POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN TAHUN 1918-1942.

POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN
TAHUN 1918-1942

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian
Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :
ANTON HARISON SIHOTANG
071233210059

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012

ABSTRAK
ANTON HARISON SIHOTANG. NIM 071233210059.POLITIK RASIAL KOLONIAL
BELANDA DI KOTA MEDAN TAHUN 1918-1942. SKRIPSI JURUSAN PENDIDIKAN
SEJARAH, FAKULTAS ILMU SOSIAL, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui politik rasial kolonial Belanda di kota Medan.
Serta untuk mengetahui bentuk-bentuk dan jejak-jejak politik rasial kolonial Belanda di kota
Medan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini didasarkan kepada metode
penelitian sejarah. Dengan tehnik pengumpulan data menggunakan studi literature (library
research), observasi secara langsung di daerah Kota Medan.
Untuk menganalisis data maka dilakukan beberapa tahapan yaitu menemukan sumber
data maupun informasi yang relevan dengan cara mengelompokkan data yang berkenan dengan
masalah politik rasial kolonial Belanda di kota Medan. Selanjutnya adalah verifikasi data yaitu
keritik sumber data berdasarkan otensitas dan kredibilitas data. Kemudian menginterprestasikan
data yaitu merangkai fakta-fakta dari sumber sejarah menjadi suatu kesatuan pengertian
berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh dari pengumpulan data sehingg dapat dianalisis.Dan
tahap terakhir adalah menyajikan (rekontruksi) kembali fakta-fakta sejarah ke dalam tahap
pembahasan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh bahwa Politik Rasial Kolonial
Belanda di Kota Medan mempunyai latar belakang yaitu sebelum masuknya perkebunan Eropa
ke Kota Medan yang mengundang banyak pendatang dari berbagai wilayah dan bangsa, di pulau
Jawa sendiri sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, sudah berlaku sebuah kebijakan yang
berfungsi mengontrol masyarakat Hindia Belanda agar menjalankan perannya masing-masing
berdasarkan stratifikasi sosial yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda. Munculnya dan
berlakunya kebijakan ini telah merubah susunan stratifikasi sosial yang dulu ada di Hindia

Belanda sebagai negeri jajahan dan khususnya di Kota Medan. Kebijakan ini adalah suatu
politik kolonial Belanda yaitu rolitik rasial di negara jajahan. Setelah Medan berkembang
menjadi suatu kotapraja (Gemeente) di Sumatera Timur pada tahun 1918, kebijakan politik rasial
ini sebagai salah satu bentuk politik kolonial Belanda di negeri jajahan di berlakukan juga di
Kota Medan. Kebijakan ini juga diberlakukan agar tiap golongan masyarakat melakukan peran
masing-masing dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum.
Setelah Medan berkembang dan berganti status menjadi sebuah Gemeente (Kotapraja)
pada tahun 1918 dengan walikota pertama yang menjabat adalah Daniel Mckay. Maka politik
rasial ini mulai juga diberlakukan di kota Medan agar tiap golongan menjalankan perannya
dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum. Sehingga dalam perakteknya kebijakan ini
mempunyai bentuk-bentuk dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum.
Politik rasial kolonial Belanda di Kota Medan sebagai salah satu bentuk politik kolonial
Belanda yang berlaku juga di kota Medan meninggalkan jejak-jejak yang tampak sampai
sekarang yaitu seperti pemukiman, pekuburan dan sekolah.

i

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan
judul “POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN TAHUN 19181942” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak
berupa moril maupun material. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih serta penghargaan yang sebesar - besarnya kepada :


Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati penulis dalam setiap perjalanan hidup serta
mengajarkan penulis akan arti pengertian, ketegaran dan kesabaran dalam hidup.



Orangtua penulis, A. Sihotang yang telah bekerja keras untuk mendidik dan membesarkan
penulis dan Ibu R. Aritonang yang telah melahirkan penulis ke dunia ini dan menjadi
inspirasi bagi penulis agar terus berjuang. Dan tak lupa kepada kakak, abang dan adek-adek
yang penulis sayangi Rini Meliana Sihotang, Lisbet Lilis Suryani Sihotang, Irfan Efendi
Sihotang, Robert Fernando Sihotang, Jimmi Haratua Sihotang, David Sahala Juniarto
Sihotang.




