ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS.

(1)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL………... vii

DAFTAR GAMBAR ………... Viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah………... 4

C. Batasan Masalah……… 4

D. Tujuan Penelitian ………. E. Manfaat Penelitian... 5 5 BAB II SUNGAI CIKAPUNDUNG, BIOASSESSMENT, PARAMETER KIMIAWI FISIK AIR, MAKROZOOBENTOS, INDEKS KESERAGAMAN SHANNON-WIENER, dan ANALISIS KLUSTER A. Profil DAS Cikapundung ………..………... 6

B. Bioassesment... 9

C. Parameter Kimiawi Fisik Air ...……….……. 9

D. Makrozoobenthos...………..…………... 15

E. Indeks Keseragaman Shannon-Wiener...……..…... F. Analisis Kluster...…………... 17 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………. 21


(2)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Lokasi Penelitian ..………. 21

D. Alat dan Bahan………... 22

E. Waktu Penelitian……… 22

F. Langkah Penelitian……….……… 22

G. Analisis Data……….. 31

H. Alur penelitian……… 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………..………. 34

1. Penelitian Pendahuluan………... 34

2. Deskripsi Umum Stasiun Pencuplikan……… 35

3. Profil Hidrologi Badan Air………..…… 47

4. Faktor Kimiawi dan Fisik Air………. 48

5. Profil Sedimen...………... 52

6. Profil Umum Makrobenthos Yang Tercuplik……..……… 7. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener... 8. Pengelompokan Sungai Cikapundung Dengan Program Analisis Kluster MVSP 3.22 ... 54 57 57 B. Pembahasan……… 63

1. Faktor Kimiawi Fisik Air Sungai Cikapundung…………... 63

2. Analisis Kluster Sungai Cikapundung Berbasis Data Makrobenthos...……… 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….……… 68

B. Saran………... 69

DAFTAR PUSTAKA……… 70

LAMPIRAN - LAMPIRAN………. 74


(3)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS


(4)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif analitik. Jenis penelitian ini merupakan suatu penelitian yang memerlukan suatu survei untuk menjelaskan suatu pola variasi di lingkungan alami secara akurat (Morrison, 1993).

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua benthos, air, dan sedimen yang tercuplik saat pencuplikan di aliran utama DAS Cikapundung

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua benthos, air, dan sedimen yang tercuplik dari stasiun pencuplikan di 9 titik pencuplikan DAS Cikapundung.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di lapangan dan di laboratorium. Pencuplikan benthos dan air serta pengukuran faktor abiotik dilaksanakan di sembilan stasiun pencuplikan di sepanjang DAS Cikapundung. Sembilan stasiun tersebut terletak di kawasan Gunung Bukit Tunggul, Kampung Cikapundung, Cipanjalu, Babakan Gentong, Maribaya, Babakan Siliwang, Banceuy, jalan Soekarno-Hatta, dan Dayeuh Kolot. Analisis faktor kimiawi air dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum Bandung. Analisis sampel benthos dan sedimen


(5)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilakukan di Laboratorium Ekologi Lingkungan, Jurusan Pendidikan biologi, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia.

D. Alat dan Bahan

Penelitian ini membutuhkan alat dan bahan untuk menunjang agar penelitian berlangsung dengan baik. Alat dan Bahan yang dibutuhkan terdapat dalam lampiran 1.

E. Waktu Penelitian

Penelitian diawali dengan dilakukan penelitian pendahuluan berupa observasi lapangan pada tanggal 31 September 2013 untuk penentuan lokasi stasiun pencuplikan. Pencuplikan benthos dan sampel air dilaksanakan di sembilan stasiun pencuplikan yang telah ditentukan. Alasan pengambilan sampel pada musim kemarau adalah karena tidak adanya degradasi bahan pencemar oleh pelarut (air hujan) sehingga data yang diperoleh lebih akurat (Bahri et al, 2003). Alokasi waktu yang digunakan mulai dari persiapan, penelitian pendahuluan hingga penelitian sekitar 3 bulan yang dilakukan selama bulan Oktober hingga Desember 2013.

F. Langkah Penelitian

Langkah penelitian meliputi tiga tahap, yaitu : persiapan, penelitian pendahuluan dan pelaksanaan penelitian. Rincian dari langkah penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Persiapan

Tahap persiapan meliputi persiapan alat dan bahan. Persiapan alat dan bahan dilakukan dengan menyediakan semua peralatan dan bahan yang diperlukan untuk penunjang penelitian seperti yang tercantum dalam daftar alat dan bahan.


