Citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini : tinjauan sosiologi sastra.

(1)

x ABSTRAK

Wismayanto, Dwiantoro. 2009. Citra Wanita Bali dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini. Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi S1. Yogyakarta. Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini mengkaji citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini. Penelitian ini bertujuan pertama, mendeskripsikan unsur tokoh dan latar. Kedua, mendeskripsikan citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Melalui pendekatan ini dapat diketahui bahwa citra wanita Bali dalam novel Kenanga tidak dapat lepas dari hubungan wanita Bali dengan lingkungannya yaitu budaya Bali serta interaksi dengan tiap manusia pendukungnnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan langkah sebagai berikut: pertama, menganalisis tokoh dan latar. Kedua, menggunakan analisi pertama untuk memahami lebih dalam lagi citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini.

Dari hasil analisis novel Kenanaga karya Oka Rusmini dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah Kenaga. Tokoh tambahan dalam novel Kenanga Karya Oka Rusmini adalah. Intan, Bhuana, Kencana, Galuh, Ratu Aji (Ayah Kenanga), Ratu Ayu ( Ibu Kenanga), Tuniang Meme (Nenek Kenanga), Regina, Prof. Rahyuda, Jero Kemuning, Mahendra, Doglar Dayu Sari, Profesor Hiroshi Ozu, Meme Made, Biang Logaya, Dayu Gelung, Dayu Putu, Dayu Made, dayu Ratna, Tuniang Kendran Tokoh protagonis dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah Kenaga. Sedangkan tokoh antagonisnya adalah kasta. Teknik pelukisan tokoh mengunakan teknik analitis. Latar tempat adalah Bali dan Yogyakarta. Latar waktu adalah antara tahun 1989 hongga 1990-an. Latar sosial dalam novel Kenanga adalah para tokoh merupakan keturunan Brahmana. Mereka beragama Hindu-Bali. Dari sisi pendidikan mereka adalah kaum terpelajar. Mereka berpendidikan tinggi. Hal tersebut, dilihat juga dari profesi bebrapa tokoh yang adalah seorang dosen..

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini dibagi dalam citra diri dan citra sosial. Citra diri antara lain citra wanita Bali dalam hal pendidikan, kecantikan fisik, citra wanita Bali yang lemah, ambisius, munafik, kalah, mengagung-agungkan kebrahmanaan, menghargai keperawanan, berani. Citra sosial antara lain dalam hal ekonomi digambarkan sebagai wanitai yang suka bekerja keras mau bekerja macam– macam serta memiliki kesetaraan dengan pria, dalam hal keagamaan terampil membuat dan mempersiapkan sesaji, dalam mengasuh anak wanita menekankan wanita brahnana hendaknya menikah dengan lelaki brahmana, pilih kasih terhadap anak, memegang peranan dalam rumah tangga, peran dalam masayarakat kurang dihargai dari pada lelaki. Hal tersebut, dlihat dari anak yang diharapkan lahir adalah anak lelaki. Citra wanita Bali yang curang dalam mendapatkan suatu hal. Iri terhadap wanita yang lain.


(2)

xi ABSTRACT

Wismayanto, Dwiantoro.2009. “Balinese Women Image In The Novel Kenanga By Oka Rusmini. Literature Sosilogical Review”. S1 Thesis. Yogyakarta. Indonesia Literatue. Faculty of Literature. Sanata Dharma University. This research analyses Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini. The purposes of this research: first, to describe the characters and settings. Second, to describe Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini.

The approach that is used in this research is literature sociology approach. From this approach, it can be found that Balinese women image in the novel Kenanga can not be separated from the relation betwen Balinese women and their surrounding, that are Balinese culture it self and the interaction with each supporting people.

The method that is used in this research is descriptive method, with the following step; first, analyzing the characters and settings. Second, using first analysis to understand deeper Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini.

From the results of novel Kenanga analysis by Oka Rusmini are the main character in the novel Kenaga by Oka Rusmini is Kenanga. Additional characters in the novel Kenanga by Oka Rusmini are.Intan, Bhuana, Kencana, Galuh, Ratu Aji (Kenanga’s Father ), Ratu Ayu (Kenanga’s Mother), Tuniang Meme (Kenanga’s Grandma), Regina, Prof.. Rahyuda, Jero Kemuning, Mahendra, Dayu Doglar Sari, Professor Hiroshi Ozu, Meme Made, prickly Logaya, Dayu bun, Dayu Putu, Made Dayu, Dayu Ratna, Tuniang Kendran The protagonist character in the novel Kenanga by Oka Rusmini is Kenanga and the antagonist one is kasta. Character delineation technique using analytical techniques. Background places are Bali and Yogyakarta. Setting time is between 1989 to 1990s. The social background of the novel Kenanga is the characters are the descendants of Brahmins. They were Hindu-Balinese. From the side of them education is the intelligentsia. They are highly educated. This, seen also from the profession and keeping the figure is a lecturer .

The result of this research show that Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini divided in self image and social image. Self image are Balinese women in education matters, phisical beauty, weak image, ambitius women, hypocrite, loser, adore brahmin, highly virginity, and caurageous. Social image are; in economical metters they are described are hard workers. They are willing to work anything and have the same right with men. In religious matters they are skillful in making and preparing sacrifice; in nurturing children, Balinese stress that Brahmins should marry Brahmans; un fair in giving affection to ward their children; hold roles in household; their roles in the society is less respected it can be seen that they always hope for baby boys. Balinese women image that is tricly to get something; jealous to other women.


(3)

i

CITRA WANITA BALI DALAM NOVEL KENANGA KARYA OKA RUSMINI

(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

F.X. Dwiantoro Wismayanto NIM : 014114054

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Luangkan waktu untuk melakukan apa yang harus kalian lakukan dan lakukanlah sekarang juga. (Mannering)

Skripsi ini ku persembahkan kepada: Ayahku Ag.Sukamdi Ibuku Alm. Y. Suginem Keterlambatan ini Bukan karena kutak berbakti Tetapi karena hidup laksana pelangi..


(9)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan anugerahnya, penilis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Citra Wanita Bali dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini Tinjauan Sosiologi Sastra yang disusun untuk memenuhi salah satu sysrat untuk memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat selesai karena dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. B Rahmanto, M. Hum. selaku pembimbing I dan Kaprodi Sastra Indonesia yang dengan penuh kesabaran memberi dorongan, bimbingan, dan masukan sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M. Hum. selaku pembimbing II yang dengan

penuh kesabaran membimbing, mendorong, dan mengigatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi sehinga sekripsi ini dapat terselesaiakan.

3. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum. Selaku Dekan Fakultas Sastra atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaiakan skripsi.

4. Bapak/Ibu staf pengjajar Program Studi Sastra Indonesia yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis.


(10)

viii

5. Staf sekretariat Fakultas Sastra atas segala kemudahan dan bantuan yang diberikan kepda penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Segenap karyawan perpustakaan Universitas Sanata Dharma atas bantuanya dalam peminjaman buku-buku untuk kelancaran skripsi ini. 7. Kedua orang tuang tuaku, Bapak Ag Sukamdi dan Alm. Ibu Y. Suginem

untuk kasih sayang, pengorbanan, harapan, dan perhatian yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaiakan.

8. Mas Dicky dan Mbak Eny untuk dukungan, semangat yang diberikan kepada penulis. Terima kasih juga si kecil Amara atas kelucuannya.

9. Teman-teman dekatku Rizki, Neny, Loren, Nita, Nova, Mbak Lani, Ika, Gandhi, Jumy yang tak pernah lelah memantau, mempertanyakan perkembangan skripsiku. Terima kasih juga untuk Ari dan Yona atas dorongan semangat dan pinjaman monitornya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga kepada Yaya untuk waktu yang telah diluangkan, bantuan, diskusi, semangat yang diberikan kepada penulis. “Diutamake sing penting lan berguna kanggo masa depan...” kata-kata itu selalu terngiang-ngiang ditelinga penulis selama penulisan skripsi. Terima kasih.

10.Teman-teman Satra Indonesia Gesta, Atik, Zita, Triyani, Yuni, Antok, Agung, Indah, Kenas, Novi, Asteria, Andi, Dwi S, Hary, Haryo, Feli Prapto, Lia, Linda, Demetria, Sigit, Hendro, Eko, untuk diskusi kecil namun sangat berarti bagi penulis, dorongan semangat yang teman-teman


(11)

ix

berikan. Teman-teman di saat-saat terakhir skripsi Eny, Adi, Aji, Fitri untuk diskusi, semangat dan informasinya.

11.Teman-teman mudika St Heribertus dan Andreas untuk pengertianya 12.Lusia Erva W untuk pengertiannya, perhatian yang begitu besar, dorongan,

semangat yang diberikan kepada penulis.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Walaupun skripsi ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak segala kekurangan adalah tangung jawab penulis.

Penulis


(12)

x ABSTRAK

Wismayanto, Dwiantoro. 2009. Citra Wanita Bali dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini. Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi S1. Yogyakarta. Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini mengkaji citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini. Penelitian ini bertujuan pertama, mendeskripsikan unsur tokoh dan latar. Kedua, mendeskripsikan citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Melalui pendekatan ini dapat diketahui bahwa citra wanita Bali dalam novel Kenanga tidak dapat lepas dari hubungan wanita Bali dengan lingkungannya yaitu budaya Bali serta interaksi dengan tiap manusia pendukungnnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan langkah sebagai berikut: pertama, menganalisis tokoh dan latar. Kedua, menggunakan analisi pertama untuk memahami lebih dalam lagi citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini.

Dari hasil analisis novel Kenanaga karya Oka Rusmini dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah Kenaga. Tokoh tambahan dalam novel Kenanga Karya Oka Rusmini adalah. Intan, Bhuana, Kencana, Galuh, Ratu Aji (Ayah Kenanga), Ratu Ayu ( Ibu Kenanga), Tuniang Meme (Nenek Kenanga), Regina, Prof. Rahyuda, Jero Kemuning, Mahendra, Doglar Dayu Sari, Profesor Hiroshi Ozu, Meme Made, Biang Logaya, Dayu Gelung, Dayu Putu, Dayu Made, dayu Ratna, Tuniang Kendran Tokoh protagonis dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah Kenaga. Sedangkan tokoh antagonisnya adalah kasta. Teknik pelukisan tokoh mengunakan teknik analitis. Latar tempat adalah Bali dan Yogyakarta. Latar waktu adalah antara tahun 1989 hongga 1990-an. Latar sosial dalam novel Kenanga adalah para tokoh merupakan keturunan Brahmana. Mereka beragama Hindu-Bali. Dari sisi pendidikan mereka adalah kaum terpelajar. Mereka berpendidikan tinggi. Hal tersebut, dilihat juga dari profesi bebrapa tokoh yang adalah seorang dosen..

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini dibagi dalam citra diri dan citra sosial. Citra diri antara lain citra wanita Bali dalam hal pendidikan, kecantikan fisik, citra wanita Bali yang lemah, ambisius, munafik, kalah, mengagung-agungkan kebrahmanaan, menghargai keperawanan, berani. Citra sosial antara lain dalam hal ekonomi digambarkan sebagai wanitai yang suka bekerja keras mau bekerja macam– macam serta memiliki kesetaraan dengan pria, dalam hal keagamaan terampil membuat dan mempersiapkan sesaji, dalam mengasuh anak wanita menekankan wanita brahnana hendaknya menikah dengan lelaki brahmana, pilih kasih terhadap anak, memegang peranan dalam rumah tangga, peran dalam masayarakat kurang dihargai dari pada lelaki. Hal tersebut, dlihat dari anak yang diharapkan lahir adalah anak lelaki. Citra wanita Bali yang curang dalam mendapatkan suatu hal. Iri terhadap wanita yang lain.


