RAGAM BAHASA REMAJA : Studi Morfologis terhadap pemakaian Bahasa oleh Remaja dalam Media Jejaring Sosial Facebook.
Daftar Isi
Abstrak i
Kata Pengantar ii
Ucapan Terima Kasih iii
Daftar Isi v
Daftar Tabel viii
Daftar Lampiran ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2Identifikasi Masalah 5
1.3Rumusan Masalah 8
1.4Tujuan Penelitian 8
1.5Manfaat Penelitian 9
1.6Metode Penelitian 9
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data 10
1.6.2 Teknik Analisis Data 11
1.7Definisi Operasional 11
BAB II Telaah Morfologis terhadap Ragam Bahasa Remaja dalam Media Jejaring Sosial Facebook
2.1 Morfologi 13
2.1.1 Morf, Morfem, dan Kata 14
2.2 Proses Morfologis 17
2.2.1 Afiksasi (Proses Pembubuhan Afiks) 18
2.2.1.1 Proses Morfofonemik 21
2.2.1.1.1 Proses Perubahan Fonem 22
(2)
2.2.1.1.3 Proses Hilangnya Fonem 24
2.2.2 Abreviasi 25
2.3 Peran Bahasa dalam Masyarakat 26
2.4 Ragam Bahasa Remaja 29
2.4.1 Ragam Bahasa 29
2.4.2 Masa Remaja 31
2.4.3 Bahasa Remaja 33
2.5 Media Jejaring Sosial 37
2.5.1 Facebook 38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian 40
3.2 Teknik Pengumpulan Data 41
3.2.1 Sumber Data Penelitian 41
3.2.2 Subjek Penelitian 41
3.2.3 Instrumen Penelitian 43
3.2.4 Prosedur Pengumpulan Data 43
3.3 Teknik Analisis Data 44
3.4 Langkah-Langkah Penelitian 46
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Analisis Data 47
4.1.1 Analisis Afiksasi 47
4.1.1.1 Prefiks 48
4.1.1.2 Sufiks 60
4.1.1.3 Konfiks 64
4.1.2 Analisis Abreviasi 70
4.1.2.1 Singkatan 71
4.1.2.2 Akronim 73
(3)
4.1.3 Analisis Ciri Ragam Bahasa Remaja Kaitannya dengan Tingkat
Pendidikan Formal Mereka 86
4.1.3.1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 86
4.1.3.2 Sekolah Menengah Atas (SMA) 88
4.1.3.3 Perguruan Tinggi 89
4.2 Pembahasan Temuan 89
4.2.1 Pembahasan Afiksasi 89
4.2.2 Pembahasan Abreviasi 99
4.2.3 Pembahasan Ciri Ragam Bahasa Remaja Kaitannya dengan Tingkat
Pendidikan Formal Mereka 100
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 103
5.2 Saran 105
5.3 Penutup 105
Daftar Pustaka 106
Lampiran-Lampiran Riwayat Hidup
(4)
(5)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memerlukan bahasa untuk bekerjasama. Bahasa itu digunakan sebagai alat komunikasi untuk berbagai macam keperluan, seperti dalam beribadah, belajar, bekerja dan bermasyarakat. Sebuah bahasa dalam lingkup masyarakat akan selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Seiring dengan perkembangan zaman, pemakaian bahasa di kalangan remaja juga mengalami perkembangan, sehingga munculah istilah yang disebut bahasa remaja.
Bahasa remaja merupakan salah satu ragam dan bentuk kekayaan bahasa Indonesia yang harus diakui keberadaannya sejajar dengan ragam-ragam bahasa yang lain (Wijana, 2010). Sangatlah keliru jika menganggap ragam bahasa ini sebagai ragam bahasa yang kurang berprestise, apalagi ragam yang akan merusak pemakaian bahasa baku. Selama penggunaannya sesuai dengan situasi dan konteksnya, maka alat komunikasi para remaja ini tidak akan menimbulkan masalah. Ragam bahasa remaja seperti ini dapat ditemui di semua bahasa yang berkembang.
Subiyatningsih (2007) berpendapat bahwa bahasa remaja merupakan varian dari bahasa Indonesia (BI) yang diucapkan oleh remaja sebagai sarana komunikasi dalam berinteraksi sosial mereka. Berbeda dengan pendapat di atas, Quirk (1990) mengemukakan bahwa bahasa remaja tidak hanya milik remaja saja melainkan bisa milik siapa saja tergantung siapa yang menggunakan bahasa remaja itu. Untuk jelasnya berikut
(6)
definisi bahasa remaja menurut Quirk, adolescent language is a user-related language variety: its use is governed not by the situations and contexts it is used in but rather by its users.
Berdasarkan karakteristiknya, ragam bahasa remaja termasuk ragam informal. Namun demikian, bahasa remaja bersifat berbeda dengan bahasa Indonesia formal dan informal pada umumnya. Karakteristik linguistik ragam bahasa remaja meliputi fonologi, karakteristik morfologi, sintaksis, dan leksikal (Subiyatningsih, 2007).
Jika menilik dari segi perkembangan, fase remaja merupakan fase kehidupan manusia yang paling menarik dan mengesankan. Fase ini mempunyai karakteristik tersendiri antara lain para remaja kerap berpetualang, berkelompok, dan melakukan „kenakalan‟. Karakteristik ini tercermin pula dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok yang berbeda menyebabkan mereka menciptakan bahasa “rahasia” yang hanya berlaku bagi kelompok mereka.
Pada umumnya para remaja menggunakan pertuturan ini untuk berkomunikasi dengan sesamanya dalam keadaan santai dan berfungsi untuk menjalin keakraban atau sebagai identitas keakraban.Terkadang bagi mereka yang sudah tidak remaja lagi, bahasa remaja ini menimbulkan kebingungan karena tidak dapat mengerti apa yang diucapkan atau yang ditulis para remaja itu saat mereka berkomunikasi.