Bapak Drs. Ponirin, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia dan
meluangkan waktu untuk memberi arahan serta sabar dalam memberi bimbingan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan



Kepada Ibu Dra. Flores Tanjung, MA sebagai penguji ahli, Ibu Dra. Lukitaningsih M.Hum
sebagai penguji utama dan Ibu Dra Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si sebagai pembanding
bebas yang telah banyak memberikan masukan terhadap penyelesaian skripsi ini.



Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Bapak Rektor UNIMED beserta stafnya.



Bapak Drs.H.Restu MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta stafnya.




Ibu Dra Lukitaningsih M.Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan juga Ibu Dra
Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Sejarah



Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.



Bapak Kepala Arsip, Dokumentasi, dan perpustakaan Daerah Sumatera Utara beserta staf
pegawaiyang telah memberikan izin penelitian yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi
ini.



Bapak Kepala Litbang beserta staf pegawaiyang telah memberikan izin penelitian yang
diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.




Staff Pegawai



Teman-teman seperjuangan se PS: Sardina, Adriansyah, Vika, Trivai, Ima dan Sudarmaji.



Teman-teman di Sejarah khususnya Reguler 07: Tagon, Ernayati, Nurmola, Jhon Fawer,
Risca, Monika Juniar Siahaan, Candra, Esra, Afrinawaty, Icha, Supri, Ester, Mestiani,
Junita, Fauji,Silvia, Mutiara. Buat Gank Error (Hendri, Tagon, Amsoni, Ermanto, Asroy,
Samuel, Fan Basten, dan Gomgom), gank yang selalu error dan tetap eksis . Serta buat
teman-teman lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu



Kepada teman-teman setia penulis yang jauh tetapi tetap memberikan dukungan kepada
penulis




Kepada UKM Persma Kreatif Unimed, khususnya Angkatan 21



Kepada teman-teman kost ku di tempat



Adek stambuk 08,09,10,11



Buat teman-teman seperjuangan PPLT 2010 di SMA Teluk Mengkudu (TeMeng),
Kabupaten Serdang Bedagai (Jusuf is van lee, Bernad Bear, Febri, Cristo, Anastasia,
Monika, Ferawati, Miss Tari, Elfrida, Kristina, Elfri , Supiyanti,
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna baik isi, tehnik penulisan,

maupun nilai ilmiahnya, mengingat keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman.

Oleh sebab itu dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan jika ada pihak yang terlewatkan mendapatkan ucapan terima kasih, saya dengan
tulus mengucapkan mohon maaf. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menjadi bahan masukan bagi yang membutuhkannya.

Medan, Juni 2012
Penulis

ANTON HARISON SIHOTANG

DAFTAR TABEL
Halaman
A. Tabel Daftar Walikota Medan Sampai Sekarang…………………..

31

B. Tabel Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan
Tahun 2005-2010.. .............................................................................


vii

50

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah kedatangan pertama Belanda ke kepulauan Hindia (Indonesia) dengan
tujuan utama rempah-rempah, maka dimulailah perlahan-lahan pendirian daerah
koloni dengan tujuan penguasaan wilayah dan menguras sumber-sumber kekayaan
daerah koloni demi memenuhi kekayaan negara. Dengan demikian munculah paham
kolonialisme yaitu suatu sistem dimana suatu negara menguasai rakyat dan sumber
daya
asal.

negara

lain


tetapi

masih

tetap

berhubungan

dengan

(dalam http://rinanditya.webs.com/konsepkolonialismedkk.htm).

