkan konsep
pematangan buah dengan cara tradisional dan
e-learning, dimana sesungguhnya konsep
pembelajaran blended belum tentu lebih baik
dari non-blended karena tentu saja terdapat
beberapa kelemahan dalam metode blended
(Gedik, 2012; Obiedat, 2014).
Freeman (2013) mengatakan kelemahan
proses pembelajaran e-learning dalam kelompok
blended membuat siswa menjadi lebih terbebani,
silabus dalam model pembelajaran blended
terfokus pada banyaknya penugasan, jumlah
materi, dan managemen waktu. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Smart (2006), bahwa
faktor ketidakpuasan siswa dalam pembelajaran
dengan mengunakan metode blended adalah
alokasi waktu yang dibutuhkan dalam membuat
modul yang kurang. Sedangkan Gedik (2012),
mengatakan hambatan yang dihadapi siswa
dalam metode blended dibagi menjadi empat
yaitu tugas yang dibebankan kepada siswa
menjadi lebih banyak, desain pembelajaran yang
membingungkan siswa karena kurangnya
pelatihan dibidang IT, hambatan bahasa karena
hampir semua media internet menggunakan
bahasa Inggris, dan faktor teknologi, karena
internet tidak selamanya dapat diakses dengan
mudah sehingga jumlah waktu belajar siswa di
depan komputer menjadi berkurang.
Siswa dengan kemampuan teknologi yang
tinggi menghabiskan waktu lebih banyak
menggunakan teknologi internet tetapi mereka
juga menemukan masalah dalam hal
pemahaman memecahkan masalah dan
perencanaan belajar. Kurangnya persiapan,
sarana pendukung yang tidak mencukupi,
kurangnya akses yang mudah didapat, dan
tidak ada evaluasi dan standarisasi adalah
beberapa kendala yang dapat mempengaruhi

keberhasilan pembelajaran blended. Hal tersebut
diungkapkan juga oleh Abdulaziz (2014), Huichun (2013) dan Yen (2011), Mobile learning
dalam pembelajaran blended memberikan efek
negatif pada siswa karena banyaknya beban
kognitif yang disebabkan disain pembelajaran
yang tidak cocok. Sebagai contoh siswa diberi
tugas untuk mengekplorasi suatu materi dari
dunia nyata dan menjawab beberapa pertanyaan
dari internet. Sejumlah siswa yang kurang mendapat pelatihan bagaimana mengakses internet
dengan cepat akan lebih terbebani. Hal tersebutlah yang menjadi penyebab hubungan yang berkontribusi tidak nyata dalam kelompok blended
karena pada akhirnya siswa lebih memilih belajar dengan menggunakan metode non-blended.
Palilonis dan Filak (2009) melakukan
penelitian metode blended dan non-blended
yang diikuti oleh 174 siswa. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui efektivitas model
pembelajar-an blended yang difokuskan pada
kepuasan dan komitmen siswa. Penelitian
tersebut menunjuk-kan hasil yang tidak berbeda
nyata. Namun secara keseluruhan ditemukan
indikasi bahwa siswa mampu beradaptasi
dengan baik dengan teknologi dan proses
pembelajaran blended.
Tingginya kontribusi konsep dasar gas
pada Kimia pada kelompok non-blended terhadap
hasil belajar Biologi Ethylene mencapai nilai
signifikan pada level 95%. Hal tersebut
disebabkan konsep Kimia adalah ilmu dasar
yang sudah terintegrasi dan selalu digunakan
dalam menganalisis reaksi metabolisme dalam
pelajaran Biologi. Hal ini sesuai yang ditemukan
oleh Erdoðan (2012) dan Sumter (2011), bahwa
15% kurikulum Kimia ditekankan pada aspek
interaksi sains, teknologi dan sosial serta 25%
tema kurikulum Kimia dapat digunakan untuk
mengivestigasi ilmu pengetahuan alam. Hewitt
(2013), mengatakan mengajar Kimia dasar dapat
meningkatkan minat siswa dalam mempelajari
Kimia dan menjembatani konsep dasar Biologi
dan Kimia.
Namun demikian, jika dianalisis lebih
mendalam, kemampuan menggunakan teknologi internet pada siswa dapat memberikan
dampak negatif pada hasil belajar siswa. Siswa
yang mempunyai kemampuan menggunakan
berbagai perangkat yang berbasis web akan lebih
Jurnal Pendidikan Penabur - No.23/Tahun ke-13/Desember 2014

9

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

mudah tergoda untuk membuka situs lain yang
tidak berhubungan dengan pelajaran. Fokus
siswa akan terpecah pada berbagai situs lain
yang dapat diakses secara bersamaan. Hal ini
diungkapkan juga oleh Yen (2011), yang
mengatakan standarisasi dan pengawasan pada
metode blended yang tidak dipersiapkan secara
matang akan memberikan efek kurang baik terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Faktor yang dimungkinkan menyebabkan
kontribusi konsep dasar Fisika dan Kimia lebih
baik pada kelompok non-blended, adalah akses
internet dan e-learning pada siswa kolompok
non-blended sebelum penelitian dilakukan.
Rekam jejak penggunaan internet dan e-learning
serta pembelajaran klasikal pada siswa kelompok non-blended bisa saja sama atau lebih
banyak dari pada siswa pada kelompok
blended. Hal ini didukung oleh teknologi pada
mobile device seperti handphone yang sudah
dilengkapi oleh modem sehingga siswa dengan
mudah mengakses internet dimana pun dan
kapan pun.
Analisis korelasi Pearson yang dilakukan
secara individu/terpisah pada konsep dasar
Fisika dan Kimia kelompok pembelajaran
blended menunjukkan tidak adanya kontribusi
yang nyata pada hasil belajar Biologi. Akan
tetapi, apabila kedua konsep tersebut
digabungkan menunjukkan