Pengembangan Papan Komposit Ramah Lingkungan dari Bambu, Finir dan Log Care Kayyu Karet (Hevea brasiliensis (Wild. Ex A. Juss.) Mull. Arg.)

PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT
RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN
LOG CORE KAYU KARET
(Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.)

SUKMA SURYA KUSUMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Papan Komposit
Ramah Lingkungan dari Bambu, Finir dan Log Core Kayu Karet (Hevea
brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.) adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak ditebitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor,

Agustus 2009

Sukma Surya Kusumah
NIM E251070021

ABSTRACT
SUKMA SURYA KUSUMAH. Development of Environmentally friendly
Composite Board Made From Bamboo, Veneer and Log Core of Rubber Wood
(Hevea brasiliensis (Willd. Ex A. Juss.) Mull. Arg.). Under the direction of
MUH. YUSRAM MASSIJAYA dan BAMBANG SUBIYANTO.
Decreasing of wood raw material supply for wood industry encourages
stakeholders in Indonesia in finding wood utilization efficiency and other
lignocelluloses substitution. The objective of this research was to develop an
environmentally friendly composite board made from bamboo veneer, rubber
wood veneer, and log core waste of rubber wood. There were 2 phases in this
research. First phase was determine of veneer and log core strip form optimum in
composite board productions. The bamboo veneer made from slices of betung,

andong, and tali bamboo species. Strip form of log core was square and silindric
forms. Arrangement of log core strip was zigzag in design. Second phase was
determine of log core strip thickness and arranging design optimum in composite
board productions. Thicknesses of log core strip were 1,2 cm, 1,8 cm and 2,4 cm.
Arrangements of log core strip in second phase were type A and type B design.
Composite boards were constructed from seven layers. 280 g/cm2 of Water Based
Polymer Isocyanate (polyurethane) was used as adhesive in composite board
productions. The research results in first phase show that the composite board
made of andong bamboo veneer, square strip of log core, type B strip in design
and 1,8 cm thickness of log core strip performed better quality compared to those
of other composite boards. The above type of composite boards fulfill Japanese
Agricultural Standard (JAS) No. 1516, 2003 for structural plywood, but not fulfill
Cina Standard GB/T 19536 2004 plywood for container flooring. These
composite boards were suitable for structural utilization and classified as
environmentally friendly composite board.
Keywords: bamboo, veneer, log-core, structural utilization, environmentally
friendly composite board.

RINGKASAN
SUKMA SURYA KUSUMAH. Pengembangan Papan Komposit Ramah

Lingkungan dari Bambu, Finir dan Log Core Kayu Karet (Hevea brasiliensis
(Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.). Dibimbing oleh MUH. YUSRAM MASSIJAYA
dan BAMBANG SUBIYANTO.
Limbah kayu sisa proses pengupasan kayu bulat menjadi finir yang biasa
disebut log core belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu,
diversifikasi produk dari log core dan bahan berlignoselulosa lainnya seperti
bambu menjadi produk komposit yang berkualitas tinggi dan ramah lingkungan
sangat penting sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai jual dari limbah
kayu tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknik pembuatan papan
komposit ramah lingkungan dari bambu, finir dan log core kayu karet dengan
menentukan konstruksi, pola penyusunan dan ketebalan strip log core, serta jenis
pelapis yang optimum.
Papan komposit contoh yang dibuat adalah papan komposit berdimensi 50
cm x 50 cm x 3 cm dengan bahan baku kombinasi antara bambu, finir dan limbah
kayu (log core). Sebagai pembanding, dibuat papan komposit kontrol dari limbah
kayu dan finir, papan komposit dari bambu dan finir, papan komposit dari finir,
serta papan komposit dari bambu. Perekat yang digunakan adalah perekat
polyurethane (PU) dengan berat labur 280 g/m2, dengan tekanan kempa dingin
sebesar 5 kgf/cm2 selama 60 menit. Tahapan pembuatan papan komposit terbagi

menjadi dua tahapan, yaitu: 1) penentuan konstruksi strip log core (kotak dan
bulat) dan jenis pelapis yang optimum (bambu andong, bambu betung, bambu tali
dan finir kayu karet); 2) penentuan pola penyusunan (pola penyusunan tipe A
(susunan strip disusun dari strip kotak berdimensi sama (2,5 cm x 2,5 cm x 2,5
cm)) dan pola penyusunan tipe B (susunan strip disusun dari strip kotak yang
berdimensi 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm dan dikombinasikan dengan balok panjang
berdimensi 2,5 cm x 2,5 cm x 50 cm dari log core kayu karet)) dan tebal strip log
core kayu karet (1,2 cm, 1,8 cm, dan 2,4 cm) pada bagian inti papan.
Berdasarkan hasil pengujian papan komposit dari bambu, finir dan log core
kayu karet diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Papan komposit dengan konstruksi
strip log core kotak memiliki nilai delaminasi, kekerasan, keteguhan tekan, MOR,
dan MOE lebih baik daripada papan komposit dengan strip log core bulat; 2)
Pelapis bambu andong dan tali pada papan komposit dengan strip log core
memiliki nilai delaminasi lebih baik daripada papan komposit dengan strip log
core yang dilapisi oleh pelapis lainnya; 3) Papan komposit dengan strip log core
kotak dan bambu andong memiliki kekerasan, MOR, MOE, dan keteguhan tekan
lebih baik dibandingkan papan komposit lainnya serta memenuhi standar JAS No.
1516 2003, JAS for structural plywood; 4) Sifat fisis papan komposit pada semua
pola penyusunan dan ketebalan strip log core yang meliputi kadar air dan
delaminasi memenuhi standar JAS No. 1516 2003, JAS for structural plywood;

5) Papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B pada ketebalan strip log
core 1,2 cm dan 1,8 cm memiliki MOR, MOE, dan keteguhan tekan yang
memenuhi standar JAS No. 1516 2003, JAS for structural plywood. Papan

komposit dengan pola penyusunan strip tipe A pada ketebalan strip log core 1,2
cm hanya nilai MOE yang tidak memenuhi standar, sedangkan pada ketebalan
strip log core 1,8 hanya nilai MOR dan MOE yang memenuhi standar JAS No.
1516 2003, JAS for structural plywood. Keteguhan tekan searah tebal papan
komposit pada kedua konstruksi strip, jenis pelapis, pola penyusunan dan
ketebalan strip relatif sama. Sedangkan berdasarkan standar Cina GB/T 19536
2004 tentang plywood for container flooring, papan komposit yang dihasilkan
tidak memenuhi nilai kadar air, MOR (sejajar dan tegak lurus serat), serta MOE
(sejajar serat) yang dipersyaratkan oleh standar Cina tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut,teknik yang tepat untuk menghasilkan
papan komposit yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi adalah dengan
menggunakan bambu andong sebagai pelapis, konstruksi kotak dengan pola
penyusunan strip tipe B (susunan strip disusun dari strip kotak yang berdimensi
2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm dan dikombinasikan dengan balok panjang berdimensi
2,5 cm x 2,5 cm x 50 cm dari log core kayu karet) serta ketebalan strip log core
1,8 cm pada lapisan inti. Selain daripada itu, berdasarkan standar JAS No. 1516

2003 JAS for structural plywood papan komposit terbaik yang dihasilkan pada
penelitian ini dapat digunakan untuk penggunaan struktural seperti panel pintu,
penyekat dinding, serta penggunaan struktural lainnya. Sedangkan berdasarkan
standar Cina GB/T 19536 2004, papan komposit tersebut tidak cocok untuk
digunakan sebagai alas peti kemas (container flooring), karena beberapa sifat fisis
dan mekanis papan yang dihasilkan tidak memenuhi standar Cina GB/T 19536
2004.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT

RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN
LOG CORE KAYU KARET
(Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.)

SUKMA SURYA KUSUMAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT
RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN
LOG CORE KAYU KARET
(Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.)


SUKMA SURYA KUSUMAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.S.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan tesis yang berjudul
“Pengembangan Papan Komposit Ramah Lingkungan dari Bambu, Finir dan Log
Core Kayu Karet (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.).”

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua dan seluruh yang telah memberikan do’a dan dukungan yang tak
terhingga kepada penulis.
2. Komisi Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Muh Yusram Massijaya, M.S. dan Prof (R).
Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M. Agr, atas arahan, bimbingan serta motivasinya
dalam proses penyelesaian tesis dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.S selaku
penguji luar komisi atas masukannya bagi penyempurnaan tesis.
3. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi/Mayor
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan beserta staf atas kesempatan studi dan
pelayanan akademik yang diberikan bagi penulis.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional atas
dukungan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS).
5. Pak Abdullah (staf Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB),
Nurhayati, S. Hut, rekan-rekan staf UPT. BPP. Biomaterial LIPI dan berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.
6. PT. Sumber Graha Sejahtera (SGS) yang telah memberikan bantuan bahan
penelitian
Penulis menyadari keterbatasan dalam penyusunan tesis ini, karena itu
saran, masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
penyempurnaannya. Kiranya karya ini dapat menjadi pendukung informasi ilmiah

guna menunjang perkembangan ilmu dan teknologi.

Bogor,

Agustus 2009

Sukma Surya Kusumah

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur Jawa Barat pada tanggal 27
September 1982 dari ayah Syamsudin dan ibu Eni Rohaeni.
Penulis merupakan putra kelima dari enam bersaudara.
Pendidikan strata satu (S-1) ditempuh di Departemen
Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada tahun
2001 dan lulus pada tahun 2005. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang strata dua (S-2) pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs-IPB) diperoleh pada tahun 2007

melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis telah mempublikasikan karya ilmiah berjudul Pengembangan Papan
Komposit Ramah Lingkungan dari Bambu, Finir dan Log Core Kayu Karet
(Hevea brasiliensis (Wilid. Ex. A. Juss.) Mull. Arg.) pada seminar Masyarakat
Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XII di Pusat Penelitian Pemukiman Bandung
tanggal 23-25 Juli 2009.

x

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xv

I.

II.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................
B. Tujuan Penelitian .............................................................................
C. Hipotesis Penelitian...........................................................................
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................
E. Kerangka Pemikiran..........................................................................

1
2
2
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
A. Papan Komposit ...............................................................................
B. Perekat Polyurethane .......................................................................
C. Bambu ..............................................................................................
1.
Risalah Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.)
Backer ex Heyne)) ...............................................................
2.
Risalah Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. dan
J.H. Schultes) Kurz)) ...........................................................
3.
Risalah Bambu Andong (Gigantochloa verticillata (Willd.)
Munro)) ...............................................................................
D. Limbah Kayu ...................................................................................
E. Finir .................................................................................................

4
7
8
11
12
12
12
14

III. BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
B. Bahan dan Alat Penelitian ...............................................................
C. Metodologi Penelitian .....................................................................
1. Persiapan Bahan Baku Penelitian ...............................................
1.1. Persiapan Strip Log core Kayu Karet .................................
1.2. Persiapan Bilah Bambu dan Finir Kayu Karet ....................
2. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Bahan ..................................
3. Kontruksi Papan Komposit ........................................................
4. Pembuatan Papan Komposit ......................................................
4.1. Penentuan Konstruksi Strip Log Core dan Jenis Pelapis
yang Optimum .....................................................................
4.2. Penentuan Pola Penyusunan dan Ketebalan Strip Log Core
Optimum ..............................................................................
5. Pengujian Kualitas Papan Komposit ...........................................
5.1. Kadar Air ............................................................................
5.2. Delaminasi ...........................................................................
5.3. Keteguhan Patah/Modulus of Ruptre (MOR) .....................

15
15
15
15
16
17
17
19
20
21
22
23
24
24
24
xi

5.4. Keteguhan Lentur/Modulus of Elasticity (MOE) ................
5.5. Keteguhan Tekan (Compression Strength) ........................
5.6. Kekerasan (Hardness) .........................................................
10. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ..................................