negeri
Dengan

demikian kolonialisme adalah suatu upaya politik penguasaan suatu daerah atau
wilayah oleh suatu negara asing untuk memperluas
menjalankan sistem pemerintahan asing,

daerah


kekuasaan atau

seperti yang terjadi di Hindia Belanda

(Indonesia )
Politik mempunyai hubungan yang cukup erat dengan

kehidupan sosial

masyarakat, dimana politik berhubungan dengan pembuatan kebijakan dan aturan di
masyarakat dalam satu wilayah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
sifatnya mengikat. Dimana hasil kebijakan ini dapat menimbulkan konflik dan
kerjasama dalam masyarakat itu. Demikian juga politik berpengaruh dalam kehidupan
sosial masyarakat yang membentuk pandangan masyarakat terhadap rasial.
Rasialisme dalam pengertianya adalah suatu faham yang menganggap ada hubungan
yang erat

antara ciri-ciri jasmaniah seseorang

dengan keturunan, kepribadian,

intelektual, kebudayaan atau golongan dari semuanya. Kemudian pengertian ras
sendiri adalah perbedaan yang berdasarkan perngertian dari masyarakat itu sendiri
1

yang membagi-bagi dan membedakan antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya. Kemudian muncullah persepsi rasial yang membedakan satu kelompok
manusia dengan kelompok manusia yang lain berdasarkan pengertian yang digunakan
masyarakat itu untuk membedakan dirinya dengan orang. Gagasan ini menimbulkan
perasaan superioritas pada ras tertentu, dalam hal ini adalah bangsa Belanda sendiri di
wilayah koloni Hindia Belanda sendiri yang dituangkan dalam politik rasial termasuk
di kota Medan sendiri.
Salah satu bentuk politik rasial yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial
Belanda adalah dengan cara mengelompokkan masyarakat Hindia Belanda dalam
suatu stratifikasi sosial atau sistem pelapisan mansyarakat di seluruh wilayah
kekuasaanya dimana ras kulit kulit putih yang menduduki tingkatan teratas kemudian
ras Asia Timur menduduki tingkatan kedua dan tingkatan ke tiga adalah masyarakat
pribumi, seperti yang dinyatakan oleh Wertheim (1999 :106) yaitu :
“Pada abad ke 17 dan ke 18 satu sistem status telah tumbuh di kantungkantung yang dikontrol oleh kompeni Hindia Belanda yang secara subtansial
berbeda dari pola Indonesia lama. Di Batavia, pegawai kompeni belanda membentuk
lapisan sosial yang paling tinggi di bawah mereka adalah warga merdeka ((bebas)
diantara mereka adalah penganut agama Kristen (belanda, mestizo, dan budak- budak
Kristen yang diberi hak suara) yang menduduki posisi yang paling istimewa, setelah
itu adalah lapisan yang tediri atas orang Cina, penduduk Indonesia sebagian besar
adalah budak,membentuk lapisan yang terbawah“
Politik rasial ini kemudian dipertegas oleh pemerintah Hindia Belanda dengan
mencoba mengelompokkan penduduk Hindia Belanda berdasarkan garis keturunan
rasnya (Prasetyo dalam Nadadap dkk, 2003 :134 dan Perret, 2010:297). Hal ini
dituangkan oleh pemerintah kolonial dalam suatu peraturan pemerintah seperti yang
dikemukakan oleh Prasetyo dalam Nadadap (2003 :134), yaitu :
“Dimulai dengan diberlakukanya Staatblad No 130 Th 1917 tentang
pencatatan sipil untuk golongan Asia Timur Tionghoa kemudian disusul Staatblad No
75 Th 1920 tentang pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama Islam,
2

Staatblad No 75 Th 1926 tentang pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama
Kristen dan Reglement No 75 Th 1933 tentang pencatatan sipil untuk golongan
Eropa”.
Perret (2010 : 295) juga menambahkan tentang kebijakan ini yaitu:
“ Sepuluh tahun setelah menetapnya perkebunan Barat yang pertama,
berlakulah sebuah kebijakan yang bertujuan menetapkan setatus hukum penduduk
pesisir timur Sumatra bagian utara. Keputusan pemerintah tanggal 21 Desember
1873 itu menyentuh bidang peradilan. Keputusan itu sebenarnya adalah pasal 109
Setatus Dasar, yang disahkan duapuluh tahun sebelumnya dan yang disesuaikan
untuk kondisi setempat. Teks tersebut memberlakukan pembagian penduduk
Nusantara dalam empat kategori, yaitu Eropa orang yang disetarakan dengan orang
Eropa, pribumi dan orang asing“.
Kota Medan sebagai salah daerah koloni dan kota administrasi pemerintah
Hindia Belanda di Sumatra Timur tidak terlepas dari pengaruh pemerintahan Hindia
Belanda beranjak pada pertengahan abad ke 19, sejak dibukanya perkebunan yang
menghasilkan tembakau yang cukup laku keras di pasar perdangangan Eropa. Hal
ini menjadikan daya tarik

