IDENTIFIKASI DAN FILOGENETIKA BAKTERI Aeromonas spp. ISOLAT AIR KOLAM BEBERAPA KOTA BERDASARKAN PADA SIKUEN GEN 16S rRNA.

(1)

IDENTIFIKASI DAN FILOGENETIKA BAKTERI Aeromonas spp. ISOLAT AIR KOLAM BEBERAPA KOTA BERDASARKAN PADA

SIKUEN GEN 16S rRNA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Pendidikan Biologi

Oleh : Visi Tinta Manik

0906995

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

IDENTIFIKASI DAN FILOGENETIKA

BAKTERI

Aeromonas spp.

ISOLAT

AIR KOLAM BEBERAPA KOTA

BERDASARKAN PADA SIKUEN

GEN

16S rRNA

Oleh Visi Tinta Manik

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Visi Tinta Manik 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI DAN FILOGENETIK BAKTERI Aeromonas spp. ISOLAT AIR KOLAM BEBERAPA KOTA BERDASARKAN PADA SIKUEN GEN

16S rRNA

Oleh Visi Tinta Manik

0906995

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Topik Hidayat, M.Si NIP. 197004101997021001

Pembimbing II

Hj. Diah Kusumawaty, M.Si NIP.19708112001122001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

Dr. Riandi, M.Si NIP. 196305011988031002


(4)

(5)

IDENTIFIKASI DAN FILOGENETIKA BAKTERI AEROMONAS SPP. ISOLAT AIR KOLAM BEBERAPA KOTA BERDASARKAN PADA

SIKUEN GEN 16S rRNA

ABSTRAK

Air dapat menjadi perantara bagi bakteri patogen untuk menginfeksi penyakit, salah satunya adalah bakteri Aeromonas. Bakteri ini merupakan patogen baik pada manusia atau hewan khususnya ikan. Hubungan kekerabatan antara bakteri Aeromonas perlu diketahui untuk mengetahui keanekaragaman dan penyebaran strain patogen di perairan, sehingga dapat digunakan untuk uji kualitas air secara tepat dan cepat serta dapat digunakan untuk menanggulangi efek patogen dari bakteri Aeromonas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, keberadaan gen virulen, dan hubungan filogenetika dari bakteri Aeromonas spp. Dari 44 isolat yang diperoleh dilakukan uji morfologi (pewarnaan Gram), uji biokimia yang meliputi uji RS+Novobiocin, motilitas, oksidasi, OF, indol, VP, sitrat, fermentasi laktosa, deteksi hemolisis, dan deteksi gen lipase. Kemudian 8 isolat terpilih dan dua isolat kontrol disikuensing berdasarkan pada gen 16S rRNA. Pohon filogenetika didapatkan dengan menggunakan Clustal X dan MEGA 5. Hasil yang diperoleh dari pohon filogenetika, bakteri Aeromonas spp. dapat digolongkan menjadi 3 grup yaitu grup pertama terdiri dari lima isolat yang berkelompok sendiri, grup kedua terdiri dari dua isolat yang berdekatan dengan Aeromonas veronii dan kelompok terakhir terdiri dari satu isolat serta dua isolat kontrol berdekatan dengan grup Aeromonas hydrophila. Dari delapan isolat yang ditemukan, Aeromonas spp. merupakan bakteri Gram negative berbentuk basil pendek, bersifat motil, positif uji oksidase, dan OF. Gen virulen pada Aeromonas spp yang ditemukan terdistribusi acak.


(6)

IDENTIFICATION AND PHYLOGENETIC OF Aeromonas spp. WATER POND ISOLATES FROM SOME CITIES BASED ON 16S rRNA GENE

SEQUENCE

ABSTRACT

Water can be an intermediary factor for pathogenic bacteria to infect the disease, one of which is Aeromonas. This bacterium is pathogenic to either humans or animals especially fish. Phylogenetic relationship between Aeromonas spp. need to describe to know the diversity and distribution of pathogen strains in water, so it can be used to test water quality accurately and quickly and can be used to overcome the phatogenic effects of Aeromonas. This study aimed to determine the characteristics, the presence of virulence genes, and phylogenetic relationships of Aeromonas spp. Morphology (Gram staining); biochemical tests include RS + Novobiocin, motility, oxidation, OF, indole, VP, citrate, lactose fermentation, hemolysis detection; and detection of lipase gene were determined from 44 isolates. Then 8 selected isolates and two control isolates were sequenced based on 16S rRNA gene. Phylogenetic trees obtained using Clustal X and MEGA 5. The results of the phylogenetic tree, Aeromonas spp. can be classified into 3 groups, the first group consisted of five isolates clustered alone, the second group consists of two isolates which have close relationship with Aeromonas veronii and the last group consisted of one isolate and two control isolates have close relationship with Aeromonas hydrophila.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 3

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

D. Batasan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat penelitian ... 4

BAB II KARAKTERISTIK BAKTERI Aeromonas DAN STUDI FILOGENETIKA MOLEKULER ... 5

A. Klasifikasi dan Karakteristik Bakteri Aeromonas ... 5

B. Penyakit yang disebabkan oleh Bakteri Aeromonas ... 6

C. Identifikasi Bakteri Aeromonas ... 8


(8)

b. Uji KOH ... 8

c. Uji RS ... 9

d. Uji Motilitas ... 9

e. Uji Oksidatif fermentatif ... 10

f. Uji Oksidasi ... 10

g. Uji Voges-Voskauer ... 10

h. Uji Indol ... 10

i. Uji Fermentasi laktosa ... 11

j. Uji Sitrat ... 11

k. Deteksi Hemolisis ... 11

D. Teknik dasar Biologi Molekuler ... 12

E. Gen Lipase (lip) ... 13

F. Gen Faktor Virulen pada Aeromonas ... 14

G. Gen 16S rRNA ... 15

H. Sikuensing ... 16

I. Filogenetika Molekuler ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis Penelitian ... 18

B. Populasi dan Sampel ... 18


(9)

D. Alat dan Bahan ... 18

E. Prosedur penelitian ... 19

F. Alur Penelitian ... 31

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Isolasi Bakteri Aeromonas dari Air Kolam Beberapa Kota ... 32

B. Identifikasi Isolat Secara Morfologi dan Biokimia ... 33

C. Deteksi Gen Lip ... 38

D. Identifikasi Biokimia Tambahan ... 40

E.Deteksi Gen Virulen ... 47

F.Prasikuensing ... 52

1. Amplifikasi gen 16S rRNA ... 52

2. Purifikasi dan Penghitungan Konsentrasi DNA amplikon ... 52

3. Analisi Hasil Sikuensing ... 54

4. Analisis Filogenetik Bakteri Aeromonas ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A.Kesimpulan ... 61

B.Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 70 RIWAYAT HIDUP


(10)

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Air merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mahluk hidup. Manusia memerlukan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti halnya manusia, hewan dan tumbuhan juga memerlukan air dalam kehidupannya. Bagi hewan perairan, air tidak saja digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tapi juga menjadi habitat untuk melangsungkan kehidupannya. Namun tidak jarang air juga bisa menjadi perantara bagi bakteri patogen untuk menginfeksi penyakit. Salah satunya adalah bakteri Aeromonas spp.

Bakteri Aeromonas spp.umumnya hidup di lingkungan perairan (Ottaviani et al., 2011). Aeromonas hydrophila dapat ditemukan diberbagai lingkungan perairan seperti air tanah, air permukaan, air payau, air laut, air minum, dan air dari limbah (Holmes et al.,1996 dalam EPA, 2006), termasuk di air kolam ikan (Wulandari, 2012).

Aeromonas spp. merupakan patogen, baik pada manusia maupun hewan (ikan, amfibi, reptil) (Gosling, 1996 dalam EPA, 2006). Pada manusia, dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, infeksi dan luka pada usus halus, dan berbagai infeksi lainnya (Janda & Abbot, 2010). Gastroenteritis merupakan penyakit paling umum yang disebabkan oleh bakteri ini, terutama menginfeksi individu yang masih muda, orang tua, dan individu yang memiliki daya imunitas lemah (Janda & Abbot, 2010), bahkan menurut Janda dan Abbot (1998) dalam EPA (2006) bakteri ini dapat juga menyebabkan septicemia, meningitis, endocarditis, dan lain-lain.

Selain patogen pada manusia, bakteri Aeromonas spp. juga dikenal sebagai bakteri patogen pada ikan. Beberapa anggota bakteri ini banyak disebutkan perannya yang berkaitan dengan patologi ikan. Pada ikan, bakteri Aeromonas spp. dapat menyebabkan haemorrhagic septicemia, furunculosis, cutaneous ulcerative disease, head ulcer disease (Austin & Austin, 2007).

Berdasarkan penelitian dari Ottaviani et al. (2011), dari 142 strain Aeromonas yang diisolasi dari makanan, klinik (feses pasien diare terkait


(12)

2

Aeromonas), dan dari lingkungan, 82 strain positif patogen. Kemampuan patogen bakteri Aeromonas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya struktur lipopolisakarida sel (LPS), protein membran luar (OMPs), pili dan flagella, system sekresi tipe III (T3SS), dan faktor ekstraseluler seperti enzim dan kandungan toksin (Janda & Abbott., 2010).

