STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KIAI DALAM PENDIDIKAN PESANTREN DI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH ASSIDDIQIYYAH SINDANGLAMA MALAUSMA MAJALENGKA.

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang banyak tumbuh di pedesaan dan perkotaan sebagai kerangka sistem pendidikan Islam tradisional, sehingga pesantren telah mengakar dalam kultur masyarakat Indonesia.

Raharjo (1997: 6) menjelaskan bahwa “secara garis besar, lembaga pesantren dapat di golongkan menjadi dua tipologi, yaitu pesantren tradisonal (salaf) dan pesantren modern (khalaf)”.

Disebut tradisonal (salaf) karena sistem pengajarannya masih menggunakan sistem sorogan, wetonan dan bandongan, tanpa kelas dan batas umur. Sedangkan disebut modern (khalaf) karena sistem pengajarannya sudah menggunakan kelas, kurikulumdan batas umur. Pembedaan ini tidak bisa rigid, kaku karena dalam perkembangannya banyak pesantren yang disebut tradisional sudah menerapkan sistem pengajaran kelas yang terbatas pada madrasah atau sekolah yang dibangun di dalam lingkungan pesantren. Sementara sistem lama tetap diterapkan dalam pembelajaran dan pengajaran di pesantrennya (Rahim, 2010: 159).

Kuntowijoyo (1991: 247) menjelaskan bahwa pesantren merupakan institusi kultural untuk menggambarkan sebuah budaya yang mempunyai karakteristik sendiri tetapi juga membuka diri terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Kedua tipologi pesantren tersebut tidak keluar dari lingkungan pendidikan Islam yang mempunyai perspektif dalam segi-segi pendidikan manusia secara universal.

Karim yang dikutip oleh Maarif (1991: 129) mengemukanan bahwa pendidikan Islam mencakup aspek yang sangat kompleks, seperti: 1. Dimensi


(2)

intelektual; 2. Dimensi kultural; 3. Dimensi nilai-nilai transedental; 4. Dimensi keterampilan fisik; 5. Dimensi pembinaan kepribadian manusia sendiri.

Pesantren sebagai salah satu model pendidikan Islam di Indonesia, merupakan lembaga pendidikan yang tidak hanya mencetak manusia-manusia yang berintelektual, tetapi juga berakhlak mulia. Dalam hal ini Dhofier (1994: 21) menjelaskan mengenai tujuan pesantren, di antaranya: tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan pada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian pada tuhan. Di antara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu kepada orang lain kecuali kepada tuhan.

Apabila kita cermati, dalam undang-undang RI tahun 1989 (1992: 4) dijelaskan bahwa:

Tujuan pendidikan pesantren mempunyai segi-segi kesamaan dengan tujuan pendidikan nasional yakni dalam segi penanaman keimanan dan kemandirian di samping intelektualitas, lebih jelasnya tujuan pendidikan nasional bertujuan mencetuskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Menyimak tujuan pendidikan diatas, jelaslah bahwa pendidikan itu tidak lain adalah untuk mendinamiskan kepribadian manusia dalam hubungan vertical dan horizontal. Dhofier (1994: 56) menjelaskan bahwa sebagai lembaga pendidikan Islam, perkembangan pesantren sangat di tentukan oleh kepemimpinan kiai di dalam menjalankan aktivitas keseharian yang berkaitan dengan keduniaan


(3)

maupun keagamaan, juga tidak lupa guru-guru yang membantu mengkoordinir para santri. Hal ini disebabkan kiai oleh masyarakat di pandang sebagai orang yang paling tahu tentang rahasia alam dan masalah ketuhanan, oleh karena itu dalam pendidikan pesantren seluruh kegiatan bertumpu pada kiai. Kiai merupakan elemen esensial dari suatu pesantren bahkan sering kali merupakan pendirinya, sudah sewajarnya jika pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kiai, kebanyakan kiai dijawa beranggapan bahwa suatu pesantren dapat diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil dimana kiai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (Power and Authority) dalam kehidupan dan lingkungan pesantren.

Kiai sebagai pemimpin dalam pesantren adalah suatu keharusan dan kebutuhan terutama bagi para santrinya, karena kiai bagi mereka merupakan sumber ilmu pengetahuan, sumber panutan dalam bertingkah laku, sebagai dinamisator dalam kelangsungan pendidikan pesantren, sebagai pendidik sekaligus pemimpin pesantren. Sistem nilai dan amal nyata kepada para santrinya kiai menjalankan seperangkat doktrin lengkap serta seperangkat aturan-aturan tingkah laku yang penting untuk mencapai tujuan yang di dambakan santri (Hiroko, 1987: 169).

