MODEL PENYEMBUHAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIK PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) : Studi Eksplorasi Metode, Peranan dan Keterampilan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya.
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling
Di Susun Oleh : Danyi Riani NIM. 0807933
PROGRAM STUDI PASCASARJANA (S3) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(2)
Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya)
Oleh:
Danyi Riani NIM. 0807933S.Sos UNPAS Bandung, 2000
M.Si UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2007
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
© Danyi Riani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok pesantren Suryalaya)
Disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi: Promotor
Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja. Ko-Promotor
Prof. Dr. Ahman. M.Pd. NIP; 195901041985031002
Anggota
Dr. Agus Taufiq.M.Pd. NIP: 195808161985031007
Mengetahui,
Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
Dr. Nandang Rusmana. M.Pd. NIP: 1960050119860
(4)
KATA PENGANTAR... V UCAPAN TERIMAKASIH... Vi DAFTAR ISI... Vii DAFTAR TABEL... X DAFTAR GAMBAR... Xi DAFTAR LAMPIRAN... Xii
BAB I. PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Penelitian...………... 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian...………... 10
C. Rumusan Masalah Penelitian...………... 12
D. Tujuan Penelitian………... 13
E. Metode Penelitian ………... 14
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian ………... 14
G. Struktur Organisasi Disertasi………... 16
BAB II. BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA ... 18
A. Bimbingan Konseling (BK) Masyarakat guna Pemberian Bimbingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 18 B. Metode, Peranan dan Keterampilan Bimbingan Konseling Pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 36
C. Karakteristik Perkembangan dan Masalah Individu pada Fase Remaja ... 47
D. Karakteristik Korban Penyalahgunaan NAPZA... E. Hakekat dan Hukum Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) …...………... 67 73 F. Metode Penyembuhan Model Pondok Pesantren Suryalaya... 80
G. Metode, Penyembuhan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya... 90
BAB III. METODE PENELITIAN... 91
A. Fokus Penelitian... 91
B. Metode Penelitian Kualitatif... 96
C. Alur Prosedur Penelitian... 99
D. Lokasi Penelitian ... 121
E. Sumber dan Pengumpulan Data... 121
F. Pengembangan Instrumen Penelitian... 122
G. Tahapan Pelaksanaan Penelitian... 129
H. Validitas Hasil Penelitian... 132
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 135
A. Hasil Penelitian... 135
1. Dinamika dan Metode Penyembuhan Korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya... 135
(5)
dalam Bimbingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 207
2. Pembahasan Implementasi/Penerapan Gabungan Metode, Keterampilan dan Peranan pada Korban penyalahgunaan NAPZA... 221
3. Pembahasan Peranan Institusi dalam Pendampingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 222
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN... 224
A.Simpulan... 224
B.Saran... 225
DAFTAR PUSTAKA... 228
(6)
iii
Danyi Riani (2014). Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) (Studi Eksplorasi Metode, Keterampilan dan Peranan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya) Penelitian ini dilatarbelakangisemakin meningkatnya korban penyalahgunaan Napza dan belum adanya konselor yang terjun ke masyarakat guna mendampingi korban penyalahgunaan NAPZA. Penelitian ini bertujuan menggabungkan metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan yang di gunakan di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan bimbingan dan konseling. Metode penelitian dilakukan secara kualitatif, dengan tindakan kolaboratif (collaborative action research). Partisipan yang menjadi subyek penelitian ini berjumlah 10 orang anak bina di Pondok Pesantren Suryalaya, berdasarkan random sampling. Hasil temuan penelitian berupa; (1) metode mandi taubat, metode shalat, metode dzikir dan metode puasa, yang digunakan di Ponpes Suryalaya; (2) metode kursi kosong; metode realitas dan metode percaya diri, dalam bimbingan dan konseling. (3) gabungan peranan dan keterampilan yang digunakan di Ponpes Suryalaya dan bimbingan dan konseling. Penelitian ini direkomendasikan untuk: (1) pengembangan teori maupun praktik dalam dunia keilmuan Profesi Bimbingan Konseling dan implikasi pada profesi Pekerjaan Sosial guna bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA. (2) Ponpes Suryalaya agar mengadopsi nilai-nilai baru yang bersumber dari bimbingan konseling. (3) para peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih dalam lagi; (4) menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pengambi keputusan di BBPPKS Bandung tentang adanya “Kebutuhan Diklat Bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA”
Kata Kunci:
1. Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).
2. Studi Eksplorasi Metode, Peranan dan keterampilan Bimbingan Korban Penyalahgunaan NAPZA.
(7)
Danyi Riani (2014). Healing Model for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse (An Exploratory Study of the Methods, Skills, and Roles for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances at Pondok Pesantren Suryalaya*)
The background to the research was the increasing number of victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances as well as the fact that there had been no counsellors who were directly involved in the community in order to mentor victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse. It aimed to combine methods, roles, and skills employed at Ponpes** Suryalaya with those used in the field of Guidance and Counseling. The research employed qualitative method with collaborative action research. A total of 10 mentored students at Ponpes Suryalaya who participated as the research subjects were selected based on purposive random sampling. The findings were in the forms of: (1) Repentance bathing method, prayer method, remembrance of God method, and fasting method employed at Ponpes Suryalaya; (2) Empty-chair method, reality method, and self-esteem method in guidance and counseling; (3) A combination of the skills and roles used at Ponpes Suryalaya and those in Guidance and Counseling. The research findings are recommended for: (1) The development of both theories and practices in the professional field of Guidance and Counseling and the implications on professional social workers in order to mentor victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse; (2) Ponpes Suryalaya in order to adopt the new values from guidance and counselling; (3) The future researchers to further study the issue; and (4) The decision makers at Bandung Center of Education and Training of Social Welfare to be made inputs and
considerations for “The Needs for Mentoring Education and Training for victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse”.
Keywords:
4. Healing Model for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse.
5. An Exploratory Study of the Methods, Skills, and Roles of Mentoring for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse.
6. At Pondok Pesantren Suryalaya.
Pondok Pesantren* refers to traditional Islamic boarding school, sometimes shortened into Ponpes**.
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa peralihan atau transisi, di masa ini remaja sedang mencari jati diri, cenderung berfikir instan cepat putus asa dan penuh dengan jiwa petualang dan selalu ingin mencoba sesuatu yang baru tanpa memperhitungkan tingkat resikonya. Karena proses berfikir dan bertindak seperti itu maka remaja tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan yang buruk sebagai landasan untuk berfikir yang sehat dan rasional, remaja dalam kondisi seperti itu sangat berpotensi menjadi korban, korban salah pergaulan, korban modernisasi dan korban penyalahgunaan NAPZA. Hal inilah yang mempengaruhi terhadap meningkatnya berbagai permasalahan sosial bahkan sudah menjadi masalah nasional yang terjadi di masyarakat dewasa ini .
Korban penyalahgunaan Napza dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan, berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Pusat Penelitian Kesehatan (Puslikes) Universitas Indonesia (UI) pada April tahun 2006 jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia sebanyak 3.200.000 orang. Banyak kalangan menilai jumlah itu merupakan puncak gunung es (iceberg) dan angka yang sebenarnya masih jauh lebih besar. Dari jumlah tersebut, setiap Tahun 15.000 orang yang mayoritas generasi muda Indonesia tewas akibat penyalahgunaan narkoba. Peneliti Organisasi Buruh Internasional (ILO) Tahun 2006 menyebutkan pada Tahun 2005 di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, 92% anak di bawah usia 10 tahun rata-rata pernah mengkonsumsi narkoba yang lebih mengejutkan berdasarkan penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan BNN (2010) ternyata setiap Tahun sebanyak 1,7 juta ton heroin masuk ke Indonesia," dan telah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tanpa mengenal usia dan golongan. Pada Tahun 2010 dari jumlah penduduk sebanyak 229.000.000 jiwa, yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA sudah mencapai 1,99 persen atau 4.557.100 orang, dengan sebagian korbannya adalah remaja. Berdasarkan
(9)
data terakhir Tanggal 23 Juni Tahun 2012, Gerakan Anti Narkoba (granat) mencatat sebanyak 5.000.000 jiwa yang menjadi pengguna dan pencandu Narkoba di Indonesia, artinya dalam tempo kurang lebih dua tahun terhitung dari tahun 2010 telah mengalami peningkatan sebanyak 442.900 Jiwa dan peningkatan pertahunnya berarti sejumlah 221.450 jiwa. Sangat memprihatinkan melihat besarnya jumlah korban penyalahgunaan NAPZA tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut dipandang perlu adanya tenaga profesi konselor yang terjun ke masyarakat agar dapat memberikan bimbingan secara langsung kepada masyarakat khususnya para remaja yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA. Bimbingan adalah kegiatan pemberian layanan untuk mendampingi konseli/individu yang memiliki masalah agar mendapat dukungan kekuatan dan alternatif-alternatif solusi dan Konselor adalah profesi yang memberikan pelayanan konseling atau nasihat kepada konseli/individu guna membantu dalam penyelesaian masalah yang di hadapinya, dengan hadirnya konselor kedalam masyarakat selain merupakan terobosan baru, juga merupakan suatu perubahan besar (progress), karena umumnya masyarakat yang memiliki masalah yang mendatangi konselor, tetapi kali ini konselor lah yang mendatangi atau terjun ke masyarakat.