Kemampuan patogen pada bakteri Aeromonas spp. ini berkaitan dengan faktor virulensi yang dimiliki oleh bakteri tersebut. Faktor virulensi ditentukan oleh gen virulen yang diekspresikan oleh bakteri. Hasil penelitian Wulandari (2012) menyebutkan bahwa isolat Aeromonas hydrophila ATCC 7966 memiliki gen virulen aerA, act, alt, dan ast . Sedangkan isolat AKS yang diisolasi dari air kolam memiliki gen virulen aerA, act, dan alt. Selain itu, gen virulen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi patogen selain gen aerA adalah gen ascV, aopB, dan aexT (Syadza, 2012). Dilaporkan oleh Wulandari (2012) dan Syadza (2012) bahwa kehadiran gen-gen virulen dapat menentukan tingkat patogenitas dari bakteri Aeromonas hydrophila terhadap inangnya. Isolat bakteri AKS yang memiliki gen aerA, act, dan alt dinyatakan avirulen setelah bakteri tersebut diinfeksikan pada ikan gurami varietas tutug oncom dengan dosis 104, 106, dan 108, ikan yang mati adalah 33,3% pada dosis 108 (Wulandari, 2012). Sedangkan isolat bakteri A2 yang memiliki gen aerA, ascV, aopB, dan aexT menunjukkan sifat virulen pada ikan gurami varietas tutug oncom dan menyebabkan kematian 0,71% pada dosis 106 dan 83,3% pada ikan dengan dosis 108 (Syadza, 2012). Oleh karena itu gen virulen perlu dideteksi untuk mengetahui potensi patogen dari bakteri. Selain ketujuh gen tersebut, gen yang mengkode lipase dapat pula bersifat patogen ( Hube et al., 2000), namun selain bersifat patogen, gen ini merupakan gen spesifik Aeromonas hydrophila pada posisi 760 pasang basa (pb) (Lee et al., 2000). Cascon et al. (1996) melaporkan bahwa dari 21 isolat Aeromonas hydrophila sekitar 91% memiliki gen lipase pada posisi 760pb.

Aeromonas spp. memiliki taksonomi yang kompleks, karena memiliki karakter yang berbeda-beda bahkan pada level intraspesies (Soler et al., 2004; Ottaviani et al., 2011), hal tersebut berdampak pada kesulitan mengidentifikasi


(13)

3

bakteri Aeromonas spp. pada level spesies karena bakteri ini memiliki heterogenitas pada fenotip dan genotipnya (Janda & Abbott, 2010; Beaz-Hindalgo et al., 2010; Morandi et al., 2005; Figueras et al., 2000).

Teknik molekuler telah dikembangkan untuk mengatasi masalah identifikasi bakteri. Gen 16S rRNA merupakan gen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Aeromonas spp., karena gen 16S rRNA merupakan gen yang digunakan secara universal dan dapat mengidentifikasi bakteri yang memiliki kekerabatan yang sangat dekat (Woese et al.,1987 dalam Martinez-Murcia et al.,1992). Putchucheary et al. (2012) telah melakukan identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila dan Aeromonas caviae dengan menggunakan sikuen gen 16S rRNA. Sikuen tersebut juga dapat digunakan untuk identifikasi Aeromonas salmonicida, Aeromonas bestiarum (Martinez-Murcia et al., 2005), dan Aeromonas veronii (Graf, 1999).

Identifikasi bakteri Aeromonas spp. yang berasal dari air masih jarang dilakukan di Indonesia, padahal hal ini penting untuk melihat keragaman, kekerabatan, dan penyebaran strain patogen di perairan, sehingga dapat digunakan sebagai DNA barcode dan dapat digunakan untuk pengujian kualitas air secara tepat dan cepat.

Berdasarkan latar belakang tersebut telah dilakukan identifikasi filogenetika bakteri Aeromonas spp. yang diisolasi dari air kolam sebagai tempat hidup hewan air seperti ikan dengan menggunakan penanda gen 16S rRNA untuk mengetahui kekerabatan bakteri Aeromonas spp. secara evolusi agar hasilnya dapat dipakai untuk keperluan penelitian selanjutnya dan efek patogen dari Aeromonas spp. dapat ditanggulangi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini, yaitu : “Bagaimanakah identifikasi dan hubungan filogenetika Aeromonas spp. isolat air kolam dari beberapa kota berdasarkan pada sikuen gen 16S rRNA ?


(14)

4

C. Pertanyaan Penelitian

Dari rumusan masalah dapat dituliskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1) Bagaimanakah karakter bakteri Aeromonas spp. dari beberapa kota dilihat

dari morfologi, biokimia dan molekuler ?

2) Bagaimana kelimpahan gen virulen pada isolat bakteri Aeromonas spp. yang ditemukan ?

3) Bagaimanakah hubungan kekerabatan secara filogenetika bakteri Aeromonas spp. isolat air kolam dari beberapa kota ?

D. Batasan Masalah

1) Strain yang digunakan diisolasi dari air kolam di Indramayu (Anjatan dan Sukamelang), Kab. Bandung, Kota Bandung, Garut, dan Tasikmalaya.

2) Primer gen 16S rRNA yang digunakan untuk amplifikasi adalah 27F dan 1492R.

E. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui karakteristik bakteri Aeromonas spp. dari air kolam beberapa kota secara morfologi, biokimia, dan molekuler.

2) Untuk mengetahui kelimpahan gen virulen pada isolat Aeromonas spp.

3) Untuk mengetahui hubungan filogenetika dari bakteri Aeromonas spp. isolat air kolam dari beberapa kota dengan menggunakan sikuen gen 16S rRNA.

F. Manfaat Penelitian

1) Memberikan gambaran mengenai hubungan kekerabatan bakteri Aeromonas spp. yang diisolasi dari air kolam di beberapa kota

2) Sebagai pustaka awal untuk penelitian selanjutnya

3) Memberikan informasi tambahan mengenai identifikasi dan karakteristik bakteri Aeromonas spp., khususnya di bidang Mikrobiologi dan Biologi Molekuler.

4) Mendapatkan metode untuk mendeteksi keberadaan bakteri Aeromonas spp. di perairan secara cepat.


(15)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988).

B. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah isolat bakteri Aeromonas spp. yang diisolasi dari air kolam Indramayu (AKI), air kolam Indramayu Sukamelang (AKIS), air kolam Indramayu Anjatan (AKIA), air kolam Kab. Bandung (AKC), air kolam Kota Bandung (AKB), air kolam Garut (AKG), dan air kolam Tasikmalaya (AKT).

Sampel yang digunakan adalah DNA dari isolat Aeromonas spp. yang didapatkan.

C. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan November 2013 sampai dengan Mei 2013 yang dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Pendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setiabudhi No.299 Bandung.

D. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan terdapat di Laboratorium Mikrobiologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Daftar alat dan bahan dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.


(16)

19

E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Pembuatan Media Tumbuh Bakteri Aeromonas spp.

Alat-alat kaca dan alat lain yang akan digunakan untuk pembuatan medium dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan, lalu alat-alat tersebut disterilisasi panas lembab dengan cara dimasukan kedalam autoclave selama 15-20 menit pada suhu 121° C pada tekanan 1 atm. Medium yang digunakan adalah medium Rimler

Shotts (RS) Trypic Soy Agar (TSA), Blood agar, Mac’s Conkey agar, medium

Voges-Proskauer (VP), SIM Agar, dan medium lain yang digunakan untuk uji biokimia. Komposisi dan cara pembuatan medium dapat dilihat pada lampiran 3.

2. Tahap Penelitian

a. Isolasi Bakteri Aeromonas

Air dari berbagai kota diambil dengan menggunakan botol steril, kemudian isolasi bakteri Aeromonas spp. dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran dengan konsentrasi 10-1 dan 10-2. Satu ml sampel air hasil pengenceran diambil lalu ditanam dengan cara diteteskan ke dalam medium RS + novobiosin, kemudian dihomogenkan (diratakan) dengan menggunakan batang L sampai terasa kesat. Lalu kultur diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Hasil positif dapat dilihat dari penampakkan koloni yang berwarna kuning tanpa warna hitam di tengah koloni (SNI, 2009).

b. Pemurnian dan Perbanyakan Koloni Bakteri Aeromonas spp.

Koloni terpilih yang tumbuh pada medium RS+novobiosin diperbanyak dan dilakukan biakan murni. Satu koloni bakteri ditanam pada medium TSA miring lalu diinkubasi pada suhu 28oC selama 18-24 jam. Biakan murni tersebut kemudian diidentifikasi secara morfologi, biokimia, dan molekuler.

c. Identifikasi Bakteri Aeromonas spp.