Sebagaimana firman Allah SWT :

                


(4)

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Aḥzāb: 21)

Oleh karena itu dapat di katakan bahwa keberhasilan suatu pesantren terkait dengan penampilannya yakni pribadi-pribadi tangguh yang di lengkapi dengan pemikiran sifat-sifat kepemimpinan dalam kegiatan yang direncanakan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, ternyata mempunyai corak yang unik dan khas yang mana dengan keunikannya itu ternyata masih eksis di abad modern yang teknologinya serba canggih. Dari beberapa premis di atas hal ini dapat di ambil suatu pemahaman bahwa ada kiat-kiat tertentu bagi kiai sebagai pemimpin atau elemen yang paling esensial dalam tubuh pesantren untuk mempertahankan tradisi pesantren.

Dalam kehidupan pesantren, kiai adalah figur sentral dan penuh kharismatik serta diyakini sebagai teladan yang baik. Karena itu santri harus taat dan patuh pada apa yang diucapkan kiai sebagai pemimpin spritual bagi manusia. Penulis melihat, bahwa kepemimpinan kiai sangat menentukan perkembangan pendidikan pesantren. Karena itu penulis sangat termotivasi untuk mengetahui dan memahami tipologi dan cara kepemimpinannya dalam menerapkan strategi

kepemimpinan kiai, maka skripsi ini berjudul “Studi tentang Kepemimpinan Kiai

dalam Pendidikan Pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah

Sindanglama Malausma Majalengka”.

Semua teks dan terjemahan al-Qurān dalam skripsi ini dikutip dari Alquran in Word, yang


(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang disampaikan di atas, peneliti melihat bahwa kemajuan sebuah pesantren sangat di tentukan oleh kepemimpinan kiai. Permasalahannya adalah bagaimana cara dan pendekatan kepemimpinan kiai sebagai pemimpin dalam mendelegasikan bawahannya agar mencapai tujuan yang di inginkan?

Pembahasan dibagi ke dalam pertanyaan-pertanyaan rumusan penelitian yang saling berkaitan, pertanyaan penelitian untuk mengarahkan pembahasan dan proses penelitian yang akan dilakukan. Ketiga pertanyaan tersebut ialah:

1. Apa fungsi dan peran kiai di pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka?

2. Bagaimana tipologi kepemimpinan kiai dalam pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka?

3. Apa orientasi pendidikan di pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan gambaran hasil yang ingin dicapai peneliti setelah semua proses penelitian dilakukan, rumusan tujuan didasarkan atas pokok pikiran rumusan masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan penelitian, semua itu digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang sudah dirumuskan merupakan tujuan utama yang hendak dicapai oleh peneliti.


(6)

Selain itu, ada beberapa tujuan umum dari penelitian yang telah peneliti tetapkan, diantaranya:

1. Untuk mengetahui fungsi dan peran kiai dalam pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

2. Untuk mengetahui dan memahami tipe kepemimpinan kiai dalam pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

3. Untuk mengetahui orientasi pendidikan di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian tentang studi kepemimpinan kiai dalam pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka diharapkan:

1. Dapat menjadi kontribusi atau jalan keluar dalam menjalankan fungsi dan peran kiai di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

2. Dapat menjadi pedoman dalam melaksanakan struktur kepemimpinan yang ada di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

3. Dapat menjadi bahan perbandingan dan pertimbangan dalam melaksanakan dan menggunakan tipologi kepemimpinan untuk


(7)

pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Rancangan ini dipergunakan untuk memperoleh data yang menyeluruh dan mendalam tentang kepemimpinan kiai yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

Sukmadinata (2007:54) menyatakan bahwa metode deskriptif merupakan metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan kondisi apa adanya.

F. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah, yang beralamat di Blok Pasir Jaya, Dusun Sindanglama, Desa Malausma, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

G. Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca dapat memahami tentang isi skripsi ini, peneliti memberikan struktur organisasi skripsi dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkait.


(8)

Bab I Pendahuluan

Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah; rumusan masalah; tujuan dan urgensi penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian dan struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian Teoretis tentang Kepemimpinan Kiai di Pesantren

Pada bab ini menjadi fokus mengenai kepemimpinan kiai dalam pondok pesantren.

Bab III Metodologi Penelitian

Pembahasan lebih mengarah populasi/ sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data serta analisis data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian

Pada bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian serta analisis mengenai gambaran umum mengenai kepemimpinan kiai dalam pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab V ini memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting.


(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang bersifat ilmiah melalui prosedur yang telah ditentukan. Pelaksanaan penelitian membutuhkan banyak waktu, tenaga, alat, sarana dan prasarana serta dana. Tanpa terpenuhinya syarat-syarat di atas secara memadai sukar sekali dibayangkan akan mendapatkan hasil dengan baik. Agar pelaksanaan penelitian dapat mencapai sasaran yang dituju secara efektif dan efisien, dalam arti dapat mencapai hasil yang diharapkan tanpa menghamburkan terlalu banyak tenaga, waktu, alat maupun dana, maka diperlukan suatu perencanaan penelitian yang logis dan sistematis dalam bentuk rancangan penelitian.

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Sukmadinata (2007: 54) menyatakan bahwa metode deskriptif merupakan metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan kondisi apa adanya.