(13)

xi ABSTRACT

Wismayanto, Dwiantoro.2009. “Balinese Women Image In The Novel Kenanga By Oka Rusmini. Literature Sosilogical Review”. S1 Thesis. Yogyakarta. Indonesia Literatue. Faculty of Literature. Sanata Dharma University. This research analyses Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini. The purposes of this research: first, to describe the characters and settings. Second, to describe Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini.

The approach that is used in this research is literature sociology approach. From this approach, it can be found that Balinese women image in the novel Kenanga can not be separated from the relation betwen Balinese women and their surrounding, that are Balinese culture it self and the interaction with each supporting people.

The method that is used in this research is descriptive method, with the following step; first, analyzing the characters and settings. Second, using first analysis to understand deeper Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini.

From the results of novel Kenanga analysis by Oka Rusmini are the main character in the novel Kenaga by Oka Rusmini is Kenanga. Additional characters in the novel Kenanga by Oka Rusmini are.Intan, Bhuana, Kencana, Galuh, Ratu Aji (Kenanga’s Father ), Ratu Ayu (Kenanga’s Mother), Tuniang Meme (Kenanga’s Grandma), Regina, Prof.. Rahyuda, Jero Kemuning, Mahendra, Dayu Doglar Sari, Professor Hiroshi Ozu, Meme Made, prickly Logaya, Dayu bun, Dayu Putu, Made Dayu, Dayu Ratna, Tuniang Kendran The protagonist character in the novel Kenanga by Oka Rusmini is Kenanga and the antagonist one is kasta. Character delineation technique using analytical techniques. Background places are Bali and Yogyakarta. Setting time is between 1989 to 1990s. The social background of the novel Kenanga is the characters are the descendants of Brahmins. They were Hindu-Balinese. From the side of them education is the intelligentsia. They are highly educated. This, seen also from the profession and keeping the figure is a lecturer .

The result of this research show that Balinese women image in the novel Kenanga by Oka Rusmini divided in self image and social image. Self image are Balinese women in education matters, phisical beauty, weak image, ambitius women, hypocrite, loser, adore brahmin, highly virginity, and caurageous. Social image are; in economical metters they are described are hard workers. They are willing to work anything and have the same right with men. In religious matters they are skillful in making and preparing sacrifice; in nurturing children, Balinese stress that Brahmins should marry Brahmans; un fair in giving affection to ward their children; hold roles in household; their roles in the society is less respected it can be seen that they always hope for baby boys. Balinese women image that is tricly to get something; jealous to other women.


(14)

xii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK... x

ABSTRACT.... xi

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 4

1.5 Tinjauan Pustaka... 5

1.6 Landasan Teori... 7

1.6.1 Tokoh... 8

1.6.2 Latar... 10

1.6.3 Sosiologi Sastra... 10

1.6.4 Citra Wanita... 11

1.6.4.1 Citra Diri... 11

1.6.4.2 Citra Sosial... 12

16.5. Bali... 12

1.6.6 Pandangan Hidup Masyarakat Bali... 12

1.6.7 Gambaran Wanita Bali... 14


(15)

xiii

1.7 Metode Penelitian...17

1.7.1 Pendekatan...17

1.7.2 Metode Penelitian... 18

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data... 18

1.8 Sumber Data...18

1.9 Sitematika Penyajian... 19

BAB II ANALISIS UNSUR TOKOH DAN LATAR DALAM NOVEL KENANGA KARYA OKA RUSMUNI... 20

2.1 Tokoh... 22

2.1.1 Kenanga... 24

2.1.2 Intan... 27

2.1.3 Bhuana... 29

2.1.4 Kencana... 30

2.1.5 Galuh... 33

2.1.6 Ratu Aji (Ayah Kenanga)... 34

2.1.7 Ratu Ibu (Ibu Kenanga)... 34

2.1.8 Mahendra... 35

2.1.9 Jero Kemuning... 37

2.1.10 Tiniang Meme... 38

2.1.11 Profesor Rahyuda... 38

2.2 Latar... 40

2.2.1 Latar Tempat... 40

2.2.1.1 Bali... 40

2.2.1.2 Yogyakarta... 41

2.2.2 Latar Waktu... 42


(16)

xiv

3.I Citra Wanita Bali... 46

3.1.1 Citra Diri... 46

3.1.1.1 Citra Wanita Bali dalam Pendidikan... 46

3.1.1.2 Citra Fisik Wanita Bali... 46

3.1.1.3 Citra Wanita Bali yang Lemah... 47

3.1.1.4 Citra Wanita Bali yang Abisius... 48

3.1.1.5 Citra Wanita Bali yang Munafik... 49

3.1.1.6 Citra Wanita Bali yang Lemah... 49

3.1.1.7 Citra Wanita Bali yang Mengagung-agungkan Kebangsawanan... 52

3.1.1.8 Citra Wanita Bali yang Menghargai Keperawanan... 52

3.1.1.9 Citra Wanita Bali yang Berani... 53

3.1.1.10 Citra Wanita Bali yang Liar... 53

3.1.2 Citra Sosial... 55

3.1.2.1 Citra Wanita Bali dalam Ekonomi... 55

3.1.2.2 Citra Wanita Bali yang Curang... 55

3.1.2.3 Citra Wanita Bali dalam Bidang Keagamaan... 56

3.1.2.4 Citra Wanita Bali dalam Pola pengasuhan Anak... 57

3.1.2.5 Citra Wanita Bali dalam Rumah Tangga... 58

3.1.2.6 Citra Wanita Bali yang Iri Hati Terhadap Wanita yang lain... 58

3.1.2.7 Citra Wanita Bali yang Kurang Dihargai...59

BAB IV PENUTUP... 61

4.1 Kesimpulan... 62

4.2 Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA... 64


(17)

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Ia bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu pertukangan, manipulasi, dan rasa bahasa (Kayam, 1981 : 88). Dengan kata lain, karya satra yang kita baca dibangun oleh pengarangnya sebagai hasil rekaman berdasarkan permenungan, penafsiran, dan penghayatan hidup terhadap realitas sosial dan lingkungan kemasyarakatan tempat pengarang itu hidup dan berkembang (Sumarjdo, 1984 : 15). Ketika pengarang menciptakan karyanya, ia tidak hanya terdorong oleh luapan atau desakan dari dalam dirinya untuk mengungkapkan perasaan dan cita-cita saja, tetapi juga berkeinginan untuk menyampaikan gagasan, pikiran, pendapat, kesan bahkan juga perhatiaanya atas suatu persoalan yang terjadi pada seseorang atau sekelompok manusia (Sardjono, 1992 : 10).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya fiksi yang terwujud dalam karya sastra atau buku-buku novel adalah suatu tuangan pengalaman manusia secara menyeluruh atau merupakan suatu terjemahan yang terkadang begitu memikat tentang perjalanan hidup manusia ketika ia mengalami dan bersentuhan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup ini. Bahkan dapat dikatakan pula bahwa karya fiksi adalah suatu potret realitas yang terwujud melalui bahasa (Sardjono, 1992 : 10)


(19)

Dalam konteks sastra Indonesia, kita jumpai nama-nama Umar Kayam, Ahmad Tohari, Mangun Wijaya, Putu Wijaya, Pandji Tisna, Oka Rusmini, I Wayan Artika, dan masih banyak lagi pengarang lain yang dalam karya-karya mereka begitu kental penghayatan terhadap realitas sosial dan kemasyarakatan tempat para pengarang itu hidup. Di antara sekian nama tersebut, Oka Rusmini adalah salah seorang perempuan pengarang yang sangat berani mempersoalkan kehidupan masyarakat Bali, khususnya kehidupan para Brahmana yang tinggal di Griya. Sejumlah karya Oka Rusmini antara lain Tarian Bumi, Sagra, Patiwangi, dan Kenanga sarat kritikan terhadap kepincangan yang terjadi dalam masyarakat Bali (Wasono, 2006:8). Oka Rusmini merupakan sastrawan perempuan dari Bali. Ia tercatat sebagai salah satu perempuan pengarang Indonesia yang cukup cemerlang, dikagumi, dan produktif. Oka Rusmini gencar mempublikasikan karya-karyanya ke luar Bali. Dialah sastrawan perempuan Bali yang lebih dulu mengenalkan warna ke-Balian dalam karyanya kepada publik di luar Bali (Asmaudi, 2003). Oka Rusmini cukup diperhitungkan terbukti lewat karyanya yang bejudul Kenaga, ia masuk dalam nominasi penerima Khatulistiwa Literary Award 2004. Kenanga merupakan novel terbaru Oka Rusmini. Oleh Oka Kenanga dikatakan sebagai novel pertama karena ditulis pada tahun 1990-1991 dan dimuat terlebih dahulu sebagai cerita bersambung di Koran Tempo tahun 2002 (Asmaudi, 2003).

Kenanga karya Oka Rusmini menceritakan tokoh Kenanga sebagai seorang wanita Bali dari kasta Brahmana. Ia adalah seorang wanita yang penuh impian, cerdas, dan keras hati. Demi ilmu dan karir, ia berani mempertaruhkan


(20)

usia dan segala yang dimilikinya. Bagi Kenaga hidup adalah karir. Keluarga dan orang-orang di sekitarnya menjadi salah sangka terhadap dirinya karena ambisi dan cita-citanya itu, termasuk kedekatan Kenanga dengan guru besarnya di kampus tempat ia menjadi dosen sastra. Orang berpikir Kenanga seorang perempuan yang menghalalkan segala cara demi karir.

Kenanga belum juga menikah walau usianya sudah matang. Akan tetapi, ia telah memiliki anak kandung bernama Luh Intan. Anak itu adalah hasil perkosaan yang dilakukan oleh Bhuana lelaki yang mencintai Kenanga dan begitu dicintai Kenanga. Kenanga menyerahkan dirinya kepada Bhuana sebagai syarat agar Bhuana mau menikah dengan Kencana adik Kenanga, karena Kencana juga mencintai Bhuana dan hal tersebut telah menjadi pergunjingan di Griya. Pergunjingan itu hasil usaha licik Kencana untuk mendapatkan Bhuana.

Kenanga mengasuh Luh Intan di griya. Keluarganya di griya tidak satu pun tahu termasuk kedua orang tua Kenanga bahwa Luh Intan adalah anak kandung Kenanga. Mereka hanya tahu bahwa Luh Intan adalah anak dari seorang wanita sudra yang diserahkan kepada keluarga Kenanga di griya.

Dalam novel Kenanga ini, Oka Rusmini memaparkan dunia wanita Bali dengan berbagai permasalahannya. Pemasalahan-permasalahan yang tergambar pada para tokoh wanita yang pada gilirannya membentuk suatu citra wanita Bali. Hal tersebut telah menarik penulis untuk meneliti citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini. Selain itu, sepengetahuan penulis belum banyak penelitian terhadap novel Kenanga karya Oka Rusmini, walau novel tersebut telah terbit sejak tahun 2003. Novel Kenanga karya Oka Rusmini kental latar budaya


(21)

Bali sehingga penulis terdorong untuk meneliti dari sudut pandang sosiologi sastra.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah analisis unsur tokoh dan latar dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini?

