PENELUSURAN PENYEBAB RENDAHNYA TINGKAT MELANJUTKAN DARI SD KE SLTP DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMANTAPAN RENCANA PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR SLTP DI KABUPATEN BOGOR.

PENELUSURAN PENYEBAB RENDAHNYA TINGKAT MELANJUTKAN
DARI SD KE SLTP DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMANTAPAN
RENCANA

PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR SLTP
DI

KABUPATEN

T

E

S

I

BOGOR

S


Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
Untuk Menempuh Sebagian Dari Syarat
Program Pasca Sarjana
Bidang Studi Administrasi Pendidikan

0

Manap

1 e

h

:

Somantri

Nomor Pokok


: 9032197

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
19 9 3

DISETUJUI DAN DISAHKAN TIM PEMBIMBING
UNTUK UJIAN TAHAP I

PROF. DR.

ACHMAD SANUSI.

SH.

MPA


Pembimbing I

PROGRAM FASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1993

DISETUJUI DAN DISAHKAN PENGUJI
UNTUK UJIAN TAHAP I

. MOHAMMAD FAKftY GAFFAR, M.Ed

Penguj_i__I

PROGRAM FASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1993


Demi masa, sesungguhnya manusia itu

da lam kerugian, kecuali mereka yang
beriman dan melakukan amal
shaleh,
dan wasiat-mewasiati dengan kebenaran, dan wasiat-mewasiati dengan
kesabaran (hati yang tequh).
(Q.S.

/

Al-'Ashar 1-3)

Waktu Bagi Orang Berakal :

Orang

yang berakal


empat waktu

seharusnyalah

memiliki

:

1. Waktu bermunaiat kepada Robbnya,
2. Waktu untuk mengintrospeksi diri,
3. Waktu untuk memikirkan ciptaan Allah,
4. Waktu untuk memenuhi kebutuhan Jasmani
dari makan dan minum.

( HR.Ibnu Hibban )

Untuk yang tercinta

.-


Anakku Maulana Fajar Somantri

dan Imam Muttaqien
istriku St. Sa'adah

Ridwan,
Ridwan,

pelabuhan hati dan rasa da lam

suka maupun duka.

DAFTTAR

ISI
Halaman

KATA PENGANTAR

j


PENGHARGAAN DAN PERIMA KASIH

iv

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL
BAB I

xiii

PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang


1

1. Pendidikan Dasar 9 Tahun

dan Masalahnya

2. Pendidikan dan Pembangunan
3. Studi tentang penelusuran penyebab ren
4.

dahnya angka melanjutkan SD ke SLTP
Perencanaan dan Manajemen Pendidikan

1
6
11
12

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah

2. Rumusan Masalah

15
15
18

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian

22
22
24

D. Kerangka Pemikiran

25

E. Sistematika Penuliaan Laporan




BAB II TINJAUAN PUSTAKA

27
31

A. Konsep Dasar Perencanaan Pendidikan
1. Arti perencanaan pendidikan

2. Urgensi perencanaan pendidikan
3. Pendekatan dalam perencanaan pendidikan
4. Tipe-tipe perencanaan pendidikan
5. Tahap-tahap perencanaan pendidikan

32
32

36
38

40
42

B. Kajian Tentang Pendidikan Dasar
1. Pengertian dan tujuan
2. Wajib belajar pendidikan dasar
3. Perintisan wajib belajar SLTP

47
47
50
52

C. Aspek Sosial-ekonomi Dalam Pendidikan
1. Pemdidikan sebagai pranata sosial

57
59

ix

2. Pendidikan dan kehidupan ekonomi

D*. Faktor-faktor yang dapat

61

mempengaruhi

ke-

lanjutan pendidikan anak

63

E. Pendekatan Perencanaan Mikro

Sebagai Suatu

Alternatif Gerakan Wajib Belajar SLTP
1. Pemetaan sekolah
2. Faktor yang mempengaruhi perencanaan
mikro
3. Pendekatan sistem dalam pemetaan sekolah

F. Beberapa Temuan

Empirik

dan Discontinuing Dalam Pendidikan

BAB III

IV

74
75

Kaitannya

93

METODE PENELITIAN

100

A. Pendekatan Terhadap. Masalah
1. Studi Deskriptif-analitik
2. Studi Kasus-kualitatif

100
100
102

B. Subjek Penelitian
1. Populasi dan sampel penelitian
2. Data yang diperlukan

103
104
107

C. Pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
2. Instrumen pengumpul data

BAB

dan

73

Dropout

Mengenai

G. Ikhtisar Studi Kepustakaan
Dengan Masalah Penelitian'

69
70

:




109
109
HO

D. Tahap-tahap Penelitian
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Orientasi
3. Tahap Pelaksanaan
4. Tahap Penyusunan laporan

HI
HI
113
114
116

E. Validitas Penelitian"

116

F. Pedoman Penafsiran dan Analisis Data

118

HASIL PENELITIAN

123

A. Penelusuran Terhadap vLulusan SD/MI Tahun
91/92 di Kebupaten Bogor
1.
2.

Jumlah Lulusan SD/MI

Tahun 91/92

124

dan

Persebarannya di Kabupaten Bogor

124

Angka Melanjutkan
paten Bogor

127

x

Tahun 1992 di Kabu

3. Perbedaan karakteristik

antar wilayah

kecamatan di Kabupaten Bogor

137

B. Indikator Pendidikan di Kecamatan Ci
leungsi
1. Perbandingan Jumlah Lulusan SD/MI Ta
hun 91/92 Dengan Daya Tampunq Kelas I
SLTP

Tahun

leungsi

92/93

di

Kecamatan

Ci

2. Kapasitas SLTP yang dibutuhkan dibandingkan dengan jumlah lulusan
3. Luas daerah jangkauan SLTP dilihat
dari segi besarnya sekolah,
luas wi
layah, kondisi geografis,
dan sarana

transportasinya.

143

2.43
147

148

4. Gambaran umum biaya pendidikan pada
SLTP di wilayah Kecamatan Cileungsi —

149

C. Penyebab Sebagian Lulusan SD/MI Tahun 91/
92 Tidak Melanjutkan ke SLTP
1. Pendapat guru atau kepala SD/MI vanq

153

kebanyakan lulusan
melanjutkan ke SLTP

2. Perbedaan

sekolahnva

tidak

154

karakteristik

wilayah

dan

pengaruhnya terhadap pendapat guru/
kepala SD mengenai rendahnya anqka me
lanjutkan ke SLTP
3. Ungkapan lulusan SD/MI yanq tidak me
lanjutkan ke SLTP
4. Perbedaan karakteristik wilayah dan

159
161

pengaruhnya terhadap harapan anak-anak

yang tidak melanjutkan dan pendapatnya
mengenai alasan tidak melanjutkan

167

tidak melanjutkan ke SLTP

168

5. Ungkapan orang tua

lulusan SD/MI yang

6. Perbedaan karakteristik wilayah dan
pengaruhnya terhadap pendapat orang
tua lulusan SD/MI yancr tidak melaniutkan ke SLTP
7. Pendapat tokoh pendidikan dan tokoh
masyarakat

di wilayah

Kecamatan

Ci

leungsi mengenai banyaknya lulusan
SD/MI yang tidak melanjutkan ke SLTP
8. Pernyataan pihak industri dalam kaitannya dengan perekrutan dan penghai—
gaan terhadap tenaga kerja yanq bei—
ijazah SD/MI
1
XI

172

173

179

9. Pendapat para pengambil keputusan/kebijakan pada tingkat Kabupaten Bogor
mengenai angka melanjutkan dan upaya
untuk

SLTP
BAB

V

mensukseskan

pelaksanaan wa iar

1—

i82

POKOK-POKOK TEMUAN,PEMBAHASAN DAN IMPLIKASI
HASIL PENELITIAN

187

A. Pokok-pokok temuan penelitian

187

B. Pembahasan temuan penelitian

197

C. Implikasi temuan penelitian
1. Pembangunan unit gedung baru
2. Tambahan ruang kelas baru
3. SMP Terbuka
4. Pengembangan Madrasah Tsanawiyah
5. Pengembangan Pondok Pesantren
6. Kejar Paket B.