(10)

Penelitian deskriptif, mengadakan deskripsi untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi-situasi sosial. Kebanyakan penelitian sosial bersifat deskriptif. Dibanding dengan penelitian eksploratif, penelitian deskriptif lebih spesifik dengan memusatkan perhatian kepada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan hubungan antara berbagai variabel. Sering penelitian deskriptif didahului oleh penelitian eksploratif dan memberi bahan yang memungkinkan penelitian eksperimental (Nasution, 2009: 24).

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sugiyono (2010: 8) mengemukakan bahwa pendekatan penelitian kualitatif (Qualitative research) yaitu pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Arikunto (2006: 15) memaparkan ciri atau karakteristik penelitian kualitatif naturalistik yaitu sebagai berikut:

1. Mempunyai sifat induktif yaitu pengembangan konsep yang didasarkan atas data yang ada, mengikuti desain penelitian yang fleksibel sesuai dengan konteksnya. Desain di maksud tidak kaku sifatnya sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk menyesuaikan diri dengan konteks yang ada di lapangan.


(11)

peneliti berinteraksi dengan responden dalam konteks yang alami, sehingga tidak memunculkan kondisi yang seolah-olah dikendalikan oleh peneliti. 3. Memahami responden dari titik tolak pandangan responden sendiri hal-hal

yang dialami oleh peneliti tentang responden menyangkut lima komponen, yaitu: (a) jati diri, (b) tindakan, (c) interaksi sosialnya, (d) aspek yang berpengaruh, dan (e) interaksi tindakan.

4. Menekankan validitas penelitian ditekankan pada kemampuan peneliti. Dalam penelitian kualitatif peneliti dihadapkan langsung pada responden maupun lingkungan sedemikian intensif sehingga peneliti dapat mennagkap dan merefleksi dengan cermat apa yang diucapkan dan dilakukan oleh responden. 5. Menekankan pada seting alami. Penelitian kualitatif sangat menekankan pada

perolehan data asli atau natural konditions. Untuk maksud inilah peneliti harus menjaga keaslian kondisi jangan sampai merusak atau mengubahnya. Itulah sebabnya pada awal-awal perkenalan dengan responden sebaliknya tidak mengatakan langsng apa maksud dan tujuan tetapi baru menciptakan kondisi normal-rapport.

6. Mengutamakan proses daripada hasil. Perhatian penelitian kualitatif lebih ditekankan pada bagaimana gejala tersebut muncul. Dengan kata lain peneliti bukan mencari jawab atas pertanyaan “apa” tetapi “mengapa”. Untuk maksud butir (5) dan (6) inilah dianjurkan kepada peneliti untuk dapat melakukan pengamatan partisipatif-ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh responden, mengikuti proses kehidupan sehari-hari.


(12)

bermaksud menarik generalisasi atas hasil yang diperoleh tetapi menelusurinya secara mendalam.

8. Peneliti sebagai instrumen. Makna dari kalimat tersebut adalah bahwa peneliti tersebut:

a. Memiliki daya responsif yang tinggi, yaitu mampu merespon sambil memberikan interpretasi terus menerus pada gejala yang dihadapi.

b. Memiliki sifat adaptabel, yaitu mampu merespons sambil menubah taktik atau strategi mengikuti kondisi lapangan yang dihadapi

c. Memiliki kemampuan untuk memandang objek penelitiannya secara holistik, mengaitkan gejala dengan konteks saat itu, mengaitkan dengan masa lalu, dan dengan kondisi lain yang relevan.

d. Sanggup terus menerus menambah pengetahuan untuk bekal dalam melakukan interpretasi terhadap gejala.

e. Memiliki kemampuan untuk melakukan klasifikasi agar dengan cepat menginterpretasi. Selanjutnya peneliti juga diharapkan memiliki kemampuan menari kesimpulan mengarah pada perolehan hasil.

f. Memiliki kemampuan untuk mengeksplor dan merumuskan informasi sehingga menjadi bahan masukan bagi pengayaan konsep ilmu.

9. Menganjurkan penggunaan triangulasi, yaitu penyilangan informasi ang diperoleh dari sumber sehingga pada akhirnya hanya data yang absah saja yang digunakan untuk mencapai hasil penelitian. (a) triangulasi data – menambah atau memperkaya data sampai mantap sekali, (b) peneliti – mengadakan pengecekan dengan peneliti lain, (c) teori – mencocokan dengan


(13)

teori terdahulu, dan (d) triangulasi metodologi –mengumpulkan data dengan metode lain.

10.Menguntungkan diri pada teknik dasar studi lapangan. Karakteristik ini diambil dari teori yang dikemukakan Guba dan Lincoln (1985: 20) yang mengatakan bahwa kebenaran itu dapat diperoleh hanya dari lapangan, yaitu merefleksikan kondisi sebenarnya yang ada dilapangan tersebut. Untuk memenuhi karakteristik ini peneliti pemula yang belum banyak pengalaman meneliti, dan mungkin pemilikan ilmu yang mendasari untuk dapat meneropong dan menganalisis lingkungan secara cermat, disarankan lebih baik menggunakan pendekatan kuantitatif yang sudah dibantu dengan instrumen.