Identifikasi bakteri isolat air kolam dilakukan secara morfologi dan Biokimia mengacu pada pedoman SNI (2009). Sedangkan identifikasi bakteri secara


(17)

20

molekuler dengan menggunakan gen lipase yang merupakan spesifik Aeromonas hydrophila yang mengacu pada Lee at al. (2000) dan Cascon et al. (1996) serta menggunakan gen 16S rRNA sebagai sikuen penanda dalam identifikasi bakteri Aeromonas spp., serta deteksi gen virulen pada isolat Aeromonas spp.

d. Identifikasi Bakteri secara Morfologi dan Biokimia

Identifikasi bakteri secara morfologi dan biokimia berdasarkan SNI (2009) yang meliputi uji RS+novobiosin, uji motilitas, uji oksidasi, uji oksidatif-fermentatif (OF), dan uji gram. Untuk uji morfologi ditambahkan uji KOH untuk memperkuat hasil uji (Cappucino & Sherman, 2011). Lima uji biokimia ditambahkan untuk memperkuat identifikasi bakteri yang meliputi uji fermentasi laktosa (Al-Fatlawy & Al-Ammar, 2013), uji indol, uji VP, uji sitrat, (Abbot et al., 2003) serta deteksi hemolisis.

1) Pewarnaan Gram

Gelas objek dibersihkan dari lemak dengan alkohol 70% dan diberi label. Akuades diteteskan pada permukaan gelas objek. Kemudian isolat bakteri diambil dengan jarum ose steril, kemudian isolat dicampur dengan akuades dan diulas merata pada permukaan gelas objek. Selanjutnya dilakukan fiksasi panas dengan cara melewatkan preparat di atas api. Sediaan mikroskopik yang sudah kering ditetesi dengan kristal violet secara merata dan didiamkan selama satu menit. Kemudian larutan lugol diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan maksimal 30 detik. Selanjutnya preparat di cuci dengan akuades dan dikeringkan. Kemudian larutan safranin diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama dua menit. Selanjutnya preparat dicuci kembali dengan akuades dan dikeringkan (Cappucino & Sherman, 2011). Bentuk sel diamati menggunakan mikroskop compound Nikon eclipse 50i. Isolat bakteri yang termasuk Gram (+) ditunjukkkan dengan sel bakteri berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram (-) sel bakteri berwarna merah.


(18)

21

2) Uji KOH

Uji KOH dilakukan untuk memperkuat penentuan jenis gram pada bakteri. satu tetes KOH 3% diteteskan pada gelas objek, kemudian satu ose isolat bakteri diambil dan disuspensikan dengan KOH 3%. Dengan bantuan jarum ose suspensi tersebut ditarik, apabila suspensi tersebut kental (seperti lendir) menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri gram negatif, sedangkan apabila suspensi tersebut encer maka bakteri yang diuji merupakan bakteri gram positif (Arthi et al., 2003).

3) Uji Motilitas

Isolat bakteri diambil dengan jarum ose lurus, kemudian isolat bakteri diinokulasikan dengan cara ditusukkan tegak lurus satu kali pada medium semi solid (SIM Agar) lalu diinkubasikan pada suhu 25°C-28°C selama 18-24 jam. (Cappucino & Sherman, 2011). Bakteri yang bersifat motil akan tumbuh menyebar tidak hanya pada daerah tusukan (SNI, 2009).

4) Uji Oksidasi

Kertas saring dibasahi dengan pereaksi oksidasi, lalu isolat bakteri diambil satu ose, selanjutnya isolat bakteri digoreskan pada kertas saring tersebut. Reaksi oksidasi positif ditandai dengan munculnya warna biru keunguan pada goresan (SNI, 2009).

5) Uji Oksidatif-fermentasi (O/F)

Sebanyak dua tabung yang berisi lima ml medium OF disiapkan. Satu ose isolat bakteri diambil dan diinokulasikan pada medium O/F. Satu tabung ditambahkan dengan paraffin cair steril hingga ketinggian 1cm diatas permukaan medium, sedangkan tabung lainnya tanpa paraffin cair. Kemudian kultur diinkubasikan pada suhu 25°C-28°C selama 18-24 jam. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna media pada tabung yang diisi paraffin cair dari hijau menjadi kuning (SNI,2009).


(19)

22

6) Deteksi Hemolisis

Isolat bakteri ditumbuhkan pada medium TSA yang telah ditambahkan darah kuda 5% dan ampicillin 1% (medium blood agar). Kemudian dinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam, kemudian diamati zona lisisnya (Monfort & Beleux, 1991)

7) Uji Sitrat

Isolat bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose lalu isolat tersebut diinokulasikan pada medium simmon’s citrate miring, selanjutnya kultur diinkubasikan pada suhu 370C selama 48 jam . Hasil positif ditandai dengan perubahan warna medium dari hijau menjadi biru (Cappucino & Sherman, 2011).

8) Uji Voges-Proskauer (VP)

Satu ose isolat bakteri diinokulasikan kedalam medium kaldu VP, kemudian kultur diinkubasikan pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah inkubasi, lima tetes reagen Barritt A (Alfa-naphtol) dan lima tetes reagen Barritt B (Kalium hidroksida) ditambahkan ke dalam medium, selanjutnya tabung reaksi digoyang perlahan. Hasil positif menunjukkan perubahan warna medium dari bening menjadi merah (Cappucino & Sherman, 2011).

9) Uji Indol

Isolat bakteri diambil dengan jarum ose, kemudian isolat diinokulasikan ke dalam medium kaldu Tryptone kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, medium yang telah diinolulasi ditambahkan 5 tetes

reagen Kovac’s. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya cincin warna merah di ujung atas medium (Cappucino & Sherman, 2011).

10)Uji Fermentasi Laktosa

Uji fermentasi laktosa dilakukan dengan menggunakan medium Mc Conkey. Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam medium dengan teknik purifikasi,


(20)

23

kemudian kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Koloni bakteri berwarna merah keunguan merupakan tanda bakteri positif memfermentasi laktosa (Cappucino & Sherman, 2011).

e. Identifikasi Bakteri Aeromonas spp. Secara Molekuler

Identifikasi bakteri secara molekuler meliputi isolasi DNA, deteksi gen lipase yang mengacu pada Cascon et al. (1996), deteksi kelimpahan gen virulen berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kingombe et al. (2010), Syadza (2012), dan Wulandari (2012). Identifikasi Bakteri Aeromonas spp. dengan metode sikuensing menggunakan gen 16S rRNA (Lane, 1991 dalam Hill et al., 2003)

1) Isolasi DNA Bakteri

Isolasi DNA bakteri menggunakan teknik boiling (pendidihan). Sebanyak satu loop penuh bakteri dari TSA dimasukkan ke dalam tabung mikrosentifuge 1.5 ml yang berisi 1 ml Posfat Buffer Saline (PBS 1x), kemudian tabung 1.5 ml tersebut disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 5000 rcf. Selanjutnya supernatan dibuang, Kemudian TE 1x 100 µl ditambahkan pada pelet bakteri dalam tabung 1.5 ml dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Setelah dihomogenkan, tabung 1.5 ml disimpan di dalam air mendidih pada suhu 100o C selama 10 menit. Sebanyak 100 µl lisat dipindahkan ke tabung mikrosentrifuge 1.5 ml yang baru. Selanjutnya lisat tersebut ditambahkan dengan 900 µl TE 1x yang sebelumnya disimpan di kulkas, kemudian hasil isolasi DNA disimpan pada suhu – 20o C (modifikasi Yanez et al.,2003).

2) Identifikasi Gen Spesifik Dengan Metode PCR

Gen spesifik yang dipakai adalah gen Lipase. Amplifikasi DNA menggunakan alat PCR dilakukan dengan total volume reaksi 12.5 µl atau ½ reaksi menurut protokol merk Master Mix KAPPA 2GTM Fast Ready Mix 2x. Komposisi reaksi PCR dapat dilihat pada tabel 3.1


(21)

24

Campuran reaksi amplifikasi DNA dimasukkan ke dalam alat PCR dengan program suhu pra denaturasi 95oC 5 menit, denaturasi 95oC selama 15 detik,

annealing 59oC selama 15 detik, elongasi 72oC 30 detik dan final elongasi pada

suhu 72oC selama 10 menit dengan 28 siklus. Hasil amplifikasi kemudian disimpan pada suhu -20oC. Program PCR dapat dilihat pada gambar 3.1

Tabel 3.1 Komposisi Reaksi Amplifikasi Gen Lipase

Bahan Konsentrasi

Awal

Konsentrasi akhir

Volum Reaksi (µl) 2x Kappa 2G

Fast Ready mix

2 x 1x 6.25

Primer Forward Lipase

10 mM 0.5 mM 0.625

Primer Rivese Lipase

10 mM 0.5 Mm 0.625

Air Deion steril 4

DNA Templat 1

Total Volum 12.5

Gambar 3.1 Program Suhu PCR yang Digunakan dalam Proses Amplifikasi Gen Lipase

Hasil amplifikasi dianalisis dengan elektroforesis pada gel agaros. Pertama-tama cetakan gel elektroforesis disiapkan, kemudian gel agaros dibuat dengan konsentrasi 1.5 % dalam buffer TBE 0.5x, kemudian campuran gel agaros dan buffer TBE 0.5x didihkan dengan microwave hingga campuran terlihat bening.