Dengan ilmu pengetahuan bimbingan dan konseling diharapkan konselor dapat membantu masyarakat sesuai dengan kompetensinya dan tentunya dapat lebih memahami perkembangan-perkembangan yang terjadi pada konseli dan masyarakat, sehingga konselor mampu menerapkan metode-metode terapi yang di perlukan konseli dengan menggunakan keterampilan dan peranan sesuai kebutuhan guna mengatasi permasalahan yang di hadapi konseli, karena sasaran atau subyek dari konselor adalah manusia bukan mesin untuk itu di tuntut untuk profesional dalam penanganannya.
Dalam melakukan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA, seorang konselor yang terjun ke masyarakat dituntut untuk lebih profesional dapat menganalisis dan mengkaji permasalahan serta mampu menerapkan pendekatan kekeluargaan kepada korban beserta keluarganya guna mencari tahu kebutuhan
(10)
korban secara komprehensif dan obyektif serta mencari solusi berdasarkan tinjauan dari berbagai aspek yang disesuaikan dengan kebutuhan dari konseli.
Pembimbing yang terjun ke jalur masyarakat adalah suatu kemajuan dalam bidang profesi konselor sebagaimana dikatakan oleh Lewis et al. (2010;13) model konseling masyarakat menekankan pada pendekatan lingkungan, pendekatan model ini sangat bertolak belakang dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan konselor pada umumnya dikala praktek. Masyarakat lebih kompleks dan lebih cepat berubah dibanding dengan individu, dan metode perorangan tidak efektif bila digunakan pada masyarakat. Oleh karena itu konselor dituntut untuk selalu mengembangkan metode yang terorientasi sistem yang dapat meningkatkan keberfungsian sosial (social functioning) konseli, karena umumnya individu yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA berpotensi terganggunya atau terhambat dalam melaksanakan keberfungsian sosialny; Menurut (Garvin dan Seabury, 1984) keberfungsian sosial adalah “berkaitan dengan interaksi antara orang
dengan lingkungan sosialnya“ jadi dalam hal ini orang yang bermasalah adalah
orang yang tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial dimana dia berada. Oleh karena itu kegiatan bimbingan ini diarahkan untuk membantu konseli yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA menjadi mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara memadai.
Konselor dalam memberikan bimbingan kepada konseli dilandasi oleh konsep dan teori ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan maka konselor sebagai pengubah, membantu konseli agar menjadi orang yang mampu melaksanakan peranan sosialnya secara wajar, dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, serta memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai kesulitan dan masalah yang dihadapinya, yang disebut dengan Coping Capacity, sehingga nantinya diharapkan konseli mampu mewujudkan aspirasi sesuai dengan harapannya. Konselor yang bekerja pada masyarakat khususnya didalam praktek bimbingan kepada masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA pada saat bimbingan menerapkan perpaduan ilmu pengetahuan yang terdiri dari nilai dan keterampilan yang disesuaikan dengan aspek intervensi ilmu bimbingan dan konseling, yang terdiri dari pertama; pengetahuan tentang konseli korban
(11)
penyalahgunaan NAPZA, baik konseli sebagai individu/pribadi, ataupun konseli korban penyalahgunaan NAPZA yang ada dalam satu kelompok/komunitas, yang ada di masyarakat dan di panti-panti, tempat-tempat rehabilitasi, kedua; Pembimbing harus memiliki pengetahuan tentang lingkungan sosial konseli, yaitu pengetahuan berkaitan dengan masyarakat dimana konseli bergaul/ berada, hal ini dipandang perlu karena faktor lingkungan dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap perilaku konseli, dan bisa pula semua permasalahan yang terjadi pada konseli bersumber dari faktor lingkungan, faktor kebudayaan konselipun tidak kalah penting untuk dipelajari oleh konselor guna mengetahui sejauh mana keterkaitan pengaruh dari budaya konseli dengan masalah yang dihadapinya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gerald Corey (Syamsu Yusuf,1998.). (1) Manusia dipandang memiliki kecenderungan positif dan negatife yang sama. (2) Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama keberadaan manusia. (3) Segenap tingkah laku itu dipelajari. (4) Manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri.
Yang dimaksud pada point ke 4 (empat) kalimat di atas bahwa “manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri” karena manusia sebagai makhluk sosial saling berdependensi (saling membutuhkan) dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karena itu untuk membentuk nasib atau jalan hidup, manusia memerlukan kerjasama atau campur tangan orang lain termasuk lingkugan untuk mencapai tujuan dalam hidup.
Konselor sebagai pembimbing yang bekerja dijalur masyarakat untuk memberikan bimbingan sangat diperlukan guna memberikan konseling kepada konseli (konseli), fungsi konseling bagi konseli mencakup tiga aspek. Pertama sebagai fungsi pencegahan (preventive), fungsi ini dimaksudkan sebagai usaha memberi layanan sedini mungkin agar konseli dapat mengantisipasikan dan kemudian terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangan pribadinya. Kedua fungsi perbaikan /penyesuaian (remedial), fungsi ini
(12)
bantuan dan dukungan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Ketiga fungsi pengembangan (developmental) fungsi ini bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan-kemampuan dan potensi-potensi konseli agar dapat dikembangkan kearah yang positif, serta menjaga dan meningkatkan kemampuan-kemampuan itu bagi perkembangan diri konseli dikemudian hari.
D.W. Sue & Sue (1990, Hal.5) menyatakan pendapatnya bahwa, Konseling masyarakat merupakan model konseling yang komprehensif dalam intervensi strategis dan dalam pelayanannya mempromosikan perkembangan personal dan kesejahteraan semua orang serta masyarakat umum lainnya. Model konseling masyarakat terdiri dari 4 (empat) model pelayanan; (1) Pelayanan konseli secara langsung, (2) Pelayanan konseli secara tidak langsung, (3) Pelayanan masyarakat secara langsung, (4) Pelayanan masyarakat secara tidak langsung. Model ini juga membuat konselor melakukan intervensi praktis dengan mengintegrasikan kontribusi seperti, konteks perkembangan, ekologis, feminis, multi budaya dan teori-teori pos moderenisme yang sudah ada sejak 35 tahun yang silam.
Seorang pembimbing yang terjun ke masyarakat perlu memahami dan menguasai semua peranan yang harus dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, seperti peranan sebagai konselor, advokator, motivator, fasilitator. Setiap peranan yang dilakukan oleh pembimbing memiliki makna dan tujuan, seperti peranan motivator yang dilakukan pembimbing, berguna untuk memotivasi masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA dan bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri agar konseli bergairah kembali untuk menjalani kehidupannya merasa masih berharga serta berguna bagi keluarga dan lingkungannya. Peranan tersebut dilakukan dengan harapan akan terjadinya perubahan yang positife pada diri konseli, pemberian motivasi dilakukan dengan berbagai cara yakni dengan pemberian aktifitas-aktifitas kearah penyadaran diri yang tentunya bermanfaat bagi konseli, salahsatu bentuk penyadaran diri dilakukan dengan pemberian bimbingan yang bermuatan konseling dengan berbagai metode, keterampilan dan peranan yang bernuansa religius atau keagamaan.
(13)
Oleh karena itu bimbingan berbasis religius atau agama dipandang sangat penting, karena dengan dasar agama yang kuat, dapat dijadikan sebagai pondasi kekuatan dalam mengarungi kehidupan dan hal ini dapat berpengaruh besar pada konseli dalam memandang dan mengatasi permasalahan kutipan atas pendapat Hawari (dalam Yusuf LN, 1997, hlm 167) mengemukakan “bagaimanapun perubahan-perubahan sosial budaya tersebut terjadi, maka pendidikan agama hendaknya tetap diutamakan. Sebab padanya terkandung nilai-nilai moral, etik
dan pedoman hidup sehat yang universal dan abadi sifatnya”. Pendidikan agama
dalam bimbingan yang dilakukan konselor masyarakat, dimaksud bukan dalam arti memberikan pelajaran agama layaknya di sekolah-sekolah umum atau madrasah-madrasah, melainkan memberikan penanaman keimanan dan keyakinan kepada Tuhan, pembiasaan mematuhi dan memelihara nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama (menjalankan perintah atau kewajiban dan menjauhkan larangan atau yang diharamkan oleh Allah Swt).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di berbagai tempat
penyembuhan/terapi korban penyalahgunaan napza diantaranya yaitu di ”Rumah
Palma” salah satu Unit dari Rumah Sakit Jiwa Cimahi, dan di Balai Pemulihan
Sosial (BPSPP) salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) rehabilitasi sosial yang menangani korban penyalahgunaan Napza dibawah Kementerian Sosial, yang ada di lembang, Bandung dan yang terakhir di salah satu Yayasan Swasta yang menangani korban penyalahgunaan Napza ”Rumah Cemara” yang beralamat di jalan Sersan Bajuri, Bandung dan didukung pula oleh referensi lainnya sebagai bahan untuk memperkaya khazanah serta wawasan dalam pertimbangan dan pengambilan keputusan. Dari hasil penelitian diberbagai tempat tersebut teridentifikasi bahwa selama ini para korban penyalahgunaan NAPZA setelah mereka keluar dari Panti-Panti atau Rumah Sakit, sekembalinya mereka ke keluarga dan masyarakat tidak ada yang memberikan/melakukan bimbingan kepada konseli korban penyalahgunaan korban NAPZA tersebut, hal ini mengundang keprihatinan peneliti, karena konseli dapat dikatagorikan masih dalam kondisi rentan meskipun mereka sudah keluar dari Panti atau Rumah Sakit
(14)
kenyataan ini akan berpotensi terjadinya kekambuhan lagi (relapse) untuk menggunakan NAPZA. Karena yang tersembuhkan dan teratasi hanya masalah yang terjadi pada fisiknya saja namun permasalahan yang berkaitan dengan psikologis yang konseli hadapi dan rasakan belum tertuntaskan. Hal ini tidak dapat dipandang enteng karena akan berpengaruh terhadap perkembangan konseli dan berpotensi terjadinya penyimpangan pada perilaku konseli, apabila salah dalam penanganan maka permasalahan tidak akan selesai malah sebaliknya akan memperburuk, agar hal tersebut tidak terjadi maka dibutuhkan bimbingan bagi konseli, selama konseli masih mengalami ketergantungan NAPZA atau setelah konseli keluar dari tempat rehabilitasi, bimbingan dilakukan oleh pembimbing yang berkompetensi .
