HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF DENGAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN.

(1)

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF TERHADAP

WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk

Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S. Psi)

Shinta Hardiantie Rukmana

B77212121

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan

bahwa skripsi yang berjudul “ Hubungan

Gaya

Kepemimpinan Partisipatif terhadap

Work Engagement

pada Karyawan”

merupakan

karya asli yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Karya ini sepanjang pengetahuan saya tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang atau pendapat yang pernah di acu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka.


(3)

(4)

(5)

(6)

viii

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan gaya

kepemimpinan partisipatif terhadap

work engagement

pada

karyawan di PT. Saba Pratama Surabaya. Penelitian ini merupakan

penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data

berupa skala

work engagement

dan skalagaya kepemimpinan

partisipatif. Subjek penelitian berjumlah 52 karyawan bagian

teknisi. Pengambilan sampling pada penelitian ini adalah random

sampling.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik

Product

Moment

dengan menggunakan SPSS versi 16.00

for Windows

dengan signifikansi sebesar 0,004 < 0,05 maka hipotesis diterima.

Maka hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan gaya

kepemimpinan partisipatif terhadap

work engagement

.


(7)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the relationship of participative

leadership style to the work engagement of employees at PT. Saba Pratama

Surabaya. This research is a correlation using data collection techniques such as

scale work engagement and participative leadership style. Subjects numbered 52

employees. The technicians Sampling in this study is a random sampling.

Were analyzed using the technique Product Moment by using SPSS version 16.00 for

Windows with a significance of 0.004 <0.05 then the hypothesis is accepted. The

results show that there is a relationship participatory leadership style to work

engagement.

Keywords: participatory leadership style, work engagement

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……….. i

Halaman Pengesahan ……… ii

Halaman Pernyataan ………. iii

Kata Pengantar ……….. iv

Daftar Isi ………... v

Daftar Tabel ……….. vi

Daftar Lampiran ……… vii

Intisari……….. viii

Abstrak ……….. ix

BAB I Pendahuluan ………. 1

A.

Latar Belakang ……….. 1

B.

Rumusan Masalah ……… 6

C.

Tujuan Penelitian ………. 7

D.

Manfaat Penelitian ……… 7

E.

Keaslian Penelitian ………8

BAB II Kajian Pustaka ………. 14

A.

Work Engagement

……...………... 14

1.

Pengertian

Work Engagement

……….………... 14

2.

Komponen

Work Engagement

………...………... 17

3.

Ciri-ciri

Work Engagement

………...………... 21

4.

Faktor yang mempengaruhi Work Engagement………...…... 22

B.

Gaya Kepemimpinan Partisipatif ……….. 30

1.

Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif .……….... 30

2.

Teori Kepemimpinan………... 32

3.

Tipe-tipe Kepemimpinan ………...36

4.

Fungsi Kepemimpinan……... 38

5.

Dimensi Gaya Kepemimpinan Partisipatif……... 39

6.

Karakteristik Kepemimpinan Partisipatif……... 42

7.

Keuntungan-keuntungan Potensial dari Kepemimpinan

Partisipatif...48

C.

Hubungan Gaya Kepemimpinan Partisipatif dengan

Work

Engagement

...50

D.

Landasan teoritis ……...………... 51

E.

Hipotesis ………... 55

BAB III Metode Penelitian ………... 56

A.

Variabel dan Definisi Operasional ……… 56

1.

Variabel Penelitian ……….……… 57

2.

Definisi Operasional ………... 57

B.

Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ………... 57

C.

Teknik Pengumpulan Data ……… 58

D.

Validitas dan Reliabilitas ……….. 63

E.

Analisis Data ………. 66

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ………... 69


(9)

vi 

1.

Deskripsi Subjek ………. 69

2.

Deskripsi Hasil Penelitian ………... 71

1.

Uji Reliabilitas ……….. 71

3.

Hasil………...……….. 72

1.

Uji Normalitas……….. 73

2.

Uji Linieritas………,,……….. 74

B.

Pembahasan ……….………... 76

BAB V Penutup ……… 79

A.

Kesimpulan ………... 79

B.

Saran ……… 79


(10)

vii 

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel bobot nilai

………...

60

Tabel 2 Blueprint Skala Work Engagement …….………. 60

Tabel 3 Blueprint Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif ………... 62

Tabel 4 Blue Print Aitem Valid Gaya Kepemimpinan Partisipatif ………... 64

Tabel 5 Deskripsi Subyek berdasarkan pendidikan …... 69

Tabel 6 Deskripsi Subyek berdasarkan jenis kelamin ………...….. 70

Tabel 7 Deskripsi Subyek berdasarkan lama bekerja ………….………… 70

Tabel 8 Uji Estimasi Reliabilitas ……….…. 72

Tabel 9 uji Normalitas ……...…… 73

Tabel 10 Uji Linieritas ………...………... 74


(11)

viii 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian Try Out Work Engagement………. 84

Lampiran 2: Uji Reliabilitas Work Engagement dari Modul UWES……… 86

Lampiran 3: Skoring Skala Work Engagement setelah uji coba……... 87

Lampiran 4: Uji Reliabilitas Skala work Engagement setelah uji coba ….... 88

Lampiran 5: Skala gaya kepemimpinan partisipatif uji coba………... 90

Lampiran 6: Data Mentah Skala gaya kepemimpinan partispatif try out…. 95

Lampiran 7: Skoring Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif try out…….. 99

Lampiran 8: Uji Validitas Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif ….….... 103

Lampiran 9: Sebaran aitem Valid dan Gugur skala kepemimpinan... 105

Lampiran 10: uji Reliabilitas Skala gaya kepemimpinan try out……...…. 107

Lampiran 11: Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif setelah try out…... 109

Lampiran 12: Data Mentah Skala Kepemimpinan setelah try out …... 113

Lampiran 13: Skoring Skala Kepemimpinan setelah try out……… 119

Lampiran 14: Uji reliabilitas Skala Gaya Kepemimpinan setelah try out… 125

Lampiran 15: Uji Normalitas Data ………... 126

Lampiran 16: Uji Linieritas……….………... 127


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Usaha dalam mencapai tujuan organisasi atau industri perlu

membutuhkan kerjasama yang solid antara dua orang atau lebih. Kerja

sama akan memudahkan untuk mencapai tujuan daripada dikerjakan

sendiri. Organisasi adalah suatu sistem kerja sama yang dijalankan oleh

beberapa orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan. Pentingnya

perusahaan memberi pengarahan terhadap pentingnya melakukan suatu

pekerjaan dengan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Sebenarnya setiap orang terlibat atau melibatkan diri dalam pembentukan

tim. Tim adalah terciptanya sinergi atau kekuatan yang berasal dari

kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi (Wibowo, dalam

Warsihna, 2004).

Nitisemo dan Alex (1996) Dengan demikian semakin tinggi

kesadaran mengenai pentingnya kerja sama, diharapkan kerja sama dapat

meningkat. Sebaliknya karyawan kurang dapat bekerja sama karena

kesadaran mengenai arti pentingnya kerja sama masih minim. Minimnya

kerja sama di antara karyawan akan mempengaruhi dalam pencapaian

tujuan organisasi. Dalam kerja sama tim, setiap karyawan harus

memperlihatkan kompetensi yang kuat untuk berkolaborasi dengan


(13)

karakter, potensi, bakat, pengetahuan dan motivasi masing-masing

individu secara efektif. Untuk itu, perlu menjadikan seorang karyawan

mempunyai

engaged

yang tinggi.

Work engagement menjadi perhatian serius dalam dunia. Dalam

situs beritaagar.id (2016) menyatakan Di seluruh dunia, menurut Business

Insider, lebih dari 50 persen pekerja merasa tidak dihargai oleh bos

mereka. Apalagi jika bos mereka bertingkah kasar seperti suka menyela

diskusi, hanya memberikan sedikit perhatian terhadap pendapat orang lain,

tidak bisa menyemangati bawahan, dan tidak pernah mengucapkan terima

kasih.

Sementara itu studi lapangan yang dijelaskan dalam situs

beritaagar.id

(2016) melibatkan 95 orang karyawan yang berasal dari

beragam industri. Para peserta uji laboratorium dibagi dalam tiga

kelompok. Satu kelompok selalu diperlakukan secara adil. Kelompok

satunya lagi diperlakukan secara tidak adil, dan kelompok terakhir

diperlakukan secara adil dan tidak adil. Menurut papar peneliti

mengatakan bahwa berbeda dengan pendapat umum yang menyebutkan

bos yang lebih adil selalu lebih baik, pada penelitian tersebut

menunjukkan bahwa selalu diperlakukan secara tidak adil bisa lebih baik

bagi para karyawan daripada diperlukan kadang-kadang secara adil dan

kadang secara tidak adil. Menurut Brent Scott peneliti lainnya

dari Michigan State University. Meskipun studi ini mengungkapkan

bahwa bos yang kasar lebih baik daripada bos yang angin-anginan sifat


(14)

baiknya, para peneliti menekankan bahwa atasan yang selalu baik akan

memberi dampak yang baik pula pada bawahannya.