10menit 72oC 30 detik

15 detik 59oC 15 detik

95oC 5 menit

95oC

72oC

28 siklus


(22)

25

Campuran tersebut dibiarkan hingga suhunya hangat (50-60oC). Selanjutnya gel agaros dituangkan pada cetakan yang sudah dipasang sisir dengan posisi tegak dan berjarak 0.3-0.5 mm dari ujung cetakan untuk tempat aplikasi sampel. Setelah gel dibiarkan mengeras, sebanyak 5µl DNA amplikon dicampur dengan 1 µl loading dye, kemudian sampel dimasukkan kedalam sumur yang terdapat dalam gel. DNA marker yang digunakan adalah DNA Ladder 100 pasang basa (pb) sebanyak 2µl ditambah dengan 1µl deion. Selanjutnya gel dimasukkan kedalam buffer TBE 0.5x sebagai running buffer. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit pada tegangan 100 volt. Hasil elektroforesis kemudian diwarnai dengan Ethium bromide selama 5 menit, kemudian gel dicuci dengan akuades selama 7 menit. Hasil elektroforesis dilihat dengan alat sinar UV dan difoto dengan menggunakan kamera digital merk Cannon.

3) Deteksi Gen Virulen

Deteksi gen virulen dilakukan dengan proses amplifikasi DNA bakteri menggunakan alat PCR . Gen virulen yang diamplifikasi sebanyak tujuh gen yaitu gen act, alt, ast, aerA, aopB, ascV, dan gen aexT. Primer yang digunakan dalam proses amplifikasi dapat dilihat pada tabel 3.2 Komposisi PCR yang digunakan untuk total volum 12.5µl (1/4x reaksi) menggunakan KAPATaq Extra Kit. Komposisi yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.2. Sikuen Primer Gen Virulen yang Digunakan

No Gen Primer 5’3’ Pustaka

1. Act F : GAG AAG GTG ACC ACC AAG AAC A

R: AAC TGA CAT CGG CCT TGA ACT

Kingombe et al., 2010

2. Alt F : TGC TGG GCC TGC GTC TGG CGG T

R: AGG AAC TCG TTG ACG AAG CAG G

Kingombe et al., 2010

3. Ast F: GAC TTC AAT CGC TTC CTC AAC G

R: CGA TCG AAG TCA CTG GTG AAG C

Kingombe et al., 2010

4. aerA F: AAC CGA ACT CTC CAT

R: CGC CTT GTC CTC GTA

Li et al., 2011

5. aopB F: TAC CTG TTG GAA TGA TTC CG

R: AGT GAA CGC CCT CTC TCC

Carvalho-Castro

et al., 2010

6. ascV F: AGC AGA TGA GTA TCG AGC G

R: AGG CAT TCT CCT GTA CCA

Vilches et al.,

2004

7. aexT F: CGT GGC CAT CAA AGA GTG G

R: GCA GCT GGC TCA TCG CCT C

Vilches et al.,


(23)

26

Proses amplifikasi dilakukan dengan metode Touch-down (modifikasi Wulandari dan Syadza, 2012). Untuk primer alt dengan total 45 siklus, proses amplifikasi diawali dengan denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti 15 siklus yang terdiri dari proses denaturasi pada 94oC selama 30 detik, kemudian annealing pada suhu 62-69oC dengan temperature increment (Ti) -0.5oC, elongasi pada suhu 72oC selama 1 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri dari proses denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik, annealing pada suhu 61 oC, elongasi pada suhu 72 oC, dan diakhiri dengan elongasi akhir pada suhu 72 oC selama 10 menit. Program amplifikasi dapat dilihat pada gambar 3.2.

Tabel 3.3. Komposisi Reaksi Amplifikasi Gen Virulen

Bahan Konsentrasi

Awal

Konsentrasi Akhir

Volume (µl) KAPATaq Extra

buffer (tanpa Mg2+)

5x 1x 2.5

MgCl2 25 mM 1.75 mM 0.875

dNTP mix 10 mM 0.3 mM 0.375

Forward Primer 10 mM 0.5 mM 0.625

Revese Primer 10 mM 0.5 mM 0.625

KAPATAq Extra Hotstar DNA Polymerase

2.5 U/µl 1.25 U 0.125

Air Deion Steril 6.375

DNA Templat 1

Total Volume 12.5


(24)

27

Untuk primer act, ast, aopB, aerA, ascV, dan aexT, proses amplifikasi dengan total 45 siklus diawali dengan denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti 17 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik,

annealing pada suhu 62-54oC, elongasi pada suhu 72oC selama 1 menit, kemudian

dilanjutkan dengan 28 siklus berikutnya yang terdiri dari proses denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu 53oC, elongasi pada suhu 72oC dan diakhiri dengan elongasi akhir pada suhu 72oC selama 10 menit. Program amplifikasi dapat dilihat pada gambar 3.3

Gambar 3.3. Program suhu PCR yang digunakan untuk amplifikasi Gen Virulen act, ast, aopB, aerA, ascV, dan aexT

Hasil PCR kemudian diamati dengan elektroforesis gel agaros 1.4 %. Sebanyak 3 µl DNA amplikon dicampur dengan 1µl loading dye. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam sumur. DNA marker yang digunakan adalah FastRuler DNA Ladder Middle range ready-to-use. Sebanyak 2µl DNA marker dicampur dengan deion 1µl. Elektroforesis dilakukan selama 20 menit pada tegangan 100 volt dengan buffer TBE 1x sebagai running buffer.Hasil elektroforesis dilihat dengan alat sinar UV dan difoto dengan menggunakan kamera digital merk Cannon.

4) Pra sikuensing

a. Identifikasi Gen 16S rRNA Dengan Metode PCR

Proses amplifikasi gen 16S rRNA dilakukan dengan menggunakan alat PCR. Komposisi yang digunakan menurut protokol Gotaq Green Master Mix 2x/ KAPA Fast Ready Mix yaitu dengan total volum 50µl, yang berisi KAPA/GoTaq Master


(25)

28

Mix sebanyak 25µl, Primer F/R masing-masing 2µl, DNA templat 4µl, dan deion steril 19µl. Primer yang digunakan adalah 27F (5’ AGA GTT TGA TCC TGG CTC AG 3’) dan 1492R (5’ GGT TAC CTT GTT ACG ACT T 3’).

Proses amplifikasi diawali dengan denaturasi awal pada suhu 95oC selama 5 menit, diikuti 28 kali siklus yang terdiri dari tahap denaturasi pada suhu 95oC selama 30 detik, proses annealing pada suhu 54oC selama 30 detik, proses elongasi pada suhu 72oC selama 90 detik, dan diakhiri proses elongasi akhir pada suhu 72oC selama 10 menit. Program suhu PCR dalam proses amplifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Program Suhu PCR yang Digunakan dalam Proses Amplifikasi Gen 16S rRNA

b. Purifikasi DNA amplikon 16S rRNA

Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dipindahkan ke dalam tabung 1.5 ml, kemudian DF Buffer sebanyak 5x total volum hasil PCR ditambahkan ke dalam tabung 1.5 ml. Kolom DF ditempatkan pada tabung 2ml (Collection tabung), kemudian sampel dipindahkan kedalam Kolom DF lalu sampel disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 30 detik. Cairan pada tabung 2ml dibuang, kemudian Kolom DF ditempatkan kembali pada tabung 2ml. Selanjutnya sebanyak 600 µl Wash buffer dimasukkan pada Kolom DF dengan cara diteteskan tepat pada tengah membrane Kolom DF dan dibiarkan selama 1 menit. Kemudian sampel disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 30 detik. Larutan pada tabung 2 ml

10menit 72oC 90 detik

30 detik 54oC 30 detik

95oC 5 menit

95oC

72oC


(26)

29

menit untuk mengeringkan kolom matriks. Selanjutnya Kolom DF dipindahkan pada tabung 1.5 ml yang baru. Setelah itu sebanyak 75 µl Buffer elusi ditambahkan kedalam Kolom DF melalui kolom matriks pada bagian tengah dan didiamkan selama 7 menit agar buffer elusi dapat diserap oleh matriks dengan sempurna. Setelah itu, sampel disentrifugasi selama 2 menit pada 10.000 rpm.

DNA amplikon hasil purifikasi dianalisis dengan elektroforesis dalam gel agaros 1,5%. Sebanyak 3µl DNA dicampur dengan 1 µl loading dye. Kemudian sampel dimasukkan kedalam sumur yang terdapat dalam gel. DNA marker yang digunakan adalah FastRuler DNA Ladder low range, ready-to-use sebanyak 2µl dicampur dengan deion 1 µl. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit pada tegangan 100 volt dengan buffer TBE 1x sebagai running buffer. Gel diwarnai dengan Ethium bromide selama 5 menit, kemudian gel dicuci dengan akuades selama 7 menit. Hasil elektroforesis dilihat dengan alat sinar UV dan difoto dengan menggunakan kamera digital merk Cannon.

c. Mengukur konsentrasi DNA Amplikon Hasil Purifikasi

DNA amplikon hasil purifikasi dihitung konsentrasinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Pengenceran yang digunakan untuk menghitung konsentrasi DNA amplikon yang telah dipurifikasi adalah 50 kali. Konsentrasi DNA dapat diketahui dengan rumus :

Konsentrasi DNA (ng/µl) = nilai A260 x konstanta DNA (50) x factor pengenceran

5) Sikuensing

Proses sikuensing dilakukan dengan menggunakan mesin sequencer BigDye Applied System model 3730 yang dilakukan di Macrogen inc., Korea. Hasil sikuensing akan dibandingkan pula dengan sikuen Aeromonas hydrophila isolat AKS (K.35) hasil penelitian sebelumnya (Wulandari, 2012) dan isolat ATCC 7966 sebagai kontrol.


