PERILAKU KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI BREBES JAWA TENGAH.

(1)

PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI BREBES JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Departemen Administrasi Pendidikan

Oleh

MOHAMMAD IQBAL ZAKARIA 0806854

DEPARTEMEN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Oleh

Mohammad Iqbal Zakaria

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Mohammad Iqbal Zakaria 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Perilaku Kepemimpinan Kiai dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah”. Permasalahan yang akan dikaji penulis dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi tugas dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah?, 2) Bagaimana perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi hubungan dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah?.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi tugas dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah, 2) Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi hubungan dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Menggunakan teknik purpose sampling dan mengunakan analisis data line by line.

Kesimpulan penelitian ini bahwa kiai cenderung direktif dengan cara mendefinisikan peran dan memerintahkan tentang apa, bagaimana, kapan, dan di mana Assatidz atau bawahan melaksanakan tugasnya. Komunikasi yang terjadi hanya satu arah yaitu dari kiai yang memberi perintah kepada Assatidz yang menerima perintah. Adapun perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi hubungan cenderung dominan pada perilaku memberi dukungan dan mengembangkan, sedangkan untuk perilaku memberikan pengakuan masih kurang implementasinya.


(5)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah


(6)

ABSTRACT

This study is entitled "Kiai’s Leadership Behavior in the Implementation of Education in Assalafiyah Boarding School, Luwungragi, Brebes, Central Java". Problems discussed by the writer in this study are: 1) How does the Kiai’s leadership behavior in implementing task-oriented technique in Assalafiyah Boarding School, Luwungragi, Brebes, Central Java? 2) How does the Kiai’s leadership behavior in implementing relationship-oriented technique in Assalafiyah Boarding School, Luwungragi, Brebes, Central Java?

The aim of this study are: 1) To obtain a clear picture of the Kiai’s leadership behavior in implementing task-oriented technique in Assalafiyah Boarding School, Luwungragi, Brebes, Central Java? 2) To obtain a clear picture of Kiai’s leadership behavior in implementing relationship-oriented technique in Assalafiyah Boarding School, Luwungragi, Brebes, Central Java?

Data collection methods used are observation, interviews, and documentation. While the method of data analysis used is descriptive qualitative method using purpose sampling techniques and line by line data analysis.

The conclusion of this study shows that the Kiai tend to be directive by defining roles and ordering about what, how, when, and where Assatidz or subordinate conduct their duties. Communication occurs only in one direction, it is from the Kiai who give orders to Assatidz who take orders. However, Kiai’s leadership behaviors who implements the relationship-oriented technique tend to dominantly show supports and development, while giving recognition behavior is still lacking of implementation.


(7)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 8

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, ASUMSI DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN A.Kajian Pustaka ... 10

1. Konsep Kepemimpinan ... 10

a. Definisi Kepemimpinan ... 10

b. Fugsi Kepemimpinan ... 12

c. Perilaku Kepemimpinan ... 15

2. Konsep Pondok Pesantren... 30

a. Definisi Pesantren ... 30


(8)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Elemen-elemen Pesantren ... 38

d. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pesantren ... 41

B. Asumsi Penelitian ... 53

C.Kerangka Pemikiran Penelitian ... 54

BAB III METODE PENELITIAN A.Lokasi dan Sumber Penelitian ... ... 56

B. Desain Penelitian ... 60

C.Metode dan Pendekatan Penelitian ... 61

D.Definisi Operasional ... 62

E. Instrumen Penelitian ... 64

F. Teknik Pengumpulan Data ... 74

1. Observasi... 75

2. Wawancara ... 80

3. Studi Dokumentasi ... 83

4. Triangulasi/gabungan ... 84

G.Analisis Data ... 86

H.Keabsahan Data ... 87

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Temuan Penelitian ... 91

1. Perilaku Kepemimpinan Kiai yang Berorientasi Tugas ... 91

2. Perilaku Kepemimpinan Kiai yang Berorientasi Hubungan ... 121

B. Pembahasan ... 139

1. Perilaku Kepemimpinan Kiai yang Berorientasi Tugas ... 139


(9)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 158

B. Saran ... 158

DAFTAR PUSTAKA ... 161

DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Definisi Kepemimpinan Menurut Para Ahli ... 10

2. 2 Fungsi Pokok Kepemimpinan ... 13

2. 3 Contoh Perilaku Kepemimpinan Berorientasi Hubungan dan Tugas ... 18

2. 4 Pedoman Untuk Merencakan Tindakan ... 20

2. 5 Pedoman Untuk Melakukan Klarifikasi Peran dan Tujuan ... 21

2. 6 Pedoman Untuk Memantau Operasi ... 22

2. 7 Panduan Memberikan Dukungan ... 22

2. 8 Pedoman untuk Pelatihan/Coaching ... 23

2. 9 Pedoman untuk Memberikan Nasehat/Mentoring ... 24

2. 10 Instrumen Pengukuran Perilaku Tugas ... 26

2. 11 Instrumen Pengukuran Perilaku Hubungan ... 26

2. 12 Ciri-ciri Perilaku Kepemimpinan ... 29

3. 1 Gambaran Umum Responden ... 57

3. 2 Instrumen Pengukuran Perilaku Tugas ... 63

3. 3 Instrumen Pengukuran Perilaku Hubungan ... 63

3. 4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian... 66

3. 5 Pedoman Observasi Penelitian ... 74


(10)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. 1 Perilaku Merencanakan Aktivitas Kerja Berdasarkan Membuat Rencana Kerja ... 91 4. 2 Perilaku Merencanakan Aktivitas Kerja Berdasarkan Memperkirakan

Waktu yang dibutuhkan untuk Menjalankan Setiap Langkah ... 95 4. 3 Perilaku Merencanakan Aktivitas Kerja Berdasarkan Menjelaskan

Prosedur Kerja ... 96 4. 4 Perilaku Merencanakan Aktivitas Kerja Berdasarkan Menentukan Waktu

Memulai dan Tenggat Waktu untuk Setiap Langkah ... 98 4. 5 Perilaku Merencanakan Aktivitas Kerja Berdasarkan Memperkirakan

atau Membuat Anggaran Biaya ... 100 4. 6 Perilaku Merencanakan Aktivitas Kerja Berdasarkan Menentukan Orang

yang Terlibat Untuk Suatu Pekerjaan ... 103 4. 7 Perilaku Melakukann Klarifikasi Berdasarkan Menjelaskan Aktivitas

Kerja ... 105 4. 8 Perilaku Melakukann Klarifikasi Berdasarkan Memberikkan Arahan

Terhadap Prioritas Pekerjaan ... 109 4. 9 Perilaku Melakukann Klarifikasi Berdasarkan Menjelaskan Sasaran

Aspek Kinerja ... 110 4. 10 Perilaku Melakukann Klarifikasi Berdasarkan Menetapkan Tenggat

Waktu Pencapaian Sasaran Kerja ... 112 4. 11 Periaku Pemantauan Operasi Berdasarkan Memantau Kerja Personel... 114 4. 12 Perilaku Pemantauan Operasi Berdasarkan Memeriksa Laporan Hasil

Pekerjaan ... 116 4. 13 Perilaku Pemantauan Operasi Berdasarkan Mengadakan Pertemuan

Tinjauan Periodik ... 118 4. 14 Perilaku Memberikan Dukungan Berdasarkan Memberikan Dorongan . 121 4. 15 Perilaku Memberikan Dukungan Berdasarkan Memberikan Bimbingan


(11)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. 16 Perilaku Memberikan Dukungan Berdasarkan Kesediaan Membantu

Memecahkan Masalah ... 126

4. 17 Perilaku Mengembangkan Berdasarkan Memberi Contoh Cara Bekerja 128 4. 18 Perilaku Mengembangkan Berdasarkan Memberi Keleluasaan Berinovasi 129 4. 19 Perilaku Mengembangkan Berdasarkan Membantu Menemukan Cara-cara Mendapatkan Keterampilan ... 131

4. 20 Perilaku Mengembangkan Berdasarkan Mengupayakan Mengikuti Pelatihan ... 132

4. 21 Perilaku Memberikan Pengakuan Berdasarkan Memberikan Pujian ... 135

4. 22 Perilaku Memberikan Pengakuan Berdasarkan Memberikan Penghargaan 136 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Kerangka Perilaku griffin dan Moorhead (1996) ... 16

2. 2 Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard... 28

2. 3 Kerangka Pemikiran penelitian ... 55

3. 1 Macam-macam Teknik Pengumpulan Data ... 75

3. 2 Macam-macam Teknik Observasi (Sugiono, 2011: 311) ... 77

3. 3 Tahap Observasi (Sugiono, 2011: 311) ... 79

3. 4 Triangulasi “Sumber” Pengumpulan Data (satu teknik pengumpulan data pada bermacam-macam sumber data A, B, C) (Sugiono, 2011: 311) .... 85


(12)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

Lampiran I Administrasi Penelitian

1. Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing Penyusun Skripsi 2. Surat Izin Penelitian Kepada Pondok Pesantren Assalafiyah 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

4. Catatan Bimbingan Skripsi Lampiran II Instrumen Penelitian

1. Rekap Wawancara 2. Rekap Observasi


(13)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Profil Lembaga Pondok Pesantren Assalafiyah 2. Foto-foto


(14)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian

Pesantren memiliki peranan yang penting dalam sejarah pembangunan pendidikan di indonesia. Di antara lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, pendidikan keagamaan dalam bentuk pesantren merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenoous (makna keaslian Indonesia).

