PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN : Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka.
PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
(Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh:
ANDE JATNIKA
NIM: 009519
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPl)
BANDUNG
2003
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I
x<
Prof. Dr. H. Djam'an Satori, M.A
Pembimbing II
Prof. Dr. H. Mohamad Idochi Anwar, M.Pd.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Admirristrasi Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Prof. Dr. H. TB. Abi
Makmun, M.A
ABSTRACTION
THE SCHOOL BOARD ENRICHMENT
IN IMPROVING THE EDUCATION QUALITY
The Analysis Study to Implementation of The School Based Management Concept In
The Primary SchoolsAll Majalengka Regency
By: Ande Jatnika
The existence of the school board is considered as the best solution in breaking the
apprehensive education problem this time. The education with vahous its aspects
problem is demanded to be exist and dynamic to realize the prosperity of acountry.
In apractical level, The school board is considered as the legislative assembly that
takes a part in controlling/supervising a school activity, so the policies or the
decissions that taken by the principal is an aspiring decission from the parents and
the community through on the school board.
This research is to describe, discover, and accumulate on what is the role of the
school board to the education quality improvement in the board school. The focus of
the problem is how to enrich the school board in the primary school Maialenoka
regency.
In particularly, the appeared problems are how is the ability condition of the
stakeholder in implementating the school board looked at it from the aspects of
strength, weakness, opportunity, and threath? What is the srtategy to enrich the
school board in primary school? What is the role of the school board in improvinq the
education quality?
The research method is descriptive method, study cases, and porposive qualitative
approachment The location of the research is in the primary school Majalengka
regency. The data is obtained from the head ofthe department, the chairman of the
school board, principals, teachers, and parents.
The condition analysis owned by the stakeholders in implementating the school
based management are STRENGTH (1) UU No : 22-1999 and UU No •25 - 2000(2) The socialization of the school based management (3) The community awareness
increases and the community controlling is efective (4) The supporting from ADB
(Asian Development Bank) through on BEP (Basic Education Project)
WEAKNESS (1) the managerial ability of the school board (member/chairman) has
not been evenly distributed. (2) The Supporting power and the participation of the
community to the education have not been good.
OPPORTUNITY (1) The supporting from the local and seat government (2) The firm
supports the school based management. THREATH (1) The community tends to
choose the qualified education (2) The otonomy of the education management (3)
The pnmary school is the measurement standard to the education level further.
The strategy to enrich the school board is the improvement of the quality teching
activity service and the guide of a ware community of quality; Socialization of the
school based management concept to the school board, to improve the ability of the
human resource.
The role of the school board in improving education quality is observed from the
competence, cooperation, budget management and implication the school based
management to the education quality
ABSTRAK
PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka
oleh : Ande Jatnika
Keberadaan Dewan Sekolah (DS) dianggap sebagai solusi yang terbaik dalam
memecahkan problematika pendidikan yang selama ini memprihatinkan. Pendidikan dengan
berbagai aspekpermasalahannya dituntut untuk eksis dan dinamis dalam mewujudkan kejayaan
suatu bangsa.
Dalam tataran praktis Dewan Sekolah dianggap sebagai DPR yang ikut mengontrol /
mengawasi kegiatan sekolah, sehingga kebijakan-kebijakan maupun keputusan-keputusan yang
diambil oleh Kepala Sekolah adalah kebijakan yang bersifat aspiratif yang bersumber dari
orang tua dan masyarakat melalui wadah Dewan Sekolah.
Penelitian ini mempunyai maksud,, mendeskripsikan, menggali, menghimpun tentang
bagaimana peranan Dewan Sekolah yang ada di Sekolah Dasar Negeri dalam rangka
meningkaikan mutu pendidikan, adapun fokus permasalahannya adalah bagaimana
memberdayakan Dewan Sekolah yang ada di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka
Secara khusus permasalahan yang muncul adalah bagaimana Kondisi kemampuan dari
stakeholder dalam implementasi Dewan Sekolah ditinjau dari segi kekuatan, kelemahan,
tantangan dan peluang 9, Bagaimana strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah Dasar Negeri ?, bagaimana peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan Mutu
pendidikan ?
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif jenis studi kasus , dan pendekatan
kualitatif Porposive. Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka .
Data diperoleh dari Kepala Dinas,, ketua Dewan Sekolah, Kepala sekolah (Pimpinan Sekolah)
, guru, orang tua siswa
Analisis kondisi vang dimiliki stakeholders dalam implementasi Manajemen Bebasis
Sekolah, yakni : Kekuatan : (J) UU Nomor 22 tahun 1999 dan UUNo.25 Tahun 2000 ; (2)
Sosialisasi MBS ; (3) Kesadaran masyarakat meningkat dan kontrol masyarakat efektif; (4)
Dukungan dari Bank Dunia melalui BEP, Kelemahan : (I) Belum meratanya kemampuan
manajerial Ketuaanggota Dewan Sekolah;(2) Belum meratanya daya dukung dan partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan, Peluang : (1) Adanya dukungan dari pemerintah setempat
maupun pusat; (2) Perusahaan ikut mendukung terhadap program MBS, Tantangan : (1)
Masyarakat cenderung memilih pendidikan yang bermutu; (2) Otonomi pengelolaan
pendidikan;(3) Sekolah Dasar merupakan tolok ukur untukjenjang pendidikanselanjutnya.
Strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah adalah peningkatan mutu pelayanan
PBMdan pembinaan masyarakat sadar mutu, Sosialisasi konsep MBS dengan Dewan Sekolah,
Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dilihat dari segi
kewenangan. Kerjasama, pengelolaan anggaran serta implikasi MBS terhadap mutu
pendidikan.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I
vi
vii
x
xi
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Paradigma Penelitian
16
19
BAB II KAJIAN PUSTAKA
26
A. Konsep Administrasi
1
26
Administrasi Pendidikan
2. Pengembangan Kinerja sekolah
3 Fungsi dan Peran Sekolah
Pada EraOtonomi
28
32
35
B. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
39
1. Latar Belakang Munculnya MBS
2. Strategi Pengembangan MBS
39
di Sekolah Dasar
3
43
Implikasi MBS Terhadap Pengelolaan
Sekolah Dasar
45
C. Dewan Sekolah Dalam MBS
1 Pengertian Dewan Sekolah
2. Kewenangan, Tugas dan Fungsi
Dewan Sekolah
48
48
54
3. Keanggotaan/Kepengurusan
4
Dewan Sekolah
Proses Pembentukan Dewan Sekolah
VII
61
69
D. Peranan Dewan Sekolah Dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan
70
1. Pengertian Mutu Pendidikan
2 Manajemen Peningkatan Mutu
73
Berbasis Sekolah
75
3 Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan
85
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
89
A. Metode Penelitian
89
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
92
C. Tehnik Pengumpulan Data
93
D. Subjek Penelitian
95
E. Analisis Data Penelitian
98
1
Validasi Temuan Penelitian
2
Kredibilitas
3.
Transferabilitas
98
:
99
100
4- Dependabilitas
100
5-
100
Konfirmabilitas
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian
102
1 - Kondisi Kemampuan Stakeholders
dalam Implementasi Dewan Sekolah
2 Strategi Pemberdayaan Dewan Sekolah
di Sekolah Dasar
3
102
102
121
Peranan Dewan Sekolah
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
134
B. Rangkuman Pembahasan Hasil Penelitian
147
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
160
A. Kesimpulan
160
B. Implikasi
167
C. Rekomendasi
169
VIII
DAFTAR PUSTAKA
171
LAMPIRAN - LAMPIRAN
175
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
175
182
185
1.
2.
3.
4.
Pedoman Wawancara
SK Pembimbing Karya llmiah
Surat Ijin Penelitian
Surat Keterangan Melakukan
Penelitian
186
Lampiran 5. Riwayat Hidup
189
IX
DAFTAR TABEL
Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
Halaman
Sumber Data Penelitian di SD Negeri Se Kabupaten Tahun
Pelajaran 2001/2002
90
Laporan Kinerja Dewan sekolah Dinas P dan K Kabupaten
Majalengka Tahun 2001/2002
102
Rangkuman Data Penelitian Wewenang Dewan Sekolah
di SekolahDasar
125
Partisipasi Masyarakat Terhadap Pendidikan di Kabupaten
Majalengka Tahun 2002
140
Rangkuman Data Tentang Analisis SWOT Implementasi
Dewan sekolah di Sekolah Dasar Negeri
141
Strategi pemberdayaan Dewan Sekolah di Sekolah Dasar
Negeri se-Kabupaten Majalengka Dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan
145
Kondisi Sekolah Dasar di Kabupaten Majalengka Pasca
Implementasi MBS
148
Peranan Dewan Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
150
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Sistem Administrasi Pendidikan
31
2
Empat langkah Proses Partisipasi
62
3
Fenomena Partisipasi
63
4
Upaya DewanSekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan
127
XI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai
permasalahan
hanya
dapat
dipecahkan
kecuali
dengan
upaya
penguasaan dan peningkatan ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Selain
manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga
telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin
ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai
bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber
daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana,
terarah,
intensif,
efektif,
dan
efesien
dalam
proses
pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam
menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan
memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan
suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia
itu sendiri.
Menyadari
pentingnya
proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama
kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan
amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang
berkualitas antara lain
meialui pengembangan dan perbaikan kurikulum
dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan
pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainnya.
Seperti diamanatkan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989
(pasal 1 ayat 10) menegaskan bahwa :
Sumberdaya pendidikan adalah pendukung dan penunjang
pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga,dana,
sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan
didayagunakan,
keluarga,
masyarakat,
peserta didik dan
pemerintah, balk sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup
berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Salah satu indikator kekurang-berhasilan ini ditunjukkan antara lain
dengan NEM siswa yang tidak memperiihatkan kenaikan yang berarti
bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada
beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan
mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil, Pertama ; strategi
pembangunan pendidikan yang selama ini lebih bersifat input-oriented,
strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana
semua input pendidikan telah
dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
lembaga pendidikan (sekolah) akan menghasilkan output (keluaran) yang
bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output
yang dikenalkan oleh teori education production function (Hanushek,
1979, 1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah),
meiainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan insdustri. Kedua ;
pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur
oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat
dapat
dikatakan
bahwa
kompleksitasnya
cakupan
permasalahan
pendidikan, kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan
siswa dalam belajar, serta aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,
seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi
pusat.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) memegang peran penting dalam
pendidikan seorang anak bangsa berusia muda. "Kedudukan dan peranan
pendidikan
Dasar
berhubungan
dengan
sensitivitas
faktor-faktor
perkembangan para siswanya, jika diselenggarakan dengan
tepat,
mempunyai fungsi yang amat strategik (Sanusi, 1998, 76).
Tugas dan tanggung jawab kepala Sekolah Dasar dapat dibedakan
pada dua tugas yaitu : Pertama, sebagai pendidik, seorang kepala
sekolah adalah seorang guru yang tetap memilih tugas utama menjadi
pendidik. Kedua, Kepala Sekolah adalah seorang administrator sebagai
tugas tambahan. Sebagai pendidik seorang kepala sekolah menengah
umum berperan juga sebagai guru, oleh karena itu ia harus mengerti dan
memahami tugas-tugas seorang guru yang kemudian dia terapkan pada
pelaksanaan tugas supervisi, monitoring dan pembinaan profesional pada
guru lain di lingkungan sekolahnya.
Sedangkan sebagai seorang
administrator, seorang kepala sekolah "harus berperan sebagai manajer
umum
(manajemen sekolah),
yang
meliputi aspek kepegawaian,
kesiswaan, keuangan dan aspek lain yang terkait dengan hubungan
sekolah dan masyarakat" (Depdikbud, 1997, 266;. Sebagai administrator
pendidik, kepala sekolah harus mengelola : "Program sekolah, murid,
personil, kantor sekolah, keuangan sekolah, pelayanan bantuan dan
hubungan sekolah dengan masyarakat (Sutisna, 1989, 48).