(27)

30

Analisis data dilakukan dengan menerjemahkan hasil sikuensing kemudian sikuen tersebut disejajarkan dan di bandingkan dengan data sikuen gen 16S rRNA yang ada di database Bank gen NCBI (National Center of Biotechnology Information) di alamat website http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/Blast.cgi

Proses aligment menggunakan program Tool Multiple-sequence alignment dari software Crustal-X dan software MEGA (version 5) untuk menganalisis filogenetika bakteri Aeromonas spp. tersebut melalui pohon filogeni.


(28)

31

ALUR PENELITIAN

Pengambilan sampel air kolam

Isolasi bakteri air kolam

Identifikasi bakteri isolat air kolam Persiapan alat dan bahan

Identifikasi secara morfologi dan Biokimia mengacu pada SNI (2009 (+), deteksi hemolysis (+)

PCR gen spesifik (Lipase) (+) Isolasi DNA

Uji biokim tambahan (isolat terpilih)

Deteksi gen virulen

Sikuensing

Pembuatan Laporan Penelitian atau Skripsi

Deteksi gen 16S rRNA, purifikasi, penghitungan konsentrasi DNA amplikon


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai identifikasi bakteri Aeromonas spp. didapatkan informasi bahwa pada umumnya bakteri Aeromonas merupakan bakteri Gram negatif berbentuk basil, memiliki koloni berwarna kuning pada medium RS+novobiosin, bersifat motil, memiliki kemampuan oksidatif dan fermentatif, dan positif uji oksidase. Dari sepuluh isolat terpilih, 60% memiliki gen lipase pada posisi 760pb, 20% memiliki gen lipase pada posisi lebih dari 760pb, dan 20% tidak memiliki gen lipase. Terdapat perbedaan kelimpahan gen virulen pada tiap-tiap isolat. Dari sepuluh isolat bakteri yang diuji, isolat bakteri AKIS 3 memiliki gen virulen paling banyak yaitu lima gen, sedangkan isolat yang memiliki gen virulen paling sedikit adalah isolat AKI 1 dan AKIA 1 yang masing-masing memiliki tiga gen virulen. Melalui hasil analisis sikuensing didapatkan dua kelompok spesies yaitu Aeromonas hydrophila dan Aeromonas Veronii. Secara filogenetika, hubungan kekerabatan sepuluh isolat yang diuji terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama kelima isolat yang diuji mengelompok tersendiri, sedangkan kelompok kedua terdapat dua isolat yang berdekatan dengan Aeromonas veronii. Kelompok ketiga yang terdiri dari satu isolat dan dua isolat kontrol memiliki kekerabatan dengan Aeromonas hydrophila strain ATCC 7966.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, terdapat saran yang diajukan agar penelitian selanjutnya dapat lebih berkembang, yaitu:

1. Uji biokimia tambahan tidak perlu dilakukan, untuk mempercepat proses identifikasi dapat menggunakan deteksi gen lipase setelah dilakukan uji SNI. 2. Untuk proses analisis filogenetika, sebaiknya proses sikuensing dilakukan dari

dua arah dan menggunakan multi gen penanda contohnya gen housekeeping disamping menggunakan gen 16S rRNA untuk mempermudah pengelompokkan hingga level intraspesies.


(30)

64

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, SL., Sharon, W., Cheung, K.W., and Janda J.M. (2003). The Genus Aeromonas : Biochemical Characteristics, Atypical Reaction, and Phenotypic Identification Schemes. J. Clin. Microbiol. 41(6):2348 Al-Fatllawy, H.,N.,K., and Al-Ammar, M.,H. (2013). Molecular Study of

Aeromonas hydrophila isolated from Stool sample in Najaf (Iraq). International Journal of Microbiology Research. ISSN: 0975-5276 & E-ISSN : 0975-9174, Volume 5, Issue 1.

Allen, M.E. (2013). MacConkey Agar Plate Protocols. American Society for Microbelibrary. Tersedia [online] : http://

http://www.microbelibrary.org/component/resource/laboratory-test/3203-citrate-test-protocol. Diunduh pada 12 Juni 2013.

Arthi, K., Appalaraju, B., & Parvathi, S. (2003). Vancomicin sensitivity and KOH String Test as an Alternative to Gram Staining of Bacteria. Indian Journal of Medical Microbiology. 21,(2),121-123

Austin, B., and Austin, D.A. ( 2007). Bacterial Fish Patogen Disease of Farm and Wild Fish Forth Edition. Praxis Publishing Ltd. Chisester,UK.

Awan, B.M., Ahmed M.M., Barii, A., and Saad, A.M. (2005). Biochemical Characterization Of The Aeromonas Species Isolated From Food And Environment. Pak J Physiol;1(1-2)

Beaz-Hidalgo, R., Alperi, R., Buján, N., Romalde, J.L., Figueras, M.J., (2010). Comparison of phenotypical and genetic identification of Aeromonas strains isolated from diseased fish. Systematic and Applied Microbiology 33, 149–153.

Braun, M., Stabungr, K., Schlatter, Y., Wahli, T., Kuhnert, P., and Frey, J. (2002). Characterization of an ADP-Ribosyltransferase Toxin (aext) from Aeromonas salmonicida subsp. Salmonicida. Journal of Bacteriology, Apr. p. 1851–1858

Buxton, R. (2013). Blood Agar Plate and Hemolisis Protocol. American Society for Mycrobiology. ASM Microlibrary. Tersedia [Online] : http//www.

http://www.microbelibrary.org/component/resource/laboratory-test/2885-blood-agar-plates-and-hemolisis-protocols. Diunduh pada 8 Juni 2013.


(31)

65

Camus, A,C., Duborrow, R.M., Hemstreet, W.G., Thune, R.L, Hawke, J.P. (1998). Aeromonas Bacterial Infection-Motile Aeromonad Septicemia. Southern Regional Aquaculture Center. SRAC Publication No. 478. Cappucino, J.G. & Sherman, N. (2005). Microbiology : A Laboratory Manual.

California : The Benjamin Comings Publishing Compani. Inc.

Carvalho-castro, G.A., Lopes, C.O., Leal, C.A.G., Cardoso, P.G., Leite, R.C., & Figueredo, H.C.P. (2010). Detection of Type III Secretion system Genes in Aeromonas hydrophila their Relationship with Virulence in Nile Tilapia. 144.(6).371-376

Cascon, A., Anguita, J., Hernanz, C., Sa’nchez, M., Ferna´ndez, M., And Naharro, G. (1996). Identification of aeromonas hydrophila hybridization group 1 by PCR assays. Applied and environmental microbiology, apr. p. 1167–1170

Case, R.J., Bouche r, Y., Dahllof, I., Holmstrom, C.,Doolittle, W.F. & Kjelleberg, S.(2007): Use of 16S rRNA and rpoB genes as molecular markers for

microbial ecology studies. – Appl. Env. Mic. Biol. 73: 278–288.

Cipriano, R.C. (2001). Aeromonas hydrophila and Motile Aeromonad Septicemia in Fish. United State Departement of Interior. U.S Fish & Eildlife Publication Paper 134.

Cipriano, R. C., and Bullock, G.L. (2001). Furunculosis and Other Disease Caused by Aeromonas salmonicida. Fish Disease Leaflet 66. Tersedia [Online] : cop.extension.org/mediawiki/files/b/b7/Furunculosis.pdf. Diunduh pada 5 April 2013.

Dalynn Biologicals. (2005). Sulfide Indole Motility Medium (SIM) for in vitro use

only. Catalogue No. TS58. Tersedia [online] : http//

http://www.dalynn.com/docs/TS58-03.pdf. Diunduh pada 12 April 2013.

Dharmayanti, I.N.L.P. (2011). Filogenetikaa Molekuler : Metode Taksonomi Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi. Balai Besar Penelitian

Veteriner. Tersedia [online] :

http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo211-1.pdf. Diunduh pada 5 Februari 2013.

Di-Bari, M., Hachich, E. M., Melo, A. M. J., Sato, M. I. Z. (2007). Aeromonas Spp. And Microbial Indicators In Raw Drinking Water Souces. Brazilian Journal Of Microbiology, V.38, P.516-521.


(32)

66

Dooley, J.S.G., and Trust, T.J. (1988). Surface Protein composition of Aeromonas hydrophila virulent for fish : identification of a Surface array protein. J. Bacteriol. 170: 499-506

Drancourt, M., Bollet, C., Carlioz, R., Martelin, R., Gayral, J. P. & Raoult, D. (2000). 16S ribosomal DNA sequence analysis of a large collection of environmental and clinical unidentifiable bacterial isolates. J Clin Microbiol 38, 3623–3630.

Dror, M., Sinyakov, M.S., Okun, E., Dym, M., Sredni, B. and Avtalion, R.R. (2006). Experiment alhandhng stress as infection-facilitating factor for

the goldfish ulcerative disease.Veterinary Immunology and

Immunopathology 109, 279-287.

EPA. (2006). Aeromonas : Human Health Criteria Document. Health and Ecological Criteria Division Office of Science and Technology Office of Water. U.S Enviromental Protection Agency : Wahington.