11.Mengadakan analisis data sejak awal. Berbeda dengan anlisis data pada penelitian kuantitatif yang dilakukan setelah semua data terkumpul, peneliti kualitatif naturalistik diharapkan sejak awal pengumpulan data sudah langsung menganalisis data dengan mengadakan interpretasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah. Untuk subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengasuh Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah dalam hal ini KH. Muhyiddin.


(14)

2. Unsur Dewan Asātiż, yaitu KH. Ahmad Rifa’i.

3. Segenap Dewan Pengurus Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah. 4. Beberapa santri.

D. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2010: 222) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen jugs harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2010: 222).

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:


(15)

1. Observasi

Observasi artinya suatu teknik pengumpulan data dimana penulis mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada objek penelitian ini. (Hadi, 1993: 136). Selanjutnya menurut Sukmadinata (2007:220), observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

Dalam observasi terdapat dua jenis observasi yaitu pertama, observasi dilakukan secara partisifatif (participatory observation) pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Kedua, observasi non partisipatif (nonparticipatory observation) pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan (Sukmadinata, 2007: 220).

Dalam hal ini penulis mengadakan observasi tentang kepemimpinan kiai di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah.

2. Interview/ wawancara

Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Moleong: 1990: 114).


(16)

Sejalan pula dengan Nasution (2009: 113) bahwa wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi, verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Wawancara dapat berfungsi deskriptif yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti dialami oleh orang lain. Selain berfungsi deskriptif, wawancara dapat pula berfungsi eksploratif, yakni bila masalah yang kita hadapi masih samar-samar bagi kita karena belum pernah diselidiki secara mendalam oleh orang lain.

Menurut Fathoni (2006: 108) ditinjau dari segi sistem kegiatan yang dilaksanakan, wawancara dibedakan dalam tiga macam, yaitu:

a. Wawancara berstandar ialah wawancara yang direncanakan berdasarkan pedoman atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan lebih dahulu.

b. Wawancara tidak berstandar ialah wawancara yang tidak direncanakan berdasarkan pedoman atau daftar pertanyaan yang dipersiapkan lebih dahulu. Wawancara macam ini dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:

1) Wawancara berstruktur ialah wawancara tidak berstandar yang engajukan pola dan aturan tertentu dalam mengajukan pertanyaan.

2) Wawancara tidak bestruktur ialah wawancara tidak berstandar yang tidak menggunakan pola aturan tertentu dalam mengajukan


(17)

pertanyaan. Dalam pelaksanaannya wawancara macam ini juga dibedakan kedalam dua golongan, yaitu:

a) Wawancara fokus ialah wawancara tidak berstruktur yang pola pertanyaannya terpusat pada pokok masalah tertentu.

b) Wawancara bebas ialah wawancara tidak berstruktur yang tidak berpusat pada masalah pokok tertentu, tetapi beralih-alih dari satu pokok masalah ke pokok masalah yang lain.

c. Wawancara sambil lalu ialah wawancara yang objek sasaran tidak diseleksi lebih dahulu melalu metode sampling tertentu, tetapi dipilih secara aksidental.

Untuk mengungkap data dan informasi mengenai kepemimpinan kiai, peneliti menggunakan teknik wawancara karena dalam penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif sehingga membutuhkan gambaran deskriptif dan eksploratif mengenai kepemimpinan kiai tersebut. Adapun yang menjadi responden wawancara yaitu Pengasuh Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah dalam hal ini KH. Muhyiddin, unsur Dewan Asātiż yaitu ustāż KH. Ahmad Rifa’i, segenap Dewan Pengurus Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah dan beberapa santri.


(18)

Awal penelitian menggunakan wawancara tidak berstruktur. Setelah memperoleh sejumlah keterangan, kemudian mengadakan wawancara lebih berstruktur yang disusun berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh responden. Adapun pedoman wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini yang disusun berdasarkan data kasar yang didapat saat wawancara awal yang tidak berstruktur.

3. Studi Dokumentasi

Arikunto (2006: 234) menyatakan bahwa metode dokumentasi dapat diartikan sebagai suatu metode yang dipergunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda dan lain-lain. Sejalan pula dengan Sukmadinata (2007: 222) bahwa “studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik”.

Teknik dokumentasi ini dipergunakan untuk mengkaji data tentang kepemimpinan kiai dalam pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka. Selain itu juga, teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen mengenai keberadaan pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah. Data-data


(19)

yang dihimpun antara lain, yaitu profil pesantren, jadwal kegiatan santri dan dokumen lain yang mendukung.