1.2.2 Bagaimanakah citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mendeskripsikan unsur tokoh dan latar dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini.

1.3.2 Mendeskripsikan citra wanita Bali dalam novel Kenanaga karya Oka Rusmini.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Menambah kajian sastra khususnya kajian dengan pendekatan sosiologi sastra.

1.4.2 Menambah apresiasi sastra terhadap novel Kenanga karya Oka Rusmini.


(22)

1.5 Tinjauan Pustaka

Novel Kenanga karya Oka Rusmini sejak terbit pertama dalam bentuk cerita bersambung di Koran Tempo pada tahun 2002 hingga terbit dalam bentuk novel pada 2003 tentu telah ada penelitian terhadapnya. Penulis menemukan dua buah tulisan terhadap novel Kenanaga karya Oka Rusmini. Tulisan tersebut dalam bentuk resensi oleh Nuryana Asmaudi dan makalah oleh Dra. Widiayarti, M.Hum. Resensi Asmaudi berjudul Perempuan (Brahmana) Menggugat Kasta telah dimuat dalam surat kabar harian Bali Pos pada tanggal 20 Juli 2003.Dalam resensinya, Asmaudi mengungkap gugatan wanita Bali dari kasta Brahmana terhadap kasta. Menurut Asmahudi, gugatan itu digambarkan oleh tokoh Kenanga salah satunya dengan pendidikan tinggi yang diraih Kenanga. Kenanga pun berharap agar wanita Bali mengenyam pendidikan tinggi. Bagi Kenanga, berpendidikan atau menguasai ilmu pengetahuan adalah modal bagi wanita Bali untuk dihormati dari isi kepalanya bukan karena kebetulan lahir dari kasta Brahmana yang kaya. Dalam resensinya, Asmaudi pun memberi kritik terhadap novel Kenanga. Menurut Asmaudi pemberontakan dan gugatan dalam Kenanga karya Oka Rusmini masih dilakukan dalam kata-kata, andai saja dilakukan dengan perbuatan kualitas novel lebih dasyat.

Tulisanian yang kedua dalam bentuk makalah oleh Dra. Windiyarti, M.Hum. dengan judul Novel Kenanga dalam Kritik Sastra Psikologis. Makalah tersebut disajikan dalam seminar kritik sastra pada tanggal 20-22 September di Jakarta. Dalam makalah tersebut, Dra. Windiyarti, M.Hum menganalisis novel


(23)

Kenanga karya Oka Rusmini dengan tinjauan psikologi sastra. Analisis difokuskan pada konflik batin tokoh utama dan solusi-solusi untuk mengatasi konflik-konflik batinya (Widiyarti, 2005). Dari analisis itu diambil kesimpulan bahwa sang pengarang memiliki pengetahuan psikologi cukup luas. Hal ini sangat jelas terlihat dari pengaluran yakni sorot balik yang menampilkan rekontruksi-rekontroksi peristiwa masa lalu tokoh utama yang menakutkan. Beberapa prinsip psikologi (psikoanalisis) menyatu dalam satu kesatuan struktur novel. Pertama, prinsip tentang aspek ketidaksadaran memainkan peranan penting dalam pemikiran dan tingkahlaku manusia. Hal ini terbukti dari cara-cara yang dilakukan Kenanga dalam mengatasi persoalan hidup selalu memnggunakan cara-cara irasional seperti dalam mekanisme pertahanan ego. Kedua, prinsip tentang naluri seks (libido) sebagai naluri kehidupan dapat memotivasi pikiran dan tingkah laku manusia (tokoh Kenanga) . Hal ini terbukti bahwa Kenanga tidak bisa menghilangkan perasaan cintanya kepada Bhuana, meskipun ia telah dihancurkan. Ketiga, kebutuhan-kebutuhan instingtif tokoh utama yang tidak terpenuhi mendorong munculnya kecemasan-kecemasan. Keempat, super ego menjadi unsur dominan tokoh Kenanga yang tidak lepas dari latar sosisal yakni adat kaum Brahmana telah bejalan turun-temurun menuntut untuk memahami apa arti hidup sebagai manusia bangsawan (Widiyarti, 2005).Hal yang membedakan penelitian yang telah tersebut di atas dengan penelietan ini adalah penelitian ini mengunakan tinjauan sosiologi sastra. Analisis difokuskan pada analisis citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka rusmini.


(24)

1.6 Landasan Teori

Analisis struktural karya satra merupakan pekerjaan pendahuluan sebelum analisis yang lain, sehingga kebulatan makna karya sastra dapat ditemukan dengan analisis intrinsik (Teeuw, 1984 : 16). Analisi struktural karya sastra dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan atau dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas makna yang padu (Nurgiyantoro, 1995 : 37). Menurut Wellek dan Warren, kritikus yang menganalisis novel umumnya membedakan tiga unsur pembentuk novel, yaitu alur, penokohan, dan latar (Wellek & Warren,1995 : 283). Oleh karena itu, penelitian terhadap novel Kenanga karya Oka Rusmini ini didahului dengan analisis unsur intrinsik penokohan dan latar. Pemilihan hanya pada tokoh dan latar saja karena antara latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, barangkali tak berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiantoro, 1995 : 225)


(25)

1.6.1 Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1992 : 16). Penokohan adalah pelukisan secara jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones via Nurgiyantoro, 1995 : 165). Dalam penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, penempatan, pelukisan tokoh itu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995 : 166).

Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Pembedaan itu antara lain, tokoh utama dan tokoh tambahan dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita. Tokoh protagonis dan tokoh antagonis dilihat dari fungsi penampilan tokoh. Tokoh sederhana dan tokoh bulat dilihat dari perwatakannya. Tokoh statis dan tokoh berkembang dilihat dari berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokah dalam cerita. Tokoh tipikal dan tokoh netral dilihat dari segi kemumungkinan pencerminan tokoh terhadap manusia dari kehidupan nyata (Nurgiyantoro, 1995 : 176-194).

Dalam penelitian novel Kenanga karya Oka Rusmini ini, analisis tokoh akan mengunakan tokoh utama dan tokoh tambahan. Selain itu, akan digunakan pula analisis tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian dan konflik. Tokoh utama selalu berhubungan denagan tokoh yang lain. Tokoh


(26)

tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita. Tokoh tambahan hadir hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau pun tidak langsung (Nurgiyantoro, 1995 : 176-177).

Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca, harapan-harapan pembaca. Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak langsung, bersifst fisik ataupun batin. Tokoh antagonis bukan hanya individu atau sekelompok orang, namun dapat berupa bencana alam, kecelakaan, lingkungan alam dan sosial, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, kekuasaan, dan kekuatan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat disebut sebagai kekuatan antagonis (Nurgiyantoro, 1995 : 179).

Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra dibedakan ke dalam dua teknik, yaitu teknik ekspositori (exspository) dan teknik dramatik (dramatic). Teknik ekspositori atau sering disebut teknik analitis adalah teknik pelukisan tokoh yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir di hadapan pembaca secara langsung disertai deskripsi kehadirannya yang berupa sikap, sifat, tingkah laku, bahkan ciri fisiknya. Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh yang tidak dilakukan secara langsung. Pengarang membiarkan pembaca memahami para tokoh menunjukkan kedirianya melalui aktivitas dan tingkah laku para tokoh (Nurgiyantoro, 1995 : 195, 198)


(27)

1.6.2 Latar

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Latar meliputi pengambaran lokasi geografis, topografi, sampai kepada rincian perlengkapan sebuah ruangan, waktu berlakunya kejadian, masa sejarah, musim terjadinya, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh (Kenney via Sudjiman, 1992 : 44).

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peritiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa yang diceritakn dalam karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Latar sosial juga berhubungan dengan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 1995 : 225-234).

1.6.3 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari hubunganya dengan kenyataan sosial (Hartoko & Rahmanto, 1986 : 129).


(28)

Menurut Damono (1978 : 2) ada dua kecenderungan dalam telaah sosiologi terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang brdasar pada angapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra. Dalam pendekatan ini teks sastra tidak diangap utama, ia hanya merupakan gejala kedua. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar karya satra.

Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (miror). Dalam kaitan ini sastra diangap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta secara mentah, akan tetapi kenyataan yang telah ditafsirkan dan bukan jiplakan melainkan sebuah refleksi halus dan estetis (Endraswara, 2004:78).

1.6.4 Citra Wanita

Citra adalah rupa, gambaran. Citra wanita adalah gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian wanita yang menunjukkan gambaran wanita sebagai makhluk individu dan sosial (Sugihastuti, 2000:46).

1.6.4.1 Citra Diri

Citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai perilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek fisis diasosiasikan dengan


(29)

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai itu terwujud atas dasar pandangan wanita sendiri dan pandangan pria dalam bermasyarakat (Sugihastuti, 2000 : 113).

1.6.4.2 Citra Sosial

Pada dasarnya citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubunganya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat, tempat wanita menjadi angota dan berhasrat mengadakan hubungan antar manusia (Suguhastuti, 2000 : 143)

1.6.5 Bali

Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni budayanya (http://id.wikipedia.org/wiki/Bali)

1.6.6 Pandangan Hidup Masyarakat Bali

Pola pelaksanaan agama dan pola budaya masyarakat Bali banyak dipengaruhi konsep-konsep agama Hindu. Konsep-konsep itu antara lain : Catur Purusartha yang terdiri dari dharma (kebajikan), artha (harta), kama (kesenangan), moksa (kebahagiaan). Catur Margha (Empat Jalan) untuk mencapai


(30)

tujuan hidup terdiri dari raja margha (jalan spiritual), jnana margha (jalan ilumu pengetahuan), karma margha (jalan kerja), bhakti margha (jalan penyerahan diri). Catur Asmara (empat tingkatan masa hidup) terdiri dari brahmacari (masa sebelum kawin), grhasta (masa berkeluarga), wanaprastha (masa meningalkan keduniawian), saniasin (masa bersatu dengan Maha Pencipta). Panca Sradha (lima keyakinan) meliputi brahman (percaya pada keberadan Tuhan beserta seluruh sifatNya), atman ( percaya pada keberadaan roh kudus pada setiap mkhkuk hidup), karmapala (percaya akan adanya hukum sebab akibat), punarbhawa (percaya akan adanya reinkarnasi), dan moksa (percaya akan adanya penyatuan antara makro kosmos dan mikro kosmos). Panca yadna (lima jenis kurban suci) yang terdiri dari dewa yadna (menyembah dan pasrah diri kepada Tuhan Maha Pencipta, serta mematuhi petunjuk petunjuknya), pitra yadna (mnghormati dan mendoakan leluhur), resi yadna (menghormati dan menjalankan ajaran para resi dan guru), manusa yadna (menghormati, menghargai, dan menolong sesama manusia), bhuta yadna (menyayangi dan memelihara alam, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainya sebagai benda pemberian Tuhan Maha Kasih, serta menghargai makhluk halus sebagai ciptaan Tuhan). Tri Hitakarana adalah konsep tiga cara untuk mewujudkan keharmonisan hidup yaitu keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan antara manisia dengan manusia. Tri Kaya Parisudha (tiga jenis perbuatan mulia) yaitu manacika (berfikir benar), wacika (berkata benar), dan kayika (berbuat benar) (Senen, 2005 : 10-11).