Erdem, B., Kariptas, E., Cil, E., Isik, I. (2011). Biochemial Identifications and Numerical Taxonomy of Aeromonas spp. isolated from Food Sample in Turkey. Turk J Biol 35. 463-472

Figueredo, H.C.P., Carvalho-Castro, G.A., Lopes, C.O., Leal, A.A.G., Gardoso, P.G., & Leite, R.C. (2010). Detection of type III secretion genes in Aeromonas hydrophila and their relationship with virulence in Nile tilapia.Veterinary Microbiology 144, 371-376

Figueras, M.J., Soler, L., Chacón, M.R., Guarro, J., Martinez-Murcia, A.J., (2000). Extended method for discrimination of Aeromonas spp. by 16S rDNA RFLP analysis. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 50, 2069–2073.

Graf, J. (1999). Diverse Restriction Fragmen Length Polymorphism Pattern of the PCR-Amplified 16S rRNA Genes in Aeromonas veronii Strain and Possible Misidentification of Aeromonas Species. Journal of Clinical Microbiology,Oct., p. 3194-3297

Handoyo, D., dan Rudinetra, A. (2001). Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polimerase Chain Reaction (PCR) (General principle and Implementation of Polimerase Chain Reaction). Unitas, Vol 9. No. 1. September 2000-Februari 2001, 17-29.

Hidayat, T., dan Pancoro, A. (2008). ULASAN Kajian Filogenetikaa Molekuler dan Peranannya dalam Menyediakan Informasi Dasar untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Genetik Anggrek. Jurnal AgroBiogen 4(1):35-40


(33)

67

Hill, K. E., Davies, C. E., Wilson, M. J., Stephen, P., Harding, K. G., & Thomas, D. W. (2003). Moleculer Analysis of the Microflora in Chronic Venous Leg Ulceration. Journal of Medical Microbiology, 52: 365-369

Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Stakey, J.K., & William, S.T. (1994). Bergey’s manual of determinative bacteriology ninth edition. Vol.1, Baltimore, The Williams and Wilkins Co.

Hube, B., Stehr, F., Bossenz, M., Mazur, A., Kretschmar, M., Schafer, W. (2000). Secreted lipases of Candida albicans: cloning, characterisation and expression analysis of a new gene family with at least ten

members. Arch. Microbiol. 174 (5): 362–374.

Illanchezian, S., Jayaraman, S.K., Manoharan, M.S., Valsalam, S. (2010). Virulence and Citotoxicity of Seafood Borne, Aeromonas hydrophila. Brazillian Journal of Microbiology,41: 978-983. ISSN 1517-8382 Janda, J.M., Abbott, S.L., (2010). The genus Aeromonas: taxonomy, patogenicity,

and infection. Clinical Microbiology Reviews 23, 35–73.

Jayavignesh, V., Kannan, K.K., Bath, A.D. (2011). Biochemial Characterization and Citotoxicity of the Aeromonas hydrophila Isolated from Catfish. CODEN (USA) AASRC9 ISSN 0975-508x

Kingombe, C.I.B., D’Aoust, J., Huys, G., Hoffmann, L., Rao, M., and Kwan, J.

(2010). Multiplex PCR Method for Detection of Three Aeromonas Enterotoksin Genes. Applied and Enviromental Microbiology, page 425-433.

Kosugi Y., Tanaka H., & Tomizuka, N. (1990). Continuous hydrolysis of oil by immobilized lipase in a countercurrent reactor. Biotechnol. & Bioengin., 36 (6), 617-622.

Kupfer, M., Kuhnert, P., Bozena, M., Peduzzi, R., and Demarta, A. (2006). Genetic Relationship of Aeromonas Strain Inferred from 16S rRNA, gyrB, and rpoD gene sequence. Int. J. Syst. 56, 2743-2751.

Lee, S., Kim, S., Oh, Y., Lee, Y. (2000). Characterization of Isolated Aeromonas hydrophila from Rainbow Trouts in Korea. The Journal of Microbiology, March, p1-7.S

Li, S., Pearl D., and Doss, H. (1999). Phylogenetic Tree Construction Using Markov Chain Monte Carlo. Fred Hutchinson Cancer Research Center

Washington. Tersedia [online] : http://

http://web.stat.ufl.edu/~doss/Research/mc-trees.pdf. Diunduh pada 27 Mei 2013.


(34)

68

Li, J., Ni, X.D., Liu, Y.J., and Lu, C.P. (2011). Detection of Three Virulence Genes alt, ahp, and aerA in Aeromonas hydrophila and their Relationship with Actual Virulence to Zebrafish. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072.

MacWilliam, M.P. (2013). Citrate Test Protocol. American Society for Microbelibrary. Tersedia [online] : http://

http://www.microbelibrary.org/component/resource/laboratory-test/3203-citrate-test-protocol. Diunduh pada 12 Juni 2013.

Madigan, M.T., Martinko, J.M., Dunlap, P.V., Clark, D.P. (2008). Biology of Microorganisms 12th edition. San Francisco: Pearson. Hal:719-720 Martinez-Murcia,A.J., Benlloch, S., and Colllins, M.D. (1992). Phylogenetic

Interrelationship of member of genera Aeromonas and Plesiomonas as determine by 16S ribosomal DNA sequencing; lack of congruence result of DNA-DNA hybridization. Int. J. of Systematic Bacteriology, P. 412-421

Martinez-Murcia,A.J., Soler, L., Saavedra, M.J., Chacon, M.R., Guarro, J.,Stackebrandt, E., Figueras, M.J. (2005). Phenotypic, genotypic, and phylogenetic discrepancies to differentiate Aeromonas salmonicida from Aeromonas bestiarum. International Mycrobiology 8: 259-269. Monfort, P., & Beleux, B. (1991). Distribution and Survival of Motil Aeromonas

spp. in Brackish Water Receiving Sewage Treatment Effluent. Appn. Environt. Microbiol, 57(9),2459.

Morandi, A., Zhaxybayeva, O., Gogarten, J.P., Graf, J. (2005). Evolutionary and diagnostic implications of intragenomic heterogeneity in the 16S rRNA

gene of Aeromonas strains. J Bacteriol 187: 6561–6564.

Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta.

Ogara, W.O., Mbuthia, P.G., Kaburia, H.F.A., Somm, H., Kagunya, D.K., Nduthu, D.L & Colquhoun, D. (1998). Motile aeromonads associated with rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) mortality in Kenya. Bulletin of the European Association of Fish Pathologists 18,7-9. Ottaviani, D., Parlani, C., Cittero, B., Massini, L., Leoni, F., Canonico, C.,

Sabatini, L., Bruscolini, F., Pianetti, A. (2011). Putative Virulence Properties of Aeromonas Strain Isolatd from Food, Environmental, and Clinical Sources in Italy: Comparative Study. Int J Food Microbiol, 144 (3): 538-45.

Parker, M.W., Buckley, J.T., Postma, J.P., Tucker, A.D., Leonard, K., Pattus, F., Tsernoglou, D. (1994). Structure of the Aeromonas toxin proaerolysin


(35)

69

in its water-soluble and membrane-channel states. Nature 367 (6460): 292–5

Pelezar,M.J. & Chan, E.C.S. (2006). Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI-Press

Pestana, E.A., Belak, S., Diallo, S., Crowther, J.R., Viljoen, G.J. (2010). Early, Rapid, and Sensitive Vetenary Molecular Diagnostic- Real Time PCR Aplication. Springer. Dordrecht Heidelberg London New York.

Pulk, A., Maivali, U., and Remme, J. (2006). Identification of nucleotides in E.coli 16S rRNA essential for Ribosome Subunit Association. Cold Spring Harbor Laboratory Press, 12:790-796

Puthucheary, S.D., Puah, S.M., Chua, K.H. (2012). Moleculer Characterization of Clinical Isolate of Aeromonas Species from Malaysia. Plus One Vol. 7, Issue 2 : e30205

Rahman, M., Colque-Navarro, P., Kuhn, I., Huys, G., Swings, J., Molby, R. (2002). Identification and Characterization of Pathogenic Aeromonas veronii biovar sobria associated with epizootic ulcerative syndrome in fish Bangladesh. Appl. Environ. Microbiol. 68(2):650-5

Rao, S.P.N. (2006). Imvic reactions. Dept. of microbiologyJJMMC, Davangere. Tersedia [online] : http://www.microrao.com/micronotes/imvic.pdf. Diunduh 18 juli 2013

Sadjidan, M.Si., Prof. (2011). Sekuensing DNA & RNA. Tersedia [online] : http://sajidan.staff.fkip.uns.ac.id/2011/02/18/sekuensing-dna-rna/. Diunduh 20 Juni 2013

Sahu, I., Das, B.K., Marhua, N.P., Pradhan, J., Sahoo, D.R., Behra, B., Mishra, B.K. (2012). Phenotipic and Genotipic Method for Identification Aeromonas hydrophila Strain from Carp Labeo rohita and Their Virulence Study.International Journal of Fisheries and Aquaculture Sciences. ISSN 2248-9975 Volume 2, Number 2 pp. 141-156

Saitou, N. And Imanishi, T. (1989). Relative Efficiencies Of The Fitch-Margoliash, Maximum-Parsimony, Maximum- Likehood, Minimum Evolution Amd Neighbor-Joining Methods Of Phylogenetic Tree Construction In Obtaining The Correct Tree. Mol. Biol. Evol. 6(5): 514 – 525.