Saat ini penggunaan bahasa Indonesia di kalangan anak remaja agak berbeda dengan bahasa Indonesia yang 'baik dan benar'. Salah satu syarat bahasa yang baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau dianggap baku atau pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa (Badudu, 1985).
(7)
Ragam yang digunakan dalam bahasa remaja termasuk ragam santai sehingga bahasanya tidak terlalu baku. Ketidakbakuan tersebut tercermin dalam kosa kata, struktur kalimat dan intonasi. Misalnya, dalam pilihan kata gimana digunakan untuk mengganti kata bagaimana, napa untuk kenapa Untuk menghindari pembentukan kata dengan afiksasi, bahasa remaja menggunakan proses nasalisasi dan ada pula yang diiringi dengan penambahan akhiran -in seperti ngerusakin untuk merusak atau juga kata menguntungkan menjadi nguntungin.
Kosakata yang dimiliki bahasa remaja sangatlah kaya. Kosakata bahasa remaja dapat berupa pemendekan kata, penggunaan kata alami diberi arti baru atau kosakata yang serba baru dan berubah-ubah. Disamping itu bahasa remaja juga dapat berupa pembalikan tata bunyi, kosakata yang lazim dipakai di masyarakat menjadi aneh, lucu, bahkan ada yang berbeda makna sebenarnya.
Bahasa remaja dapat dikenal secara luas melalui peran media massa, seperti media cetak dan media elektronik. Pada media cetak, bahasa remaja banyak digunakan dalam majalah, novel, cerpen, dan tabloid. Sedangkan dalam media elektronik, bahasa remaja kerap kita temukan dalam bahasa di sms, radio, televisi dan internet.
Saat ini, penggunaan internet bukanlah suatu hal yang istimewa. Internet tak lagi khusus untuk kalangan tertentu, baik dari status sosial, profesi, pendidikan dan usia. Hampir semua golongan masyarakat baik di kota dan di desa sudah tahu dan akrab dengan internet. Dalam era globalisasi ini, internet menjadi sebuah kebutuhan dan aktifitas tetap manusia sebagai anggota masyarakat. Beberapa tahun terakhir ini, selain menjadi tuntutan profesi, pengembangan ilmu pengetahuan, berita, dan hiburan, berinternet juga menjadi salah satu cara seseorang untuk bergaul sebagai makhluk sosial.
(8)
Seiring dengan dengan perkembangan waktu dan modernisasi, mulaihlah berjamuran media jejaring sosial di internet sebagai wadah masyarakat dalam berkomunikasi. Misalnya, seperti Facebook, Twitter, Yahoo Messanger, GoogleTalk, Multiply, Windows Live Messanger, AOL Instant Messanger, My Space, dan Whatsapp.
Hingga sekarang, Indonesia menjadi salah satu negara dengan masyarakat pengguna Facebook yang besar. Penggunaan Facebook ternyata memberi banyak dampak positif dan negatif, terutama jika digunakan secara berlebihan.
Salah satu dampak negatif penggunaan Facebook berimbas pada penggunaan bahasa para remaja. Tampaknya bahasa yang digunakan itu merupakan bahasa yang biasa kita pakai sehari-hari atau campuran antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Dari bahasa yang digunakan ini ada sejumlah kosa kata yang dapat dipahami, tetapi ada yang tidak dapat dipahami.
Hal inilah yang sangat merisaukan masyarakat yang sama sekali tidak paham akan bahasa remaja ini sehingga menganggap bahwa mereka ini merusak bahasa Indonesia baku. Bahasa remaja memang tidak pernah tetap, atau dengan kata lain selalu berganti-ganti, sesuai dengan sifat remaja itu sendiri yang memang belum mapan. Perubahannya itu tidak dapat diramalkan, juga tidak oleh para remaja itu sendiri.
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa remaja yang digunakan oleh sebagian remaja, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Beberapa tahun terakhir ini telah banyak peneliti yang tertarik untuk meneliti fenomena bahasa yang terjadi pada para remaja, diantaranya ada yang menelitinya
(9)
melalui sms gaul, seperti yang dilakukan oleh Djatmika (2009) dan Morelent (2009). Dalam penelitian Djatmika, bahasa gaul yang terdapat dalam sms itu dikaji dari sisi semiotis. Di situ terungkap bahwa bahasa gaul dalam sms memiliki 5 pola dan konstruksi sebagai berikut a) kombinasi huruf dan angka; b) konstruksi kata dengan menggunakan angka; c) konstruksi kata dengan penggunaan simbol matematika; d) penggunaan tanda baca untuk menyusun sebuah kata; dan e) pembentukan kata dengan eksploitasi huruf kapital dan non kapital yang tidak terpola. Morelent mengkajinya dari segi grafologis, sintaksis, dan psikolinguistik.
Selain kedua peneliti di atas, terdapat juga kajian lain yang dilakukan oleh Damaianti (2009) yang mengupas mengenai bahasa prokem dilihat dari segi kosa katanya. Sementara itu, penelitian ini akan mengkaji pemakaian ragam bahasa remaja dalam media jejaring sosial Facebook ditelaah dari segi morfologis.
1.2Identifikasi Masalah
Remaja sebagai suatu kelompok memiliki perbedaan dengan kelompok-kelompok lainnya, seperti kelompok orang tua, anak-anak, cendekia (intelektual), ibu-ibu, dan sebagainya. Ada berbagai identitas yang membedakan mereka dengan kelompok masyarakat lainnya, seperti cara berpakaian, cara bergaul, dan bertingkah laku. Salah satu perilaku yang cukup menonjol yang mencirikannya berbeda dengan kelompok lain adalah bahasa yang digunakannya. Sebagai akibatnya di dalam masyarakat mana pun yang memiliki kelompok remaja akan ditemui jenis bahasa yang lazim digunakan di antara mereka sebagai bahasa pergaulan di luar lingkup situasi yang formal.