(31)

1.6.7 Gambaran Wanita Bali

1.6.7.1 Wanita Bali dalam Kitab Wedha (Religi Hindu)

Pandangan masyarakat Bali terhadap wanita banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep oleh konsep-konsep agama dan budaya yang bersumber dari kitab-kitab Hindu. Berikut ini adalah pandangan terhadap wanita dalam kitab-kitab Weda Smrti Buku IX nomor 2, 3, 5, 14, 14, 15, dan 16

Aswatantrah striyah karyah purusaih swairdiwani cam, wisayeseu ca sajjntyah atmano wae 2. Pitaraksati kaumare bharta raksati yauwane, raksanti sihawire putra na stri swatantryam arhati 3. suksmebbyopi prasanggebbyah striyo raksya wicesatah, dwayorhi kulayoh cokam awaheyure raksitah 5. Panam durjana samsargah patya ca wirako tanam, swapno nya geho wasacca narisam dusasani sat 13. Naita rupam pariksante nasam wayasi samsthitih, surupam wa wirupam wa pumaninyewa bhuhaite 14. Paumcc alyayaccalacittacca nasnehyacca swahhawatah, raskita yatnatopiha bhartrisweta wikurwate 15. Ewam swabhawam jnatwasam prajapatinisargajam, paramam yatnam atishet puruso raksanam prati 16.

Artinya, Siang malam wanita harus dijaga, tergantung dari laki-laki dalam keluarga mereka, dan kalau ia terikat akan kesenangan-kesenanagan indria, ia harus selalu dalam pengawasan seseorang 2. Ayahnya akan melindungi selagi ia masih kecil, setelah dewasa suaminyalah yang melindugi, dan putranya akan melindungi setelah ia tua, wanita tak pernah layak bebas 3. Wanita teristimewa harus dilindungi dari kecenderungan berbuat jahat, bagaimanpun sedih tampaknya, jika mereka tidak dijaga akan membawa penderitaan kepada kedua


(32)

belah pihak keluarga 5. Meminum minuman keras, bergaul dengan orang jahat berpisah dari suami mengembara ke luar daerah, tidur pada jam yang tidak layak, berdiam di rumah lelaki lain adaah sebab jatuhya seorang wanita 13. wanita tidaklah tergantung pada rupa (laki-laki), demikian pula terhadap unsur teretentu bahwa ia adalah laki-laki, ia telah menyerahkan dirinya kepada lelaki yang cakap maupun yang buruk 14. bagaimanapun cara menjaga mereka sehari-hari di dunia ini, karena keterikatannya kepada laki-laki, melalui sifat-sifatnya yang berubah-ubah, melalui nalurinya yang tidak berperasaan mereka menjadi yang tidak setia kepada suaminya 15. dengan mengetahui sifat-sifat naluri mereka yang telah ditetapkan oleh Tuhan atas diri mereka itu dan semua insan untuk hal itu, setiap laki-laki harus berusaha menjaga mereka dengan sekuat tenaga 16. (Senen, 2005 : 12-13)

Uraian tersebut di atas menunjukkan kaum wanita perlu mendapat perlindungan, bantuan agar kaum wanita dapat melaksanakan dharma dengan maksimal (Senen, 2005 : 14). Dalam Weda Smrti Buku IX no 33 dan 35, menyatakan wanita merupakan tanah dan pria adalah benih. Benih dinyatakan lebih penting, karena anak dari semua makhluk ciptaan itu ditandai oleh sifat-sifat dari benih (Senen, 2005 : 14). Dalam Weda Smrti III nomor 55-59, menyatakan wanita harus dihormati, bila wanita dibiarkan dalam kesedihan suatu keluarga akan hancur. Para dewa akan memberi pahala untuk upacara suci yang diadakan bila wanita dihormati. Dalam Weda Smrti IX nomor 27 dan 28, menyatakan wanita dan pria setara. Wanita merupakan predana (elemen feminin) dari


(33)

kesatuannya dengan pria atau purusa (elemen maskulin). Tanpa adanya pertemuan dua unsur tersebut manusia tidak akan lahir (Senen, 2005 : 18-19).

1.6.7.2 Wanita Bali dalam Sosial Ekonomi

Di bali sering dijumpai wanita mengambil pekerjaan yang berat-berat yang dikerjakan pria. Hal ini bukan penghinaan tetapi manifestasi dari penghargaan masyarakat terhadap emansipasi wanita. Disamping itu, kerja dipandang sebagai Yajna atau upacara suci sehingga setiap orang wajib bekerja sesuai swadharmanya, status, profesinya dalam masyarakat. Dengan demikian pekerjaan apapun dikerjakan selama dharma yang dijadikan landasan (Surpha, 2006 : 43). Etos kerja yang dimiliki wanita Bali adalah bekerja keras, rela melakukan pekerjaan bermacam-macam. Nilai yang baku dalam sistem ekonomi yang paling tampak menonjol adalah etos kerja wanita Bali. Hal tersebut, merupakan watak yang khas dan merupakan karakter dari kehidupan wanita Bali (Swarsi, 1986:78)

1.6.8 Griya

Griya adalah rumah keluarga brahmana di Bali (http://id.wikipedia.org/wiki/Bali). Tipe rumah tradisional dalam kelompok permukiman masyarakat Bali umumnya mrupakan sekelompok bangunan yang secara fungsional berbeda yang diatur dengan cara yang khusus dalam kelompok yang dilingkupi oleh pagar, dinding sama dengan rumah tradisional tipe kumpulan bangunan dari masyarakat Jawa. Ada tujuh elemen dasar yaitu pintu masuk, ruang tidur, lumbung, bangunan dapur, kamar mandi, ruang kerja, sebuah tempat


(34)

pemujaan keluarga. Elemen ini diatur sedemikian rupa sehingga bagian yang suci dan sakral seperti tempat pemujaan keluarga dan bagian pribadi berlokasi di bagian paling atas dari kumpulan. Bagian ini mengarah pada gunung dan bagian yang lebih duniawi atau secara ritual meripakan bagian yang lebih kotor terletak di bagian ujung bawah. Sebuah kumpulan bangunan biasanya berisi beberapa rumah keluarga (Nas, 2009 : 40-41).

Biasanya, sebagian besar kavling dihuni beberapa generasi dalam sebuah klan keluarga. Setiap kavling bisa terdiri atas lebih dari satu rumah yang semakin bertambah mencapai batas desa. Hanya anak laki-laki pertama dari sebuah keluarga yang bisa mewarisi rumah utama dalam kavling hunian. Setiap rumah terdiri atas sejumlah anjungan. Jika anak laki-laki pertama itu membentuk keluarga baru sementara orang tuanya masih hidup, orang tuanya akan memberikan anjungan utama kepada sang anak dan keluarganya, sedangkan mereka sendiri tinggal di anjungan dapur. Anak laki-laki termuda dan anak perempuan baik yang sudah menikah maupun belum, bisa membangun rumah baru di belakang rumah utama (Nas, 2009 : 112-113).

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Pendekatan

Pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (miror). Dalam kaitan ini sastra diangap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta secara mentah, akan tetapi kenyataan yang telah


(35)

ditafsirkan dan bukan jiplakan melainkan sebuah refleksi halus dan estetis (Endraswara, 2004 : 78).

1.7.2 Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambakan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-faktayang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1990 : 63)

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat. Peneliti mencatat data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dalam kartu.

1.8 Sumber Data

Judul buku : Kenanga Pengarang : Oka Rusmini Penerbit : Grasindo Tahun terbit : 2003 (cetakan kedua) Tebal buku : 294 hlm


(36)

1.9 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, menfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sumber data, dan sitematika penyajian. Bab II berisi analisis struktural unsur tokoh dan latar dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini. Bab III berisi analisis citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini. Bab IV penutup yang berisi kesimpulan, saran, dan daftar pustaka.


(37)

20 BAB II

ANALISIS UNSUR TOKOH DAN LATAR DALAM NOVEL KENANGA KARYA OKA RUSMINI

Dalam bab II ini akan membicarakan tentang tokoh serta latar yang ada dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini. Melihat kembali pengertian tokoh dan pengertian latar, tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1992 : 16). Penokohan adalah pelukisan secara jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones via Nurgiyantoro, 1995 : 165). Dalam penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, penempatan, pelukisan tokoh itu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995 : 166).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian dan konflik. Tokoh utama selalu berhubungan denagan tokoh yang lain. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita. Tokoh tambahan hadir hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau pun tidak langsung (Nurgiyantoro, 1995 : 176-177).

Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca, harapan-harapan pembaca. Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis beroposisi


(38)

dengan tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak langsung, bersifast fisik ataupun batin. Tokoh antagonis bukan hanya individu atau sekelompok orang, namun dapat berupa bencana alam, kecelakaan, lingkungan alam dan sosial, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, kekuasaan, dan kekuatan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat disebut sebagai kekuatan antagonis (Nurgiyantoro, 1995 : 179).

Sedangkan latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Latar meliputi pengambaran lokasi geografis, topografi, sampai kepada rincian perlengkapan sebuah ruangan, waktu berlakunya kejadian, masa sejarah, musim terjadinya, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh (Kenney via Sudjiman, 1992 : 44). latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peritiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa yang diceritakn dalam karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Latar sosial juga berhubungan dengan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 1995 : 225-234).


(39)

2.1 Tokoh

Dari pengertian tentang tokoh, tokoh utama dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah Kenanga. Kenanga menjadi tokoh utama karena Kenanga merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian yang dikenai kejadian dan konflik. Kenanga selalu hadir dalam setiap cerita dan berhubungan dengan para tokoh dalam cerita dari halaman pertama hingga menjelang halaman terakhir. Hal tersebut dibuktikan dalam beberapa kutipan berikut.

(1) Langit malam masih menyisakan rias rona peraknya, agak bersemu

kemerahan. Kenaga duduk di kursi malas (hlm. 1)

(2) Kamar Intan masi benderang. Hati-hati Kenanga menyibak tirai pintu. Seberkas cahya pucat menyergap matanya. (hlm. 132).

(3) “ Maaf, Kenaga kau jangan salah paham. Tapi persoalan ini memeng

melibatkan Mahendra” (hlm. 291).

Tokoh tambahan dalam novel Kenaga karya Oka Rusmini adalah Intan, Bhuana, Kencana, Galuh, Ratu Aji (Ayah Kenanga), Ratu Ayu ( Ibu Kenanga), Tuniang Meme (Nenek Kenanga), Regina, Prof. Rahyuda, Jero Kemuning, Mahendra, Doglar, Dayu Sari, Profesor Hiroshi Ozu, Meme Made, Biang Logaya, Dayu Gelung, Dayu Putu, Dayu Made, Dayu Ratna, Tuniang Kendran

Kenanga adalah tokoh protagonis apabila dilihat dari sisi fungsi penampilan tokoh. Kenanga mengejawantahkan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca. Kenanga menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca dan harapan-harapan pembaca. Tokoh antagonis dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah kasta. Berbagai konflik yang dialami tokoh


(40)

protagonis berpusat pada masalah kasta. Berbagai konflik itu antara lain dapat ditemukan dalam, kutipan berikut.