tersendiri

bagi investor asing untuk datang dan

meramaikan dunia perkebunan di Deli.Dengan demikian menambah sebutan untuk
kota Medan diantaranya sebagai negeri The Het dollar ( Sinar,1991:8).Hal ini juga
yang menarik orang-orang asing timur untuk datang ke tanah Deli (Medan). Dengan
seiring bertambahnya waktu, Medan mengalami perkembangan yang cukup pesat,
sebagai mana yang dikemukakan oleh Breman (1997:199), Perkembangan kota yang
pesat menjadikan Medan sebuah kota modern yang ditandai dengan gaya bangunan
yang bersifat mendunia. Banyak orang mengatakan bahwa Medan menjadi betulbetul unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota bergaya Eropa
Bukti dari perkembangan dan kemajuan Kota Medan tampak yaitu ketika
Gemeente (Kotapraja) Medan dibentuk

tahun 1918, yang menjadi kepala

pemerintahan adalah seorang Burgermeester (Walikota) dibantu oleh sebuah road
(majelis) yang pada permulaanya beranggotakan 15 orang yang diangkat pemerintah,
Daniel Baron Mackay adalah yang pertama kali menjabat sebagai Burgermeester
3

Medan (Koestoro, 2006:23). Maka lengkaplah Medan menjadi sebuah kota
administrasi pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Timur.
Setelah Medan menjadi Gemeente (Kotapraja) dan mempunyai seorang
Burgermeester (Walikota) yang pertama pada tahun 1918, maka muncullah berbagai
kebijakan yang menegaskan status penduduk kota Medan, diantaranya

yang

bertujuan menetapkan status hukum penduduk pesisir timur Sumatra di kota Medan
yaitu dengan keluarnya Staatblad No 130 Th 1917 tentang pencatatan sipil untuk
golongan Asia Timur Tionghoa kemudian disusul Staatblad No 75 Th 1920 tentang
pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama Islam, Staatblad No 75 Th 1926
tentang pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama Kristen dan Reglement No
75 Th 1933 tentang pencatatan sipil untuk golongan Eropa.kemudian disusul dengan
menetapkan status hukum penduduk yaitu berdasarkan tempat pemukiman yang
mana secara yudiris orang tinggal di dalam kota dianggap rakyat Gubernemen dan
orang yang tinggal

di luar kota adalah rakyat Sultan. Dengan demikian rakyat

Gubernemen berada di dalam kekuasaan peradilan Kolonial Belanda dan rakyat
Sultan berada dalam kekuasaan peradilan Sultan. Mereka yang dianggap rakyat
Gubernemen harus membayar pajak ke kotapraja dan rakyat Sultan harus membayar
pajak kepada Sultan dan kerja wajib
Hal ini senada dengan yang di kemukakan oleh Suprayitno (dalam Historisme
Edisi No. 21/ Tahun X/ Agustus 2005 : 7, Perret, 2010:296 dan Wertheim, 1999 ).
“ Setelah Medan menjadi Gemeente (Kotapraja) maka kebijakan yang
bertujuan menetapkan status hukum penduduk pesisir timur Sumatra di kota Medan
yaitu berdasarkan tempat pemukiman yang mana secara yudiris orang tinggal di
dalam kota dianggap rakyat Gubernemen dan orang yang tinggal di luar kota adalah
rakyat Sultan. Dengan demikian rakyat Gubernemen berada di dalam kekuasaan
peradilan Kolonial Belanda dan rakyat Sultan berada dalam kekuasaan peradilan
Sultan. Mereka yang dianggap rakyat Gubernemen harus membayar pajak ke
kotapraja dan rakyat Sultan harus membayar pajak kepada Sultan dan kerja wajib”
4