(10)
Remaja sering menggunakan bahasa spesifik yang dikenal dengan bahasa gaul di dalam komunikasinya sehari-hari. Piaget (dalam http//id.wikipedia.org/wiki/bahasagaul) memaparkan bahwa remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut dengan tahap formal operasional. Piaget menambahkan, bahwa tahapan ini merupakan tahapan tertinggi dalam perkembangan kognitif manusia. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja juga mengalami peningkatan pesat. Kosa kata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik yang lebih kompleks.
Menurut Owen (dalam http//id.wikipedia.org/wiki/bahasagaul), remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka mulai menyukai penggunaan majas metafora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul.
Secara lingual perbedaan bahasa remaja dengan anggota kelompok masyarakat yang lain, dapat dilihat dalam berbagai tataran kebahasaannya, seperti tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, dan tataran leksikon, bahkan mungkin tataran yang lebih tinggi, seperti paragraf dan wacana.
Masyarakat sebagai lingkungan tersier (ketiga) adalah lingkungan terluas bagi remaja sekaligus paling banyak menawarkan piulihan. Terutama dengan maju pesatnya teknologi komunikasi massa, maka hampir-hampir tidak ada batas-batas geografis, etnis, politis maupun sosial antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain (Sarwono, 2010: 159). Masih menurut Sarwono (2010) bahasa remaja (kata-katanya diubah-ubah sedemikian rupa sehingga hanya bisa dimengerti di antara mereka) bisa dipahami oleh
(11)
hampir seluruh remaja di tanah air yang terjangkau oleh media massa, padahal istilah– istilah tersebut berkembang, berubah, dan bertambah hampir setiap hari.
Teknologi komunikasi massa yang mempunyai andil paling besar dalam memperkenalkan bahsa remaja adalah media elektronik, salah satunya melalui internet. Khusus untuk penggunaan internet, saat ini banyak remaja yang menggunakan situs jejaring sosial Facebook sebagai sarana mereka untuk bersosialisasi dan berkomunikasi. Penulis melihat ada gaya bahasa tertentu yang digunakan para remaja itu dalam berkomunikasi.
Ragam bahasa remaja dalam Facebook merupakan kreativitas dalam bahasa yang dilatarbelakangi oleh faktor sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat penggunanya. Faktor sosial itu berdasarkan pada usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, profesi, dan sebagainya. Penerapan bahasa remaja dalam Facebook belum banyak diketahui oleh orang lain di luar pemakainya sebab bahasa remaja memiliki karakteristik tertentu yang hanya berlaku pada bahasa tersebut dan diketahui oleh penggunanya.
Ada berbagai pemakaian kata dalam bahasa remaja pada Facebook, misalnya pemakaian kata hbd, brownis, japri, curcol, lola, lagdim, maksi, tpaksa, ngedengerin, lupain, harkos dan sebagainya. Bahasa unik ini sudah terlanjur membudaya khususnya di kalangan anak-anak remaja. Mereka gemar menyingkat kata, sesuka hatinya mereka membuat perbendaharaan kata sendiri dan tak ada yang mampu menerjemahkan bahasa aneh ini selain mereka.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis melihat penggunaan bahasa remaja ini memiliki banyak kemenarikan jika dicermati secara mendalam. Oleh karena
(12)
itu pada penelitian ini, penulis memutuskan akan mengkaji ragam bahasa remaja dalam media jejaring sosial Facebook ditinjau dari sisi morfologi, khususnya yang berkenaan dengan afiksasi dan abreviasi. Selain itu penulis juga ingin mengetahui bagaimana ciri ragam bahasa remaja kaitannya dengan tingkat pendidikan formal mereka.
1.3Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses morfologis bahasa remaja dalam Facebook yang berkaitan dengan afiksasi?
2. Bagaimana proses morfologis bahasa remaja dalam Facebook yang berkaitan dengan abreviasi?
3. Bagaimana ciri ragam bahasa remaja kaitannya dengan tingkat pendidikan formal mereka?
1.4Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah yang terurai di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan dan mengetahui proses morfologis bahasa remaja dalam Facebook yang berkaitan dengan afiksasi
2. Mendeskripsikan dan mengetahui proses morfologis bahasa remaja dalam Facebook yang berkaitan dengan abreviasi.
3. Mendeskripsikan dan mengetahui ciri ragam bahasa remaja kaitannya dengan tingkat pendidikan formal mereka. .
(13)
1.5 Manfaat Penelitian
Secara operasional, manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat teoristis yang diharapkan dapat memperkaya kajian linguistik khususnya tentang ragam bahasa, serta dapat menghasilkan deskripsi mengenai bahasa remaja.
2. Manfaat praktis yang dapat diharapkan dari penelitian ini bagi guru khususnya yaitu untuk bahan pengajaran; bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah pemahaman berbagai ragam bahasa di dalam masyarakat, dan bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi awal dalam penelitian lain khususnya bidang morfologi.
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini disebabkan oleh karena data yang terkumpul dan dianalisis dipaparkan secara deskriptif. Menurut Whitney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 2005: 55).
Jadi, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan yang berkaitan dengan ragam bahasa remaja.
(14)
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul berupa kata-kata dan bukan dalam bentuk angka. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan lain bahwa penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif adalah (1) hasil penelitian ini disajikan melalui penjabaran tentang objek, (2) pengumpulan data dilakukan dengan dengan latar alamiah, dan (3) peneliti merupakan instrumen utama.
1.6.1Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini berupa kosakata, morfem, kata, dan frasa yang berwujud “status” dan komentar yang digunakan dalam berkomunikasi antar remaja pengguna Facebook. Data kajian diambil dalam jangka waktu 3 bulan (Juli-September 2011). Subjek penelitian pada penelitian ini adalah remaja pengguna Facebook. Adapun jumlah remaja pengguna Facebook yang akan diteliti sebanyak 30 orang, mulai dari tingkat SMP 10 orang, SMU 10 orang, dan Perguruan Tinggi 10 orang.