Kehadiran pondok pesantren telah nyata membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, pesantren telah menawarkan jenis pendidikan alternatif bagi pengembangan pendidikan nasional. Azra (2000:47) mengemukakan bahwa selama ini pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam yang telah turut membina dan mengembangkan sumber daya manusia untuk mencapai keunggulan (excellence), meski selama ini dapat dikatakan relative “terbatas” pada bidang sosial keagamaan. Sebagai lembaga pendidikan Islam pondok pesantren sepanjang sejarahnya telah berperan besar dalam upaya-upaya meningkatkan kecerdasan dan martabat manusia.

Pondok pesantren pada hakekatnya adalah suatu lembaga yang memiliki fungsi yang beragam. Menurut Azra (Khusnuridlo dan Masyud, 2003:6) ada tiga fungsi pondok pesantren, yaitu: (1) sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama dan nilai-nilai Islam, (2) sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial, dan (3) sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial.

Fungsi keberadaan pesantren sebagaimana disebutkan di atas, Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat


(15)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dijadikan tumpuan dan harapan untuk dijadikan suatu model pendidikan sebagai variasi lain dan bahkan dapat menjadi alternatif lain dalam pengembangan masyarakat guna menjawab tantangan global dan


(16)

pembangunan dewasa ini. Pesantren (ma’had) adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitarnya, dengan sistem asrama yang santri-santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajaran atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan kepemimpinan seseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Djamaludin dan Abdullah Ali, 2003:93). Pendidikan semacam ini lebih sering disebut sebagai sistem pendidikan pesantren salaf (tradisional). Wahid (2001:55) menjelaskan tentang pendidikan salaf yang dimaksud adalah proses belajar mengajarnya dilakukan melalui struktur, metode dan literatur tradisional, berupa pendidikan di madrasah dengan jenjang yang bertingkat, ataupun pemberian pengajaran dengan sistem halaqah dalam bentuk wetonan atau sorogan. Ciri utama dari pengajaran tradisional ini adalah cara pemberian ajarannya yang ditekankan pada penangkapan harfiah atas suatu kitab (teks) tertentu.

Dalam perkembangannya, model pendidikan pesantren pun mengalami banyak perubahan. Beberapa pondok pesantren mulai merubah orientasinya, dari penguasan ilmu-ilmu agama menambah dengan penguasaan ilmu umum. Hal senada juga dikemukakan Jamaludin Malik (2005:10) bahwa pondok pesantren yang semula hanya memfokuskan pada pendidikan salaf saja, namun sekarang dengan pengembangan sistem pendidikan yang memasukkan materi-materi pelajaran umum, santri dapat bersaing dalam era-modern yang mana manusia tidak cukup hanya berbekal dengan moral yang baik saja, akan tetapi perlu di lengkapi dengan keahlian atau ketrampilan yang relevan dengan kebutuan kerja.

Perkembangan dunia pesantren seperti disebutkan di atas juga dapat kita lihat dengan bermunculnya pondok pesantren dengan model pendidikan khalaf (modern). Model pendidikan modern di pesantren ditandai bukan hanya menyelenggarakan pendidikan islam tradisional tetapi juga menyelenggarakan pendidikan formal di dalamnya. Wahyoetomo (1997:8) menjelaskan bahwa


(17)

yang dimaksud dengan pondok pesantren khalaf adalah lembaga pondok pesantren yang memasukan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pondok pesantren yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umum seperti SMP,SMU, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.

Sejalan dengan penyelenggaraan pendidikan formal didalamnya, Haedari dan El saha (2008:93) menyebutkan bahwa beberapa pesantren modern menggalami pengembanggan pada aspek manajemen, organisasi, dan administrasi penggelolan keuanggan. Perkembanggan ini dimulai dari perubahan gaya kepemimpinan pesantren dari karismatik ke rasionalostik, dari otoriter paternalistic ke diplomatik partisipatif.

Hal senada juga dikemukakan Dhofier (2011:80), beberapa pesantren sudah membentuk badan pengurus harian sebagai lembaga payung yang khusus mengelola dan menanggani kegiatan-kegiatan pesantren misalnya pendidikan formal, diniyah, penggajian majelis ta’lim, sampai pada masalah penginapan (asrama santri), kerumah tanggan, kehumasan. Pada tipe pesantren ini pembagian kerja antar unit sudah berjalan denggan baik, meskipun tetap saja kiai memiliki pengaruh yang kuat.

Perkembangan aspek manajemen pada pesantren modern tidak lepas dari pengaruh perubahan sosial yang bergerak begitu cepat sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbeda hal nya dengan pesantren salaf (tradisional) bahwa terdapat kecenderungan bahwa dunia pesantren tradisonal kurang mampu terpacu dengan laju perubahan sosial yang terjadi. Sebagai konsekuensinya peran dan fungsi pesantren cenderung termarjinalkan dalam dinamika perubahan sosial (Khusnuridlo dan Masyud, 2003:8). Kondisi ini tentu saja perlu direspon dan dijawab secara cerdas dan bertanggung jawab oleh dunia pesantren, jika pesantren salaf tidak ingin kehilangan relevansi dalam peran dan fungsinya dalam dinamika sosial.

Berkaitan dengan kondisi yang dikemukakan di atas, karenanya pondok pesantren salaf perlu mengadakan perubahan secara terus-menerus seiring


(18)

dengan berkembangnya tuntutan-tuntutan yang ada dalam masyarakat yang dilayaninya, sebagai konsekuensi dari dinamika perubahan sosial. Sebagai lembaga yang telah lama menjadi tumpuan pendidikan dan pengembangan

“masyarakat religius”, pondok pesantren salaf tidak boleh mengabaikan

tuntutan perubahan tersebut. Meskipun filosofi dasarnya tetap dipegang teguh, yaitu mendidik kemandirian masyarakat berdasarkan keyakinan keagamaan, namun dengan adanya perubahan yang berjalan begitu cepat di era global dewasa ini pondok pesantren perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian terutama dalam manajemennya (Khusnuridlo dan Masyud, 2003:2).

Pentingnya perubahan manajemen pondok pesantren salaf ini juga ditegaskan oleh Suwandi (Zaini, 1999:214) menurutnya, keberhasilan sistem pendidikan pondok pesantren sangat dipengaruhi oleh penataan sistem manajerialnya. Dalam hal ini yang dimaksud ialah perlunya pondok pesantren salaf mengakomodasi prinsip-prinsip manajemen modern.

Dalam kebanyakan kasus, pondok pesantren salaf menerapkan sistem manajemen yang umumnya masih konvensional. Sebagai contoh, dalam sistem manajemen pondok pesantren salaf tidak ada pemisahan yang jelas antara yayasan, pimpinan madrasah, guru atau ustadz dan staf administrasi, tidak adanya trasnparansi pengelolaaan sumber-sumber keuangan, belum terdistribusinya peran pengelolaan pendidikan, dan banyaknya penyelenggaraan administrasi yang tidak sesuai dengan standar, serta unit-unit kerja yang tidak berjalan menurut aturan baku organisasi.