F. Desain Penelitian

John Dewey (Saebani, 2009: 48) telah memberikan garis-garis besar dari apa yang disebut pilar ilmiah dalam lima tahap, yaitu (1) the felt need, (2) the problem, (3) the hypothesis; (4) collection of data as evidence; dan (5) concluding belief. Kelley melengkapi lima taraf berpikir ilmiah Dewey dengan satu taraf lagi, yaitu general value of conclusion.

1. The felt need. Dalam tahap permulaan, peneliti merasakan suatu kesulitan dalam menyelesaikan alat dan tujuannya, menemukan ciri-ciri dari suatu objek, atau menerangkan suatu kejadian yang tak terduga.

2. The problem. Menyadari persoalan atau masalahnya, seseorang peneliti berusaha menegaskan persoalan itu dalam bentuk perumusan masalah (problem statement).

3. The hypothesis. Langkah ketiga adalah mengajukan kemungkinan pemecahannya atau mencoba menerangkannya. Ini didasarkan atas terkaan-terkaan, kesimpulan-kesimpulan yang sangat sementara, teori-teori, kesan-kesan umum atau atas dasar apa pun yang masih belum dipandang sebagai konklusi yang final.

4. Collection of data as evidence. Selanjutnya, bahan-bahan, informasi-informasi, atau bukti-bukti dikumpulkan dan melalui pengolahan-pengolahan yang logis mulai diuji suatu gagasan beserta implikasi-implikasinya.


(20)

5. Concluding belief. Bertitik tolak dari bukti-bukti yang sudah diolah, suatu gagasan yang semula mungkin diterima, mungkin juga ditolak. Dengan jalan analisis yang terkontrol (eksperimental) terhadap hipotesis-hipotesis yang diajukan, disusunlah suatu keyakinan sebagai konklusi.

6. General value of conclusion. Akhirnya, jika suatu pemecahan telah dipandang tepat, disimpulkan implikasi-implikasinya untuk masa depan. Ini biasa disebut refleksi yang bertujuan menilai pemecahan-pemecahan baru dari segi-segi kebutuhan masa mendatang. Pertanyaan yang ingin dijawab di sini adalah “apa yang harus dilakukan?” pertanyaan ini sering dikemukakan pada tahap terakhir dalam suatu pemecahan masalah.

Adapun tahapan yang dilakukan peneliti dalam penelitian yaitu: 1. Tahap Orientasi

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui keadaan awal lingkungan lokasi penelitian sekaligus memastikan izin dan kesediaan pesantren untuk dijadikan tempat penelitian. Pada tahap ini peneliti belum memiliki gambaran yang jelas mengenai fokus penelitian. Penelitian membutuhkan infomasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang diketahuinya secara mendalam. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas mengenai masalah yang diteliti, untuk kemudian melakukan ekplorasi sehingga dapat menentukan fokus penelitian mengenai kepemimpinan kiai di Pondok Pesantren Daarunnajh Ash-Shiddiqiyyah.


(21)

2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini peneliti sudah mendapat gambaran dan fokus permasalahan lebih jelas, sehingga dapat menggali data secara spesifik. Data yang telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara serta studi dokumentasi kemudian dikumpulkan sesuai dengan fokus permasalahan penelitian dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Pengumpulan data-data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Jika dalam tahap orientasi wawancara masih bersifat umum dan terbuka, maka pada tahap ini wawancara dilakukan lebih berstruktur untuk memperoleh informasi lebih mendalam. Wawancara ini dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan pesantren Daarunajah Ash-Shiddiqiyyah seperti Kiai, Dewan Asatiż, Pengurus Santri, dan kepada sebagian santri.

3. Tahap Member Check

Tahap ini merupakan tahap pengecekan ulang dari data-data dan informasi yang diperoleh dari responden. Kegiatan ini dilakukan guna menguji kebenaran dan kesesuaian informasi yang telah dituangkan dalam bentuk laporan yang bersifat naratif. Pengecekan ini dilakukan dengan cara data-data yang sudah diperoleh melalui wawancara, observasi serta studi dokumentasi disusun kembali untuk selanjutnya dilaporkan dan diperiksa oleh pihak-pihak yang menjadi sumber data tersebut, apabila dirasakan ada kekurangan atau kesalahan terhadap data yang diperoleh, maka akan dilakukan koreksi atau penambahan bila dianggap perlu.


(22)

4. Validitas dan Reliabilitas Hasil Penelitian

Selanjutnya, dalam penelitian kualitatif, data atau temuannya dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Namun perlu diketahui dalam penelitian kualitatif, ”kebenaran realitas data itu bersifat jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, yang dibentuk dalam diri seseorang sebagai proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya” (Sugiyono, 2010: 119). Lebih lanjut lagi penjelasan dalam penelitian sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.