210
210
211
212
213
213
214

7.

Beberapa Pendekatan Baru Dalam Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 tahwi

215

8. Beberapa hal yang mendukung perlunya
strategi baru dalam upaya menuntaskan
program wajar pendidikan dasar

BAB

VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

240

A.

240

Kesimpulan

B. R e k o m e n d a s i

246

KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN

227

253

:

1. Riwayat Hidup
2. Kisi-kisi pengumpulan data

257
261
265

3. Peta RUTR Daerah Kabupaten Bogor
4. Peta RUTR Daerah Kecamatan Cileungsi

266

5. Peta SD, SLTP, dan Arus Siswa SLTP di Kecamat
an Cileungsi

267

6. Peta lokasi dan Arus Siswa
Bogor
7. Surat-surat Bukti Penelitian

XII

SLTP

di Kabupaten
268
269

DAFTAR

TABEL
Halaman

Tabel 1-1

Prosentase Angka Transisi SD ke SLTP
Tahun 1987/1988 - 1990/1991 di

Jawa

Barat

2^

Prosentase Sebab-sebab Putus Sekolah
Menurut Orang Tua, Guru, dan Murid.

86

Tabel 2-2

Prosentase Alasan Tinggal Kelas

87

Tabel 3-1

Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Data
Dalam Penelitian Kualitatif

Tabel 2-1

Tabel 4-1

Jumlah Lulusan SD dan Ml Tiap

117

Keca

matan di Kabupaten Bogor

125

Tabel 4-2 Prosentase Pernyataan Orang Tua

Yanq

Akan Mendaftarkan Anaknya ke SLTP Pada

Tahun 1992/1193 di Kabupaten Bogor —

127

Tabel 4-3 Lokasi Sekolah Yang Dipilih Orang Tua
Murid Untuk Pendidikan Lanjutan Anak-

anak Mereka

129

Tabel 4-4 Lulusan SD/MI Tahun

91/92

Yang Akan

Mendaftar/Me Ianjutkan ke
SLTP atau
Yang Sederajat Tiap Kecamatan di Kabu

paten Bogor Tahun 1992/1993

130

Tabel 4-5 Jumlah Siswa Yang Dapat Diterima Me
lanjutkan ke SLTP atau Yang Sederajat
Pada Tahun Ajaran 1992/1993
paten Bogor

di Kabu

132

Tabel 4-6 Angka Melanjutkan Dari SD/MI ke SLTP
Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor
Tahun 1992/1993

134

Tabel 4-7 Lulusan SD/MI Yang Tidak Melanjutkan
ke SLTP Tiap Kecamatan di Kabupaten
Bogor Tahun 1992/1993

136

Tabel 4-8 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk
Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor
(Data Tahun 1990) .

139

xiii

Tabel 4-9

Jumlah Lulusan SD/MI Tahun 1991/1992
Dan Jumlah Yang Melanjutkan/Tidak me
lanjutkan ke SLTP Tahun 1992/1992 di

Kecamatan Cileungsi

144

Tabel 4-10 Daya Tampung dan Daya Serap
SLTP

Terhadap Lulusan

Kelas 1

SD/MI

Tahun

1992/1993 di Kecamatan Cileungsi
Tabel

145

5-1 Perbandingan Kategori Kecamatan,Penduduk Usia 13-15 Tahun. Lulusan SD/MI

Tahun 91/92,

Jumlah SLTP,

Aspirasi

Melanjutkan dan Angka Melanjutkan ke
SLTP (Data Tahun 1992).

Tabel

228

5-2 Rentang Pemerintahan, Penduduk Usia
13-15 Tahun, Lulusan SD/MI Tahun 91/92
SLTP, dan Angka Melanjutkan ke SLTP di

Kabupaten Bogor Pada TAhun 1992/1992

Tabel

5-3 Jumlah Penduduk Usia Sekolah,

dan Angka Partisipasi SD,

Murid,

SLP, SLTA,'

Di Kabupaten Bogor (1988-1991)
Tabel

5-4 Komposisi Pencari Kerja Terdaftar Menurut Latar Belakang Pendidikannya
(Data TAhun 1991)

xiv

232

234

236

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM/GRAFIK
Ha laman

Grafik

1-1 Perkembangan Jumlah

Murid SD. SLTP,

SLTA dan Mahasiswa Tahun 79/80-88/89

9

Gambar

1-1 Kerangka Pemikiran Penelitian

26

Gambar

1-2 Sistematika Penulisan Laporan

30

Gambar

2-1 Tahapan Dalam Perencanaan Pendidikan

44

Gambar

2-2 The Planning Process

45

Diagram 2-1 Konsepsi Rendahnya Tingkat Pelanjutkan

Diagram 2-2 Model Pemetaan SMTP
Gambar

5-1 Konsepsi Penuntasan Wajib
Pedidikan Dasar 9 Tahun

xv

gj

98
Belajar
216

BAB

I

PEM^AHULUAN

A. Latar Belakang.

1. Pendidikan Dasar 9 tahun dan permasalahannya.
Undang-undang

"pendidikan

dasar

(sembilan) tahun

No. 2 Tahun

1989

menegaskan

merupakan pendidikan

yang

diselenggarakan

yang

lamanya

selama

6

Tingkat

Pertama (SLTP) atau

satuan

9

(enam)

tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di

Lanjutan

bahwa

Sekolah

pendidikan

yang sederajat."

Direncanakan

pada permulaan

Pelita VI nanti, wajib

belajar pendidikan dasar 9 tahun akan mulai

dilaksanakan,

pada akhir Pelita V ini diharapkan SLTP telah mampu menampung 85 % lulusan SD atau yang sederajat. Sebagai

yang

relatif baru, berbagai masalah akan siap

pelaksanaannya.

banyak

masalah,

Agar pelaksanaannya nanti

berbagai

kemungkinan

sesuatu

menghadang

tidak

masalah

menemui

tersebut

harus sudah diantisipasi sedini mungkin.

Sal ah

satu tantangan berat dalam pelaksanaan

belajar 9 tahun, adalah

dasar

Yang

tingkat

rendahnya jumlah lulusan

melanjutkan pendidikan

pertama.

ke

sekolah

wajib

sekolah

lanjutan

Masalah tersebut merupakan bagian

yang

tidak terlepas dari beberapa persoalan pokok pendidikan di

Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Moch. Fakry Gaffar
(1987:5)

bahwa persoalan pokok yang

dihadapi

pendidikan

antara lain berkaitan dengan ;

"(1) jumlah populasi anak usia sekolah yang
cukup besar dan jumlah populasi angkatan kerja yang
memerlukan pembinaan lebih lanjut untuk

meningkat-

kan produktivitasnya; (2) keterbatasan
ekonomi
untuk memperluas kesempatan pendidikan dan untuk

memngkatkan jenjang pendidikan angkatan kerja yang
memerlukan; (3) relevansi program pendidikan yang
sesuai dengan tuntutan pembangunan baik ditinjau
dari segi jenjang maupun jenisnya; dan (4) keseim-

bangan

antara

terutama

jika

tuntutan

kualitas

dan

dikaitkan

dengan

nilai

kuantitas,
ekonomik

pendidikan".

Masalah pendidikan yang senada, juga dikemukakan oleh

Coombs (1968) antara lain meliputi masalah efektivitas dan

efisiensi,

masalah

kuantitas

dan

kualitas,

pemerataan

kesempatan serta permasalahan pokok pendidikan lainnya.
Latar

masalah-masalah

tersebut

cukup banyak dan bervariasi, yang secara garis

besarnya

dapat

belakang

dibedakan

munculnya

sebagai hal yang bersumber

pada

faktor

internal

dan faktor eksternal dari sistem pendidikan

sendiri.

