HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP KARAKTERISTIK GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN SELF DISCLOSURE SISWA SMP NEGERI 2 BABAT.

(1)

SMP NEGERI 2 BABAT

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strara Satu (S-1)

Oleh :

Siti Aisyah B37208004 Dosen pengampu

Dr. S . khorriyatul khotimah., M.Psi., Psikolog Nip : 197711162008012018

UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

SURABAYA 2015


(2)

(3)

diujikan

Surabaya, 06 Januari 2015 Pengampu

Dr. S. Khoiriyatul khotimah., M.Psi., Psikolog Nip: 197711162008012018


(4)

Mengesahkan,

Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Dekan,

Prof. Dr. Moh. Sholeh, M.Pd Nip: 195912091990021001

Ketua

Dr. S. Khorriyatul Khotimah., M.Psi., Psikolog Nip: 197711162008012018

Sekretaris

Soffy Balgies M.Psi Nip:197609222009122001

Penguji I

Drs. Hamim Rosyidi , M. Si Nip: 196208241987031002

Penguji II

Drs. Sjahudi Sirodj, M. Si Nip: 1952050419800311003


(5)

tercinta serta suami, anakku dan adik-adikku. Dan semua

teman-temanku yang slalu memberikanku semangat..

Terima kasih atas segalanya..


(6)

Siti Aisyah. NIM: B37208004. 2014. Hubungan Antara Persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa di SMP Negeri 2 Babat.

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa di SMP Negeri 2 Babat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang positive anatara persepsi siswa terhahadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa. Subject dalam penelitian ini adalah siswa siswi SMP negeri 2 babat. Penelitian ini mengambil 100 orang siswa sebagai sample penelitian. Pemilihan sample dalam penelitian ini sendiri menggunakan metode cluster random sampling.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan yang positive antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure

siswa yang menunjukkan korelasi coeficient sebesar 0,267 dengan menggunakan teknik kendall tau dengan hasil signifikansi 0,000. Yang menunjukkan bahwa penelitian ini memiliki hubungan signifikan yang positive antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure.


(7)

(8)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Keaslian penelitian……….. 14

D. Tujuan Penelitian ... 18

E. Manfaat Penelitian ... 18

F. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian self disclosure ... 20

1. Tujuan self disclosure... 22

2. Pedoman dalam pengungkapan diri ... 24

3. Teori self disclosure ... 25

4. Faktor – Faktor yang mempengaruhi self disclosure………... 28

5. Aspek-aspek self disclosure... 29

6. Resiko self disclosure... 32

B. Pengertian Persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling ... 33

1. Penegertian pesepsi……….. 33

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi………. 35

3. Karakteristik guru bimbingan dan konseling………... 36

4. Fungsi bimbingan dan konseling………. 40

5. Asas-asas bimbingan dan konseling……… 41

6. Guru bimbingan dan konseling……… 43

7. Tugas guru bimbingan dan konseling……….. 44

8. Persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling………. 45

C. Hubungan Antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure ... 46

D. Kerangka Teoritik ... 47


(9)

bimbingan dan konseling………... 55

2. Variable self disclosure ... 59

D.Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65

1. Lokasi penelitian………... 65

2. Profil sekolah smp negeri 2 babat………. 66

3. Profil guru bimbingan dan konmseling………. 68

4. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian………... 71

5. Diskripsi Hasil Penelitian ... 72

B. Pengujian Hipotesis ... 78

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA... 84


(10)

guru bk ………... 56

Tabel III.4 : aitem-aitem skala persepsi siswa terhadap karakteristik guru bk yang valid dan gugur ... ... 57

Tabel III.5 : blu print skala self disclosure... 59

Tabel III.6 : aitem-aitem skala self disclosure yang valid dan gugur……... 62

Tabel IV.7 : uji validitas persepsi siswa terhadap karakteristik guru bk………... 72

Tabel IV.8 : uji validitas self disclosure………... 74

Tabel IV.9 : Uji reliabilitas…………... 76

Tabel IV.10 : Uji normalitas data…………... 78


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dalam penyelenggaraannya tidak hanya cukup dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan siswa untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi cita – citanya (Nurihsan dan Sudianto, 2005). Kemampuan tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai siswa. Berkaitan dengan pemikiran tersebut, tampak bahwa pendidikan yang bermutu di sekolah adalah pendidikan yang menghantarkan siswa pada pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal (Nurihsan dan Sudianto, 2005).

Namun kenyataannya pendidikan belum mampu memerankan tugas dan fungsinya secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya prestasi siswa secara umum serta masih


(12)

banyaknya kenakalan siswa dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan (Rahman, 2003). Data dari tenaga kependidikan di sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa banyak siswa yang meninggalkan sekolah sebelum tamat masih cukup tinggi; ada siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah dan ada banyak kasus siswa yang melarikan diri dari rumah karena merasa tidak mampu mengatasi kesulitan di rumah, sekolah, atau pergaulan dengan teman; kasus kenakalan remaja, terutama di daerah penduduk yang status sosial ekonominya rendah di kota-kota besar, yang mengakibatkan siswa terpaksa berurusan dengan petugas kepolisian dan pengadilan; kelakuan kasar di sekolah, sampai menyerang tenaga kependidikan secara fisik atau merusak milik sekolah; belum menamatkan jenjang pendidikan menengah, yang akhirnya membuat mereka merasa frustasi selama hidupnya; merasa tidak puas karena pendidikan di sekolah dinilai tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga belajar di sekolah meninggalkan kesan negatif. Tidak semua remaja terlibat dalam problematika yang dikemukakan di atas, namun jumlah siswa yang terlibat dalam problematika itu dianggap cukup besar, sehingga memprihatinkan dan menjadi masalah nasional (Winkel, 1997).

Dalam proses belajar mengajar guru sering menghadapi masalah adanya siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah,


(13)

dan lain sebagainya. Dalam menghadapi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, pemahaman yang utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami siswanya, merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan dan bimbingan yang tepat (Hallen, 2005 ).

Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian pendahuluan di SMP Negeri 2 Babat masalah yang sering muncul akhir-akhir ini adalah masalah kedisiplinan siswa. Hampir setiap hari guru mendapatkan siswa yang bajunya tidak dimasukkan, guru memberikan peringatan sekali dua kali kepada siswa, kalau sudah melebihi tiga kali guru bimbingan dan konseling memanggil siswa keruang BK untuk memberikan penanganan lebih lanjut. Ada juga siswa yang tidak menyukai guru mata pelajaran, sehingga membuat para siswa ketika jam pelajaran dimulai siswa tidak menghiraukan pelajaran tetapi lebih suka ngobrol dengan temannya sendiri.

Ada juga permasalahan absensi, hampir tiap kelas ada siswa yang bolos, ketika siswa ditanya oleh guru bimbingan dan konseling alasan kenapa tidak masuk sekolah, rata-rata siswa tidak mau menjawab pertanyaan guru, siswa hanya diam. Bila hal tersebut terulang sampai dua kali guru bimbingan dan konseling memanggil siswa tersebut keruang BK dan menanyakan alasan kenapa tidak masuk sekolah. Kemudian ketika alfa tiga kali guru


(14)

bimbingan dan konseling memberikan surat panggilan kepada orang tua siswa. Rata-rata siswa mau menjawab pertanyaan ketika siswa alfa dua kali, siswa baru mau jujur dengan permasalahan yang sedang mereka alami.(wawancara, 19-06-2013)

Siswa di Smp Negeri 2 Babat yang sering mendatangi ruangan guru bimbingan dan konseling rata-rata siswa perempuan sedangkan siswa laki-laki tidak ada sama sekali yang datang ke ruang BK, hanya siswa-siswa yang bermasalah saja yang datang keruang BK. Dalam hal ini bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan dalam setiap sekolah agar mampu memberikan pemecahan terhadap semua permasalahan yang sedang siswa hadapi.

Masa remaja ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Remaja di sini khususnya siswa – siswi cenderung mengembangkan kebiasaan yang makin mempersulit keadaannya, sementara dia sendiri tidak percaya pada bantuan orang lain. Alasan siswa tersebut karena ia merasa bisa mandiri, sehingga ia ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang lain dan guru pembimbing (Ridwan, 2004). Hal ini di dukung oleh pendapat Luthans (dalam Thoha 1993) bahwa persepsi merupakan suatu bentuk tingkah laku dalam mengartikan suatu perubahan yang lebih dari sekedar mendengar, melihat, dan merasakan. Karena siswa – siswi


(15)

sebenarnya hanya ingin mendapatkan rasa perhatian dari guru pembimbing tentang perbuatan yang membuat mereka senang.

Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh dengan arti. Mempersepsi tidaklah sama dengan memandang benda dan kejadian tanpa makna. Yang dipersepsi seseorang selalu merupakan ekspresi-ekspresi, benda-benda dengan fungsinya, tanda-tanda, serta kejadian-kejadian. Seperti kata Leavitt, “persepsi merupakan pandangan atau bagaimana seseorang memandang atau

mengartikan sesuatu” (Sobur, 2003:445). Semua yang dipersepsi itu mempunyai arti tersendiri dalam pikiran. Misalnya saja, siswa yang datang terlambat ke sekolah atau melanggar tata tertib sekolah, kemudian dipanggil ke ruang bimbingan dan konseling (BK) untuk menghadap guru BK atau konselor, maka siswa-siswa tersebut akan memiliki pandangan atau anggapan bahwa guru BK (konselor sekolah) adalah sosok orang yang galak, yang bisanya hanya menghukum dan mengatur para siswanya.

Yang mempersepsi tidak hanya salah satu indera saja, melainkan seluruh indera yang dimiliki oleh individu. Oleh karena itu, apa yang kita persepsi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan serta pengalaman, perasaan, keinginan, dan juga dugaan-dugaan kita. Dalam mempersepsi seseorang boleh jadi sesuai dan juga tidak sesuai dengan bagaimana orang memandang atau mengamati penampilan dan perilaku orang lain. Seseorang


(16)

mengambil kesimpulan tentang orang lain berdasarkan dari stimuli

yang diteruma, meskipun informasi yang diperoleh tidak begitu lengkap.

Persepsi individu tentang seseorang terjadi karena individu tersebut memperhatikan karakteristik, perilaku, dan juga mimik

wajah orang lain itu. Menurut Walgito (1985:51) “perhatian

merupakan langkah awal sebagai persiapan untuk mengadakan

persepsi tentang obyek tertentu.” Dari perhatian tersebut dapat ditarik kesimpulan atas orang yang sudah diamati. Seperti halnya dalam dunia pendidikan, setiap siswa mempunyai persepsi yang berbeda terhadap konselor sekolahnya. Persepsi siswa terhadap konselor terjadi karena siswa tersebut memperhatikan sesuatu yang nampak pada diri konselor, yang meliputi penampilan fisik, perilaku, dan juga ruang lingkup kerja (tugas) konselor. Jika penampilan fisik, perilaku dan ruang lingkup kerja konselor seperti apa yang diharapkan oleh siswa, maka persepsi siswa tentang konselor akan baik (positif). Begitu pula sebaliknya, jika penampilan fisik, perilaku dan ruang lingkup kerja konselor tidak seperti apa yang diharapkan oleh siswa, maka siswa akan berpersepsi kurang baik (negatif) terhadap konselor.

Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa masih ditemukan siswa yang menganggap konselor adalah seorang guru yang galak, tidak bisa diajak bercanda, bahkan konselor disebut


(17)

polisi sekolah yang bisanya hanya memarahi dan menghukum siswa-siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Sehingga apabila ada siswa yang datang menghadap konselor, maka siswa tersebut diyakini mempunyai masalah pelanggaran atau telah berbuat suatu kesalahan.

Pemahaman siswa kepada guru pembimbing harus dapat mengerti dan dapat mengkomunikasikan pengertian itu kepada mereka sehingga membuat siswa merasa diterima dan siswa ingin menceritakan permasalahannya kepada guru pembimbingnya. Guru pembimbing menurut siswa adalah guru yang disenangi siswa, dengan demikian ia dapat mengembangkan hubungan konseling yang memungkinkan terjadinya saling pengertian dan keterbukaan (Badawi, 2004). Karena menurut pemahaman siswa tentang guru pembimbing adalah guru sabar, perhatian dan selektif dalam membimbing siswanya. Pada dasarnya persepsi juga diproses yang dimulai dengan cara memberi perhatian dari pengamatan selektif ( Chaplin, 1991 ). Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling harus lebih dapat memberikan perhatian kepada siswa – siswi secara memadai.

Menurut Nurihsan & Sudianto (2005) pada saat seperti inilah para remaja perlu mendapat bimbingan dan konseling secara memadai. Bimbingan dan konseling di SMP memberikan bantuan kepada siswa yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya


(18)

mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaaan lingkungan SMP, keluarga dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya.

Pada dasarnya bimbingan merupakan bantuan yang dapat menyadarkan individu akan pribadinya sendiri (bakat, minat, kecakapan dan kemampuannya) sehingga dengan demikian ia sanggup memecahkan sendiri kesukaran – kesukaran yang dihadapinya. Bimbingan itu bukanlah pemberian arah yang telah ditentukan oleh pembimbing, bukan suatu paksaan pandangan kepada seseorang, dan bukan pula suatu pengambilan keputusan yang diperuntukkan bagi seseorang. Dalam rangka bimbingan yang memilih ini hendaknya individu diberi kebebasan untuk memilih. Pembimbing menentukan menetapkan suatu pilihan, tetapi tidak berarti pembimbing itu sendiri yang memilih, siswa sendirilah yang harus menetapkan dan menentukan sikapnya. Sehingga ia dapat mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal di sekolah, keluarga dan masyarakat (Ahmadi, 1991).

Menurut pandangan Shertzer dan Stone (dalam Amti, 2004), bimbingan diartikan sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Selama kurun waktu tertentu yang mencakup sejumlah


(19)

tahap – tahap yang secara berangkaian membawa ke tujuan yang ingin dicapai. Di dalam memberi pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul selama tahun

– tahun pekembangan menuju kedewasaan dalam kehidupan manusia. Untuk mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan menetapkan tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai – nilai yang akan menjadi pegangan selama hidupnya.

Riyanto (2002) suatu bimbingan berperan ketika peserta didik meminta bantuan untuk memperoleh informasi tertentu, untuk dapat mengambil suatu keputusan tertentu,untuk dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi, bahkan juga kalau butuh untuk didengarkan atau untuk menumpahkan perasaan – perasaan yang sedang dialami. Penting untuk disadari bahwa tujuan dari segala bimbingan adalah demi pembimbingan itu sendiri, sehingga orang yang dibimbing akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri. Bimbingan di sekolah menengah hanya akan efisien dan efektif bila bimbingan itu mendapat dukungan penuh dari pimpinan sekolah dan seluruh staf pengajar, serta koordinasi yang baik. Di samping itu, semua tenaga yang terlibat dalam bidang pembinaan siswa harus mengarahkan segala usahanya ketujuan yang sama (Winkel, 1997).

Menurut Mapiare (1984) bimbingan di sekolah harus dilaksanakan berdasarkan suatu program yang direncanakan secara


(20)

sistematis, metodis dan demokratis, supaya dapat memenuhi kebutuhan siswa berdasarkan prioritas dan merata. Bantuan yang diberikan kepada siswa meliputi; memahami diri dan lingkungannya, menemukan, memahami, dan memecahkan kesulitan, menempatkan siswa dalam kondisi yang sesuai dengan kemampuannya, melakukan tindak lanjut terhadap upaya bantuan yang telah diberikan kepada siswa sebelumnya dan melaksanakan layanan rujukan. Keseluruhan masalah yang ditangani dalam program bimbingan meliputi; penanggulangan masalah dankesulitan belajar, perencanaan dan pengembangan karir, pemecahan masalah atau kesulitan sosial dan penanganan masalah atau kesulitan pribadi.

Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan (Slameto, 2003). Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang (Sardiman, 2003).


(21)

Guru pembimbing yang kompeten dan memenuhi kualifikasi guru pembimbing yang profesional diperlukan agar tugas bimbingan dan konseling efektif. Pekerjaan guru pembimbing bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan, sebab individu-individu (siswa) yang dihadapi dan ditangani di SMP sehari-hari satu dengan yang lainnya memiliki latar belakang permasalahan yang berbeda-beda, keunikan, atau kekhasan kepribadian masing-masing (Nurihsan & Sudianto, 2005). Seorang guru pembimbing di dalam menjalankan tugasnya dituntut memiliki kemampuan untuk selalu bisa berperan sebagai fasilitator dalam membangkitkan semangat belajar, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, memberikan layanan konseling akademik, bekerja sama dengan guru / tenaga pengajar lainnya dalam pengejaran remedial. Dan juga membuat rekomendasi / referensi kepada pihak lain yang lebih kompeten untuk menyelesaikan masalah siswa (Nurihsan & Sudianto, 2005).

Sifat-sifat pribadi atau kualifikasi pribadi yang harus dimiliki oleh seorang guru pembimbing, yaitu : memiliki bakat skolastik yang baik, memiliki minat yang mendalam untuk dapat bekerja sama dengan orang lain dan memiliki kematangan emosi, kesabaran, keramahan, keseimbangan batin, tidak lekas menarik diri dari situasi yang rawan, cepat tanggap terhadap kritik, memiliki rasa humor (Nurishan & Sudianto, 2005). Kemudian


(22)

terdapat sembilan karakteristik dalam diri guru bimbingan dan konseling yang dapat menumbuhkan siswa, yaitu : empati, respek, keaslian (genuiness), kekongkretan (concreteness), konfrontasi (confrontation), membuka diri (self-disclosure), kesanggupan (potency), kesiapan (immediacy), dan aktualisasi diri (self actualization) ( Dahlan, 1992 ).

Setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi setiap stimulus yang datang pada dirinya. Dalam hal ini siswa SMP juga mempunyai pandangan sendiri-sendiri tentang guru bimbingan dan konseling mereka. Hal ini didukung oleh Rahmat (1986) yang mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman mengenai suatu objek maupun peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Bagi mereka yang menafsirkan negatif karakteristik guru bimbingan dan konselingnya, membuat siswa sulit untuk mengungkapkan masalahnya.

Menurut Crow & Crow (1960), yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti bimbingan diartikan sebagai, bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia dalam membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan memikul bebannya sendiri.


(23)

Beberapa ahli mengatakan bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistimatis dari pembimbing kepada terbimbing (siswa), agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan serta membuat keputusan sendiri ( Donald G Mortensen 1964, Miller 1968 dan Siti Rahayu Haditono 1970 ).

Tujuan bimbingan secara umum disekolah adalah memberikan bantuan kepada siswa sebagai individu agar ia mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya dalam usahanya untuk mencapai tingkat perkembangan yang dimilikinya dalam kehidupan individu dan sosialnya.

Penerimaan hubungan (receiver relationship) adalah salah satu yang berpengaruh dalam pengungkapan seseorang (Devito, 1986). Menurut Morton (dalam Sears, dkk,. 1989) self disclosure

adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Bagi siswa yang tidak terbuka kepada guru bimbingan dan konseling, maka akan membuat siswa sulit untuk mengungkapkan permasalahannya. Selain itu, self disclosure juga membawa kita pada rasa kedekatan, selama lawan bicara kita mengerti dan menerima (Myers, 1996). Sehingga melalui self disclosure ini kita dapat melihat seerat apa hubungan guru


(24)

bimbingan dan konseling dengan siswa – siswinya, sehingga membuat siswa tersebut mau mengungkapkan informasi ataupun hal – hal yang pribadi mengenai dirinya (Dahlan, 1992).

Mengingat bahwa guru pembimbing dalam kehidupan perlu untuk pembentukan siswa, maka diangkat menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan

self disclosure pada siswa SMP Negeri 2 Babat.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi siwa terhadap karakteristik guru bimbingan konseling dengan self disclosure di Smp Negeri 2 Babat?

C. Keaslian Penelitian

penelitian ini dilakukan oleh Dwi Patria Ning Rum, tentang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling Dengan Self DisclosurePada Siswa Sma “X” Surabaya.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII karena telah mendapatkan pemahaman yang banyak mengenai layanan bimbingan dan konseling, yang berjumlah 149 orang dari program IA dan IS. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan product moment, diperoleh hasil koefesien korelasi 0,187 pada taraf signifikansi (p) = 0,021 p<0,05 (signifikan), artinya variable bebas (x) persepsi terhadap layanan bimbingan dan konseling


(25)

mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan variable (y)

self disclosure. Sumbangan efektif variable persepsi terhadap layanan bimbingan dan konseling sebesar 3,5% dalam mempengaruhi self disclosure siswa. Dengan demikian, masih ada faktor-faktor lain sebesar 96,5% yang dapat mempengaruhi self disclosure.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hamdan Juwaeni (2009) tentang Study Tingkat Self Disclosure Siswa Siswi Sekolah Umum Dan Santri/Wati Pondok Pesantren. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 8 Malang kelas XI berjumlah 316 dan santri/wati Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura yang berjumlah 338 siswa. Dalam pengambilan sampel digunakan teknik sampel klaster (cluster random sampling), pada siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 8 Malang dan santri/wati kelas V Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan skala. Untuk mengetahui tingkat

self-disclosure peneliti menggunakan skor standar dan standar deviasi, dengan mengklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang dan rendah. Setelah dilakukan analisis deskriptif di peroleh tingkat self-disclosure siswasiswi sekolah umum lebih dari separuh berada pada kategori sedang dengan prosentase 58%,


(26)

sedangkan kategori tinggi 31%, dan kategori rendah dengan prosentase 11%. Sedangkan santri/wati pondok pesantren sekitar prosentase 70% termasuk dalam kategori sedang, kategori tinggi 14%, dan kategori rendah 16%. Maka dari hasil analisa data yang dilakukan diketahui bahwa tingkat self disclosure siswa-siswi sekolah umum dengan santri/wati pondok pesantren berada pada kategori sedang. Dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi sekolah umum dan santri/wati pondok pesantren mampu melakukan self-disclosure dengan baik.

Selanjutnya penelitian lain yang dilakukan oleh Nurul Huda Nasution tentang Studi kasus self disclosure pacaran jarak jauh melalui media komunikasi pada mahasiswa di departemen ilmu komunikasi FISIP USU. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam bentuk stadi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview). Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analis data model miles and huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang melakuakan LDR (long disance relationship) lebih dominan melakukan self disclosure

menggunakan media telepon kepada pasangannya dari pada menggunakan media komunikasi social.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Ditya Ardi Nugroho (2013) tentang self disclosure terhadap pasangan melalui media


(27)

facebook ditinjau dari jenis kelamin. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dan menggunakan skala

self disclosure. Jumlah subyek 60 orang, usia 16-18 tahun, kelas X. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self disclosure melalui media facebook ditinjau dari jenis kelamin. Self disclosure pada perempuan lebih tinggi dari pada self disclosure laki-laki. Perbedaan dari kedua kelompok sangat signifikan.

Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Ika Kusuma Wardani Dan Retno Tri Hariastutik tentang mengurangi persepsi negative siswa tentang konselor sekolah dengan strategi pengubahan pola pikir ( cognitive restructuring ). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menguji keefektifan strategi pengubahan pola pikir ( cognitive restructuring ) untuk mengurangi persepsi negatif siswa terhadap konselor sekolah. Penelitian pre-experiment ini dirancang menggunakan pretest post-test one group design. Subjek penelitian terdiri dari 5 siswa yang mempunyai persepsi negatif terhadap konselor sekolah kategori tinggi. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji tanda (sign test). Hasil analisis data diperoleh jumlah tanda positif = 0 dan jumlah tanda negatif = 5.

Dari tabel binomial untuk N = 5 dan X = 0 diperoleh ρ = 0, 031. Dengan taraf signifikasi 5%, ternyata harga ρ ( 0, 031) lebih kecil dari α (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh


(28)

pemberian strategi pengubahan pola pikir dalam mengurangi persepsi negatif siswa terhadap konselor sekolah.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure pada siswa Smp Negeri 2 Babat.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan Psikologi pada khususnya serta menambah sumber keperpustakaan dalam penelitian Psikologi Pendidikan, khususnya tentang hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap guru bimbingan dan konseling sehingga para siswa-siswi dapat lebih membukakan diri dengan guru bimbingan dan konselingnya terhadap masalah yang sedang dihadapinya.


(29)

F. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian dibutuhkan sistematika pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, adapun langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi gambaran umum yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tentang kajian kepustakaan (makro) dan (mikro) berupa landasan teoritis yang berkaitan dengan hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi uraian tentang rancangan penelitian, subyek penelitian,instrumen penelitian dan analisa data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi uraian tentang tempat penelitian dan hasil penelitian serta pembahasannya.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini merupakan akhir dari penulisan penelitian yang terdiri dari kesimpulan dan saran atau rekomendasi.


(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Self Disclosure

Self disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut (Johson, dalam Supratiknya, 1995).

Rogers (dalam Baron, 1994) mendefinisikan self disclosure sebagai suatu keuntungan yang potensial dari pengungkapan diri kita kepada orang lain. Menurut Morton (dalam Baron, dkk,. 1994) self disclosure adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain.

Self disclosure didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain (Wheeles, 1978). Sedangkan Person (1987) mengartikan self disclosure sebagai tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya.

Menurut Morton (dalam Sears dkk, 1989) informasi diri bisa bersifat deskriptif dan evaluatif. Informasi disebut deskriptif apabila individu melukiskan berbagai fakta mengenai dirinya sendiri yang belum diketahui orang lain. Misalnya jenis pekerjaan, alamat, dan usia. Informasi yang bersifat evaluatif berkaitan dengan pendapat atau perasaan pribadi individu


(31)

terhadap sesuatu, seperti tipe orang yang disukai atau dibenci. Selain itu, self disclosure pun bisa bersifat eksplisit. Dalam hal ini, informasi diri lebih bersifat rahasia karena tidak mungkin diketahui orang lain, kecuali diberitahukan sendiri oleh individu yang bersangkutan.

Selain Morton, Barker dan Gaut (1996) mengemukakan bahwa self disclosure adalah kemampuan seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain yang meliputi pikiran/pendapat, keinginan, perasaan maupun perhatian. self disclosure meliputi pikiran, pendapat, dan perasaan. Dengan mengungkapkan diri kepada orang lain, maka individu merasa dihargai, diperhatikan, dan dipercaya oleh orang lain, sehingga hubungan komunikasi akan semakin akrab.

Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh DeVito, (1986), yang mengartikan self disclosure sebagai salah satu tipe komunikasi dimana, informasi tentang diri yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang lain. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang diutarakan tersebut haruslah informasi baru yang belum pernah didengar orang tersebut sebelumnya. Kemudian informasi tersebut haruslah informasi yang biasanya disimpan atau dirahasiakan. Hal terakhir adalah informasi tersebut harus diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan.

Sama seperti di atas, Devito (1992) mengatakan bahwa self disclosure

merupakan kemampuan dalam memberikan informasi. Informasi yang akan disampaikan terdiri atas 5 aspek, yaitu perilaku, perasaan, keinginan, motivasi, dan ide yang sesuai dengan diri orang yang bersangkutan.


(32)

Informasi yang akan disampaikan tergantung pada kemampuan seseorang dalam melakukan self disclosure.

Sehubungan dengan itu, Valerian J. Derlega (1995) menjelaskan bahwa

self disclosure diungkapkan melalui pikiran, perasaan, dan pengalaman secara verbal. Stewan (1990) menegaskan bahwa informasi tersebut tidak hanya berbentuk verbal semata, melainkan bisa juga berbentuk nonverbal.

Heymes (1971) mengemukakan bahwa self disclosure sebagai ekspresi seseorang dalam menyampaikan informasi kepada orang lain. Haymes mengukur self disclosure dari interview-interview yang direkam pada tape-recorder. Ada tiga aspek self disclosure yaitu (1) ekspresi akan emosi dan proses emosi, (2) ekspresi akan fantasi-fantasi, impian, cita-cita, dan harapan-harapan, dan (3) ekspresi akan kesadaran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah bentuk komunikasi dimana informasi yang akan disampaikan terdiri atas 5 aspek yaitu perilaku, perasaan, keinginan, motivasi, dan ide yang sesuai dengan diri orang yang bersangkutan.

1. Tujuan Self Disclosure

Kita mengungkapkan informasi ke orang lain dengan beberapa alasan. Menurut Derlega & Grzelak (dalam Taylor, 2000), lima alasan utama untuk pengungkapan diri adalah :


(33)

1. Expression

Kadang-kadang individu membicarakan perasaannya untuk pelampiasan. Mengekspresikan perasaan adalah salah satu alasan untuk penyingkapan diri.

2. Penjernihan diri (Self Clarification)

Dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman dengan orang lain, individu mungkin mendapat self-awareness dan pemahaman yang lebih baik. Bicara kepada teman mengenai masalah dapat membantu individu untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada. 3. Keabsahan social (Social Validation)

Dengan melihat bagaimana reaksi pendengar pada pengungkapan diri yang dilakukan, individu mendapat informasi tentang kebenaran dan ketepatan pandangannya.

4. Kendali social (Social Control)

Individu mungkin mengungkapkan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya, sama seperti arti dari kontrol sosial. Individu mungkin menekan topik, kepercayaan atau ide yang akan membentuk pesan yang baik pada pendengar. Dalam kasus yang ekstrim, individu mungkin dengan sengaja berbohong untuk mengeksploitasi orang lain.

5. Perkembangan hubungan (Relationship Development)

Banyak penelitian yang menemukan bahwa kita lebih disclosure kepada orang dekat dengan kita, seperti : suami/istri, keluarga,


(34)

sahabat dekat. Penelitian lain mengklaim bahwa kita lebih disclosure pada orang yang kita sukai daripada orang yang tidak kita sukai. Kita lebih sering untuk terbuka kepada orang yang sepertinya menerima, memahami, bersahabat, dan mendukung kita.

2. Pedoman Dalam Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri kadang-kadang menimbulkan bahaya, seperti resiko adanya penolakan atau dicemooh orang lain, bahkan dapat menimbulkan kerugian material. Untuk itu, kita harus mempelajari secara cermat konsekuensi-konsekuensinya sebelum memutuskan untukmelakukan pengungkapan diri.

Menurut Devito hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri adalah sebagai berikut:

a. Motivasi melakukan pengungkapan diri

Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap hubungan dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab pengungkapan diri tidak hanya bersangkutan dengan diri kita saja tetapi juga bersangkutan dengan orang lain. Kadang-kadang keterbukaan yang kita ungkapkan dapat saja melukai perasaan orang lain.

b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri.

Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat. Misalnya bila kita ingin


(35)

mengungkapkan sesuatu pada orang lain maka kita haruslah bisa melihat apakah waktu dan tempatnya sudah tepat.

c. Timbal balik dan orang lain.

Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara kita tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan bahwa orang, tersebut tidak menyukai keterbukaan yang kita lakukan.

3. Teori Self Disclosure

Teori self disclosure diperkenalkan oleh Joseph Left dan Harry Ingham menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun tentang orang lain. Berdasarkan hal

tersebut kemudian teori ini disebut dengan teori “Jendela Johari” atau “Joharin Window”, teori tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


(36)

Gambar diatas adalah gambar yang disebut dengan Jendela Johari, dalam gambar tersebut melukiskan bahwa ada empat kemungkinan hubungan yang terbangun antar seseorang dengan orang lain. Berikut ini adalah penjelasan tentang gambar tersebut:

Daerah terbuka adalah daerah dimana seseorang mengetahui tentang dirinya dan orang lain juga tahu tentang apa yang individu tersebut tahu. Artinya suatu kondisi dimana antar seseorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga kedua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Daerah tertutup adalah daerah yang melukiskan bidang buta, masalah antar kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri. Pada daerah ini orang lain lebih mengetahui tentang diri kita. Selain itu daerah ini mencakup semua perasaan, kebiasaan, prasangka dan kecenderungan yang tidak disadari.

Daerah tersembunyi yaitu daerah dimana kita tahu tetapi orang lain tidak tahu tentang kita. Didaerah inilah dimana pikiran dan tingkah laku kita yang secara sadar kita sembunyikan dari orang lain. Seperti keinginan, rahasia, kelemahan dan hal-hal lain yang menurut kita tidak sesuai oleh orang lain.

Daerah yang terakhir yaitu daerah tidak dikenal, dimana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka. Merupakan daerah baik kita maupun orang lain tidak tahu. Keempat daerah pada jendela Johari ini saling bergantung, dimana suatu


(37)

perubahan dalam sebuah daerah akan mempengaruhi daerah lainnya. Menjalin relasi berarti memperluas daerah terbuka dan akan mengurangi daerah buta dan tersembunyi. Semakin seseorang membuka diri, akan mengurangi daerah tersembunyi. Daerah buta seseorang dapat dikurangi dengan cara meminta orang lain terbuka pada diri seseorang, dan daerah tersembunyi dikurangi dengan seseorang memberi informasi kepada orang lain agar mereka bereaksi atau menanggapi. Melalui cara tersebut mereka akan menolong mengurangi daerah buta.

Dengan demikian daerah-daerah dalam jendela Johari tersebut dapat mempengaruhi self-disclosure seseorang, karena self-disclosure

yang baik akan terbangun jika diantara kedua belah pihak saling terbuka, saling mengerti dan saling memahami satu sama lain. Artinya ketika seseorang melakukan pengungkapan diri atas permasalahan yang dihadapinya kepada orang lain dan orang tersebut mau terbuka dan menerima pengungkapan dirinya dengan baik begitu pula sebaliknya. Maka diantara kedua orang tersebut akan terbangun kedekatan, dan permasalahan yang dihadapinya menjadi lebih ringan.


(38)

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Disclosure

Menurut Devito (1986) ada beberapa faktor yang mempengaruhi Self disclosure yaitu:

a. Besarnya kelompok

Self-disclosure lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Diad (Kelompok yang terdiri dari dua orang) merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. b. Perasaan menyukai

Individu mengungkapkan diri kepada orang lain yang disukai atau dicintai dan sebaliknya individu tidak akan mengungkapkan diri kepada orang lain yang tidak disukai atau tidak dicintai. Hal ini dikarenakan orang yang disukai akan bersikap mendukung dan positif sehingga individu dapat membuka diri.

c. Efek diadik

Individu akan melakukan self-disclosure bila orang yang bersamanya juga melakukan self-disclosure. Hal ini dikarenakan efek diadik membuat seseorang merasa aman dan dapat memperkuat seseorang untuk melakukan self-disclosure.

d. Kompetensi

Orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri daripada orang yang kurang kompeten.


(39)

e. Kepribadian

Individu yang memiliki kepribadian ekstrovert lebih dapat melakukan self disclosure daripada individu yang memiliki kepribadian introvert.

f. Topik yang dibicarakan

Individu lebih menyukai topik yang berhubungan dengan pekerjaan atau hobi daripada topik tentang kehidupan seks atau tentang keuangan. Dalam informasi yang bersifat kurang baik atau dengan kata lain makin pribadi dan makin negatif suatu topik maka semakin kecil kemungkinan individu mengungkapkannya.

g. Jenis kelamin

Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin. Pria kurang terbuka dibandingkan dengan wanita.