Work engagement

atau

worker

engagement

merupakan sebuah

konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang

memiliki

engagement

tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibatan

penuh dan memiliki semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya maupun

dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang.

Kata lain, definisi

work

engagement

mengacu pada keterlibatan, kepuasan

dan antusiasme karyawan dalam bekerja.

Work engagement

telah

berkembang dari berbagai konsep melingkupi motivasi, kepuasan kerja

dan komitmen organisasi.(Mujiasih & Ratnaningsih, 2014). Perlunya kerja

sama antara atasan dan bawahan yang dapat menciptakan hubungan yang

sinergi dalam menjalankan bisnis.

Salah satu alasan karyawan tidak

engaged

dengan pekerjaan

mereka karena tidak merasakan dukungan dari perusahaan. Bakker et al.,

(2011) dalam jurnal yang berjudul

“Key questions regarding work

engagement”

mengungkapkan 10 pertanyaan kunci

engagement

. Salah

satunya seorang karyawan yang menerima dukungan, terinspirasi dan

kualitas dari pimpinannya akan merasa tertantang, puas dengan

pekerjaannya dan menjadi

engagement

dengan pekerjaan yang menjadi

tugasnya, sehinga sebuah organisasi membutuhkan seorang pemimpin

yang memiliki kepemimpinan atau strategi mempengaruhi orang lain

untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Lockwood (2007) engagement


(15)

merupakan konsep yang kompleks dan dipengaruhi banyak faktor,

diantaranya adalah budaya ditempat kerja, komunikasi organisasional,

gaya manajerial yang memicu kepercayaan dan penghargaan serta

kepemimpinan yang dianut dan reputasi perusahaan itu sendiri.

Dalam suatu organisasi memerlukan seseorang untuk menempati

posisi sebagai pemimpin (leader), yaitu seseorang menduduki posisi

teratas di dalam suatu organisasi dan mengemban tugas melaksanakan

kepemimpinan (Nawawi dan Hadari, 2006). Seorang pemimpin memiliki

peranan penting untuk kemajuan perusahaan. Pemimpin perusahaan

merupakan tokoh utama untuk menentukan strategi perusahaan. Gaya

kepemimpinan yang dipilih oleh seorang pemimpin yang akan menjadi

faktor keterlibatan karyawan dalam menjalankan tujuan perusahaan.

Davis, K., Newstrom., John W (1994) menyatakan ada perbedaan

pendekatan di kalangan pemimpin dalam upaya mereka memotivasi

pegawai. Apabila pendekatan itu menekankan imbalan-ekonomik atau

sebaliknya, pemimpin menggunakan kepemimpinan yang

positif

(

positive

leadership

). Pendidikan pegawai yang lebih baik, tuntutan untuk mandiri

yang lebih besar dan berbagai faktor lainnya telah membuat motivasi

pegawai yang memuaskan lebih bergantung pada kepemimpinan yang

positif.


(16)

Kepemimpinan yang positif adalah gaya kepemimpinan

partisipatif. Pemimpin partisipatif mendesentralisasikan wewenang.

Keputusan partisipatif tidak bersifat sepihak, seperti halnya dengan

autokratik, karena keputusan itu timbul upaya konsultasi dengan pengikut

dan keikutsertaan mereka. Pemimpin dan kelompok bertindak sebagai

suatu unit sosial. Para pegawai memperoleh informasi dari pemimpin

tentang kondisi yang mempengaruhi pekerjaan mereka dan didorong untuk

mengungkapkan gagasan dan mengajukan saran. Kecenderungan yang

umum adalah kearah penerapan praktek partsipasi lebih luas karena

konsisten dengan model perilaku organisasi yang suportif dan kolegial.

Di Samarinda, perusahaan PT Harapan Rimba Raya terindikasi

melegitimasi penganiayaan yang terjadi pada pekerjanya. Penganiayaan

dilakukan oleh kepala asisten perusahaan. Peristiwa tersebut dialami dua

pekerja, pelaku menurunkan jabatan, dianiaya, dan di maki-maki.

Samarinda Post (2016) Dari paparan kasus tersebut tidak mencerminkan

seorang pemimpin yang baik bagi pekerja sehingga pekerja merasa tidak

dianggap sebagai pekerja yang dimanusiakan dan memiliki tingkat

engaged

yang minim. Kajian yang dilakukan oleh majalah “SWA”

(Januari-Februari, 2000), majalah bisnis, bersama-sama dengan “Asia

Market Intelligence Indonesia” , tentang ciri kepemimpinan dan

ciri kepribadian dari para CEO yang berhasil, menemukan bahwa tiga

ciri-ciri kepemimpinan yang paling sering disebut ialah: 1. Memiliki visi, 2.

Memiliki perhatian yang besar terhadap sumber daya manusia, dan 3.


(17)

Memiliki pengenalan situasi (

cognisance

) yang luas. Ketiga ciri

kepribadian pemimpin yang paling sering disebut adalah 1. Jujur, 2.

Berpendidikan, 3. Memiliki rasa sosial (

social sense

) yang tinggi.

Gaya kepemimpinan yang dianut adalah hal yang penting untuk

meningkatkan work engagement karyawan. Dan salah satu kepemimpinan

yang positif menurut Somech (2005) adalah gaya kepemimpinan

partisipatif. Gaya kepemimpinan partisipatif merupakan kepemimpinan

partisipatif didefinisikan sebagai proses pembuatan keputusan bersama

atau setidaknya berbagi dan bawahannya (Bell, Clement & Mjoli, Themba,

2014). Adanya kerja sama dalam fisik maupun psikis antara atasan dan

bawahan. Menurut pandangan John Naisbitt dalam buku mutakhirnya

Mindset!: Reset Your Mindset And See The future

(2006), karyawan akan

tidak bahagia,

they die before they have to die

(mereka mati sebelum

waktunya). Karyawan akan kehilangan komitmen untuk berbuat terbaik

bagi perusahaan (dalam Ancok, Jamaludin, 2014) jika pemilihan gaya

kepemimpinan yang salah.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi menemukan adanya

fenomena pada kegiatan di perusahaan. Pada pagi hari dilakukan

breafing

untuk penjelasan project baru, suasana tersebut terlihat karyawan dengan

semangat mengeluarkan pendapat atau ide dalam strategi penyelesaian

pekerjaan tersebut. Akan tetapi bagi peneliti itu hanya sekedar asumsi dan

observasi awal yang belum dibuktikan. Sehingga peneliti berminat untuk

mencari jawabannya secara langsung dengan melakukan penelitian pada


(18)

karyawan di PT. Saba Pratama Surabaya yang memperkuat peneliti untuk

meneliti dan menganalisis apakah hubungan gaya kepemimpinan

partisipatif dengan

work engagement.

B.

Rumusan Masalah

Dalam penjelasan yang melatarbelakangi penelitian ini dapat

ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan partisipatif terhadap

work

engagement

pada karyawan ?

C.

Tujuan Penelitian

Dari uraian diatas tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh dari gaya kepemimpinan partisipatif terhadap

work engagement

pada karyawan.


(19)

D.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1.

Secara teoritis

a.

Untuk memberikan kontribusi pada ilmu psikologi terutama

psikologi industri dan organisasi.

b.

Untuk mengaplikasikan teori gaya kepemimpinan partisipatif dan

work engagement

.

c.

Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan

penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

2.

Secara praktis

a.

Untuk memberikan masukan dan informasi bagi perusahaan dalam

mengelola Sumber Daya Manusia berdasarkan gaya kepemimpinan

yang dianut terutama partisipatif.

b.

Memberikan sumbangan kajian bagi para pemimpin-pemimpin

perusahaan yang dapat menjadi acuan dan sumbangan ilmu tentang

kepemimpinan dan

work engagement

bagi karyawan.


(20)

E.

Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan Bell dan Mjoli (2014) menyatakan efek

kepemimpinan partisipasi yang telah diujikan terhadap komitmen

organisasi: membandingkan dengan dua kelompok gender dari pegawai

bank. Data yang diambil dari sampel 70 pegawai bank di Alice dan King

Williams Town, menggunakan kuesioner kepemimpinan partisipatif

adaptasi dari Arnold et al. (2000); dan kuesioner komitmen organisasi

adaptasi dari Mowday et al. (1979). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan pengaruh kepemimpinan partisipatif terhadap

komitmen organisasi ditinjau dua kelompok gender, dan pengaruh positif

terhadap komitmen organisasi.

Perbedaan dan persamaan dari penelitian ini adalah pendekatan

yang diambil yaitu pendekatan komparasi dan persamaan yaitu mengambil

variabel kepemimpinan partisipatif.