Penyebab

yang

bersifat

eksternal

yang

menonjol diantaranya ialah faktor sosial ekonomik

nya

kemampuan ekonomi masyarakat), faktor

itu

lebih
(lemah-

sosial

budaya

(rendahnya aspirasi serta tradisi yang kurang menunjang),
faktor sosial demografis (padatnya penduduk perkotaan

dan

terpencilnya penduduk pedesaan) dan faktor iklim geografis
yang

kurang

menguntungkan (Vaizey, 1967;

Bruner,

Levy, 1971; Pamantung, 1977; Abin, 1986). Adapun
yang

1970;

penyebab

bersifat internal antara lain mencakup hal-hal

yang

bertalian dengan faktor hasil (output), antara lain ketat-

'•*.

nya

syarat kelulusan dan terbatasnya variasi jenjang dan

jalur program yang ditawarkan; faktor masukan dasar

input,

(raw-

heterogenitas karakteristik serta latar belakang

siswa);

faktor masukan instrumental

belajar

mengajar, seperti buku, guru, laboratorium

sarana

fasilitas

(terbatasnya

penunjang lainnya);

faktor

sumber
serta

lingkungan

(kurangnya rasa keakraban dan keterlibatan dengan masyara
kat kampusnya); faktor proses (kelemahan manajerial sistem

pendidikannya)

(Adams,1971;

Hayes, 1974;

Miller,

1973;

UNESCO, 1973; dan Abin, 1986).

Upaya penanggulangan yang ditujukan ke arah pemecahan
masalah eksternal telah dicoba. antara lain dengan

dikem-

bangkannya pemikiran model perencanaan pembangunan bidang
pendidikan secara terpadu
an

dengan sektor-sektor pembangun

lainnya, terutama sektor ekonomi, seperti

dirintis

oleh

UNESCO

(1973).

yang

Model-model

telah

perencanaan

dimaksud yang lebih bersifat operasional telah dikembangkan

pula oleh

1973;

Correa (Adams, 1973; Banghart

Makagiansar,

Sedangkan

dengan

1976; Setijadi,

1977;

dan

Trull,

Abin,

1986).

upaya peningkatan relevansi hasil

tuntutan dan kebutuhan tenaga

telah dirintis

pula model-model

untuk

1986).
struktur

pembangunan,

sekolah yang

pendidikannya mempunyai jalur dan jenjang yang

(Santoso,

(pendidikan)

bervariasi

1973; Makagiansar, 1976; Setijadi, 1977;

Sudah barang tentu diikuti pula

oleh

dan materi kurikulumnya, paket buku

program
Abin,

pembaharuan
atau

bahan

4

pelajarannya, metode dan media mengajar belajarnya,

serta

sistem evaluasi, bimbingan dan penyuluhannya, administrasi

dan manajemen institutionalnya (BP3K, 1973;

Setijadi, 1977;

Abin, 1986).

UNESCO, 1973;

Dengan sendirinya komponen

personil kependidikannya juga mengalami pengembangan
melalui

dalam

program

jabatan,

Abin,

pendidikan

maupun lanjutan

1986; Sarwono,

Dalam

yang

bersifat

(Tisna

baik

pra-jabatan,

Amidjaja,

1979;

1991).

beberapa hal Jawa Barat seringkali

dijadikan

"barometer" keberhasilan pembangunan, termasuk pembangunan
di

bidang pendidikan. Namun dalarn pembangunan

dasar

Jawa

Barat

mempunyai

keunikan

pendidikan

tersendiri,

jika

ditelaah keadaan yang sebenarnya, belurn tentu

seluruhnya

benar.

pendidikan

Sebagai

contoh;

secara

kuantitatif

dasar

di Jawa Barat ternyata berada di

secara

nasional.

bawah

pencapaian

Sebagai gambaran, pada tahun 1990/1991 dari 5.448.113

anak

usia

7-12

tahun, yang bersekolah

di

SD

sebanyak

4.311.070 anak. Angka partisipasi murni (NER) yang dicapai
adalah

89,39

persen.

Sedangkan

secara

nasional

angka

partisipasi telah mencapai 99,6 persen. Pada tingkat SLTP,

dari

2.463.370 anak usia 13-15 tahun, yang bersekolah

SLTP sebanyak 618.016 anak. Angka partisipasi murni

baru mencapai

25,09 persen.

Padahal

angka

secara nasional telah mencapai 62,3 persen.

di

(NER)

partisipasi

Angka
mencapai

melanjutkan
45,2

persen.

ke

SLTP

tahun

1990/1991

Dari sekitar 635.936

baru

lulusan

SD

tahun 1989/1990 yang dapat diterima di kelas I SLTP' tahun

1990/1991
jutkan

sebanyak 287.702 anak. Sedangkan

secara

angka

nasional telah mencapai 72,2

melan

persen,

dan

Kabupaten Bogor baru mencapai 46,9 persen, berarti
melanjutkan ke SLTP di Jawa Barat lebih rendah
melanjutkan
seluruh

secara nasional, bahkan

provinsi

yang ada di

dari angka

dibandingkan

Indonesia.

Hal

antara lain dikemukakan oleh Mendikbud bahwa

rnenduduki

angka

peringkat pa 1ing bawah pada

dengan
tersebut

"Jawa

daftar

Barat

persentase

murid SD yang melanjutkan ke tingkat SLTP dari 27 provinsi

di

Indonesia,

wajib

sesuai dengan hasil

belajar

pendataan

SLTP", yakni baru mencapai

perintisan

angka

52,7

%

(Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992). Lebih lanjut Mendikbud menegaskan bahwa ,-

"Kerendahan

angka

itu patut

diselidiki

lebih

lanjut, seperti kemana mereka setelah lulus SD itu,
penyelidikan itu perlu bagi perencanaan dan pelak
sanaan lebih lanjut wajib belajar

9

tahun,

pendidikan dasar

yang terdiri dari SD 6 tahun dan SLTP

3

tahun."

Jika

pendidikan

provinsi

Jawa

Barat

dasar

mempunyai

(7-15 tahun)

jumlah

yang

penduduk

terbanyak

usia

diantara

yang ada di Indonesia, maka angka-angka di

atas

menunjukkan "ketertinggalan" Jawa Barat dalam mengusahakan
perluasan

dapat

dan

pemerataan kesempatan belajar.

mengejar ketertinggalan itu

Dan

akan menyita

untuk

banyak

a

perhatian dan berbagai sumberdaya yang diperlukannya.
Beberapa pakar pendidikan menduga bahwa
penyebab rendahnya

kemungkinan

angka melanjutkan antara lain

.-

(1)

Toenlioe A.J.E. dalam Kompas, 14 Februai 1992 mengernukakan
paling

sedikit

lulusan

SD

ada

dua ha 1 penyebab rendahnya

yang melanjutkan ke SMP. Kedua

hal

jumlah
tersebut

adalah

rendahnya kemampuan ekonomi orang tua, serta

dahnya

kesadaran orang tua tentang pentingnya

ren

pendidikan

SMP bagi anaknya; (2) Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh

1992,

kan.

Prof. Abdul Kodir dalam

Pikiran Rakyat, 21 Juni

yakni rendahnya minat masyarakat untuk

menyekolah-

Banyak masyarakat yang masih senang melihat

anaknya

bekerja bersama ketirnbang meneruskan pendidikan formal

sekolah,

di

disamping memang masih ada beberapa daerah yang

menghadapi masalah

kurangnya

daya tampung

sekolah;

(3)

Fuad Hasan dalam Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992 mengernukakan
kemungkinan para lulusan SD/MI di Jawa Barat ini melanjut

kan pelajarannya pada pendidikan luar sekolah, seperti
kursus atau bentuk keterampilan kerja lainya. "Sebab
pendidikan

luar

sekolah di Pulau Jawa

ini

mernang

kuat

sekali".

2. Pendidikan dan Pembangunan.

Pembangunan

nasional

dilaksanakan

dalam

rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masya
rakat

Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan itu

hanya mengejar kemajuan lahiriah saja;

tidak

seperti sandang.