Sambrook, E., Fritsch, F., Maniatis, T. (1989). Molecular Cloning: a Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press. USA. 1 : 112-113. Schmidt, H. (2003). Phylogenetic Trees From Large Datasets.


(36)

Inaugural-70

http://www.Bi.Uniduesseldorf.De/~Hschmidt/Publ/Schmidt2003.Phdt hesis.Pdf. Diunduh pada 23 Juni 2013.

Sen, K., and Rodgers, M. (2004). Distribution of six virulence factors in Aeromonas species from isolated US drinking water utilities : a PCR

identification. Journal of Applied Microbiology, 97, 1077–1086

Seshadri. (2006). Aeromonas hydrophila. Tersedia [Online] : http://www.genome.jp/keggbin/get_htext?query=aha&htext=br08601. keg&option=-a . diunduh 23 Juni 2013

Shotts,E., and Rimler, R. (1973). Medium for the Isolation of Aeromonas hydrophila. American Society for Microbiology Vol. 26, No. 4

SMIs (UK Standard for Micribiology Investigation). (2011). Oxidase test. Standard Unit, Microbiology Service Division, Health Protection Agency (HPA). Issue No : 2.2 Page 1 of 11.

SNI. (2009). Metode Identifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila secara Biokimia. SNI 7303: 2009

Soler L., Yanez, M.A., Chacon, M.R., Aguilera-Arreola, M.G., Catalan, V., Figueras, M.J., and Martinez-Murcia, A.J. (2004). Phylogenetic analysis of the genus Aeromonas based on two housekeeping genes. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology , 54,1511-1519

Stackebrandt, E., and Gobel, B. 1994. Taxonomi note: a place of DNA-DNA reassociation and 16S rRNA sequence analysis in the present species definition in bacteriology. Int. J. Syst Bacteriol 44, 846-849.

Suzuki, T., Mushiga, Y., Yamane , T., & Shimizu, S. (1988). Mass production of lipase by fedbatch culture of Pseudomonas fluorescens. Appl. Microbiol.Technol., 27, 417-422

Swann,L., and White,M.R. (1995). Diagnosis and treatment of Aeromonas hydrophila infection of fish. Aquaculture extension. Illinois-Indiana Sea Grant Program. Purdue University

Syadza, A. (2012). Karakterisasi Gen Virulen dan Uji Patogenitas Bakteri Aeromonas hydrophila Strain A2 pada Ikan Gurami (Osphonemus gouramy). Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Vilches, S., Urgell, C., Merino, S.,Chacon, M.R., Soler, L.,Castro-Escarpulli, G.,Figueras, M.J., and Tomas, J.N. (2004). Complete Type III Sectretion Systemof a Mesophilic Aeromonas hydrophila Strain.


(37)

71

Vilches,S., Jimenez, N., Tomas, J.N., and Merino, S. (2009). Aeromonas hydrophila AH-3 Type-III Secretion System Expresiion and Regulatory Network. 75(11) 6382-6392

Wahli, T., Burr, S.E., Pugovkin, D., Mueller, O., and Frey, J. (2005). Aeromonas sobria, acausative agent of disease in farmed perch, Percafluviatilis L. Journal of Fish Diseases 28,141-150.

Wulandari, R. (2012). Deteksi gen Virulen dan Uji Patogenitas Bakteri Aeromonas hydrophila Isolat Air Sukabumi Pada Ikan Gurami (Osphronemus gourami). Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Yanez, M.A., Catalan, V., Apraiz, D., Figueraz, M.J., & Martinez-Murcia, A.J. (2003). Philogenetic analysis of member of the genus Aeromonas based on gyrB gene sequences. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology, 53, 875-883.

Yuwono, T. (2006). Biologi Molekuler. Penerbit Erlangga, Jakarta

Zheng, W., Chao, H., Yang, X. (2012). Aeromonas veronii infection in the Cultere Sneakhead fish, Ophiocephalus argus (Cantor). African Journal of Microbiology Research Vol. 6(44), pp. 7218-7223


(1)

Dooley, J.S.G., and Trust, T.J. (1988). Surface Protein composition of Aeromonas hydrophila virulent for fish : identification of a Surface array protein. J. Bacteriol. 170: 499-506

Drancourt, M., Bollet, C., Carlioz, R., Martelin, R., Gayral, J. P. & Raoult, D. (2000). 16S ribosomal DNA sequence analysis of a large collection of environmental and clinical unidentifiable bacterial isolates. J Clin Microbiol 38, 3623–3630.

Dror, M., Sinyakov, M.S., Okun, E., Dym, M., Sredni, B. and Avtalion, R.R. (2006). Experiment alhandhng stress as infection-facilitating factor for the goldfish ulcerative disease.Veterinary Immunology and Immunopathology 109, 279-287.

EPA. (2006). Aeromonas : Human Health Criteria Document. Health and Ecological Criteria Division Office of Science and Technology Office of Water. U.S Enviromental Protection Agency : Wahington.

Erdem, B., Kariptas, E., Cil, E., Isik, I. (2011). Biochemial Identifications and Numerical Taxonomy of Aeromonas spp. isolated from Food Sample in Turkey. Turk J Biol 35. 463-472

Figueredo, H.C.P., Carvalho-Castro, G.A., Lopes, C.O., Leal, A.A.G., Gardoso, P.G., & Leite, R.C. (2010). Detection of type III secretion genes in Aeromonas hydrophila and their relationship with virulence in Nile tilapia.Veterinary Microbiology 144, 371-376

Figueras, M.J., Soler, L., Chacón, M.R., Guarro, J., Martinez-Murcia, A.J., (2000). Extended method for discrimination of Aeromonas spp. by 16S rDNA RFLP analysis. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 50, 2069–2073.

Graf, J. (1999). Diverse Restriction Fragmen Length Polymorphism Pattern of the PCR-Amplified 16S rRNA Genes in Aeromonas veronii Strain and Possible Misidentification of Aeromonas Species. Journal of Clinical Microbiology,Oct., p. 3194-3297

Handoyo, D., dan Rudinetra, A. (2001). Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polimerase Chain Reaction (PCR) (General principle and Implementation of Polimerase Chain Reaction). Unitas, Vol 9. No. 1. September 2000-Februari 2001, 17-29.

Hidayat, T., dan Pancoro, A. (2008). ULASAN Kajian Filogenetikaa Molekuler dan Peranannya dalam Menyediakan Informasi Dasar untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Genetik Anggrek. Jurnal AgroBiogen 4(1):35-40


(2)

Hill, K. E., Davies, C. E., Wilson, M. J., Stephen, P., Harding, K. G., & Thomas, D. W. (2003). Moleculer Analysis of the Microflora in Chronic Venous Leg Ulceration. Journal of Medical Microbiology, 52: 365-369

Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Stakey, J.K., & William, S.T. (1994). Bergey’s manual of determinative bacteriology ninth edition. Vol.1, Baltimore, The Williams and Wilkins Co.

Hube, B., Stehr, F., Bossenz, M., Mazur, A., Kretschmar, M., Schafer, W. (2000). Secreted lipases of Candida albicans: cloning, characterisation and expression analysis of a new gene family with at least ten members. Arch. Microbiol. 174 (5): 362–374.

Illanchezian, S., Jayaraman, S.K., Manoharan, M.S., Valsalam, S. (2010). Virulence and Citotoxicity of Seafood Borne, Aeromonas hydrophila. Brazillian Journal of Microbiology,41: 978-983. ISSN 1517-8382 Janda, J.M., Abbott, S.L., (2010). The genus Aeromonas: taxonomy, patogenicity,

and infection. Clinical Microbiology Reviews 23, 35–73.

Jayavignesh, V., Kannan, K.K., Bath, A.D. (2011). Biochemial Characterization and Citotoxicity of the Aeromonas hydrophila Isolated from Catfish. CODEN (USA) AASRC9 ISSN 0975-508x

Kingombe, C.I.B., D’Aoust, J., Huys, G., Hoffmann, L., Rao, M., and Kwan, J. (2010). Multiplex PCR Method for Detection of Three Aeromonas Enterotoksin Genes. Applied and Enviromental Microbiology, page 425-433.

Kosugi Y., Tanaka H., & Tomizuka, N. (1990). Continuous hydrolysis of oil by immobilized lipase in a countercurrent reactor. Biotechnol. & Bioengin., 36 (6), 617-622.

Kupfer, M., Kuhnert, P., Bozena, M., Peduzzi, R., and Demarta, A. (2006). Genetic Relationship of Aeromonas Strain Inferred from 16S rRNA, gyrB, and rpoD gene sequence. Int. J. Syst. 56, 2743-2751.

Lee, S., Kim, S., Oh, Y., Lee, Y. (2000). Characterization of Isolated Aeromonas hydrophila from Rainbow Trouts in Korea. The Journal of Microbiology, March, p1-7.S

Li, S., Pearl D., and Doss, H. (1999). Phylogenetic Tree Construction Using Markov Chain Monte Carlo. Fred Hutchinson Cancer Research Center

Washington. Tersedia [online] : http://

http://web.stat.ufl.edu/~doss/Research/mc-trees.pdf. Diunduh pada 27 Mei 2013.