Berdasarkan uraian tersebut maka penting dilakukan penelitian di Pondok Pesantren (Ponpes) Suryalaya yang terkenal dengan metode yang digunakan dalam penyembuhannya yaitu metode Thareqat Qadiriyah Naqsabandiyah yang lebih dikenal dengan metode TQN, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan disana kemudian dipadukan dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan bimbingan dan konseling, kemudian hasil perpaduan tersebut akan digunakan oleh para pembimbing dalam bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
Peneliti memandang metode yang digunakan di Pondok Pesantren Suryalaya memiliki kelebihan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA bila dibandingkan dengan metode-metode lain yang digunakan di ponpes-ponpes, panti-panti dan rumah sakit lainnya. Metode yang digunakan di Pondok Pesantren Suryalaya adalah metode yang berasal dari ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah
Naqsabandiyah (TQN) yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis, materi pembinaannya terdiri dari mandi taubat, talqin, shalat dan dzikir. Muatan materi ini lebih mengarah pada penyadaran dan pembersihan hati serta diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela tampa ada paksaan dari siapapun, jadi timbulnya kesadaran datangnya langsung dari sanubari diri korban untuk tidak menggunakan NAPZA.
(15)
Penelitian metode, keterampilan dan peranan Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya yang peneliti lakukan, selama ini
belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, peneliti memandang bimbingan dengan menggunakan metode ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah
Naqsabandiyah (TQN) yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis dipandang penting karena mengandung unsur spiritual yang kuat bagi para korban penyalahgunaan NAPZA dalam metode penyembuhannyapun menggunakan pendekatan-pendekatan secara kerohanian /spiritual religius, sehingga konseli mendapatkan bimbingan moral keagamaan yang kuat sebagai landasan dalam menjaga kehormatan diri, menjunjung tinggi etika dan tata karma dalam pergaulan, sehingga konseli memiliki batasan-batasan untuk menjauhkan hal-hal yang dilarang oleh agama dan menjalankan hal-hal yang diperbolehkan oleh agama konseli juga memiliki kematangan dalam kepribadian yang tercermin dari tingkah laku dan pola fikir yang sehat, karena pangkal permasalahan hingga konseli menjadi korban penyalahgunaan NAPZA sungguhnya bersumber dari dalam diri pribadi konseli itu sendiri, oleh karena itu yang menyelesaikannyapun harus konseli itu sendiri atas dasar kesadarannya dan tugas pembimbing adalah mengantar dan membantu agar konseli dapat mencapai harapannya tersebut.
Metode ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah yang digunakan di Pondok Pesantren Suryalaya yang dijadikan dasar sebagai penyembuhan korban NAPZA sangat berbeda dengan metode-metode yang digunakan di Rumah Sakit yang cenderung dilakukan secara medis, medis lebih terkosentrasi kepada penyembuhan pada fisik sedangkan metode Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah lebih mengarah kepada spiritual yang bersumber dari Al-Qur’an, metode ini dipandang efektif untuk menanggulangi faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi konseli korban penyalahgunaan NAPZA dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya seperti; (1) benturan/konflik dengan keluarga, karena keluarga tidak memahami apa yang diharapkan dan dihadapi oleh konseli. (2) keraguan masyarakat yang belum dapat menerima kehadiran konseli karena masyarakat masih khawatir keluarganya akan terpengaruh menjadi pengguna NAPZA pula.
(16)
masih jadi pengguna NAPZA agar konseli kembali bergabung dalam komunitasnya, dan masih banyak lagi pengaruh lainnya.
Bimbingan yang dilakukan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA dipandang penting, penerapan konseling dengan metode dan keterampilan yang tepat akan membawa kearah penyadaran diri dan pemulihan kepada konseli, dikarenakan tidak sedikit para korban penyalah gunaan NAPZA setelah dinyatakan sembuh dan telah kembali kemasyarakat ternyata seringkali harus keluar masuk atau berulang-ulang menjalani pemulihan yang disebabkan mengalami suatu kondisi kekambuhan (relapse) untuk menggunakan NAPZA, Kekambuhan tersebut bisa terjadi dikarenakan tidak adanya kesadaran diri yang timbul dari sanubari pribadi. Oleh karena itu peneliti memandang perlunya hadir sosok seorang konselor yang dapat memberikan konseling dengan perpaduan ilmu bimbingan dan konseling dengan metode Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah yang bersumber dari Al-Qur’an agar dapat timbul kesadaran diri secara lahirian
dan batiniah
Berdasarkan kondisi tersebut maka peneliti melakukan penelitian untuk mempelajari metode, peranan dan keterampilan yang digunakan oleh para Pembina kepada konseli penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya kemudian dipadukan dengan metode, peranan dan keterampilan dalam ilmu pengetahuan berbasiskan pendidikan psikologi khususnya Bimbingan dan konseling sehingga melahirkan sebuah model yang nantinya akan digunakan oleh para pembimbing atau konselor yang terjun kejalur masyarakat, termasuk yang ada di panti-panti sosial yang dikelola oleh Pemerintah dan swasta guna memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA.
Model penyembuhan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya, ini merupakan hal yang perlu diteliti dan ini juga merupakan bahan masukan bagi para konselor yang mengabdikan keilmuannya bagi masyarakat guna mengembangkan kompetensinya serta menambah wawasan dalam dunia keilmuan guna bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA.
(17)
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA perlu mendapat bimbingan dari konselor agar mereka mendapat penguatan dan dukungan-dukungan, selama ini fakta yang terjadi pada korban yang tidak dirawat ataupun yang baru keluar dari tempat rehabilitasi tidak mendapat bimbingan, bimbingan adalah suatu kegiatan pemberian dukungaan-dukungan, penguatan-penguatan dan alternatif-alternatif solusi guna menyelesaikan masalah yang di hadapi korban penyalahgunaan NAPZA.
Para korban tidaklah semua berasal dari keluarga yang mampu. dari sisi biaya bagi korban yang berasal dari keluarga mampu tidak terlalu bermasalah, mereka bisa menjalani perawatan dirumah sakit yang berkelas tinggi dengan perawatan dan pelayanan yang maksimal, bahkan mereka mampu didampingi seorang parawat khusus, sedangkan bagi korban yang berasal dari keluarga yang tidak mampu mereka terbentur pada masalah pembiayaan sehingga konseli sebagai korban umumnya terabaikan dan keluargapun pada akhirnya tidak perduli lagi kepada korban, situasi seperti ini tentunya akan semakin memperparah keadaan korban penyalahgunaan NAPZA dan korban semakin terpuruk.
Selama ini belum ada peneliti yang melakukan penelitian tentang penggabungan metode, keterampilan dan peranan Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya dengan metode, keterampilan dan
peranan bimbingan dan konseling, bimbingan menggunakan model penggabungan akan lebih efektif karena akan terpenuhi kebutuhan aspek fisik, sosial dan spiritual. Konselor yang ada di lingkungan masyarakat dan yang ada di ponpes, di panti serta yayasan yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA milik pemerintah dan swasta adalah salah satu alternatif pilihan yang terjangkau bagi masyarakat yang berasal dari keluarga taraf ekonomi menengah kebawah di karenakan untuk biaya perawatan sudah mendapat kontribusi subsidi dari pemerintah. Untuk menyeimbangkan pemenuhan tersebut maka diperlukan bimbingan oleh konselor yang memiliki kompetensi dalam pemberian konseling dengan berbasiskan paduan ilmu bimbingan dan konseling dengan metode
(18)
penyembuhan yang bersumber dari Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.
Bimbingan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA dilakukan secara berkesinambungan (Sustainable) dan tidak boleh terputus agar korban benar-benar menjadi kuat dan terbebas dari pengaruh, baik pengaruh yang datangnya dari dalam diri sendiri (internal) maupun yang datang dari lingkungan (eksternal)
Bimbingan berdasarkan ilmu perpaduan ini menggunakan prosedur-prosedur atau tahapan-tahapan yang sistematis dan teratur dalam melaksanakan bimbingan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA, yang terdiri dari aktifitas pemberian penjelasan, pembimbingan, eksplorasi dan persuasi, dengan menggunakan keterampilan, pendekatan dan peranan sesuai dengan kebutuhan dalam menyelesaikan permasalahan guna menolong konseli korban penyalahgunaan NAPZA sebagai penerima pelayanan secara individu. Jadi metode yang digunakan dalam bimbingan ini dapat dikatakan sebagai landasan kerja para konselor dalam memberikan bimbingan secara Profesional kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA.
Dengan penggunaan metode, keterampilan dan peranan hasil perpaduan dari bimbingan dan konseling dengan metode penyembuhan Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya, diharapkan para konselor mampu
memberikan bimbingan dengan baik sehingga konseli dapat mencapai keseimbangan dalam menjalankan dan mengarahkan kehidupannya sendiri dengan indikator.
1. Konseli dapat mengetahui dan menyalurkan secara positif kelebihan- kelebihannya/potensi–potensi yang terkandung didalam dirinya.