7

pangan,

kesehatan

kemajuan

batiniah,

mengeluarkan

dan

sebagainya;

tetapi

berupa pendidikan, rasa

juga

untuk

aman,

bebas

juga

perlu

pendapat yang bertanggungjawab;

adanya keselarasan,

keserasian dan keseimbangan antara

keduanya.

Dalam
antara

Garis-garis Besar Haluan

lain

ditegaskan pula

bahwa

Negara

(GBHN.1988)

pendidikan

nasional

bertujuan untuk "rneningkatkan kualitas manusia Indonesia".

Sedangkan pembangunan pendidikan merupakan bagian integral
dari upaya pengembangan sumberdaya manusia.

Dalam hal ini

Moch. Fakry Gaffar (1987:2) mengernukakan bahwa ."Keberhasilan pembangunan itu sangat

oleh

faktor manusia, dan manusia

yang

ditentukan

menentukan

keberhasilan ini haruslah manusia yang mempunyai
kemampuan membangun. Kemampuan membanqun ini hanya
dapat dibina melalui pendidikan".

Oleh karena itu, sektor pendidikan

nasional

kita

dalam pembangunan

menjadi salah satu sektor yang mendapat

prioritas

yang

cukup

penting.

Pendidikan bukan

merupakan

sektor yang harus dibangun, tetapi

juga

hanya
harus

turut mendukung pembangunan sektor lainnya.

Pembangunan pendidikan.

Titik berat pembanguan

pen

didikan diletakkan pada upaya peninakatan mutu pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan. Selain itu ditekankan
pentingnya

perluasan kesempatan

belajar

dan

pula

perintisan

waJlb belajar hinqqa sekolah lanjutan tingkat pertama atau

pendidikan

dasar 9 tahun

(Pidato

kenegaraan

Presiden

8

Suharto, Tanggal 16 Agustus 1990). Kemudian pada pembukaan
rapat

kerja

menegaskan

belajar
Rakyat,

nasional Depdikbud (28 Juli

kembali

"realisasi

Presiden

pelaksanaan

9 tahun tidak dapat ditangguhkan

wajib

(Pikiran

lagi"

29 Juli 1992).

Dalam

pelita V ini telah dilontarkan

pengembangan
fokus

bahwa

1992)

(human

manusia

pembangunan,

atau

gagasan

development)

peningkatan

akan

kualitas

Indonesia akan menjadi tujuan utama dalam era

bahwa

menjadi
manusia

pembangunan

jangka panjang tahap kedua. Dan wahana yang paling strategis untuk itu adalah pendidikan,

Menjelang

berakhirnya

Rencana

Pembangunan

Panjang yang pertama, sektor pendidikan telah

kemajuan yang
menonjol

kesempatan

cukup

berarti.

menunjukkan

Keberhasilan yang

misalnya, "berhasilnya pemerataan dan

pendidikan

Jangka

sekolah dasar".

Sejak

cukup

perluasan

pelita

I

hingga akhir pelita IV saja jumlah murid SD telah meningkat dua kali lipat, sekolah memengah tingkat pertama

tiga

kali, sekolah menengah tingkat atas menjadi lima kali

dan

mahasiswa

menjadi

(H.A.R. Tilaar,

1991

enam

kali lipat

dari

jumlah

semula

: 1).

Pemerataan pendidikan. Upaya pemerataan dan perluasan

kesempatan belajar yang dilancarkan sejak pelita I hingga
pelita V sekarang ini menampakkan hasil yang paling menon

jol jika dilihat dari jumlah anggota masyarakat yang
tampung dalam kegiatan pendidikan di sekolah.

ter-

Bukti

antara

keberhasilan pemerataan

pendidikan

lain terlihat dari laju pertu.mbuhan

tersebut

jumlah

murid

sekolah dasar sampai pada perguruan tii. ng g i, sep e r t i t amp a k
pada grafik 1-1 beriku.t.

ini.
Grafik 1-1

PERKEMBANGAN JUMLAH MURID SD, SLTP, SLTA
DAN MAHASISWA TAHUN 79/80 - 88/89
J

28

••

26

•-

Murid SD.

u
m

26,57 26,55 26,44 26,66 26,73
24,70 25.80 _ -*

1
a

23,88
24

••

22,55

*-

*-

*

*

__-*.*-'

h

22 +21,17^
m

u

20

••

7

-•

Murid SLTP

r

i

6,45

d

5,19

m
a

5

-•

4,76
4,27,-*'

h
a

2,65
2,02 2,28_-*:

s
w

2

d
a

1

u

t

o,6

a

o,5

a

o,4

J

n

1,76

^

$t— •"

it--''

.-*-'

Murid SLm

3,13,-^
2,88 --*''
*'"

*''

Mahasiswa

"

1,5
1,4
1,3
1,2

1,1
1,0
o,9
o,8
o,7

a
m

+
1,57

a

^,-~'

3>50 379^.3*92

2,98.*-- --*'

3

5,67

3,61^,*'

3,41

4

s

i

6,45

6,13

1,43
^

1,43
K

1,28,-

1,05-"
0,98 „•*'

0,82,-*''
0,72 ,>*"'

0,60 „--*'•"'

40,48 0,54 .-*•'''

+ *79'/80

*

80/81

SLMBER : Balitbang Dikbud, 1989

81/82 82l/83 83/84 84*/85 85/86 86/87 87^88 88/89

10

Pada
murid

Pada

tingkat SD, tahun 1979/80 tercatat 21,17

dan tahun 1988/89 telah menjadi 26,73

tingkat SLTP untuk kurun waktu yang

juta

sama,

murid.

tercatat

kenaikan dari 2,89 juta murid menjadi 6,45 juta.
kan

pada

juta

tingkat SLTA tercatat kenaikan dari

Sedang-

1,57

juta

murid menjadi 3.92 juta dan pada tingkat perguruan tinggi
dari 0,48 juta menjadi 1,43 juta mahasiswa.

Laju

merupakan

pertumbuhan

bukti

keberhasilan

kesempatan belajar,
peningkatan

jumlah

kemampuan

peserta

didik

tersebut

dan

perluasan

pemerataan

yang didukung oleh : (1)
masyarakat

dan

adanya

pemerintah

dalam

menyediakan berbagai sumberdaya pendidikan; (2) meningkatnya

aspirasi masyarakat akan pendidikan,- dan

(3)

karena

laju pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi.

Pertumbuhan

tersebut

dicapai dengan

keras untuk menyisihkan sebagian dana

kemauan yang

pembangunan bagi

perluasan kesempatan belajar, untuk waktu yang akan datang
berbagai tantangan yang akan dihadapi akan semakin

karena disamping kita harus tetap meningkatkan

berat,

kuantitas,

kita harus memelihara yang ada, mengganti yang rusak,
meningkatkan program - dari wajib belajar 6 tahun

wajib belajar 9 tahun. Untuk itu diperlukan

menjadi

perhitungan-

perhitungan yang mantap, yang bukan hanya aspek
tifnya saja, tetapi juga aspek kualitatifnya.

dan

kuantita-

11

3. Studi

tentang penelusuran penyebab rendahnya

anqka

melanjutkan SD ke SLTP.