Setelah dikeluarkannya kebijakan tentang status hukum penduduk di kota
Medan sendiri, maka penetapan kebijakan tempat pemukiman penduduk juga
dilakukan dengan beberapa penetapan wilayah tertentu untuk golongan tertentu juga
sehingga terdapat perbedaan fasilitas yang didapat tiap golongan penduduk
berdasarkan tempat pemukimannya, seperti yang dikemukakan oleh Suprayitno yaitu:
“Dengan ditetapkannya kebijakan itu maka dapat dirasakan adannya sifat
rasial pada pemukiman penduduk di kota Medan sebagaimana yang ditandai dengan
pengelompokan berdasarkan etnik. Sampai saat ini kita masih dapat melihat jejak
adanya pemukiman etnik Eropa, Cina, India dan Arab di pusat kota : di pemukiman
Eropa adanya berbagai kantor pemerintahan, kantor perkebunan dan rumah- rumah
orang Eropa. Orang pribumi seperti Melayu, Mandailing dan Minangkabau tinggal
di pinggiran kota, pemisahan kelompok etnik ini memang sejalan dengan politik
rasial Belanda yang menggolongkan masyarakat Hindia Belanda dalam tiga
golongan yakni orang Eropa, orang Timur Asing (India, China Dan Arab) dan
penduduk Pribumi (Suprayitno dalam Historisme Edisi No. 21/ Tahun X/ Agustus
2005 : 7)”.
Pemukiman- pemukiman berdasarkan etnik ini yaitu etnik Eropa, Cina, India
dan Arab di pusat kota, kemudian pemukiman orang pribumi tinggal di pinggiran kota
adalah bentukan dari pemerintah Belanda sendiri. Seperti yang dikermukakan oleh
Buiskool dalam Colombijn (2005 : 278)
” The city was from the beginning set out as a modren town with parks, a
villa quarter for the Europeans and separate areas for the indigenous, Chinese and
Indian population. This was the result of the so called quarter system, whereby each
population group had to reside in their own quarter. This system was abolished in
1918.”
Pemukiman- pemukiman diatas yang seperti dikemukakan

oleh Buiskool

masih dapat dilihat sampai sekarang yaitu seperti pemukiman cina atau disebut
sebagai Chinatown yang terletak di Kesawan, pemukiman India berada di Kampung
Keling atau disebut Kampung Madras dan pemukiman untuk orang –orang Eropa
berupa villa- villa besar berada di Polonia, kemudian untuk pemukiman orang- orang
pribumi khususnya melayu berada di area sekitar kesultanan Melayu Deli.
5

Buiskool (dalam Colombijn, 2005 : 278) juga menambahkan “ the quarter
system made the city clearly stuructured. Medan expan-ded fast from 1880 on with
an Indonesian, Chinese, Indian and European quarter”
Dengan demikian berdasarkan pernyataan diatas maka dapat dilihat adanya
pembagian wilayah pemukiman khusus untuk tiap-tiap golongan masyarakat yang
telah dibagi- bagi oleh pemerintah Belanda dalam kebijakan politiknya. Dalam hal ini
semua yang memberikan saran

kebijakan politik adalah para Indilog (keilmuan

kolonial) belanda yang mengambill peranan dalam mendukung politik kolonial ini.
Seperti yang dikemukakan oleh Samuel :
“ Para Indolog memainkan peranan dalam proses ini dengan membangun rasa
keterpisahan dan kemajemukan diantara warga
Hindia dengan memberikan
rekomendasi kepada pemerintah kolonial. Rekomendasi- rekomendasi kebijakan
untuk pemerintah kolonial yang mereka hasilkan tak hanya menghimbau agar negara
menjaga struktur kekuasaan para pemimpin tradisional, tetapi juga memperkuatnya “.
(Samuel, 2010:41)