Dengan demikian dari beberapa kelemahan di atas, pesantren harus memandang bahwa untuk tetap dapat berdiri eksis di tengah perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat perlu untuk menerapkan manajemen dengan kepemimpinan yang lebih direncanakan dan dipersiapkan sebelumnya. Demikian halnya dengan pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes yang menjadi objek penelitian penulis senantiasa mengalami dinamika dan hidup bergumul bersama relitas sosial yang tidak pernah berubah. Dinamika itu


(19)

tantangan kehidupan dan perubahan sosial yang selalu bergulir yang semua itu mesti dijawab oleh (kepemimpinan) pesantren tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan Zeny Rahmawati (2009) tentang Pola Kepemimpinan KH. Maimoen Zubair dalam Mengelola Pengembangan Lembaga Pendidikan di Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang Jateng mengatakan bahwa dalam kepemimpinannya di Pondok Pesantren Al Anwar KH. Maimoen Zubair menerapkan gaya kepemimpinan kharismatik yang diwarnai dengan kepemimpinan demokratik akan tetapi gaya kepemimpinan kharismatik lebih mendominasi dari kepemimpinan demokratiknya, dalam pengambilan keputusan masih berpusat pada keputusan kiai, pola kaderisasi kepemimpinan dengan sistem keturunan yang dibekali dengan menyekolahkan putera-putera beliau sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Berdasarkan temuan penelitian di atas jelas terlihat bahwa kiai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Dari sini tampak bahwa peran kiai memainkan peran sentral dalam dinamika kehidupan pesantren itu sendiri. Pola kepemimpinan seperti itu berbeda dengan pola kepemimpinan yang diterapkan pada lembaga di luar pesantren (seperti lembaga pendidikan formal) yang cenderung menerapkan pembagian kewenangan secara struktural dalam menjalankan proses manajerial organisasi.

Seorang pemimpin dalam hal ini kiai sebagai penggerak dalam suatu organisasi harus mampu menempatkan diri dalam berbagai situasi sosial, menjadi bagian dalam suatu kelompok atau organisasi tersebut, sehingga dapat mengarahkan, menggerakkan anggota-anggotanya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Seorang kiai harus menyiapkan sumber daya manusia terbaiknya untuk melanjutkan cita-cita luhur pesantren yang dikemas dalam sistem pendidikan pesantren, sehingga dengan corak keunikannya tradisi pesantren masih eksis sebagai win win solution setiap persoalan yang muncul dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka sudah sewajarnya bahwa keberhasilan manajemen suatu pesantren semata-mata bergantung


(20)

kepada kemampuan pribadi kiainya. Sebagai lembaga pendidikan Islam, perkembangan pesantren sangat ditentukan oleh kepemimpinan kiai dalam menjalankan aktivitas keseharian yang berkaitan dengan keduniaan maupun keagaman, juga tidak lupa guru-guru yang membantu mengkoordinir para santri. Hal ini disebabkan kiai oleh masyarakat di pandang sebagai orang yang paling tahu tentang rahasia alam dan masalah ketuhanan, oleh karena itu dalam pendidikan pesantren seluruh kegiatan bertumpu pada kiai (Dhofier, 2011: 56).

Kiai sebagai pemimpin tentunya memiliki perilaku yang khas dalam memimpin, karena pada hakikatnya, perilaku manusia satu dan lainnya berbeda. Menurut Griffin dan Moorhead, (1996) perilaku individu dalam organisasi dipengaruhi oleh pengalaman pribadi masa lampau, sifat pribadi, dan latar belakang. Mintorogo, 1996 (Engkoswara dan Aan, 2011:180) menjelaskan bahwa perilaku kepemimpinan merupakan tindakan-tindakan spesifik seseorang pemimpin dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja anggota kelompok. Dengan demikian perilaku kepemimpinan kiai merupakan upaya seorang kiai dalam memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi personel pesantren untuk mencapai tujuan pesantren. Seorang kiai yang baik harus mempunyai perilaku yang dapat mendorong, mengarahkan, dan memotivasi seluruh personel untuk bekerja sama dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan pesantren yang telah ditetapkan.

Sudarwan Danim dan Suparno (2009:42) mengemukakan bahwa: Kajian di Ohio State University pada tahun 1950 memberi arah yang besar dalam pengembangan teori perilaku. Hasil studi kepemimpinan Ohio State University tersebut menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori, yaitu: (1) initiating structure yang mengacu pada perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungannya dengan kelompok kerja dalam membentuk pola organisasi, komunikasi dan prosedur yang ditetapkan dengan baik; dan (2) consideration yang mengacu pada sejauh mana pemimpin memiliki hubungan kerja yang dilandasi dengan saling percaya, menghargai, dan memperhatikan kepuasan bawahannya. Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus berusaha secara optimal


(21)

menggerakkan bawahan agar dapat bekerja bersama secara produktif untuk mencapai tujuan

Berdasarkan uraian singkat di atas dan sejalan dengan bidang studi keilmuan yang sedang ditekuni oleh peneliti, yaitu bidang garapan administrasi pendidikan, maka peneliti bermaksud menindaklanjuti dalam bentuk penelitian dengan judul, “PERILAKU KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PEYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI BREBES JAWA TENGAH”.

B.Fokus Penelitian

Fokus penelitian disusun berfungsi untuk memberikan arahan yang jelas mengenai aspek dan topik-topik penting yang akan diteliti.

Adapun fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi tugas dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah?

2. Bagaimana perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi hubungan dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah?

C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai Perilaku Kepemimpinan Kiai dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai :


(22)

a. Untuk mengetahui bagaimana perilaku pemimpin yang berorientasi tugas dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes.

b. Untuk mengetahui bagaimana perilaku pemimpin yang berorientasi hubungan dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk berbagai pihak, baik secara teoritis maupun praktis di lapangan.

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya, mengembangkan dan meningkatkan kajian Ilmu Administrasi Pendidikan pada umumnya dan khususnya mengenai Perilaku Kepemimpinan Kiai dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes.

2. Secara Praktis

a. Bagi peneliti, diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan dalam pengembangan ilmu Administrasi Pendidikan, khususnya mengenai aspek kepemimpinan. b. Bagi pesantren, penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak

pesantren, khususnya Pengasuh Pesantren (kiai) untuk dapat mengimplementasikan perilaku kepemimpinan yang harus dimilikinya dalam rangka mengefektifkan tujuan pendidikan pesantren.

E.Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memudahkan pembaca dalam melihat dan memahami isi dari laporan penelitian ini, peneliti mengurutkan sistematikanya, sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang penelitian,

fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.


(23)

BAB II : Kajian Pustaka, dan Asumsi Penelitian, berisi konsep-konsep dan teori-teori yang melandasi penelitian yang dilakukan, yang diperoleh dari buku dan sumber-sumber lain yang mendukung. BAB III : Metode Penelitian, berisi penjabaran yang rinci mengenai metode

penelitian serta komponen-komponen penelitiannya. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, memuat pengolahan atau analisis data beserta pembahasan atau analisis hasil temuan di lapangan dengan pemaparan dan pembahasan data yang disajikan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran, menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(24)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Sumber Data Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti akan melakukan penelitian untuk memperoleh data dan fakta berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti dan tertuang pada fokus penelitian. Tempat ataupun wilayah yang dijadikan lokasi dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes, yang beralamat di Jl. H. Ambari No.13 Luwungragi Bulakamba Brebes 52252 Telp (0283) 3307799.

2. Sumber Data Penelitian

Arikunto (2009: 52) mengemukakan bahwa “Sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh”. Lofland dan Lofland (Moleong, Lexy J, 2009: 157) mengemukakan bahwa “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Maka data yang diperlukan untuk mengetahui bagaimana perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan adalah data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi maupun studi dokumentasi.

Berdasarkan jenis data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini, yang dijadikan partisan oleh peneliti adalah sekelompok objek yang dijadikan sumber data dalam penelitian yang bentuknya dapat berupa manusia, benda-benda, dokumen-dokumen dan sebagainya. Maka dalam penelitian ini penentuan sumber data dilakukan secara purposif (purposive sample) agar menyesuaikan dengan tujuan penelitian dan menfokuskan pada


(25)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

informan-informan terpilih yang kaya kasus untuk studi yang bersifat mendalam. (Satori dan Komariah, 2010: 47).