25
25
26
26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Stuktur Anatomi Log Core Kayu Karet dan Bambu .......................
1. Anatomi Log Core ......................................................................
2.Struktur Anatomi Bambu .............................................................
B. Sifat Fisis dan Mekanis Bahan ........................................................
C. Determinasi Konstruksi Strip Log Core dan Jenis Pelapis Optimum
Papan Komposit .............................................................................
1.
Sifat Fisis Papan Komposit .................................................
1.1. Kadar Air .....................................................................
1.2. Delaminasi ...................................................................
2.
Sifat Mekanis Papan Komposit ...........................................
2.1. Kekerasan (Hardness) .................................................
2.2. Keteguhan Patah/Modulus of Rupture (MOR) ............
2.3. Keteguhan Lentur/Modulus of Elasticity (MOE) ........
2.4. Keteguhan Tekan Searah Panjang Papan ....................
2.5. Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan .........................
D. Determinasi Pola Penyusunan dan Ketebalan Strip Log Core
Optimum Papan Komposit .............................................................
1.
Sifat Fisis Papan Komposit .................................................
1.1. Kadar Air .....................................................................
1.2. Delaminasi ...................................................................
2.
Sifat Mekanis Papan Komposit ...........................................
2.1. Kekerasan (Hardness) .................................................
2.2. Keteguhan Patah/Modulus of Rupture (MOR) ............
2.3. Keteguhan Lentur/Modulus of Elasticity (MOE) ........
2.4. Keteguhan Tekan Searah Panjang Papan ....................
2.5. Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan .........................

43
43
43
44
45
46
47
49
51
54

SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
A. Simpulan .......................................................................................
B. Saran ..............................................................................................

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

58

LAMPIRAN ...................................................................................................

63

V.

28
28
28
29
31
31
31
32
34
34
36
38
40
41

xii

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Karakteristik Perekat Polyurethane ............................................................

15

2. Beberapa Sifat Fisis dan Mekanis Bahan ...................................................

30

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Kerangka Pemikiran Penelitian ..............................................................

3

2.

Bagan Alir Penelitian .............................................................................

16

3.

Metode Pengukuran Sudut Kontak ........................................................

19

4.

Konstruksi Papan Komposit yang Dibuat ..............................................

20

5.

Skema Proses Pembuatan Contoh Uji Papan Komposit ........................

21

6.

Pola Penyusunan Strip Log Core ...........................................................

22

7.

Pola Pemotongan Contoh Uji .................................................................

23

8.

Gambar Penampang Melintang Kayu Karet (Makroskopik) .................

28

9.

Penampang Melintang Tiga Jenis Bambu ..............................................

29

10.

Sudut Kontak Perekat Polyurethane pada Keempat Bahan ...................

30

11.

Histogram Kadar Air Papan Komposit ..................................................

31

12.

Histogram Delaminasi Papan Komposit ................................................

33

13.

Foto Scaning Electron Microscope (SEM) Potongan Pelapis Papan
Komposit Perbesaran 350 kali ................................................................

33

14.

Histogram Kekerasan Papan Komposit .................................................

35

15.

Histogram Keteguhan Patah (MOR) Sejajar dan Tegak Lurus Serat ....

37

16.

Histogram Keteguhan Lentur (MOE) Sejajar dan Tegak Lurus Serat....

39

17.

Kerusakan Contoh Uji Papan Komposit pada Pengujian MOE .............

40

18.

Histogram Keteguhan Tekan Sejajar dan Tegak Lurus Serat Papan
Komposit ................................................................................................

41

19.

Histogram Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan Komposit .................

42

20.

Histogram Kadar Air Papan Komposit ..................................................

44

21.

Histogram Delaminasi Papan Komposit ................................................

45

22.

Histogram Kekerasan Papan Komposit .................................................

46

23.

Histogram MOR Sejajar dan Tegak Lurus Serat Papan Komposit ........

48

24.

Histogram MOE Sejajar dan Tegak Lurus Serat Papan Komposit ........

50

25.

Histogram Keteguhan Tekan Sejajar dan Tegak Lurus Serat Papan

26.

Komposit ...............................................................................................

52

Kerusakan Contoh Uji Keteguhan Tekan Papan Komposit....................

53

xiv

27.

Histogram Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan..................................

54

28.

Kerusakan Contoh Uji Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan...............

55

xv

I. PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Salah satu komponen pendukung dalam kegiatan ekspor-impor adalah alas

peti kemas (container flooring) yang terbuat dari kayu lapis struktural dengan
ketebalan mencapai 28 mm – 30 mm.

Terkait dengan hal tersebut di atas,

penggunaan bahan baku kayu untuk produk container flooring semakin terbatas,
sebagai akbat dari laju kerusakan hutan yang cenderung meningkat dari waktu ke
waktu, sehingga ketersediaan kayu jauh lebih kecil dari kebutuhan industri
pengolahan kayu. Hal ini sesuai dengan penelitian Sumardjani dan Waluyo 2007
bahwa kebutuhan kayu bulat untuk industri kayu olahan akan mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 24,938 juta m3 pada tahun 2005
menjadi 115,633 juta m3 pada tahun 2014, sedangkan produksi kayu bulat dari
tahun ke tahun terus mengalami penurunan yaitu dari 14,32 juta m3 pada tahun
2005 menjadi 13,673 juta m3 pada tahun 2014. Di pihak lain, limbah industri
pengolahan kayu lapis belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu,
pemanfatan limbah secara optimal dengan mengembangkan teknologi yang ada
perlu dilakukan. Salah satu limbah dalam pengolahan industri pengolahan kayu
lapis adalah log core sisa proses pengupasan finir. Selama ini industri kayu lapis
PT. Sumber Graha Sejahtera (SGS) hanya memanfaatkan log core sebagai bahan
bakar boiler dalam proses produksi, sehingga nilai tambah limbah menjadi kecil
bila dibandingkan dengan pemanfaatan log core sebagai bahan baku papan
komposit yang memiliki nilai jual tinggi.