Politik Rasial Kolonial Belanda ini tidak berlangsung lama, karena
bergantinya penguasa di kota Medan dari pemerintah Hindia Belanda berganti dengan
pemerintah Jepang, yaitu

dengan

menyerahnya panglima pasukan Belanda di

Sumatra Utara pada tanggal 29 Maret 1942 di kota Cane, di lembah Alas, Aceh
(Pelzer, 1977:152) sehingga bergantinya penguasa maka politik rasial yang dilakukan
oleh pemerintah kolonial Belanda berakhir juga pada tahun itu.
Dari pandangan dan gambaran yang dipaparkan diatas dan untuk mengurai
praktek-praktek Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan, peneliti merasa
tertarik untuk

melakukan pengkajian tentang Sejarah Politik Rasial Kolonial

Belanda Di Kota Medan pada rentang waktu Tahun 1918 sampai 1942.

6

B. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas

maka peneliti

dapat

mengindentifikasi masalah yaitu :
1. Latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan
2.

Bentuk-bentuk Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan pada
tahun 1918-1942

3. Jejak-jejak Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan yang tampak
sampai sekarang
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan Indentifikasi Masalah diatas maka peneliti dapat membatasi
masalah dalam penelitian ini yaitu pada Sejarah Politik Rasial Kolonial Belanda di
Kota Medan pada rentang waktu pada tahun 1918 sampai 1942.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka peneliti dapat merumuskan
masalah dalam penelitian ini yaitu
1. Apakah latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan
2. Bagaimanakah bentuk-bentuk Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota
Medan pada tahun 1918-1942
3. Apakah jejak-jejak Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan yang
tampak sampai sekarang

7

E. Tujuan Penelitian
Untuk mencapai suatu sasaran tertentu maka selalu berpegang pada tujuan,
dimana tujuan itulah yang merupakan gambaran dari masalah yang diteliti. Dalam
hal ini yang menjadi tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui apakah latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda
Di Kota Medan
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Politik Rasial Kolonial Belanda Dikota
Medan pada tahun 1918-1942
3.

Untuk mengetahui jejak-jejak Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota
Medan yang tampak sampai sekarang.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu berdasarkan

tujuan di atas, maka

manfaat yang ingin diperoleh sesudah melakukan penelitian ini adalah:
1. Memberi sumbangan Ilmiah tentang sejarah lokal dan penulisan sejarah
Kota Medan tentang sejarah kolonial khususnya di Kota Medan
2. Memberikan informasi serta dapat memperluas pengetahuan bagi
peneliti, akademisi dan masyarakat sehubungan dengan Sejarah Politik
Rasial Kolonial Belanda Dikota Medan pada Tahun 1918-1942
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang
Sejarah Politik Kolonial Di Kota Medan
4. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat menambah pemahaman tentang
Sejarah Politik Rasial Kolonial Di Kota Medan.
8

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan.. yaitu sebelum
masuknya perkebunan Eropa ke Kota Medan yang mengundang banyak pendatang dari
berbagai wilayah dan bangsa, di pulau Jawa sendiri sebagai pusat pemerintahan Hindia
Belanda, sudah berlaku sebuah kebijakan yang berfungsi mengontrol masyarakat
Hindia Belanda agar menjalankan perannya masing-masing berdasarkan stratifikasi
sosial yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda. Munculnya dan berlakunya
kebijakan ini telah merubah susunan stratifikasi sosial yang dulu ada di Hindia Belanda
sebagai negeri jajahan dan khususnya di Kota Medan. Kebijakan ini adalah suatu
politik kolonial Belanda yaitu rolitik rasial di negara jajahan. Setelah

Medan

berkembang menjadi suatu kotapraja (Gemeente) di Sumatera Timur pada tahun 1918,
kebijakan politik rasial ini sebagai salah satu bentuk politik kolonial Belanda di negeri
jajahan di berlakukan juga di Kota Medan. Kebijakan ini juga diberlakukan agar tiap
golongan masyarakat melakukan peran masing-masing dalam bidang ekonomi, sosial
dan hukum.
2.