Gejala

SD

ke

SLTP

rendahnya angka transisi (melanjutkan)

dari

sangat mendesak untuk

kita

dikaji,

karena

sedang melakukan berbagai persiapan menjelang

wajib

belajar

pelaksanaan

pendidikan dasar 9 tahun yang meliputi

tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. Rendahnya angka

6

transisi

tersebut nampak pada tabel 1-1 berikut ini.
Tabel

1-1

Prosentase angka transisi SD ke SLTP
Tahun 1987/1988 - 1990/1991
Di Jawa Barat
Tahun

Indikator

87/88

88/89

89/90

90/91

Kelas I SD
Lulusan SD
Kls.l SLTP

841.242
617.242
270.706

839.312
646.845
273.193

837.593
633.142
279.746

850 871
635 936
287.702

Prosentase

43,86 %

42.23 %

44,18 %

45,24 %

Sumber

Secara

kelas

.- Data/Informasi Dikbud
Propinsi Jabar, 1991/1992.

absolut

baik lulusan SD maupun

I SLTP menunjukkan kenaikan

yang

siswa

berarti,

baru

namun

prosentase angka melanjutkannya hampir tetap tidak

beran-

jak. Data tahun terakhir tersebut menunjukkan bahwa

75,09

persen

dari anak yang masuk sekolah dasar dapat

saikan

studinya hingga kelas VI (lulus), dan hanya

persen

saja dari mereka yang lulus dapat

SLTP.

Pada

tahun 1969 hal yang

sama

menyele-

45,24

melanjutkan

menunjukkan

40,00 persen dari anak yang masuk SD di Indonesia

ke

bahwa

dropout

sebelum mereka lulus, dan hanya sekitar 40,00 persen

saja

dari mereka yang lulus dapat mengecap pendidikan di

kelas

I SMP (Britton,-1969). Keadaan itu menunjukkan bahwa upaya
mengurangi

dropout

pada

tingkat SD selama

ini

dapat

dinilai berhasil, tetapi upaya menaikkan angka melanjutkan
(transisi) belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
Ada

indikasi bahwa (1) rendahnya angka

melanjutkan

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kurangnya daya tampung
SLTP; (2) keberhasilan pembangunan SD inpres juga diikuti
oleh

adanya gejala sekolah kekurangan murid. Oleh

karena

itu diperlukan adanya studi mengenai penelusuran penyebab
rendahnya

angka melanjutkan SD ke SLTP,

sosio-antropologis,
mantap

dengan

tinjauan

agar dapat dirumuskan rencana yang

untuk pelaksanaan program wajib belajar

9 tahun,

sehingga target yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.
4. Perencanaan dan manajemen Pendidikan.

Pendidikan
yang

masih

di Indonesia dewasa ini

mempunyai

sangat sentralistik, uniformistik

ciri

dan biro-

kratik, sesuai dengan kecenderungan umum dalam perencana
an pembangunan nasional yang

masih

sangat

sentralistik.

H.A.R. Tilaar (1990:5) mengernukakan bahwa "kecenderungan
ini pada awal masa pembangunan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang
narkan,

apabila

(RPJP) pertama memang masih dapat dibekita melihat

dana, kemampuan dan pengalaman".
perencanaan

pada

keterbatasan

sumber

Tetapi untuk RPJP kedua,

pembangunan nasional harus berorientasi

pada

13

perencanaan yang lebih terbuka dan fleksibel.

sistem

Hal

ini berarti perlu adanya pergeseran dari perencanaan yang

birokratik

dan

sentralistik, ke

demokratis,

lebih

arah

perencanaan yang

yang memungkinkan lebih

banyak

peran

serta dan keterlibatan masyarakat serta aparat di daerah.
Pada

H.A.R.

di

Medan

Tilaar ( 1992:15 ) juga mengungkapkan bahwa

untuk

menjamin

Konvensi

kekhasan

pendekatan

Nasional Pendidikan kedua

yang

ada,

perlu

memperhatikan

berikut: (1) sentralisasi dan

tiga

desentralisasi;

(2) otonomi daerah; dan (3) pendidikan yang terpadu dengan
pembangunan daerah.

Pemerintah

dan

kini sedang berupaya

meningkatkan mutu sistem

untuk

memperbaiki

penyelenggaraan

pendidikan

nasional, sehingga menjadi suatu sistem yang lebih

serasi

dan menunjang kepada program-program pembangunan nasional.

Perbaikan dan peningkatan mutu penyelenggaraan

pendidikan

diarahkan pada pencapaian efektifitas, efisiensi,

produk-

tivitas, dan relevansi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dalam hal tersebut Oteng Sutisna ( 1988:4 ) mengernu

kakan bahwa tujuan pembaruan pendidikan itu ialah

tercip-

tanya suatu sistem pendidikan yang ,•

1) mampu

melayani

kebutuhan

masyarakat

berkembang akan pendidikan dalam arti

tif,

sedang
kuantita-

serta menjamin lahirnya para lulusan

yang

secara kualitatif memenuhi harapan masyarakat
banyak (efektivitas dan produktivitas);

2) menyelenggarakan
segi

pendidikan yang

dilihat

program kurikuler serta materi

dan

dari
jenis

14

pengalaman
belajar yang mengisinya,
selaras
dengan dunia pekerjaan yang akan dimasuki oleh

para lulusan (reievansi);
3) mendayagunakan

teknologi

yang

tenaga,

tersedia

dana,

secara

fasilitas

dan

optimal

tercapainya tujuan-tujuan pendidikan yang

bagi

telah

ditetapkan (efisiensi).

Pembangunan pendidikan di Indonesia disamping
memenuhi

program-program

pembangunan akan

tenaga

terdidik baik, harus pula mampu menghadapi tantangan

kekuatan-kekuatan
adalah
serta

baru yang sedang muncul.

pertumbuhan penduduk yang tergolong

cukup

masyarakat terhadap pendidikan. Hal ini membawa

bagi

perluasan dan pemerataan

kerja

dari

Diantaranya

peningkatan dalam peningkatan aspirasi dan

berat

harus

tinggi
harapan

implikasi

kesempatan

belajar

bagi seluruh penduduk. Pertumbuhan yang besar dalam jumlah

peserta didik, pendidik, dan fasilitas pendidikan
cenderung

merespon

menambah

kelambanan

kebutuhan-kebutuhan

sistem

baru.

Hal

lainnya

pendidikan

dalam

tersebut

pada

gilirannya akan menuntut adanya usaha yang lebih besar dan
berat.

Penelusuran

dari

SD ke

rencana

penyebab

SLTP

pelaksanaan

rendahnya

akan sangat
wajib

angka

berarti

belajar

melanjutkan

bagi

pendidikan

tahun. Jika telah dapat diketahui penyebabnya,

pemantapan
dasar

9

diharapkan

dapat dirumuskan kebijaksanaan yang paling "memungkinkan",
baik ditinjau dari segi efektifitas, produktivitas,

rele-

vansi maupun efisiensi penyelenggaraan program tersebut.

Dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan pendi
dikan

di Kabupaten Bogor atau hingga kecamatan-kecamatan

yang ada di bawahnya perlu lebih dimantapkan perencanaanya

sehingga menjamin tercapainya tujuan yang ditetapkan.
Pemantapan perencanaan tersebut dapat

dilakukan melalui

perencanaan mikro yang alatnya antara lain ialah

sekolah,

yaitu

rnenentukan

alokasi

dan

pemetaan

lokasi

sekolah

dengan tepat yang didasarkan atas masalah-masalah pendi
dikan, kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, dan geografi

daerah setempat. Karena itu pemetaan sekolah hendaknya
bersifat konseptual, karena di dalamnya telah memperhitungkan berbagai faktor dan menjangkau jauh ke depan
secara menyeluruh.

B. Permasalahan.

1.

Identifikasi masalah.

Penelitian

ini

akan memfokuskan perhatian

pada

masalah yang berkaitan dengan rendahnya tingkat melanjut
kan dari SD/MI ke SLTP di Kabupaten Bogor. Penelitian

ini

akan mencoba mengungkapkan berbagai misteri yang menjadi
penyebab rendahnya angka melanjutkan tersebut, yang kajiannya

meliputi tiga aspek

utama, yaitu

sosial, ekonomi,

dan pendidikan. Diduga bahwa penyebab rendahnya angka
melanjutkan tidak jauh berbeda dengan penyebab tingginya
angka

dropout, keduanya merupakan indikator tidak

melan-

jutkannya seorang anak pada tingkatan pendidikan yang
lebih tinggi dari yang telah ia capai.

i6

Oleh karena itu penelitian ini juga berpedoman
saran

yang

bahwa

jika negara-negara yang sedang berkembang

membuat

diajukan oleh Levy (1971).