Maka, dalam penelitian ini yang menjadi subjek atau responden penelitian adalah Kiai (Pengasuh Pondok Pesantren), Assatidz (Staff


(26)

pembantu kiai sekaligus sebagai tenaga pendidik santri) dan Santri (peserta didik) serta dokumen-dokumen pendukung lainnya.

a) Responden

Responden terdiri dari 1 Pengasuh Pondok Pesantren, 1 Pembina Pondok, 3 Pengurus Pondok, 2 Pengurus Komplek dan 2 santri. Secara rinci gambaran responden dapat dilihat sebagai sebagai berikut:

Tabel 3.1

Gambaran Umum Responden

Inisial Profil Durasi Waktu dan Tempat

Wawancara SM Saat wawancara sedang

menjabat sebagai pengasuh (Kiai) pondok pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes

70.13 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Tamu Rumah KH. Subhan Ma‟mun, Sabtu 6 September 2014. Brebes, Pondok

Pesantren Assalafiyah, Ruang Tamu Rumah KH. Subhan Ma‟mun, Jum‟at 12 September 2014.

Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruang Tamu Rumah KH. Subhan Ma‟mun, Jum‟at 19 September 2014.

DH Saat wawancara sedang menjabat sebagai

47.58 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah,


(27)

pembina pondok pesantren dan kepala Madrasah Assalafiyah Luwungragi Brebes

Ruangan Kantor Pondok, Kamis 11 September 2014.

Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Kantor Pondok, Kamis 18 September 2014.

NR Saat wawancara sedang menjabat sebagai kepala pondok

pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes

39.32 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Kantor Pondok, Kamis 18 September 2014.

AM Saat wawancara sedang menjabat sebagai sekretaris pondok pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes

29.05 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Kantor Pondok, Rabu 17 September 2014.

AA Saat Wawancara sedang menjabat sebagai ketua bidang pendidikan pondok pesantren Assalafiyah

Luwungragi Brebes

31.33 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Kantor Pondok, Selasa 23 September 2014.

SK Saat wawancara sedang menjabat sebagai Ketua Komplek I

38.13 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Aula Komplek I, Kamis 2 Oktober


(28)

2014.

SO Saat wawancara sedang menjabat sebagai Ketua Komplek II

34. 41 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Istirahat Ustadz Komplek II, Kamis 9 Oktober 2014.

JH Saat wawancara sedang menyelesaikan program pendidikan pesantren tingkat Madarasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes

04.23 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Kamar Tidur Santri, Selasa 30 September 2014.

JR Saat wawancara sedang duduk di bangku

Madrasah kelas Wustho Pondok Pesantren Assalafiyah

Luwungragi Brebes

03.29 menit Brebes, Pondok Pesantren Assalafiyah, Ruangan Aula Pondok, Selasa 7 Oktober 2014.

Berdasarkan informasi tentang profil responden pada Tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa responden terdiri dari Pengasuh Pondok Pesantren, Pembina Pondok, Kepala Pondok, sekretaris Pondok, Ketua Bidang Pendidikan Pondok, 2 Ketua Komplek dan 2 Santri.. Pada umumnya para responden adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafiyah.. Terkait dengan durasi waktu wawancara yaitu berkisar antara menit hingga menit dan dilaksanakan antara 6 September – 9 Oktober 2014. Wawancara dilakukan pada tempat yang sesuai dengan kesediaan responden dengan membuat kesepakatan sebelumnya yaitu waktu dan tempat. Proses wawancara diawali dengan penyampaian maksud dan tujuan wawancara serta penjelasan dari peneliti bahwa hasil wawancara dipergunakan hanya untuk


(29)

kepentingan akademik. Dalam kaitan ini, seluruh responden mengijinkan untuk wawancara direkam oleh peneliti.

B.Dessain Penelitian

Nana Syaodih (2007 : 52) mengemukakan bahwa :

Rancangan penelitian (reserch design) menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan kondisi arti apa data dikumpulkan, dan dengan cara bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah.

Menurut Nana Syaodih (2007 : 99) dikatakan bahwa “penelitian kualitatif menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti penelitian difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya”.

Desain penelitian ini dibuat berdasarkan fokus kajian yang ingin diteliti oleh peneliti. Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang perilaku kepemimpinan kiai. Penelitian yang penulis angkat kemudian diformulasikan dan difokuskan dalam sebuah fokus penelitian. Setelah ditentukan penelitian, peneliti melakukan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi di lapangan dengan berbekal teori yang terkait. Setelah diperoleh data, maka data diklasifikasikan dan diolah data tersebut. Hasil pengolahan data tersebut dijadikan sebagai temuan penelitian yang selanjutnya dapat ditarik suatu kesimpulan penelitian, hingga bisa menghasilkan rekomendasi bagi pihak-pihak terkait dan sebagai feed back.

Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan penelitian kualitatif. Sejalan dengan hal tersebut Umar Husein (2008: 8) mengemukakan bahwa “Desain penelitian deskriptif bersifat paparan pada variabel-variabel yang diteliti, misalnya tentang siapa, yang mana, kapan, dan di mana, maupun ketergantungan variabel pada sub-sub variabelnya”. Hal ini berdasarkan para kondisi dan konteks masalah yang dikaji mengenai perilaku kepemimpinan kiai yang berorientasi tugas dan hubungan.


(30)

C.Metode dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nana Syaodih (2007:54) yang dimaksud dengan metode penelitian deskriptif adalah “suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau”. Penelitian ini mengkaji bentuk aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain, artinya semua data, fakta, dokumen maupun gambar dapat menggambarkan atau menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana suatu kejadian tersebut terjadi untuk dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena apa adanya secara alami atau natural.

Pendekatan kualitatif yakni pendekatan penelitian yang menjawab permasalahan penelitiannya, memerlukan pemahaman secara mendalam dan menyeluruh mengenai objek yang diteliti. Untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan penelitian dalam konteks waktu dan situasi yang bersangkutan.

Bogdan dan Taylor (Moleong, Lexy J, 2009: 5) mendefinisikan bahwa „metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati‟. David Williams (Moleong, Lexy J, 2009: 6) mengemukakan bahwa „penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti secara alamiah‟. Denzin dan Lincoln (Moleong, Lexy J, 2009: 5) menyatakan bahwa „penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada‟. Selanjutnya Moleong, Lexy J (2009: 6) mensintesiskan

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll. , secara holisitik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada


(31)

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Penelitian kualitatif cenderung melakukan analisis yang bersifat induktif yang sangat menonjolkan perspektif subjektif dalam memecahkan suatu permasalahan. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan tentang perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes.

D.Definisi Operasional

Komarudin (1986: 57) menyatakan :

“Definisi operasional merupakan pengertian yang lengkap tentang suatu variabel yang mencakup semua unsur yang menjadi ciri utama variabel itu”.

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari terjadinya salah pengertian dalam hal konsep yang terdapat dalam penelitian. Oleh karena itu, peneliti akan mencoba menjelaskan pengertian dan maksud dari istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, dengan demikian akan terdapat kesamaan persepsi antara peneliti dengan pembaca. Adapun definisi operasional yang berhubungan dengan penelitian ini akan dijelaskan di bawah ini.

Mintorogo, 1996 (Engkoswara dan Aan, 2011:180) menjelaskan bahwa perilaku kepemimpinan merupakan tindakan-tindakan spesifik seseorang pemimpin dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja anggota kelompok.

Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Fleishman dan rekan-rekannya di Universitas Ohio (S. Danim dan Suparno, 2009:42) menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori, yaitu:

a. Initiating structure, disebut juga perilaku yang berorientasi tugas yang merupakan upaya pemimpin dalam mengorganisasikan dan menetapkan peranan anggota kelompok kerja.


(32)

b. Consideration, disebut juga perilaku yang berorientasi hubungan yang merupakan upaya pemimpin dalam membina hubungan antara dirinya pribadi dengan anggotanya. mengacu pada sejauh mana pemimpin memiliki hubungan kerja yang dilandasi dengan saling percaya, menghargai gagasan, memperhatikan kepuasan dan kesejahteraan bawahannya.