Penelitian oleh Fince Masambe, Agus S, Soegoto, Jacky

Sumarauw, Universitas Sam Ratulangi (2015) yang berjudul Pengaruh

Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Inovasi Pemimpin

Terhadap Kinerja Karyawan Daihatsu Kharisma Manado menunjukkan

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan,

budaya organisasi dan inovasi pemimpin terhadap kinerja karyawan

Daihatsu Kharisma Manado baik secara simultan maupun parsial. Metode

Analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Populasi


(21)

penelitian berjumlah 37 karyawan dan sampel berjumlah 37 responden.

Hasil penelitian menunjukkan gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan

inovasi pemimpin berpengaruh secara simultan. Secara parsial pengaruh

gaya kepemimpinan dan inovasi pemimpin berpengaruh baik dan positif

terhadap kinerja karyawan Daihatsu Kharisma Manado. Sedangkan

pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan tidak berpengaruh

signifikan dan negatif. Sebaiknya pihak manajemen terus memperhatikan

gaya kepemimpinan dan inovasi pimpinan agar kinerja pegawai dapat

meningkat lebih dari sebelumnya.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan sekarang adalah pada

tempat yang berada di kota Manado dan variabel yang diteliti yakni

Budaya Organisasi, Inovasi Pemimpin, dan Kinerja Karyawan

Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh

Job Demands

,

Personal

Resources

, dan jenis kelamin terhadap

Work Engagement

pada karyawan

oleh Palupi Bimantari (2015). Perbedaan penelitian yang terdahulu dan

sekarang adalah variabel yang dibahas yakni

Job Demands

,

Personal

Resources

, dan jenis kelamin (variabel bebas).

Penelitian yang dilakukan I Nyoman Tri PP dan I Nyoman

Sudharma (2012) yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan

Partisipatif Dan Insentif Finansial Terhadap Semangat Kerja Karyawan

Pada Grand Komodo

Tour & Travel

menunjukkan penelitian ini bertujuan

untuk meneliti pengaruh gaya kepemimpinan partisipatif dan insentif


(22)

finansial baik secara simultan ataupun parsial, dan untuk mengetahui

variabel yang berpangaruh lebih besar terhadap semangat kerja karyawan

pada Grand Komodo

Tour & Travel

. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah wawancara, kuesioner, dan observasi. Responden

penelitian adalah 49 orang karyawan Grand Komodo

Tour & Travel

. Data

yang diperoleh diuji terlebih dahulu dengan uji reliabilitas, uji validitas

dan analisis faktor. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan

bahwa, dari hasil uji menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 29,327 lebih

besar dari nilai Ftabel = 3,22, maka dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel gaya

kepemimpinan partisipatif dan insentif finansial terhadap semangat kerja.

Hail uji thitung = 4,130 lebih besar dari ttabel = 1,684, maka dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh positif yang signifikan secara parsial

dari variabel gaya kepemimpinan partisipatif dan insentif finansial

terhadap semangat kerja. Variabel insentif finansial memiliki pengaruh

yang lebih besar terhadap semangat kerja jika dibandingkan dengan

variabel gaya kepemimpinan partisipatif.

Perbedaan dan persamaan dengan penelitian peneliti adalah pada

variabel yaitu Insentif finansial dengan Semangat Kerja dan juga

mengenai pada analisis data yang berbeda pula. Akan tetapi, sama

mengangkat tema gaya kepemimpinan partisipatif.

Pada penelitian Grace SM dan Cholicul H (2013) yang berjudul

Hubungan antara

Perceived Organizational Support

dengan

Work


(23)

Engagement

Pada Guru SMA Swasta di Surabaya yang menunjukkan

organizational support dengan work engagement pada guru SMA Swasta

di Surabaya. Persepsi terhadap dukungan organisasi merupakan sebagai

kepercayaan dari karyawan bahwa organisasi menghargai kontribusi dan

kesejahteraan mereka. Sedangkan keterikatan kerja adalah keadaan mental

seseorang berhubungan dengan pekerjaannya yang bersifat positif dan

penuh yang ditandai oleh vigor, dedikasi dan absorption. Subjek dari

penelitian ini adalah guru SMA Swasta yang berada di Surabaya dengan

sampel awal sebanyak 165 orang dan kemudian disaring berdasarkan

kelengkapan data yang ada hingga menjadi 128 orang, terdiri dari 92 orang

perempuan dan 36 orang laki-laki. Alat pengumpul data yang digunakan

merupakan dua alat terjemahan, yaitu Utrecht Work Engagement Scale

dari Schaufelli,dkk (2002) untuk work engagement dan skala Perceived

Organizational Support dari Rhoedes dan Eisenberger (1989), untuk

perceived organizational support. Analisis data dilakukan menggunakan

teknik korelasi nonparametrik dengan bantuan program IBM SPSS

Statistics 20. Hasil dari analisis data penelitian ini menggunakan korelasi

Spearman menyatakan bahwa perceived organizational support dan work

engagement memiliki hubungan positif yang lemah, r = 0,237, n = 128, p

< 0,01. Hal ini berarti tingginya persepsi terhadap organisasi memiliki

hubungan dengan tingginya keterikatan kerja seseorang.


(24)

Perbedaan dalam penelitian sebelumnya dan sekarang adalah

pada variabel yang berfokus pada organisasi dalam menganalisis work

engagement sedangkan peneliti berfokus pada bawahan terhadap atasan.

Penelitian Istiqomah Y, Ika W dan Ika Adita S (2012) yang

berjudul Pengaruh

Psychological Capital

Dan

Organizational-Based

Self

Esteem

Terhadap

Work Engagement.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh

psychological capital

dan

organizational-based self

esteem

terhadap

work engagement.

Sampel dalam penelitian ini ialah guru

SMA Brawijaya Smart School (BSS), SMA Laboratorium UM, SMA

Negeri 1 Malang, SMA Negeri 10 Malang, dan SMA Negeri 3 Malang

sebanyak 134 guru. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling.

Data diperoleh melalui tiga alat ukur yang telah di

transadaptasi, yaitu

Psychological Capital

Questionare

(PCQ),

organization-based self esteem scale,

dan

Utrecth Work

Engagement

Scale

-9 (UWES-9). Analisis data yang digunakan adalah uji regresi

berganda dengan menggunakan uji F (untuk uji hipotesis secara simultan)

dan uji T (untuk uji hipotesis secara parsial). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

Psychological

capital

dan

organizational-based

self-esteem

secara simultan berpengaruh terhadap

work engagement.

Selain itu

,

Psychological capital

secara parsial mempengaruhi

work

engagement.

Akan tetapi,

Organizational-based self-esteem

apabila tidak disertai

Psychological capital

tidak dapat mempengaruhi

work engagement

.


(25)

Perbedaannya adalah pada subyek dan juga perbedaan variabel.

Subyek pada peneliti mengambil karyawan di perusahaan sedangkan

perbedaannya penelitian pada jurnal mengambil subyek pada guru. Dan

juga perbedaan variabel yaitu

Psychological Capital

Dan

Organizational-Based

Self Esteem.


(26)

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.

Work Engagement

1.

Pengertian

Work Engagement

Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker

(2002) mendefinisikan

work engagement

sebagai positivitas,

pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan,

Work

engagement

merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang

berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan

vigor,

dedication dan

absorption.

Jadi seorang yang bercirikan dari ketiga

tersebut adalah seorang yang memiliki

engaged

dalam bekerja

Brown (dalam Robbins, 2003) memberikan definisi

work

engagement

yaitu dimana seorang karyawan dikatakan

work

engagement

dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat

mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan

menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi.

Karyawan dengan

work engagement

yang tinggi dengan kuat memihak

pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan

jenis kerja itu . yang dimaksud bahwa seorang yang memiliki


(27)

   

 

engagement

adalah mencurahkan dari fisik dan psikis pada

pekerjaannya.

Menurut Kahn (dalam Mujiasih,E & Ratnaningsih,IZ, 2004)

work engagement

dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota

organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan

mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama

bekerja. Yang artinya bahwa pekerjaan adalah segalanya untuk

kehidupannya.

Pengertian yang dikemukan Wellins & Concelman (dalam

Mujiasih, 2004) mengenai

work

engagement

adalah kekuatan ilusif

yang memotivasi karyawan meningatkan kinerja pada level yang lebih

tinggi, energi ini berupa komitmen terhadap organisasi, rasa memiliki

pekerjaan dan kebanggaan, usaha yang lebih (waktu dan energi),

semangat dan etertarikan, komitmen dalam melaksanakan pekerjaan.