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan (khususnya sekolah) sangat
rumit dan unik, terutama karena terbatasnya sumber-sumber pendukung
yang dipertukan untuk penyelenggaraan pendidikan yang ideal. Hal ini
memaksa para kepala sekolah selaku manajer pendidikan di sekolah
dituntut untuk berusaha keras mencari, mempelajari dan menerapkan
konsep-konsep, prinsip, metode dan teknik perencanaan yang jitu
(Siswojo Hardjodipuro, 1975). Perencanaan pendidikan diawali dengan
memperkirakan potensi sumber dana dan kekayaan yang akan tersedia
untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan tingkatan tujuan yang
ada dengan melibatkan orang tua murid dan masyarakat melalui lembaga
yang secara khusus dibentuk untuk itu.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sarana pendidikan
khususnya yang menyangkut kekayaan sekolah pada umumya sangat
minim, dari hasil verifikasi menunjukan bahwa paling tidak hanya 15 %
saja sarana sekolah itu terpenuhi dan banyak lagi sekolah sekolah yang
kategori kurang, hal ini mungkin terjadi karena beberapa hal, yang salah
satunya adalah kelemahan sumber daya manusia di daerah dan sumber
biaya yang masih sangat tergantung pada pemerintah pusat (Soemitro,
1989,231).
Lemahnya peranan Kepala sekolah dalam mengelola lembaganya
juga merupakan kendala terhadap kemajuan pendidikan. Michael Fulan
(1992 : 12) mengemukakan ada 3 faktor yang membuat lemahnya
peranan Kepala sekolah, yakni : pertama Kepala sekolah memiliki
otonomi yang sangat terbatas. kedua, Kepala sekolah kurang memiliki
keterampilan untuk mengelola sekolah dengan baik. Ketiga, kecilnya
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah.
Padahal sudah
dijelaskan dalam PP. No 39 Tahun 1992 tentang peran serta masyarakat
dalam pendidikan nasional pada pasal 2 bahwa : " Peran serta
masyarakat berfungsi ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan, dan
mengembangkan pendidikan nasional".
Bentuk peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah : (1)
Pendirian dan penyelenggaraan satuan pada jalur pendidikan luar
sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan Kedinasan, dan
pada semua jenjang pendidikan di jalur sekolah; (2) Pengadaan dan
pemberian
bantuan
tenaga
untuk
melaksanakan
atau
membantu
pelaksanaan pengaiaran, pembimbingan dan/atau pelatihan peserta didik;
(3) Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu
pelaksanaan
kegiatan
belajar mengajar dan /atau
penelitian dan
pengembangan; (4) Pengadaan dan/atau penyelenggaraan program
pendidikan
yang
belum
diadakan
dan/atau
diselenggarakan
oleh
pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional; (5) Pengadaan dana
dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan,
pinjaman, beasiswa dan bentuk lain yang sejenis; (6) pengadaan dan
pemberian bantuan ruangan, gedung dan tanah untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar; (7) Pengadaan dan pemberian bantuan buku
pelajaran dan peralatan pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar; (8) Pemberian kesempatan magang atau latihan kerja; (9)
Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan
dan pengembangan pendidikan nasional; (10) Pemberian pemikiran dan
pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau
penyelenggaraan pengembangan pendidikan nasional; (11) Pemberian
bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan;
(12) Keikut sertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian yang
diselenggarakan oleh pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.
Bagi sebuah sekolah, peran serta masyarakat dalam membiayai
sekolah sebenarnya cukup penting walaupun belum sangat berarti secara
kwantitatif, seperti yang dibuktikan oleh sebuah penelitian oleh Ditjen
PUOD Depdagri tahun 1993, temyata peran serta masyarakat masih
sangat memprihatinkan. Dari biaya per murid per-tahun yang rata-rata
berjumlah Rp. 140.850,- sebanyak 93,39 % datang dari pemerintah pusat,
kontribusi orang tua hanya 6,98 %, dan Pemerintah Daerah bahkan hanya
1,07 % (Dedi Supriadi, 1997 : 19).
Dari beberapa informasi tersebut di atas tergambar betapa kecilnya
kontribusi masyarakat terhadap dunia pendidikan khususnya sekolah.
Dengan Keluarnya
Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan
Undang-undang No.25 tahun 2000 mencerminkan adanya kemauan
pemerintah pusat (political will) untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan
yang beriebihan di masa lampau. Demikian halnya dalam perumusan
kebijakan otonomi daerah khususnya dalam pengelolaan pendidikan yang
meliputi aspek kelembagaan,
kurikulum, sumber daya
manusia,
pembiayaan serta sarana dan prasarana, yang secara operasional pihak
sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkannya, namun demikian
dalam melaksanakan kewenangannya itu sekolah harus dibantu oleh
masyarakat atau berbagai pihak yang berkepentingan (Stakeholders). .
Fasli Jalal & Dedi Supriadi (2001 : 99) mengatakan :
Pendidikan dengan segala persoalannya tidak mungkin diatasai
hanya oleh lembaga persekolahan. Untuk melaksanakan programprogramnyanya sekolah periu mengundang berbagai pihak
(keluarga,
masyarakat,
dan
dunia
usaha/industri
berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program pendh
Partisipasi ini periu dikelola dan dikoordinasikan dengan baik
lebih bermakna bagi sekoiah, terutama bagi peningkatan mutu dan
efektivitas pendidikan. Partisipasi masyarakat tidak seharusnya
hanya dalam bentuk dana, melainkan juga sumbangan pemikiran.
dan tenaga.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, maka konsep School
Based Management (SBM) ditawarkan untuk membangun
sebuah
pendidikan masa depan yang mandiri, otonom dan berpijak di atas
kekuatan masyarakat serta berwawasan lingkungan dengan pemberian
peran
penting
kepada
masyarakat.
Namun
pada
umumnya
penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri masih jauh dari standar ideal,
minimnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
dan ini merupakan permasalahan yang tidak dapat dianggap enteng
karena menyangkut tata kehidupan maysyarakat yang nota bene masih
melekatnya paradigma lama yang terjadi di masyarakat tentang tanggung
jawab pendidikan, faktor ekonomi keluarga juga sangat mempengaruhi
terhadap peningkatan kualitas pendidikan, sehingga periu dipikirkan
sebuah strategi agar persoalan tersebut dapat teratasi dan mutu
pendidikan yang ideal dapat terjamin.
Meningkatnya kualitas pendidikan merupakan dambaan semua
orang, oleh k arena itu upaya-upaya terus dilakukan, inovasi dalam
pendidikan
terus
dikembangkan,
tetapi
titik
persoalannya
sering
dihadapkan kepada minimnya dana, karena bagaimanapun juga upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan lepas dari yang satu
ini.
seperti di ungkapkan oleh Tilaar (1991:52) bahwa : "Pendidikan
yang
bermutu membutuhkan biaya yang besar" ,oleh karena itu
dibutuhkan suatu strategi untuk memberdayakan masyarakat dalam
memenuhi tuntutan kebutuhan sekolah. Dalam
upaya
memberdayakan
masyarakat, Kepala sekolah harus membuat suatu rencana yang matang
sehingga pelaksanaan program dapat berjalan efektif dan efisien.
Otonomi Daerah nampaknya membawa angin segar terhadap
beberapa wilayah yang dianggap mampu dan layak untuk itu karena
ditunjang oleh kekayaan alam, budaya dan lain sebaginya., tetapi
sebaliknya bagi daerah yang minim hal ini akan mempunyai permasalahan
tersendiri. Dedi Supriadi menjelaskan bahwa " Melalui otda, daerah
memiliki
kewenangan
besar
untuk
mengambil
keputusan
dan
mengimplementasikannya termasuk mempertanggungjawabkan hasilnya".
Dalam hal ini terdapat tiga unsur
yang yang ditempatkan
bersama-sama di daerah, yakni kewenangan pengambilan keputusan ,
alokasi dan penggunaan dana serta akuntabilitas hasil. Di masa lalu
banyak kewenangan pengambilan keputusan pendidikan bahkan hal-hal
yang bersifat teknis tidak berada di daerah tapi di pusat atau provinsi
demikian pula keputusan penggunaan dana, namun sebagian besar
akuntabilitas hasil diletakan di daerah bahkan di sekolah. Hal ini yang
menjadi salah satu sumber
sentralistik.
masalah yang terjadi di masa lalu yang
Pada era otonomi ini sekolah diharapkan untuk lebih
secara mandiri dalam meningkatkan kinerja manajemen sekolah
dijelaskan oleh. Djam'an Satori & Nanang Fattah, (2001 : 9) bahwa :
Kepentingan utama format otonomi sekolah adalah tampilnya
kemandirian sekolah untuk meningkatkan kinenanya sendiri,
dengan mengakomodasi berbagai potensi sumberdaya sekolah,
yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dalam wujud mutu hasil belajar para siswa.
Tampilnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diikuti oleh
lahirnya Dewan Sekolah, mamberi pengaharapan bagi dunia pendidikan
kita yang sedang terpuruk, tetapi tentunya harapan ini tidak begitu cepat
diraih apabila semua elemen masyarakat tidak aktif untuk ikut peduli
terhadap keadaan ini, mengingat perubahan ini dinilai sebagian kalangan
terialu cepat. Dampak dengan digulirkannya MBS ini berakibat dirubahnya
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), karena dianggap
sudah kurang selaras tagi dengan tuntutan masa kini, karena BP3 selama
kurun waktu 26 tahun, pada umumnya masih belum berjalan sesuai
dengan harapan, terutama kelemahan dalam implementasi peran dan
fungsinya. Kemitraan BP 3 terbatas pada aspek-aspek pemenuhan
kebutuhan finansial, sarana-prasarana sekolah dan fasilitas pendidikan.
Hal itu dibuktikan dengan kondisi umum yang terjadi di lapangan sebagai
berikut:
(1) BP3 dipersepsikan sebagian masyarakat sekolah terbatas pada
pengumpulan dana pendidikan dari orang tua siswa;
(2) Belum optimalnya peran dan fungsi pengurus sesuai struktur BP3
yang ada;
11
(3) BP3 belum terlibat langsung merumuskan, melaksanakan dan
mengevaluasi kebijakan sekolah;
(4) BP3 belum melakukan pengelolaan keuangan yang menjadi
kewenangannya. Selama ini BP3 mendelegasikan pengelolaan
keuangan tersebut kepada pihak sekolah. Hal tersebut
dimaksudkan agar kepala sekolah dan guru dapat berkonsentrasi
penuh dalam pengembangan program pembelajaran yang semakin
berkualitas di sekolah;
(5) Kurang tersosialisasikannya ketentuan mengenai peran dan fungsi
BP3, sehingga pengurus BP3 mengalami kesulitan dalam
mengembangkan programnya.
(6) Sekolah dan BP3 belum membangun budaya kemitraan yang khas
untuk mencapai kualitas pelayanan pembelajaran kepada peserta
didik yang bermuara pada kualitas hasil. Dinas Pendidikan Jabar
(2001)
Perubahan BP 3 menjadi
dimulai
tahun
Dewan Sekolah
(DS) yang
sudah
2000 dinilai akan membawa keuntungan pendapatan
secara ekonomi (profit) dan manfaat (benefit) serta dampak (impact)
yang positif terhadap dunia pendidikan di Indonesia, benarkah begitu ?
hal ini masih menjadi tanda tanya besar walaupun Mastuhu (1994 : 4)
menyatakan bahwa:
Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelenggarakan
kegiatannya jika ia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam
kehidupan masyarakat yang melingkarinya. Keberhasilan itu
ditunjukan dengan adanya kecocokan nilai antara lembaga yang
bersangkutan dengan masyarakat. Lebih dari itu, suatu lembaga
pendidikan akan diminati anak-anak, orang tua dan seluruh
masyarakat apabila ia mampu memenuhi kebutuhan mereka akan
kemampuan ilmu dan teknologi.
Drury dan Levin (dalam ERIC Digest, 1995) melaporkan : MBS
dengan Dewan sekolahnya mampu mewujudkan tata kerja yang lebih baik
dalam empat hal berikut: (1) meningkatnya efisiensi penggunaan sumber
daya dan penugasan staff, (2) Meningkatnya profesionalisme guru (3)
12
munculnya gagasan baru
dalam implementasi kurikulum, dan (4)
meningkatnya mutu partisipasi masyarakat. Kondisi-kondisi tersebut dapat
dipandang sebagai sesuatu yang sangat potenstal untuk peningkatan
kinerja dan hasil belajar murid.