2. Konseli dapat mengetahui dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang pada dirinya.
3. Konseli mampu memanajemen/mengatur kehidupannya secara sehat penuh optimis sehingga dapat terlaksana sesuai dengan harapan pribadi, keluarga dan masyarakat dilingkungannya secara rasional.
(19)
4. Konseli mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik sehingga dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat dilingkungannya.
5. Konseli mampu berprilaku (attitude) dan berfikir secara normal sehingga tidak melanggar norma-norma yang berlaku, baik norma sosial, norma agama, norma hukum dan norma adat istiadat yang ada dimasyarakat setempat.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Seperti apa perpaduan metode, keterampilan dan peranan
yang digunakan di Ponpes Suryalaya dengan bimbingan dan konseling bagi
korban penyalahgunaan NAPZA?”. Dengan uraian pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana perpaduan metode-metode Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) dengan metode-metode dalam bimbingan dan konseling yang digunakan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya?
2. Bagaimana perpaduan keterampilan-keterampilan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) dengan keterampilan-keterampilan dalam bimbingan
dan konseling yang digunakan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya?
3. Bagaimana perpaduan peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) dengan peranan-peranan dalam bimbingan dan konseling yang digunakan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya?
4. Bagaimana model hasil perpaduan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam bimbingan dan Konseling?
(20)
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran secara empirik mengenai Perpaduan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan oleh para pembina kepada konseli di Pondok Pesantren Suryalaya dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA dengan dasar metode Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling bagi korban penyalahgunaan NAPZA.
Hasil dari pengperpaduan tersebut kemudian menghasilkan “Model Penyembuhan dalam bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA” yang akan di gunakan dalam bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA oleh para konselor yang terjun ke masyarakat.
Tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagaimana berikut dibawah ini:
1. Menggali metode-metode Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode dalam ilmu Bimbingan dan konseling .
2. Menggali keterampilan-keterampilan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode dalam ilmu Bimbingan dan konseling .
3. Menggali peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan keerampilan-keterampilan dalam ilmu Bimbingan dan konseling .
4. Mengabungkan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam Ilmu bimbingan dan konseling.
(21)
E. Metode Penelitian
Penelitian gabungan metode-metode, keterampilan-ketrampilan dan peranan-peranan bimbingan dan konseling dengan model penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan penelitian tindakan kolaboratif (collaborative action research).
Penelitian di lakukan secara partisipatif dan empiris, peneliti menyatu, membaur bersama–sama dengan konseli dalam kegiatan, penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya dan berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
Sumber data dalam penelitian ini adalah pecandu NAPZA yang sedang menerima layanan penyembuhan di Pondok Pesantren Suryalaya yang berjumlah 10 orang. Penentuan subjek penelitian ini menggunakan purposive random
sampling, yang telah di sesuaikan dengan karakteristik data yang di jaring,
pemilihan 10 orang partisipan di pandang sudah cukup representative dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara partisipan dengan peneliti . Hal ini dilakukan guna mempermudah dalam memperaktekkan tindakan guna menerapkan metode, peranan dan keterampilan.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan non observasi, teknik observasi menggunakan catatan lapangan, dan wawancara, kuesioner, dan dokumen (dalam lampiran).
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Penelitian diharapkan bermanfaat terhadap pengembangan teoritis bagi pengembangan keilmuan dalam profesi konselor yang bekerja di masyarakat guna mendampingi individu korban penyalahgunaan NAPZA, dan bermanfaat secara empiris bagi pihak-pihak.
(22)
1. Pondok Pesantren Suryalaya
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan guna peningkatan kualitas dalam pemberian pelayanan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
b. Mengembangkan hasil temuan ini guna kepentingan korban penyalahgunaan NAPZA untuk membuka kemungkinan adanya pemikiran baru/temuan baru yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan bagi korban penyalahgunaan NAPZA .
c. Berkerjasama dengan instansi luar (team work) untuk menindaklanjuti hasil dari penelitian ini guna mengembangkan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA.
2. Profesi Konselor dan Pekerja Sosial
Konselor dan Pekerja Sosial sebagai pembimbing korban penyalahgunaan NAPZA perlu melakukan upaya-upaya sebagaiberikut:
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan dan menambah wawasan dalam keilmuan bagi para konselor dan pekerja sosial sebagai pembimbing yang bekerja di masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.
b. Berkerjasama dengan panti-panti dan yayasan-yayasan guna membantu klien yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.
3. Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional II Bandung.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dari pengkajian hingga tersusunnya modul guna kebutuhan Diklat Bimbingan terhadap Korban Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional II Bandung.
(23)
G. Struktur Organisasi Disertasi
Bab 1 Pendahuluan, menceritakan tentang latar belakang penelitian,
permasalahan yang terjadi sampai dengan kebutuhan yang harus dipenuhi berkaitan dengan masalah. kemudian dari alur cerita latar belakang tadi dilakukan penelaahan dengan mengerucutkan diskripsi melalui identifikasi dan perumusan masalah sehingga masalah yang sesungguhnya terjadi dapat terlihat jelas dan spesifik. Setelah masalah tergambar jelas lalu peneliti menjelaskan yang menjadi tujuan dari dilakukan penelitian ini berikut dengan metode-metode apa saja yang peneliti gunakan dalam penelitian, metode-metode yang digunakanpun tentunya harus relevan dengan permasalahan dan kebutuhan yang ada di latar belakang penelitian, setelah dijelaskan alasan-alasan pentingnya penggunaan metode-metode itu kemudian peneliti menjelaskan manfaat-manfaat dan signifikansi dari penelitian ini.
Bab II. Berisikan tentang Kerangka Pemikiran dari seluruh rangkaian alur
teori yang dikaji dalam penelitian dan kedudukan masalah diurai perparagraf secara sistematis satu dengan yang lainnya saling terkait dan semua pendapat yang penulis susun didukung oleh konsep-konsep dan teori-teori para ahli sesuai bidangnya masing-masing, kajian pustaka tersebut kemudian dijadikan sebagai landasan teoritik guna menyusun pertanyaan dalam penelitian kemudian diakhiri dengan hipotesis atau perkiraan sementara hasil dari penelitian.
Bab III. Metode Penelitian, disini peneliti memaparkan jenis metode yang
digunakan, yaitu metode kualitatif dan lokasi pelaksanaan dilakukannya penelitian berikut dengan subyek populasi sasarannya, desain penelitian dan metode-metode yang digunakan termasuk dengan penggunaan instrument penelitian yang dipergunakan ketika peneliti mengumpulkan data-data untuk diolah. Dalam bab III juga dijelaskan proses pengembangan instrument seperti tahapan-tahapan dilakukannya pengujian validitas, reabilitas, tingkat kesulitan dan karakteristik lainnya yang penulis pandang perlu dipaparkan.
(24)
Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini peneliti menjelaskan
hasil pengolahan atau analisis data yang dilakukan selama proses berlangsungnya penelitian tentunya disesuaikan/mengacu pada dasar teoritik, masalah dan pertanyaan dalam penelitian serta hipotesis dan tujuan dari penelitian. Pada bab IV peneliti juga melampirkan tabel-tabel dan gambar-gambar yang dipergunakan dalam penelitian.
Bab V. Kesimpulan dan Saran, adalah bab terakhir, yang berisikan tentang
kesimpulan dan pemaknaan penelitian terhadap analisis hasil temuan, serta saran atau rekomendasi dalam penelitian yang ditujukan kepada para pengguna hasil penelitian, kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan
(25)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah melakukan penelitian tentang metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan yang digunakan oleh para Pembina kepada anak bina korban penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren (Ponpes) Suryalaya selanjutnya disebut dengan konseli. Penelitian dilakukan secara kualitatif sehingga dalam hal ini peneliti merupakan instrumen utama, sedangkan instrumen hanyalah sebagai alat bantu atau pelengkap data, penelitian ini dilakukan secara langsung dengan mengamati jalannya proses penyembuhan yang dilakukan pembina kepada konseli yang menjadi korban penyalahgunaan Narkotik, Psikotropika, dan Zat adiktif (NAPZA).
Metode penyembuhan yang dilakukan di Ponpes Suryalaya menggunakan model Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) sebagai tazkiyatun-nafsi atau pembersihan jiwa para korban penyalahgunaan NAPZA dari berbagai penyakit atau kotoran hati, seperti; kikir, ambisius, iri hati, bodoh, hedonistik, dan berbagai akhlak tercela lainnya, karena sebagian sumber penyebab para remaja menggunakan NAPZA adalah memiliki penyakit hati tersebut. Dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dilakukan berdasarkan kurikulum yang sudah baku yang disusun dan dijadikan sebagai metode inabah, kurikulum dilaksanakan secara disiplin, sistematis juga kontinyu (mudawamah).
(26)
Mengingat luasnya kajian penelitian, peneliti memberi batasan dalam penelitian, fokus pada tujuan dan maksud dari penelitian. Uraian hasil penelitian metode, keterampilan dan peranan penyembuhan TQN di Ponpes Suryalaya, (sebelum penggabungan /integrated) dapat dilihat dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Tabel Hasil Penelitian, Metode, Keterampilan dan Peranan Model Thareqath Qodriyah Nagsabandiyah (TQN)
di Ponpes Suryalaya
Fokus Penelitian Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Thareqath Qodriyah Nagsabandiyah (TQN)
di Ponpes Suryalaya
Metode Metode penyembuhan yang digunakan para pembina kepada
konseli di Ponpes Suryalaya. 1. Metode mandi taubat. 2. Metode sholat.