Setelah Medan berkembang dan berganti status menjadi sebuah Gemeente (Kotapraja)
pada tahun 1918 dengan walikota pertama yang menjabat adalah Daniel Mckay. Maka
politik rasial ini mulai

juga diberlakukan di kota Medan agar tiap golongan

menjalankan perannya dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum. Adapun Bentukbentuk Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan adalah:
119

a. Dalam Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi setiap kelas atau golongan masyarakat mempunyai
peran sendiri-sendiri seperti orang Eropa sebagai kelas tertinggi mempunyai peran
dalam pembukaan perkebunan, ekspor-impor dan pembukaan kantor dagang di kota
Medan.Orang Cina mempunyai peran sebagai pedagang perantara antara orang
Eropa dan Pribumi. Orang India mempunyai peran sebagai pedagang kecil.
Sedangkan pribumi yang mayoritas Jawa bekerja sebagai kuli di perkebunan. Orang
Melayu dan Minangkabau yang memiliki tanah biasanya meyewakan tanah atau
menjualnya ke pada orang Eropa, sebagian besar orang Minangkabau bekerja
sebagai pedagang kecil yang bersaing dengan orang Tionghoa.
a. Dalam Bidang Sosial
Dalam bidang Sosial yang menjadi bentuk politik rasialnya adalah munculnya
golongan-golongan kelas baru dalam masyarakat dalam bentuk stratifikasi sosial
yang dibedakan berdasarkan Ras. Kemudian untuk mempertahankan kemajemukan
masyarakat ini dalam bentuk stratifikasi sosial, maka didirikan lembaga pendidikan
untuk mempertahankannya. Dibangun sekolah-sekolah berdasarkan kelas sosial,
sehingga tiap golongan tidak bisa memasuki sekolah yang bukan khusus untuk
mereka walaupun tidak terlepas kemungkinan ada dengan persyaratan tertentu.
b. Dalam Bidang Hukum
Dalam bidang Hukum, terdapat bentuk rasial yaitu adanya sifat ekslusif suatu
kelompok masyarakat berdasarkan status hukum penduduk yaitu yang dianggap
rakyat Gubernemen, tinggal didalam kota, dan bebas dari kerja wajib. Sedangkan
rakyat Sultan, tinggal di luar kota dan mempunyai kewajiban untuk kerja wajib.
Dalam pembentukan Dewan Kota (Gemeenteraad), sebelum pemilihan
anggota Dewan Kota, pemilih yang ingin ditetapkan sebagai pemilih harus

120

memenuhi syarat tertentu. Kemudian untuk dapat duduk dalam Dewan Kota hanya
tersedia beberapa kursi untuk tiap golongan, sehhingga formasi yang didapat pada
tahun 1919 didalam Dewan Kota adalah 10 orang Eropa, 5 orang Bumiputera
Indonesia, dan orang Timur Asing. Dengan kewenangan walikota mengangkat
ketua dari Gemeenteraad (Dewan Kota), yang bersama-sama menjalankan
pekerjaan sehari-hari dengan Raad van Burgermeester en Wethouders “(Dewan
Pemerintahan Kota).”
3. Politik rasial sebagai salah satu bentuk politik kolonial Belanda yang berlaku juga di
kota Medan mempunyai jejak-jejak yang tampak sampai sekarang. Adapun jejak-jejak
Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan yang tampak sampai sekarang adalah:
a. Pemukiman
Pemukiman yang tampak sampai sekarang akibat dari berlakunya politik rasial
adalah seperti di Polonia, Kesawan, Kampung Keling dan Kota Maksum
a. Pekuburan
Pekuburan

yang dimaksud di sini adalah munculnya pekuburan-pekuburan

berdasarkan golongan yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda dan
ditetapkan berdasarkann peraturan pemerintah Belanda di kota Medan.
b. Sekolah
Dibentuknya lembaga pendidikan yaitu sekolah di kota Medan oleh pemerintah
Belanda. Hal ini sejalan dengan politik rasial kolonial Belanda di kota Medan yaitu
mempertahankan kemajemukan masyarakat dalam bidang sosial dan budaya dengan
mendirikan lembaga pendidikan sebagai wadah mmepertahankan kemajemukan itu.
Sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda bersifat rasial karena golongan
yang boleh memasukinya haruslah golongan tertentu saja, walaupun tidak tertutup
kemungkinan masuk golongan lain tetapi dengan persyaratan tertentu. Sekolah-

121

sekolah ini masih dapat dilihat antara lain sekolah Princes Beatrix school (sekolah
Imanuel sekarang) di jalan Selamat Riady dan sekolah Katolik Roma di jalan
Pemuda.