Log core merupakan bagian kayu

remaja (juvenil wood) karena letaknya yang dekat dengan inti kayu (pith), sifat
fisis dan mekanis kayu remaja lebih rendah dibandingkan dengan kayu dewasa
(mature wood) sehingga akan mengakibatkan rendahnya kualitas produk dari log
core. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kretschmann (2007)
dan Kretschmann et.al (1993).
Oleh karena itu diperlukan pengembangan teknologi dalam pembuatan
papan komposit, salah satunya adalah penggunaan bahan pelapis dan pengaturan
konstruksi, ketebalan, dan pola penyusunan strip log core untuk meningkatkan
sifat fisis dan mekanis papan. Bahan pelapis finir kayu yang sering digunakan

2

selama ini mulai jarang, terutama dari kayu berdiameter besar. Oleh karena itu,
bahan pelapis papan komposit mulai beralih ke kayu cepat tumbuh (salah satunya
adalah kayu Karet) dan bahan berlignoselulosa lainnya seperti bambu. Bambu
memiliki kelebihan dalam hal masa panen, dalam waktu 3-5 tahun bambu sudah
dapat dipanen. Jenis bambu yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia
adalah bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne)),
bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. dan J.H. Schultes) Kurz)), dan bambu
Andong (Gigantochloa verticillata (Willd.) Munro)) (Krisdianto, Sumarni, dan
Ismanto 2000).
Jenis-jenis perekat yang populer digunakan dalam pembuatan panel-panel
kayu selama ini adalah perekat berbasis formaldehida dan membutuhkan energi
panas. Emisi formaldehida potensial menyebabkan kanker dan membahayakan
kesehatan manusia, iritasi pada mata, kerongkongan dan gangguan pernafasan
(Marutzky, 1989 ; Meyer et al. 1986; Henderson, 1979; Baumann et al. 2000;
dalam Li, 2002).

Oleh karena itu, perkembangan teknologi perekat saat ini

mengarah pada penggunaan perekat berbasis non formaldehida dan hemat
penggunaan energi listrik, salah satu di antaranya adalah perekat polyurethane.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini difokuskan pada modifikasi
konstruksi, ketebalan, dan pola penyusunan strip log core serta penggunaan
pelapis untuk menghasilkan papan komposit ramah lingkungan dan berkualitas
tinggi dengan menggunakan perekat polyurethane.

B.

Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah menemukan teknik pembuatan papan

komposit ramah lingkungan dari bambu, finir dan log core kayu karet, dengan
mengetahui pengaruh jenis pelapis (finir kayu karet, bilah bambu betung, tali dan
andong), konstruksi, ketebalan, dan pola penyusunan strip log core sebagai
lapisan inti papan komposit.

C.

Hipotesis Penelitian
Konstruksi strip log core, jenis pelapis, pola penyusunan dan ketebalan strip

log core berpengaruh nyata terhadap kualitas papan komposit.

3

D.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengatasi

keterbatasan bahan baku kayu dan mengurangi pencemaran lingkungan dengan
memanfaatkan limbah industri pengolahan kayu serta memberikan alternatif
pemanfaatan bambu, sehingga memiliki nilai jual tinggi dan dapat digunakan
untuk penggunaan struktural.

E.

Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan dengan kerangka pemikiran yang disajikan dengan

alur berpikir pada Gambar 1.
Potensi limbah kayu berupa log core di
industri kayu lapis belum dimanfaatkan
maksimal

Pemanfaatan log core sebagai bahan
baku papan komposit struktural

Pemanfaatan langsung log core kayu karet sebagai bahan
baku panel kayu menyebabkan tingginya pengembangan
tebal dan rendahnya keteguhan tekan panel kayu

Modifikasi teknologi pembuatan papan
komposit dari log core kayu Karet

1. Penggunaan log core pada arah longitudinal yang dikonversi
menjadi strip kayu dengan variasi konstruksi, ketebalan dan
pola penyusunan strip.
2. Pelapisan papan komposit dengan bambu Andong, bambu
Betung, bambu Tali dan finir kayu Karet.
3. Penggunaan perekat tanpa formalin dan matang pada

Evaluasi papan komposit yang memenuhi standar
JAS No. 1516 JAS for structural plywood dan standar
Cina GB/T 19536 2004
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA
A.

Papan Komposit
Komposit dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih elemen yang

dipersatukan dengan suatu matriks (Berglund dan Rowell dalam Rowell 2005).
Pengembangan produk komposit dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau
beberapa tujuan, yaitu: 1) mengurangi biaya bahan baku dengan menggabungkan
bahan baku murah dan mahal; 2) mengembangkan produk dari pemanfaatan
bahan daur ulang dan produknya sendiri dapat didaur ulang; 3) menghasilkan
produk dengan sifat spesifik yaitu bersifat superior dibandingkan dengan bahan
penyusunnya masing-masing (seperti meningkatkan nisbah kekuatan terhadap
berat) (Youngquist 1995).
Istilah komposit lignoselulosik menggambarkan dua keadaan.

Pertama

ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai bahan utama dalam komposit, dan
keadaan kedua adalah ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai agregat
pengisi atau penguat dalam suatu matriks. Apapun skenario yang digunakan,
tujuan dari pengembangan komposit lignoselulosik adalah untuk menghasilkan
suatu produk dengan sifat yang merupakan gabungan sifat terbaik dari setiap
komponen penyusunnya. Bahan baku komposit lignoselulosik berbasis pertanian
dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu yang bersumber dari limbah pertanian,
dan tanaman yang menghasilkan serat (English et al. dalam Rowell et al. 1997).
Papan komposit merupakan istilah umum untuk panel yang dibuat dari
partikel atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat melalui
proses pengempaan pada tekanan dan temperatur tertentu (Pease, 1994). Salah
satu jenis papan komposit yang banyak digunakan adalah papan partikel, papan
blok, kayu lapis, LVL dan yang lainnya.
Berkaitan dengan pemanfaatan bahan lignosellulosa sebagai bahan baku
papan komposit, nilai pH bahan untuk produk komposit sangat penting untuk
dipertimbangkan.

Blomquist et al. (1981) menyatakan bahwa kemampuan

perekat untuk mengalami curing sangat bergantung pada kondisi permukaan
bahan. Oleh karena ikatan silang sebagian besar perekat thermosetting tergantung
pada pH, maka perekat tersebut akan sensitif terhadap pH susbtrat. Lebih lanjut

5

dikemukakan oleh Maloney (1993) bahwa beberapa jenis kayu memiliki kisaran
nilai pH yang sesuai untuk pematangan perekat, akan tetapi terdapat juga jenis
tertentu yang memiliki kisaran pH yang terlalu luas sehingga setting kondisi yang
sesuai untuk pematangan perekat sulit dilakukan, khususnya pada skala pabrik.
Bahkan beberapa jenis kayu juga ada yang memiliki nilai pH yang tidak sesuai
untuk pematangan perekat sehingga memerlukan penambahan bahan aditif.
Menurut Maloney (1993) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi sifat
akhir papan yaitu: jenis kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis perekat, jumlah dan
distribusi perekat, penggunaan aditif, kadar air dan distribusi lapik, pelapisan
berdasarkan ukuran partikel, pelapisan berdasarkan kerapatan, serta orientasi partikel.
Papan komposit seringkali dikombinasikan dengan lambaran finir pada
bagian permukaannya untuk memperbaiki sifat mekanis.