(3)

Li, J., Ni, X.D., Liu, Y.J., and Lu, C.P. (2011). Detection of Three Virulence Genes alt, ahp, and aerA in Aeromonas hydrophila and their Relationship with Actual Virulence to Zebrafish. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072.

MacWilliam, M.P. (2013). Citrate Test Protocol. American Society for

Microbelibrary. Tersedia [online] : http://

http://www.microbelibrary.org/component/resource/laboratory-test/3203-citrate-test-protocol. Diunduh pada 12 Juni 2013.

Madigan, M.T., Martinko, J.M., Dunlap, P.V., Clark, D.P. (2008). Biology of Microorganisms 12th edition. San Francisco: Pearson. Hal:719-720 Martinez-Murcia,A.J., Benlloch, S., and Colllins, M.D. (1992). Phylogenetic

Interrelationship of member of genera Aeromonas and Plesiomonas as determine by 16S ribosomal DNA sequencing; lack of congruence result of DNA-DNA hybridization. Int. J. of Systematic Bacteriology, P. 412-421

Martinez-Murcia,A.J., Soler, L., Saavedra, M.J., Chacon, M.R., Guarro, J.,Stackebrandt, E., Figueras, M.J. (2005). Phenotypic, genotypic, and phylogenetic discrepancies to differentiate Aeromonas salmonicida from Aeromonas bestiarum. International Mycrobiology 8: 259-269. Monfort, P., & Beleux, B. (1991). Distribution and Survival of Motil Aeromonas

spp. in Brackish Water Receiving Sewage Treatment Effluent. Appn. Environt. Microbiol, 57(9),2459.

Morandi, A., Zhaxybayeva, O., Gogarten, J.P., Graf, J. (2005). Evolutionary and diagnostic implications of intragenomic heterogeneity in the 16S rRNA gene of Aeromonas strains. J Bacteriol 187: 6561–6564.

Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta.

Ogara, W.O., Mbuthia, P.G., Kaburia, H.F.A., Somm, H., Kagunya, D.K., Nduthu, D.L & Colquhoun, D. (1998). Motile aeromonads associated with rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) mortality in Kenya. Bulletin of the European Association of Fish Pathologists 18,7-9. Ottaviani, D., Parlani, C., Cittero, B., Massini, L., Leoni, F., Canonico, C.,

Sabatini, L., Bruscolini, F., Pianetti, A. (2011). Putative Virulence Properties of Aeromonas Strain Isolatd from Food, Environmental, and Clinical Sources in Italy: Comparative Study. Int J Food Microbiol, 144 (3): 538-45.

Parker, M.W., Buckley, J.T., Postma, J.P., Tucker, A.D., Leonard, K., Pattus, F., Tsernoglou, D. (1994). Structure of the Aeromonas toxin proaerolysin


(4)

in its water-soluble and membrane-channel states. Nature 367 (6460): 292–5

Pelezar,M.J. & Chan, E.C.S. (2006). Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI-Press

Pestana, E.A., Belak, S., Diallo, S., Crowther, J.R., Viljoen, G.J. (2010). Early, Rapid, and Sensitive Vetenary Molecular Diagnostic- Real Time PCR Aplication. Springer. Dordrecht Heidelberg London New York.

Pulk, A., Maivali, U., and Remme, J. (2006). Identification of nucleotides in E.coli 16S rRNA essential for Ribosome Subunit Association. Cold Spring Harbor Laboratory Press, 12:790-796

Puthucheary, S.D., Puah, S.M., Chua, K.H. (2012). Moleculer Characterization of Clinical Isolate of Aeromonas Species from Malaysia. Plus One Vol. 7, Issue 2 : e30205

Rahman, M., Colque-Navarro, P., Kuhn, I., Huys, G., Swings, J., Molby, R. (2002). Identification and Characterization of Pathogenic Aeromonas veronii biovar sobria associated with epizootic ulcerative syndrome in fish Bangladesh. Appl. Environ. Microbiol. 68(2):650-5

Rao, S.P.N. (2006). Imvic reactions. Dept. of microbiologyJJMMC, Davangere. Tersedia [online] : http://www.microrao.com/micronotes/imvic.pdf. Diunduh 18 juli 2013

Sadjidan, M.Si., Prof. (2011). Sekuensing DNA & RNA. Tersedia [online] : http://sajidan.staff.fkip.uns.ac.id/2011/02/18/sekuensing-dna-rna/. Diunduh 20 Juni 2013

Sahu, I., Das, B.K., Marhua, N.P., Pradhan, J., Sahoo, D.R., Behra, B., Mishra, B.K. (2012). Phenotipic and Genotipic Method for Identification Aeromonas hydrophila Strain from Carp Labeo rohita and Their Virulence Study.International Journal of Fisheries and Aquaculture Sciences. ISSN 2248-9975 Volume 2, Number 2 pp. 141-156

Saitou, N. And Imanishi, T. (1989). Relative Efficiencies Of The Fitch-Margoliash, Maximum-Parsimony, Maximum- Likehood, Minimum Evolution Amd Neighbor-Joining Methods Of Phylogenetic Tree Construction In Obtaining The Correct Tree. Mol. Biol. Evol. 6(5): 514 – 525.

Sambrook, E., Fritsch, F., Maniatis, T. (1989). Molecular Cloning: a Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press. USA. 1 : 112-113. Schmidt, H. (2003). Phylogenetic Trees From Large Datasets.


(5)

http://www.Bi.Uniduesseldorf.De/~Hschmidt/Publ/Schmidt2003.Phdt hesis.Pdf. Diunduh pada 23 Juni 2013.

Sen, K., and Rodgers, M. (2004). Distribution of six virulence factors in Aeromonas species from isolated US drinking water utilities : a PCR identification. Journal of Applied Microbiology, 97, 1077–1086

Seshadri. (2006). Aeromonas hydrophila. Tersedia [Online] : http://www.genome.jp/keggbin/get_htext?query=aha&htext=br08601. keg&option=-a . diunduh 23 Juni 2013

Shotts,E., and Rimler, R. (1973). Medium for the Isolation of Aeromonas hydrophila. American Society for Microbiology Vol. 26, No. 4

SMIs (UK Standard for Micribiology Investigation). (2011). Oxidase test. Standard Unit, Microbiology Service Division, Health Protection Agency (HPA). Issue No : 2.2 Page 1 of 11.

SNI. (2009). Metode Identifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila secara Biokimia. SNI 7303: 2009

Soler L., Yanez, M.A., Chacon, M.R., Aguilera-Arreola, M.G., Catalan, V., Figueras, M.J., and Martinez-Murcia, A.J. (2004). Phylogenetic analysis of the genus Aeromonas based on two housekeeping genes. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology , 54,1511-1519

Stackebrandt, E., and Gobel, B. 1994. Taxonomi note: a place of DNA-DNA reassociation and 16S rRNA sequence analysis in the present species definition in bacteriology. Int. J. Syst Bacteriol 44, 846-849.

Suzuki, T., Mushiga, Y., Yamane , T., & Shimizu, S. (1988). Mass production of lipase by fedbatch culture of Pseudomonas fluorescens. Appl. Microbiol.Technol., 27, 417-422

Swann,L., and White,M.R. (1995). Diagnosis and treatment of Aeromonas hydrophila infection of fish. Aquaculture extension. Illinois-Indiana Sea Grant Program. Purdue University

Syadza, A. (2012). Karakterisasi Gen Virulen dan Uji Patogenitas Bakteri Aeromonas hydrophila Strain A2 pada Ikan Gurami (Osphonemus gouramy). Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Vilches, S., Urgell, C., Merino, S.,Chacon, M.R., Soler, L.,Castro-Escarpulli, G.,Figueras, M.J., and Tomas, J.N. (2004). Complete Type III Sectretion Systemof a Mesophilic Aeromonas hydrophila Strain. Applied and Environment Microbiology, Page 6914-6919


(6)

Vilches,S., Jimenez, N., Tomas, J.N., and Merino, S. (2009). Aeromonas hydrophila AH-3 Type-III Secretion System Expresiion and Regulatory Network. 75(11) 6382-6392

Wahli, T., Burr, S.E., Pugovkin, D., Mueller, O., and Frey, J. (2005). Aeromonas sobria, acausative agent of disease in farmed perch, Percafluviatilis L. Journal of Fish Diseases 28,141-150.

Wulandari, R. (2012). Deteksi gen Virulen dan Uji Patogenitas Bakteri Aeromonas hydrophila Isolat Air Sukabumi Pada Ikan Gurami (Osphronemus gourami). Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Yanez, M.A., Catalan, V., Apraiz, D., Figueraz, M.J., & Martinez-Murcia, A.J. (2003). Philogenetic analysis of member of the genus Aeromonas based on gyrB gene sequences. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology, 53, 875-883.

Yuwono, T. (2006). Biologi Molekuler. Penerbit Erlangga, Jakarta

Zheng, W., Chao, H., Yang, X. (2012). Aeromonas veronii infection in the Cultere Sneakhead fish, Ophiocephalus argus (Cantor). African Journal of Microbiology Research Vol. 6(44), pp. 7218-7223