Menurut Wilmar S, Di organisasi modern, modal mental

adalah menaikkan kepentingan. Oleh karena itu mereka tidak

membutuhkan kekuatan pekerja yang sekedar “sehat” tetapi kekuatan

pekerja yang termotivasi adalah

engaged

.(Scaufeli, W, 2011).

Dari beberapa pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan

bahwa Work Engagement adalah sebuah sugesti untuk bekerja tanpa


(28)

   

 

paksaan baik secara fisik maupun psikis dengan adanya semangat dan

kepuasan dalam diri selama bekerja.

2.

Komponen

Work Engagement

Secara ringkas Schaufeli, Salanova,

Gonzales-Roma, & Bakker,

(2002)

menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat

dalam

work

engagement

, yaitu:

a.

Vigor

Merupakan curahan energi dan mental

yang kuat selama bekerja,

keberanian

untuk berusaha sekuat tenaga dalam

menyelesaikan

suatu pekerjaan, dan tekun

dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga

kemauan untuk menginvestasikan segala

upaya dalam suatu

pekerjaan, dan tetap

bertahan meskipun menghadapi kesulitan.

b.

Dedication

Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu

pekerjaan dan mengalami

rasa

kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan,

inspirasi dan

tantangan.


(29)

   

  c.

Absorption

Dalam bekerja karyawan selalu penuh

konsentrasi dan serius

terhadap suatu

pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa

berlalu

begitu cepat dan menemukan

kesulitan dalam memisahkan diri

dengan

pekerjaan.

Luthan (2006) Komponen yang digunakan dalam mengukur

keterlibatan kerja menurut beberapa pakar:

1.

Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan

Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunujukan seorang

pekerja terlibat dalam pekerjaan. Aktif berpartisipasi adalah

perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi inilah

maka dapat diketahui seberapa seorang karyawan perhatian,

peduli, dan menguasai bidang yang menjadi perhatiannya.

2.

Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama

Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama pada karyawan yang

dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya. Apabila karyawan

merasa pekerjaannya adalah hal yang utama. Seorang karyawan

yang mengutamakan pekerjaan akan berusaha yang terbaik untuk

pekerjaannya dan menganggap pekerjaannya sebagai pusat yang

menarik dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan.


(30)

   

 

3.

Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.

Keterlibatan kerja dapat di lihat dari sikap seseorang pekerja dalam

pikiran mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan

menganggap pekerjaan penting bagi harga dirinya. Harga diri

merupakan panduan keprcayaan diri dan penghormatan diri,

mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan

kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan

sanggup mengatasi masalahmasalah kehidupan. Harga diri adalah

rasa suka dan tidak suka akan dirinya. Apabila pekerjaan tersebut

dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan

psikologis pada pekerja tersebut maka pekerja tersebut menghargai

dan akan melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin sehingga

keterlibtan kerja dapat tercapai, dan karyawan tersebut merasa

bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya.

Pendapat Lockwood (2007),

work

engagement

mempunyai tiga

dimensi yang merupakan perilaku utama, aspek tersebut mencakup:

a.

Membicarakan hal-hal positif mengenai organisasi pada

rekannya dan mereferensikan organisasi tersebut pada

karyawan dan pelanggan potensial.


(31)

   

 

b.

Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi anggota

organisasi tersebut, meskipun terdapat kesempatan untuk

bekerja di tempat lain.

c.

Memberikan upaya dan menunjukkan perilaku yang keras

untuk berkontribusi dalam kesuksesan bisnis perusahaan.

Menurut Development Dimensions International (DDI) Dalam

Bakker & Leiter (2010), terdapat 3 komponen dalam

work

engagement

, yaitu:

a.

Cognitive

Memiliki keyakinan dan mendukung atas tujuan dan nilai-nilai

organisasi

b.

Affective

Memiliki rasa kepemilikan, kebanggaan dan kelekatan terhadap

organisasi dimana ia bekerja.

c.

Behavioral

Keinginan untuk melangkah jauh bersama organisasi dan memiliki

niat yang kuat untuk bertahan dengan organisasi.


(32)

   

 

3.

Ciri-ciri

Work Engagement

Karyawan yang memiliki

work

engagement

terhadap

organisasi/ perusahaan

memiliki karakteristik tertentu. Berbagai

pendapat mengenai karakteristik karyawan

yang memiliki

work

engagement

yang tinggi

banyak dikemukakan dalam berbagai literatur,

diantaranya Federman (2009) mengemukakan

bahwa karyawan yang

memiliki

work

engagement

yang tinggi dicirikan sebagai

berikut:

1.

Fokus dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan dan juga pada

pekerjaan yang

berikutnya

2.

Merasakan diri adalah bagian dari sebuah

tim dan sesuatu yang

lebih besar daripada diri mereka sendiri

3.

Merasa mampu dan tidak merasakan

sebuah tekanan dalam

membuat sebuah

lompatan dalam pekerjaan

4.

Bekerja dengan perubahan dan mendekati

tantangan dengan

tingkah laku yang

dewasa

Menurut Hewitt (Schaufeli & Bakker, 2010), karyawan yang

memiliki

work

engagement

yang tinggi akan secara konsisten

mendemonstrasikan tiga perilaku umum, yaitu:


(33)

   

 

1.

Say

– secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi

dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang

potensial dan juga kepada pelanggan

2.

Stay

– Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi

dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di

organisasi lain

3.

Strive

– Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif

untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi.

Robertson, Smythe (2007) berpendapat bahwa karyawan yang engaged menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata mengenai pekerjaannya dan untuk organisasi yang mempekerjakan mereka. Karyawan yang engaged menikmati pekerjaan yang mereka lakukan da berkeinginan untuk memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat mensukseskan organisasi dimana mereka bekerja. Karyawan yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya

4.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Work Engagement

Menurut Lockwood (2007) engagement merupakan konsep

yang kompleks dan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah

budaya di dalam tempat bekerja, komunikasi organisasional, gaya


(34)

   

 

manajerial yang memicu kepercayaan dan penghargaan serta

kepemimpinan yang dianut dan reputasi perusahaan itu sendiri.

Engagement juga dipengaruhi karakteristik organisasional, seperti

reputasi untuk integritas, komunikasi internal yang baik dan inovasi

budaya.

Menurut Luthans (2006) tiga kondisi psikologis yang

meningkatkan kemungkinan keterlibatan individu dalam pekerjaan,

sebagai berikut :

1.

Perasaan berarti

Perasaan berarti secara psikologis adalah perasaan diterima melalui

energi fisik, kongnitif, dan emosional. Perasaan berarti adalah

merasakan pengalaman bahwa tugas yang sedang dikerjakan

adalah berharga, berguna dan atau bernilai.

2.

Rasa aman

Rasa aman secara psikologis muncul ketika individu mampu

menunjukan atau bekerja tanpa rasa takut atau memiliki

konsekuensi negatif terhadap citra diri, status, dan atau karier.

Perasaan aman dan percaya dibangun dengan situasi yang telah

diperkirakan, konsisten jelas tanpa ancaman.


(35)

   

 

3.

Perasaan ketersediaan

Perasaan ketersediaan secara psikologis berarti individu merasa

bahwa sumbersumber yang memeberikan kecukupan fisik

personal, emosional, dan kongnitif tersedia pada saat-saat yang

dibutuhkan.

Gallup (dalam Luthas, 2006) Penyebab utama keterlibatan

kerja ialah kecocokan jenis pekerjaan dengan individudalam. Peyebab

lainnya dari keterlibatan kerja didindikasikan dengan kecocokan

lingkungan kerja dengan individu.

Faktor pendorong

work engagement

yang dijabarkan oleh

Perrins (2003) meliputi 10 hal yang dijabarkan secara berurutan:

1.

Senior Management

yang memperhatikan keberadaan karyawan

2.

Pekerjaan yang memberikan tantangan

3.

Wewenang dalam mengambil keputusan

4.

Perusahaan/ organisasi yang fokus pada kepuasan pelanggan

5.

Memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk berkarier

6.

Reputasi perusahaan

7.

Tim kerja yang solid dan saling mendukung

8.

Kepemilikan sumber yang dibutuhkan untuk dapat menunjukkan

performa kerja yang prima


(36)

   

  9.

Memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat pada saat

pengambilan keputusan.

10.

Penyampaian visi organisasi yang jelas oleh senior management

mengenai target jangka panjang organisasi.

Faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja menurut

Demerouti (dalam Puspita, 2012) adalah

.

Job Demands

(Tuntutan Kerja). Tuntutan kerja merupakan

aspek-aspek fisik, sosial, maupun organisasi dari pekerjaan yang

membutuhkan usaha terus-menerus baik secara fisik maupun

psikologis demi mencapai atau mempertahankannya. Tuntutan

kerja meliputi empat faktor yaitu:

a.

beban kerja yang berlebihan (

work overload

)

.

tuntutan emosi (

emotional demands

)

.

ketidaksesuaian emosi (

emotional dissonance

)

d.

perubahan terkait organisasi (

organizational changes

).