3. Metode dzikir. 4. Metode puasa.
Keterampilan Keterampilan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Melakukan assesment 2. Komunikasi verbal 3. Komunikasi non verbal 4. Melakukan wawancara
Peranan Peranan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Pembuat assessment 2. Motivator
3. Pendorong
Sumber Ponpes Suryalaya 2012
(27)
Tabel 3.2 dibawah ini adalah hasil penelitian metode, keterampilan dan peranan dalam bimbingan dan konseling sesuai kebutuhan konseli korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya guna mengatasi permasalahan yang di hadapi konseli.
Tabel 3.2
Tabel Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Bimbingan dan Konseling
Fokus Penelitian
Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Bimbingan dan Konseling
Metode Metode penyembuhan bimbingan dan konseling yang digunakan pada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Metode kursi kosong. 2. Metode realitas. 3. Metode perilaku.
Keterampilan Keterampilan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Melakukan observasi
2. Menciptakan relasi pertolongan yang efektif 3. Emosi secara terkendali
Peranan Peranan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Penghubung 2. Pembimbing 3. Konselor
4. Pengubah tingkah laku
Hasil Penelitian 2012 Hasil penelitian metode, keterampilan dan peranan penyembuhan TQN di Ponpes Suryalaya pada tabel 3.1. di atas dengan hasil penelitian metode, keterampilan dan peranan, bimbingan dan konseling pada tabel 3.2. kemudian digabungkan (integrated) yang akan digunakan oleh para konselor guna memberikan bimbingan secara langsung kepada masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA yang ada diponpes-ponpes islam dan yayasan-yayasan
(28)
baik pemerintah ataupun swasta. Dari hasil penggabungan metode tersebut, menghasilkan “Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok
Pesantren Suryalaya”. Bimbingan dengan menggunakan model penggabungan
tersebut konseli lebih cepat dalam proses penyadarannya, adapun model penggabungan tersebut sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3.
Penggabungan Model Thoriqath Qodriyah Nagsabandiyah di Ponpes Suryalaya dengan Model Bimbingan dan Konseling
Fokus Penelitian
Penggabungan Model TQN di Ponpes Suryalaya dengan Bimbingan
dan Konseling
Tujuan Sasaran
Metode
Keterampilan
1. Metode mandi taubat
2. Metode sholat 3. Metode dzikir 4. Metode
puasa/shaum 5. Metode terapi
kursi kosong 6. Metode terapi realitas
7. Metode terapi perilaku
1. Melakukan assesment 2. Komunikasi
verbal
3. Komunikasi non verbal 4. Melakukan wawancara 5. Melakukan observasi 6. Menciptakan relasi pertolongan Menggabungkan Model TQN Korban Penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan Ilmu Pendidikan Bimbingan dan Konseling sehingga menghasilkan
“Model Penyembuhan Korban
Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren
Suryalaya” yang
nantinya akan digunakan oleh konselor sebagai pembimbing kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA. Korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat dan diponpes-ponpes islam, panti-panti pemerintah serta swasta
(29)
Hasil Penelitian 2012 Kemudian fokus penelitian dilakukan sesuai dengan rumusan masalah pada Bab 1. Yaitu melakukan penelitian untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada konseli di Ponpes Suryalaya setelah diterapkannya model hasil penggabungan pada konseli korban penyalahgunaan NAPZA, sebagaimana Tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 3.4
Perubahan yang Terjadi pada
Konseli Korban Penyalahgunaan NAPZA
Aspek Perubahan yang terjadi pada konseli
Pada Aspek Fisik
1.1. Kebersihan Penampilan Fisik 1.2. Kesehatan Jasmani/Tubuh 1.3 Kemampuan Beraktifitas Pada Aspek Psikologis
(kejiwaan)
2.1. Kemampuan diri dalam mengendalikan emosi 2.2. Kemampuan diri dalam mencari solusi permasalahan
2.3. Kemampuan diri dalam menghadapi kegagalan dan kekecewaan
2.4. Kemampuan menyadari kesalahan yang telah dilakukan Peranan
yang efektif 7. Emosi secara
terkendali
1. Pembuat assessment 2. Motivator
3. Pendorong 4. Penghubung 5. Pembimbing 6. Konselor 7. Agen perubah
(30)
Pada Aspek Sosial 3.1. Kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan
3.2. Kemampuan dalam berkerjasama dengan lingkungan
3.3. Kemampuan berempati dengan sesama/ Lingkungan
3.4. Kemampuan menyadari
pentingnya menata masa depan (memilih pekerjaan)
3.5.Kemampuan menolak ajakan mengkonsumsi NAPZA
Pada Aspek Keagamaan (religius)
4.1. Kemampuan dalam menjalankan perintah sesuai ajaran Agamanya
4.2. Kemampuan dalam Menjauhkan
larangan-larangan sesuai dengan perintah Agamanya
4.3. Kemampuan bersabar dan bersukur serta Ikhlas
B. Metode Penelitian Kualitatif.
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan penelitian tindakan kolaboratif (collaborative action research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan ditengah-tengah situasi yang riil dalam rangka mencari dasar bagi petugas-petugas untuk bertindak dalam mengatasi suatu kebutuhan praktis yang mendesak.Penelitian ini tertuju pada usaha untuk memperbaiki situasi. Penyelenggaraan penelitian ini biasanya dilakukan dengan kerjasama antara para ahli, peneliti, dan praktisi (Natawidjaya, 2008:250)
Selanjutnya Natawidjaya mengemukakan, penelitian ini bersifat luwes (Flexsibel) dan dapat disesuaikan dengan keadaan (adaptable).Dengan sifat demikian ini, maka penelitian tindakan merupakan prosedur yang sangat cocok untuk tujuan memperbaiki layanan praktik atau meningkatkan mutu kerja dan untuk mencoba melaksanakan suatu pembaharuan (innovation) dalam Konseling. Hal demikian itu tampak pada kemungkinan diterapkannya suatu hasil studi dengan segera dan penelaan kembali secara berkesinambungan (Sustainable). Keluwesan dan kesesuaian metode ini sangat bermanfaat, terutama apabila
(31)
terdapat kendala yang melatarbelakangi permasalahan dan pelaksanaan penelaahannya, seperti kekakuan organisasi kelembagaan, kepedulian kelompok tertentu dalam sekolah penjadwalan, dan keragaman minat atau masalah yang perlu ditelaah (Natawidjaya, 2008: 314)
Metode penelitian kualitatif ini dilaksanakan untuk memperoleh data secara empiris dan nyata yang terjadi dilapangan sehingga dalam hal ini peneliti merupakan instrumen utama, sedangkan instrumen hanyalah sebagai alat bantu atau pelengkap data.
Penelitian kualitatif diawali dengan melakukan observasi pada tempat/lokus penelitian yaitu di Ponpes Suryalaya. Faisal, (dalam Bungin 2003: 65) kegiatan dan penggunaan metode observasi menjadi sangat penting dalam tradisi penelitian kualitatif. Melalui observasi itulah dikenal berbagai rupa kejadian, peristiwa, keadaan, yang mempola dari hari kehari di tengah masyarakat. Kegiatan observasi tidak hanya dilakukan terhadap kenyataan-kenyataan yang terlihat, tetapi juga terhadap yang di dengar.
Selanjutnya Faisal, (dalam Bungin, 2003:66) Apa yang terlihat, terdengar, atau terasakan itu, kesemuanya itu dipandang suatu hamparan kenyataan yang
mungkin saja bisa diangkat sebagai “tabel hidup”. Oleh sebab itu wawancara mendalam dan kegiatan observasi di maksudkan untuk memburu “tabel hidup”
yang terhampar dalam kenyataan sehari –hari di masyarakat.
Guna mempertajam penelitian (Sugiyono, 2008:32) menyatakan batasan masalah dalam penelitian kualitatif di sebut dengan fokus. Oleh karenaa itu mengingat luasnya bahasan masalah yang ada di lokus maka peneliti memberi batasan dalam penelitian hanya fokus untuk mengetahui metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan oleh para pembina kepada konseli dalam penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA dengan dasar metode Thariqat Qodiriyah Naqsyabandiah (TQN) yang digunakan di Pondok Pesantren Suryalaya, kemudian digabungkan (integrated) dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam bimbingan dan konseling, hasil dari perpaduan atau gabungan metode,
(32)
individu, kelompok dan masyarakat korban penyalahgunaan NAPZA, yang nantinya dijadikan sebagai reverensi pengkajian guna dijadikan sebagai modul diklat bimbinganan korban penyalahgunaan NAPZA di ponpes-ponpes islam, panti-panti sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Penggunaan rancangan penelitian ini didasarkan pada pertimbangan berikut:
1. Penelitian ini bermaksud untuk menggabungkan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Ilmu Pengetahuan bimbingan dan Konseling sebagai reverensi pengkajian guna dijadikan sebagai modul diklat “Pendidikan dan Pelatihan bagi Pembimbing Korban
penyalahgunaan NAPZA” modul ini nantinya akan dijadikan acuan para bagi para pembimbing yang terjun kedalam masyarakat dan para konselor yang ditempatkan di panti-panti sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Swasta guna menjalankan bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA. 2. Menjadi bahan pengetahuan dan menambah wawasan dalam keilmuan bagi
para pembina di Ponpes Suryalaya dan para konselor sebagai pembimbing tentang metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan guna bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA
3. Memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan yang baru dalam pelayanan kesejahteraan sosial dan peningkatan sumber daya para pembimbing dan para konselor dengan berbasiskan ilmu perpaduan/penggabungan Konseling guna bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
4. Hasil akhir (out put) penelitian ini adalah merumuskan modul sebagai pegangan atau landasan teori dalam praktek para pembimbing dan para konselor pada bimbingan korban penyalahgunaan NAPZA, guna terselenggaranya diklat “Pendidikan dan Pelatihan bagi Pembimbing Korban penyalahgunaan NAPZA.”