Levy

pada

menyarankan

ingin

kebijakan yang efektif untuk mengurangi

tingkat

dropout dan meningkatkan efisiensi sistem sekolah

mereka,

maka mereka

harus memahami faktor sosial-ekonomik yang

dapat mempengaruhinya. Sebagaimana dikemukakan bahwa ;
"Thus,

adopt

if the less developed countries

effective policies to reduce

are

dropout

to

rates

and thereby improve the efficiency of their school
systems, they must understand the socioeconomic
factors wich influence the dropout rate" (Levy •
1971

; 44).

Demikian

pendidikan
out,

dan

pula

faktor

sosial

politik

dan

faktor

dapat juga mempengaruhi tingginya angka
memungkinkan pula

menjadi

drop

penyebab rendahnya

angka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Beberapa isyu permasalahan sehubungan dengan masalah

rendahnya

angka

melanjutkan dari SD ke

SLTP

jenjang pendidikan yang lebih tinggi, antara

atau

pada

lain dapat

diungkapkan hal-hal sebagai berikut :

a. Rendahnya
mengurangi

dapat

yang

kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini
hasrat

orang tua dan semangat

melanjutkan pendidikannya ke jenjang

lebih

tinggi. Orang tua lebih

dapat

anak

untuk

pendidikan

merasa

tertolong

jika anaknya dapat membantu pekerjaannya, atau

bekerja

untuk menunjang pendapatan keluarganya (Santoso,

1969;

Edward

1979;

and

Bruner,

1970; Levy,

1971;

Beeby,

17

Toenlie,

1992);

b. Sebagai akibat kemampuan ekonomik masyarakat

yang

rendah, maka biaya pendidikan dinilai terlalu mahal dan

diluar jangkauan kemampuan masyarakat, sebagaian
masyarakat

memandang

bahwa pendidikan

kebutuhan

yang mendesak.

Mereka

be 1urn

besar

menjadi

menganggap

bahwa

bersekolah hanya merupakan pemborosan semata;

c. Tumbuhnya

daerah-daerah

industri

di

pinggiran kota

telah banyak menyedot tenaga muda untuk bekerja upahan,
persaratan

dasarkan

kerja

dan pemberian upah yang

tidak

ber-

tingkat pendidikan (ijazah), serta banyaknya

lulusan sekolah menengah yang

"menganggur",

banyak mengikis keyakinan masyarakat

telah

akan pentingnya

melanjutkan pendidikan,-

d. Nilai

ekonomik

seimbang

dengan

hasil
biaya

pendidikan yang

masih

pendidikan yang

belum

dikeluarkan

(Engkoswara, 1991);

e. Daya tampung SLTP yang ada kurang memadai;

f. Faktor
yang

geografis, dimana masih
sangat

banyak

jauh dari lokasi sekolah,

daerah-daerah
dengan

transportasi yang belum memadai atau belum ada
'

sarana

(Beeby,

1979);

g. Angka melanjutkan ke
mencapai

46,90

SLTP di

Kabupaten Bogor baru

%, sedikit di atas

angka

melanjutkan

yang dicapai Jawa Barat yaitu 45,20 %, sedangkan secara

IS

telah mencapai 65,87 %.

nasional

memberatkan

Hal ini tentu

akan

pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun

yang meliputi

enam tahun di Sekolah Dasar dan

tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,

tiga

yang akan

dimulai pada awal pelita VI;

h. Terdapat

kecenderungan melemahnya semangat

siswa

dan

orang tua murid untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih
tinggi

(di

kurangnya

atas

daya

SD), yang

tampung,

mungkin

jauhnya

disebabkan

lokasi

oleh

sekolah,

mahalnya biaya melanjutkan. serta pengaruh negatif dari
pertumbuhan

2.

industri.

Rumusan Masalah.

Memperhatikan isyu permasalahan seperti telah

mukakan

di atas, rumusan masalah yang akan menjadi

pembahasan

dike-

fokus

dalam penelitian ini adalah : Faktor apa

saja

i^ang menyebabkan rendahnva angka melanjutkan dari SD/MI ke

SLTP

dan baqaimana impl ika_sinya bagi

pemantapan

rencana

pelaksanaan program wajib belajar SLTP dj_ Kabupaten Bogor?
Secara lebih rinci masalah-masalah khusus dirumuskan
dalam pertanyaan penelitian berikut ini .-

a. Penelusuran awal lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992.

(1) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran

1991/1992

dan bagaimana gambaran penyebarannya ?

(2) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran
yang

melanjutkan ke SLTP, jenis sekolah

1991/1992
apa yang

19

mereka masuki dan dimana lokasi sekolah yang mereka
pilih itu ?

(3) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran

yang

1991/1992

tidak melanjutkan studinya ke SLTP, apa

menjadi alasan umum mereka tidak dapat

yang

melanjutkan

tersebut, di wilayah mana mereka umumnya berada dan
selanjutnya akan kemana mereka itu ?

(4) Adakah

perbedaan

rungan

yang berarti

antar wilayah kecamatan

mengenai
atau

kecende

antar

zone

pengembangan wilayah berkaitan dengan faktor-faktor
yang terungkap melalui pertanyaan (1, 2, dan 3)
atas

di

?

b. Indikator pendidikan yang menjadi kendala angka melan
jutkan ke SLTP.

(1) Berapa
tahun

besar

perbandingan

jumlah

lulusan

1991/1992 dengan daya tampung kelas

SD/MI
I

SLTP

tahun ajaran 1992/1993 ?

(2) Berapa

besar jumlah SLTP yang dibutuhkan jika

bandingkan dengan jumlah SD/MI yang ada pada

disuatu

wilayah tertentu ?

(3) Bagaimana luas daerah jangkauan suatu SLTP

dari

segi besarnya sekolah, luas wilayah,

geografis, jarak jangkauan dan sarana
umum

kondisi

transportasi

?

(4) Bagaimana

di

dilihat

SLTP,

gambaran umum biaya pendidikan

terutama berkaitan dengan

uang

lanjutan

pendaf-

20

taran, uang pangkal (yang harus dikeluarkan pada
awal tahun), uang BP3, dan besarnya SPP, baik pada
sekolah negeri maupun swasta ?

c. Penelusuran lanjutan mengenai penyebab lulusan SD/MI

tahun ajaran 1991/1992 tidak melanjutkan ke RjVTP^

(1) Bagaimana ungkapan lulusan SD/MI yang tidak melan

jutkan pendidikannya ke SLTP,
yang

adakah

berarti, atau mereka menerima

penyesalan

sebagai

suatu

hal yang biasa, menurut mereka apa yang menyebabkan

mereka tidak dapat melanjutkan, bagaimana pandangan
mereka tentang sekolah lanjutan itu, dan

bagaimana

harapan mereka sebenarnya ?

(2) Adakah perbedaan yang berarti mengenai hal-hal yang
terungkap

melalui

pertanyaan

(1)

ditinjau

perbedaan

zone pengembangan wilayah dan

dari

ciri-ciri

wilayah tersebut ?

(3) Bagaimana ungkapan para orang tua murid yang anak
nya

tidak melanjutkan studi ke SLTP.

Apa

alasan yang mereka ungkapkan, bagaimana
mereka

tentang

sekolah

lanjutan,

alasan-

pandangan

apakah

mereka

telah memahami kebijakan pemerintah mengenai

belajar

pendidikan dasar 9 tahun,

dan

wajib

bagaimana

persepsi mereka mengenai pendidikan lanjutan

serta

pendidikan pada umumnya ?

(4) Berdasarkan hasil
pertanyaan

(3),

yang dapat
adakah

diungkap

perbedaan

yang

melalui
berarti

mengenai makna ungkapan para orang tua yang anaknya

tidak melanjutkan studi ke SLTP ditinjau dari segi
perbedaan

karakteristik wilayah,

dan

berdasarkan

perbedaan status solial mereka ?