(4) “ Kenaga, Kenaga. Tiang belum pernah melihat wang jero yang begitu patiles ibe, tahu diri seperti LuhIntan... kalau Jegeg tidak keberatan tiang ingin merawat dan meyekolahkan sampai lulus SD saja (hlm. 3)

(5) “ kenapa lagi Luh?” tidak suka masuk SD?” “SD Sarawati bayarnya mahal Ratu…

“ Dengar, Luh. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini…

Namun Intan tetap menagis,. Kenanga tidak habis pikir, bagaimana mungkin seorang bocah berumur enam tahun tahu tentang hidup. Bagaimana anak itu begitu paham tentang tempatnya dalam hierarki kehidupan di griya ini (hlm. 9-10)

(6) Sudahlah anak itu jangan dimasukkan sekolah mahal Hidup itu harus

dinikmati, Mbok. Kalau tiang jadi Mbok, uang hasil kerja itu tiang pakai saja untuk senang-senang (hlm. 11)

(7) bukankah anak itu Cuma abdi rendahan? Seorang wang jero. Tidak patut diperlakukan istimewa (hlm. 86-87).

(8) Kau pinta orang-orang mencintai tiang seperti layaknya tiang anak kandungmu sendiri. kau benci mereka yang tak menghargai tiang. Kau

bahkan menginginkan tiang menikah denganlaki-laki brahmana.

Bagaimana itu mungkin, Ratu. Bukankah kau tahu bahwa tiang adalah wang jero.? (hlm.136).

(9) Kaum Brahmana adalah surya. Matahari, tempat tiang adalah sebagai

pelayan mereka. Bukan mereka yang harus menghargai tiyang,

sebagaimana kaumaui. Itu terbalik, Ratu. ..kenapa Ratu harus

mempersoalkanya, hanya demi seorang sudra seperti tiang! (hlm. 136) Kutipan-kutipan di atas adlah beberapa bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa kasta adalah tokoh antagonis dalam novel Kenanga karya Oka Rusmuni. Dalam kutipan tersebut, ditunjukkan konflik yang terjadi saat Kenanga akan menyekolahkan Intan di sekolah terbaik. Kasta sepertinya menghambat kenanga untuk berbuat bedasar kemanisian dan menghalangim prinsipnya bahwa seorang wanita brahmana dihargai hendaknya bukan pada gelar brahmananya namun pada isi otaknya.


(41)

Pengarang memperkenalkan tokoh-tokoh melalui penokohan. Penokohan para tokoh disajikan lewat karakter masing-masing tokoh. Berikut ini penulis sajikan tokoh-tokoh dalam Kenanga karya Oka Rusmini Para tokoh tersebut adalah Kenanga, Intan, Bhuana, Kencana, Galuh, Ratu Aji (Ayah Kenanga), Ratu Ayu ( Ibu Kenanga), Tuniang Meme (Nenek Kenanga), Regina, Prof. Rahyuda, Jero Kemuning, Mahendra, Doglar Dayu Sari, Profesor Hiroshi Ozu, Meme Made, Biang Logaya, Dayu Gelung, Dayu Putu, Dayu Made, dayu Ratna, Tuniang Kendran. Dari analisis tokoh yang terutama para tokoh wanita akan diketemukan citra wanita Bali yang menjadi bahasan bab selanjutnya.

2.1.1 Kenanga

Kenanga adalah seorang wanita Bali keturunan Brahmana. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut.

(10) Tapi ini Bali, Kenanga. Ada adat yang menentukan hidup kita. Apalagi kita bangsawan, dari kasta tertinggi. Tempat kita di griya .Kita kaum Brahmana dihargai sebagai Surya, diagungkan orang (hlm. 92).

Ia berprofesi sebagai dosen sastra Indonesia pada Universitas Udayana Bali. Hal tersebut seperti dalam kutipan berikut.

(11) Waktu itu kondisi Kenanga sedang berada dalam titik terendahnya. Dia sangat kecapean. Ujian semester tinggal tiga minggu lagi. Itu berarti dia harus bergegas mengejar materi kuliah yang wajib diberikan kepada para mahasiswanya (hlm. 5)

(12) Dihelanya napas panjang. Wajahnya yang kusam tercetak di cermin. Bisa dibayangkan seperti apa tampang Profesor Rahyuda, dosen sastra senior itu. Hari ini harusnya Kenanga berada di ruang sidang menyusun materi kuliah kajian puisi, drama, dan cerita rekaan. Namun demi Kencana, Kenanga sudi meluangkan waktunya (hlm. 15)


(42)

(13) Aneh, kebanyakan teman dosen sastra iri kepadanya. Mereka ingin menduduki kursi Kenanga, menjadi bagian dari kecemerlangan karier professor Rahyuda. Padahal Kenanga sendiri justru sering menawarkan diri untuk mundur. (hlm. 22)

(14) Tiang mahasiwa fakultas hukum. Wakti kuliah bahasa Indonesia, bertemu

dengan dosen perempuan yang benar-benar mengoda tiang untuk

membuatnya celaka ( hlm. 257)

Kenanga belum menikah dalam usia yang seharusnya telah menikah,. Hal tersebut, membuat orang tua Kenaga perihatin. Dapat dlihat dalam kutipan berikut,

(15) Mereka tahu., Kenaga memang mendambakan seorang anak. Sudah cukup

lama mereka perihatin. Bertanya-tanya kenapa sampai seusia itu puteri mereka belum juga kawin (hlm. 5)

Pada suatu ketika seorang perempuan tua datang bersama seorang cucunya seorang anak kecil perempuan. Perempuan tua itu menitipkan cucunya yang bernama Intan

(16) “ Tiang titip cucu tiang, ratu”. Hanya itu kalimat yang meluncur dari mulut perempuan tua yang mngantarkan Intan.(hlm. 5).

Kemudian, anak itu diasuh oleh Kenaga dan anak itu diangap sebagai angota keluarga sendiri.

(17) Sejak itu Kenanga mulai merawat bocah titipannya.

Mengasuhnya,memandikannya setiap hari. Ibu dan ayah Kenanga pun tak ketingalan.(hlm. 5).

(18) Kenanga, ayah, dan ibunya, semua mencintainya. Mengangap anak itu

sebagai keluarga sendiri, bukan sekedar orang lain yang menumpang hidup (hlm 5).


(43)

Dalam mayarakat Bali hal menyerahkan anak untuk menjadi pembantu di keluarga kaya atau lingkungan griya merupakan hal yang lazim.

(19) Adat di linkungan griya lazimnya memang demikian, anak-anak orang

biasa yang rajin bekerja namun miskin dan tak mampu sekolah, sering diserahkan orang tuanya untuk jadi pembantu di griya (hlm. 5)

Kenanga merasa hidupnya berubah setelah hadirnya Intan. Seisi rumah pun menjadi seperti memasuki iklim baru, menghirup napas kehidupan yang baru. Kenanga pun sangat mencintai Intan.

(20) Hidup Kenanga merasa bener-benar berubah dengan kehadiran Intan.

Kehadiran bocah itu seolah hujan yang menguyur jiwa Kenanga usai kemarau ratusan tahun. Seisi rumah pun jadi seperti memasuki iklim yang baru, menghirup napas kehidupan yang baru ( hlm. 5).

(21) Rasa cintanya pada intan menjadi begitu berlabihan. Rasanya selalu ingin berada di dekat anak itu (hlm. 9).

Kenanga ingin menyekolahkan Intan di sekolah terbaik.

(22) Dia (Kenanga) bertekad menyekolahkan Intan di sekolah terbaik (hlm. 13).

Kenanga adalah perempuan yang suka mengalah terutama kepada adiknya yakni Kencana.

(23) “Mengalah pada adik itu baik, Kenanga”. Sampai sekarang, nasihat ibunya yang satu itu masih terngiang dialam lubuk telinganya. Petuah bijak itu telah membuatntya merasa seperti dikejar-kejar oleh sebentuk dunia yang begitu asing (hlm. 12).

Kenanga pun mengalah dalam hal percintaan. Kenanga sebenarnya mencintai Bhuana. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(24) Ah, Bhuana, Bhuana. Andai kau tahu betapa kuingin kau selalu berada di sampingku, melihat pertumbuhan Intan bersamaku. Pada saat seperti ini


(44)

aku baru sadar, betapa besar sesunguhnya arti kehadiranmu dalam hidupku (hlm. 118)

(25) Kencana, Kencana, tahukah kau apa yang sesungguhnya terjadi antara aku dan Bhuana, suamimu? Semua telah Kenaga lakukan untuk Kncana. Ia (Kenanga) mengerti, ia (Kenaga) paham , adiknya (Kencana) begitu mencintai Bhuana. Pada laki-laki itulah Kencana menumpahkan semua rasa cintanya,.Kenaga bisa merasakan arus cinta yang meluap dan membanjiri tubuh Kencana setiap kali Bhuana datang (hlm 16)

.

(26) “ Adikku mencintaimu, Bhuana. Aku minta kau kawini dia, sebagai wujud pertanggungjawabanmu atas ulah busukmu padaku!” (hlm. 52)

Kenaga adalah wanita yang tidak pendendam walau masa lalu dengan adiknya sangat menyakitinya.

(27) Memang aneh setelah sama-sama menginjak masa dewasa, tidak ada lagi sakit hatinya pada Kencana (hlm. 15).

Kenanga adalah wanita yang mandiri, memiliki segudang obsesi, dan kepercayaan diri yang besar. Terlihat dalam kutipan berikut.

(26) Perempuan dengan segudang obsesi di kepala. Obsesi yang bagi kebanyakan orang tidak jelas. Dia terlalu mandiri sebagai seorang perempuan. Kepercayaan dirinya terlampau besar, hingga sering menakutkan (hlm 91)

Kenanga adalah wanita yang keras hati, yang tercermin pada kutipan berikut.

(27) Tonjolan tulang pipi Kenanga juga amat jelas terbentuk. Kokoh dan keras seperti hati pemiliknya (hlm. 195)

2.1.2 Intan

Intan sesunguhnya adalah anak kandung Kenanga dan Bhuana. (28) Katakan di mana anak itu?”…

“Selama ini dia bersamamu. Kaulah yang merawatnya” (hlm. 90)


(45)

(29) Dia (Intan) cantik, sangat cantik (hlm. 126)

(30) Sebentar saja seulas senyum telah tergores di lekuk bibir mungilnya. Pipinya yang putih, berhias lesung pipit yang pas pada tempatnya, terlihat menawan. Kenanga harus mengakui kesempurnaan wajah bocah kecil itu. Kelak, dia pasti menjelma jadi perempuan cantik. Tepatnya perempuan tercantik (hlm 8).

Intan pun adalah anak yang cerdas. Dapat dilihat dalam kutipan berikut. (31) “Tapi anak itu cerdas!” gumam Kenanga. (hlm. 11)

(32) “Tiang datang ke sekolah tanpa sepengetahuannya. Langsung menghadap kepala sekolah. Tiang pikir Intan jadi tertutup karena ada masalah dengan pelajaran sekolah. Ternyata prestasinya bagus. Sangat bagus, malah juara umum satu selalu ada di tangannya” (hlm. 118)

(33) “ Ya, begitu. Dia tidak perlu ikut Sipenmaru. Bebas tes!” (hlm. 281)

Dia anak yang tahu diri. Dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.

(34) “Tiang tidak mau masuk TK lagi! Langsung kelas satu saja. Masuk TK biayanya banyak. Tiang tidak mau merepotkan ratu” (hlm. 3).

(35) “Kenanga, Kenanga. Tiang belum pernah liat wang jero yang begitu patiles ibe, tahu diri seperti Luh Intan. (hkm. 3)

Intan mempunyai minat terhadap sastra dan budaya. Tulisan Intan pun sering dimuat di media cetak.