Untuk itu periu adanya persamaan persepsi dari semua pihak,
karena bagaimanapun " perubahan" dalam artian pembaharuan (reform)
akan mengandung resiko perubahan yang lainnya karena perubahan ini
akan mengubah image masyarakat yang selama ini berjalan terhadap
pendidikan. Sallis (1994) mengatakan. : " Setiap perubahan tata kerja
manajemen selalu menuntut adanya perubahan budaya, dari budaya
konvensional ke budaya belajar". Oleh karena diperiukan adanya strategi
yang mantap serta kesadaran semua pihak terkait, sehinga kendalakendala yang mungkin terjadi dapat diantisipasi.
Berubahnya BP3( Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan)
menjadi Dewan Sekolah merupakan sebuah tuntutan dan harapan, maka
dalam
implementasinya
semua
pihak
harus
memacu
partisipasi
masyarakat serta orang yang berkepentingan (stakeholders) dari
berbagai lapisan masyarakat serta instansi pemerintah. Diutamakan
adanya kemampuan (capability) serta kesanggupan atau kecakapan
(ability) Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan dari satuan
pendidikan masing-masing untuk melaksanakan gagasan itu.
Richard C. Williams (1974:19) mengemukakan : "The leader
behavioral school principal is one determinant of the ability of the school to
13
attain stated educational goal"
pandagan itu mengungkapkan bahwa
sikap dan tingkah laku kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
harus mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Paul Harling
(1984 : 39) mengatakan " The importance leadership in the process of
innovation and change within an educational organizations is widely
acknowledged" jadi satu hal yang paling penting dalam kepemimpinan
adalah adanya inovasi dan perubahan di sekolah.
Secara realita sebagian besar Sekolah Dasar saat ini masih
menerapkan fungsi Dewan sekolah ini sama dengan dengan fungsi BP3
sehingga aktifitas Dewan sekolah yang sudah di bentuk masih belum
sepenuhnya berjalan, maka apabila masalah tersebut dibiarkan akan
timbul kekhawatiran:
1. Implementasi MBS di Sekolah Dasar Negeri menjadi tidak optimal.
2. Dewan sekolah hanya sebagai nama pengganti BP3 sifatnya hanya
formalitas
, sehingga
peran orang-orang
yang
berkepentingan
(Stakeholders) menjadi tidak optimal.
3. Mencari orang-orang yang betul-betul peduli terhadap pendidikan
tidaklah mudah mengingat beberapa faktor misal :
masyarakat
dan
SDM, ekonomi
kebiasaan masyarakat terhadap pendidikan yang
selama ini sudah tertanam kuat.
4. Upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak akan tercapai.
5. Tujuan pendidikan Nasional akan sulit untuk dicapai.
14
Bertolak dari uraian tersebut diatas, maka penulis ingin mencoba
melakukan
Dalam
penelitian dengan judul : Pemberdayaan Dewan Sekolah
Meningkatkan
Mutu
Pendidikan
(Studi Analisis
Terhadap
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri SeKabupaten Majalengka).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang
otonomi pengelolaan
di atas, nampak bahwa dengan adanya
pendidikan dan
diimplementasikanya
Dewan
sekolah di Sekolah Dasar Negeri , sangat memerlukan figur kepala
sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta
daya juang yang tinggi untuk memberdayakan Dewan Sekolah dalam
upaya meningkatkan kerjasama yang baik dalam kerangka meningkatkan
mutu pendidikan, untuk itu diperlukan adanya kesamaan persepsi dalam
melaksanakan otomi pendidikan. Hal lain
dipertimbangkan dalam
periu
diperhatikan
dan
Implementasi Dewan sekolah adalah analisis
terhadap kebutuhan dan permasalahan
yang dihadapi dalam setting
persekolahan dalam hal ini adalah lingkungan kontekstual Sekolah Dasar
Negeri di Kabupaten Majalengka.
Perubahan BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan)
menjadi Dewan Sekolah
membutuhkan perhatian
yang sungguh-
sungguh dari semua pihak terkait karena perubahan ini akan berdampak
terhadap perubahan kebiasaan masyarakat
yang selama ini tertanam
sekian lama sehingga akan menemukan kesulitan manakala tidak ada
15
kesungguhan dalam melaksanakannya. Atas dasar pemikiran tersebut
rumusan
masalah
dalam
penelitian
ini
adalah
"Bagaimana
Pemberdayaan Dewan Sekolah Dalam Rangka Meningkatkan Mutu
Pendidikan di Sekolah dasar Negeri Kabupaten Majalengka".
1. Pertanyaan Penelitian
Rumusan
masalah
tersebut,
dijabarkan
menjadi
beberapa
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
a. Bagaimana
kondisi
kemampuan
stakeholders
dalam
rangka
implementasi Dewan Sekolah dalam konteks Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) di lingkungan SD Negeri Kabupaten Majalengka
ditinjau dari segi: kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan.
b. Bagaimana Strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah dasar Negeri ?
1) Bagaimana upaya pemahaman terhadap Dewan sekolah ?
2) Bagaimana upaya peningkatan sumberdaya manusianya ?
c. Bagaimana Peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan mutu
Pendidikan ?
1) Bagaimana kewenangan Dewan Sekolah dalam meningkatkan
pelayanan pendidikan siswa ?
2) Bagaimana Keriasama antara sekolah dengan masyarakat pada
era otonomi Daerah ?
3) Bagaimana Pengelolaan Dananya ?
16
4) Bagaimana Implikasi
MBS terhadap Mutu Pendidikan ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
a. Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang kongkrit tentang kondisi nyata mengenai kemampuan stakeholders
serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam memberdayakan Dewan
Sekolah serta upaya yang dilakukan dalam mengahadapi harnbaian itu
dirnana lembaga baru mi dibentuk sebagai rnitra pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan. Selain itu penelitian ini untuk mendiagnosis
kesiapan lingkungan pendidikan dalam implementasi Dewan Sekolah
serta
memperoleh gambaran tentang S-W-O-T (Strenght, Wealth,
Oportunity,
Treath)
dan
implikasinya
terhadap
peningkatan
mutu
pendidikan.
b. Secara Khusus
Secara operasional penelitian mi bertujuan sebagai benkut:
1) Mcnganaiisis
dihadapi
kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang yang
Stakeholders di lingkungan Sekolah Dasar Negeri se
Kabupaten Majalengka dalam rangka memprsiapkan implementasi
MBS.
17
2) Bagaimana Strategi dalam memberdayakan Dewan Sekolah yang
dilakukan oleh Stakeholders di lingkungan Sekolah Dasar Negeri
Se-
Kabupaten
Majalengka
yang
meliputi
bagaimana
pemahamannya. Bagaimana proses pembentukannya, bagaimana
kewenangannya( peranan, fungsi, program), bagaimana partisipasi
masyarakatnya.
3) Mengetahui Peranan Dewan Sekolah dalam
meningkatkan mutu
pendidikan.
2.
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian
lebih
lanjut
dalam
rangka
pengembangan
Management) dan implementasi
SBM
(School
Based
Dewan Sekolah ke tahap selanjutnya,
karena dalam pelaksanaanya MBS memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga sebagai lembaga pengganti badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan (BP3)
yang dibentuk oleh masyarakat dan merupakan
aspirasi dari dua unsur , yakni pemerintah dan masyarakat, sehingga
kajian ini dapat dijadikan titik tolak keberhasilan MBS
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sbb :
18
1) Sebagai bahan untuk dijadikan masukan kepada pihak-pihak
terkait sebagai penentu kebijakan mengenai kondisi nyata di
lapangan tentang bagaimana kondisi kemampuan stakeholders
dalam kesiapan implementasi konsep MBS di Sekolah Dasar
Negeri.
2)
Dapat dijadikan bahan kajian tentang sejauh mana kemampuan
stakeholders
dalam
merencanakan,
melaksanakan
dan
mengevaluasi program sekolah secara proporsional.
3) Bagi Sekolah Dasar Negeri , hasil penelitian ini dapat dijadikan
masukan dan
pijakan untuk mengadakan kerjasama yang lebih,
efektif, aktif dan produktif dalam rangka mengemban visi dan
misi sekolah.
4) Hasil kajian ini dapat dijadikan
bahan pengembangan disiplin
ilmu administrasi khususnya bagi para administrator pendidikan
dalam pola pengembangan
MBS di Sekolah Dasar Negeri Kab.
Majalengka.
5) Membantu mengoptimalkan kerjasama dengan orang tua dan
masyarakat serta mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan
PBM.
6) Memberikan peluang kepada sekolah Dasar Negeri dalam
upaya
meningkatkan mutu pendidikan
kabupaten Majalengka
khususnya
di
D. Paradigma Penelitian
Lahirnya UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 2000 membawa
implikasi yang sangat berarti bagi dunia pendidikan di tanah air, betapa
tidak sebab dalam kurun waktu yang relatif lama pendidikan kita
dicengkram oleh sebuah sistem yang begitu kaku dan sangat sentralistik,
sehingga
kualitas pendidikan kita tidak begitu baik jika dibandingkan
dengan negara-negara setingkat kita. Bagaimanapun juga Undangundang tersebut di atas dibuat dalam rangka memberikan keleluasaan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah semua itu
dimaksudkan untuk mengahadapi tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggungjawab secara
proporsional
Bertolak dari pemikiran itu , maka lahirlah sebuah inovasi baru
dalam bidang pendidikan dengan pertimbangan-pertimbangan kontekstual
daerah dimana pengelolaan sekolah berbasis kemandirian. Model itu
disebut
Manajemen Berbasis Sekolah yang diasumsikan sebagai
altematif dalam meningkatkan mutu pendidikan, dimana di dalamnya
terdapat lembaga yang disebut Dewan Sekolah yang memberikan
harapan baru terhadap perkembangan serta kemajuan pendidikan.
Melalui system desentralistik, SDM dan Non SDM yang ada di sekolah
dan di luar sekolah diberdayakan. Pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama keluarga, masyarakat dan pemerintah, Hoy & Miskel, (1978 :
145). Pengelolaan dana masyarakat harus sepengetahuan Dewan
20
Sekolah . Tanah dan material sekolah disediakan oleh masyarakat.
Pemerintah setempat bertanggung jawab terhadap kontrol kedalam dan
pengaturan kelembagaan sekolah, kepalal sekolah diangkat oleh Dewan
Sekolah Sarana dan Prasarana diadakan di tingkat sekolah.
Jika sistem desentralisasi berhasil diterapkan di sekolah diharapkan
akan mampu menciptakan generasi u3-i ( imtak, iptek, identitas bangsa.
Dengan demikian akan terwujudlah kualitas SDM seperti yang dicitacitakan dalam GBHN 1998 menuju Indonesia baru.
Sisi lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan Implementasi
Dewan Sekolah adalah perangkat undang-undang atau kebijakan yang
memberikan dasar dalam tahap implementasinya. Implikasinya bagi para
praktisi pendidikan harus memahami secara komprehenship tentang
makna dari UU No. 22 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25.
tahun 2000 tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah, PP
No 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan antara Pusat dan
Daerah, sehubungan dengan hal tersebut, Mulyani (1999) 3 dasar
pemikiran yang mendasari ditetapkannya UU No. 22 1999, yakni sebagai
berikut:
1. Dalam rangka memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah
2. Penyelenggaraan otonomi daerah itu diharapkan dilakukan dengan
prinsip demokrasi,
keadilan,
peranserta
kemandirian,
masyarakat,
memperhatikan
pemerataan dan
potensi
dan
keanekaragaman daerah, menjaga keserasian hubungan pusat^5&^r>
daerah, serta meningkatkan peran dan fungsi legislative,
dekonsentrasi yang diikuti dengan dukungan pembiayaanya.
3. Semua itu dimaksudkan guna menghadapi tantangan persaingan
global
dengan
memberikan
kewenangan
luas,
nyata
dan
bertanggungjawab secara proporsional.
Dengan
lahirnya
model
pengelolaan
pendidikan,
yakni
Manajemen Bebasis Sekolah hal ini mempunyai implikasi terhadap
sistim yang selama ini berjalan tentang pendidikan yang melibatkan
masyarakat atau orang tua . Pada era sebelumnya masyarakat dan
orangtua hanya dilibatkan sebatas memberi bantuan biaya kepada
sekolah melalui jalur BP3,
Dewan Sekolah berfungsi tidak hanya
sekedar memberi sumbangan, tetapi lebih jauh dari itu, yakni:
Tujuan dari pembentukan dewan sekolah yaitu adanya suatu
organisasi "Masyarakat Sekolah" yang mempunyai komitmen dan
loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas peserta didik.