Menurut Bowyer dan

Haygreen et al. (2003), penggunaan lapisan finir pada bagian permukaan papan
partikel memperbaiki sifat panel dan kebanyakan parameter sifat fisis dan
mekanisnya mirip dengan kayu lapis. Kombinasi papan partikel yang dilapisi dengan
finir ini disebut comply. Com-ply terbuat dari finir dan partikel atau flake. Panel
tersusun dari 3 lapis dimana finir berfungsi sebagai lapisan muka dan belakang,
sementara partikel sebagai lapisan tengah (Maloney 1993).
Dengan pertimbangan bahwa pada masa yang akan datang bahan baku untuk
pembuatan finir akan semakin terbatas, maka sebagai lapisan muka dan belakang
papan partikel digunakan finir dari bilah bambu. Hasil penelitian Sudijono dan
Subyakto (2002) menunjukkan bahwa papan komposit dengan kerapatan rata-rata
0,6 g/cm3 memiliki nilai MOR 246,2 kgf/cm2 pada papan komposit berlapis bilah
bambu setebal 2 mm dibandingkan MOR sebesar 83,9 kgf/cm2 pada papan tanpa
lapisan.
Pemikiran untuk membuat com-ply dengan kualitas yang lebih baik juga
dilakukan oleh Hayashi et al. (2003) dengan menggunakan gabungan dari papan
partikel gelombang sebagai core dengan papan serat berkerapatan sedang
(medium density fiber board) sebagai pelapis.

Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa keteguhan patah papan komposit yang dihasilkan setara
dengan papan partikel kualitas tipe 18. Penelitian lain dengan menggunakan
limbah kayu kelompok Dipterocarpaceae dan limbah karton gelombang sebagai

6

bahan pelapisnya dapat menghasilkan keteguhan patah 234 kgf/cm2 (Massijaya,
2005). Pada tahun yang sama Subiyanto et al. (2005) melakukan penelitian
pembuatan sandwich panel dari limbah tandan kosong kelapa sawit dengan
pelapis kayu lapis yang menghasilkan papan dengan keteguhan patah 237
kgf/cm2. Suhasman et al. (2006) mengemukakan bahwa papan komposit atau
com-ply yang dibuat dari limbah kayu sengon dan karton daur ulang memiliki
keteguhan patah 246 kgf/cm2.

Penelitian lainnya juga telah dilaporkan oleh

Erniwati et al. (2007) yang meneliti karakteristik papan komposit atau com-ply
yang dibuat dari inti papan partikel kayu karet dan bahan pelapis berupa anyaman
bambu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan anyaman bambu
dengan arah saling tegak lurus terhadap arah panjang papan menghasilkan sifatsifat mekanis yang lebih baik. Penelitian terbaru telah dilaporkan oleh Massijaya
et al. (2008) yang menggunakan bahan pelapis dari pandan, enceng gondok dan
bambu tali, menyimpulkan bahwa penggunaan anyaman bambu tali, pandan dan
enceng gondok berpotensi untuk digunakan sebagai substitusi bahan pelapis finir.
Beberapa penelitian yang dilakukan tentang pengembangan papan blok
diantaranya Desyanti, Bakar., Sofyan. dan Hadi. (2000) meneliti tentang
pemanfaatan kayu sawit sebagai inti papan blok, dengan perlakuan ketebalan inti
dan kondisi perekatan strip inti dengan menggunakan perekat Urea Formaldehida
memberikan hasil sifat fisis (kadar air, kerapatan, stabilitas dimensi), sifat
mekanis (MOE, MOR dan keteguhan pegangan skrup) dan keteguhan rekat (geser
tarik dan delaminasi) kesemuanya dapat memenuhi standar ASTM, SNI dan JIS
kecuali untuk parameter delaminasi. Pemanfaatan kayu sawit sebagai inti papan
blok sampai dengan 80% masih dapat memenuhi standar tersebut di atas.
Xiang G dan Guo (1997), meneliti tentang sifat papan blok yang intinya
dibuat dari 10 jenis kayu dari Cina Selatan. Sifat papan yang dihasilkan dapat
memenuhi standar GB 5850-86, namun memperlihatkan reaksi yang berbeda dari
masing-masing. Hasilnya juga mengidentifikasikan bahwa kerapatan, kekerasan
dan susut dari inti mempengaruhi sifat dari papan blok.
Sulastiningsih, Sutigno dan Iskandar (1995), meneliti tentang pembuatan
papan blok 5 lapis dari kayu sengon dengan ketebalan inti 1 cm dan 1,5 cm
dengan variasi lebar strip inti ( 0,7 cm, 2,5 cm dan 7,6 cm): Lebar strip ternyata

7

mempengaruhi pengembangan tebal dan pengembangan panjang dari papan blok.
Tebal strip mempengaruhi pengembangan panjang dan pengembangan lebar.
Dari semua perlakuan hanya papan blok dengan tebal strip 1 cm dan lebar strip
0,7 cm yang memenuhi standar Jerman.
Penggunaan produk panel komposit diantaranya adalah untuk alas pada peti
kemas (container) atau yang lebih dikenal dengan container flooring. Container
flooring dibuat dari finir-finir kayu keras, yang disusun menjadi kayu lapis yang
tebal (tebal = 28 mm) dan mempunyai daya tahan yang lama dalam pemakaiannya
(www.awpanels.com.au/plywood/container-flooring.htm).

Container flooring

yang digunakan dalam kegiatan ekspor harus memenuhi kriteria International
Sanitary Phyto Material (ISPM)#15 jika bahan yang digunakan merupakan kayu
solid. Akan tetapi sertifikasi ISPM tersebut tidak berlaku jika komoditas ekspor
tersebut merupakan produk kayu olahan yang menggunakan perekat seperti kayu
lapis, papan partikel, serta finir.

B.