Pada tahap pertama, peneliti melakukan reduksi data (data reduction). Dalam tahap ini penulis melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.Sumber data diambil dari teks para remaja dalam wall Facebook mereka, berupa kosakata, morfem, kata, frasa, dan kalimat. Teks-teks tersebut kemudian dipisahkan dan digunakan sebagai data penelitian.
Kemudian pada tahap kedua, yaitu penyajian data (data display). Penulis mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. Dalam penyajian data ini penulis mengelompokan data berdasarkan proses morfologis yang terjadi, yakni yang berkaitan
(15)
dengan afiksasi dan abreviasi. Selain itu penulis juga mengelompokan proses morfologis itu berdasarkan tingkat pendidikan formal para remaja untuk mengetahui ciri ragam bahasa remaja
1.6.1 Teknik Analisis Data
Kajian ini berdasarkan teori morfologi. Data yang sudah dikumpulkan akan dideskripsikan dan diklasifikasikan berdasarkan (a) proses morfologis yang berkaitan dengan afiksasi, (b) proses morfologis yang berkaitan dengan abreviasi, dan (c) ciri ragam bahasa remaja yang kaitannya dengan tingkat pendidikan formal mereka.
1.8 Definisi Operasional
Definisi opersional penting ada dalam setiap penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman penafsiran terhadap istilah-istilah yang ada dalam sebuah penelitian. Adapun definisi operaional yang terdapat penelitian berjudul RAGAM BAHASA REMAJA: Studi Morfologis terhadap Pemakaian Bahasa oleh Remaja dalam Media Jejaring Sosial Facebook adalah :
1) Ragam bahasa remaja didefinisikan sebagai ragam bahasa yang digunakan oleh para remaja dalam Facebook.
2) Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
3) Studi morfologis adalah sebuah penelitian bahasa tentang struktur internal kata pada ragam bahasa remaja dalam Facebook.
(16)
4) Media jejaring sosial Facebook merupakan sebuah sarana komunikasi untuk memperluas pergaulan dan pertemanan dalam lingkup global yang terhubung melalui internet.
Demikian gambaran umum penelitian ini. Pada bab selanjutnya, akan dikemukakan telaah teori morfologis yang digunakan dalam penelitian ini.
(17)
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab ini menyajikan desain penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Sebagaimana telah dijelaskan dalam dua bab sebelumnya, penelitian ini menggunakan kerangka analitis morfologis yang meliputi analisis afiksasi dan abreviasi. Selain itu juga penulis akan mendeskripsikan bagaimana ciri ragam bahasa remaja kaitannya dengan tingkat pendidikan formal mereka Kemudian, temuan dan analisis tersebut akan diikuti oleh pembahasan dari hasil analisis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan prosedur kualitatif deskriptif yang bertujuan mencari keakuratan data kebahasaan apa adanya. Dalam hal ini sumber data sebagai objek yang akan diteliti harus benar asli keberadaannya, tidak ada penambahan, pengurangan dan pemanipulasian data dalam bentuk normal pendeskripsian sejumlah data. Jelas sekali bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk mengetahui keabsahan deskripsi data kebahasaan yang bersifat alami apa adanya.
Metode penelitian deskriptif memiliki beberapa ciri, antara lain (1) tidak mempermasalahkan benar atau salah objek yang dikaji, (2) penekanan pada gejala aktual atau pada yang terjadi pada saat penelitian dilakukan, dan (3) biasanya tidak diarahkan untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2002).
(18)
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 2002). Oleh karena itu studi ini dilakukan secara kualitatif melalui proses identifikasi dan klasifikasi ditentukan secara kualitatif berbasis kepada teori morfologi.
3.2Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini berupa kosakata, morfem, kata, frasa, dan kalimat yang berwujud “status” dan komentar yang digunakan dalam berkomunikasi antar remaja pengguna Facebook. Data kajian diambil dalam jangka waktu 3 bulan (Juli-September 2011). Dalam pengambilan sampelnya menggunakan purposive sampling, di mana semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel penelitian.
3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah remaja pengguna Facebook. Remaja dalam bahasa Latin adalah adolescence, yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental,emosional, social, dan fisik.
Romaine (1984) mengatakan bahwa masa remaja berkaitan dengan kebudayaan dan tidak mengacu pada periode waktu yang tetap. Batasan masa remaja pada setiap budaya berbeda-beda. Contohnya, di Amerika Serikat, seseorang dianggap remaja biasanya mulai sekitar usia 13 tahun, dan berakhir sekitar usia 18 tahun. Dalam bahasa
(19)
Inggris, remaja (adolescents) sering disebut teenagers atau teen, yang berasal dari akhiran kata bahasa Inggris thirteen sampai dengan nineteen.
Senada dengan pendapat Romaine, remaja menurut Hurlock (1991) didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Sementara itu, Seifert dan Hoffnung (1987), berpendapat periode ini umumnya dimulai sekitar usia 12 tahun hingga akhir masa pertumbuhan fisik, yaitu sekitar usia 20 tahun
Aristoteles (dalam Sarwono, 2010) membagi jiwa manusia yang dikaitkan dengan perkembangan fisiknya, ke dalam tiga tahap yang masing-masing berlangsung dalam kurun usia 7 tahunan. Tahap-tahap perkembangan jiwa menurut Aristoteles adalah sebagai berikut:
(1) 0-7 tahun: masa kanak-kanak (infancy) (2) 7-14 tahun: masa kanak-kanak (boyhood)
(3) 14-21 tahun: masa dewasa muda (young manhood)
Pandangan Aristoteles ini sampai sekarang masih berpengaruh pada dunia modern kita, antara lain dengan tetap dipakainya batas usia 21 tahun dalam kitab-kitab hukum di berbagai Negara, sebagai batas usia dewasa. Maka berdasarkan pendapat di atas, penulis berkesimpulan batasan masa remaja untuk penelitian ini dimulai dari usia 13 tahun sampai 20 tahun. Kemudian, penulis memilih subjek penelitian berdasarkan banyaknya penggunaan ragam bahasa gaul yang mereka gunakan sehingga memudahkan untuk mengumpulkan data untuk penelitian ini.