Adapun instrumen untuk mengukur perilaku tugas berdasarkan penjelasan Yukl (2010: 81-89) tentang perilaku tugas yang spesifik dan perilaku hubungan khusus, yaitu tergambarkan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Instrumen Pengukuran Perilaku Tugas

Indikator

Perilaku Tugas Sub-Indikator Perilaku Pemimpin Merencanakan

aktivitas kerja

 Mengidentifikasikan langkah tindakan kerja

 Memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan setiap langkah tindakan

 Menentukan waktu memulai dan tenggat waktu untuk setiap langkah tindakan

 Memperkirakan biaya setiap langkah tindakan  Menentukan siapa yang akan bertanggung jawab

untuk setiap langkah tindakan

 Menyusun prosedur untuk memantau kemajuan Menjelaskan

atau melakukan klarifikasi peran dan tujuan

 Menjelaskan tanggung jawab dan cakupan kewenangan pekerjaan anggota

 Menjelaskan kaitan pekerjaan dengan misi unit  Menjelaskan kebijakan dan peraturan kerja  Menjelaskan prioritas dan tenggat waktu  Menetapkan sasaran aspek kinerja yang relevan  Menetapkan target, waktu pencapaian sasaran Memantau

operasi kerja

 Memantau variabel proses kunci  Mengawasi operasi secara langsung

 Mengembangkan sumber informasi independen  Mengadakan pertemuan kemajuan secara periodik Tabel 3.3 Instrumen Pengukuran Perilaku Hubungan

Indikator

Perilaku Hubungan Sub-Indikator Perilaku Pemimpin Memberikan

dukungan


(33)

 Berperilaku sopan penuh perhatian

 Memperhatikan / memenuhi kebutuhan anggota  Memberikan dukungan kepada bawahan

 Memberikan bimbingan pekerjaan  Bersedia membantu persoalan bawahan Mengembangkan

keterampilan bawahan dengan memberikan

pelatihan / nasehat / saran

 Memberikan saran tertentu yang dapat membantu meningkatkan kinerja

 Memperlihatkan cara yang lebih baik untuk melakukan tugas atau prosedur yang rumit  Menyatakan kepercayaan bahwa orang tersebut

dapat melaksanakan tugas

 Memberikan kesempatan untuk melakukan inovasi dalam pekerjaan

 Membantu bawahan menemukan cara untuk mendapatkan keterampilan yang diperlukan  Mendorong kehadiran bawahan pada kursus

pelatihan yang relevan Memberikan

pengakuan,

pujian / penghargaan

 Memberikan pujian atas kinerja yang efektif  Memberikan penghargaan atas keberhasilan /

prestasi anggota

Dengan demikian perilaku kepemimpinan kiai merupakan upaya kiai dalam memainkan peran sebagai pemimpin yang dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu: (1) perilaku tugas yang merupakan upaya pemimpin dalam mengorganisasikan dan menetapkan peranan anggota kelompok, dan (2) perilaku hubungan yang merupakan upaya pemimpin dalam membina hubungan antara dirinya pribadi dengan anggotanya, guna mempengaruhi komunitas pondok pesantren untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

E.Instrumen Penelitian

Instrument penelitian merupakan suatu hal yang paling krusial dalam suatu penelitian. Hal ini karena instrument penelitian merupakan acuan yang akan dijadikan sebagai guide line peneliti dalam melakukan penelitian. Semenarik apapun permasalahan yang akan diteliti, jika peneliti tidak mampu mengungkapkan apa yang terjadi dalam fenomena yang akan diteliti maka penelitian itu tidak akan ada artinya. Djam‟an Satori (2007 : 9) mengemukakan bahwa “instrument penelitian merupakan tumpahan teori dan pengetahuan


(34)

yang dimiliki si peneliti mengenai fenomena yang diharapkan mampu mengungkap informasi-informasi penting dari fenomena yang diteliti”.

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada instrument baku yang menjadi acuan dalam penelitian. Disini yang berperan sebagai instrument penelitian adalah si peneliti itu sendiri. Djam‟an Satori (2007 : 10) mengatakan bahwa :

Kategori instrument yang baik dalam penelitian kualitatif adalah instrument yang memiliki pemahaman yang baik akan metodologi penelitian, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun secara logistiknya.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat bahwa peneliti dalam penelitian kualitatif memiliki peran yang sangat penting, semakin luas penguasaan peneliti terhadap teori serta semakin luas wawasan peneliti maka semakin banyak informasi yang dihasilkan. Peneliti harus mampu untuk mendapatkan berbagai informasi penting dengan menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi yang dijabarkan dari kisi-kisi penelitian yang telah dibuat sebelumnya sebagai acuan dalam mendapatkan informasi yang dicari. Sehingga tidak salah jika Sugiyono menyebutkan peran peneliti sebagai key instrument dalam proses penelitian kualitatif (Djam‟an Satori, 2007 : 10).

Berikut kisi-kisi penelitian yang digunakan peneliti dalam proses penelitian sebagai berikut:


(35)

Perilaku Kepemimpinan Kiai dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah

Variabel Sub Variabel Indikator Data yang dikumpulkan Metode Sumber Data

Perilaku Kepemimpinan Kiai Perilaku Tugas Merencanakan aktivitas kerja

 Membuat rencana kegiatan  penggunaan sumber daya  menyiapkan anggaran

 Memperkirakan waktu kegiatan  Pemberian tanggung jawab  Menyusun prosedur

 Wawancara  Observasi  Studi dokumentasi Pengasuk Pondok Pembina Kepala Pondok Sekretaris

Ketua Bidang Pendidikan

Ketua Komplek I Ketua Komplek II Melakukan

klarifikasi peran dan tujuan

 Pengkomunikasian rencana  Menetapkan sasaran kinerja  Memberikan tugas-tugas

khusus  Wawancara  Observasi  Studi dokumentasi Pengasuk Pondok Pembina Kepala Pondok Sekretaris

Ketua Bidang Pendidikan

Ketua Komplek I Ketua Komplek II


(36)

operasi program

 Kualitas produk atau jasa  Pertemuan tinjauan kemajuan

 Observasi  Studi

dokumentasi

Pembina Kepala Pondok Sekretaris

Ketua Bidang Pendidikan

Ketua Komplek I Ketua Komplek II Santri

Perilaku Hubungan

Memberikan dukungan

 Memberikan motivasi  Perilaku sopan, penuh

perhatian

 Memberikan simpati, dukungan kepada bawahan  Bimbingan pekerjaan ketika

dibutuhkan

 Membantu memecahkan persoalan

 Wawancara  Observasi

Pengasuk Pondok Pembina

Kepala Pondok Sekretaris

Ketua Bidang Pendidikan

Ketua Komplek I Ketua Komplek II


(37)

Mengembangkan  Meningkatkan keterampilan  Mengadakan pelatihan  Memberikan nasehat

(mentoring)

 Wawancara  Observasi  Studi

dokumentasi

Pengasuk Pondok Pembina

Kepala Pondok Sekretaris

Ketua Bidang Pendidikan

Ketua Komplek I Ketua Komplek II Memberikan

pengakuan

 Memberikan pujian atas kinerja yang efektif

 Memberikan

penghargaan/reward atas keberhasilan yang signifikan dan kontribusi penting kepada organisasi

 Wawancara  Observasi  Studi

dokumentasi

Pengasuk Pondok Pembina

Kepala Pondok Sekretaris

Ketua Bidang Pendidikan

Ketua Komplek I Ketua Komplek II


(38)

Dari kisi-kisi yang telah disusun diatas, peneliti menguraikan dalam pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi sebagai berikut:

Pedoman Wawancara

1. Pengasuh Pondok Pesantren

a. Bagaimana dalam merencanakan aktivitas kerja para ustadz (Assatidz)?

1) Apakah pak kiai merencanakan aktivitas kerja Assatidz? 2) Apakah pak kiai merencanakan program kegiatan pesantren? 3) Apakah pak kiai memberikan prosedur atas aktivitas kerja

Assatidz?

4) Bagaimana cara pak kiai dalam memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan setiap tindakan Assatidz?

5) Bagaimana cara pak kiai dalam memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan setiap program kegiatan pesantren? 6) Apakah pak kiai mmenentukan waktu memulai dan tenggat waktu

untuk melaksanakan setiap tindakan Assatidz?

7) Apakah pak kiai membuat anggaran biaya untuk melaksanakan setiap langkah tindakan tugas kerja assatidz?

8) Apakah pak kiai membuat anggaran biaya untuk melaksanakan setiap program kegiatan pesantren?

9) Apakah pak kiai memutuskan orang-orang yang terlibat untuk setiap program kegiatan pesantren?