Adapun fungsinya sebagai forum resmi yang bersifat:
1) Mewadahi
dan
meningkatkan
partisipasi
para
stakeholders
pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta memutuskan,
menetapkan,
melaksanakan
dan
memonitoring
pelaksanaan
kebijakan sekolah dan pertanggungjawaban yang terfokus pada
kualitas pelayanan peserta didik secara proporsional dan terbuka:
22
2) Mewadahi
manajemen
berkenaan
partisipasi
para
sekolah
sesuai
dengan
stakeholders
dengan
perencanaan,
turut
peran
pelaksanaan
serta
dan
dan
dalam
fungsinya,
evaluasi
program sekolah secara proporsional;
3) Mewadahi partisipan baik individu maupun kelompok sukarela
(Pemerhati atau pakar pendidikan) yang peduli kepada kualitas
pendidikan secara proporsional dan profesional selaras dengan
kebutuhan sekolah;
4) Menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah
kepada pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dan kewenangan
di tingkat daerah.
Namun betapa bagusnya suatu program atau konsep akan sangat
terietak
pada kemampuan manajerial dari kepala sekolah dalam
memberdayakan konsep ini untuik itulah seorang Kepala sekolah
memeriukan strategi dalam pelaksanaan MBS yang secara inklusif Dewan
sekolah terkait di dalamnya.
Perilaku kepemimpinan Kepala sekolah dalam melaksanakan tugas
sehari hari di sekolah sangatlah kompleks mulai dari pengelolaan
ketenagaan, pendanaan, proses belajar dan berbagai kegiatan lainnya,
sehingga secara rutin Kepala sekolah tanpa berorientasi pada tugas
sehingga
dan pembinaan keprofesionalan dirinya sering terabaikan.
Demikian pula selama ini terjadi suatu power reflection dari frofil pejabat di
atasnya, artinya Kepala sekolah tidak dapat dihindarkan dari suatu pola
23
kepemimpinan secara nasional yang bersifat penyambung lidah kepada
bawahannya, hal itu nampak pada rapat-rapat dinas di sekolah. Rapat
Dinas bukan rahasia umum lagi isinya hanya menyampaikan julak dan
juknis, tidak adanya demikrasi serta menilai kontra produktif kepada
bawahan yang bersifat kritis. Fakry Gaffar (1985 : 3-4) mengemukakan
bahwa kepemimpinan pendidikan, dapat dilihat dari ciri perilaku khas
dalam fenomena kepemimpinan, yaitu : (1) Paternalist, (2) Kepatuhan
semu, (3) Kemandirian lemah, (4) Konsensus, dan (5) evasive (selalu
dihindarkan). Implikasinya terhadap organisasi sekolah, persepsi, sikap
dan perilaku anggota tampak tidak sesuai dengan tuntutan organisasi
pendidikan, yang mengarah kepada nuansa dan wacana pendidikan
hakiki. Lazaruth (1987:60)
menyatakan ada dua alasan penting dari
perana Kepala sekolah, yakni : (1) berkewajiban memelihara kerjasama
yang erat dengan guru, personil lain, siswa dan orang tua, (2) mempunyai
pengaruh yang langsung terhadap program pengajaran, rencana, dan
pelaksanaan pendidikan.
Dalam rangka Implementasi Dewan Sekolah, periu dibuat satu
analisis SWOT ( Strenght, Weakness, Opportunity, Threats). Dalam
analisa ini akan diidentifikasi faktor-faktor intern dan faktor ektern. Faktor-
faktor intern terdiri dari Kekuatan dan kelemahan kinerja manajemen yang
ada di lingkungan pendidikan Sekolah Dasar Negeri seperti : Manajerial
dan
kepemimpinan
Kepala
sekolah,
perangkat perudang-undangan pendukung.
Profesionalisme,
keuangan,
24
Faktor ekstern terdiri dari kesempatan/peluang dan ancaman
dapat dinalisis dengan mencermati gejala yang ada di luar lembaga.
Untuk menganalisis masalah ini dapat dibantu oleh berbagai komponen
yang ada di luar sistem yang jadi penunjang penyelenggaraan pendidikan
seperti, komitmen stakeholders, kondisi sosial ekonomi dan apresiasi
masyarakat, potensi sumber daya alam daerah setempat. Uraian diatas
dapat digambarkan dalan paradigma penelitian sebagai berikut:
25
Gam bar. 3
Paradigma Penelitian
DinasP
Masyarakai
PEMDA
I
-Undang-undang no 22
Kualitas pendidikan
Tahun 1999
Menurun
-Undang-undang No 25
Terbatasnya Dana
Tahun 2000
dariPemerintah
-Kepmen No 044
Kerjasama dengan
tahun 2000
masyarakat belum
optimal
REFORMASI
PENDIDIKAN
Instansi
SEKOLAH
Lain
Kualitas
Pelayanan
L Efisiensi
Manajemen
2. Efisiensi
Dana
3. Kinerja
personal DS.
Peningkatan
Mutu Pendidikan
89
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian yang diiakukan penulis melibatkan 840 Sekolah Dasar
Negeri yang tersebar di 24 Kecamatan seluruh wilayah Kabupaien
Majalengka. Penulis menginginkan data yang di dapat langsung dari
sumber data melalui wawancara dan observasi ke tempat yang dituju,
metode penelitian yang penulis anggap cocok dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif , mengingat beberapa pertimbangan seperti dikemukan
Supriadi (1998): (1) Peneliti berusaha memahami dunia subyek penelitian
berdasarkan
pemahaman subyek yang
diteliti, bukan
berdasarkan
perspektif peneliti, sebagai orang luar (2) Bangunan paradigma ilmu
pendidikan di Indonesia belum mantap dan dasar kesejarahannya belum
kokoh,
(3) Lebih memperkaya wawasan dan
pemahaman secara
mendalam tentang relung-relung dunia pendidikan; (4) Pemahaman
tentang realitas sosial psikologis pendidikan yang hampir secara alamiah,
apa adanya, induktif, grounded, sangat dibutuhkan untuk mensiasati
berbagai masalah pendidikan; (5) Diharapkan mampu menawarkan
alternatif-alternatif pemecahan yang lebih membumi dan mendasar;
(6) Secara komplementer, hasil penelitian kualitatif yang diiakukan dengan
benar dan tepat dapat memberikan penjelasan mendalam terhadap hasilhasil penelitian yang diperoleh dari penelitian yang menggunakan teknik
survey kualitatif yang mengandalkan generalisasi.
90
Bogdan CR dan Biklen CK (1982 : 29) mengemukakan lima
karakteristik penelitian kualitatif, sebagai berikut :
1. Qualitative research has the natural setting as the direct source
of data and the researchers is the key instument
2. Qualitative research is descriptive.
3. Qualitative researchers are concerned with process rather than
simply with outcomes or product.
4. Qualitative researchers tend to analyze their data inductively.
5. Meaning is of essential concern to the qualitative approach.
Pernyataan di atas dijelaskan bahwa penelitian kualitatif
punya
makna sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai instrumen utama langsung mendatangi sumber data.
2. Data yang dikumpulkan cenderung berbentuk kata-kata dari pada
angka-angka,
3. Peneliti lebih menekankan pada proses , bukan semata-mata pada
hasil.
4. Peneliti melakukan analisis induktif cenderung mengungkapkan
makna dari keadaan yang diamati.
5. Kedekatan
peneliti
(dengan
responden)
sangat penting dalam
penelitian.
Lexy J.Meleong (1998:4) mencoba mampadukan pendapat Bogdan
dan
Biklen yang mengajukan lima ciri penelitian kualitatif dengan
pendapat Lincoin dan Guba yang mengajukan sepuluh ciri penelitian
kualitatif menjadi : 1) Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar
alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. 2) Dalam penelitian
kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan
91
instrumen, sehingga setiap saat bisa menyesuaikan terhadap kenyataankenyataan lapangan.
kualitatif,
dengan
3) Penelitian
beberapa
kualitatif menggunakan
pertimbangan.
Pertama,
metode
menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah bila berhadapan dengan kenyataan lain:
kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan peneliti
dengan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri. 4) Penelitian ini menggunakan analisis data secara
induktif, karena induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan
ganda sebagai yang terdapat dalam data, dapat membuat hubungan lebih
eksplisit dan akuntabel, serta dapat menguraikan latar belakang secara
penuh,
dapat
menemukan
pengaruh
bersama
dan
dapat
memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian struktur
analitik. 5) Penelitian ini lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan
teori substantif yang berasal dari data, karena tidak ada teori a priori yang
mencakup kenyataan ganda, mempercayai apa yang dilihat secara netral
dan teori dasar lebih rensponsif terhadap nilai-nilai kontekstual. 6) Data
yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka sehingga
menghasilkan
analisisnya
berupa
uraian.
7)
Penelitian
ini
lebih
mementingkan proses dari pada hasil. 8) Dengan penelitian kuantitatif
menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang
menjadi masalah penelitian. 9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan
data, penelitian ini mendefinisikan validitas, reabilitas, dan obyektifitas
dalam versi lain. 10) Penelitian kualitatif menyusun desain terus menems
92
menyesuaikan dengan kenyataan lapangan, desainnya tidak ketat dan
tidak kaku dan lapangan senantiasa berpengaruh terhadap pola penelitian
ini. 11) Hasil penelitian atau rumusan-rumusan hasil penelitian selalu
dibicarakan dengan responden untuk mendapatkan kesepakatan.
Dalam penelitan kualitatif ini tidak sekedar tehnik pengumpulan
data, tetapi merupakan cara pendekatan terhadap dunia empiris. Taylor
dan Bogdan (Meleong, 1998:5) mengemukakan bahwa : " Pendekatan
kualitatif merujuk kepada pengertian yang luas terhadap penelitian yang
menghasilkan data deskriptif, yang berupa kata-kata dan perilaku orang
yang dapat diobservasi dari lisan maupun tulisan".
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Pemberdayaan (empower) merupakan upaya untuk meningkatkan
program atau lembaga
yang sudah berjalan dengan cara memberikan
sentuhan managerial agar lebih berdaya guna dan berhasil guna,
sehingga pencapaian nilai dari sekedar cukup menjadi baik dan peranan
serta fungsi dari program / lembaga itu lebih luas atau lebih maksimal.
Dewan Sekolah adalah suatu lembaga non politis dan non profit dibentuk
berdasarkan musyawah secara demokratik oleh stakeholders di tingkat
sekolah sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung
jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan
Kualiatas pendidikan : Meningkatnya hasil
dalam
dari proses pembelajaran
rangka melaksanakan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran,
misalnya melaksanakan program, kurikulum, SDM/ Guru dll.
93
Stake-holders ; Para pelaku yang teriibat paling tidak mereka itu
berkepentingan dengan pendidikan baik secara langsung (pembuat,
pelaksana, penyerta/penerima keputusan) maupun secara tidak langsung
(terimbas dan terkena akibatnya yang menguntungkan atau sebaliknya).
Variabel adalah Objek penelitian atau apa yang menjadi tttik perhatian
suatu penelitian (fokus telaahan). Suharsini Arikunto, (1997:99)
Adapun yang menjadi fokus telaahan dalam penelitian ini adalah:
a.
Bagaimana kondisi kemampuan stakeholders di lingkungan
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka
ditinjau dari kekuatan, Kelemahan, tantangan dan peluang.
b. Bagaimana strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah Dasar Negeri ?
c. Bagaimana Peranan Dewan Sekolah dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan ?
C. Tehnik Pengumpulan Data.
Pengumpulan
data
dengan
menggunakan
tehnik
sampling,
Observasi, dan wawancara yang dilengkapi dengan daftar pertanyaan
yang dapat menjaring data dan informssi
mengenai Pemberdayaan
Dewan Sekolah yang diiakukan stakeholders dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka.
1.