(20)
3.2.3 Instrumen Penelitian
Peneliti disebut sebagai human interest mana kala peneliti tersebut berperan sebagai instrument utama. Di dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai peneliti utama.
3.2.4 Prosedur Pengumpulan Data
Pada tahap pertama, peneliti melakukan reduksi data (data reduction). Dalam tahap ini penulis melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.Sumber data diambil dari teks para remaja dalam wall Facebook mereka, berupa kosakata, morfem, kata, frasa, dan kalimat. Teks-teks tersebut kemudian dipisahkan dan digunakan sebagai data penelitian.
Kemudian pada tahap kedua, yaitu penyajian data (data display). Penulis mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. Dalam penyajian data ini penulis mengelompokan data berdasarkan proses morfologis yang terjadi, yakni yang berkaitan dengan afiksasi dan abreviasi. Selain itu penulis juga mengelompokan proses morfologis itu berdasarkan jenjang pendidikan para remaja untuk mengetahui ciri ragam bahasa tersebut.
Sebagai contoh, untuk data afiksasi penulis mengumpulkan kata-kata yang mengadung prefiks, sufiks, dan konfiks. Berikut ini contoh pengumpulan data prefiks yang sudah dikelompokan ke dalam tabel:
(21)
Tabel
Proses Morfologis Bahasa Remaja yang Berkaitan dengan Prefiks
Kata Dasar Bahasa
Baku
Bahasa Gaul Konteks Pola
Perubahan Prefiks (a1) buka (a2) senyum terbuka tersenyum tbuka tsenyum
…td tuh tas gw dah tbuka gt aja…
…dia mah tsenyum aja, ga komentar…
ter- t-
(b1) rusak (b2) jauh merusak menjauh ngerusak ngejauh
...tar disangkanya aq yg ngerusak hub mrk…
…ga ngerti, tbtb cowonya
ngejauh…
meN- nge-
3.3 Teknik Analisis Data
Kajian ini berdasarkan pada teori morfologi. Data yang sudah dikumpulkan akan dideskripsikan dan diklasifikasikan berdasarkan (a) proses morfologis yang berkaitan dengan afiksasi, (b) proses morfologis yang berkaitan dengan abreviasi, (c) proses morfologis yang berkaitan dengan jenjang pendidikan para remaja pengguna bahasa gaul dalam Facebook,
Menurut Chaer (2008:25) proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekkan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi).
(22)
Penelitian ini tidak akan menganalisis semua proses morfologis yang terjadi, melainkan hanya proses afiksasi dan abreviasi saja. Dalam proses afiksasi penulis akan menganalisis prefiks, sufiks, dan konfiks yang terjadi pada bahasa gaul ini. Kemudian pada proses abreviasi akan terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama penulis akan menganalisis perihal singkatan, kedua perihal akronim, dan yang ketiga perihal kontraksi. Selain itu pada bagian terakhir, penulis akan menganalisis ciri ragam bahasa remaja kaitannya dengan tingkat pendidikan formal mereka..
Berikut ini contoh analisis prefiks ter- berubah menjadi t-: (a1) buka terbuka tbuka
ter- + buka terbuka
(-) /e/ dan /r/ tbuka
Jika dilihat dari urutan fonemnya, penghilangan fonem pada prefiks ter- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:
Pola:
/t/ /e/ /r/ + f1f2f3f4fn /t/ /e/ /r/ + f1f2f3f4fn /t/ f1f2f3f4fn prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul
( i ) ( ii )
keterangan:
(i) proses morfologis bahasa baku prefiks ter- dilekatkan pada kata dasar (ii) proses morfologis bahasa gaul
(23)
3.4. Langkah-Langkah Penelitian
Berdasarkan metode dan analisis yang digunakan, maka langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan wall Facebook para remaja yang dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok remaja SMP, kelompok remaja SMA, dan kelompok remaja Perguruan Tinggi.
b. Membaca dan memilih kata, frasa, dan kalimat yang mengandung proses mofologis, dalam hal proses afiksasi dan abreviasi
c. Malakukan pengelompokan data ke dalam tabel afiksasi d. Melakukan pengelompokan ke dalam tabel abreviasi
e. Menggabungkan data afiksasi dan abreviasi ke dalam tabel jenjang pendidikan f. Melakukan analisis proses afiksasi
g. Melakukan analisis proses abreviasi
h. Melakukan analisis proses morfologis yang terjadi berdasarkan jenjang pendidikan para remaja
i. Melakukan pembahasan berdasarkan seluruh hasil analisis untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Demikianlah metode penelitian ini. Bab selanjutnya membahas temuan penelitian ini melalui analisis data dengan proses yang telah dikemukakan.
(24)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menelaah ihwal penggunaan bahasa remaja dalam Facebook. Temuan dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya merupakan dasar dalam menyusun simpulan pada bab ini. Proses morfologis yang terjadi, khususnya yang berkaitan dengan afiksasi dan abreviasi dalam bahasa remaja ini, serta pengaruh jenjang pendidikan terhadap proses morfologis bahasa mereka menjadi poin utama yang dihadirkan pada bab ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
5.1 Simpulan
Bahasa gaul banyak digunakan kaum remaja, pada umumnya digunakan penuturannya untuk berkomunikasi dengan sesama dalam keadaan santai dan berfungsi untuk menjalin keakraban. Bahasa gaul ini memiliki kosa kata yang beragam hasil kreativitas afiksasi dan abreviasi.