(6)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Penelitian Pendahuluan

Tahap ini meliputi survey langsung lokasi penelitian dan penetapan stasiun pengambilan sampel secara purposive, yaitu pengambilan sampel dilakukan pada lokasi yang dianggap penting dan mewakili suatu fungsi lahan tertentu di sepanjang DAS Cikapundung. Pengamatan diawali di bagian hulu (Gunung Bukit Tunggul) hingga hilir (Dayeuh Kolot) dengan 13 calon stasiun pencuplikan seperti yang terlihat dari Tabel 3.1. Saat penelitian pendahuluan ini berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap rona lingkungan disekitar lokasi pencuplikan yang meliputi vegetasi dominan, tata guna lahan, potensi pencemar dan juga berbagai keadaan lingkungan lainnya.


(7)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.1. Daftar calon titik pencuplikan DAS Cikapundung

No Lokasi

Alamat Administrasi / ( Nama Desa ) *searah arus*

Lingkungan sekitar sungai / ( Fungsi lahan ) *searah arus*

Kanan Kiri Kanan Kiri

1. Sungai Cikapundung, Gunung Bukit Tunggul

Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat

Desa Panjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung Hutan atau kebun/perkebunan Hutan atau kebun/perkebunan

2. Sungai Cikapundung, setelah kampung Cikapundung

Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat

Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang,

Kabupaten Bandung Barat

Permukiman penduduk dan peternakan sapi

perah tradisional, tegalan/ladang

kebun/perkebunan

3.

Sungai Cikapundung, setelah bertemu dengan sungai Cisarua daerah Kosambi

Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Bandung Barat

Desa Mekarmanik, Kecamatan cimenyan, Kab. Bandung Permukiman penduduk dan tegalan/ladang Hutan atau kebun/perkebunan 4.

Sungai Cikapundung, setelah bergabung dengan sungai Cisarua

Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Bandung Barat

Desa Ciburial, Kecamatan Cibeunying

Kaler, Kabupaten Bandung

Permukiman penduduk, kebun budidaya dan persawahan tadah hujan

Hutan atau kebun/perkebunan


(8)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5.

Sungai Cikapundung, Kp Babakan Gentong

Desa Langensari, kecamatan Lembang, kabupaten Bandung Barat

Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Bandung Barat

Permukiman penduduk, kebun budidaya dan persawahan tadah hujan

Hutan atau kebun/perkebunan

6. Sungai Cikapundung, Maribaya

Desa Cikondang, kecamatan Lembang, kabupaten Bandung Barat

Desa Lamajang, kecamatan Cibeunying

kaler, Kota Bandung,

Hutan atau kebun/perkebunan

Hutan atau kebun/perkebunan

7. Sungai Cikapundung, Pakar

Kelurahan Ciumbuleuit, kecamatan Cidadap, kota

Bandung

Desa Ciburial, kecamatan Cibeunying kaler, Kota

Bandung

Hutan atau kebun/perkebunan

Hutan atau kebun/perkebunan

8. Sungai Cikapundung, Babakan siliwangi

Kelurahan Hegarmanah, kecamatan Cidadap, kota

Bandung

Kelurahan Dago, kecamatan Coblong, kota

Bandung

Permukiman Permukiman

9. Sungai Cikapundung, Babakan Ciamis

Kelurahan Bbk Ciamis, Kecamatan Sumur

Bandung

Kelurahan Bbk Ciamis, Kecamatan Sumur

Bandung

Permukiman Permukiman

10.

Sungai Cikapundung, Melong Kelurahan Pungkur, Kec. Regol, kota Bandung

Kelurahan Cikawao, Kecamatan Lengkong,

Kota Bandung


(9)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

11. Sungai Cikapundung, Banceuy

Kelurahan Braga, Kec. Sumur Bandung

Kelurahan Braga, Kec. Sumur Bandung

Permukiman/pertokoan Permukiman/pertokoan

12. Sungai Cikapundung, By Pass Jl Soekarno-Hatta

Kelurahan Pasirluyu, Kecamatan Regol, Kota

Bandung

(depam gedung PPGL)

Kelurahan Cijagra, Kecamatan Lengkong,

Kota Bandung

Permukiman Permukiman

13.

Sungai Cikapundung sebelum bertemu dengan Sungai Citarum (Babakan dengki)

Desa Dayeuh Kolot, Kecamatan Dayeuh Kolot,

kota Bandung

Desa Bojong soang, Kecamatan Bojong Soang, Kota Bandung


(10)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di sembilan stasiun pencuplikan yang telah ditentukan (Tabel 3.2) dengan tiga kali pengulangan dengan urutan titik pencuplikan mulai dari arah hulu hingga ke hilir. Penentuan lokasi penelitian didasarkan atas tata guna lahan, rona lingkungan dan kemudahan akses dalam mencapai lokasi penelitian.