5. Aspek-Aspek Self Disclosure

Ada beberapa aspek self disclosure yang dikemukakan Altman dan Taylor (2000), mengemukakan bahwa self disclosure merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi diri kepada orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab. Proses untuk mencapai hubungan yang akrab disebut model Penetrasi sosial.

Ada dua dimensi self disclosure seseorang yaitu keluasan dan

kedalaman. Keluasan berkaitan dengan siapa seseorang mengungkapkan dirinya (target person) seperti orang yang baru dikenal, teman biasa, orang tua/saudara dan teman dekat. Kedalaman berkaitan dengan topik


(40)

umum dan topik khusus. Pada umumnya ketika seseorang terbuka dengan orang asing atau baru dikenal topik pembicaraan umum dan kurang mendalam. Sedangkan bila seseorang terbuka dengan teman dekat maka topik pembicaraannya khusus dan lebih mendalam (topik pembicaraan semakin banyak). Sedangkan menurut Richard West dan Lynn H. Turner (2008), beberapa aspek dalam self-disclosure yaitu : a. Keluasaan (breadth) merujuk kepada berbagai topik yang

didiskusikan dalam suatu hubungan.

b. Waktu keluasan (breadth time) berhubungan dengan jumlah waktu yang dihabiskan oleh pasangan dalam berkomunikasi satu sama lainnya mengenai berbagai macam topik. Waktu yang digunakan dengan seseorang akan cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya self disclosure. Pemilihan waktu yang tepat sangat penting untuk menentukan apakah seseorang dapat terbuka atau tidak. Dalam pengungkapan diri individu perlu memperhatikan kondisi orang lain. Bila waktunya kurang tepat yaitu kondisinya capek serta dalam keadaan sedih maka orang tersebut cenderung kurang terbuka dengan orang lain. Sedangkan waktunya tepat yaitu bahagia atau senang maka ia cenderung untuk terbuka dengan orang lain.

c. Kedalaman (depth) merujuk pada tingkat keintiman yang mengarahkan diskusi mengenai suatu topik.

Keluasaan berkaitan dengan sejauhmana seseorang mengungkapkan informasi dan seberapa banyak informasi yang disampaikan seseorang


(41)

kepada orang lain. Hal tersebut baik terkait dengan informasi orang lain ataupun dengan permasalahan yang dihadapi.

Sedangkan menurut Winkel (1991), permasalahan yang banyak terjadi pada siswa yaitu permasalahan studi akademik, permasalahan perkembangan dirinya, permasalahan perkembangan kepribadian dirinya yang berhubungan dengan orang lain dan perencanaan masa depan.

Oleh karena itu menurut Hamdan Juaeni dapat disimpulkan bahwa informasi yang disampaikan seorang remaja kepada orang lain terlingkup dalam empat hal:

1. Informasi pribadi yaitu informasi mengenai dirinya seperti keadaan pribadi kejiwaan, perkembangan jasmani dan kesehatan, hubungan muda-mudi/ pacaran, keuangan, moral dan agama. 2. Informasi sosial yaitu informasi yang berhubungan dengan

lingkungan pergaulan sosial, sosial kejiwaan, kegiatan sosial dan reaksi, keadaan rumah dan keluarga.

3. Informasi karir yaitu informasi tentang masa depan, pekerjaan yang ingin dicapai dan cita-cita.

4. Informasi pendidikan yaitu informasi tentang kurikulum sekolah, program studi, prosedur pengajaran dan tugas-tugas sekolah.

Waktu keluasan (breadth time) atau lamanya waktu merupakan salah satu aspek yang sangat memberikan pengaruh terhadap self-disclosure. Artinya seberapa sering seseorang melakukan self-disclosure


(42)

semakin sering dan lama waktu yang digunakan seseorang ketika melakukan self-disclosure maka akan semakin dalam seseorang melakukan pengungkapan diri.

Dengan demikian berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa aspek dalam self-disclosure yaitu : keluasaan (breath), lamanya waktu (breadth time), dan kedalaman (depth) Kedalaman ini berkaitan dengan tingkatan-tingkatan dalam self-disclosure yaitu : basa-basi, membicarakan orang lain, menyatakan gagasan atau pendapat, mengungkapkan perasaan dan hubungan puncak, yang akan dijelasakan lebih detai pada poin selanjutnya.

6. Resiko Self Disclosure

Valerian Derlega (dalam Taylor 2000) menyatakan ada beberapa resiko yang mungkin dialami individu saat mereka sedang mengungkapkan diri, antara lain:

1. Indefference.

Individu berbagi informasi dengan orang lain untuk memulai hubungan. Terkadang, hal itu dibalas oleh orang tersebut dan hubungan pun terjalin. Hal yang sebaliknya dapat terjadi bilamana individu menemui orang yang tidak membalas dan kelihatan tidak tertarik mengetahui tentang individu tersebut.

2. Rejection.

Informasi yang diungkapkan individu mungkin akan berakibat penolakan sosial.


(43)

3. Loss of Control.

Kadang-kadang orang lain menggunakan informasi yang diberikan sebagai alat untuk menyakiti atau mengontrol perilaku individu. 4. Betrayal.

Ketika individu mengungkapkan informasi pada seseorang, individu sering mengingatkan bahwa informasi ini rahasia. Tapi sering kali informasi ini tidak dirahasiakan dan diberitahu kepada orang lain.

B. persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan Dan Konseling 1. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated

dalam diri individu ( Bimo Walgito, 2001 ) Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensori.

Kemudian ditambahkan Luthans (dalam Thoha 1993) bahwa persepsi lebih kompleks dan luas kalau dibandingkan dengan penginderaan. Dan juga merupakan suatu bentuk tingkah laku dalam mengartikan suatu perubahan yang lebih dari sekedar mendengar, melihat, dan merasakan. Persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran pola stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang


(44)

dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia atau situasi yang bersifat positif maupun negatif (Atkinson, dkk 1987).

Dan persepsi juga merupakan proses pengenalan terhadap sesuatu yang ada dan terjadi disekitarnya. Persepsi itu selalu dipengaruhi oleh kemampuan dan kematangan serta pengalaman seseorang.

Jadi setiap persepsi anak didik akan berbeda terhadap objek yang sama. Perbedaan persepsi ini di pengeruhi oleh faktor pribadi. Pribadi seseorang berbeda dari pribadi yang lain, sebagai bukti keunikan manusia, sehingga faktor pribadi ini mengakibatkan perbedaan persepsi terhadap rangsangan yang sama. Misalnya tidak bisa membedakan benda-benda yang berdekatan atau serupa dengan baik, dan kemampuan untuk membedakan-bedakan, mengelompokan, memfokuskan dan sebagainya, disebut sebagai persepsi.

Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Proses ini dimulai dengan perhatian, yaitu proses pengamatan selektif. Persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. Persepsi merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek – objek serta kejadian – kejadian (Chaplin, 1991).

Menurut Indrawijaya (1993) bahwa setiap kali seseorang dihadapkan pada suatu rangsangan yang sudah biasa ia hadapi, maka ia akan langsung mengumpulkan informasi dan membandingkannya dengan rangsangan yang dihadapi sekarang. Bagaimana individu memberi arti


(45)

terhadap rangsang tergantung pada kepribadian dan aspirasi yang bersangkutan.

Dengan demikian persepsi dapat diartikan suatu proses penafsiran seseorang terhadap sesuatu yang dilihatnya dengan mengiterpretasikan kesan-kesan sensorinya dalam usahanya memberikan makna tertentu kepada lingkungannya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Rahmat (1986) beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi individu, yaitu:

a. Perhatian, terdiri dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi; gerakan, intensitas stimuli, kebaruan dan pengulangan. Sedangkan faktor internal meliputi; faktor biologis dan sosiopsikologis.

b. Faktor fungsional (faktor personal), yang terdiri dari : (a). Karakteristik individu

(b). Suasana emosional (c). Kebudayaan (d). Kerangka rujukan c. Faktor – faktor struktural

Sifat stimuli fisik dan efek – efek saraf yang ditimbulkannya pada system saraf individu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi itu adalah perhatian, terdiri dari faktor


(46)

eksternal dan internan al, faktor fungsional (faktor personal), karakteristik individu, suasana emosional, kebudayaan, kerangka rujukan, serta faktor – faktor struktural yang berupa sifat stimuli fisik dan efek – efek saraf yang ditimbulkannya pada system saraf individu.

3. Karakteristik Guru Bimbingan Dan Konseling

Bimbingan dan Konseling merupakan serangkaian program layanan yang diberikan kepada siswa agar mereka mampu berkembang lebih baik. Bimbingan konseling diselenggarakan di sekolah – sekolah mulai dari tingkat dasar, bahkan pra sekolah sampai dengan tingkat tinggi. Menurut Hibana (2003) bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar ia mampu memahami diri, menyesuaikan diri dan mengembangkan diri, sehinggga mencapai kehidupan yang sukses dan bahagia.