(33)
C. Alur Prosedur Penelitian.
Alur prosedur yang digunakan dalam penelitian in seara rinci dapat dilihat pada Bagan 3.5 di bawah ini.
Tahap IV. Hasil perpaduan
metode, keterampilan dan perananguna bimbingan pada Konseli
Bagan 3.5.
Alur Prosedur Penelitian
Hasil perpaduan penyembuhan, guna Bimbingan Korban NAPZA Hasil Perpaduan Metode Konseling Hasil Perpaduan Peranan Konseling Hasil Perpaduan Keterampilan Konseling Tahap II Proses Identifikasi
MetodeTQN Korban NAPZA di Ponpes Inabah
Suryalaya Metode TQN Suryalaya Peranan TQN Suryalaya Keterampilan TQN Suryalaya Tahap III Proses Identifikasi Ilmu Pengetahuan Bimbingan dan Konseling Metode Konseling Peranan Konseling Keterampilan Konseling
Tahap I. Penempatan Fokus Masalah Identifikasi Masalah Analisis Masalah Perumusan Masalah
(34)
Penjelasan alur prosedur penelitian pada Bagan 3.5. berikut ini. 1. Tahap Penetapan Fokus Penelitian
a. Adanya Kebutuhan Bimbingan Bagi Konseli Korban NAPZA
Korban penyalahgunaan NAPZA setiap saat semakin bertambah banyak secara kuantitas maupun kwalitas, kenyataan tersebut tidak bisa dipungkiri apalagi diabaikan, kian hari kian bertambah jumlahnya karena sudah merupakan penyakit sosial (social pathology). Kondisi obyektif sampai saat ini belum ada konselor yang bertugas secara langsung (direct) turun ke masyarakat atau ke panti-panti pemerintah dan swasta yang memberikan bimbingan kepada para korban penyalahgunaan korban NAPZA dengan menggunakan perpaduan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan berbasiskan ilmu psikologi bimbingan dan Konseling, yang dipadukan dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qadriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.
b. Identifikasi Masalah
Dikarenakan tidak adanya pembimbing sebagai konselor yang turun secara langsung ke masyarakat guna melakukan bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA maka kekambuhan (relapse) seringkali terjadi, oleh karena itu sangat dibutuhkan sosok seorang pembimbing sebagai konselor yang turun ke masyarakat dan kepanti-panti pemerintah serta swasta sebagai pembimbing professional yang berkompetensi dalam menggunakan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan hasil perpaduan dari ilmu bimbingan dan Konseling, dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qadriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya guna mendampingi korban penyalahgunaan NAPZA agar tidak terjadi relapse lagi.
(35)
c. Analisis Masalah
Dalam menganalisis kebutuhan, seorang konselor sebagai pembimbing yang berkompetensi, berdasarkan asumsi penelitian berikut ini.
1) Pada zaman modernisasi yang sarat dengan kecanggihan tekhnologi serta informasi, manusia dituntut untuk berkompetisi, hal ini membuat manusia cenderung menjadi individualistis untuk mengimbangi pola kehidupannya dengan tuntutan zaman dan pergaulan, mereka tidak mau dikatakan; ketinggalan zaman, kurang pergaulan (kuper), kampungan dan julukan-julukan lainnya. Bagi mereka khususnya para remaja, ada pada posisi transisi yaitu masa peralihan dari anak-anak menuju ke masa remaja, dimasa transisi remaja dalam proses mencari jati diri penuh dengan gejolak jiwa muda, tertantang untuk berpetualang dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru (termasuk keinginan untuk mencoba NAPZA), bagi para remaja yang tidak memiliki kematangan secara komprehensif yakni kematangan meliputi aspek phisik, psikis, sosial dan spiritual maka akan mudah terbawa arus yang tidak baik dalam pergaulan dan mudah terpengaruh hal-hal yang negatife, karena tidak memiliki pertahanan diri yang kuat.
2) Yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA tidak mengenal kelas bisa tua bisa muda, bisa dari golongan orang berada dan bisa juga dari golongan yang tak punya yang pasti bagi mereka yang sudah mengkonsumsi NAPZA maka akan sulit untuk melepaskan diri lagi bahkan cenderung akan mengalami
relapse (kambuh). Untuk itulah maka diperlukan suatu upaya agar para
remaja yang sudah menjadi korban penyalahgunaan NAPZA dapat secepat mungkin bangkit kesadarannya dan menyadari kekeliruannya serta tidak
relapse lagi. Guna pemenuhaan kebutuhan tersebut maka diperlukan sosok
konselor yang berperan menjadi pembimbing sebagai tempat mencurahkan semua permasalahan yang dialami korban (konseli) sekaligus memberi solusi pemecahan masalah (problem solving) dengan tinjauan berbagai aspek secara holistik. Pelayanan bimbingan yang diberikan oleh seorang konselor kepada korban penyalahgunaan NAPZA dilakukan secara berkesinambungan
(36)
mandiri, berinteraksi, bersosialisasi dan dapat diterima oleh keluarga serta masyarakat dilingkungannya.
3) Selama ini belum ada konselor yang turun ke masyarakat secara langsung, untuk melakukan bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA. Umumnya konselorlah yang menunggu kedatangan masyarakat yang memiliki masalah, sedangkan fenomena yang terjadi adalah sangat sedikit bahkan dapat dihitung dengan jari, individu atau masyarakat yang mau datang ke konselor dikala mereka memiliki masalah, anggapan masyarakat mendatangi konselor memerlukan biaya yang tidak sedikit alias mahall...dan masyarakat masih banyak yang berprinsip menceritakan permasalahan yang dialami kepada orang lain merupakan aib. Oleh karena itu dipandang perlu adanya suatu terobosan baru yakni konselorlah yang turun ke masyarakat untuk mendampingi para korban penyalahgunaan NAPZA.
Dengan alasan tersebut maka perlu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para konselor sebagai pembimbing agar dapat memahami dan menguasai metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Konseling hasil dari perpaduan ilmu pengetahuan psikologi khususnya bimbingan dan Konseling dengan metode Thareqat Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.Hasil perpaduan tersebut nantinya dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang digunakan dalam praktek bimbingan oleh para konselor kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
4) Dengan menerapkan metode dari hasil perpaduan Konseling ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran konseli lebih cepat karena konselor sebagai pembimbing memfasilitasi konseli dengan metode, keterampilan dan peranan hasil perpaduan Konseling antara ilmu psikologi bimbingan dan Konseling dengan metode TQN berbasiskan agama melalui ajaran-ajaran sholat, mandi taubat dan dzikir. Dengan metode TQN pembimbing dapat menerapkan menumbuhkembangkan ketakwaan dan mengembalikan semangat serta kepercayaan konseli yang selama ini telah menyimpang dari tatanan norma-norma yang berlaku, melalui TQN konseli dapat berhubungan lebih lebih dekat dengan Sang Maha Penciptanya Allah Swt. Sebagaimana yang diungkapkan
(37)
Dahlan (2005: 11) mengemukakan bahwa konselor hendaknya memahami Konseling sebagai fasilitas menuju takwa .Oleh karena itu, Konseling sebagai pekerjaan professional tidak cukup memahami kaidah-kaidah psikologis semata, tetapi juga memperluas cakrawala pandangan untuk mampu menangkap eksistensi manusia didunia dan akhirat kelak sebagai makhluk Allah SWT.
d. Rumusan Masalah
Dikarenakan tidak adanya pembimbing pada korban penyalahgunaan NAPZA dan asumsi penelitian tersebut diatas, maka diperlukan suatu upaya untuk pemenuhan kebutuhan dalam bimbingan yaitu dengan mengupayakan memadukan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Konseling hasil dari perpaduan ilmu pengetahuan bimbingan dan Konseling dengan metode Thareqat Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya. Hasil perpaduan tersebut nantinya dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang digunakan dalam praktek bimbingan oleh para konselor kepada korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat dan diponpes-ponpes islam dan yayasan-yayasan pemerintah dan swasta.
2. Tahap Proses Identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) di Ponpes Suryalaya
Pada tahap proses identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) penyembuhan pada korban penyalahgunaan NAPZA di
Ponpes Suryalaya, dilakukan melalui tiga tahap, yakni sebagai berikut:
a. Tahap pertama, pengamatan kondisi obyektif
Pada tahap pertama penelitian, peneliti melakukan pengamatan yang terbagi menjadi 4 (empat) yaitu.
1) Peneliti melakukan pengamatan dilokasi penelitian sebagai pendahuluan guna mencari data aktual yang berkaitan dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan pada proses penyembuhan korban
(38)
penyalahgunaan NAPZA Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) yang dilakukan di Pondok Pesantren (ponpes) Suryalaya.
2) Peneliti melakukan pengamatan pada pelaksanaan proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh para Pembina kepada konseli di Inabah Ponpes Suryalaya dalam Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) di Ponpes Suryalaya. Penelitian di Pondok Pesantren Suryalaya dilakukan secara bekerjasama dengan Pembina dan konseli, Pembina fungsinya selain sebagai penanggung jawab dan mendidik konseli (konseli), secara tidak langsung pembina juga sebagai tenaga pembimbing.
3) Pengamatan dilakukan melalui diskusi dengan Pembina dan konseli, peneliti memperhatikan dan membaur kedalam aktifitas konseli mulai dari sholat shubuh sampai dengan sholat isya, hasil dari pengamatan ini dijadikan bahan Identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) yang dilaksanakan di Ponpes Suryalaya yang dipandang valid dan akurat.