Pada afiksasi terdapat pola perubahan dalam prefiks, sufiks, dan konfiks. Perubahan prefiks ter- menjadi t-, lalu prefiks meN- menjadi nge-, ng-, dan ny- dapat dijadikan kaidah bahwa ter- akan berubah menjadi t-, lalu meN- akan berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Apabila dibandingkan dengan bahasa Indonesia baku, tidak terdapat prefiks t-, nge-, ng- dan ny-. Sehingga bisa dijadikan kaidah bahwa prefiks t-, nge-, ng-, dan ny- menampung prefiks ter- dan meN- dalam ragam bahasa gaul remaja. Begitu juga halnya dengan sufiks –in menampung sufiks –i dan –kan, serta konfiks meN-kan dan
(25)
meN-i. Kaidah yang terakhir bahwa konfks ng-in, dan nge-in menampung konfiks meN-kan dalam ragam bahasa gaul remaja. Selain itu penulis melihat perubahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pelafalan, penekanan maksud tuturan, memberi kesan santai dan akrab. Sedangkan dalam hal abreviasi terdapat pola yang beragam, yaitu 3 pola singkatan, 8 pola akronim, dan 6 pola kontraksi.
Berdasarkan hasil temuan pada penelitian ini, penulis berkesimpulan sebagai berikut:
(1) Beragamnya pola afiksasi dan abreviasi yang ditemukan mencirikan bahwa pola morfologis bahasa remaja Facebook itu sangat beragam.
(2) Pola proses morfologis bahasa remaja Facebook ini dominan mengalami reduksi. Para remaja memiliki pola mindset yang sama yaitu selalu mengurangi kosakata mereka.
(3) Meskipun menyimpang dari pola baku, sebagian besar kosa kata bahasa remaja ini tetap memiliki pola dan aturan sendiri.
(4) Dilihat dari produktivitasnya, ada beberapa pola yang kerap muncul. Pada afiksasi, pola yang sering muncul adalah prefiks nge-, ng-, sufiks –in, dan konfiks ng-in. Untuk abreviasi para remaja dominan menggunakan pola 2, 5, 6 untuk akronim dan pola 1, 2, dan 4 untuk kontraksi.
(5) Selama remaja masih ada maka bahasa remaja akan tetap ada.
(6) Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka akan semakin kaya dan kreatif kata-kata yang mereka gunakan, sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin sedikit dan sederhana kata-kata yang mereka gunakan.
(26)
(7) Biasanya bahasa remaja akan mengalami masa “pasang-surut”, tiap generasi memiliki selera dan dinamikanya sendiri. Hal ini tidak perlu dipersoalkan secara serius sebagai sebuah ancaman rusaknya tatanan bahasa, karena hanya bersifat sementara, datang dan pergi dan selalu akan begitu. Bahasa gaul hanya digunakan sebagai bahasa komunitas kaum muda usia yang mencoba membangun solidaritas dan bertahan ditengah-tengah jaman yang semakin cepat berlari.
. 5.2 Saran
Remaja itu bagian penting dari generasi yang harus dipersiapkan untuk masa depan Indonesia. Oleh karena itu untuk memahami apa dan bagaimana kehidupan remaja perlu dilakukan berbagai penelitian terhadap bahasa yang biasa mereka gunakan untuk berkomunikasi antar sesamanya..
Penelitian ini baru terbatas pada proses afiksasi dan abreviasi. Masih banyak segi yang bisa diungkap dari ragam bahasa remaja ini, misalnya proses metatesis. Selain itu bisa juga dilihat dari perspektif lain, seperti fonologi, sintaksis, semantik, atau pragmatik.
5.3 Penutup
Demikianlah semua hasil tulisan tesis ini. Akhir kata, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi orang yang membaca dan yang memerlukan pembahasan mengenai bahasa gaul, khususnya pembahasan bahasa gaul remaja dalam Facebook.
(27)
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. C. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
--- dan Leoni Agustina.1995. Suatu Pengantar Sosioinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Alwi, Hasan dll. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek – Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Blommfield, Leonard. 1933. Language. New York: Rinehart and Winston. Chaer, Abdul. 1993. Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
---. 2003. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharata. ---. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
--- dan Leoni Agustina.1995. Suatu Pengantar Sosioinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Damaianti, V.S. 2009. Bahasa Prokem: Variasi Bahasa Kaum Remaja. Artikel dalam Bahasa Sastra Indonesia di Tengah Arus Global. halaman 20-27. Bandung: Jurdiksastria FPBS UPI.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Djatmika. 2009. SMS Gaul Sebagai Sebuah Kasus Permainan Bahasa di Kalangan Remaja. Jakarta: PKKB Unika Atma Jaya.
Fiske, John. 1995. Understanding Popular Culture. London; New York: Routledge.
Fromkin, Victoria dan Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (Edisi ke-6). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
Gummere, J.F. and Amabel Horn. 1955. Using Latin. Chicago: Scott, Foresman and Company.
(28)
Hockett, C.F. 1958. A Course in Modern Linguistics. New York: MacMillan.
Hurrolck. 1991 dalam http://annisakarliana.blog.com/2010/01/06/pengertian-remaja/ (diakses tanggal 26 Januari 2012).
Katamba, Francis. 1993. Modern Linguistics: Morphology. London: The Macmillan Press Ltd.
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Kridalaksana, Harimukti dll. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta:Gramedia.
---. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Malmkjaer. Kristen.1991. The Linguistic Encyclopaedia. London: Routledge
Moralent, Yetty. 2009. Bahasa SMS Dari Segi Grafologis, Sintaksis, dan Psikolinguistik. Artikel dalam Prosiding Kolita 7, hal 269-272. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atmajaya Jakarta
Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Norrby, Katrin dan Wirdenas, Karolina. 2003. “Swedish youth discourse: On Performing
Relevant selves in interaction.” Dalam Discourse Construction of Youth Identities, ed. Jannis Androutsopolous dan Alexandra Georgakopolou, 247-278. Amsterdam, Philadelphia: Routledge.