Perekat Polyurethane
Berbagai jenis perekat yang dikenal dan digunakan secara luas untuk

berbagai produk adalah urea formaldehida, melamin formaldehida, fenol
formaldehida dan resorsinol formaldehida.

Semua jenis perekat tersebut

mengandung senyawa formaldehida yang mudah lepas ke udara baik selama
proses pengerjaan maupun dalam penggunaannya. Pelepasan senyawa ini disebut
emisi formaldehida yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Vick, 1999).
Salah satu upaya untuk menanggulangi bahaya emisi tersebut adalah dengan
menggunakan perekat non formaldehida seperti isocyanate, epoxy, polyurethan,
maupun polivinil asetat. Dari beberapa jenis perekat tersebut, salah satu yang lebih
ekonomis dan efisien dalam penggunaan energi adalah polyurethan, karena
harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan perekat non formaldehida
lainnya, serta dapat matang pada suhu ruangan.
Polyurethane merupakan jenis perekat berbentuk cair dengan kekentalan
yang rendah sampai tinggi seperti gel, tersedia dalam satu atau dua sistem yang
reactive, warna bervariasi mulai dari bening sampai coklat, dan garis rekatnya
tidak berwarna. Perekat ini diaplikasikan langsung pada salah satu permukaan,

8

terutama pada permukaan yang terdapat uap air, reaktif dengan uap air pada
permukaan dan di udara. Selain dari itu perekat ini matang pada suhu ruangan
dengan tekanan yang besar untuk perekat yang kekentalannya rendah, tetapi
perekat yang berbentuk gel (kekentalan yang tinggi) hanya dibutuhkan tekanan
yang kecil. Perekat polyurethane ini memiliki kekuatan ikat yang tinggi baik
dalam kondisi basah atau kering, sangat tahan terhadap air dan kelembaban
dibandingkan kayu pada temperatur tinggi dan senyawa kimia (Vick, 1999,
Frihart, 2005).
Polyurethane tersusun dari senyawa diisocyanate dan polyol, terutama
polypropylene glycol dan polyester polyol.

C.

Bambu
Bambu adalah salah satu potensi bahan baku alternatif yang sangat

menjanjikan karena ketersediaannya yang melimpah, pertumbuhannya yang cepat,
serta mudah dibudidayakan (Muin et al. 2006). Pertumbuhan bambu yang sangat
cepat tersebut membuatnya telah tercatat dalam Guinness Book of Record (1999)
dimana beberapa jenis bambu termasuk dalam kelompok tumbuhan yang
pertumbuhannya paling cepat. Beberapa jenis diantaranya bahkan tumbuh luar
biasa dengan pertambahan tinggi 91 cm per hari.
Bambu merupakan ‘perennial grasses’ yang termasuk dalam subfamili
Bambusoidae, famili Graminiae dengan batang berkayu dan beruas-ruas.
Terdapat sekitar 87 genera dan lebih dari 1500 jenis bambu di dunia, dan sekitar
100 jenis diantaranya memiliki nilai ekonomi yang penting (Diver, 2001). Data
yang dikemukakan Maoyi and Bay (2004) menunjukkan semakin banyak jenis
bambu yang dikenal, yaitu lebih dari 1200 jenis diantaranya ditemukan di Asia.
Bambu memiliki banyak manfaat, baik manfaat ekologis maupun sebagai
bahan baku industri.

Secara ekologis, bambu sangat menguntungkan bagi

lingkungan karena menghasilkan biomassa yang sangat tinggi. Hutan bambu
dapat menghasilkan biomassa tujuh kali lebih banyak daripada pepohonan. Oleh
karenanya peranan hutan bambu sebagai penghasil oksigen (O2) dan penyerap
karbon dioksida (CO2) bagi kepentingan ekosistem global sangat penting,
khususnya di wilayah tropis dimana luas hutan alamnya terus menurun secara

9

drastis. Fungsi ekologis lain adalah kemampuannya dalam mencegah erosi karena
dapat memperkuat ikatan partikel tanah dan menahan limpasan air. Karena fungsi
ekologisnya yang beragam, bambu merupakan tanaman yang dapat digunakan
untuk pembudidayaan tanah marjinal (PT. Bambu Nusantara).
Pemanfaatan bambu sebagai bahan baku industri sering dijumpai pada
produk-produk konstruksi, tangga, pagar, kontainer, mebel, dan beberapa produk
kerajinan tangan. Selain pemanfaatan bambu yang umum tersebut, maka untuk
menggunakan bambu secara lebih tepat guna dan lebih luas, beberapa penelitian
tentang karakteristik dan sifat-sifat dasarnya telah dilaksanakan.
Dransfield dan Widjaya (1995) menuliskan dalam penelitiannya tentang
anatomi bambu yaitu kolom bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat
dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sive tubes).

Parenkim dan sel

penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan
serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar. Sedangkan susunan serat pada
ruas penghubung antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah
ke atas sedangkan parenkimnya berkurang. Hasil penelitian (Londono et al.,
2002) menunjukkan bahwa batang bambu jenis Guadua angustifolia dari
Kolumbia terdiri atas 40% serat, 51% parenkim dan 9% jaringan vascular. Hasil
penelitian Latif et al. (1990) pada jenis Bambusa vulgaris, Bambusa bluemeana,
dan Gigantochloa scortechinii berumur 1 – 3 tahun menunjukkan bahwa ukuran
vaskular bundle (rasio radial : tangensial) dan panjang serat berkorelasi positif
terhadap MOE dan tegangan pada batas proporsi. Ia menjelaskan bahwa bambu
yang memiliki serat yang lebih panjang akan lebih kaku jika ukuran vascular
bundle-nya lebih besar. Adapun hubungan antara panjang serat dengan keteguhan
geser adalah negatif. Tebal dinding serat berkorelasi positif dengan keteguhan
tekan dan MOE akan tetapi berkorelasi negatif dengan MOR.
Li et al. (2004) melaporkan bahwa sifat mekanis bambu meningkat dengan
peningkatan umurnya.