4) Pengamatan perkembangan dilakukan pada aspek jasmani/fisik (biologik), reaksi emosional (psikologik), aktifitas sosial dan konsistensitas konseli selama dalam menjalankan proses penyembuhan dengan Metode Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiah (TQN) Ponpes Suryalaya. Hasil dari pengamatan ini
dijadikan sebagai bahan kajian guna merumuskan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang efektif.
b. Tahap kedua, perumusan kriteria-kriteria perbaikan pelayanan bimbingan pada proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA berdasarkan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang digunakan di Ponpes Suryalaya.
Pada tahap kedua ini peneliti melakukan kajian rumusan wawasan konseptual tentang kriteria perbaikan pelayanan bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing yang akan terjun kemasyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA. Kajian dilakukan melalui pengamatan dan penggalian informasi seperti wawancara dan diskusi, peneliti membaur bersama dengan para pembina dan konseli dalam aktifitas rutin yang mereka
(39)
lakukan, guna mendapat gambaran tentang pelayanan bimbingan bagi profil seorang konselor sebagai pembimbing korban penyalahgunaan NAPZA. Rumusan dilakukan berdasarkan kajian metode Thareqat Qodriyah
Naqsabandiyah serta data aktual yang ada dilapangan guna menentukan
tindakan penelitian atau intervensi berdasarkan urgensi dan manfaatnya bagi peningkatan kualitas pelayanan bimbingan pada konseli korban penyalahgunaan NAPZA. Kajian dilakukan dengan 4 (empat) cara yaitu. 1) Peneliti melakukan konsultasi dan tukar pendapat pada para pakar, praktisi
dalam bidang penanganan NAPZA dan para pejabat struktural serta para pejabat fungsional yang terkait dalam penanganan masalah NAPZA.
2) Peneliti melakukan diskusi secara intensif dengan pihak-pihak yang berkaitan dalam bidang bimbingan. Materi diskusi difokuskan pada topik tentang kebutuhan dalam pelayanan bimbingan dan hasil temuan kondisi obyektif di lapangan berupa informasi-informasi aktual yang berkaitan dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA yang nantinya akan diterapkan pada konselor guna memberikan pelayanan bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat, panti-panti pemerintah dan swasta.
3) Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dan kompeten sebagai pengurus di Pondok Pesantren Suryalaya, dikarenakan penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka kedudukan peneliti sebagai instrument utama sedangkan instrument lainnya merupakan penunjang.
4) Yang terakhir peneliti melakukan studi pustaka dengan mengkaji berbagai konsep ilmu pengetahuan yaitu, ilmu pengetahuan bimbingan dan Konseling dan ilmu pengetahuan tentang model penyembuhan Thoriqath Qodriyah
Naqsabandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya, kajian ini mengkaji tentang
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan penyembuhan korban NAPZA.Hasil kajian ini nantinya akan
(40)
bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat dan panti-panti pemerintah serta swasta.
Berdasarkan pengamatan peneliti, metode penyembuhan kepada korban penyalahgunaan NAPZA yang digunakan di Ponpes Inabah Suryalaya lebih memfokuskan pada kegiatan tarekat ritual atau yang lebih dikenal dengan istilah Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN). Kegiatan dalam metode ini dimulai dengan aktifitas konseli melakukan mandi malam atau yang dikenal dengan mandi taubat yang dimulai pada jam 02.00 WIB dini hari kemudian dilanjutkan dengan shalat tahajud, shalat tasbih, shalat witir, shalat sunat shalat qabla, shalat shubuh lalu shalat sunat istiadah, shalat sunat dhuha, kifaratul baul, qabla dhuhur, dhuhur, qabla ashar, ashar, qabla magrib, magrib, sunat awwabin, taubat, birrul walidayni, lihifdzil iman,
lisyukrin nikmat, qabla isya, isya, ba‟da isya, syukur, sunat mutlaq,
istikharah, dan hajat. Setelah melakukan semua kegiatan shalat tersebut kemudian dilanjutkan dengan kegiatan dzikir, selain dengan metode sholat dan dzikir konselipun diwajibkan menjalankan puasa yang tentunya disesuaikan dengan batas kemampuan konseli.
Dari aktifitas seluruh kegiatan penyembuhan dengan model Thariqat
Qodriyah Naqsabandiyah yang dilakukan para Pembina kepada
konseli,dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang telah diterapkan diInabah, kemudian peneliti memotret, memilah dan memilih serta mengelompokan hingga dapat terkatagori metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang telah digunakan pada korban penyalahgunaan NAPZA di Inabah Ponpes Suryalaya kemudian peneliti melakukan penyesuaian untuk dipadukan dengan ilmu pengetahuan bimbingan dan Konseling.
(41)
3. Tahap Proses Identifikasi Metode, Keterampilan dan Peranan Dalam Profesi Konselor
Pada tahap proses pengidentifikasian ini dibagi menjadi tiga yaitu, pengidentifikasian metode, keterampilan dan peranan profesi konselor. Metode dalam bimbingan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh konselor masyarakat sebagai pembimbing adalah prosedur-prosedur atau tahapan-tahapan yang sistematis dan teratur dalam melaksanakan bimbingan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA, yang terdiri dari aktifitas pemberian penjelasan, pembimbingan, eksplorasi dan persuasi, dengan menggunakan peranan-peranan, keterampilan-keterampilan dan pendekatan-pendekatan sesuai dengan kebutuhan dalam menyelesaikan permasalahan guna menolong konseli korban penyalahgunaan NAPZA sebagai penerima pelayanan secara individu. Jadi metode dalam bimbingan ini dapat dikatakan sebagai landasan kerja para konselor dalam memberikan bimbingan secara profesional kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA. Pada tahap proses pengidentifikasian metode-metode dalam profesi konselor sebagai pembimbing terbagi menjadi 2 (dua).
a. Tahap Proses Identifikasi Metode-metode
Pada tahap ini dilakukan proses pengidentifikasian metode-metode yang relevan dalam ilmu psikologi bimbingan dan Konseling untuk digunakan oleh para konselor guna bimbingan pada korban penyalahgunaan korban NAPZA Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada 3 (tiga) metode, yakni; metode perorangan (individu), metode dengan kelompok (group) dan metode masyarakat (community). Metode yang akan digunakan oleh para konselor dalam bimbingan kepada korban penyalahgunaan Napza ini, merupakan pemberian pelayanan berupa bimbingan, Bimbingan dilakukan secara individu, kelompok dan masyarakat, yaitu.
(42)
a) Metode ini dilakukan oleh konselor sebagai pembimbing dalam memberikan pelayanan secara langsung (direct service) kepada individu/konseli korban penyalahgunaan NAPZA ini merupakan suatu pendekatan untuk mempelajari dan mengetahui permasalahan yang dialami konseli tujuannya untuk membantu konseli dalam menyelesaikan masalahnya, baik masalah yang bersumber dari internal ataupun eksternal.
b) Konselor sebagai pembimbing membantu konseli korban penyalahgunaan NAPZA untuk mencapai penyesuaian sehingga dapat diterima dalam lingkungan sosialnya, sehingga konseli dapat bersosialisasi dan berinteraksi lagi tampa adanya penolakan, pendiskriminasian dan pelecehan verbal ataupun non verbal oleh masyarakat yang ada dilingkungannya.
c) Konselor sebagai pembimbing memberikan informasi/penjelasan-penjelasan kepada konseli akan kekurangan-kekurangannya agar konseli memiliki kemampuan dan kekuatan untuk menghindari dari hal-hal yang tidak dikehendaki dan sekaligus menjelaskan potensi-potensi yang dimilikinya agar konseli menyadari dan mampu mendayagunakan sumber yang dimilikinya guna keberfungsian sosialnya.
d) Metode perorangan/Individu merupakan orientasi nilai dan bentuk praktek yang digunakan oleh para konselor dimana konsep-konsep psikososial, tingkah laku manusia dan sistem-sistem diterjemahkan kedalam keterampilan-keterampilan yang ditujukan untuk membantu individu-individu dan keluarga-keluarga dalam memecahkan masalah-masalah intra psikis, antar pribadi, sosial ekonomi, dan lingkungan melalui relasi-relasi.
2) Metoda dengan Pendekatan Kelompok (group approach)
Metode dengan pendekatan kelompok adalah salah satu metode pokok, yang bertujuan memberikan pelayanan kepada individu-individu melalui kelompok. Metoda ini dipergunakan oleh konselor sebagai pembimbing untuk memberikan pertolongan terhadap konseli korban penyalahgunaan NAPZA, dengan menggunakan pendekatan kelompok sebagai sarana pendukungnya, ini merupakan suatu pendekatan yang dilaksanakan secara sadar ditujukan guna
(43)
mencapai pengembangan sebesar-besarnya kapasitas konseli seperti, potensi, dan motivasi, dengan cara menghubungkan dengan kelompok. Tujuan dari pemberian pelayanan secara kelompok, yakni:
a) Agar konseli memiliki kesadaran diri dan kepekaan diri serta belajar memahami kapan ia harus berpartisipasi didalam kelompok dan kapan ia harus menerima kontribusi dari teman-teman dalam kelompoknya.
b) Dengan metode kelompok secara tidak langsung mereka sesama korban (peer
group) korban penyalahgunaan NAPZA akan terjadi interaksi dan sosialisasi,
sehingga mereka merasa senasib dan sepenanggungan dalam menghadapi permasalahan, hingga timbul ikatan psikologis yang kuat melebihi dari kadar seorang sahabat biasa, mereka saling mensuport agar dapat melalui masa-masa sulit.
c) Bimbingan kepada konseli dengan menggunakan metode pendekatan kelompok dipandang efektif untuk digunakan oleh para konselor sebagai pembimbing karena ada beberapa kebutuhan dan kemampuan manusia yg hanya dapat dipenuhi melalui pendekatan kelompok.