O’Grady, William, Michael Dobrovolsky and Francis Katamba. 1996. Contemporary Linguistic: an Introduction.. London and New York: Longman.
Papalia, D.E., Olds, S.W.,Feldman, R.D. 2004. Human Development (9th edition). Boston: McGraw Hill Company, Inc.
Pateda. Mansyur. 1987. Sosiolunguistik. Bandung: Angkasa.
(29)
Quirk, Randolph. 1990. Language Varieties and Standard Language. Dalam The Language Ethnicity and Race Readers, ed. Roxy Harris dan Ben Rampton (2003), 97-106. London: Routledge.
Rahardi, R. K. 2009. Bahasa Prevoir Budaya.Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Ramlan. 1985. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono.
Riasa, Nyoman dalam http://www.mocoe.wordpress.com/2010/10/06/pengaruh-bahasa-gaul-remaja-terhadap-bahasa-indonesia/. (diakses tanggal 16 Februari 2012). Romaine, Suzanne. 1984. The Language of Children and Adolescent: The Acquisition of
Communicative Competence. Oxford: Basil Blackwell
Rosidi, Ajip. 2010. Akhiran –in. Artikel dalam harian Umum Pikiran Rakyat. Bandung.
Sarwono, S. W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Seifert & Hoffnung.1987 dalam http://id-id.facebook.com/permalink.php?story_ fbid=215802670387&id=213116268170 (diakses tanggal 3 Februari 2012).
Subiyatningsih, Foriyani. 2007. Karakteristik Bahasa Remaja: Kasus Rubrik Remaja “DETEKSI” dalam Harian Jawa Pos. Artikel Jurnal Humaniora Volume XIX, No. 2/2007 (http://jurnal-humaniora.ugm.ac.id/karyadetail.php?id=158, diakses tanggal 20 Maret 2012)
Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: PustakaPelajar. Whitney, F.L. 1960. The Elements of Research. Asian eds. Osaka: Overseas Book.Co.
Wijana, I Dewa Putu. 2010. Bahasa Gaul Remaja Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
http://simple.wikipedia.org/wiki/Adolescence (diakses tanggal 1 Januari 2012). http://id.wikipedia.org/wiki/bahasagaul (diakses tanggal 10 Januari 2012).
http://tekno.kompas.com/read/2011/12/30/09322836/5.Prediksi.Social.Media.di.2012 (diakses tanggal 8 Agustus 2012).
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=132001396837183 (diakses tanggal 8 Agustus 2012)
(1)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menelaah ihwal penggunaan bahasa remaja dalam Facebook. Temuan dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya merupakan dasar dalam menyusun simpulan pada bab ini. Proses morfologis yang terjadi, khususnya yang berkaitan dengan afiksasi dan abreviasi dalam bahasa remaja ini, serta pengaruh jenjang pendidikan terhadap proses morfologis bahasa mereka menjadi poin utama yang dihadirkan pada bab ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
5.1 Simpulan
Bahasa gaul banyak digunakan kaum remaja, pada umumnya digunakan penuturannya untuk berkomunikasi dengan sesama dalam keadaan santai dan berfungsi untuk menjalin keakraban. Bahasa gaul ini memiliki kosa kata yang beragam hasil kreativitas afiksasi dan abreviasi.
Pada afiksasi terdapat pola perubahan dalam prefiks, sufiks, dan konfiks. Perubahan prefiks ter- menjadi t-, lalu prefiks meN- menjadi nge-, ng-, dan ny- dapat dijadikan kaidah bahwa ter- akan berubah menjadi t-, lalu meN- akan berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Apabila dibandingkan dengan bahasa Indonesia baku, tidak terdapat prefiks t-, nge-, ng- dan ny-. Sehingga bisa dijadikan kaidah bahwa prefiks t-, nge-, ng-, dan ny- menampung prefiks ter- dan meN- dalam ragam bahasa gaul remaja. Begitu juga halnya dengan sufiks –in menampung sufiks –i dan –kan, serta konfiks meN-kan dan
(2)
meN-i. Kaidah yang terakhir bahwa konfks ng-in, dan nge-in menampung konfiks meN-kan dalam ragam bahasa gaul remaja. Selain itu penulis melihat perubahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pelafalan, penekanan maksud tuturan, memberi kesan santai dan akrab. Sedangkan dalam hal abreviasi terdapat pola yang beragam, yaitu 3 pola singkatan, 8 pola akronim, dan 6 pola kontraksi.
Berdasarkan hasil temuan pada penelitian ini, penulis berkesimpulan sebagai berikut:
(1) Beragamnya pola afiksasi dan abreviasi yang ditemukan mencirikan bahwa pola morfologis bahasa remaja Facebook itu sangat beragam.
(2) Pola proses morfologis bahasa remaja Facebook ini dominan mengalami reduksi. Para remaja memiliki pola mindset yang sama yaitu selalu mengurangi kosakata mereka.
(3) Meskipun menyimpang dari pola baku, sebagian besar kosa kata bahasa remaja ini tetap memiliki pola dan aturan sendiri.
(4) Dilihat dari produktivitasnya, ada beberapa pola yang kerap muncul. Pada afiksasi, pola yang sering muncul adalah prefiks nge-, ng-, sufiks –in, dan konfiks ng-in. Untuk abreviasi para remaja dominan menggunakan pola 2, 5, 6 untuk akronim dan pola 1, 2, dan 4 untuk kontraksi.
(5) Selama remaja masih ada maka bahasa remaja akan tetap ada.
(6) Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka akan semakin kaya dan kreatif kata-kata yang mereka gunakan, sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin sedikit dan sederhana kata-kata yang mereka gunakan.