Penelitian yang ia lakukan lebih lanjut menunjukkan

bahwa konsentrasi vascular bundle meningkat dari bagian dalam ke luar (Li et al.
2007). Dalam penelitian yang sama ditemukan pula bahwa terdapat peningkatan
berat jenis yang signifikan antara bambu berumur 1 tahun dan 3 tahun yang
disebabkan oleh peningkatan jumlah sel dalam vascular bundle dan penebalan

10

sekunder dinding sel. Akan tetapi meskipun kandungan holosellulosa dan lignin
klason juga meningkat pada umur 3 tahun akan tetapi nilainya relatif kecil.
Demikian halnya dengan kandungan ekstraktif yang juga meningkat dari umur 1
tahun ke umur 3 tahun.
Hasil penelitian tentang sifat kimia bambu dikemukakan oleh Gusmailina
dan Suwardi 1988 dalam Krisdianto dkk., 2000 yang menyatakan bahwa bambu
memiliki kadar selulosa yang berkisar antara 42,4% - 53,6%, kadar lignin berkisar
antara 19,8% - 26,6%, sedangkan kadar pentosan 1,24% -3,77%, kadar abu
1,24% - 3,77%, kadar silika 0,10% - 1,28%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air
dingin) 4,5% - 9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3% - 11,8%
dan kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzene) 0,9% - 6,9%. Penelitian
Li et al. (2007) menunjukkan bahwa bambu Phyllostachys pubescens mengalami
peningkatan kandungan holosellulosa dan α-sellulosa dari pangkal ke ujung
batang, akan tetapi kandungan lignin (klason) dan kadar abunya tidak berbeda
nyata. Lapisan luar batang memiliki kadar holosellulosa, α-sellulosa, dan lignin
(klason) yang paling tinggi dibandingkan bagian lainnya dan memiliki kadar
ekstraktif dan kadar abu yang paling rendah.

Di sisi lain, kandungan silika

epidermis tiga kali lebih tinggi dari lapisan paling dalam bambu.
Selanjutnya penelitian tentang sifat fisik bambu dikemukakan oleh
Dransfield dan Widjaja (1995) yang menyatakan bahwa kadar air bambu
meningkat dari bawah ke atas dari umur 1 – 3 tahun, tetapi kemudian menurun
pada bambu yang berumur lebih dari 3 tahun. Kadar air meningkat pada musim
hujan jika dibandingkan dengan pada musim kemarau. Selanjutnya dikemukakan
oleh Hadjib dan Karnasudirdja (1986) bahwa beberapa hal yang mempengaruhi
sifat fisik dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal
daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial dari luar sampai
ke bagian dalam dan kadar air bambu. Berbeda dengan kayu yang mengalami
perubahan dimensi setelah kadar air menurun di bawah titik jenuh serat, dinding
sel dan diameter bambu mengalami penyusutan segera setelah bambu kehilangan
air (Tewari, 1992). Bambu yang berumur lebih tua (3 tahun) memiliki stabilitas
dimensi yang lebih tinggi dibandingkan bambu yang lebih muda (1 tahun) (Latif,
1993). Hasil penelitian Lee et al. (1994) menunjukkan bahwa penyusutan pada

11

arah radial jauh lebih besar yaitu dual kali lipat dibandingkan arah tangensial,
sementara penyusutan pada arah longitudil relatif dapat diabaikan.
Berdasarkan pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik dan sifatsifat bambu, maka dewasa ini, penggunaan bambu telah berkembang semakin luas
diantaranya menjadi bahan baku produk panel. Panel bambu multi fungsi yang
dibuat dengan cara menggabungkan produk bilik rakyat dengan bambu bulat
menggunakan perekat telah dikembangkan oleh Purwito (2005).

Jenis panel

bambu tersebut dapat digunakan sebagai komponen dinding, lantai, balok,
penutup atap dan pencetak beton. Noermalicha (2005) telah mengembangkan
suatu rancang bangun laminasi lengkungan bambu sebagai sebuah fenomena
desain berbasis teknologi menggunakan bambu betung, bambu tali dan bambu
andong. Pemanfaatan bambu sebagai bahan baku papan semen komposit telah
dilakukan oleh Suhasman et al. (2008). Dalam penelitian tersebut ditemukan
bahwa penggunaan bambu pada berbagai kelas umur (bambu muda, dewasa dan
tua) dengan metode konvensional ternyata menghasilkan papan semen dengan
kualitas yang relatif sama.

C.1. Risalah Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex
Heyne))
Bambu betung memiliki nama latin Dendrocalamus asper (Schult,) Backer
ex Heyne. Bambu betung juga memilik banyak nama daerah diantaranya untuk
kultivar hijau disebut Betung, Beto (manggarai), Bheto (Bajawa), Oo Patu (Bima)
dan Patung (Tetun), sedangkan untuk kultivar hitam disebut Bheto Laka
(Bajawa). Di kepulauan Sunda Kecil, bambu betung tersebar di segala tempat,
namun tumbuh paling baik di tempat yang kurang berair tetapi diameter
batangnya lecil. Jenis bambu ini berhabitat di tanah alluvial di daerah tropika
yang lembab dan basah, tetapi bambu ini juga tumbuh di daerah yang kering
dataran rendah maupun tinggi (Widjaya 2001).
Bambu betung merupakan bahan bangunan yang murah dan kuat, tetapi
dalam penggunaannya bambu jenis ini sangat disukai oleh bubuk. Serangan
bubuk ini erat sekali hubungannya dengan kandungan amilum atau zat pati dalam
bambu betung. Untuk mengurangi kandungan zat pati yang ada, perlu dilakukan

12

perlakuan yang efektif sebelum bambu tersebut digunakan sebagai bahan
bangunan (Prawirohatmojo 1979 dalam Krisdianto dkk., 2000).

C.2. Risalah Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. dan J.H. Schultes) Kurz))
Bambu tali dengan nama latin Gigantochloa apus (J.A. dan J.H. Schultes)
Kurz memiliki nama daerah pring tali, pring apus (Jawa), awi tali (Sunda).
Bambu tali ini tersebar di seluruh Jawa, tetapi juga tumbuh liar di Taman
Nasional Alas Purwo dan Meru Betiri. Habitat asli bambu tali adalah daerah
tropis yang lembab dan kering. Rumpun bambu tali ini adalah simpodial, rapat,
dan tegak (Widjaya 2001).