10) Apakah pak kiai memantau kemajuan kerja assatidz? Bagaimana pak kiai dalam melakukan pemantauan kemajuan kerja assatidz? 11) Apakah pak kiai memantau setiap kemajuan program kegiatan

pesantren? Bagaimana pak kiai dalam melakukan pemantauan kemajuan program pesantren tersebut?

b. Bagaimana dalam melakukan klarifikasi peran dan tujuan?

1) Apakah pak kiai mensosialisasikan rencana aktivitas kerja assatidz? Bagaimana cara mensosialisasikannya?


(39)

2) Apakah pak kiai mensosialisasikan program kegiatan pesantren kepada Assatidz? Bagaimana cara mensosialisasikannya?

3) Apakah pak kiai mensosialisasikan kebijakan kepada para assatidz? 4) Apakah pak kiai memberikan arahan tentang pekerjaan yang

menjadi prioritas kepada assatidz?

5) Apakah pak kiai menyusun dan menjelaskan sasaran-sasaran aspek kinerja agar relevan?

6) Apakah pak kiai memberikan tenggat waktu dalam pencapaian setiap sasaran aspek pekerjaan?

c. Bagaimana dalam melakukan pemantauan operasi kerja? 1) Bentuk tindakan seperti apa yang pak kiai lakukan dalam

memantau kinerja assatidz, dalam hal ini pada kegiatan pembelajaran di pesantren?

2) Apakah pak kiai mengawasi pada setiap program kegiatan

pesantren? Model pengawasan seperti apa yang pak kiai lakukan? 3) Apakah pak kiai menanyakan bagaimana proses pembelajaran

pesantren kepada para santri?

4) Apakah pak kiai mewajibkan kepada assatidz untuk melaporkan setiap pelaksanaan program kegiatan pesantren?

5) Bentuk tindakan seperti apa yang dilakukan pak kiai dalam melakukan pemeriksaan laporan kerja assatidz?

6) Apakah pak kiai menyusun jadwal pertemuan sebagai tinjauan kemajuan secara periodik? Hal apa saja yang dilakukan dalam pertemuan tersebut?

d. Apakah pak kiai memberi dukungan kepada Assatidz?

1) Apakah pak kiai memberikan dorongan atas kinerja assatidz? (kata-kata positif, fasilitas dll)

2) Apakah pak kiai memberikan bimbingan pekerjaan kepada assatidz?

3) Apakah pak kiai memberikan contoh yang baik cara bekerja kepada assatidz?


(40)

4) Dalam hal Assatidz menemukan kebuntuan dalam pekerjaan, apakah pak kiai membantu memecahkan persoalan yang ada? e. Bagaimana cara pak kiai dalam mengembangkan SDM (dalam hal ini

Assatidz)?

1) Dalam hal membantu meningkatkan kinerja assatidz, apa yang pak kiai lakukan?

2) Apakah pak kiai memberikan keleluasaan kepada assatidz dengan memberikan kesempatan untuk melakukan inovasi dalam

pekerjaan?

3) Apakah pak kiai membantu assatidz menemukan cara-cara untuk mendapatkan keterampilan yang diperlukan?

4) Dalam hal usaha mengembangkan skill assatidz, apakah pak kiai mengupayakan untuk mengikuti pelatihan yang relevan?

5) Apakah pak kiai memberikan pembinaan kepada assatidz atas kinerja yang kurang efektif?

f. Bagaimana penyikapan pak kiai terhadap kinerja Assatidz yang efektif, apakah pak kiai memberikan pengakuan?

1) Apakah pak kiai memberikan pujian (lisan, ekspresi atau bahasa tubuh) kepada assatidz terhadap keberhasilan pekerjaannya? 2) Bentuk penghargaan apa yang diberikan pak kiai kepada assatidz

atas kinerja efektif assatidz? Bagaimana dampaknya?

3) Dalam hal kontribusi penting kepada lembaga atas kinerja assatidz dan menunjukan keberhasilan yang signifikan, bentuk reward apa yang diberikan kepada assatidz? Bagaimana dampaknya?

2. Pembina, Pengurus Pondok dan Ketua Komplek

a. Bagaimana perilaku pemimpin dalam merencanakan aktivitas kerja? 1) Apakah pak kiai merencanakan aktivitas kerja?

2) Apakah pak kiai merencanakan program kegiatan pesantren? 3) Adakah prosedur atas aktivitas kerja assatidz?

4) Bagaimana cara pak kiai dalam memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan setiap tindakan Assatidz?


(41)

5) Setiap tindakan Assatidz, Apakah ditetapkan waktu memulai dan tenggat waktunya?

6) Apakah ada anggaran biaya dalam melaksanakan setiap langkah tindakan tugas kerja assatidz?

7) Apakah ada anggaran biaya untuk melaksanakan setiap program kegiatan pesantren?

8) Apakah pak kiai memutuskan orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan setiap program kegiatan pesantren?

9) Apakah pak kiai memantau kemajuan kerja assatidz?

10) Apakah pak kiai memantau setiap kemajuan program kegiatan pesantren?

b. Apakah pemimpin menjelaskan/melakukan klarifikasi peran dan tujuan atas pekerjaan Assatidz?

1) Apakah pak kiai mensosialisasikan rencana aktivitas kerja assatidz?

2) Apakah pak kiai mensosialisasikan program kegiatan pesantren kepada Assatidz?

3) Apakah pak kiai mensosialisasikan kebijakan yang dibuatnya? 4) Apakah pak kiai memberikan arahan tentang pekerjaan yang

menjadi prioritas kepada assatidz?

5) Apakah pak kiai menjelaskan sasaran-sasaran aspek kinerja agar relevan?

6) Apakah pak kiai memberikan tenggat waktu dalam pencapaian setiap sasaran aspek pekerjaan?

c. Apakah pemimpin melakukan pemantauan operasi kerja?

1) Apakah pak kiai memantau kinerja assatidz, dalam hal ini pada kegiatan pembelajaran di pesantren?

2) Apakah pak kiai mengawasi pada setiap program kegiatan pesantren?

3) Apakah pak kiai mewajibkan kepada assatidz untuk melaporkan setiap pelaksanaan program kegiatan pesantren?


(42)

4) Apakah pak kiai melakukan pemeriksaan laporan kerja assatidz? 5) Apakah ada jadwal pertemuan sebagai tinjauan kemajuan secara

periodik?

d. Bagaimana perilaku pemimpin dalam memberikan dukungan atas kinerja assatidz?

1) Apakah pak kiai memberikan dorongan? (kata-kata positif, fasilitas dll)

2) Apakah pak kiai memberikan bimbingan pekerjaan?

3) Apakah pak kiai memberikan contoh yang baik cara bekerja? 4) Ketika menemukan kebuntuan dalam pekerjaan, apakah pak kiai

membantu memecahkan persoalan yang ada?

e. Apakah pak kiai melakukan upaya mengembangkan kemampuan assatidz?

1) Apakah pak kiai membantu meningkatkan kinerja assatidz, apa yang pak kiai lakukan?

2) Apakah pak kiai memberikan keleluasaan dengan memberikan kesempatan untuk melakukan inovasi dalam pekerjaan?

3) Apakah pak kiai membantu menemukan cara-cara untuk mendapatkan keterampilan yang diperlukan?

4) Dalam hal usaha mengembangkan skill, apakah pak kiai mengupayakan untuk mengikuti pelatihan yang relevan?

5) Apakah pak kiai memberikan pembinaan atas kinerja yang kurang efektif?

f. Apakah pak kiai memberikan pengakuan terhadap kinerja assatidz? 1) Apakah pak kiai memberikan pujian (lisan, ekspresi atau bahasa

tubuh) terhadap pekerjaan yang berhasil?

2) Bentuk penghargaan apa yang diberikan pak kiai atas kinerja yang efektif?


