T1 312012051 BAB III
BAB III
PENUTUP
1.1
KESIMPULAN
Pada hakekatnya hukum diberlakukan untuk memberikan keseimbangan
antara berbagai kepentingan yang ada dimasyarakat. Lebih jauh dari itu,
sebenarnya hukum juga diperlukan untuk memberikan perlindungan bagi hak-hak
publik. Konsep hukum juga terkait dengan hak asasi manusia sehingga politik
pemidanaan juga sagat ditentukan oleh hak asasi manusia. Dalam perkembangan
hukum modern menunjukkan adanya penghargaan lebih tinggi terhadap
kebebasan berekspresi dan jaminan terhadaphak asasi manusia secara integratif.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi ini, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut, :
a.
Pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur UU No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (3)
yang menyebutkan: “setiap
mendistribusikan dan/atau
diaksesnya
memiliki
orang
dengan
mentransmisikan
sengaja dan tanpa
hak
dan/atau membuat dapat
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah berusaha untuk
memberikan perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi,
dimana penggunaan setiap informasi melalui media yang menyangkut
data pribadi seseorang atau institusi harus dilakukan atas persetujuan
orang/institusi yang bersangkutan. Namun dengan demikian, ketentuan
yang masih multitafsir bahkan cenderung subjektif sehingga dalam
pelaksanaannya akan menimbulkan banyak permasalahan. Dengan tidak
adanya suatu pengertian yang jelas mengenai suatu pendapat yang
dianggap memuat unsur menghina
atau
mencemarkan nama baik
seseorang, jadi sangat bersifat subjektif. Selain itu tidak terdapat
suatu pembatasan
kebebasan
yang
menyatakan
perundang-undangan
lain
tegas
pendapat
yang
mengenai
pelaksanaan terhadap
sebagaimana
terkait
atau
dalam
ketentuan
mengatur mengenai
kebebasan berpendapat ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan
baru, yakni berpengaruh juga terhadap hak-hak pribadi yang lain, seperti
hak untuk berkumpul dan berserikat. Jika dihubungkan dengan ketentuan
perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia,
maka dalam UU ITE ini terdapat beberapa ketentuan yang tidak
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang lain, misalnya
dikaitkan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, hak untuk
mengembangkan diri, dll. Sehingga ketentuan Pasal 27 ayat (3)
tersebut dianggap tidak relevan dengan konstitusi UUD NKRI Tahun
1945 serta ketentuan dalam UU yang lain yang mengatur mengenai
perlindungan HAM.
1.2
SARAN
a. Agar ditinjau kembali tentang adanya pasal krusial dalam UU ITE ini,
khususnya pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Terlihat
jelas bahwa pasal tentang penghinaan, pencemaran nama baik, berita
kebencian,
permusuhan,
ancaman
menakuti-nakuti
ini
cukup
mendominasi pada daftar perbuatan yang dilarang menurut UU ITE
sehingga masyarakat pengguna media sosial lebih merasa aman
menggunakan media sosial tanpa dibayang-bayangi peraturan tersebut.
PENUTUP
1.1
KESIMPULAN
Pada hakekatnya hukum diberlakukan untuk memberikan keseimbangan
antara berbagai kepentingan yang ada dimasyarakat. Lebih jauh dari itu,
sebenarnya hukum juga diperlukan untuk memberikan perlindungan bagi hak-hak
publik. Konsep hukum juga terkait dengan hak asasi manusia sehingga politik
pemidanaan juga sagat ditentukan oleh hak asasi manusia. Dalam perkembangan
hukum modern menunjukkan adanya penghargaan lebih tinggi terhadap
kebebasan berekspresi dan jaminan terhadaphak asasi manusia secara integratif.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi ini, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut, :
a.
Pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur UU No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (3)
yang menyebutkan: “setiap
mendistribusikan dan/atau
diaksesnya
memiliki
orang
dengan
mentransmisikan
sengaja dan tanpa
hak
dan/atau membuat dapat
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah berusaha untuk
memberikan perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi,
dimana penggunaan setiap informasi melalui media yang menyangkut
data pribadi seseorang atau institusi harus dilakukan atas persetujuan
orang/institusi yang bersangkutan. Namun dengan demikian, ketentuan
yang masih multitafsir bahkan cenderung subjektif sehingga dalam
pelaksanaannya akan menimbulkan banyak permasalahan. Dengan tidak
adanya suatu pengertian yang jelas mengenai suatu pendapat yang
dianggap memuat unsur menghina
atau
mencemarkan nama baik
seseorang, jadi sangat bersifat subjektif. Selain itu tidak terdapat
suatu pembatasan
kebebasan
yang
menyatakan
perundang-undangan
lain
tegas
pendapat
yang
mengenai
pelaksanaan terhadap
sebagaimana
terkait
atau
dalam
ketentuan
mengatur mengenai
kebebasan berpendapat ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan
baru, yakni berpengaruh juga terhadap hak-hak pribadi yang lain, seperti
hak untuk berkumpul dan berserikat. Jika dihubungkan dengan ketentuan
perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia,
maka dalam UU ITE ini terdapat beberapa ketentuan yang tidak
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang lain, misalnya
dikaitkan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, hak untuk
mengembangkan diri, dll. Sehingga ketentuan Pasal 27 ayat (3)
tersebut dianggap tidak relevan dengan konstitusi UUD NKRI Tahun
1945 serta ketentuan dalam UU yang lain yang mengatur mengenai
perlindungan HAM.
1.2
SARAN
a. Agar ditinjau kembali tentang adanya pasal krusial dalam UU ITE ini,
khususnya pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Terlihat
jelas bahwa pasal tentang penghinaan, pencemaran nama baik, berita
kebencian,
permusuhan,
ancaman
menakuti-nakuti
ini
cukup
mendominasi pada daftar perbuatan yang dilarang menurut UU ITE
sehingga masyarakat pengguna media sosial lebih merasa aman
menggunakan media sosial tanpa dibayang-bayangi peraturan tersebut.