Wawancara
Wawancara diiakukan dengan menggunakan pedoman wawancara
seperti tercantum dalam lampiran 2, yang dibuat berdasarkan kisi-kisi
94
pengumpulan data. Pedoman ini dibuat dan dirumuskan dalam bentuk
terbuka. Dengan wawancara ini maka akan diperoleh data tentang
bagaimana
kondisi
kemampuan
stakeholders
dalam
rnengimplementasikan Dewan Sekolah untuk meningkatkan pend
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
(Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh:
ANDE JATNIKA
NIM: 009519
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPl)
BANDUNG
2003
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I
x<
Prof. Dr. H. Djam'an Satori, M.A
Pembimbing II
Prof. Dr. H. Mohamad Idochi Anwar, M.Pd.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Admirristrasi Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Prof. Dr. H. TB. Abi
Makmun, M.A
ABSTRACTION
THE SCHOOL BOARD ENRICHMENT
IN IMPROVING THE EDUCATION QUALITY
The Analysis Study to Implementation of The School Based Management Concept In
The Primary SchoolsAll Majalengka Regency
By: Ande Jatnika
The existence of the school board is considered as the best solution in breaking the
apprehensive education problem this time. The education with vahous its aspects
problem is demanded to be exist and dynamic to realize the prosperity of acountry.
In apractical level, The school board is considered as the legislative assembly that
takes a part in controlling/supervising a school activity, so the policies or the
decissions that taken by the principal is an aspiring decission from the parents and
the community through on the school board.
This research is to describe, discover, and accumulate on what is the role of the
school board to the education quality improvement in the board school. The focus of
the problem is how to enrich the school board in the primary school Maialenoka
regency.
In particularly, the appeared problems are how is the ability condition of the
stakeholder in implementating the school board looked at it from the aspects of
strength, weakness, opportunity, and threath? What is the srtategy to enrich the
school board in primary school? What is the role of the school board in improvinq the
education quality?
The research method is descriptive method, study cases, and porposive qualitative
approachment The location of the research is in the primary school Majalengka
regency. The data is obtained from the head ofthe department, the chairman of the
school board, principals, teachers, and parents.
The condition analysis owned by the stakeholders in implementating the school
based management are STRENGTH (1) UU No : 22-1999 and UU No •25 - 2000(2) The socialization of the school based management (3) The community awareness
increases and the community controlling is efective (4) The supporting from ADB
(Asian Development Bank) through on BEP (Basic Education Project)
WEAKNESS (1) the managerial ability of the school board (member/chairman) has
not been evenly distributed. (2) The Supporting power and the participation of the
community to the education have not been good.
OPPORTUNITY (1) The supporting from the local and seat government (2) The firm
supports the school based management. THREATH (1) The community tends to
choose the qualified education (2) The otonomy of the education management (3)
The pnmary school is the measurement standard to the education level further.
The strategy to enrich the school board is the improvement of the quality teching
activity service and the guide of a ware community of quality; Socialization of the
school based management concept to the school board, to improve the ability of the
human resource.
The role of the school board in improving education quality is observed from the
competence, cooperation, budget management and implication the school based
management to the education quality
ABSTRAK
PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka
oleh : Ande Jatnika
Keberadaan Dewan Sekolah (DS) dianggap sebagai solusi yang terbaik dalam
memecahkan problematika pendidikan yang selama ini memprihatinkan. Pendidikan dengan
berbagai aspekpermasalahannya dituntut untuk eksis dan dinamis dalam mewujudkan kejayaan
suatu bangsa.
Dalam tataran praktis Dewan Sekolah dianggap sebagai DPR yang ikut mengontrol /
mengawasi kegiatan sekolah, sehingga kebijakan-kebijakan maupun keputusan-keputusan yang
diambil oleh Kepala Sekolah adalah kebijakan yang bersifat aspiratif yang bersumber dari
orang tua dan masyarakat melalui wadah Dewan Sekolah.
Penelitian ini mempunyai maksud,, mendeskripsikan, menggali, menghimpun tentang
bagaimana peranan Dewan Sekolah yang ada di Sekolah Dasar Negeri dalam rangka
meningkaikan mutu pendidikan, adapun fokus permasalahannya adalah bagaimana
memberdayakan Dewan Sekolah yang ada di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka
Secara khusus permasalahan yang muncul adalah bagaimana Kondisi kemampuan dari
stakeholder dalam implementasi Dewan Sekolah ditinjau dari segi kekuatan, kelemahan,
tantangan dan peluang 9, Bagaimana strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah Dasar Negeri ?, bagaimana peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan Mutu
pendidikan ?
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif jenis studi kasus , dan pendekatan
kualitatif Porposive. Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka .
Data diperoleh dari Kepala Dinas,, ketua Dewan Sekolah, Kepala sekolah (Pimpinan Sekolah)
, guru, orang tua siswa
Analisis kondisi vang dimiliki stakeholders dalam implementasi Manajemen Bebasis
Sekolah, yakni : Kekuatan : (J) UU Nomor 22 tahun 1999 dan UUNo.25 Tahun 2000 ; (2)
Sosialisasi MBS ; (3) Kesadaran masyarakat meningkat dan kontrol masyarakat efektif; (4)
Dukungan dari Bank Dunia melalui BEP, Kelemahan : (I) Belum meratanya kemampuan
manajerial Ketuaanggota Dewan Sekolah;(2) Belum meratanya daya dukung dan partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan, Peluang : (1) Adanya dukungan dari pemerintah setempat
maupun pusat; (2) Perusahaan ikut mendukung terhadap program MBS, Tantangan : (1)
Masyarakat cenderung memilih pendidikan yang bermutu; (2) Otonomi pengelolaan
pendidikan;(3) Sekolah Dasar merupakan tolok ukur untukjenjang pendidikanselanjutnya.
Strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah adalah peningkatan mutu pelayanan
PBMdan pembinaan masyarakat sadar mutu, Sosialisasi konsep MBS dengan Dewan Sekolah,
Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dilihat dari segi
kewenangan. Kerjasama, pengelolaan anggaran serta implikasi MBS terhadap mutu
pendidikan.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I
vi
vii
x
xi
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Paradigma Penelitian
16
19
BAB II KAJIAN PUSTAKA
26
A. Konsep Administrasi
1
26
Administrasi Pendidikan
2. Pengembangan Kinerja sekolah
3 Fungsi dan Peran Sekolah
Pada EraOtonomi
28
32
35
B. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
39
1. Latar Belakang Munculnya MBS
2. Strategi Pengembangan MBS
39
di Sekolah Dasar
3
43
Implikasi MBS Terhadap Pengelolaan
Sekolah Dasar
45
C. Dewan Sekolah Dalam MBS
1 Pengertian Dewan Sekolah
2. Kewenangan, Tugas dan Fungsi
Dewan Sekolah
48
48
54
3. Keanggotaan/Kepengurusan
4
Dewan Sekolah
Proses Pembentukan Dewan Sekolah
VII
61
69
D. Peranan Dewan Sekolah Dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan
70
1. Pengertian Mutu Pendidikan
2 Manajemen Peningkatan Mutu
73
Berbasis Sekolah
75
3 Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan
85
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
89
A. Metode Penelitian
89
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
92
C. Tehnik Pengumpulan Data
93
D. Subjek Penelitian
95
E. Analisis Data Penelitian
98
1
Validasi Temuan Penelitian
2
Kredibilitas
3.
Transferabilitas
98
:
99
100
4- Dependabilitas
100
5-
100
Konfirmabilitas
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian
102
1 - Kondisi Kemampuan Stakeholders
dalam Implementasi Dewan Sekolah
2 Strategi Pemberdayaan Dewan Sekolah
di Sekolah Dasar
3
102
102
121
Peranan Dewan Sekolah
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
134
B. Rangkuman Pembahasan Hasil Penelitian
147
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
160
A. Kesimpulan
160
B. Implikasi
167
C. Rekomendasi
169
VIII
DAFTAR PUSTAKA
171
LAMPIRAN - LAMPIRAN
175
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
175
182
185
1.
2.
3.
4.
Pedoman Wawancara
SK Pembimbing Karya llmiah
Surat Ijin Penelitian
Surat Keterangan Melakukan
Penelitian
186
Lampiran 5. Riwayat Hidup
189
IX
DAFTAR TABEL
Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
Halaman
Sumber Data Penelitian di SD Negeri Se Kabupaten Tahun
Pelajaran 2001/2002
90
Laporan Kinerja Dewan sekolah Dinas P dan K Kabupaten
Majalengka Tahun 2001/2002
102
Rangkuman Data Penelitian Wewenang Dewan Sekolah
di SekolahDasar
125
Partisipasi Masyarakat Terhadap Pendidikan di Kabupaten
Majalengka Tahun 2002
140
Rangkuman Data Tentang Analisis SWOT Implementasi
Dewan sekolah di Sekolah Dasar Negeri
141
Strategi pemberdayaan Dewan Sekolah di Sekolah Dasar
Negeri se-Kabupaten Majalengka Dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan
145
Kondisi Sekolah Dasar di Kabupaten Majalengka Pasca
Implementasi MBS
148
Peranan Dewan Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
150
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Sistem Administrasi Pendidikan
31
2
Empat langkah Proses Partisipasi
62
3
Fenomena Partisipasi
63
4
Upaya DewanSekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan
127
XI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai
permasalahan
hanya
dapat
dipecahkan
kecuali
dengan
upaya
penguasaan dan peningkatan ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Selain
manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga
telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin
ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai
bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber
daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana,
terarah,
intensif,
efektif,
dan
efesien
dalam
proses
pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam
menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan
memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan
suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia
itu sendiri.
Menyadari
pentingnya
proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama
kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan
amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang
berkualitas antara lain
meialui pengembangan dan perbaikan kurikulum
dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan
pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainnya.
Seperti diamanatkan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989
(pasal 1 ayat 10) menegaskan bahwa :
Sumberdaya pendidikan adalah pendukung dan penunjang
pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga,dana,
sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan
didayagunakan,
keluarga,
masyarakat,
peserta didik dan
pemerintah, balk sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup
berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Salah satu indikator kekurang-berhasilan ini ditunjukkan antara lain
dengan NEM siswa yang tidak memperiihatkan kenaikan yang berarti
bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada
beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan
mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil, Pertama ; strategi
pembangunan pendidikan yang selama ini lebih bersifat input-oriented,
strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana
semua input pendidikan telah
dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
lembaga pendidikan (sekolah) akan menghasilkan output (keluaran) yang
bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output
yang dikenalkan oleh teori education production function (Hanushek,
1979, 1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah),
meiainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan insdustri. Kedua ;
pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur
oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat
dapat
dikatakan
bahwa
kompleksitasnya
cakupan
permasalahan
pendidikan, kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan
siswa dalam belajar, serta aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,
seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi
pusat.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) memegang peran penting dalam
pendidikan seorang anak bangsa berusia muda. "Kedudukan dan peranan
pendidikan
Dasar
berhubungan
dengan
sensitivitas
faktor-faktor
perkembangan para siswanya, jika diselenggarakan dengan
tepat,
mempunyai fungsi yang amat strategik (Sanusi, 1998, 76).
Tugas dan tanggung jawab kepala Sekolah Dasar dapat dibedakan
pada dua tugas yaitu : Pertama, sebagai pendidik, seorang kepala
sekolah adalah seorang guru yang tetap memilih tugas utama menjadi
pendidik. Kedua, Kepala Sekolah adalah seorang administrator sebagai
tugas tambahan. Sebagai pendidik seorang kepala sekolah menengah
umum berperan juga sebagai guru, oleh karena itu ia harus mengerti dan
memahami tugas-tugas seorang guru yang kemudian dia terapkan pada
pelaksanaan tugas supervisi, monitoring dan pembinaan profesional pada
guru lain di lingkungan sekolahnya.
Sedangkan sebagai seorang
administrator, seorang kepala sekolah "harus berperan sebagai manajer
umum
(manajemen sekolah),
yang
meliputi aspek kepegawaian,
kesiswaan, keuangan dan aspek lain yang terkait dengan hubungan
sekolah dan masyarakat" (Depdikbud, 1997, 266;. Sebagai administrator
pendidik, kepala sekolah harus mengelola : "Program sekolah, murid,
personil, kantor sekolah, keuangan sekolah, pelayanan bantuan dan
hubungan sekolah dengan masyarakat (Sutisna, 1989, 48).