Reliabilitas penelitian ini akan sangat bergantung kepada kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang melakukan penelitian yang sama dengan hasil yang sama pula. Untuk menjaga konsistensi dan kebenaran dari hasil penelitian, peneliti melakukan langkah-langkah untuk menjaga konsistensi dan kebenaran hasil penelitian yang dilakukan oleh manusia. Dalam menjaga kredibilitas hasil penelitian, peneliti melakukan audit trail, artinya dapat dikonfirmasikan dengan jejak yang dapat diukur dengan melakukan pemeriksaan guna meyakinkan hal-hal yang dilaporkan sesuai dengan kenyataannya (Romli, 2011: 111).

G. Teknik Analisis Data

Arifin (1995: 84) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik yang ada pada transkip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan


(23)

pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut, agar dapat dipresentasikan kepada orang lain.

Dalam penelitian kualitatif, apabila data telah terkumpul yang merupakan data kualitatif, maka data tersebut dikelola dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yakni dengan menggunakan proses berfikir induktif, yaitu: menarik kesimpulan dari pernyataan khusus ke pernyataan umum. Pernyataan khusus tidak lain adalah gejala, fakta, data, informasi dari lapangan, dan bukan teori (Sudjana, 1992: 9).

Secara umum, menurut Miles & Huberman (Sugiyono, 2010:247) menjelaskan tentang cara melakukan analisis data kualitatif, yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, kemudian dicari tema dan polanya. Data yang telah terkumpul dan diperoleh dari lapangan kemudian dirangkum dan disusun secara sistematis dalam bentuk uraian atau laporan agar mudah dipahami. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menampilkan atau mendisplaykan data. Untuk mempermudah dalam membaca data yang


(24)

diperoleh dan melihat gambaran penelitian secara keseluruhan, maka data yang telah direduksi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan deskripsi yang menyeluruh pada setiap aspek yang diteliti. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja penelitian berdasarkan data yang telah diperoleh.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, kemudian akan berubah apabila ditemukan bukti/data yang lebih kuat yang mendukung selama proses penelitian. Kegiatan ini untuk mencari makna data yang telah terkumpul dengan cara mencari pola, tema hubungan, persamaan atau hipotesis dari hasil data di lapangan.


(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dalam bab terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Pada bagian kesimpulan akan dipaparkan tentang intisari hasil penelitian secara keseluruhan dari deskripsi, interpretasi dan pembahasan. Pada bagian rekomendasi akan dipaparkan beberapa saran dan pendapat yang bersifat membangun untuk perbaikan kepada berbagai pihak yang terkait setelah menadapatkan kejelasan dari hasil penelitian di lapangan.

1. Sebagai pemilik tunggal serta pemimpin dan pengelola di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka, KH. Muhyiddin mempunyai peran dan fungsi yang komplek. Diantaranya adalah sebagai pengajar dan pendidik para santrinya. Dan sebagai pemangku pesantren, kiai juga mempunyai tanggung jawab penuh atas segala yang terjadi di Pondok Pesantren tersebut. Sehingga kiai selalu mengayomi santrinya dalam segala hal, kompleksitas peran dan fungsi kiai itu pada gilirannya menjadikan kiai sebagai figur sentral yang senantiasa dipatuhi oleh santri.

2. Tipe kepemimpinan kiai di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah, adalah tipe kepemimpinan kolaborasi antara kepemimpinan demokrasi, paternalistik dan absolute. Karena faktor kepemimpinan tidak kalah pentingnya dengan faktor lain lain yang


(26)

dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Dan tidak lupa memperhatikan manajemen yang diterapkan di Pondok Pesantren dan memproyeksikan kelangsungan di masa yang akan datang. 3. Orientasi pendidikan di Pondok Pesantren Daarunnajah

Ash-shiddiqiyyah menitik beratkan pada keseimbangan antara pendidikan formal dengan pendidikan pesantren. Hal ini disebabkan di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah selain menyelenggarakan pendidikan pesantren juga ada pendidikan formal.

B. Rekomendasi

1. Kepada segenap pengelola Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah

a. Kedudukan Kiai sebagai pengasuh tunggal di pondok pesantren menunjukkan bahwa pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah masih bersifat personal, yang di era globalisasi ini hendaknya terus melakukan upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikannya.

b. Kepemimpinan Kiai merupakan kepemimpinan demokratis. Kiai memberikan peluang bagi para santrinya untuk mengeluarkan pendapat dan idenya, maka seyogyanya santri atau pengurus mendapatkan kesempatan emas untuk mengeluarkan pendapat agar dapat berfikir aktif dan kreatif dalam segala hal.


(27)

2. Kepada santri pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah a. Sebagai seorang yang terlibat dalam usaha pencapaian tujuan

pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah, seyogyanya santri memanfaatkan fasilitas yang tersedia di pondok dengan sebaik-baiknya, melakukan tugas dan kewajiban serta mematuhi peraturan yang ada.

b. Secara hirarkis sosial, santri harus patuh terhadap kiai. Namun kepatuhan itu hendaknya dipetakan kedalam pengakuan betapa tingginya harkat dan martabat manusia. Sehingga derajat keduanya (santri dan kiai) tetap berada dalam lingkaran ketundukan dan keimanan kepada Allah SWT.