(5) Bagaimana

pendapat

guru dan atau kepala

das.ar yang kebanyakan

lulusan

sekolah

sekolahnya

tidak

melanjutkan ke SLTP. Apakah karena faktor persaingan prestasi belajar yang tinggi atau karena
lain

alasan

?

(6) Berdasarkan

hasil yang terungkap melalui

jawaban

pertanyaan (5), adakah perbedaan yang berarti

ditinjau

dari karakteristik sekolah

dan

bila

karakter

istik wilayah dimana sekolah tersebut berada ?

(7) Bagaimana
dan

pendapat kepala

kandepdikbud

atau penilik SD sebagai tokoh

kecamatan

pendidikan

dan

tokoh masyarakat di suatu wilayah mengenai kendala-

kendala

yang

menyebabkan rendahnya

angka melan

jutkan ke SLTP ?

(8) Bagaimana

pendapat

lulusan

SD)

bekerja

di

mengenai

pabrik

kesejahteraan,
merespon

peluangnya

masyarakat
peluang

atau

industri
lulusan

SD

perusahaannya,

kualitas unjuk kerja,

perintah,

(pemakai

kedisiplinan

untuk

mengenai

kemampuan

mereka,

serta

untuk menempati jenjang pekerjaan yang

sama dengan lulusan sekolah yang lebih tinggi ?

(9) Bagaimana pendapat para pejebat pengambil (keputus-

an/kebijakan) pada tingkat kabupaten dalam kaitannya
dengan masalah wajib belajar pendidikan dasar serta

implikasinya

bagi pemantapan

rencana

pelaksanaan

wajib belajar pendidikan dasar di Kabupaten Bogor ?
d- Im&iikas_i dari qejala la)^ indikator (b) . dan penyebab
i£± terhadap pemantapan rencana pelaksanaan wajib bela
jar SLTP di Kabupaten Bogor.

(1) Apakah diperlukan pembangunan unit gedung baru pada
suatu wilayah tertentu, jenis satuan pendidikan apa
yang perlu didirikan sesuai dengan rninat siswa

dan

harapan orang tua ?

(2) Apakah diperlukan tarnbahan ruang kelas baru, sesuai

dengan data yang ada dan minat siswa dan harapan
orang tua terhadap sekolah tertentu di wilayahnya ?

(3) Pada suatu wilayah tertentu, apakah cocok digunakan
pola SMP terbuka ?

(4) Pada

suatu wilayah tertentu, apakah

cocok

dibuka

atau disediakan pola Kejar Paket B ?

(5) Pada

suatu wilayah tertentu, apakah cocok menggu-

nakan pola pengembangan madrasah tsanawiyah ?

(6) Pada suatu wilayah tertentu, apakah dapat digunakan
pola pengembangan pondok pesantren ?

(7) Adakah

pendekatan-pendekatan baru yang dapat

bantu, dalam upaya penuntasan wajib belajar

r

mempendi

dikan dasar, sesuai dengan karakteristik wilayah
Kabupaten Bogor ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.

Tujuan penelitian.

Penelitian

ini dilakukan dalam rangka

memenuhi

salah satu sarat bagi penyelesaian studi pada program
Magister Pendidikan. Penelitian diarahkan untuk dapat
menjawab pertanyaan utama mengenai faktor apa saja yang
menyebabkan rendahnya angka melanjutkan dari SD ke SLTP

dan bagaimana implikasinya bagi pemantapan rencana
pelaksanaan program wajar SLTP di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini ditujukan untuk mencoba mengaplikasikan teori administrasi pendidikan, khususnya untuk
mengembangkan salah satu tahap dalam proses perencanaan

yaitu tahap "pre-planning",

pendidikan,
mengungkapkan

angka

dengan

jalan

berbagai kemungkinan penyebab rendahnya

melanjutkan

lulusan SD ke SLTP.

Hal

tersebut

dapat dimanfaatkan untuk pemantapan rencana pelaksanaan
wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.

Secara khusus

penelitian ini ditujukan untuk .-

(1) mengadakan
tahun

penelusuran awal tentang lulusan SD/MI

ajaran

1991/1992,

yakni

untuk

menjawab

pertanyaan berapa banyak mereka itu, berapa banyak
mereka yang melanjutkan, kemana mereka melanjutkan,

dimana

dan berapa

melanjutkan,

itu,

banyak mereka

yang

tidak

kemana mereka yang tidak melanjutkan

serta apakah terdapat perbedaan yang berarti

mengenai

kecenderungan

antar wilayah

atau

antar

14

zone pengembangan wilayah berkaitan dengan

faktor-

faktor tersebut;

(2) menganalisis beberapa indikator pendidikan yang
dapat

menjelaskan kedudukan angka

Si/TP,

antara

banyaknya

dengan

melanjutkan

lain berkaitan dengan perbandingan

jumlah

lulusan

SD/MI

tahun

daya tampung kelas I SLTP tahun

1991/1992

1992/1993,

perbandingan jumlah SD/MI dengan SLTP yang ada

yang

ideal

ke

bagi

suatu wilayah,

luas

dan

wilayah

jangkauan suatu SLTP, serta gambaran umum mengenai
biaya pendidikan lanjutan di SLTP.-

(3) mengungkapkan berbagai

penyebab rendahnya angka

melanjutkan, khususnya penyebab lulusan SD/MI tahun

1991/1992

tidak melanjutkan ke SLTP. Hal

tersebut

akan diungkapkan berdasarkan persepsi lulusan yang
tidak melanjutkan, orang tuanya, pendidik pada
sekolah-sekolah yang angka melanjutkannya
serta dari tokoh masyarakat yang menaruh

rendah,
perhatian

besar pada masalah ini;

(4) menganalisis gejala rendahnya angka melanjutkan,

indikator pendidikan yang berkaitan dengan angka
melanjutkan,
tidak

dan berbagai penyebab mengapa mereka

dapat melanjutkan. Hasil

kemudian dimanfaatkan

untuk

analisis

tersebut

pemantapan

rencana

pelaksanaan program wajar SLTP di Kabupaten Bogor.

2. Manfaat penelitian.

Secara teoritik penelitian diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi upaya pengembangan wawasan ilmu
administrasi

pendidikan, khususnya dalam memanfaatkan

dan mengembangkan metodologi

perencanaan pendidikan

yang sesuai dengan kebutuhan daerah.

Secara

praktis penelitian ini

diharapkan dapat

bermanfaat bagi akselerasi pembangunan pendidikan yang
sesuai

dengan

pemantapan

kebutuhan daerah.

khususnya

bagi

rencana pelaksanaan program wajib

belajar

SLTP di Kabupaten Bogor, serta mempunyai nilai

terapan

bagi

perencanaan

pengembangan

pendidikan

di

daerah

lain.

Manfaat praktis ini antara lain berkaitan dengan

penyediaan kesempatan belajar yang seluas-1uasnya

bagi

lulusan SD/MI atau yang sederajat untuk dapat mening
katkan

pendidikannya

ke SLTP.

Hasil

dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

penelitian

ini

perencanaan .-

(1) pembangunan unit gedung baru,- (2) tambahan ruang
kelas baru,- (3) penyelenggaraan pendidikan dengan pola
SMP Terbuka,- (4) penyelenggaraan pendidikan dengan pola
Kejar Paket B; (5) pola pengembangan Madrasah

yah;

Tsanawi-

(6) pola pengembangan pondok pesantren; atau

pengembangan pola kursus-kursus lainnya.