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan (khususnya sekolah) sangat
rumit dan unik, terutama karena terbatasnya sumber-sumber pendukung
yang dipertukan untuk penyelenggaraan pendidikan yang ideal. Hal ini
memaksa para kepala sekolah selaku manajer pendidikan di sekolah
dituntut untuk berusaha keras mencari, mempelajari dan menerapkan
konsep-konsep, prinsip, metode dan teknik perencanaan yang jitu
(Siswojo Hardjodipuro, 1975). Perencanaan pendidikan diawali dengan
memperkirakan potensi sumber dana dan kekayaan yang akan tersedia
untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan tingkatan tujuan yang
ada dengan melibatkan orang tua murid dan masyarakat melalui lembaga
yang secara khusus dibentuk untuk itu.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sarana pendidikan
khususnya yang menyangkut kekayaan sekolah pada umumya sangat
minim, dari hasil verifikasi menunjukan bahwa paling tidak hanya 15 %
saja sarana sekolah itu terpenuhi dan banyak lagi sekolah sekolah yang
kategori kurang, hal ini mungkin terjadi karena beberapa hal, yang salah
satunya adalah kelemahan sumber daya manusia di daerah dan sumber
biaya yang masih sangat tergantung pada pemerintah pusat (Soemitro,
1989,231).
Lemahnya peranan Kepala sekolah dalam mengelola lembaganya
juga merupakan kendala terhadap kemajuan pendidikan. Michael Fulan
(1992 : 12) mengemukakan ada 3 faktor yang membuat lemahnya
peranan Kepala sekolah, yakni : pertama Kepala sekolah memiliki
otonomi yang sangat terbatas. kedua, Kepala sekolah kurang memiliki
keterampilan untuk mengelola sekolah dengan baik. Ketiga, kecilnya
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah.
Padahal sudah
dijelaskan dalam PP. No 39 Tahun 1992 tentang peran serta masyarakat
dalam pendidikan nasional pada pasal 2 bahwa : " Peran serta
masyarakat berfungsi ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan, dan
mengembangkan pendidikan nasional".
Bentuk peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah : (1)
Pendirian dan penyelenggaraan satuan pada jalur pendidikan luar
sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan Kedinasan, dan
pada semua jenjang pendidikan di jalur sekolah; (2) Pengadaan dan
pemberian
bantuan
tenaga
untuk
melaksanakan
atau
membantu
pelaksanaan pengaiaran, pembimbingan dan/atau pelatihan peserta didik;
(3) Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu
pelaksanaan
kegiatan
belajar mengajar dan /atau
penelitian dan
pengembangan; (4) Pengadaan dan/atau penyelenggaraan program
pendidikan
yang
belum
diadakan
dan/atau
diselenggarakan
oleh
pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional; (5) Pengadaan dana
dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan,
pinjaman, beasiswa dan bentuk lain yang sejenis; (6) pengadaan dan
pemberian bantuan ruangan, gedung dan tanah untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar; (7) Pengadaan dan pemberian bantuan buku
pelajaran dan peralatan pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar; (8) Pemberian kesempatan magang atau latihan kerja; (9)
Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan
dan pengembangan pendidikan nasional; (10) Pemberian pemikiran dan
pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau
penyelenggaraan pengembangan pendidikan nasional; (11) Pemberian
bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan;
(12) Keikut sertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian yang
diselenggarakan oleh pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.
Bagi sebuah sekolah, peran serta masyarakat dalam membiayai
sekolah sebenarnya cukup penting walaupun belum sangat berarti secara
kwantitatif, seperti yang dibuktikan oleh sebuah penelitian oleh Ditjen
PUOD Depdagri tahun 1993, temyata peran serta masyarakat masih
sangat memprihatinkan. Dari biaya per murid per-tahun yang rata-rata
berjumlah Rp. 140.850,- sebanyak 93,39 % datang dari pemerintah pusat,
kontribusi orang tua hanya 6,98 %, dan Pemerintah Daerah bahkan hanya
1,07 % (Dedi Supriadi, 1997 : 19).
Dari beberapa informasi tersebut di atas tergambar betapa kecilnya
kontribusi masyarakat terhadap dunia pendidikan khususnya sekolah.
Dengan Keluarnya
Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan
Undang-undang No.25 tahun 2000 mencerminkan adanya kemauan
pemerintah pusat (political will) untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan
yang beriebihan di masa lampau. Demikian halnya dalam perumusan
kebijakan otonomi daerah khususnya dalam pengelolaan pendidikan yang
meliputi aspek kelembagaan,
kurikulum, sumber daya
manusia,
pembiayaan serta sarana dan prasarana, yang secara operasional pihak
sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkannya, namun demikian
dalam melaksanakan kewenangannya itu sekolah harus dibantu oleh
masyarakat atau berbagai pihak yang berkepentingan (Stakeholders). .
Fasli Jalal & Dedi Supriadi (2001 : 99) mengatakan :
Pendidikan dengan segala persoalannya tidak mungkin diatasai
hanya oleh lembaga persekolahan. Untuk melaksanakan programprogramnyanya sekolah periu mengundang berbagai pihak
(keluarga,
masyarakat,
dan
dunia
usaha/industri
berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program pendh
Partisipasi ini periu dikelola dan dikoordinasikan dengan baik
lebih bermakna bagi sekoiah, terutama bagi peningkatan mutu dan
efektivitas pendidikan. Partisipasi masyarakat tidak seharusnya
hanya dalam bentuk dana, melainkan juga sumbangan pemikiran.
dan tenaga.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, maka konsep School
Based Management (SBM) ditawarkan untuk membangun
sebuah
pendidikan masa depan yang mandiri, otonom dan berpijak di atas
kekuatan masyarakat serta berwawasan lingkungan dengan pemberian
peran
penting
kepada
masyarakat.
Namun
pada
umumnya
penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri masih jauh dari standar ideal,
minimnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
dan ini merupakan permasalahan yang tidak dapat dianggap enteng
karena menyangkut tata kehidupan maysyarakat yang nota bene masih
melekatnya paradigma lama yang terjadi di masyarakat tentang tanggung
jawab pendidikan, faktor ekonomi keluarga juga sangat mempengaruhi
terhadap peningkatan kualitas pendidikan, sehingga periu dipikirkan
sebuah strategi agar persoalan tersebut dapat teratasi dan mutu
pendidikan yang ideal dapat terjamin.
Meningkatnya kualitas pendidikan merupakan dambaan semua
orang, oleh k arena itu upaya-upaya terus dilakukan, inovasi dalam
pendidikan
terus
dikembangkan,
tetapi
titik
persoalannya
sering
dihadapkan kepada minimnya dana, karena bagaimanapun juga upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan lepas dari yang satu
ini.
seperti di ungkapkan oleh Tilaar (1991:52) bahwa : "Pendidikan
yang
bermutu membutuhkan biaya yang besar" ,oleh karena itu
dibutuhkan suatu strategi untuk memberdayakan masyarakat dalam
memenuhi tuntutan kebutuhan sekolah. Dalam
upaya
memberdayakan
masyarakat, Kepala sekolah harus membuat suatu rencana yang matang
sehingga pelaksanaan program dapat berjalan efektif dan efisien.
Otonomi Daerah nampaknya membawa angin segar terhadap
beberapa wilayah yang dianggap mampu dan layak untuk itu karena
ditunjang oleh kekayaan alam, budaya dan lain sebaginya., tetapi
sebaliknya bagi daerah yang minim hal ini akan mempunyai permasalahan
tersendiri. Dedi Supriadi menjelaskan bahwa " Melalui otda, daerah
memiliki
kewenangan
besar
untuk
mengambil
keputusan
dan
mengimplementasikannya termasuk mempertanggungjawabkan hasilnya".
Dalam hal ini terdapat tiga unsur
yang yang ditempatkan
bersama-sama di daerah, yakni kewenangan pengambilan keputusan ,
alokasi dan penggunaan dana serta akuntabilitas hasil. Di masa lalu
banyak kewenangan pengambilan keputusan pendidikan bahkan hal-hal
yang bersifat teknis tidak berada di daerah tapi di pusat atau provinsi
demikian pula keputusan penggunaan dana, namun sebagian besar
akuntabilitas hasil diletakan di daerah bahkan di sekolah. Hal ini yang
menjadi salah satu sumber
sentralistik.
masalah yang terjadi di masa lalu yang
Pada era otonomi ini sekolah diharapkan untuk lebih
secara mandiri dalam meningkatkan kinerja manajemen sekolah
dijelaskan oleh. Djam'an Satori & Nanang Fattah, (2001 : 9) bahwa :
Kepentingan utama format otonomi sekolah adalah tampilnya
kemandirian sekolah untuk meningkatkan kinenanya sendiri,
dengan mengakomodasi berbagai potensi sumberdaya sekolah,
yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dalam wujud mutu hasil belajar para siswa.
Tampilnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diikuti oleh
lahirnya Dewan Sekolah, mamberi pengaharapan bagi dunia pendidikan
kita yang sedang terpuruk, tetapi tentunya harapan ini tidak begitu cepat
diraih apabila semua elemen masyarakat tidak aktif untuk ikut peduli
terhadap keadaan ini, mengingat perubahan ini dinilai sebagian kalangan
terialu cepat. Dampak dengan digulirkannya MBS ini berakibat dirubahnya
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), karena dianggap
sudah kurang selaras tagi dengan tuntutan masa kini, karena BP3 selama
kurun waktu 26 tahun, pada umumnya masih belum berjalan sesuai
dengan harapan, terutama kelemahan dalam implementasi peran dan
fungsinya. Kemitraan BP 3 terbatas pada aspek-aspek pemenuhan
kebutuhan finansial, sarana-prasarana sekolah dan fasilitas pendidikan.
Hal itu dibuktikan dengan kondisi umum yang terjadi di lapangan sebagai
berikut:
(1) BP3 dipersepsikan sebagian masyarakat sekolah terbatas pada
pengumpulan dana pendidikan dari orang tua siswa;
(2) Belum optimalnya peran dan fungsi pengurus sesuai struktur BP3
yang ada;
11
(3) BP3 belum terlibat langsung merumuskan, melaksanakan dan
mengevaluasi kebijakan sekolah;
(4) BP3 belum melakukan pengelolaan keuangan yang menjadi
kewenangannya. Selama ini BP3 mendelegasikan pengelolaan
keuangan tersebut kepada pihak sekolah. Hal tersebut
dimaksudkan agar kepala sekolah dan guru dapat berkonsentrasi
penuh dalam pengembangan program pembelajaran yang semakin
berkualitas di sekolah;
(5) Kurang tersosialisasikannya ketentuan mengenai peran dan fungsi
BP3, sehingga pengurus BP3 mengalami kesulitan dalam
mengembangkan programnya.
(6) Sekolah dan BP3 belum membangun budaya kemitraan yang khas
untuk mencapai kualitas pelayanan pembelajaran kepada peserta
didik yang bermuara pada kualitas hasil. Dinas Pendidikan Jabar
(2001)
Perubahan BP 3 menjadi
dimulai
tahun
Dewan Sekolah
(DS) yang
sudah
2000 dinilai akan membawa keuntungan pendapatan
secara ekonomi (profit) dan manfaat (benefit) serta dampak (impact)
yang positif terhadap dunia pendidikan di Indonesia, benarkah begitu ?
hal ini masih menjadi tanda tanya besar walaupun Mastuhu (1994 : 4)
menyatakan bahwa:
Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelenggarakan
kegiatannya jika ia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam
kehidupan masyarakat yang melingkarinya. Keberhasilan itu
ditunjukan dengan adanya kecocokan nilai antara lembaga yang
bersangkutan dengan masyarakat. Lebih dari itu, suatu lembaga
pendidikan akan diminati anak-anak, orang tua dan seluruh
masyarakat apabila ia mampu memenuhi kebutuhan mereka akan
kemampuan ilmu dan teknologi.
Drury dan Levin (dalam ERIC Digest, 1995) melaporkan : MBS
dengan Dewan sekolahnya mampu mewujudkan tata kerja yang lebih baik
dalam empat hal berikut: (1) meningkatnya efisiensi penggunaan sumber
daya dan penugasan staff, (2) Meningkatnya profesionalisme guru (3)
12
munculnya gagasan baru
dalam implementasi kurikulum, dan (4)
meningkatnya mutu partisipasi masyarakat. Kondisi-kondisi tersebut dapat
dipandang sebagai sesuatu yang sangat potenstal untuk peningkatan
kinerja dan hasil belajar murid.