Bimbingan sebagai proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal (Sunaryo dalam Nurihsan, 2005). Proses bantuan ini dilakukan secara berkesenambungan supaya individu tersebut dapat menganalisa suatu masalah, sehingga sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan, sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada umunya (Natawidjaja dalam Sukardi, 2000).

Sedangkan pengertian konseling menurut Latipun (2003) adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang


(47)

bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah tersebut. Jones (dalam Priyatno & Amti, 1999) mengatakan kemampuan memecahkan masalah tersebut harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah – masalahnya sendiri tanpa bantuan.

Berdasarkan pengertian dari Division of Counseling Psychology

(dalam Priyatno & Amti, 1999), konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan – hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya. Karena setiap jenis layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa menggunakan komponen layanan konseling maka biro pelayanan di sekolah disebut bimbingan konseling. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Mortensen (dalam Gunawan, 2001) bahwa bimbingan dan konseling adalah kegiatan integral, artinya keduanya tidak dapat. Pendapat lain juga mengatakan konseling merupakan bagian dari layanan bimbingan, baik sebagai komponen layanan maupun sebagai teknik pemberian layanan (Sukardi, 2000). Bimbingan dapat diberikan melalui konseling, dengan kata lain konseling merupakan suatu saluaran bagi pemberian layanan bimbingan (Winkel, 2000).

Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi


(48)

kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.

Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.

Menurut Dahlan (1992), beberapa karakteristik guru bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :

1. Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan menampakkan sifat bantuannnya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka yang rendah empatinya menunjukkan sifat yang secara nyata dan berarti merusak hubungan antar pribadi.


(49)

2. Respek

Respek menunjukkan secara tak langsung bahwa guru menghargai martabat dan nilai siswa sebagai manusia.

3. Keaslian (Genuiness)

Keaslian merupakan kemampuan guru menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam tanpa pura – pura, tidak bermain peranan dan tidak mempertahankan diri.

4. Kekongkretan

Kekongkretan menyatakan ekspresi yang khusus mengenai perasaaan dan pengalaman orang lain. Seorang guru yang memiliki kekongkretan tingggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, di mana,

dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi. 5. Konfrontasi

Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan siswa dengan apa yang ia alami, atau antara yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu.

6. Membuka diri (self-disclosure)

Membuka diri adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman--pengalaman pribadi guru untuk kebaikan siswa. Guru mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinya kepada siswa dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan masalah siswa.


(50)

7. Kesanggupan (Potency)

Kesanggupan dinyatakan sebagai karisma, sebagai sesuatu kekuatan yang dinamis dan maknetis dari kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling yang memiliki potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam menampilan pribadinya, menguasai dirinya dan mampu menyalurkan kompetensinya dan rasa aman kepada siswa.

8. Kesiapan

Kesiapan adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan antara siswa dan guru bimbingan dan konseling, pada waktu kini dan di sini. Tingkat kesiapan yang terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan pribadi yang terjadi antara guru bimbingan dan konseling dengan siswa dalam situasi konseling. 9. Aktualisasi diri

Aktualisasi diri menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang akan hidup dan memenuhi kebutuhannya secara langsung karena ia mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidup.

4. Fungsi Bimbingan Dan Konseling

Menurut Nurihsan & Sudianto (2005) fungsi bimbingan dan konseling yaitu :

a. Pemahaman, yaitu membantu siswa agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama)


(51)

b. Preventif, yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh siswa

c. Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa

d. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah

e. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri – ciri kepribadiannya

f. Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru atau dosen untuk mengadapatasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa

g. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar dapat menyesuaiakan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan,n peraturan sekolah, atau norma agama.

5. Asas-Asas Bimbingan Dan Konseling

Pemenuhan asas – asas bimbingan dan konseling akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan bimbingan dan


(52)

konseling. Menurut Nurihsan dan Sudianto (2005) asas – asas yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan siswa kepada guru pembimbing tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas ini akan mendasari kepercayaan siswa kepada guru pembimbing.

b. Kesukarelaan

Pelaksanaan bimbingan dan konseling berlangsung atas dasar kesukarelaan dari kedua belah pihak.

c. Keterbukaan

Bimbingan dan konseling dapat berhasil dengan baik, jika siswa yang bermasalah mau menyampaikan masalah yang dihadapi secara terus terang kepada guru pembimbing dan guru pembimbing bersedia membantunya.

d. Kekinian

Masalah yang ditangani oleh bimbingan dan konseling adalah masalah sekarang walaupun ada kaitannya dengan masalah yang lampau dan yang akan datang. Maka pembimbing sesegera mungkin menangani masalah siswa.

e. Kemandirian

Bimbingan dan konseling membantu agar siswa dapat mandiri atau tidak bergantung, baik kepada pembimbing maupun orang lain.


(53)

f. Kegiatan Bimbingan dan konseling harus dapat membantu membangkitkan siswa agar berusaha melakukan kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

g. Kedinamisan

Bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu terjadinya perubahan dan pembaharuan yang lebih pada diri siswa.

h. Keterpaduan

Bimbingan dan konseling hendaknya dapat memadukan berbagai aspek kepribadian siswa dan proses layanan yang dilakukan.

i. Kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling harus sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma agama, adat, hukum, negara, ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari.

j. Keahlian

Bimbingan dan konseling itu layanan profesional, maka perlu dilakukan oleh seorang ahli yang khusus dididik untuk melakukan tugas ini.

6. Guru Bimbingan Dan Konseling

Guru bukan hanya sekedar penyampaian pelajaran, bukan hanya sebagai penerap metode mengajar, melainkan guru adalah pribadinya, yaitu keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi dengan siswa. Menurut Gagne (dalam Djiiwandono, 2002) menunjukkan bahwa tidak semua pengajaran adalah sama dan guru membutuhkan cara


(54)

mengajar yang baik yang akan berpengaruh terhadap pengajaran. Seperti halnya siswa, guru juga berbeda dalam cara atau gaya mengajar, kepribadian, tertentu dan harapan – harapannya.

Menurut Nurihsan & Sudianto (2005) mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling adalah seorang sarjana pendidikan jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan atau seorang guru / tenaga pengajar yang sudah mengikuti penataran mengenai bimbingan dan konseling dengan memperoleh sertifikat khusus di bidang bimbingan dan konseling. Sementara itu Yusuf & Nurishan (2005) menyebutkan guru bimbingan dan konseling sebagai ”helper” pemberi bantuan yang dituntut

untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa.

Berdasarkan hal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa guru bimbingan dan konseling adalah seorang sarjana pendidikan jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan atau seorang guru / tenaga pengajar yang sudah mengikuti penataran mengenai bimbingan dan konseling dengan memperoleh sertifikat khusus di bidang bimbingan dan konseling untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa.

7. Tugas Guru Bimbingan Dan Konseling

Menurut Nurihsan dan Sudianto (2005) tugas guru bimbingan dan konseling yaitu :


(55)

1. Memasyarakatkan kegiatan bimbingan 2. Merencanakan program bimbingan

3. Melaksanakan persiapan kegiatan bimbingan

4. Melaksanakan layanan bimbingan terhadap sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya kurang mencukupi dibanding dengan jumlah siswa yang ada, seorang guru pembimbing dapat menangani lebih dari 50 orang siswa. Dengan menangani siswa 150 siswa secara intensif dan menyeluruh, berarti guru pembimbing telah menjalankan tugas wajib seorang guru, yaitu setara dengan 18 jam pelajaran seminggu.

5. Melaksanakan kegiatan penunjang bimbingan 6. Menilai proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan 7. Menganalisis hasil penilaian

8. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian 9. Mengadministrasikan kegiatan dan konseling.

10.Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada koordinator guru pembimbing

8. Persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan dan Konseling

Pada kenyataanya setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling, ada yang mempersepsikan bahwa guru bimbingan dan konseling itu menyenangkan, ada juga yang mempersepsikan bahwa guru bimbingan


(56)

dan konseling itu tidak menyenangkan. Hal ini dapat saja terjadi, dimana dari defenisi persepsi yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli antara lain pendapat Chaplin (1991) yang mengatakan bahwa persepsi itu juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman seseorang.

Dan karakteristik guru bimbingan dan konseling adalah empati, respek, keaslian, kekongkretan, konfrontasi, membuka diri (self disclosure), kesanggupan, kesiapan, aktualisasi diri.

Berdasarkan dari uraian di atas maka persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling adalah penafsiran atau penilaian siswa baik buruknya terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling yang meliputi: empati, respek, keaslian, kekongkretan, konfrontasi, mebuka diri, kesanggupan, kesiapan, dan aktualisasi diri.

C. Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan Dan Konseling Dengan Self Disclosure Pada Siswa Smp Negeri 2 Babat

Persepsi terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling merupakan suatu proses penerimaan, mengartikan dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data yang diterima oleh seseorang selanjutnya suatu reaksi yang akan muncul dari seseorang untuk memberi tanggapan atau arti terhadap stimulus yang datang padanya, dalam hal ini adalah karakteristik guru bimbingan dan konseling. Setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi setiap stimulus yang datang pada dirinya. Siswa SMP mempunyai pandangan


(57)

sendiri-sendiri tentang guru bimbingan dan konseling mereka, dalam hal ini guru bimbingan dan konseling. Hal ini didukung oleh Rahmat (1996) yang mengatakan bahwa persepsi adalah pemahaman mengenai suatu objek maupun peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Sehubungan dengan pengertian persepsi yang dikemukakan di atas bahwa berdasarkan penafsiran siswa mengenai karakteristik guru bimbingan dan konseling dimana ada yang terbuka kepada guru bimbingan dan konseling dan ada juga yang sebaliknya. Bagi siswa yang tidak terbuka kepada guru bimbingan dan konselingnya, maka membuat siswa sulit untuk mengungkapkan masalahnya. Hal ini dijelaskan Devito (1986) faktor – faktor yang mempengaruhi self disclosure adalah receiver relationship bahwa keterbukaan seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsikan orang atau objek tempat ia membuka diri.

D. Kerangka Teoritik

Self disclosure merupakan salah satu keterampilan social yang harus dimiliki seseorang dalam membangun sebuah hubungan sosial dengan lingkungannya. Menurut Devito ( 1986 ) self disclosure adalah kegiatan membagi informasi yang dilakukan seseorang meliputi pikiran, perasaan, keinginan, motivasi, dan ide kepada orang lain yang bersifat pribadi, baik hal-hal yang bersifat positif maupun negative, untuk membangun sebuah kedekatan hubungan.


(58)

Persepsi individu tentang seseorang terjadi karena individu tersebut memperhatikan karakteristik, perilaku, dan juga mimik wajah orang lain itu. Menurut Bimo Walgito ( 1989 ) perhatian merupakan langkah awal sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi tentang obyek tertentu. Dari perhatian tersebut dapat ditarik kesimpulan atas orang yang sudah diamati. Seperti halnya dalam dunia pendidikan , setiap siswa mempunyai persepsi yang berbeda terhadap guru bimbingan dan konseling disekolahnya. Persepsi siswa terhadap guru bimbingan dan konseling terjadi karena siswa tersebut memperhatikan sesuatu yang Nampak pada diri guru bimbingan dan konseling yang meliputi penampilan fisik, perilaku, dan ruang lingkup kerja (tugas) guru bimbingan dan konseling. Jika penampilan fisik, perilaku, dan ruang lingkup kerja guru bimbingan dan konseling seperti apa yang diharapkan siswa, maka persepsi siswa terhadap guru bimbingan dan konseling akan baik ( positif ). Begitu pula sebaliknya, jika penampilan fisik, perilaku, dan ruang lingkup kerja guru bimbingan dan konseling tidak seperti apa yang diharapkan siswa, maka siswa akan mempersepsikan kurang baik ( negatif ). Baik buruknya persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dapat mempengaruhi siswa untuk lebih terbuka ( disclosure ) terhadap semua permasalahan yang dihadapi.

Dalam mempersepsi seseorang boleh jadi sesuai dan juga tidak sesuai dengan bagaimana orang memandang atau mengamati penampilan dan perilaku orang lain. Seseorang mengambil kesimpulan tentang orang


(59)

lain berdasarkan dari stimuli yang diteruma, meskipun informasi yang diperoleh tidak begitu lengkap.

Menurut Devito (1986) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

self disclosure salah satunya adalah perasaan menyukai, dimana individu mengungkapkan diri kepada orang lain yang disukai atau dicintai dan sebaliknya individu tidak akan mengungkapkan diri kepada orang lain yang tidak disukai atau tidak dicintai. Hal ini dikarenakan orang yang disukai akan bersikap mendukung dan positif sehingga individu dapat membuka diri. Banyak penelitian yang menemukan bahwa kita lebih

disclosure kepada orang dekat dengan kita, seperti : suami/istri, keluarga, sahabat dekat. Penelitian lain mengklaim bahwa kita lebih disclosure pada orang yang kita sukai dari pada orang yang tidak kita sukai. Kita lebih sering untuk terbuka kepada orang yang sepertinya menerima, memahami, bersahabat, dan mendukung kita (Taylor 2000).

persepsi

persepsi siswa

kararakteristik guru bimbingan dan konseling

self disclosure siswa


(60)

E. Hipotesis

Berdasarkan pembahasan diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure pada siswa Smp Negeri 2 Babat


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang dilakukan yang memiliki langkah yang sistematis Iqbal Hasan, (2002: 20). Suharsimi Arikunto (2002: 136)

juga mengatakan bahwa “metode penelitian adalah cara yang digunakan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Jadi dapat

disimpulkan bahwa metode penelitian adalah cara yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah dalam penelitian.

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variabel-variabel pada suatu faktor yang berkaitan dengan variabel-variabel yang lain. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan melakukan survey, digunakannya pendekatan ini karena peneliti hendak mengukur hasil dari beberapa variabel yang ditetapkan melalui analisa statistik.

Jadi, dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengukur hubungan antara variabel


(62)

(X) persepsi siswa terhadap karakteristik guru BK dengan variabel(Y)

self disclosure.

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (X) : Persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru BK

2. Variabel terikat (Y) : Self Disclosure

Hubungan antara variabel (X) dan (Y)

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini dibagi dalam dua bentuk pemahaman, yaitu populasi dan sampel.

1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan di duga (Purwanto, 2007). Berdasarkan pada penelitian yang diinginkan peneliti maka yang dirasa sesuai dengan adanya permasalahan itu dan sesuai dengan kondisi subyek di lokasi penelitian, maka populasi pada penelitian ini adalah siswa Smp Negeri 2 Babat yang berjumlah ± 235 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah sejumlah subyek kurang dari jumlah populasi atau sebagian yang jumlahnya diteliti. Disini peneliti mengambil sample dengan metode cluster random sampling. Cluster random sampling adalah teknik sampling yang


(63)

menggunakan kumpulan atau kelompok (cluster) elemen populasi sebagai dasar penarikan sampel. Cara pengambilan sampel yakni dengan mengambil kelompok sampel dari 4 kelas VIII Smp Negeri 2 Babat yaitu kelas VIII A berjumlah 23 siswa, kelas VIII C berjumlah 25 siswa, kelas VIII E berjumlah 27 siswa, dan kelas VIII F dengan jumlah 25 siswa. Dengan demikian diharapkan dari sample-sample tersebut dapat mewakili seluruh populasi. Jadi penelitian ini mengambil 100 siswa sebagai sample penelitian.

C. Instrument Penelitian

Metode pengumpulan data dalam kegiatan ini mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Instrumen merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan pengukuran (Sugiyono, 2008). Tujuan ini harus dicapai dengan menggunakan metode atau cara yang efisien dan akurat.

Bentuk skala persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan konseling dan self disclosure dalam penelitian ini berupa pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban yang harus dipilih oleh subyek. Terdapat dua jenis pernyataan dalam skala ini yaitu pernyataan Favourable dan Unfavourable. Pernyataan Favourable

yaitu pernyataan yang berisi tentang hal-hal yang positif mengenai obyek sikap. Sebaliknya pernyataan Unfavourable adalah pernyataan yang berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek sikap, yaitu bersifat


(64)

tidak mendukung ataupun kontra terhadap obyek sikap yang di ungkap.

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner yang kemudian dikumpulkan dan diolah dimana kuesioner ini berisi pernyataan untuk mendapatkan data tentang indikator-indikator dari persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan konseling dan self disclosure.

Pertanyaan dalam kuesioner diuji dengan menggunakan skala

Likert 1-4 hal ini untuk mendapatkan data yang bersifat internal dan diberi skor sebagai berikut :

Favorable Skor Unfavorable Skor

sangat setuju 4 sangat setuju 1

Setuju 3 Setuju 2

tidak setuju 2 tidak setuju 3

sangat tidak setuju

1

sangat tidak setuju

4

Untuk ketepatan pernyataan agar data yang terkumpul mengarah tepat pada model maka dilakukan uji reliabilitas dan uji validitas.


(65)

1. Variabel Persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bk a. Definisi Operasional

Persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan koseling adalah penafsiran atau penilaian baik buruknya siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling yang meliputi: empati, respek, keaslian, kekongkretan, konfrontasi, mebuka diri, kesanggupan, kesiapan, dan aktualisasi diri.