(28)

DAFTAR PUSTAKA

---. (2005). Al-Qurān dan terjemahnya. Terjemahan: Tim Penerjemah Departemen Agama Republik Indonesia. Bandung: J-Art.

Anwar, M.I. (1997). Kepemimpinan dalam Proses Belajar. Bandung: Angkasa. Arifin, I. (1993). Kepemimpinan Kiai (Kasus Pondok Tebu Ireng). Malang:

Kalimasada Press.

. (1995). Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan. Malang: Kalimasada Press.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian . Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asmara, H U. (2000). Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Gholia Indonesia.

Habibullah, A.Z. (1996). Moralitas Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: LKPSM. Badudu, J.S. dan Zain, S.M. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Bawani, I. (1993). Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam. Surabaya: Al-Ikhlas. Billah, M.M. (1999). Pikiran Awal Pengembangan Pesantren dari Paradigma

Instrumental ke Paradigma Alternanif. Jakarta: P3M.

Danim, S. (2010). Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan Jenius (IQ + SQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung: Alfabeta

Dhofier, Z. (1994). Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES.

. (2011). Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Dirawat., et al. (1999). Kepemimpinan Pendidikan. Malang: IKIP.

Djaelani, A.Q. (1994). Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia. Surabaya: Bima Ilmu Mandiri.

Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta.


(29)

Ghazali, M.B. (1996). Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan. Surabaya: Al Ikhlas.

Hadi, S. (1993). Metodologi Research. Yagyakarta: Andi Offsit. Hiroko, H. (1987). Kiai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.

Komarudin. (1994). Ensiklopedi Manajemen. Bandung: Remaja Rosda Karya. Kuntowijoyo. (1993). Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi. Bandung:

Mizan.

Maarif, S. (1991). Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Madjid, N. (1993). Islam Kerakyatan dan Ke Indonesiaan: Pikiran-pikiran Nurcholis Muda. Bandung: Mizan.

Mastuhu. (1994). Prinsip Pendidikan Pesantren. Jakarta: P3M.

Moleong, L. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Munif, M.H. (1999). Pondok Pesantren Berjuang dalam Kaca Kemerdekaan dan Pembangunan Pedesaan. Bandung: Mizan.

Muthohar. (2007). Ideologi Pendidikan Peasantren. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Nasution, S. (2009). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Nawawi, H. (2000). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung. . (2001). Administrasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Purwanto, N. (1995). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Putra, R. (1999). Beberapa Aspek dalam Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Barata

Karya Aksara.

Raharjo, M.D. (1997). Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES

Rahim, H. (2001). Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.


(30)

Rohani, A. dan Abu Ahmadi. (1999). Pedoman Penyelengaraan Administrasi Pendidikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Saebani, A. d. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Pustaka Setia.

Siagin, P.S. (1999). Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.

Soetopo, H. dan Wasty, S. (1999). Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

. (2002). Kepemimpinan dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Sukamto. (1999). Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren. Jakarta: Pustaka LP3ES. Sukmadinata, N. S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sumijo, W. (2000). Kepemimpinan dan Motifasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sutisna, O. (2004). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis. Bandung: Angkasa. Suwarno. (1992). Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

UU RI. (1992). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Aneka Ilmu.

Wahid, A. (1999). Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: CV Dharma Bhakti. Ziemak, M. (2000). Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.


(1)

102

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dalam bab terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Pada bagian kesimpulan akan dipaparkan tentang intisari hasil penelitian secara keseluruhan dari deskripsi, interpretasi dan pembahasan. Pada bagian rekomendasi akan dipaparkan beberapa saran dan pendapat yang bersifat membangun untuk perbaikan kepada berbagai pihak yang terkait setelah menadapatkan kejelasan dari hasil penelitian di lapangan.

1. Sebagai pemilik tunggal serta pemimpin dan pengelola di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah Sindanglama Malausma Majalengka, KH. Muhyiddin mempunyai peran dan fungsi yang komplek. Diantaranya adalah sebagai pengajar dan pendidik para santrinya. Dan sebagai pemangku pesantren, kiai juga mempunyai tanggung jawab penuh atas segala yang terjadi di Pondok Pesantren tersebut. Sehingga kiai selalu mengayomi santrinya dalam segala hal, kompleksitas peran dan fungsi kiai itu pada gilirannya menjadikan kiai sebagai figur sentral yang senantiasa dipatuhi oleh santri.

2. Tipe kepemimpinan kiai di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah, adalah tipe kepemimpinan kolaborasi antara kepemimpinan demokrasi, paternalistik dan absolute. Karena faktor kepemimpinan tidak kalah pentingnya dengan faktor lain lain yang


(2)

103

dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Dan tidak lupa memperhatikan manajemen yang diterapkan di Pondok Pesantren dan memproyeksikan kelangsungan di masa yang akan datang. 3. Orientasi pendidikan di Pondok Pesantren Daarunnajah

Ash-shiddiqiyyah menitik beratkan pada keseimbangan antara pendidikan formal dengan pendidikan pesantren. Hal ini disebabkan di Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah selain menyelenggarakan pendidikan pesantren juga ada pendidikan formal.