(7)

26

D. Kerangka Pemikiran.

Permasalahan

di

atas

akan dikembangkan

dan

dianalisis berdasarkan pola pikir seperti tampak pada
gambar

l-l.
Gambar 1-1

Kerangka Pemikiran

Pengumpulan dan Pengolahan Data
(a)

i

:

i

r—

Gambaran angka melanjut

(b)

Indikator pendidikan yang

kan ke SLTP di Kabupaten

dapat menjadi kendala me
lanjutkan ke SLTP di Kabu

Bogor Tahun 1992/1993

paten Bogor

(c)

D i a g n o s

i

s

Penyebab rendahnya angka melanjut
kan ke SLTP di Kabupaten Bogor menurut persepsi anak,orang tua.pendidik & tokoh masyarakat/pendidik,
(d)

Implikasi gejala (a),indikator (b)
dan hasil diagnosis '(c) terhadap
pemantapan rencana pelaksanaan wa

jib belajar

SLTP

di Kabupaten

Bogor

Dalam

tahap awal penelitian ini akan

(a) penelusuran
yang diharapkan
melanjutkan ke
1992/1993; (b)

dilakukan

terhadap lulusan SD/MI tahun 1991/1992,
dapat memberikan gambaran tentang angka
SLTP di Kabupaten Bogor untuk tahun
menghimpun dan mengolah data yang ber-

£f

kaitan dengan indikator pendidikan, yang dapat menjadi
kendala melanjutkan pendidikan bagi lulusan SD/MI ke
SLTP di

Kabupaten Bogor. Dengan memperhatikan kedua

faktor di atas akan dilakukan (c) penelusuran
sis)

penyebab

lulusan SD/MI

tahun

melanjutkan ke SLTP, baik menurut
orang

tua,

pendidik, maupun

(diagno

1991/1992 tidak

persepsi

lulusan,

tokoh masyarakat.

Pada

bagian akhir penelitian ini akan dilakukan (d)

anali-

sis berbagai implikasi dari gejala (a), indikator

(b),

dan penyebab (c) terhadap pemantapan rencana pelaksa
naan wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.

Pengungkapan latar belakang penyebab rendahnya
angka melanjutkan lulusan SD/MI ke SLTP akan sangat
bermanfaat untuk menjelaskan apakah betul angka melan
jutkan tersebut memang rendah. Jika betul, dimana saja
hal itu menunjukkan angka yang paling menonjol, dan apa

latar belakang utamanya. Dengan demikian kita dapat
mengambil langkah untuk memantapkan rencana pelaksanaan
wajib belajar SLTP.

E. Sistematika Penulisan Laporan.

Laporan penelitian ini berisi lima bagian dan
disusun dalam suatu sistimatika sebagai berikut:

Pendahuluan,

berisi

pembahasan mengenai

(A)

Latar

belakang masalah yang meliputi .- (1) Pendidikan dasar 9
tahun dan permasalahannya,- (2) Pendidikan dan Pemba
ngunan,-

(3) Studi tentang- penelusuran rendahnya

angka

2ti

melanjutkan

dari

SD/MI ke SLTP; (4) .Perencanaan

dan

Manajemen Pendidikan. (B) Permasalahan, yang meliputi .(1) Identifikasi masalah.- dan (2) Rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian. kerangka pemikiran dalam

penelitian

ini,

serta sistimatika

penulisan

laporan

penelitian yang dimuat dalam Bab I.

Tinjauan Pustaka,
(A)

Konsep

tentang

dasar;

(C)

dalam pendidikan;

mempengaruhi

(E)

dasar perencanaan pendidikan,-

pendidikan

ekonomi

mengetengahkan pembahasan tentang

kelanjutan

(D)

Aspek-aspek

mengenai

pendidikan;
annya

sosial-

pendidikan

dropout

dan

yang

pendidikan

anak;

suatu

gerakan wajib belajar SLTP; (F) Beberapa

empirik

Kajian

Faktor-faktor

Pendekatan perencanaan mikro sebagai

natif

(B)

alter-

temuan

discontinuing

(G) Intisari studi kepustakaan

dengan masalah penelitian ini,

dalam

dan

kait-

diuraikan

dalam

Bab II.

Prosedur penelitian, (1) berisi mengenai data yang
diperlukan; (2) populasi dan sampel; (3) metode peneli
tian yang digunakan,- (4)
sumber

validitas

penelitian;

dan teknik pengumpulan data,- tahap

penelitian;

dan (6) pedoman pengolahan

(5)

pelaksanaan

atau

analisis

data, dimuat dalam Bab III.

Hasil Penelitian, berisi deskripsi dan pembahasan hasil
penelitian yang meliputi (1) gambaran angka melanjutkan

29

ke SLTP di Kabupaten Bogor tahun 92/93; .(2)

gambaran

indikator pendidikan yang dapat mempengaruhi

angka

melanjutkan

hasil

ke

SLTP

di Kabupaten

Bogor;

(3)

diagnosis penyebab rendahnya angka melanjutkan
persepsi

anak,

orang tuan dan

pendidik

menurut

serta

masyarakat. Data-data tersebut pada akhirnya

tokoh

dijadikan

dasar bagi pemantapan rencana pelaksanaan program wajib
belajar

SLTP

di Kabupaten Bogor, yang

disajikan

dan

dibahas dalam Bab IV dan V.

Kesimpulan dan rekomendasi. yang disajikan
pokok

permasalahan. kemudian

dengan

berdasarkan

direkomendasikan

permasalahan yang timbul dan

ditemukan

sesuai
selama

penelitian berlangsung, disajikan pada Bab VI.

Kerangka

dirangkai
berikut

dalam

ini.

penulisan laporan penelitian

sebuah bagan maka tampak

ini

gambar

jika

1-2

>u

Gambar 1-2

SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
(1)

PERMASALAHAN
(2)
TEORITIK

TINJAUAN
EMPIRIK

(3)

PENELITIAN

(Pengumpulan & analisis data)
(4)

HASIL PENELITIAN
(5)
JL

TEMUAN, PEMBAHASAN DAN

IMPLIKASI HASIL PENELITIAN
(6)

KESIMPULAN DAN REKUMENDASI

3

PUSTAKA

BAB

III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Terhadap Masalah

Penelitian
beberapa

ini diarahkan untuk

dapat

faktor yang menyebabkan lulusan

melanjutkan

tor-faktor

menemukan

SD/MI

ke SLTP di Kabupaten Bogor. Penemuan

tersebut diharapkan dapat

tidak

fak

bermanfaat

bagi

pemantapan rencana pelaksanaan wajib belajar SLTP

yang

akan dimulai pada awal pelita VI mendatang.
Penelitian

ini

tidak

bermaksud

menguji

suatu

hipotesis, tetapi mendeskripsikan dan menganalisis data

sehingga ditemukan suatu kecenderungan umum yang
dijadikan

bahan kajian lebih lanjut

dalam

dapat

penelitian

ini, dengan demikian penelitian ini dapat dikelompokkan
pada penelitian kualitatif.

1. Studi deskriptif-analitik

Penelitian

deskriptif dirancang untuk

memper-

oleh informasi tentang status gejala pada saat pene
litian

dilakukan.

menetapkan

Penelitian ini

diarahkan

sifat suatu situasi pada waktu

untuk

penyeli-

dikan itu dilakukan, untuk melukiskan variabel

atau

kondisi "apa yang ada" dalam suatu situasi (Winarno,
1980;

Best, 1981; Donald Ary, 1982;

Rachmat,

1989).

dikemukakan bahwa

Dalam kepustakaan
:

100

dan

Jalaludin

tersebut

juga

101

a. Penelitian deskriptif menuturkan

sesuatu

secara

sistematis tentang data atau karakteristik

popu

lasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual
dan

cermat, menganalisis (karena itu metode

ini

sering disebut metode analitik) dan menginterpretasikan data yang ada.

b. Penelitian

deskriptif

lebih

menekankan

observasi dan suasana alamiah (natural

pada

setting) ,
(hypo

ia mencari teori dan bukan menguji teori,
thesis-generating)
testing) ,

karena

dan

(hypothesis-

bukan

heuristic dan bukan verifikatif,

itu penelitian deskriptif sangat

oleh

berguna

untuk melahirkan teori-teori tentatif.

c. Terdapat

beberapa jenis

penelitian

deskriptif,

antara lain .- Studi kasu