(3)
(7) Biasanya bahasa remaja akan mengalami masa “pasang-surut”, tiap generasi memiliki selera dan dinamikanya sendiri. Hal ini tidak perlu dipersoalkan secara serius sebagai sebuah ancaman rusaknya tatanan bahasa, karena hanya bersifat sementara, datang dan pergi dan selalu akan begitu. Bahasa gaul hanya digunakan sebagai bahasa komunitas kaum muda usia yang mencoba membangun solidaritas dan bertahan ditengah-tengah jaman yang semakin cepat berlari.
. 5.2 Saran
Remaja itu bagian penting dari generasi yang harus dipersiapkan untuk masa depan Indonesia. Oleh karena itu untuk memahami apa dan bagaimana kehidupan remaja perlu dilakukan berbagai penelitian terhadap bahasa yang biasa mereka gunakan untuk berkomunikasi antar sesamanya..
Penelitian ini baru terbatas pada proses afiksasi dan abreviasi. Masih banyak segi yang bisa diungkap dari ragam bahasa remaja ini, misalnya proses metatesis. Selain itu bisa juga dilihat dari perspektif lain, seperti fonologi, sintaksis, semantik, atau pragmatik.
5.3 Penutup
Demikianlah semua hasil tulisan tesis ini. Akhir kata, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi orang yang membaca dan yang memerlukan pembahasan mengenai bahasa gaul, khususnya pembahasan bahasa gaul remaja dalam Facebook.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. C. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
--- dan Leoni Agustina.1995. Suatu Pengantar Sosioinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Alwi, Hasan dll. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek – Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Blommfield, Leonard. 1933. Language. New York: Rinehart and Winston. Chaer, Abdul. 1993. Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
---. 2003. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharata. ---. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
--- dan Leoni Agustina.1995. Suatu Pengantar Sosioinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Damaianti, V.S. 2009. Bahasa Prokem: Variasi Bahasa Kaum Remaja. Artikel dalam Bahasa Sastra Indonesia di Tengah Arus Global. halaman 20-27. Bandung: Jurdiksastria FPBS UPI.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Djatmika. 2009. SMS Gaul Sebagai Sebuah Kasus Permainan Bahasa di Kalangan Remaja. Jakarta: PKKB Unika Atma Jaya.
Fiske, John. 1995. Understanding Popular Culture. London; New York: Routledge.
Fromkin, Victoria dan Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (Edisi ke-6). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
Gummere, J.F. and Amabel Horn. 1955. Using Latin. Chicago: Scott, Foresman and Company.
(5)
Hockett, C.F. 1958. A Course in Modern Linguistics. New York: MacMillan.
Hurrolck. 1991 dalam http://annisakarliana.blog.com/2010/01/06/pengertian-remaja/ (diakses tanggal 26 Januari 2012).
Katamba, Francis. 1993. Modern Linguistics: Morphology. London: The Macmillan Press Ltd.
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Kridalaksana, Harimukti dll. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta:Gramedia.
---. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Malmkjaer. Kristen.1991. The Linguistic Encyclopaedia. London: Routledge
Moralent, Yetty. 2009. Bahasa SMS Dari Segi Grafologis, Sintaksis, dan Psikolinguistik. Artikel dalam Prosiding Kolita 7, hal 269-272. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atmajaya Jakarta
Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Norrby, Katrin dan Wirdenas, Karolina. 2003. “Swedish youth discourse: On Performing
Relevant selves in interaction.” Dalam Discourse Construction of Youth Identities, ed. Jannis Androutsopolous dan Alexandra Georgakopolou, 247-278. Amsterdam, Philadelphia: Routledge.
O’Grady, William, Michael Dobrovolsky and Francis Katamba. 1996. Contemporary Linguistic: an Introduction.. London and New York: Longman.
Papalia, D.E., Olds, S.W.,Feldman, R.D. 2004. Human Development (9th edition). Boston: McGraw Hill Company, Inc.
Pateda. Mansyur. 1987. Sosiolunguistik. Bandung: Angkasa.
(6)
Quirk, Randolph. 1990. Language Varieties and Standard Language. Dalam The Language Ethnicity and Race Readers, ed. Roxy Harris dan Ben Rampton (2003), 97-106. London: Routledge.
Rahardi, R. K. 2009. Bahasa Prevoir Budaya.Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Ramlan. 1985. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono.
Riasa, Nyoman dalam http://www.mocoe.wordpress.com/2010/10/06/pengaruh-bahasa-gaul-remaja-terhadap-bahasa-indonesia/. (diakses tanggal 16 Februari 2012). Romaine, Suzanne. 1984. The Language of Children and Adolescent: The Acquisition of
Communicative Competence. Oxford: Basil Blackwell
Rosidi, Ajip. 2010. Akhiran –in. Artikel dalam harian Umum Pikiran Rakyat. Bandung.
Sarwono, S. W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Seifert & Hoffnung.1987 dalam http://id-id.facebook.com/permalink.php?story_ fbid=215802670387&id=213116268170 (diakses tanggal 3 Februari 2012).
Subiyatningsih, Foriyani. 2007. Karakteristik Bahasa Remaja: Kasus Rubrik Remaja “DETEKSI” dalam Harian Jawa Pos. Artikel Jurnal Humaniora Volume XIX, No. 2/2007 (http://jurnal-humaniora.ugm.ac.id/karyadetail.php?id=158, diakses tanggal 20 Maret 2012)
Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: PustakaPelajar. Whitney, F.L. 1960. The Elements of Research. Asian eds. Osaka: Overseas Book.Co.
Wijana, I Dewa Putu. 2010. Bahasa Gaul Remaja Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
http://simple.wikipedia.org/wiki/Adolescence (diakses tanggal 1 Januari 2012). http://id.wikipedia.org/wiki/bahasagaul (diakses tanggal 10 Januari 2012).
http://tekno.kompas.com/read/2011/12/30/09322836/5.Prediksi.Social.Media.di.2012 (diakses
tanggal 8 Agustus 2012).
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=132001396837183 (diakses tanggal 8 Agustus 2012)