Adapun indikator dari persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling adalah:

1. Empati 2. Respek 3. Keaslian 4. Kekongkritan 5. Konfrontasi 6. Membuka diri 7. Kesanggupan 8. Kesiapan 9. Aktualisasi diri


(1)

berbanding lurus, yang artinya semakin tinggi persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling maka semakin tinggi pula tingkat disclosure siswa.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil pengujian ini diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa, yang mana diperoleh hasil korelasi sebesar 0,267 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Ini menandakan bahwa semakin tinggi persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling semakin tinggi tingkat self disclosure siswa.

Menurut Devito (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure adalah receiver relationship bahwa keterbukaan seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsikan orang atau obyek tempat ia membuka diri. Individu mengungkapkan diri kepada orang lain yang disukai atau dicintai dan sebaliknya individu tidak akan mengungkapkan diri kepada orang lain yang tidak disukai atau tidak dicintai. Hal ini dikarenakan orang yang disukai akan bersikap mendukung dan positif sehingga individu dapat membuka diri.

Menurut Rahmat (!996) mengatakan bahwa persepsi adalah pemahaman mengenai suatu obyek maupun peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang


(2)

yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated dalam diri individu (Bimo walgito). setiap persepsi anak didik akan berbeda terhadap objek yang sama. Perbedaan persepsi ini di pengeruhi oleh faktor pribadi. Pribadi seseorang berbeda dari pribadi yang lain, sebagai bukti keunikan manusia, sehingga faktor pribadi ini mengakibatkan perbedaan persepsi terhadap rangsangan yang sama. Misalnya tidak bisa membedakan benda-benda yang berdekatan atau serupa dengan baik, dan kemampuan untuk membedakan-bedakan, mengelompokan, memfokuskan dan sebagainya, disebut sebagai persepsi.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa siswa Smp Negeri 2 Babat memiliki tingkat self disclosure yang tinggi .Yang mana hal ini bisa dilihat dari hasil uji korelasi antar variable yang menunjukkan hasil 0,267 dan signifikansi 0,000, ini berarti bahwa terdapat hubungan signifikan yang positif antara variable persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan variable self disclosure. Demikian pula pada persepsi yang mana semakin tinggi persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling semakin tinggi self disclosure siswa.


(3)

BAB V

PENUTUP

Bab ini menyajikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran bagi guru-guru di Smp Negeri 2 Babat dan peneliti selanjutnya.

A. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure siswa di Smp Negeri 2 Babat. Ini berarti bahwa semakin tinggi persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling semakin tinggi pula self disclosure siswa. B. SARAN

1. Guru Bimbingan Dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam bentuk layanan informasi mengenai self disclosure. Guru bimbingan dan konseling agar lebih memfokuskan tugas dari bimbingan dan konseling khususnya pada siswa, karena siswa sedang berada pada masa remaja transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa yaitu masa dimana mereka sedang mencari jati dirinya untuk membentuk pribadi yang diharapkan. Oleh karena itu guru memilki peran penting terhadap perkembangan mereka,


(4)

2. Bagi Siswa

Diharapkan siswa-siswi sekolah Smp Negeri 2 Babat dapat melakukan self-disclosure dengan lebih baik dan tepat sehingga manfaat dan tujuan dari self disclosure dapat dicapai. Dan lebih terbuka terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya hendaknya mampu mengembangkan pengetahuan tentang self-disclosure dalam ruang lingkup yang lebih luas, misalnya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat self-disclosure atau mungkin memberikan suatu pelatihan bagaimana melakukan self-disclosure yang baik dan memberikan pelatihan tentang pentingnya melakukan self-disclosure. Sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan khazanah keilmuan terutama dalam kajian self-disclosure. Selain itu disaranakan untuk lebih cermat dalam pembuatan rancangan penelitian, terutama pembuatan blue print dan aitem pada skala yang akan digunakan sebagai instrument. Disamping itu hendaknya diperhatikan juga dalam pemilihan tempat penelitian karena tempat atau lingkangan tempat penelitian akan mempengaruhi hasil dari penelitian yang dilakukan. Serta disarankan untuk lebih dalam lagi menggali data secara kualitatif untuk menganalisa data lebih dalam dan mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. & Rohani H.M. (1991). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Atkinson, R.L., Atkinson,R.C., & Hilgard,E.R., (1987). Pengantar Psikologi. Jilid. (Edisi kedelapan). Jakarta : Erlangga.

Baron, Robert A & Byrne, Donn.(2004). Psikologi Sosial jilid 1, edisi kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Chaplin, J.P. (1991). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Dahlan, R. (1992). Pedoman dan Pelaksanaan Konseling. Jakarta : Gunung Mulia.

Derlega, V.J. & Berg,J.H. 1987. Self Disclosure . London : Plenum Press.

Devito, Joseph.(1986). The Interpersonal Communication Book (fouth edition). New York: Harper & Row Publisher.

Ditya Ardi Nugroho. (2013). Jurnal. Self Disclosure Terhadap Pasangan Melalui Media Facebook Ditinjau Dari Jenis Kelamin.

Djiwandono, Sri.E., (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Grasindo.

Dwi Patria Ning Rum. Jurnal. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling Dengan Self Disclosure Pada Siswa Sma “X” Surabaya. Jurnal

Hallen, A. (2005). Bimbingan dan Konseling. Ciputat : Penerbit Quantum Teaching.

Indrawijaya,A.K. (1993). Pemahaman Siswa Dalam Belajar. Yogyakarta : Ucy Press.

Juaeni, Hamdan. (2009). Studi tingkat self disclosure siswa siswi sekolah umum dan santri/wati pondok pesantren. Skripsi. UIN Malang.

Latipun., (2003). Psikologi Konseling (edisi ketiga). Malang : UMM Press. Mapiare, N (1984). Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rajawali.

Mortensen Donal, G & Schmuller, Allen M, 1984 Guidance In To Days Schools, John Wiley & Sons. Inc

Ningsih, Rini Setia. 2007. Self-Disclosure Siswi Sekolah Umum Dan Santriwati Pondok Pesantren Modern (Studi Komparatif di SMA Negeri 1 Kendal dan SMA Pondok Pesantren Modern Selamat-Kendal Tahun Ajaran 2006/2007 (Skripsi). Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Nurihsan. & Sudianto. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling Di SMP kurikulum 2004. Jakarta : Grasindo.

Nurul Huda Nasution. Jurnal. Study Kasus Self Disclosure Pacaran Jarak Jauh Melalui Media Komunikasi Pada Mahasiswa/I Di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.


(6)

Richard West dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis Dan Aplikasi, Edisi 3 (Jakarta: Salemba Humanika).

Ridwan., (2004). Pengantar Bimbingan Konseling. Medan : penerbit IAIN Press. Riyanto, M.(2002). Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia.

Sears, dkk. 1989. Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sukardi, D.K. (2000). Pengantar dan Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antarpribadi, tinjauan psikologis. Yogyakarta: Penerbit Kasinius.

Taylor, Shelley, dkk.(2000). Social Psychology tenth edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Tri Dayakisni dan Hudaniah, Psikologi Sosial (Malang: UMM Press, 2009) Thoha.,(1993). Psikologi Umum. Yogyakarta : Gunung Agung.

Walgito, B. 1980. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi

Wardani, I.K dan R. Tri Hariastuti.(2012).”Mengurangi persepsi negative siswa tentang konselor sekolah dengan strategi mengubahan pola pikir (cognitive restructuring)”.jurnal psikologi pendidikan.

Wingkel. W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: Gramedia widiasarana.

Winkel. W. (2000). Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Gramedia Yusuf. Nurihsan. (2005). Landasan bimbingan dan Konseling. Bandung :Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan Remaja Rosdakarya.


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan dan Konseling dengan Self Disclosure pada Siswa SMP Negeri 31 Medan

2 60 83

Bullying Pada Siswa SMP Ditinjau Dari Persepsi Siswa Terhadap Guru Bimbingan Konseling (BK) Yang Humanis

0 3 10

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEMANDIRIAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DENGAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MINAT BERKONSULTASI SISWA.

0 0 9

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MINAT BERKONSULTASI SISWA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MINAT BERKONSULTASI SISWA.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MINAT BERKONSULTASI SISWA Hubunagn Antara Persepsi Terhadap Fungsi Bimbingan dan Konseling dengan Minat Berkonsultasi Siswa.

0 1 15

SELF DISCLOSURE SISWA SMP DENGAN GURU BIMBINGAN KONSELING (BK) (Studi Kasus Deskriptif Kualitatif Tingkat Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa SMP dengan Guru Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self Disclosure di SMPK St. Stanislaus II Sura

1 6 113

Hubungan Kemampuan Guru Bimbingan dan Konseling Membina Hubungan Konseling dengan Motivasi Siswa Melanjutkan Konseling

0 0 8

SELF DISCLOSURE SISWA SMP DENGAN GURU BIMBINGAN KONSELING (BK) (Studi Kasus Deskriptif Kualitatif Tingkat Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa SMP dengan Guru Bimbingan Konseling serta Teknik Meningkatkan Self Disclosure di SMPK St. Stanislaus II Sura

0 0 21