(1)Kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu.
Kebutuhan Dasar (basicneeds) mencakup kebutuhan persahabatan, kebutuhan pengakuan, kebutuhan berpetualang, kebutuhan berkarya secara kreatif dan kebutuhan untuk memiliki serta diterima oleh kelompok/komunitas.
(2)Kebutuhan Perkembangan (Developmental Needs), yaitu kebutuhan teman berbeda jender, kebutuhan kebebasan, kebutuhan menyesuaikan diri sendiri berkaitan dengan adanya perubahan fisik, ekonomi, psikologis dan sosial. (3) Kebutuhan Fungsional (Functional Needs), yaitu Kebutuhan untuk
mengembangkan keterampilan artistik/seni, kebutuhan mengadakan hubungan/kontak dengan alam, kebutuhan untuk mengadakan kontemplasi diri secara kreatif dan positif.
(4)Kemampuan–kemampuan konseli yang hanya dapat dikembangkan melalui kelompok antaralainyaitu;
(1)
4 (empat) peranan yang bersumber dari bimbingan dan konseling yaitu; (4) penghubung, (5) pembimbing, (6) konselor, (7) pengubah tingkah laku.
Pada saat penerapan pemberian bimbingan kepada konseli keterampilan dan peranan melekat menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan bersinergi bersamaan dengan dilakukannya ketujuh metode-metode kepada konseli .
4. Kesimpulan akhir, tujuan penelitian dapat dikatakan telah tercapai dengan dihasilkannya “Penggabungan metode, keterampilan dan peranan yang bersumber dari metode Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya dengan Bimbingan dan Konseling”
Teridentifikasi bahwa setelah konseli menjalani ke 7 (tujuh) metode terapi penyembuhan digabung dengan, 7 (tujuh) keterampilan dan 7 (tujuh) peranan konseli mengalami kemajuan dengan terjadinya perubahan pada aspek biopsikososial pada konseli (lampiran 26) dan tepenuhinya aspek fisik, psikis, sosial dan spiritual (lampiran 17) sebagai dasar kebutuhan bagi konseli yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA hingga mereka mampu dan memiliki kematangan guna menyelesaikan masalahnya sendiri dan tidak terjadi relapse. Hasil penelitian ini dipandang sangat ideal digunakan dalam bimbingan
kepada korban penyalahgunaa NAPZA yang ada di masyarakat, Pondok Pesantren islam, dipanti-panti serta yayasan-yayasan sosial baik milik pemerintah ataupun swasta.
B.
SaranBerdasarkan simpulan penelitian, maka sebagai akhir penulisan disertasi ini penulis menyampaikan saran kepada:
1. Pondok Pesantren Suryalaya
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan guna peningkatan kualitas para pembina dalam pemberian pelayanan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
(2)
b. Mengembangkan hasil temuan ini guna kepentingan korban penyalahgunaan NAPZA untuk membuka kemungkinan adanya pemikiran baru/temuan baru yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan bagi korban penyalahgunaan NAPZA .
c. Berkerjasama dengan instansi luar guna (team work) untuk menindaklanjuti hasil dari penelitian ini guna mengembangkan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA.
2. Profesi Konselor dan Pekerja Sosial
Konselor dan Pekerja Sosial sebagai pembimbing korban penyalahgunaan NAPZA perlu melakukan upaya-upaya sebagaiberikut:
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan dan menambah wawasan dalam keilmuan bagi para konselor dan pekerja sosial sebagai pembimbing yang bekerja di Masyarakat, sehingga menjadi memahami, menguasai dan menerapkan metode-metode, peranan-peranan dan, keterampilan-keterampilan hasil dari perpaduan ilmu bimbingan konseling dengan metode penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya guna bimbingan bagi individu yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.
b. Berkerjasama dengan panti-panti dan yayasan-yayasan guna membantu konseli yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.
c. Terjun dan membaur serta berkerjasama dengan para pengurus di masyarakat guna membantu konseli yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.
3. Kementerian Sosial RI
Mengingat semakin meningkatnya kualitas jenis pemakaian NAPZA dan kuantitas jumlah individu yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA ini sudah merupakan patologi social , untuk itu Kementerian Sosial perlu kiranya mengambil kebijakan berupa:
(3)
a. Perlunya peningkatan upaya-upaya baik berupa kegiatan-kegiatan atau program-program bersifat aplikatif yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat seperti program peningkatan kapasitas sumber daya para pembimbing agar mereka dapat memahami dan menguasai tentang bimbingan pada korban panyalahgunaan NAPZA, penanganan tersebut diharapkan dilakukan secara holistik, komprehensif dan berkesinambungan.
b. Perlunya membangun kerjasama atau MOU antar lintas sektoral guna membahas dan melahirkan kebijakan-kebijakan berkaitan dengan tindakan preventif, kuratif dan development bagi masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.
c. Perlunya kerjasama/melibatkan profesi lain yang terkait dengan korban penyalahgunaan NAPZA guna memberikan penguatan-penguatan dan dukungan-dukungan serta pemberdayaan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA beserta keluarganya.
4. Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS)
Regional II Bandung.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dari pengkajian hingga tersusunnya modul guna kebutuhan Diklat Bimbingan terhadap Korban Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Bandung.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Refika Aditama
Anwar, Z.A. (2010). PP. Suryalaya & Penanggulangan NAPZA. Bandung: CV. Gwika Wahana Karya Grafika
Bahsani, M.(2007). Shalat Sebagai Terapi Psikologi. Jakarta: PT Mizan Pustaka. Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Cavanagh. (1992). (dalam Tim STKS. 2010,) Konseling Masyarakat: Strategi Pemberdayaan Masyarakat Majemuk. Jakarta: Pustaka Societa.
Darmono, (2005). Toksikologi Narkoba dan Alkohol. Jakarta: Universitas Indonesia. D.W. Sue & Sue. (1990). (dalam Tim STKS 2010, hlm.5) Konseling Masyarakat:
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Majemuk. Jakarta: Pustaka Societa. E jacobs, et al, (dalam Tim STKS. 2008.) “Group Counceling: Strategies and
Skills”, Konseling kelompok Strategi dan Keahlian. Jakarta: Pustaka Societa
Enjang AS. (2009). Komunikasi konseling: Wawancara, seni mendengar, Sampai Soal Kepribadian. Bandung: Nuansa
Grant. et al, (1995), Penanganan Ketagihan Obat dan Alkohol Dalam Masyarakat. Bandung: ITB
Garvin dan Seabury (1984) (dalam Dwi Heru Sukoco, hlm. 26) Profesi Pekerjaan Sosial dan Profesi Pertolongannya. Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI
Herbert, B. (1969). dalam Soehartono, I. 1994. Ensiklopedia Mini Pekerjaan Sosial. Bandung.
Judith A.L. et al. (2010). (dalam Tim STKS. 2010.) Konseling Masyarakat: Strategi Pemberdayaan Masyarakat Majemuk. Bandung: Jakarta: Pustaka Societa. Kartadinata, Sunaryo, (2009) Framework Guidance and Counselling of Education.
(5)
Kartono, K. (1992). Patologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta Utara: Rajawali Offset
Konopka. (1976). dalam Yusuf, S. 2005. Mental Hygienis. Bandung: Maestro. Natawidjaya, R. (2009). Konseling Kelompok: Konsep Dasar dan Pendekatan.
Bandung: Rizqi Press.
_ (2008). Integritas Pribadi dan Karya Pendidikan, Penelitian, Bimbingan dan konseling dalam dimensi Kesejagatan. Bandung UPI.
_ (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rizqi Press
Nurihsan, Achmad, (2005). Strategi Layanan, Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rafika Aditama.
Rebecca, Mary. (1996). Tumbuh Bersama Sahabat-sahabat, Kanisius, Yogyakarta Sangkan, A. (2007). Pelatihan Sholat Khusyu; Sholat Sebagai Meditasi Tertinggi
dalam Islam. Jakarta Gema Insani.
Schultz, Duane. (1977). Psikologi Pertumbuhan: Yogyakarta: Kanisius.
Setiaji Sutarmo. (2006). Awas! Jangan Coba-coba Menjadi Pengguna Narkoba Berbahaya!: Yogyakarta: UIP
Siporin, Max (1975), Introduction to Social Work Practice, New York Macmillan Publishing. Co, Inc.
_ (1975). Dalam Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya. Sukoco, D (2005) Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI.
Siswanto, et al, (2005). Satu Abad Pondok Pesantren Suryalaya: Perjalanan dan Pengabdian 1905-2005; Tasikmalaya: Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya.
Smith, (1985) (dalam Tim STKS 2010, hlm. 25) Konseling Masyarakat: Strategi Pemberdayaan Masyarakat Majemuk. Bandung: Jakarta: Pustaka Societa.
Soleh, M. (2007). Terapi Shalat Tahajud Menyembuhkan Berbagai Penyakit. Bandung: Mizan Media Utama.
(6)
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
_ (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suharto, Edi (2005) Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama.
Surya, M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro
Thantawy, R. (2005) Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Grasindo Wratsongko, M. (2007). Menyingkap rahasia Gerakan Shalat. Bandung: Azzam
Publising.
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
_ (1998). Mental Hygiene. Bandung: Maestro.
Yusuf, S. & Nurihsan, A J. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
_ (2008). Psikologi Belajar Agama. Bandung: Maestro.
Zaenal Abidin Anwar (2010). Pondok Pesantren Suryalaya & Penanggulangan NAPZA. Bandung: CV. Wahana Karya Grafika