.

Job Resources

(Sumber Daya Pekerjaan)

Keterikatan kerja juga dapat dipengaruhi oleh sumber daya

pekerjaan, yaitu aspek-aspek fisik, sosial, maupun organisasi yang

berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan pekerjaan,

mengurangi tuntutan pekerjaan dan harga, baik secara fisiologis

maupun psikologis yang harus dikeluarkan, serta menstimulasi


(37)

   

 

pertumbuhan dan perkembangan personal individu. Sumber daya

pekerjaan meliputi empat faktor yaitu: otonomi (

autonomy

),

dukungan sosial (

social support

), bimbingan dari atasan

(supervisory coaching), dan kesempatan untuk berkembang secara

profesional (

opportunities for professional development

), (3)

Personal Resources

(Sumber Daya Pribadi).

Karakteristik pribadi yang berperan penting dalam

Work

Engagement

adalah usia, kebutuhan yang kuat akan pertumbuhan dan

kepercayaan etis pekerjaan. Dan karakteristik pekerjaan yang berperan

penting dalam keterlibatan kerja adalah pekerjaan yang kuat:

pekerjaan yang memiliki otonomi, kebergaman, identitas tugas, umpan

balik dan partisipasi kerja yang tinggi. Selain itu faktor sosial dari

pekerjaan juga dapat mempengaruhi

work engagement

yaitu:

a.

Karakteristik Pribadi

1)

Usia. Karyawan yang berusia lebih tua, biasanya akan lebih

terlibat dalam kerjanya daripada karyawan yang muda. Hal ini

mungkin disebabkan pada karyawan yang lebih tua

bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya.

2)

Kebutuhan yang kuat akan pertumbuhan. Keterlibatan kerja

berhubugan dengan keyakinan bahwa pekerjaan dapat


(38)

   

 

memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, kebutuhan tersebut

adalah kebutuhan yang terpuaskan melalui proses bekerja itu

sendiri.

3)

Adanya kepercayaan dalam etnik pekerjaan yang lama. Adanya

rasa percaya terhadap keberagaman keterampilan yang dimiliki

oleh setiap individu di dalam bekerja.

b.

Faktor Sosial

Faktor sosial dalam pekerjaan juga dapat mempengaruhi Work

Engagement. Indidvidu yang bekerja didalam sebuah kelompok

menunjukkan adanya keterlibatan kerja yang lebih kuat

dibandingkan dengan individu yang bekerja sendiri.

c.

Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik Pekerjaan yang memperlihatkan kaitannya dengan

keterlibatan kerja yaitu:

1)

Kebergaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang

diperlukan untuk pekerjaan. Dengan mengaplikasikan

keterampilan yang dimiliki karyawan itu lebih banyak terlibat

pada pekerjaannya.


(39)

   

 

2)

Jati diri tugas. Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan

keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai

bagaian dari pekerjaan yang lebih besar membuat karyawan

bekerja tanpa keraguan.

3)

Tugas yang penting. Rasa pentingnya tugas bagi seseorang .

jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja.

Maka ia cenderung memiliki keterlibatan yang tinggi.

4)

Otonomi. Pekerjaan yang memberikan kebebasan,

ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan

lebih mempengaruhi keterlibatan kerja karyawan terhadap

tugas yang dikerakan.

5)

Umpan balik. Pemberian balikan pada pekerjaan yang

membantu meningkatkan keterlibatan kerja karyawan sehingga

dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak.

d.

Karakteristik Kondisi Kerja yangt menunjang

Bekerja dalam ruangan kera yang sempit, panas, yang cahaya

lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak

mengenakkan (

uncomfortable

) akan menimbulkan kengganan

untuk bekerja sehingga dengan kondisi seperti ini tidak adanya

keterlibatan kerjanya. Namun, jika kondisi kera yang


(40)

   

 

memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi tentunya akan

mempengaruhi keterlibatan kerjanya.

e.

Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi seperti sifat-sifat dan perilaku

pemimpin berhubungan dengan keterlibatan kerja. Pemimpin yang

dilihat kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas

bawahan, kecerdasan, ketegasan, penuh kepercayaan diri, inisiatif

dan memiliki team kerja yang baik dengan bawahan, maka akan

meningkatkan keterlibatan kerja yang tinggi.

B.

Gaya Kepemimpinan Partisipatif

1.

Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Menurut Davis, K & Newstrom, John W (1994) Pemimpin

partisipatif mendesentralisasikan wewenang. Keputusan partisipatif

tidak bersifat sepihak, seperti halnya dengan autokratik, karena

keputusan itu timbul upaya konsultasi dengan pengikut dan keikut

sertaan mereka. Yang dimaksud bahwa pemimpin yang partisipatif

adalah seorang yang melibatkan sepenuhnya kepada semua karyawan

untuk membuat keputusan.


(41)

   

 

Menurut Robins (2002) kepemimpinan adalah suatu keahlian

untuk memberikan pengaruh terhadap karyawan sehingga mereka mau

melakukan pekerjaan sehingga berhasil mencapai tujuan.

Menurut Siagian (2007) seorang pemimpin harus dapat

mewujudkan semangat kerja karyawannya. Hal ini menunjukkan

bahwa berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya, itu semua bergantung pemimpin. Oleh karena itu

diperlukanlah suatu pendekatan ke karyawan agar pemimpin dapat

memberikan pengaruhnya kepada karyawan. Menurut Mangkunegara

(dalam Siagian, 2007) gaya kepemimpinan partisipatif adalah gaya

dimana seorang pemimpin melibatkan seluruh karyawannya dalam

pengambilan keputusan. Sehingga ada kesan bahwa gaya

kepemimpinan partisipatif ini dapat menumbuhkan rasa demokrasi

yang tinggi. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap karyawan, mereka

merasa dihargai karena mereka dilibatkan langsung dalam

pengambilan kebijakan.

Menurut Gary Yukl (dalam Ardana, 2011) kepemimpian

adalah suatu aktivitas untuk mempengaruhi dan membuat seluruh

karyawan ikut turut serta memberikan kontribusinya kepada

perusahaan agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Yang


(42)

   

 

artinya sikap pemimpina tidak hanya mempengaruhi tetapi ikut serta

dalam memajukan perusahaan.

Menurut Martoyo yang dikutip oleh Ardana (2011)

kepemimpinan adalah kegiatan memberikan pengaruh kepada

karyawan dan mendelegasikan tugas sehingga semua pekerjaan dapat

berjalan sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya. Yang dimaksud

bahwa seorang pemimpin akan memberikan pengaruh juga

mendelegasikan tugas karyawan.

Somech (dalam Bell, Clement & Mjoli, Themba, 2014)

Kepemimpinan partisipatif didefinisikan sebagai proses pembuatan

keputusan bersama atau setidaknya berbagi dan bawahannya. Yang

artinya bahwa pemimpin tidak berjalan sendiri dalam membuat

keputusan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan pertisipatif adalah aktivitas yang bersifat autokratik,

membuat keputusan dengan melibatkan karyawan, mendelegasikan

tugas, mempengaruhi karyawan dan membuat karyawan ikut serta

dalam memajukan perusahaan, sehingga dapat menumbuhkan

semangat dan solidaritas antara atasan dan bawahan.


(43)

   

 

2.

Teori-Teori Kepemimpinan

Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan

mempengaruhi orang lain atau bawahan agar mau melakukan apa yang

diperintahnya. Hal ini penting karena bagaimanapun seorang

pemimpin mempunyai peran sebagai figur yang dapat dijadikan

contoh oleh para bawahannya. Selain itu, Pemimpin juga disebut-sebut

sebagai

leader

yang berfungsi melakukan hubungan interpersonal

dengan bawahannya dengan cara memimpin, memotivasi,

mengembangkan, dan mengendalikan para bawahannya supaya

bekerja sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya

masing-masing.

Menurut Nawiwi (2006 : 128-169) teori kepemimpinan dapat

dibedakan menjadi empat yaitu teori sifat, teori perilaku, teori

situasional dan teori atribusi. Adapun penjelasan beberapa poin diatas,

akan diuraikan dibawah ini.

a.

Teori Sifat

Studi awal tentang kepemimpinan dilakukan pada tahun 1940an -

1950an, memusatkan perhatian pada sifat-sifat dari pemimpin.

Para peneliti mencoba menemukan karakteristik-karakteristik

individual yang membedakan pemimpin yang berhasil dan

pemimpin yang gagal. Dan akhirnya mencoba mengaitkan


(44)

   

 

karakteristik-karakteristik seperti kepribadian, emosional, fisik,

intelektual dan karakteristik-karakteristik individual lainnya dari

pemimpin yang berhasil dimasa lampau. Ralph Stogdill

mengidentifikasi enam klasifikasi dari system kepemimpinan,

yaitu:

a.