(43)

Pedoman Observasi

Tabel 3.5

Pedoman Observasi Penelitian

Pedoman Dokumentasi

Tabel 3.6

Pedoman Dokumentasi Penelitian No Jenis Dokumentasi yang Diperlukan

1. Profil Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi 3. Peraturan Pondok Pesantren tentang tata tertib KBM

(Kegiatan Belajar Mengajar)

4. Surat keputusan penugasan kerja assatidz 5. Rencana kegiatan pesantren

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu hal yang paling utama dalam sebuah penelitian, hal ini karena tujuan utama dari sebuah penelitian adalah untuk memperoleh data. Ketepatan pemilihan teknik pengumpulan data akan berpengaruh pada data yang dihasilkan. Sugiyono (2011: 308) menjelaskan bahwa:

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratium dengan metode eksperimen, di sekolah dengan tenaga pendidikan dan kependidikan, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu

No Bahan Observasi

1 Melihat perencanaan aktivitas kegiatan di pesantren 2 Melihat pengkomunikasian rencana, kebijakan dan

harapan peran

3 Melihat pengamatan operasi kerja

4 Melihat kepemimpinan yang memberikan dukungan 5 Melihat upaya pengembangan SDM


(44)

seminar, diskusi, di kalan dan lain-lain. Bila di lihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakkan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber tidak langsung memberikan data kepada pengumpul daya, misalnya leawat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara). Kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.

Beberapa macam teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011 : 309) yaitu :

Gambar 3.1

Macam-macam Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti untuk melihat / terjun langsung ke lapangan. Nana Syaodih (2007 : 220) mengatakan bahwa “observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung”.

Marshall, 1995 (Sugiyono, 2011 : 310) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached

Macam-macam teknik pengumpulan

data

Observasi

Wawancara

Dokumentasi

Triangulasi / Gabungan


(45)

to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Observasi bukanlah merupakan teknik pengumpulan data yang mudah, karena di dalamnya mengandung hal-hal yang pelik. Pertama, tidak ada pengamatan dua orang yang sama. Pengamatan dua orang selalu saja ada perbedaannya. Apa yang kita amati adalah ekspresi pribadi kita, yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman, pengetahuan, perasaan, nilai-nilai, harapan, dan tujuan kita. Kedua, mengadakan pengamatan bukan proses pasif dimana kita hanya mencatat apa yang terjadi seperti menggunakan kamera. Seakan-akan kita berada di luar dan terpisah dari dunia yang kita amati. Mengadakan observasi adalah proses aktif. Kita berbuat sesuatu, kita memilih apa yang kita amati. Ada hal-hal yang kita amati, ada pula yang tidak kita hiraukan. Jadi kita tidak netral dan terpisah dari apa yang kita amati. Kita terlibat di dalamnya secara aktif. Hanya apa yang kita amati akan menjadi data bagi penelitian kita. (Nasution, S, 2003 dalam Djam‟an Satori, 2007 : 70).

Ada beberapa jenis teknik observasi yang bisa dilakukan oleh peneliti dalam penggalian data dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sanafiah Faisal, 1990 (Djam‟an Satori, 2007 : 74) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak terstruktur (unstructured observation). Selanjutnya Spradley, 1988 (Djam‟an Satori, 2007:74) membagi observasi berpastisipasi menjadi empat, yaitu : passive participation, moderate participation, active participation, dan complete participation. Untuk memudahkan pemahaman tentang bermacam-macam observasi, maka dapat digambarkan seperti gambar berikut :


(46)

Gambar 3.2

Macam-macam teknik observasi (Sugiyono, 2011 : 311)

1) Observasi Partisipatif

Dalam observasi ini, peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.

Susan Stainback, 1988 (Sugiyono, 2011 : 311) menyatakan “In participant observation, the researcher observes what people do, listent

to what they say, and participates in their activities” dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Beberapa jenis observasi partisipatif adalah :

a) Partisipasi pasif (passive participation) : means the research is present at the scene of action but does not interact or participate. Jadi dalam hal ini peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

Macam-macam observasi

Observasi Partisipatif Observasi terus terang dan tersamar

Observasi tak terstruktur

Observasi yang pasif Observasi yang moderat

Observasi yang aktif Observasi yang lengkap


(47)

b) Partisipasi moderat (moderate participation) : means that the researcher maintains a balance between being insider and being outsider. Dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut obseservasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.

c) Partisipasi aktif (active participation) : means that the researcher generally does what others in the setting do. Dalam observasi ini peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.

d) Partisipasi lengkap (complete participation) : means researcher is a natural participant. This is the highest level of involvement. Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian. Hal ini merupakan keterlibatan peneliti yang tertinggi terhadap aktivitas kehidupan yang diteliti.

2) Observasi Terus Terang atau Tersamar

Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. Kemungkinan kalau dilakukan dengan terus terang, maka peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi.

3) Observasi tak terstruktur

Observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur, karena focus penelitian belum jelas. Focus observasi akan berkembang selama kegiatan observasi berlangsung. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis


(48)

tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan penelitian tidak menggunakan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.

Terkait dengan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi, peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi pasif dan observasi terus terang.

Menurut Spradley, 1980 (Sugiyono, 2011 : 315) tahapan observasi terdiri dari 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus, dan 3) observasi terseleksi yang ditunjukan seperti gambar berikut :

1 2 3

TAHAP DESKRIPSI Memasuki situasi sosial : ada tempat, actor, dan aktivitas.

TAHAP REDUKSI Menentukan focus : memilih diantara yang

telah dideskripsikan

TAHAP SELEKSI Mengurai focus : menjadi komponen

yang lebih rinci Gambar 3.3

Tahap observasi (Sugiyono, 2011 : 316)

1) Observasi deskriptif

Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajahan umum, dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Semua data direkam, oleh karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Observasi tahap ini sering disebut sebagai grand tour observation, dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama. Bila dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.


(49)

2) Observasi terfokus

Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertantu. Observasi ini juga dinamakan observasi terfokus, karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan focus.

3) Observasi terseleksi

Pada tahap observasi ini peneliti telah menguraikan focus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis komponensial terhadap focus, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori, serta menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Pada tahap ini diharapkan peneliti telah dapat menemukan pemahaman yang mendalam atau hipotesis. Menurut Spradley (Sugiyono, 2011 : 317), observasi terseleksi ini masih dinamakan mini tour observation.

2. Wawancara

Menurut Djam‟an Satori (2007 : 44) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Esterberg, 2002 (Sugiyono, 2011) mendefinisikan interview sebagai berikut “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Susan Stainback, 1988 (Djam‟an Satori, 2007 : 44) mengemukakan bahwa “interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or phenomenon than can be gained through observation alon”. Jadi dengan wawancara,


(50)

maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Oleh karenanya observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Dengan wawancara kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden. Namun demikian, penelitian kualitatif sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang yang ada didalamnya.

Esterberg, 2002 (Sugiyono, 2011 : 319) mengemukakan beberapa macam wawancara yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur.

1) Wawancara terstruktur (Structured interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Isi pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden berkenaan dengan fokus masalah yang dikaji dalam penelitian. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula, pengumpul data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara.

Nana Syaodih, S (2007 : 217) mengemukakan bahwa wawancara banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, malah dapat dikatakan sebagai teknik pengumpulan data utama. Dalam penelitian kualitatif tidak disusun dan digunakan pedoman wawancara yang sangat rinci.


(51)

Bagi peneliti yang sudah berpengalaman pedoman wawancara ini hanya berupa pertanyaan pokok atau pertanyaan inti saja dan jumlahnya pun tidak lebih dari 7 atau 8 pertanyaan. Dalam pelaksanaan wawancara, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisinya. Pengembangan pertanyaan pokok menjadi pertanyaan lanjutan atau pertanyaan lebih terurai disebut “Probing” atau perluasan dan pendalaman.

Bagi peneliti pemula atau para mahasiswa dalam pedoman wawancara, disamping pertanyaan pokok perlu disusun pertanyaan yang lebih terurai atau rinci pertanyaan, walaupun dalam pelaksanaannya bisa saja tidak digunakan atau diganti dengan pertanyaan lain yang jauh lebih terkait langsung dengan kenyataan yang dihadapi.

Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara (interview guide), maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, gambar, brosur, dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.

2) Wawancara Semi terstruktur (Semistructure interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.

3) Wawancara tak berstruktur (Unstructured interview)

Menurut Sugiyono (2011 : 320) wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.


(52)

Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subyek yang diteliti. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak terstruktur.

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur dalam melakukan penggalian data yaitu dengan menggunakan perangkat pedoman wawancara yang kemudian informasi-informasi yang telah diperoleh dicatat dalam catatan harian penelitian.

Lincoln and Guba (Sanapiah Faisal) dalam Sugiyono, 2011 : 322 mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu :

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan

3) Mengawali atau membuka alur wawancara 4) Melangsungkan alur wawancara

5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

3. Studi Dokumentasi

Maloeng, 2005 : 82 (Djam‟an Satori, 2007 : 90) mengatakan bahwa dokumen merupakan sumber informasi yang bukan manusia (non human resources), sedangkan studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data. Secara harfiah dokumen dapat diartikan sebagai catatan kejadian yang sudah lampau.