122

B. SARAN
Adapun saran-saran yang diajukan berhubungan dengan penelitian ini adalah:
1. Perlunya ditanamkan sikap menghargai perbedaan budaya dan sosial kepada generasi
muda di kota Medan dan bukan sebagai factor perceraaian kesatuan masyarakat di
kota Medan.
2. Diharapkan kepada pemerintah agar tetap menjaga jejak-jejak dari pada politik rasial
ini dan melestarikan sebagai saksi sejarah sejarah yang mendukung perkembangan
kota Medan hingga saat ini.

123

DAFTAR PUSTAKA
Breman, Jen. 1997. Menjinakkan Sang Kuli. Pustaka Utama Graffiti
Budiarjo, Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Colombijn, Freek dkk.2005. Kota Lama, Kota Baru : Sejarah Kota - kota Indonesia
Sebelum dan Setelah Kemerdekaan. Ombak .Yogyakarta
Gottschalk, Louis.1985. Mengerti Sejarah. UI Press.Jakarta
Horton, Paul B dan Hunt Chester L. 1984. Sosiologi, Edisi Keenam. Erlangga
Koestoro, Lucas Partanda.2006. Medan, Kota di Pesisir Timur Sumatra Utara dan
Peninggalan Tuanya.Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi
Nasional, Balai Arkeologi Medan. Medan
Nadapdap, Amir dan Dkk.2003.Jurnalisme Anti Toleransi ?, Rasialisme Dalam
Pemberitaan. Kippas dan Budi Insani.Medan
Narwoko, J Dwi Dan Suyanto, Bayong. 2010. Sosiologi :Teks Pengantar dan Terapan,
Edisi Ketiga.Kencana. Jakarta
Nadapdap, Amir dan Dkk.2003.Jurnalisme Anti Toleransi ?, Rasialisme Dalam
Pemberitaan. Kippas dan Budi Insani.Medan
Narwoko, J Dwi Dan Suyanto, Bayong. 2010. Sosiologi :Teks Pengantar dan Terapan,
Edisi Ketiga.Kencana. Jakarta
Pemerintah Kota Medan. 2011. Kota Medan Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik
Kota. Medan. Medan
Perret, Daniel. 2010. Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu Di Sumatra Timur
Laut. KPG Kepustakaan Popular Gramedia. Jakarta
Pelzer, Karl J.1977.Toen Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agrarian
1863-1947. Sinar Harapan
Samuel, Hanneman.2010. Genelogi Kekuasaan Ilmu Sosial Indonesia, Dari Kolonialisme
Belanda Hingga Modernisasi Amerika. Kepik Ungu. Depok
Simanjuntak, Bungaran Antonius.2009. Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak
Toba, Bagian Sejarah Batak. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta
Sinar, Tengku Luckman.1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Perwira.Medan
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Wertheim, W F.1999. Masyarakat Indonesia Dalam Transisi, Studi Perubahan
Sosial.Tiara Wacana.Yogyakarta

1

Artikel
Suprayitno dalam Historisme, Media Kreatifitas Insan Sejarah.Edisi No. 21/ Tahun X/
Agustus 2005, Edisi Khusus. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra USU. Medan
Website
http://rinanditya.webs.com/konsepkolonialismedkk.htm.26 juli 2011
http://www.bpnkotamedan/peta-sig-kota-medan.com.5 Desember 2011
http://regionalinvestment.com/newsipid/id/displayprofil.php?ia=1275.28 Februari 2012
http://aa-medan.blogspot.com/2009/12/profil-kota-medan.html. 28 Februari 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan. 28 Februari 2012

2