(36) Bagaimana ia telah mengajari berbagai hal yang berguna bagi masa

depan hidupnya termasuk menyokong minatnya yang besar terhadap sastra dan budaya, sampai ia (Intan) bisa menulis dengan cmerlang dan tilisanya sering dimuat di berbarbagai media cetak (hlm. 122).

Intan juga pandai membuat sesaji. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.


(46)

(37)tiang …harus …metanding banten belabaran…tiap hari. Membantu Tugeg Galuh…membuat tangkih (hlm. 8)

Intan pun seorang pemaaf. Ia tidak membalas apa pun yang telah Galuh lakukan kepadanya termasuk menjebaknya di tempat Doglar. Intan sebenarya sangat mencitai Mahendra. Ia pun siap bersaing dengan para perempuan muda bangsawan.

(38) “ Aku akan bersaing dengan para dayu, para perempuan muda

bangasawan kaya di seluruh griya, untuk memperebutkan Mahendra (hlm. 194)

2.1.3 Bhuana

Bhuana adalah seorang dokter sekaligus seorang dosen. Nama lengkapnya dr. Ida Bagus Bhuana Putra. Dilihat dari namanya ia pastilah seorang Brahmana. Ia sosok lelaki yang simpatik, kharismatik

(39) Siapa yang tidak kenal dr. Ida Bagus Bhuana Putra, sosok laki-laki simpatik, kharismati. Kenanga sendiri mengakui betapa sempurna Sang Hyang Jagat telah memulas lelaki itu.(hlm. 46)

(40) Kalau tiang menceritakan pada Ibu dan Aji, tiang yakin mereka pasti langsung curiga pada tiang. Menuduh tiang iri pada Kencana. Cemburu kepada adik yang mendapatkan kekasih yang baik, gagah, seorang dokter sekaligus dosen (hlm. 46)

. Bhuana adalah suami dari Kencana. Walaupun begitu, hatinya hanya mencintai Kenanga.

(41) Dia rela menyediakan waktu untuk tiang, tapi apakah dia peduli betapa dalam cinta tiang kepadanya, begitu sering Bhuana disiksa oleh pertannyaan sendiri (hlm. 48).

(42) Bhuana memejamkan mata. Hyang Widhi, perempuan macam apakah

sesunguhnya yang menghuni rumah ini? Kencana begitu baik. Dia telah mengorbankan seluruh hidupnya untukku. Tapi aku betul-betul tidak bisa membahagiakannya. Tubuh lelakiku tak mau berfungsi setiap kali menyentuh tubuhnya. Selera dan gairahku hanya memilih tubuh Kenanga (hlm 116)


(47)

Bhuana sering melakukan pertemuan rahasia dengan Kenanga.

(43) “ Oke. Tiang akan kembali mengunjungi Kencana . Tapi kau harus mau menemui tiang (hlm. 48).

Bhuana merupakan ayah dari Intan. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(44) “ Selama ini dia telah bersamamu. Kaulah yang merawatnya” (hlm. 90)

(45) Tidak Intan anakku. Dan aku bapaknya, laki-laki yang turut andil

membentuk hidupnya (hlm.149)

2.1.4 Kencana

Kencana adalah adik Kenanga. Selang usia mereka lima tahun.

(46) Sebenarnya selisih dua kakak beradik itu tidak jauh. Mereka hanya

terpisah jarak lima tahun (hlm. 12)

Kencana adalah tipe orang yang selalu melibatkan orang lain dalam tiap masalah yang ia hadapi. Kencana pun melibatkan Kenanga ketika ada masalah dengan suaminya. Ia suka merajuk, memaksa..

(47)Mbok pasti bisa bantu” Kencana mulai merajuk (hlm.18)

(48) Sejak lahir ke dunia, seluruh minat dan perhatian runtuh menimbun

Kencana. Dia memang sunguh cantik dengan rambut ikal yang tebal, namun penuh ketergantungan pada orang lain. Barangkali watak itu adalah harga kelahirannya yang tidak wajar. Tebusan untuk keajaiban milik hyang jagat. Seperti nubuat sang balian, kasih saying yang berlebihan harus ditanam pada kencana. Dan itulah yang dipakai sebahai patokan usinya. Anak itu seperti tidak pernah dewasa. Segunung cinta dan kasih saying menjadi syarat bagi hidupnya (hlm. 21)


(48)

Kencana adalah wanita yang cantik. Ia memiliki pesona yang kuat, mengundang takjub, dan decak kagum. Semua orang tua dan sanak saudara mengakui kecantikanya.

(49) Sebagai perempuan, Kencana memang sempurna. Kulitnya putih mulus. Di parasnya seperti terbayang seorang putri yang menunggu sang pahlawan datang menjemputnya pada suatuhari nanti. Paras yang begitu lembut, seolah mustahil mengenal dosa. Wujud sempurna keindahan, seakan-akan Sang Hyang Jagad bukan bermaksud menciptakan manusia, tapi sebuah mahakarya seni. Lelaki mana yang tidak terpikat? Bahkan Kenanga sendiri pun mengaguminya (hlm 36).

(50) Pesonanya begitu kuat, mengundang takjub dan decak kagum. Semua

penglingsir dan semeton, orang-orang tua dan sanak saudara, mengakui kencantikannya (hlm. 22)

Namun, ia curang dalam mendapatkan Bhuana. Hal itu diperparah dengan janji orangtunya membelikan sedan setarlet kalau Kencana diperistri oleh Bhuana.

(51) Sejak awal sudah kukatakan pada Kencana bahwa bahwa hubungan kami tidak lebih dari persahabatan. Tapi Kencana terlalu licik untuk dihambat. Perempuanitu mendesakkan kemauanya kepada orang tuaku…(hlm146) (52) Mereka berjanji menghadiahi sedan setarlet kalu Kencana diperistri

Bhuana (hlm. 46)

Kencana adalah wanita yang lemah. Kencana menderita penyakit aneh setiap ia jatuh cinta.

(53) Lama-kelamaan muasal penyakit aneh itu terungkapjuga. Setiap kali jatuh hati pada laki-laki Kencana pasti jatuh sakit. (hlm 21)

Kencana tidak menyukai Intan. Namun, sikapnya kepada Intan berubah menjelang Intan masuk perguruan tinggi.

(54) “Kencana, kau sudah punya kehidupan sendiri. Tiang yakin, Bhuana

telah memberikan yang terbaik untukmu. Tidak pantas kalau masih ada acara iri-irian sama luh Intan” (hlm 11 ).


(49)

(55) Maka dia merasa cemburu pada Intan. Menjadi benci kepada Intan yang dianggapnya punya andil dalam membuatnya kehilangan Bhuana (hlm.127).

(56) “ kau lihat sendiri perlakuanya yang kasar pada Intan” (hlm. 85)

(57) Senyum Kencana mengembang manis di bibirnya yang mungil. Terasa

tulus. Jauh dari senyum sadis milik dewi bengis yang dibayangkan Intan. Gadis itu jadi serba kikuk sendiri

“Selamat, Ya”. Ucap Kencana seraya mengulurkan tangannya yang halus,” (hlm. 284)

(58) “Intan.” Kata Kencana lirih dengan kepala masih tertunduk. “Maafkan sikap tiang selama ini…” (hlm. 285

Kencana adalah istri sah Bhuana. Akan tetapi, Bhuana mencampakkan Kencana.

(59) Bhuana , hidup apa yang kau ciptakan untukku? Perkawinan macam apakah yang kau pergelarkan di depan orang-orang griya? Bukankah aku ini istrimu? Perempuan yang kau miliki secara sah, dengan saksi setumpuk sesaji kelas satu. Direstui orang suci dan dewa-dewa! (hlm111)

(60) Kau tak lagi bergairah menyentuhku. Batangtubuh lelakimu selalu mati setiap kali lubang tubuh perempuanku berderak basah, mengelegak dalam badai. Hanya dingin, hanya semilir angin asing yang bersiut dari pori-pori pohon kelelakianmu (hlm. 112).

(61) Andai kau tahu betapa sakitnya memiliki seongok daging yang sempurna, tapi terpuruk dan tercampakkan. Betapa aku serasa gila menjajal daging tubuhku sendiri, agar aku tetap yakin bahwa ia tak merana tak sia-sia (hlm. 112)

Kencana mengunakan lelaki lain untuk memenuhi nafsu seksualnya.

(62) Andai kau tahu bagaimana aku menjagal para laki-laki itu. Kubiarkan mereka rakus melahapku. Kubiarkan nafsuku tumpah menengelamkan mereka semua, berpuluh-puluh mereka. Kujadikan mereka budak,. Kupangil mereka semua ‘Bhuana’ dan kupecut, kugigit, kutampar, kuhajar, kusedot sampai tumpas hingga akar-akar mereka berlonjot dalam ngilu. Mereka bilang aku gila tapi nyatanya mereka datang dan datang lagi., yang lama dan yang baru, memohon amuk badai nafsuku, mengemis-ngemis guyuran anggur kegilaanku. Dan aku pun berlaku adil pada mereka (hlm. 112)


(50)

2.1.5 Galuh

Galuh adalah sepupu Intan . Usianya tiga tahun lebih tua dari pada Intan. Seorang mahasiwa semester lima.

(62) Bocah itu hanya tiga tahun lebih tua dari Intan, tapi wataknya sudah penuh dengki. Mulutnya nyinyir (hlm. 7)

(63) “ gus, dayu galuh memang baru semester lima. (hlm. 203)

Ia dari kecil suka curang kepada Intan terutama perihal menyiapkan sesaji. Galuh mempunyai watak galak, Iri pada Intan, suka mengejek, malas.

(64) yang jagat pekik Kenanga dalam hati. Ditariknya napasnya dalam-dalam. Sama sekali tidak disangkanya dalam dunia bocah juga ada kecurangan (hlm. 8)

(65) Tiang Cuma tidak suka bertemu. Habis Tugeg Galuh suka mengejek. Orangnya galak, kerjaanya marah-marahterus. Tiang takut.(hlm. 7)

Galuh pun curang mendapatkan Mahendra dengan menjebak Intan, menyewa lelaki untuk menodai Intan. Melakukan apa saja untuk mendapatkan Mahendra ataupun lelaki Brahmana lainya.

(66) “ kau tahu kenapa tiang berada di tempat ini?...tapi ini tempat yang baik untuk menghancurkan seorang Dayu. …tiang tidak akan menodaimu. Seperti pesan sang pemesan (Galuh) pada tiang (hlm. 257).

Ibu Galuh suka menawarka Galuh kepada lelaki kaya .Hal tersebut dapat ditemukan dalam kutipan berikut ini.

(67) Ibunya, seorang perempuan aneh, yang selau menawarkan anaknya


(51)

2.1.6 Ratu Aji (Ayah Kenanga)

Ayah Kenanga adalah orang yang suka mengalah dengan istrinya. Ia melakukan hal itu untuk menghindari pertengkaran dengan istrinya. Ratu Aji seringkali berusa membela Kenaga setiap Kenaga berselisih dengan ibunya.

(68) “ kenanga pasti berkata kasar pada Kencana.” “ Percayalah, Yu, dia bukan anak kecil lagi”. “ Aji selalu membelanya.” (hlm. 19)

Ratu Aji memiliki hobi mengadu ayam seperti kebiasaan lelaki Bali pada umumnya.