Untuk itu periu adanya persamaan persepsi dari semua pihak,
karena bagaimanapun " perubahan" dalam artian pembaharuan (reform)
akan mengandung resiko perubahan yang lainnya karena perubahan ini
akan mengubah image masyarakat yang selama ini berjalan terhadap
pendidikan. Sallis (1994) mengatakan. : " Setiap perubahan tata kerja
manajemen selalu menuntut adanya perubahan budaya, dari budaya
konvensional ke budaya belajar". Oleh karena diperiukan adanya strategi
yang mantap serta kesadaran semua pihak terkait, sehinga kendalakendala yang mungkin terjadi dapat diantisipasi.
Berubahnya BP3( Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan)
menjadi Dewan Sekolah merupakan sebuah tuntutan dan harapan, maka
dalam
implementasinya
semua
pihak
harus
memacu
partisipasi
masyarakat serta orang yang berkepentingan (stakeholders) dari
berbagai lapisan masyarakat serta instansi pemerintah. Diutamakan
adanya kemampuan (capability) serta kesanggupan atau kecakapan
(ability) Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan dari satuan
pendidikan masing-masing untuk melaksanakan gagasan itu.
Richard C. Williams (1974:19) mengemukakan : "The leader
behavioral school principal is one determinant of the ability of the school to
13
attain stated educational goal"
pandagan itu mengungkapkan bahwa
sikap dan tingkah laku kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
harus mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Paul Harling
(1984 : 39) mengatakan " The importance leadership in the process of
innovation and change within an educational organizations is widely
acknowledged" jadi satu hal yang paling penting dalam kepemimpinan
adalah adanya inovasi dan perubahan di sekolah.
Secara realita sebagian besar Sekolah Dasar saat ini masih
menerapkan fungsi Dewan sekolah ini sama dengan dengan fungsi BP3
sehingga aktifitas Dewan sekolah yang sudah di bentuk masih belum
sepenuhnya berjalan, maka apabila masalah tersebut dibiarkan akan
timbul kekhawatiran:
1. Implementasi MBS di Sekolah Dasar Negeri menjadi tidak optimal.
2. Dewan sekolah hanya sebagai nama pengganti BP3 sifatnya hanya
formalitas
, sehingga
peran orang-orang
yang
berkepentingan
(Stakeholders) menjadi tidak optimal.
3. Mencari orang-orang yang betul-betul peduli terhadap pendidikan
tidaklah mudah mengingat beberapa faktor misal :
masyarakat
dan
SDM, ekonomi
kebiasaan masyarakat terhadap pendidikan yang
selama ini sudah tertanam kuat.
4. Upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak akan tercapai.
5. Tujuan pendidikan Nasional akan sulit untuk dicapai.
14
Bertolak dari uraian tersebut diatas, maka penulis ingin mencoba
melakukan
Dalam
penelitian dengan judul : Pemberdayaan Dewan Sekolah
Meningkatkan
Mutu
Pendidikan
(Studi Analisis
Terhadap
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri SeKabupaten Majalengka).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang
otonomi pengelolaan
di atas, nampak bahwa dengan adanya
pendidikan dan
diimplementasikanya
Dewan
sekolah di Sekolah Dasar Negeri , sangat memerlukan figur kepala
sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta
daya juang yang tinggi untuk memberdayakan Dewan Sekolah dalam
upaya meningkatkan kerjasama yang baik dalam kerangka meningkatkan
mutu pendidikan, untuk itu diperlukan adanya kesamaan persepsi dalam
melaksanakan otomi pendidikan. Hal lain
dipertimbangkan dalam
periu
diperhatikan
dan
Implementasi Dewan sekolah adalah analisis
terhadap kebutuhan dan permasalahan
yang dihadapi dalam setting
persekolahan dalam hal ini adalah lingkungan kontekstual Sekolah Dasar
Negeri di Kabupaten Majalengka.
Perubahan BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan)
menjadi Dewan Sekolah
membutuhkan perhatian
yang sungguh-
sungguh dari semua pihak terkait karena perubahan ini akan berdampak
terhadap perubahan kebiasaan masyarakat
yang selama ini tertanam
sekian lama sehingga akan menemukan kesulitan manakala tidak ada
15
kesungguhan dalam melaksanakannya. Atas dasar pemikiran tersebut
rumusan
masalah
dalam
penelitian
ini
adalah
"Bagaimana
Pemberdayaan Dewan Sekolah Dalam Rangka Meningkatkan Mutu
Pendidikan di Sekolah dasar Negeri Kabupaten Majalengka".
1. Pertanyaan Penelitian
Rumusan
masalah
tersebut,
dijabarkan
menjadi
beberapa
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
a. Bagaimana
kondisi
kemampuan
stakeholders
dalam
rangka
implementasi Dewan Sekolah dalam konteks Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) di lingkungan SD Negeri Kabupaten Majalengka
ditinjau dari segi: kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan.
b. Bagaimana Strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah dasar Negeri ?
1) Bagaimana upaya pemahaman terhadap Dewan sekolah ?
2) Bagaimana upaya peningkatan sumberdaya manusianya ?
c. Bagaimana Peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan mutu
Pendidikan ?
1) Bagaimana kewenangan Dewan Sekolah dalam meningkatkan
pelayanan pendidikan siswa ?
2) Bagaimana Keriasama antara sekolah dengan masyarakat pada
era otonomi Daerah ?
3) Bagaimana Pengelolaan Dananya ?
16
4) Bagaimana Implikasi
MBS terhadap Mutu Pendidikan ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
a. Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang kongkrit tentang kondisi nyata mengenai kemampuan stakeholders
serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam memberdayakan Dewan
Sekolah serta upaya yang dilakukan dalam mengahadapi harnbaian itu
dirnana lembaga baru mi dibentuk sebagai rnitra pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan. Selain itu penelitian ini untuk mendiagnosis
kesiapan lingkungan pendidikan dalam implementasi Dewan Sekolah
serta
memperoleh gambaran tentang S-W-O-T (Strenght, Wealth,
Oportunity,
Treath)
dan
implikasinya
terhadap
peningkatan
mutu
pendidikan.
b. Secara Khusus
Secara operasional penelitian mi bertujuan sebagai benkut:
1) Mcnganaiisis
dihadapi
kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang yang
Stakeholders di lingkungan Sekolah Dasar Negeri se
Kabupaten Majalengka dalam rangka memprsiapkan implementasi
MBS.
17
2) Bagaimana Strategi dalam memberdayakan Dewan Sekolah yang
dilakukan oleh Stakeholders di lingkungan Sekolah Dasar Negeri
Se-
Kabupaten
Majalengka
yang
meliputi
bagaimana
pemahamannya. Bagaimana proses pembentukannya, bagaimana
kewenangannya( peranan, fungsi, program), bagaimana partisipasi
masyarakatnya.
3) Mengetahui Peranan Dewan Sekolah dalam
meningkatkan mutu
pendidikan.
2.
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian
lebih
lanjut
dalam
rangka
pengembangan
Management) dan implementasi
SBM
(School
Based
Dewan Sekolah ke tahap selanjutnya,
karena dalam pelaksanaanya MBS memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga sebagai lembaga pengganti badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan (BP3)
yang dibentuk oleh masyarakat dan merupakan
aspirasi dari dua unsur , yakni pemerintah dan masyarakat, sehingga
kajian ini dapat dijadikan titik tolak keberhasilan MBS
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sbb :
18
1) Sebagai bahan untuk dijadikan masukan kepada pihak-pihak
terkait sebagai penentu kebijakan mengenai kondisi nyata di
lapangan tentang bagaimana kondisi kemampuan stakeholders
dalam kesiapan implementasi konsep MBS di Sekolah Dasar
Negeri.
2)
Dapat dijadikan bahan kajian tentang sejauh mana kemampuan
stakeholders
dalam
merencanakan,
melaksanakan
dan
mengevaluasi program sekolah secara proporsional.
3) Bagi Sekolah Dasar Negeri , hasil penelitian ini dapat dijadikan
masukan dan
pijakan untuk mengadakan kerjasama yang lebih,
efektif, aktif dan produktif dalam rangka mengemban visi dan
misi sekolah.
4) Hasil kajian ini dapat dijadikan
bahan pengembangan disiplin
ilmu administrasi khususnya bagi para administrator pendidikan
dalam pola pengembangan
MBS di Sekolah Dasar Negeri Kab.
Majalengka.
5) Membantu mengoptimalkan kerjasama dengan orang tua dan
masyarakat serta mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan
PBM.
6) Memberikan peluang kepada sekolah Dasar Negeri dalam
upaya
meningkatkan mutu pendidikan
kabupaten Majalengka
khususnya
di
D. Paradigma Penelitian
Lahirnya UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 2000 membawa
implikasi yang sangat berarti bagi dunia pendidikan di tanah air, betapa
tidak sebab dalam kurun waktu yang relatif lama pendidikan kita
dicengkram oleh sebuah sistem yang begitu kaku dan sangat sentralistik,
sehingga
kualitas pendidikan kita tidak begitu baik jika dibandingkan
dengan negara-negara setingkat kita. Bagaimanapun juga Undangundang tersebut di atas dibuat dalam rangka memberikan keleluasaan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah semua itu
dimaksudkan untuk mengahadapi tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggungjawab secara
proporsional
Bertolak dari pemikiran itu , maka lahirlah sebuah inovasi baru
dalam bidang pendidikan dengan pertimbangan-pertimbangan kontekstual
daerah dimana pengelolaan sekolah berbasis kemandirian. Model itu
disebut
Manajemen Berbasis Sekolah yang diasumsikan sebagai
altematif dalam meningkatkan mutu pendidikan, dimana di dalamnya
terdapat lembaga yang disebut Dewan Sekolah yang memberikan
harapan baru terhadap perkembangan serta kemajuan pendidikan.
Melalui system desentralistik, SDM dan Non SDM yang ada di sekolah
dan di luar sekolah diberdayakan. Pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama keluarga, masyarakat dan pemerintah, Hoy & Miskel, (1978 :
145). Pengelolaan dana masyarakat harus sepengetahuan Dewan
20
Sekolah . Tanah dan material sekolah disediakan oleh masyarakat.
Pemerintah setempat bertanggung jawab terhadap kontrol kedalam dan
pengaturan kelembagaan sekolah, kepalal sekolah diangkat oleh Dewan
Sekolah Sarana dan Prasarana diadakan di tingkat sekolah.
Jika sistem desentralisasi berhasil diterapkan di sekolah diharapkan
akan mampu menciptakan generasi u3-i ( imtak, iptek, identitas bangsa.
Dengan demikian akan terwujudlah kualitas SDM seperti yang dicitacitakan dalam GBHN 1998 menuju Indonesia baru.
Sisi lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan Implementasi
Dewan Sekolah adalah perangkat undang-undang atau kebijakan yang
memberikan dasar dalam tahap implementasinya. Implikasinya bagi para
praktisi pendidikan harus memahami secara komprehenship tentang
makna dari UU No. 22 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25.
tahun 2000 tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah, PP
No 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan antara Pusat dan
Daerah, sehubungan dengan hal tersebut, Mulyani (1999) 3 dasar
pemikiran yang mendasari ditetapkannya UU No. 22 1999, yakni sebagai
berikut:
1. Dalam rangka memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah
2. Penyelenggaraan otonomi daerah itu diharapkan dilakukan dengan
prinsip demokrasi,
keadilan,
peranserta
kemandirian,
masyarakat,
memperhatikan
pemerataan dan
potensi
dan
keanekaragaman daerah, menjaga keserasian hubungan pusat^5&^r>
daerah, serta meningkatkan peran dan fungsi legislative,
dekonsentrasi yang diikuti dengan dukungan pembiayaanya.
3. Semua itu dimaksudkan guna menghadapi tantangan persaingan
global
dengan
memberikan
kewenangan
luas,
nyata
dan
bertanggungjawab secara proporsional.
Dengan
lahirnya
model
pengelolaan
pendidikan,
yakni
Manajemen Bebasis Sekolah hal ini mempunyai implikasi terhadap
sistim yang selama ini berjalan tentang pendidikan yang melibatkan
masyarakat atau orang tua . Pada era sebelumnya masyarakat dan
orangtua hanya dilibatkan sebatas memberi bantuan biaya kepada
sekolah melalui jalur BP3,
Dewan Sekolah berfungsi tidak hanya
sekedar memberi sumbangan, tetapi lebih jauh dari itu, yakni:
Tujuan dari pembentukan dewan sekolah yaitu adanya suatu
organisasi "Masyarakat Sekolah" yang mempunyai komitmen dan
loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas peserta didik.