Karakteristik fisik diantaranya seperti umur, penampilan, tinggi

dan berat badan, telah dipelajari pada berbagai penelitian awal

tentang kepemimpinan.

b.

Latar belakang social ekonomi dari pemimpin telah

memfokuskan pada factor-faktor seperti pendidikan, status

social, dan mobilitas

c.

Intelegensia yakni pemimpin memiliki kemampuan lebih tinggi

dalam memutuskan, lebih tegas, pengetahuannya lebih luas dan

berbicara lebih fasih.

d.

Kepribadian yakni kepemimpinan menyarankan bahwa

pemimpin yang efektif berkaitan dengan factor-faktor

kepribadian seperti kewaspadaan, kepercayaan diri, dan

integritas pribadi.

e.

Karakteristik hubungan tugas yaitu pemimpin memiliki ciri-ciri

seperti kebutuhan akan prestasi yang tinggi, inisiatif, dan

orientasi tugas yang tinggi.


(45)

   

 

f.

Karakteristik social yakni pemimpin umumnya aktif terlibat

dalam berbagai aktifitas, bergaul secara luas dengan semua

orang, dan bekerja sama dengan orang lain.

2.

Teori Perilaku

Berbeda dengan teori sifat, pendekatan perilaku dipusatkan pada

efektifitas pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin

tersebut. Teori perilaku menekankan pada dua gaya kepemimpinan

yaitu gaya kepemimpinan berorientasi tugas

(task orientation)

dan

orientasi pada karyawan

(employ orientation)

. Orientasi tugas

adalah perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas-tugas

dilaksanakan dengan baik dengan cara mengarahkan dan

mengendalikan secara ketat bawahannya.

Orientasi karyawan adalah perilaku pimpinan yang menekankan

kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya dengan melibatkan

bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan tugasnya, dan mengembangkan hubungan yang bersahabat

saling percaya mempercayai dan saling menghormati diantara

anggota kelompok.

3.

Teori Situasional

Salah satu tujuan manajer yang penting adalah mendiagnose dan

menilai

factor-faktor

yang

mempengaruhi

efektifitas

kepemimpinannya. Mendiagnose meliputi identifikasi dan


(46)

   

 

memahami factor-faktor yang berpengaruh. Situasi yang perlu

didiagnose oleh manajer meliputi empat bidang yaitu:

1.

Karakteristik manajerial yang terdiri dari kepribadian,

kebutuhan dan motivasi, serta pengalaman masa lampau dan

penguatan

2.

Faktor bawahan yang terdiri dari kepribadian, kebutuhan dan

motivasi, serta pengalaman masa lampau dan penguatan

3.

Faktor kelompok yang terdiri dari tingkat perkembangan

kelompok, struktur kelompok, dan tugas kelompok

4.

Faktor organisasi yang terdiri dari basis kekuasaan, aturan dan

prosedur, profesionalisme, dan desakan waktu.

4.

Model Keatribusian

Pemimpin pada dasarnya adalah pengolah informasi, dengan

demikian pemimpin akan mencari berbagai informasi tentang

mengapa sesuatu ini terjadi, dan mencoba mencari penyebabnya

yang akan dipergunakan sebagai pedoman perilaku pemimpin.


(47)

   

 

3.

Tipe–Tipe Ke pemimpinan

Menurut Siagian (2008) Ada tiga tipe pokok kepemimpinan, yaitu :

a.

Tipe Kepemimpinan Otoriter.

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu

orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal.

Kedudukan dan tugas anak buah semata–mata hanya sebagai

pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak

pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala

hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan

selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu

berbuat sesuatu tanpa diperintah.

b.

Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas.

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe

kemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.

Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan

penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan

dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan

masing-masing, baik secara perorangan maupun

kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya

sebagai penasihat.


(48)

   

 

c.

Tipe Kepemimpinan Demokratis.

Tipe kemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor

utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi.

Pemimpin memandang dan menempatkan orang yang

dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan

berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak,

kemampuan, hasil pikiran, pendapat, kreativitas, inisiatif yang

berbeda-beda dapat dihargai disalurkan secara wajar. Tipe

pemimpin ini selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap

orang yang dipimpin.

Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif,

dinamis, dan terarah. Ketiga tipe kepemimpinan di atas dalam

praktkinya saling isi mengisi atau saling menunjang secara

bervariasi, yang disesuaikan dengan situasinya sehingga akan

menghasilkan kepemimpinan yang efektif.


(49)

   

 

4.

Fungsi Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll (1997) yaitu

memiliki dua dimensi diantaranya sebagai berikut:

a.

Dimensi tingkat kemampuan mengarahkan (direction) tindakan

atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang

yang dipimpinnya.

b.

Dimensi tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang

yang dipimpin dalam melaksanakan tugas kelompok atau

organisasi, yang dijabarkan melalui keputusan dan kebijaksanaan

pemimpin.

Menurut Siagian (2009) terdapat lima fungsi kepemimpinan

yakni :

a.

Pemimpin sebagai penentu arah yaitu sebagai penentu arah yang

hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya sedemikian

rupa sehingga mengoptimalkan penempatan segala sarana dan

prasarana yang tersedia.

b.

Pemimpin sebagai wakil atau juru bicara yaitu pemimpun

merupakan puncak organisasi menjadi wakil dan juru bicara resmi

organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak diluar

organisasi.


(50)

   

 

c.

Pemimpin sebagai komunikator yang efektif yaitu suatu proses

pemeliharaan hubungan yang baik kedalam maupun keluar oleh

seorang pimpinan melalui komunikasi baik lisan maupun tertulis.

d.

Pemimpin sebagai moderator yang handal yaitu seorang pemimpin

yang berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan situasi

komplek yang mungkin timbul dalam organisasi, tanpa

mengurangi pentingnya situasi konflik dalam hubungan keluar

yang dihadapi dan diatasi.

.

Dimensi Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Adapun dimensi-dimensi dan indikator dari kepemimpinan

partisipatif menurut Vroom dan Yetto (1973), House dan Mitchell

(1974) yaitu:

a.

Proses pengambilan keputusan

1.

Konsultasi

Dengan indikator: pemecahan masalah yang relevan dengan

bawahan secara individual dan kelompok, kesesuaian saran

atau ide atasan dengan bawahan secara individual dan

kelompok.


(51)

   

 

2.

Partisipatif

Dalam partisipatif, pemimpin dalam memecahkan masalah

bersama yang relevan dengan bawahan secara kelompok,

tingkat keserasian antara atasan dan bawahan dalam

menciptakan dan mengevaluasi dalam memecahkan masalah,

peran atasan terhadap bawahannya.

b.

Variabel situasi

1.

Karakteristik tugas

Pemimpin memberikan tugas yang tidak terstruktur kepada

bawahannya, memberikan peran yang jelas kepada

bawahannya.

2.

Lingkungan karakteristik bawahan

Bawahan merasa senang dalam bekerja, bawahan puas dengan

pekerjaannya, bawahan mempunyai keinginan untuk berhasil

yang tinggi dalam bekerja, pekerja diberi kebebasan yang

tinggi.

c.

Penerimaan keputusan

1.

Komitmen


(52)

   

 

2.

Keputusan

Bawahan memiliki kepuasan terhadap keputusan yang diambil.

d.

Peraturan keputusan

1.

Waktu

Adanya tekanan waktu pekerjaan terhadap bawahan.

2.

Motivasi

Pemimpin mempunyai keinginan untuk mengembangkan

bawahannya.

Menurut Thoha (2004) adapun aspek-aspek dalam gaya

kepemimpinan partisipatif mencakup: konsultasi, pengambilan

keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi dan

manajemen yang demokratis. Indikator langsung dari adanya

kepemimpinan partisipatif ini terletak pada perilaku para pengikutnya

yang didasarkan pada persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan

yang digunakan.


(53)

   

  .

Karakteristik Kepemimpinan Partisipatif

Menurut Wahjosumidjo (dalam Fitriani, 2013) gaya

kepemimpinan partisipatif, dicirikan oleh:

a.

Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan

keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila

pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya

saran dan pendapat dari bawahan.

b.

Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan

pekerjaan.

c.

Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam

suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai.

d.

Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan

atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga

didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan

tugas-tugas organisasi.

Sedangkan

menurut

Nawawi

menuliskan

bahwa

kepemimpinan

partisipatif

sama

pemahamannya

dengan

kepemimpinan kompromi (compromiser) yang menunjukkan

karakteristik, sebagai berikut:


(54)

   

 

a.

Seorang pemimpin dalam gaya ini untuk mempertahankan

kekuasaanya tidak berorientasi pada anggota organisasi, tetapi

pada pimpinan atasanya yang berpengaruh dan menentukan

jabatan kepemimpinannya.

b.