(69) Ayah Kenanga muncul dengan mengendong seekor ayam jago putih

(hlm. 153)

Menurut Kenaga ayahnya tersebut lelaki yang tidak bisa menyelesaikan masalah.

(70) Dia tahu betul, tak sepotong persoalan pun mampu dipecahkan (hlm. 99).

Sebagai orang tua, Ratu Ibu mengajarkan kebudayan Bali pada generasi muda (Intan). Seperti dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(71) Dengan telaten mereka (ayah dan ibu Kenanga) ajarkan tata karma berbahasa Bali ( hlm. 6).

2.1.7 Ratu Ibu (Ibu Kenaga)

Ibu Kenaga adalah orang yang begitu mengagung-agungkan kebagsawanan.


(52)

(72) :”Dia minta dibuatkan otonam untik Luh Intan! Apa tidak gila itu namanya? Dia pikir Intan ini siapa? Anak siapa? Kita ini bangsawan. Bisa jatuh harga diri kita di depan orang-orang (hlm. 99)

Ia sangat mencintai Kencana. Tidak begitu suka terhadap Intan kecil. Akan tetapi , sikapnya terhadap Intan berubah ketika Intan menjelang masuk perguruan tinggi.

(73) sejak dulu ibu selalu memihak Kencana. Kenanga selalu merasa kasih sayang ibu hanya untuk Kencana seorang. Seolah adiknya itu hanya semaata wayang. Di kepala ibunya seperti Cuma ada Kencana (hlm. 12) (74) “ kenanga pasti berkata kasar pada Kencana.”

“ Percayalah, Yu, dia bukan anak kecil lagi”. “ Aji selalu membelanya.”

“ Bukan begitu. Tiang hanya merasa ada sesuatu yang tidak beres.” “ Apa?”

“ Entalahl.”

“…Kalau saja Kenanga tahu betapa mahalnya nyawa Kencana. Ketika dulu kita nunas oka, mohon anak kepada balian, itu bilang kalau bayi yang lahir nanti selamat agar dijaga baik-baik. Dan semua orang harus mencintai dan mengasihinya.” (hlm. 19)

Sebagai orang tua, Ratu Ibu mengajarkan kebudayan bali pada generasi muda (Intan). Seperti dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(75) Dengan telaten mereka (ayah dan ibu Kenanga) ajarkan tata karma berbahasa Bali ( hlm. 6).

2.1.8 Mahendra

Mahedra adalah seorang dosen elektro di Udayana. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(76) “ Oh ya, mulai bulan depan aku jadi dosen elektro di Udayana. Senang juga bisa sering ketemu denganmu lagi. Kapan-kapan kenalkan aku dengan anakmu itulah. Eh, siapa tadi namanya?” (hlm. 110)


(53)

(77 ) Itulah sebabnya, ketika baru pulang ke Bali setamat kuliah di ITB dulu…(hlm. 109)

Ia berkasta Brahmana. Sebagi seorang Brahmana, Mahendra menjunjung tata karma. Mahendra meyakini tata karma sebagi kunci pokok dari semua perkara. Mahendra memaknai kebangsawanan sebagai pelayan dan pengayom

(78) Dalam dunia Mahendra, ada satu pokok yang harus dijuinjungnya, lebih daripada apa pun : tata karma. Kunci dari semua perkara terletak pada tata karma (hlm. 167)

(79) Ingat, jadi bangsawan sejati itu bukan hanya cukup mengaung-agungkan kulit luar, bahwa dia Ida Bagus atau Ida ayu. Tapi dia juga harus menguasai ilmu sastra dan agama. Dan yang paling penting harus sanggup melayani umat. Mengayomi para sisia itu”! (hlm. 170)

. Ida Bagus Mahendra Rajasa nama lenkap pria itu. Waktu kecil sering dipangil Gus Bancih karena dia lebih suka bermain dengan anak perempuan bermain pasar-pasaran., rujak-rujakan, mengiris-iris daun .

(80) Ida Bagus Mahendra Rajasa, nama lelaki itu. Anak yang tidak banyak tahu tentang pola hidup di Bali… Pada saat Mahendra masih anak-anak, orang-orang di griya selalu memangilnya dengan julukan yang tak kan pernah terlupakan sepanjang hidupnya : “Gus Mahendra!” Gus Bancih” (hlm. 172)

Mahendra sangat mecintai Intan. Banyak wanita muda Brahmana mengejarnya. Mahendra usianya sepuluh tahun di bawah Kenanga. Mahendra belum menikah.

(81) Mahendra begitu muda, mandiri, sompatik,. Siapa yang tak terpikat? Pantas saja para ibu begitu sibuk menawrkan anak gadinya dengan


(54)

keramahan yang dibuat sedemikian rupa, agar mendapat prioritas perhatian tersendiri dari laki-laki itu (hlm. 202)

(82) Mahendra sepuluh tahun lebih muda daripada Kenanga (hlm. 109)

(83) Orang tuanya berkali-kali mencarikanya jodoh, namu selau ditolaknya dengan alasan bermacam-macam. Tidak jarang bahkan dia mengumbar sumbar: “Ingat! Usia lelaki lebih panjang daripada perempuan. Jam biologis lelaki tak pernah mati” (hlm109).

2.1.9 Jero Kemuning

Jero kemuning adalah isrtri dari paman Profesor Rahyuda. Namun, usia Profesor Rahyuda setara dengan Jero Kemuning. Nama aslinya sebenarnya Luh Putu Arimbi. Sejak dipersunting paman Rahyuda yang berkasta Brahman namanya mendapat gelar Jero. Orang griya menjulukinya Kemuning karena kecantikanya. yang bagaikan kuntum kemuning.

(84)) Nama asli perempuan itu luh Putu Arimbi. Sejak diperistri paman Rahyuda yang berkasta brahmana, sesuai tradisi namanya diganti dan memndapat gelar “Jero”. Orang-orang griya menjulukinya kemuing karena kecantikannya yang bagaikan kuntum kemuning yang sedang mekar (hlm. 25).

Rahyuda dan Kemuning saling memendam rasa. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(85) “ Tiang sangat mencintainya, Tugeg…”

Suara Kemuning terdengar ragu. Kenanga tersenyum (hlm. 74)

(86) “ Tiang sudah berusaha membunuh perasaan tiang. Tiang tahu perasaan itu salah,” isak Kemuning (hlm. 75)

(87) “ Ya. Tiang pendam seluruh perasaan tiang dalam-dalam.” (hlm. 75) (88) ‘ Tidak, jero. Prof hanya mencintai Jero,”ujar Kenanga (hlm.76).

Jero Kemuning menikah dengan paman Rahyuda karena perjodohan. Ibu paman Rahyuda meminta kepada ibu Kemuning agar menyerahkan anak


(55)

perempuannya ke griya untuk dikawinkan dengan anaknya. Jero Kemuning merasa terpaksa atas perkawinanya. Dapat dilihat dalam kutipan berikut

(89) Perkawinanya denga paman Rahyuda boleh dibilang adalah sebuah keterpaksaan, demi agenda perjodohan orang-orang zaman dahulu. Ibu paman Rahyuda meminta kepada ibu Kemuning agar menyerahkan anak perempuannya ke griya untuk dikawinkan dengan anaknya (hlm. 78)

2.1.10. Tuniang Meme

Tuniang Meme adalah nenek Kenanga. Ia adalah ibu dari ayah Kenanga. Tuniang Meme sangat perhatian kepada Kenanga dan mengerti perasaan Kenanga. Ia merupakan tempat pelarian Kenanga setiap ia ada masalah. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(90) Satu-satunya orang yang mengerti perasaan Kenanga hanyalah tuniang Meme, nenek, ibu dari ayah (hlm. 13)

(91) “ Kencana sakit, Kenanga. Tidak perlu kau ambil hati. Malah nestinya jegeg kasian padanya. Adikmu iti memang harus melibatkan orang lain agar pekerjaanya beres,” kata Tiniang Meme seraya mengusap kepala Kenanga. Perempuan tua itu lalu mengajak Kenanga ke kamar tidurnya di Bale Bandung dan menuturkan kisah siap selem maling talub, ayam hitam mencuri telur. (hlm 13)

(92) Kenanga sadar, dari dulu dia tidak akan pernah menang bila bertengkar

dengan Kencana. Pelariaanya hanya kepada “Tuniang Meme”. Di

hadapan perempuan renta itu Kenanga cukup hanya menangis. Tanpa perlu menceritakan apa yang terjadi, Tuniang meme sudah mengerti.

2.1.11 Profesor Rahyuda

Rahyuda adalah seorang guru besar sastra. Usianya enam puluh tahun namun tubuhnya tetap terlihat gagh dan kuat.

(93) Karirnya terus menanjak. Rahyuda berhasil menduduki kursi ketua jurusan, lalu dekan, dan kini guru besar sastra (hlm. 23)

(94) Ia masih tampil gagah di usianya yang enam puluh tahun lebih.

Tubuhnya tetap terlihat kuat karena tiap pagi rajin jogging di linkungan tempatinggalnya di Griya Kedangsan (hlm. 25)


(56)

Ia hidup bersama pamannya dan istri pamannya yang jelita, Jero kemuning. Dapat dilihat dalam kitipan berikut. Rahyuda belum menikah walau pun telah berusia enam puluh tahun. Oleh karena itu, bayak orang menuduhnya hanya tergila-gila pada karir. Rahyuda pun dikabarkan homosek karena kedekatanya dengan Hirozo Osu Profesor dari Jepang. (95) Aneh, dengan sukses karir dan kehidupan mapan, sampai usia senja

Rahyuda tidak mempunyai istri (hlm 23)

(96) Diam-diam banyak yang menuduhnya sebagai orang yang hanya tergila-gila pada karir (hlm. 24)

(97) Profesor Ida bagus oka Rahyuda adalah gay, begitu konon kata orang. Persahabatanya dengan Hirozo Osu, seorang professor dari Jepang, telah mengundang bisik-bisik yang tidak sedap (hlm. 24).

Akan tetapi, Rahyuda tidak menikah karena mencitai Jero Kemuning yang merupakan istri dari paman Rahyuda. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(98) “ Tiang tak pernah berhasil menggantikan bayangan Kemuning dengan Sari. Sosok kemuningt selalu muncul dalam nerbagai perwujudan …Tiang jadi tak berkutik. Kiriman-kiriman Kemuning memberi tiang semangat. Nyala api yang tak pernah habis menghangati hati dan perjalanan hidup tiang sebagai laki-laki. Sampai hari ini tiang menyimpan kartu-kartu kiriman kemuning” (hlm. 32)

Dari analisis tokoh dapat diambil kesimpulan tokoh utama dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah Kenaga. Tokoh tambahan dalam novel Kenanga Karya Oka Rusmini adalah. Intan, Bhuana, Kencana, Galuh, Ratu Aji (Ayah Kenanga), Ratu Ayu ( Ibu Kenanga), Tuniang Meme (Nenek Kenanga), Regina, Prof. Rahyuda, Jero Kemuning, Mahendra, Doglar Dayu Sari, Profesor Hiroshi Ozu, Meme Made, Biang Logaya, Dayu Gelung, Dayu Putu, Dayu


(57)

Made, dayu Ratna, Tuniang Kendran Tokoh protagonis dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini adalah Kenaga. Sedangkan tokoh antagonisnya adalah kasta. Teknik pelukisan tokoh mengunakan teknik analitis. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran para tokoh dihadirkan pengarang tanpa berbelit-belit akan tetapi secara langsung dideskripsikan oleh pengarang. misalkan dalam pendekripsian kecantikan Intan yang terdapat dalam kutipan (30), kecantikan Kencana dalam kutipan (49) dan kutipan (50).