(53)

Sugiyono (2011 : 329) mengemukakan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih yang sesuai dengan tujuan dan focus masalah.

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel/dapat dipercaya jika didukung oleh sejarah pribadi kehidupan dimasa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi. Publish autobiografi provide a readily available source of data for the discerning qualitative research (Bogdan dalam Sugiyono, 2011 : 329). Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.

Tetapi perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas tinggi. Sebagai contoh banyak foto-foto yang tidak mencerminkan keadaan aslinya, karena foto dibuat untuk kepentingan tertentu. Demikian juga autobiografi yang ditulis untuk dirinya sendiri, sehingga subyektif.

4. Triangulasi / gabungan

Sugiyono (2011 : 330) mengemukakan bahwa triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data.


(54)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi sumber, yakni teknik penggalian data yang bertujuan untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan tekik yang sama.

Dalam triangulasi, Susan Stainback, 1988 (Sugiyono, 2011 : 330) menyatakan bahwa “the aim is not to determine the truth about some social

phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase one’s

understanding of what ever is being investigated”. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Gambar. 3.4

Triangulasi “sumber” pengumpulan data (satu teknik pengumpulan data pada bermacam-macam sumber data A, B, C)

(Sugiyono, 2011 : 331)

Selanjutnya Mathinson, 1988 (Sugiyono, 2011 : 332) mengemukakan bahwa “the value of triangulation lies in providing evidence

– whether convergent, inconsistent, or contradictory”. Nilai dari teknik pengumpulan data dengan trianggulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontrakdiksi. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik trianggulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Melalui triangualsi “can build on the strengths of each type of data collection while minimazing the weakness in any single approach” (Patton,

Wawancara mendalam

A

B


(1)

kepemimpinan kiai pada pondok pesantren tradisional (salaf) dan perilaku kepemimpinan kiai pada pondok pesantren modern (khalaf).


(2)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DARTAR PUSTAKA

Adman. (2004). Kepemimpinan dan Produktivitas Kerja (Studi Tentang perilaku kepemimpinan dalam menunjang Produktivitas kerja karyawan di Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung). Dalam Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, No. 23 Tahun XIII, 10 halaman. Bandung: Media Komunikasi Antar FPIPS UPI-JPIS FKIP Universitas/ STKIP Se-Indonesia.

Arief, Armai. (2002). Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ciputat: Pers

Arikunto, Suharsimi. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azra, Azyumardi. (2000). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju

Millenium Baru. Jakarta: Kalimah

Danim, S. dan Suparno, (2009). Manajemen dan Kepemmpinan Transformasional Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Agama. (1985). Proyek Pembinaan dan Bantuan Kepada Pondok Pesantren, Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pesantren. Dirjen Bimbaga Islam Depag RI

Departemen Agama. (2003). Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan Kesatu. Jakarta :Balai Pustaka

Dhofier, Zamakhsyari. (2011). Tradisi Pesantren. Cetakan Kedelapan. Jakarta: LP3S

Djamaludin dan Abdullah Ali. (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Engkoswara dan Aan Komariah. (2011). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Ghazali, M. Bahri. (2003). Pesantren Berwawasan Lingkungan .Cetakan Ketiga. Jakarta: CV. Prasasti


(3)

Mohammad Iqbal Zakaria, 2014

Perilaku kepemimpinan kiai dalam penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren Assalafriyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Haedani, H.M Amien. (2004). Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global. Cetakan Kedua. Jakarta: IRDPress

Haedani, H.M Amien dan Ishom El Saha. (2008). Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah. Cetakan Ketiga. Jakarta: Diva Pustaka


(4)

Hasbullah. (1999). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembanga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Hersey, Paul dan Kenneth H. Blanchard. (1992). Manajemen Perilaku Organisasi : Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat, Terjemahan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Horikoshi, horiko. (1976). A Traditional Leader in a Time of Change: The Kijaji and Ulama in West Java. USA: The University of Illinois at Urbana-Chapaign

Kartono, Kartini. (2010). Pemimpin dan Kepemimpinan Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Khusnurdilo dan Shulton Masyud. (2003). Manajemen Pondok Pesantren.

Jakarta: Diva Pustaka

Komaruddin. (1986). Kamus Istilah Skripsi dan Tesis. Bandung: Angkasa.

Malik. Jamaludin. (2005). Pemberdayaan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS

Mastuhu. (1999). Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1994). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J.(2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. (2006). Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada Univerity Press.

Raharjo, M. Dawam. (1985). Perkembangan Masyarakat dalam Perspektif Pesantren dalam Pergulatan Dunia Pesantren. Jakarta: P3M

Rivai, V. dan Deddy Mulyadi. (2009). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Robbins, stephen. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga

Satori, Djam’an. (2007). Metode Penelitian Kualitatif (Matakuliah Analisis Penelitian Kualitatif). Bandung : Tidak diterbitkan.


(5)

Satori, Djam’an & Komariah, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sutarto. (2001). Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Syarif, Musthofa. (1979). Administrasi Pesantren. Cetakan Kesatu. Jakarta: Paiyu Berkah

Tim Penyusun. (2013). Pedoman Karya Ilmiah. Bandung: UPI

Tim Penyusun Materi Syaamiil Qur’an. (2013). Hijaz Terjemah Tafsir Per Kata. Edisi Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementrian Agama RI.Bandung: Syaamiil Qur’an

Tobroni. (2010). The Spiritual Leadership. Cetakan Kedua. Malang: UMM Press Universitas Pendidikan Indonesia, Tim Dosen Administrasi Pendidikan. (2011).

Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wahid, Abdurrahman. (2001). Kepemimpinan dalam Pengembangan Pesantren, dalam Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta: LkiS

Wahjoetomo. (1997). Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press

Wahjosumidjo. (2011). Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yukl. G. (2010). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Indeks.

Zaini, A. Wahid. (1999). Orientasi Pondok Pesantren Tradisional dalam Masyarakat Indonesia, dalam Tarekat, Pesantren dan Budaya Lokal (Edisi M. Nadim Zuhdi et al). Surabaya: Sunan Ampel Press

Zeny Rahmawati. (2009). Pola Kepemimpinan KH. Maimoen Zubair dalam Mengelola Pengembangan Lembaga Pendidikan di Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang Jateng. Skripsi Sarjana pada Fakultas Tarbiyah


(6)

Jurusan Kependidikan Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya: Tidak diterbitkan

Ziemek, Manfred. (1986). Pesantren dalam Perubahan Sosial. Cetakan Kesatu.


Dokumen yang terkait

STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PENDIDIKAN PESANTREN DI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH ASSIDDIQIYYAH SINDANGLAMA MALAUSMA MAJALENGKA.

0 2 30

BUDAYA HIDUP SEHAT DI PONDOK PESANTREN (KASUS DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH DESA LUWUNGRAGI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES).

0 2 112

PERILAKU KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI BREBES JAWA TENGAH - repository UPI S ADP 0806854 Title

0 0 3

Muhammad Yusuf Bahtiar L2B009094 Pondok pesantren Assalafiyah Semarang

0 0 11

PERAN KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PENINGKATAN KUALITAS PONDOK PESANTREN DI KABUPATEN CIAMIS | Hafidh | Jurnal Administrasi Pendidikan 8299 18361 1 PB

0 4 7

KEPEMIMPINAN KIAI DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN PESANTREN

0 0 22

TIPE KEPEMIMPINAN KYAI DI PONDOK PESANTREN ( Studi Kasus Kepemimpinan Kyai Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Di Pondok Pesantren Rahmatan Lil’alamin Tuban ) SKRIPSI

0 0 13

PENGARUH PENGUASAAN MATERI SUDUT TERHADAP KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL SEGITIGA ( di Kelas VII MTs Assalafiyah Luwungragi Brebes) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 24

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE SOROGAN TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA KITAB FATHUL AL-QORIB SANTRI USIA 13-15 TAHUN DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH DESA LUWUNGRAGI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 23

PENGARUH KEPEMIMPINAN KIAI TERHADAP KEDISIPLINAN SANTRI DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN DARUL ‘ULUM JOMBANG - Unipdu Jomban

0 0 10