Mengikutsertakan bawahan dalam mengambil keputusan, bukan

untuk kesempatan menyampaikan gagasan, kreativitas dan

lain-lain.

c.

Dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan,

pemimpin selalu memperhitungkan untung rugi bagi dirinya

bukan bagi bawahan atau organisasinya.

d.

Tidak tertarik pada pengembangan pekerjaan dan organisasi

melainkan untuk menjalankan tugas guna mempertahankan

kepemimpinannya.

e.

Mampu bekerja sama dengan bawahan dalam melaksanakan

pekerjaan.

f.

Memberikan dorongan (motivasi) secara selektif pada anggota

organisasi atau bawahan.

Yulk (1998) Kepemimpinan partisipatif menyangkut penggunaan

berbagai macam prosedur keputusan yang memberikan orang lain

suatu pengaruh tertentu terhadap keputusan-keputusan pemimpin.


(55)

   

 

Istilah-istilah lain yang biasanya digunakan untuk menunjuk kepada

aspek-aspek kepemimpinan partisipatif mencakup konsultasi,

pengambilan keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi,

serta manajemen yang demokratis

Membuat keputusan adalah salah satu fungsi paling penting yang

dilakukan oleh pemimpin. Banyak aktivitas pemimpin yang

menyangkut pembuatan keputusan, termasuk merencanakan

pekerjaan, memecahkan masalah-masalah teknis, memilih para

bawahan, menentukan kenaikan upah, membuat penugasan kerja, dan

sebagainya.

Yulk (1998) Kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha

seorang pemimpina untuk mendorong atau memudahkan partisipasi

orang lain dalam pengambilan keputusan yang jika tidak akan dibuat

sendiri oleh pimpinan. Mengikutsertakan orang lain dalam

pengambilan keputusan adalah suatu bagian yang perlu dari proses

politisi untuk memperoleh dan implementasi dalam organisasi atau

perusahaan.

Macam-macam prosedur pengambilan keputusan yang dapat

digunakan pada kepemimpinan partisipatif dengan mengikutsertakan

orang lain dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:


(56)

   

 

1.

Konsultasi: manajer / pimpinan menanyakan opini dan gagasan,

kemudian

mengambil

keputusannya

sendiri

setelah

mempertimbangkan secara serius saran-saran dan perhatian

mereka.

2.

Keputusan bersama: manajer / pimpinan bertemu untuk

mendiskusikan masalah keputusan tersebut dan mengambil

keputusan bersama, manajer / pimpinan tidak mempunyai

pengaruh lagi terhadap keputusan terakhir.

3.

Pendelegasian: manajer / pimpinan memberi kepada seorang

individu atau kelompok, kekuasaan serta tanggung jawab untuk

membuat keputusan, manajer / pimpinan tersebut biasanya

memberi spesifikasi mengenai batas-batas dalam mana pilihan

terakhir harus senada dan persetujuan terlebih dahulu mungkin

tidak perlu dimintai sebelum keputusan tersebut dilaksanakan.

Ciri-ciri seorang pemimpin ini menurut teori sifat (dalam Ismail

Nawawi U, 2010) diantara sifat-sifat yang dianggap harus dimiliki

oleh seorang pemimpin, antara lain:

1.

Intellegensi

Orang umumnya beranggapan bahwa tingkat intelegensi seorang

individu

memberikan

petunjuk

tentang

kemungkinan-kemungkinan baginya untuk berhasil sebagai seorang pemimpin.


(57)

   

 

2.

Inisiatif

Hal ini terdiri dari dua bagian (1) kemampuan untuk bertindak

sendiri dan mengatur tindakan-tindakan;(2) kemampuan untuk

“melihat” arah tindakan yang tidak “terlihat” oleh pihak lain.

3.

Energi atau rangsangan

Banyak orang berpendapat bahwa salah satu diantara ciri

pemimpin yang menonjol adalah bahwa ia adalah lebih energik

dalam usaha mencapai tujuan daripada seorang bukan pemimpin.

Energi, mental dan fisik diperlukan.

4.

Kedewasaan emosional

Seorang pemimpin dapat diandalkan janji-janji mengenai apa yang

akan dilaksanakannya.

5.

Persuasif

Tidak terdapat adanya kepemimpinan tanpa persetujuan pihak

yang akan dipimpin.

6.

Skill komunikasi

Seorang pemimpin pandai berbicara dan dapat menulis dengan

jelas serta tegas.


(58)

   

 

7.

Kepercayaan pada diri sendiri

Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai kepercayaan dalam skill

kepemimpinannya. Seorang pemimpin adalah seorang yang cukup

matang dan ia tidak banyak memiliki sifat-sifat anti sosial.ia

berkeyakinan bahwa ia dapat menghadapi secara berhasil,

kebanyakan situasi yang dihadapinya.

8.

Perseptif

Sifat ini berhubungan dengan kemampuan untuk mendalami

ciri-ciri dan kelakuan orang-orang lain dan terutama pihak

bawahannya.

9.

Kreatifitas

Kapasitas untuk bersifat orisinil untuk memikirkan cara-cara baru

dan merintis jalan baru sama sekali guna memecahkan sebuah

problem merupakan sifat yang sangat didambakan pada seorang

pemimpin.

10.

Partisipasi sosial

Seorang pemimpin “mengerti” manusia dan ia mengetahui pula

kekuatan serta kelemahan mereka. Ia menyesuaikan diri dengan


(59)

   

 

berbagai kelompok dan ia memiliki kemampuan untuk berhadapan

dengan orang-orang dari kalangan manapun juga dan ia pula

berkemampuan untuk melakukan konversi tentang macam-macam

subyek.

7.

Keuntungan-Keuntungan Potensial dari Kepemimpinan

Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif menawarkan sejumlah keuntungan

yang potensial. Pemimpin kemungkinan akan meningkatkan

kualitas sebuah keputusan bila para karyawan mempunyai

informasi dan pengetahuan yang tidak dipunyai pemimpin tersebut

dan bersedia untuk kerja sama dalam mencari suatu pemecahan

yang baik untuk suatu masalah keputusan. Disamping itu, peluang

untuk memperoleh suatu pengaruh terhadap hal tersebut. Jika

makin banyak pengaruh yang dipunyai orang terhadap sebuah

keputusan, maka semakin besar pula kemungkinan akan komitmen

mereka.

Konsultasi ke bawah dapat digunakan untuk

a.

Meningkatkan kualitas keputusan-keputusan dengan menarik

pengetahuab dan keahlian para bawahan dalam pemecahan

masalah.


(60)

   

 

b.

Meningkatkan penerimaan bawahan terhadap

keputusan-keputusan dengan memberikan mereka rasa turut memiliki

c.

Mengembangkan keterampilan dalam pengambilan keputusan

para bawahan dengan memberikan kepada mereka pengalaman

dalam membantu menganalisis masalah-masalah keputusan

dan mengevaluasi pemecahan-pemecahannya.

d.

Membatasi pada keputusan-keputusan yang dibutuhkan

sehingga waktu tidak dibuang-buang dalam pertemuan yang

tidak perlu.

Konsultasi ke atas dapat digunakan untuk:

a.

Memungkinkan bawahan untuk dapat menarik keahlian

pimpinan.

b.

Pimpinan agar mengetahui masalah yang dihadapi bawahan

dan dapat bereaksi terhadap usulan bawahan tersebut.

c.

Mengurangi rasa percaya diri dari kemungkinan terlalu

tergantung pada pimpinan dalam membuat keputusan.

Konsultasi dengan pihak luat digunakan untuk:

a.

Membantu memastikan bahwa keputusan-keputusan yang

mempengaruhi mereka dipahami dan diterima oleh para

langganan dan pemasok.


(61)

   

 

b.

Mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka.

c.

Memperkuat jaringan kerja eksternal

d.

Memperbaiki koordinasi

e.

Memecahkan masalah bersama yang berhubungan dengan

pekerjaan.

C.

Hubungan Gaya Kepemimpinan Partisipatif terhadap

Work

Engagement

Pembahasan antara bawahan dan atasan merupakan hal yang cukup

intens untuk perusahaan. Gaya kepemimpinan yang efektif dalam

perusahaan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan

work

engagement

pada karyawannya. Menurut Mangkunegara (dalam Siagian,

2007) gaya kepemimpinan partisipatif adalah gaya dimana seorang

pemimpin melibatkan seluruh karyawannya dalam pengambilan

keputusan.