Adapun fungsinya sebagai forum resmi yang bersifat:
1) Mewadahi
dan
meningkatkan
partisipasi
para
stakeholders
pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta memutuskan,
menetapkan,
melaksanakan
dan
memonitoring
pelaksanaan
kebijakan sekolah dan pertanggungjawaban yang terfokus pada
kualitas pelayanan peserta didik secara proporsional dan terbuka:
22
2) Mewadahi
manajemen
berkenaan
partisipasi
para
sekolah
sesuai
dengan
stakeholders
dengan
perencanaan,
turut
peran
pelaksanaan
serta
dan
dan
dalam
fungsinya,
evaluasi
program sekolah secara proporsional;
3) Mewadahi partisipan baik individu maupun kelompok sukarela
(Pemerhati atau pakar pendidikan) yang peduli kepada kualitas
pendidikan secara proporsional dan profesional selaras dengan
kebutuhan sekolah;
4) Menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah
kepada pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dan kewenangan
di tingkat daerah.
Namun betapa bagusnya suatu program atau konsep akan sangat
terietak
pada kemampuan manajerial dari kepala sekolah dalam
memberdayakan konsep ini untuik itulah seorang Kepala sekolah
memeriukan strategi dalam pelaksanaan MBS yang secara inklusif Dewan
sekolah terkait di dalamnya.
Perilaku kepemimpinan Kepala sekolah dalam melaksanakan tugas
sehari hari di sekolah sangatlah kompleks mulai dari pengelolaan
ketenagaan, pendanaan, proses belajar dan berbagai kegiatan lainnya,
sehingga secara rutin Kepala sekolah tanpa berorientasi pada tugas
sehingga
dan pembinaan keprofesionalan dirinya sering terabaikan.
Demikian pula selama ini terjadi suatu power reflection dari frofil pejabat di
atasnya, artinya Kepala sekolah tidak dapat dihindarkan dari suatu pola
23
kepemimpinan secara nasional yang bersifat penyambung lidah kepada
bawahannya, hal itu nampak pada rapat-rapat dinas di sekolah. Rapat
Dinas bukan rahasia umum lagi isinya hanya menyampaikan julak dan
juknis, tidak adanya demikrasi serta menilai kontra produktif kepada
bawahan yang bersifat kritis. Fakry Gaffar (1985 : 3-4) mengemukakan
bahwa kepemimpinan pendidikan, dapat dilihat dari ciri perilaku khas
dalam fenomena kepemimpinan, yaitu : (1) Paternalist, (2) Kepatuhan
semu, (3) Kemandirian lemah, (4) Konsensus, dan (5) evasive (selalu
dihindarkan). Implikasinya terhadap organisasi sekolah, persepsi, sikap
dan perilaku anggota tampak tidak sesuai dengan tuntutan organisasi
pendidikan, yang mengarah kepada nuansa dan wacana pendidikan
hakiki. Lazaruth (1987:60)
menyatakan ada dua alasan penting dari
perana Kepala sekolah, yakni : (1) berkewajiban memelihara kerjasama
yang erat dengan guru, personil lain, siswa dan orang tua, (2) mempunyai
pengaruh yang langsung terhadap program pengajaran, rencana, dan
pelaksanaan pendidikan.
Dalam rangka Implementasi Dewan Sekolah, periu dibuat satu
analisis SWOT ( Strenght, Weakness, Opportunity, Threats). Dalam
analisa ini akan diidentifikasi faktor-faktor intern dan faktor ektern. Faktor-
faktor intern terdiri dari Kekuatan dan kelemahan kinerja manajemen yang
ada di lingkungan pendidikan Sekolah Dasar Negeri seperti : Manajerial
dan
kepemimpinan
Kepala
sekolah,
perangkat perudang-undangan pendukung.
Profesionalisme,
keuangan,
24
Faktor ekstern terdiri dari kesempatan/peluang dan ancaman
dapat dinalisis dengan mencermati gejala yang ada di luar lembaga.
Untuk menganalisis masalah ini dapat dibantu oleh berbagai komponen
yang ada di luar sistem yang jadi penunjang penyelenggaraan pendidikan
seperti, komitmen stakeholders, kondisi sosial ekonomi dan apresiasi
masyarakat, potensi sumber daya alam daerah setempat. Uraian diatas
dapat digambarkan dalan paradigma penelitian sebagai berikut:
25
Gam bar. 3
Paradigma Penelitian
DinasP
Masyarakai
PEMDA
I
-Undang-undang no 22
Kualitas pendidikan
Tahun 1999
Menurun
-Undang-undang No 25
Terbatasnya Dana
Tahun 2000
dariPemerintah
-Kepmen No 044
Kerjasama dengan
tahun 2000
masyarakat belum
optimal
REFORMASI
PENDIDIKAN
Instansi
SEKOLAH
Lain
Kualitas
Pelayanan
L Efisiensi
Manajemen
2. Efisiensi
Dana
3. Kinerja
personal DS.
Peningkatan
Mutu Pendidikan
89
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian yang diiakukan penulis melibatkan 840 Sekolah Dasar
Negeri yang tersebar di 24 Kecamatan seluruh wilayah Kabupaien
Majalengka. Penulis menginginkan data yang di dapat langsung dari
sumber data melalui wawancara dan observasi ke tempat yang dituju,
metode penelitian yang penulis anggap cocok dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif , mengingat beberapa pertimbangan seperti dikemukan
Supriadi (1998): (1) Peneliti berusaha memahami dunia subyek penelitian
berdasarkan
pemahaman subyek yang
diteliti, bukan
berdasarkan
perspektif peneliti, sebagai orang luar (2) Bangunan paradigma ilmu
pendidikan di Indonesia belum mantap dan dasar kesejarahannya belum
kokoh,
(3) Lebih memperkaya wawasan dan
pemahaman secara
mendalam tentang relung-relung dunia pendidikan; (4) Pemahaman
tentang realitas sosial psikologis pendidikan yang hampir secara alamiah,
apa adanya, induktif, grounded, sangat dibutuhkan untuk mensiasati
berbagai masalah pendidikan; (5) Diharapkan mampu menawarkan
alternatif-alternatif pemecahan yang lebih membumi dan mendasar;
(6) Secara komplementer, hasil penelitian kualitatif yang diiakukan dengan
benar dan tepat dapat memberikan penjelasan mendalam terhadap hasilhasil penelitian yang diperoleh dari penelitian yang menggunakan teknik
survey kualitatif yang mengandalkan generalisasi.
90
Bogdan CR dan Biklen CK (1982 : 29) mengemukakan lima
karakteristik penelitian kualitatif, sebagai berikut :
1. Qualitative research has the natural setting as the direct source
of data and the researchers is the key instument
2. Qualitative research is descriptive.
3. Qualitative researchers are concerned with process rather than
simply with outcomes or product.
4. Qualitative researchers tend to analyze their data inductively.
5. Meaning is of essential concern to the qualitative approach.
Pernyataan di atas dijelaskan bahwa penelitian kualitatif
punya
makna sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai instrumen utama langsung mendatangi sumber data.
2. Data yang dikumpulkan cenderung berbentuk kata-kata dari pada
angka-angka,
3. Peneliti lebih menekankan pada proses , bukan semata-mata pada
hasil.
4. Peneliti melakukan analisis induktif cenderung mengungkapkan
makna dari keadaan yang diamati.
5. Kedekatan
peneliti
(dengan
responden)
sangat penting dalam
penelitian.
Lexy J.Meleong (1998:4) mencoba mampadukan pendapat Bogdan
dan
Biklen yang mengajukan lima ciri penelitian kualitatif dengan
pendapat Lincoin dan Guba yang mengajukan sepuluh ciri penelitian
kualitatif menjadi : 1) Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar
alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. 2) Dalam penelitian
kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan
91
instrumen, sehingga setiap saat bisa menyesuaikan terhadap kenyataankenyataan lapangan.
kualitatif,
dengan
3) Penelitian
beberapa
kualitatif menggunakan
pertimbangan.
Pertama,
metode
menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah bila berhadapan dengan kenyataan lain:
kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan peneliti
dengan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri. 4) Penelitian ini menggunakan analisis data secara
induktif, karena induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan
ganda sebagai yang terdapat dalam data, dapat membuat hubungan lebih
eksplisit dan akuntabel, serta dapat menguraikan latar belakang secara
penuh,
dapat
menemukan
pengaruh
bersama
dan
dapat
memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian struktur
analitik. 5) Penelitian ini lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan
teori substantif yang berasal dari data, karena tidak ada teori a priori yang
mencakup kenyataan ganda, mempercayai apa yang dilihat secara netral
dan teori dasar lebih rensponsif terhadap nilai-nilai kontekstual. 6) Data
yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka sehingga
menghasilkan
analisisnya
berupa
uraian.
7)
Penelitian
ini
lebih
mementingkan proses dari pada hasil. 8) Dengan penelitian kuantitatif
menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang
menjadi masalah penelitian. 9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan
data, penelitian ini mendefinisikan validitas, reabilitas, dan obyektifitas
dalam versi lain. 10) Penelitian kualitatif menyusun desain terus menems
92
menyesuaikan dengan kenyataan lapangan, desainnya tidak ketat dan
tidak kaku dan lapangan senantiasa berpengaruh terhadap pola penelitian
ini. 11) Hasil penelitian atau rumusan-rumusan hasil penelitian selalu
dibicarakan dengan responden untuk mendapatkan kesepakatan.
Dalam penelitan kualitatif ini tidak sekedar tehnik pengumpulan
data, tetapi merupakan cara pendekatan terhadap dunia empiris. Taylor
dan Bogdan (Meleong, 1998:5) mengemukakan bahwa : " Pendekatan
kualitatif merujuk kepada pengertian yang luas terhadap penelitian yang
menghasilkan data deskriptif, yang berupa kata-kata dan perilaku orang
yang dapat diobservasi dari lisan maupun tulisan".
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Pemberdayaan (empower) merupakan upaya untuk meningkatkan
program atau lembaga
yang sudah berjalan dengan cara memberikan
sentuhan managerial agar lebih berdaya guna dan berhasil guna,
sehingga pencapaian nilai dari sekedar cukup menjadi baik dan peranan
serta fungsi dari program / lembaga itu lebih luas atau lebih maksimal.
Dewan Sekolah adalah suatu lembaga non politis dan non profit dibentuk
berdasarkan musyawah secara demokratik oleh stakeholders di tingkat
sekolah sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung
jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan
Kualiatas pendidikan : Meningkatnya hasil
dalam
dari proses pembelajaran
rangka melaksanakan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran,
misalnya melaksanakan program, kurikulum, SDM/ Guru dll.
93
Stake-holders ; Para pelaku yang teriibat paling tidak mereka itu
berkepentingan dengan pendidikan baik secara langsung (pembuat,
pelaksana, penyerta/penerima keputusan) maupun secara tidak langsung
(terimbas dan terkena akibatnya yang menguntungkan atau sebaliknya).
Variabel adalah Objek penelitian atau apa yang menjadi tttik perhatian
suatu penelitian (fokus telaahan). Suharsini Arikunto, (1997:99)
Adapun yang menjadi fokus telaahan dalam penelitian ini adalah:
a.
Bagaimana kondisi kemampuan stakeholders di lingkungan
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka
ditinjau dari kekuatan, Kelemahan, tantangan dan peluang.
b. Bagaimana strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah Dasar Negeri ?
c. Bagaimana Peranan Dewan Sekolah dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan ?
C. Tehnik Pengumpulan Data.
Pengumpulan
data
dengan
menggunakan
tehnik
sampling,
Observasi, dan wawancara yang dilengkapi dengan daftar pertanyaan
yang dapat menjaring data dan informssi
mengenai Pemberdayaan
Dewan Sekolah yang diiakukan stakeholders dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka.
1.
Wawancara
Wawancara diiakukan dengan menggunakan pedoman wawancara
seperti tercantum dalam lampiran 2, yang dibuat berdasarkan kisi-kisi
94
pengumpulan data. Pedoman ini dibuat dan dirumuskan dalam bentuk
terbuka. Dengan wawancara ini maka akan diperoleh data tentang
bagaimana
kondisi
kemampuan
stakeholders
dalam
rnengimplementasikan Dewan Sekolah untuk meningkatkan pend