C.3. Risalah Bambu Andong (Gigantochloa verticillata (Willd.) Munro))
Bambu andong memiliki nama daerah pring gombong, pring andong, pring
surat (Jawa), awi andong, dan awi gombong (Sunda). Bambu ini tersebar di
seluruh Pulau Jawa dengan habitat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian
1500 mdpl dan tumbuh baik di daerah tropis yang lembab dengan rumpun
simpodial, tegak dan padat (Widjaya 2001).
D.

Limbah Kayu
Limbah kayu merupakan bagian kayu juvenil dari kayu karet (Hevea

brasiliensis (Willd. Ex A. Juss.) Mull. Arg.). Secara umum kayu karet memiliki
karakteristik sebagai berikut: ciri umum dari kayu karet adalah teras berwarna
putih sampai kuning muda; sedikit bercorak, tekstur yang dimilikinya agak kasar
sampai kasar dengan arah serat lurus; kerapatan kering oven dan kering udara
berturut-turut adalah 0,56 g/cm3 dan 0,6 g/cm3, keawetan alaminya rendah (mudah
terserang jamur pewarna), memiliki MOR 601 kg/cm2 dan MOE 61853 kg/cm2,
kekuatan tekan sejajar dan tegak lurus serat rendah yaitu 336 kg/cm2 dan 102
kg/cm2, kekerasan yang sedang (663 kg/cm2), memiliki kekuatan geser yang
tinggi (107 kg/cm2), serta penyusutan yang sedang ke arah radial dan tangensial
(3,1% dan 6,7%) (Kikata et al. 2002). Sifat lain dari kayu karet yang menarik
adalah mempunyai sifat perekatan yang baik dengan semua jenis perekat industri
(Boerhendhy dan Agustina 2006). Kayu juvenil adalah massa xylem atau bagian

13

kayu yang dibentuk oleh kambium vascular pada tahun-tahun pertama
pertumbuhan, saat kambium vascular masih dipengaruhi oleh kegiatan meristem
pucuk (meristem apikal). Kayu juvenil dibentuk oleh kambium sebagai hasil
perpanjangan pengaruh meristem apical pada daerah tajuk yang aktif (Panshin dan
de Zeeuw, 1980).
Kayu juvenil telah diberi batasan sebagai xilem sekunder yang dihasilkan
oleh aktifitas kambium yang dipengaruhi oleh kegiatan dalam meristem apikal.
Batasan ini berguna untuk menerangkan mengapa terdapat perubahan yang
berangsur-angsur dalam sifat kayu antara kayu juvenil dan kayu dewasa (Bowyer
dan Haygreen et.al., 2003). Istilah kayu juvenil kurang tepat disebut sebagai kayu
muda atau kayu remaja, karena bagian ini justru dibentuk pada tahun-tahun
pertama pertumbuhan pohon. Nama dan istilah lain untuk kayu juvenil mungkin
lebih tepat disebut kayu inti atau kayu hati, karena selalu terdapat di bagian tengah
di sekitar empulur, sedangkan kayu dewasa terletak di bagian luarnya (Pandit,
2000).
Banyak hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa mutu
kayu juvenil jauh lebih rendah dibandingkan kayu dewasa. Sebagai gambaran,
pada kayu daun jarum dan kayu daun lebar, sel-sel kayu juvenil lebih pendek
dibandingkan kayu dewasa.

Sel-sel dewasa pada kayu daun jarum dapat

mencapai 3 – 4 kali panjang sel-sel kayu juvenil, sedangkan panjang sel-sel
dewasa pada kayu daun lebar dapat mencapai dua kali panjang sel-sel yang
terdapat dekat empulur.
Demikian juga dengan kerapatan dan berat jenis kayu juvenil yang lebih
rendah dibandingkan kayu dewasa. Tebal dinding sel yang lebih tipis dan lain
sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharti (2001), Hartono, dkk. (2003),
Widiarty (2003), Darwis, dkk. (2005) kayu cepat tumbuh pada umur 7 dan 10
tahun seluruhnya masih tergolong kayu juvenil.
Kretschmann et.al. (1993) menulis bahwa laminated veneer lumber (LVL)
yang dibuat dari kayu juvenil memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan
LVL yang terbuat dari kayu dewasa.

14

E.

Finir
Menurut Perry (1948), finir adalah lembaran tipis yang diperoleh dari

pemotongan secara kupas atau sayat ataupun gergaji yang mempunyai ketebalan
tertentu dan seragam berkisar dari 0,24 mm sampai 6,00 mm dan jarang dibuat
finir yang tebal.
Finir kualitas rendah dari kayu lunak (softwood) yang tebal digunakan
secara luas untuk kayu lapis konstruksi, sedangkan finir kayu keras (hardwood)
digunakan untuk pembuatan kayu lapis sebagai panil, bagian-bagian bahan
industri, perabot rumah tangga dan sebagai konstruksi (Haygreen & Bowyer,
1996).
Haygreen dan Bowyer (1996) mengungkapkan bahwa secara garis besar
pembuatan finir dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) pemanasan blok,
(2) pemotongan finir, (3) penyimpanan dan pengguntingan finir, (4) pengeringan
finir.

III. BAHAN DAN METODE
A.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit Fakultas

Kehutanan IPB, Bogor dan UPT Biomaterial LIPI - Cibinong Science Centre.
Penelitian dilaksanakan selama enam bulan.

B.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa limbah kayu (log core)

dan finir dari kayu karet (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.),
bambu tali (Gigantochloa apus), bambu andong (Gigantochloa verticillata) dan
bambu betung (Dendrocalamus asper).

Perekat yang akan digunakan adalah

polyuretan yang diperoleh dari PT. Koyolem Indonesia. Karakteristik dari perekat
ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Perekat Polyurethane
Karakteristik Perekat

Keterangan

Wujud

Cairan putih

Kekentalan pada 250C

150 + 30 ps

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Pengembangan Papan Komposit Ramah Lingkungan dari Bambu, Finir dan Log Care Kayyu Karet (Hevea brasiliensis (Wild. Ex A. Juss.) Mull. Arg.)

0 15 129

Pengembangan Papan Komposit Ramah Lingkungan Dari Bambu, Finir dan Log Core Kayu Karet (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.)

1 10 119

Pengembangan Papan Komposit Ramah Lingkungan Dari Bambu, Finir dan Log Core Kayu Karet (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.)

0 2 119