B. Rekomendasi

1. Kepada segenap pengelola Pondok Pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah

a. Kedudukan Kiai sebagai pengasuh tunggal di pondok pesantren menunjukkan bahwa pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah masih bersifat personal, yang di era globalisasi ini hendaknya terus melakukan upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikannya.

b. Kepemimpinan Kiai merupakan kepemimpinan demokratis. Kiai memberikan peluang bagi para santrinya untuk mengeluarkan pendapat dan idenya, maka seyogyanya santri atau pengurus mendapatkan kesempatan emas untuk mengeluarkan pendapat agar dapat berfikir aktif dan kreatif dalam segala hal.


(3)

104

2. Kepada santri pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah a. Sebagai seorang yang terlibat dalam usaha pencapaian tujuan

pondok pesantren Daarunnajah Ash-shiddiqiyyah, seyogyanya santri memanfaatkan fasilitas yang tersedia di pondok dengan sebaik-baiknya, melakukan tugas dan kewajiban serta mematuhi peraturan yang ada.

b. Secara hirarkis sosial, santri harus patuh terhadap kiai. Namun kepatuhan itu hendaknya dipetakan kedalam pengakuan betapa tingginya harkat dan martabat manusia. Sehingga derajat keduanya (santri dan kiai) tetap berada dalam lingkaran ketundukan dan keimanan kepada Allah SWT.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

---. (2005). Al-Qurān dan terjemahnya. Terjemahan: Tim Penerjemah Departemen Agama Republik Indonesia. Bandung: J-Art.

Anwar, M.I. (1997). Kepemimpinan dalam Proses Belajar. Bandung: Angkasa. Arifin, I. (1993). Kepemimpinan Kiai (Kasus Pondok Tebu Ireng). Malang:

Kalimasada Press.

. (1995). Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu Sosial dan

Keagamaan. Malang: Kalimasada Press.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian . Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asmara, H U. (2000). Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Gholia Indonesia.

Habibullah, A.Z. (1996). Moralitas Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: LKPSM. Badudu, J.S. dan Zain, S.M. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Bawani, I. (1993). Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam. Surabaya: Al-Ikhlas. Billah, M.M. (1999). Pikiran Awal Pengembangan Pesantren dari Paradigma

Instrumental ke Paradigma Alternanif. Jakarta: P3M.

Danim, S. (2010). Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan Jenius (IQ + SQ),

Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung: Alfabeta

Dhofier, Z. (1994). Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES.

. (2011). Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya

Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Dirawat., et al. (1999). Kepemimpinan Pendidikan. Malang: IKIP.

Djaelani, A.Q. (1994). Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam

di Indonesia. Surabaya: Bima Ilmu Mandiri.

Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta.


(5)

Ghazali, M.B. (1996). Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan. Surabaya: Al Ikhlas.

Hadi, S. (1993). Metodologi Research. Yagyakarta: Andi Offsit. Hiroko, H. (1987). Kiai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.

Komarudin. (1994). Ensiklopedi Manajemen. Bandung: Remaja Rosda Karya. Kuntowijoyo. (1993). Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi. Bandung:

Mizan.

Maarif, S. (1991). Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Madjid, N. (1993). Islam Kerakyatan dan Ke Indonesiaan: Pikiran-pikiran

Nurcholis Muda. Bandung: Mizan.

Mastuhu. (1994). Prinsip Pendidikan Pesantren. Jakarta: P3M.

Moleong, L. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Munif, M.H. (1999). Pondok Pesantren Berjuang dalam Kaca Kemerdekaan dan

Pembangunan Pedesaan. Bandung: Mizan.

Muthohar. (2007). Ideologi Pendidikan Peasantren. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Nasution, S. (2009). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Nawawi, H. (2000). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung. . (2001). Administrasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Purwanto, N. (1995). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Putra, R. (1999). Beberapa Aspek dalam Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Barata Karya Aksara.

Raharjo, M.D. (1997). Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES

Rahim, H. (2001). Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.


(6)

Rohani, A. dan Abu Ahmadi. (1999). Pedoman Penyelengaraan Administrasi

Pendidikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Saebani, A. d. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Pustaka Setia.

Siagin, P.S. (1999). Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.

Soetopo, H. dan Wasty, S. (1999). Pengantar Operasional Administrasi

Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

. (2002). Kepemimpinan dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Sukamto. (1999). Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren. Jakarta: Pustaka LP3ES. Sukmadinata, N. S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sumijo, W. (2000). Kepemimpinan dan Motifasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sutisna, O. (2004). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis. Bandung: Angkasa. Suwarno. (1992). Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

UU RI. (1992). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Aneka Ilmu.

Wahid, A. (1999). Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: CV Dharma Bhakti. Ziemak, M. (2000). Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.