2.2 Latar

Latar adalah segala yang berhubungan dengan terjadinya suatu peristiwa. Unsur latar dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial.

2.2.1 Latar Tempat

Latar tempat yang ada dalam novel Kenaga karya Oka Rusmini adalah Bali dan Ygyakarta.

2.2.1.1 Bali

Sebagian besar latar tempat dalam novel Kenaga terjadi di Bali. Antara lain di griya tempat tingal Kenanga, Intan, Ratu Aji, dan RatuAyu. Kuta, Jimbaran, Sanur tempat praktek Bhuana, Griya tempat tingal Rahyuda, Kampus, kantin kampus. Rumah Bhuana. Selain itu upcara adan Ngotonin dan Ngaben


(58)

menunjukkan bahwa peristwa dalam novel Kenaga berlatar tempat Bali. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(99) “ Untuk apa bunga-bunga itu , Kenaga?” “Untuk ke Sanur, Aji.”

“Ke Sanur? Ada acara apa?”

Ngotonin, upacara enam bulan bayi, keponakan dayu Galuh.” (hlm. 153-154)

(100) Usai seminggu layon dimakamkan di Bale, mayat Jero Kemuning memasuki pembakaran. Upacara ngaben itu berlangsung besar-besaran (hlm. 129).

(101) Selepas mengajar mata kuliah cerita rekaan, Kenaga langsung memacu mobilnya ke rumah Rahyuda. Rumah besar itu sepi sekali. Suasana perkabungan masih menggenang (hlm 72).

(102) “Kopi di kantin fakulas Sastra terkenal enak. Sayang kaalu dibiarkan dingin” (hlm. 82)

(103) Bhuana mengendarai mobilnya dengan kasar. Berhenti di sebuah restoran di kawasan Kuta, mereka masuk dan duduk di sebuah sudut (hlm.47)

2.2.1.2 Yogyakarta

Yogyakata adalah tempat Kenanga menempuh S2, tempat Bhuana menghadiri seminar hingga terjadinya terjadinya persetubuhan dengan Kenanga, tempat Profesor rahyuda menempuh S2. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(104) Selama di Yogya tiap malam Bhuana dan Kenanga turun ke Malioboro. Mereka hanya berjalan-jalan. Hanya menikmati cahaya dan kerumunan manusia, menyongsong nyanyian para pengamen dan kelezatan gudeg yang tersaji dalam kendil (hlm.49-50)

(105) Peristiwa memalukan itu mendorong Kenaga untuk menerima tawaran tugas belajar di Yogyakarta (hlm.52)

(106) Paginya Kenaga tergeregap bangun oleh suara ketukan pintu. Ternyata yang datang adalah ibu pemilik rumah, perempuan setengah tua yangtidak punya siap-siapa lagi di dunia ini. Meskipun tingal bersebelahan, selama hampir tiga bulan menempati kontrakanya, Kenanga belum sempat berbicara banyak dengan sang pemilik rumah (hlm. 57)


(59)

2.2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel Kenaga. Peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1989/1990-an. Dalam novel Kenaga, Intan akan menempuh Sipenmaru.. Sipenmaru dihapus pada tahun 1989 (http://www.um.web.id). Selain itu, mobil yang digunakan para tokoh adalah jenis mobil yang ada pada kurun waktu 1980/1990-an yaitu Toyota Starlet. Dapat dilihat dalam kutipan kutipan berikut,

(107) Adiknya telah lenyap ditelan Starlet abu-abu (hlm. 18)

(108) Mereka berjanji menghadiahi sedan Starlet kalau Kencana diperistri Bhuana (hlm. 46)

2.2.3 Latar Sosial

Latar sosial dalam novel Kenaga diketahu melalui kelas dalam kasta yaitu kasta Brahmana (kelas atas). Kebanyakan tokoh yang ada adalah dari kasta brahmana. Hal tersebut dapat dilihat dari nama-nama mereka Ida Bagus Bhuana Putra kutipan, Ida Bagus Mahendra Rajasa. Selain nama, dapat juga dilihat dari pangilan untuk tiap tokoh misalnya Ratu Aji untuk ayah, Ratu Ibu untuk ibu, tuniang Meme untuk nenek, Tugeg singkatan dari Ratu Jegeg pangilan kehormatan untuk perempuan bangsawan (Brahmana), Ida Ayu nama untuk perempuan bangsawan. Dapat dilihat dalihat dalam kutipan berikut.

(109) Tapi ini Bali, Kenanga. Ada adat yang menentukan hidup kita. Apalagi kita bangsawan, dari kasta tertinggi. Tempat kita di griya .Kita

kaum Brahmana dihargai sebagai Surya, diagungkan orang (hlm. 92). (110) Ingat, jadi bangsawan sejati itu bukan hanya cukup mengaung-agungkan


(1)

Latar waktu yang terjadi dalam novel Kenanga adalah antar tahun 1989 hingga tahun 1990an. Hal tersebut dilihat dari ujian Sipenmaru dan jenis mobil yang digunakan para tokoh.

Latar sosial dalam novel Kenanga adalah para tokoh merupakan keturunan Brahmana. Mereka beragama Hindu-Bali. Dari sisi pendidikan mereka adalah kaum terpelajar. Mereka berpendidikan tinggi. Hal tersebut, dilihat juga dari profesi beberapa tokoh adalah seorang dosen.

Dalam analisis citra wanita dalam novel Kenanga Karya Oka Rusmin dibagi menjadi citra diri dan citra sosial. Dalam citra diri diketemukan bahwa wanita Bali dalam novel Kenangan berpendidikan tinggi, berparas cantik, termasuk wanita yang lemah baik mental maupun fisiknya, ambisius, munafik, mengagung-agungkan kebrahmanaan, menghargai keperawanan, berani melawan adat walau tidak pada tokoh utama, dan liar.

Citra wanita Bali dalam novel Kenanga dalam citra sosial wanita Bali dicitrakan memiliki pekerjaan yang setara dengan pria dan suka bekerja keras serta mau bekerja macam-macam seperti ditemukan dalam tokoh Biang Mayon. Dalam hal keagamaan terampil membuat dan menyiapkan sesaji. Dalam pola pengasuhan anak mengajarkan tentang tata krama dan kepada perempuan bangsawan ditekankan menikah dengan lelaki sederajat. Hal tersebut, melatarbelakangi timbulnya kecurangan dalam mendapatkan lelaki idaman. Bahkan kecurangan itu terjadi antara saudara sekandung. Kecurangan pun terjadi sedari tokoh dalam usia belia. Wanita Bali memiliki peran dalam keluarga. Dalam masyarakat bangsawan, kelahiran anak perempuan kurang dihargai.


(2)

4.2 Saran

Demikian penelitian dengan judul Citra Wanita Bali dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini, Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra. Penelitian ini hanya menganalisis tokoh dan latar kemudian menganalisis citra wanita Bali dalam novel Kenanga. Sebenarnya masih banyak permasalahan yang bisa diangkat untuk dijadikan penelitian misalnya saja dengan pendekatan psikologi.


(3)

64

DAFTAR PUSTAKA

Damono, sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra; Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta. Pusat Pembinaam dan Pengembangan Bahasa.

Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta. Pustaka Widyatama.

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yoyakarta. Kanisius. Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta. Sinar Harapan.

Nas, J.M. Peter. 2009. Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Nawawi, H Handari. 1990. Penelitian Bidang Sosial. Yoyakarta. Gajah Mada University Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Nuryana, Asmaudi SA. 2003. “Perempuan (Brahmana) Mengugat Kasta”. http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/7/20/ap3.html.

Rusmini, Oka. 2003. Kenanga. Jakarta. Grasindo.

Sardjono, Maria A. 1992. Paham Jawa: Menguak Falsafah hidup Jawa. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Senen, I Wayan.2005. Perempuan Dalam Seni Pertunjukan Bali. Yogyakarta. BP ISI. Sudjiman, Panuti.1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta. Pustaka Jaya.

Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak-Sajak Toeti Heraty. Bandung. Agkasa.


(4)

Sumardjo, Jakob. 1984. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Bandung. Angkasa. Surpha, I Wayan. 2006. Seputar Desa Prakaman dan Adat Bali. Denpasar.

Pustaka Bali Post.

Swarsi, Si Luh, dkk. 1986. Kedudukan dan Peranan Wanita Pedesaan Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya

Widiyarti, Dara. 2005. “Psikologi dalm Kritik Sastra”. Makalah dalam seminar kritik sastra. Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional. Jakarta 20-22 September 2005.

Wasono, Sunu.2006. “Pria-Wanita-Kasta: Catatan atas Taria Bumi Oka Rusmini”. Horison XXXX. Maret.


(5)

66

DAFTAR ISTILAH-ISTILAH BALI

Aji ayah

Balian dukun Banten sesaji

Belabaran sesaji yang terbuat dari nasi warna-warni Bli panggilan untuk kakak lelaki

Canang sesaji dari beragam bunga

Datu perempuan tua yang tidak pernah kawin Dayu ida ayu, pangilan wanita bangsawan

Griya nama rumah tempat tinggal bangsawan khususnya kasta Brahmana Gus pangilan untuk anak lelaki

Jegeg pangilan kesayangan untuk anak perempuan bangsawan Kuri gede gerbang masuk griya

Layon mayat

Leak setan yang menakutkan di Bali

Luh panggilan untuk anak perempuan kebanyakan Majejahitan membuat perlenkapan upacara

Mbok kakak perempuan

Meme ibu Metading membuat Merajan pura keluarga Metajen sabung ayam Ngotonoin upacara enam bulan bali

Nyerod kawin lari dengan lelaki yang tidak sederajat Patiles ibe tahu diri

Panjak adik laki-laki Penglingsir kaum tua Parekan para abdi lelaki Petoyan upacara besar Rabi istri

Ratu panggilan kehormatan untuk bangsawan Tangkih alat upacara yang terbuat dari janur Tangkil menghadap

Taksu kekuatan gaib

Tiang saya

Tuniang pangigilan nenek untuk bangsawan brahmana

Tugeg singkatan dari ratu jegeg, pangilan kehormatan untuk perempuan bangsawan

Undagi perancang bangunan adat Bali Wang jero pembantu perempuan


(6)

BIOGRAFI PENULIS

F.X. Dwiantoro Wismayanto lahir di Sleman 23 Desember 1982. Memulai studi di Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Universitasa Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2001. Tugas akhir yang disusun penulis berjudul Citra Wanita Bali dalam Novel “Kenanga” karya Oka Rusmini (Tinjauan Sosiologi Sastra) mengantarkan penulis memperoleh gelar Sarjana Sastra

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis SD Kanisius Kadirojo (1989-1995), SMP Kanisius Kalasan (1995-1998), SMU Negeri 1 Kalasan (1998-2001). Selama menuntut ilmu di Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma pernah bergabung dengan Bengkel Sastra dan menjadi aktor dalam pementasan teater dengan judul Malam Jahanam karya Motingo Busye (2001). Pementasan drama karya Iwan Simatupang dengan judul Petang Di Taman (2002). Penulis pernah pula menjadi ketua Himpunan Mahasiwa Sastra Indonesia (2003-2004)