Seorang pemimpin mampu melaksanakan kepemimpinannya secara

persuasif, mampu menciptakan kerjasama yang serasi antara atasan dan

bawahan menumbuhkan loyalitas karyawannya, serta yang terpenting

yaitu mampu menumbuhkan rasa partisipasi bawahan. Adapun hal-hal

yang disebutkan diatas yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang

memiliki gaya kepemimpinan partisipatif mempunyai tujuan yang penting


(62)

   

 

bagi perusahaan yaitu menciptakan rasa ikut memiliki perusahaan,

misalkan dengan cara mengikutsertakan karyawannya untuk berpartisipasi

dalam proses pengambilan keputusan dengan memberikan informasi,

saran-saran dan pertimbangan. Karyawan dengan

work engagement

yang

tinggi akan mendorongnya lebih fokus pada pekerjaan itu sehingga

mereka merasakan menjadi bagian penting dari perusahaan yang akan

termotivasi untuk bekerja dengan sepenuh hatinya.

Bakker dan Demeroti (dalam Wright, 2009) mengungkapkan ada

empat alasan tentang karyawan dengan

work engagement

tinggi memiliki

performa yang lebih baik, yaitu

dapat menimbulkan emosi positif,

dapat

mempengaruhi kesehatan menjadi lebih baik,

dapat menciptakan energi

atau sumber kekuatan dalam menyelesaikan pekerjaan, dan

dapat

mempengaruhi lingkungan kerja. Oleh karena itu, hubungan antara atasan

dan bawahan tersebut akan mempermudah dalam pencapaian visi dan misi

perusahaan.

Sehingga dari penjelasan tersebut bahwa adanya pengaruh Gaya

Kepemimpinan Partisipatif terhadap

Work engagement.

D.

Landasan Teoritis

Work Engagement

adalah perilaku seseorang karyawan yang dapat

mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan

menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi.


(1)

   

dan menjadi engagement dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya ketika

menerima dukungan, terinspirasi dari pimpinannya. Sehingga sebuah organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki kepemimpinan atau strategi mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi Karyawan dikatakan work engagement diindikasikan oleh kinerjanya,

memiliki komitmen tidak hanya bekerja untuk memenuhi kepentingan dirinya, tetapi juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. Karyawan akan mencoba untuk berfikir melakukan yang terbaik bagi organisasi, serta merasa terdorong untuk terus berusaha menuju tujuan yang menantang.

Berdasarkan teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan gaya kepemimpinan partisipatif terhadap work engagement. Dari penjabaran tersebut juga adanya kombinasi dengan variabel lain seperti kepemimpinan transformasional yang termasuk dalam kepemimpinan otokratik atau positif. Kepemimpinan partisipatif efektif dalam meningkatkan keterikatan kerja karyawan dilihat dari ciri kepemimpinan yang paling sering disebut dalam Majalah SWA ialah: 1. Memiliki visi, 2. Memiliki perhatian yang besar terhadap sumber daya manusia, dan 3. Memiliki pengenalan situasi (cognisance) yang luas. Ketiga ciri kepribadian pemimpin

yang paling sering disebut adalah 1. Jujur, 2. Berpendidikan, 3. Memiliki rasa sosial (social sense) yang tinggi.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan gaya kepemimpinan partisipatif terhadap work engagement, menunjukkan adanya hubungan positif gaya kepemimpinan partisipatif terhadap work engagement. Artinya gaya kepemimpinan partisipatif semakin baik maka work engagement karyawan akan semakin tinggi, sebaliknya jika gaya kepemimpinan partisipatif buruk maka work engagement karyawan akan rendah.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran yang perlu dipertimbangkan oleh berbagai pihak berkaitan dengan gaya kepemimpinan dan work engagement.

1. Saran untuk perusahaan

Pimpinan perlu lebih meningkatkan komunikasi dengan pegawai misalnya dengan cara melakukan family gathering dimana didalamnya dilakukan forum-forum kecil dan tanya jawab antara pegawai dan pimpinan sehingga pegawai memiliki keleluasaan untuk menyampaikan laporan dan saran kepada pimpinan. Dan juga memberikan pelatihan yang dapat mengembangkan karyawan dalam hal hard atau soft skill.


(3)

80

2. Saran untuk peneliti selanjutnya adalah:

Untuk peneliti selanjutnya lebih baik jika responden selalu didampingi saat ia mengisi skala, baik ketika uji coba maupun pengukuran sebenarnya, sehingga tidak terjadi miss komunikasi. Ketika responden kurang memahami instruksi atau pertanyaan yang dimaksud dalam form data demografi maupun skala.


(4)

Daftar Pustaka

Ardana, K. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Denpasar : GrahaIlmu.

Arikunto, S. 2005. Prosesdur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta

Agustian.http://aryginanjaresq.wordpress.com/2012/03/28/employee

engagement-dalambudaya- perusahaan/ dilihat pada tanggal 19 Mei 2016 jam 12.03.

Ancok, D. 2012. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Azwar, S. 2008. Reliabilitas & Validitas. Cetakan kelima. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. 2013, Tes Prestasi, cetakan ke-14, Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Bell, Clement and Mjoli, Themba. 2014. The Effect of Participative leadership On Organisational Comitment: Comparing Its Effect On Two Gender Groups Among Bank Clerks. African Journal Of Bussiness Management. Vol. 8 (12), pp. 451-459

Bakker, A.B., Albrecht, S.L., & Leiter, M.P. 2011. Key Question Regarding Work

Engagement. European Journal of Work and Organizational Pychology,

No.20 vol.1 p.4-28

Bimantari, P. 2015. Pengaruh Job Demands, Personal Resources dan Jenis

Kelamin Terhadap Work Engagement.

Bakker, A.B., Leiter, Michel, P. 2010. Work Engagement: A Hanbook of Theory

and Research. New York: Psychology Press

Christiani, D. 2011. Pengaruh Kepemimpinan Kharismatik dan Keterikatan Kerja Terhadap perilaku Kewargaan Organisasional. Skripsi

Federman, B, 2009. Employee Engagement: A Road For Creating Profits,

Optimizing Perfomance, And Increasing Loyalty. San Fransisco: Jossey Bass


(5)

Fitriani. 2013. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur, Jurnal Administrasi Negara, Vol. 1, No. 3, 2013: 989-1002

Hill, T & Carol SJ. 1997. Organitational Theory and Management: A Macro Approach, John Wiley and Sons Inc, New York.

Nawawi, H & Hadari, M. Martini, (2006) Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nitisemo & Alex, S. 1996. Wawasan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Nawawi, UI. 2010. Perilaku Organisasi. Jakarta: Viv Press

Nawawi, H. 2006. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, Cet.II, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mujiasih,E & Ratnaningsih, IZ. 2004. Increase Work Engagement Through Transformational Leadership and Organizational Culture.

Mangkunegara, PA. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Masambe, Agus & Jacky. 2015. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Inovasi Pemimpin Terhadap Kinerja karyawan Daihatsu Kharisma Manado, Jurnal EMBA Vol. 3 No. 3 Sept. 2015, Hal 939-949. Muhid, A. 2012. Analisis Statistik. Sidoarjo: Zifatama

Lockwood, N. R. 2007. Leveraging Employee Engagement for Competitive

Advantage: HR’s Strategic Role, SHRM Research Quartery.

Purnamayana, IN & Sudharma, IN, (2012), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif Dan Insentif Finansial Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada Grand Komodo Tour & Travel, Jurnal Ekonomi

Robbins, S. P. 2001. Trans: Hadyana Pujaatmaka dan Benyamin Molan. Perliaku

Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jakarta: PT. Prenhallindo. Robbins, S. P. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok

Gramedia.

Susilowati G & Hadi C. 2013. Hubungan antara Perceived Organizational Support

dengan Work Engagement Pada Guru SMA Swasta di Surabaya, Jurnal


(6)

Shaleh, A. R & Yunita, F. N. 2006. Psikologi & Industry, Jakarta: UIN Jakarta Press.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.

Schaufeli, W. 2011. Work Engagement: What Do We Know ?. Utrecht University: The Netherlands.

Siagian, S. P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Siagian, S. P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Setyowati W, Harlina N & Nofiar A. P. 2012. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Dengan Work Engagement Pada Karyawan Pt. Dua Kelinci Pati, Jurnal Psikologi, 2012 Thoha, M. 2004. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:

Rajawali Pers.

Vroom & Jago. 2007. The Role of the Situation in Leadership, American Psychology Association, Vol. 62, No. 1, 17-24

Wright, J. 2009. Role Stressors, Coworker and Work Engagement: A Longitudinal Study Mester’s Theses. Paper 3344.

Warsihna, J. 2004. Modul Budaya Kerja dan Kerjasama Tim, Jakarta:

Kemendikbud

Yungsiana, I, Widyarini, I & Adita, IS. 2012. Pengaruh Psychological Capital Dan Organizational-Based Self Esteem Terhadap Work Engagement, jurnal Psikologi

https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup. di lihat pada tanggal 31 Mei 2016 jam 13.59

https://m.samarinda.prokal.co.id/read/news. di lihat pada tanggal 14 Juni 2016 03.10