Tabel 3.2. Lokasi Sembilan Stasiun Pencuplikan di DAS Cikapundung

No. Lokasi Administrasi

Titik 1 Gunung Bukit Tunggul (jembatan kuning)

Ds Sutenjaya Lembang

Titik 2 Kampung Cikapundung (sasak beureum)

Kp Cikapundung Lembang

Titik 3 Daerah Kosambi-Cisarua Ds Cibodas Lembang Titik 4 Babakan Gentong/

Cibodas-Lembang

Ds Langensari Lembang

Titik 5 Maribaya Ds Cikondang Lembang

Titik 6 Babakan Siliwangi-Bandung

Kel. Hegarmanah Bandung

Titik 7 Banceuy-Bandung Kel. Braga Bandung Titik 8 Jl.Soekarno-Hatta –

Bandung

Kel. Pasirluyu Bandung

Titik 9 Dayeuh Kolot, sebelum bertemu Sungai Citarum

Ds Dayeuhkolot BAndung


(11)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a) Faktor Hidrologi Badan Air

Pengukuran faktor hidrologi badan air yang dilakukan meliputi pengukuran kecepatan arus (V), lebar sungai, kedalaman sungai, dan debit air (Q). Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Pengukuran kecepatan arus dengan cara menghitung waktu tempuh sebuah gabus melewati jarak x meter. Pengukuran lebar sungai dengan menggunakan meteran. Pengukuran kedalaman sungai dengan menggunakan tongkat berskala. Pengukuran debit air dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Keterangan : Q = debit air (m3/s) A = luas penampang (m2) V = kecepatan arus (m/s)

(Effendi, 2003) b) Parameter Fisik dan Kimiawi Air

Pengukuran parameter fisik dan kimiawi air dilakukan di dua tempat, yaitu pengukuran langsung di titik pencuplikan dan analisis yang dilakukan di laboratorium.

1) Pengukuran di Lapangan

Pengukuran parameter fisik-kimiawi air yang dilakukan langsung di lapangan (in situ) meliputi unsur-unsur yang dapat berubah dengan cepat seperti suhu, konduktivitas, pH dan DO. Pengukuran semua parameter dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Cara pengukuran parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:


(12)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Parameter suhu di ukur langsung dengan menggunakan thermometer air raksa.

b. Konduktivitas diukur langsung dengan menggunakan konduktivitimeter. c. Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut diukur dengan titrasi Winkler

Method. Sample air sebanyak 250 ml diambil dengan botol sampel kemudian ditutup rapat, kemudian diberi 1 ml MnSO4.4H2O, lalu 1 ml larutan alkaline iodide, larutan dicampur dengan membolak-balikan botol. Setelah itu dibiarkan hingga terbentuk endapan 1/3 botol sampel. Endapan dilarutkan dengan menambahkan 1 ml H2SO4 pekat lalu dicampur dengan membolak-balikan botol. Sebanyak 50 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian larutan dititrasi menggunakan larutan Na-tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0.0125 N sampai berwarna kuning pucat, kemudian ditambahkan 3 tetes larutan kanji 1 % sampai larutan berwarna biru. Titrasi dilanjutkan dengan menggunakan larutan Na-tiosulfat 0.0125 N sampai warna biru hilang. Banyaknya larutan Na-tiosulfat 0.0125 N yang digunakan dicatat (Titrasi Winkler - Michael, 1984).

2) Pencuplikan di Laboratorium

Pencuplikan sampel air untuk analisis kimiawi di laboratorium dilakukan dengan menggunakan wadah berupa jerigen plastik. Sampel air yang dicuplik kemudian dibawa untuk dianalisis di Laboratorium Lingkungan Perairan PUSAIR, Departemen Pekerjaan Umum Bandung. Analisis kimiawi air yang dilakukan di laboratorium meliputi analisis kadar ammonium (NH4), nitrat (NO3), ortofosfat, dan BOD yang sesuai dengan metode SNI (Standar Nasional Indonesia).

a. Pengukuran BOD dilakukan dengan cara menyaring 100 mL air, kemudian diambil sebanyak 75 mL, selanjutnya diencerkan dengan


(13)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

aquadest sampai 375 mL. Air dimasukkan kedalam dua botol Winkler. Kadar oksigen botol pertama ditentukan pada waktu itu juga.

b. Pengukuran kadar ammonium dalam air dilakukan dengan mengambil 25 mL sampel air yang telah disaring, kemudian ditambahkan 1 mL garam Signette dan 0,5 mL larutan Nessler. Larutan dibiarkan selama 10 menit. Kadar ammonium diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 125 mu.

c. Kadar nitrat diukur dengan cara mengambil 25 mL sampel air yang telah disaring kemudian ditambahkan sulfonilic acid, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 5 menit. Setelah itu ditambahkan 0,5 mL larutan naftilamine dan 0,5 mL larutan Na-Asetat 27,5%. Dibiarkan selama 15 menit kemudian kadar nitrat dalam sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 mu.

d. Pengukuran kadar ortofosfat dilakukan dengan mengambil 25 mL sampel air yang telah disaring kemudian ditambahkan 0,25 mL reduktor SnCl2 dan 1,0 mL larutan ammonium molibdat kemudian dibiarkan sampai 10 menit. Kadar ortofosfat dalam sampel diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 650 mu.

c) Sampel Benthos

1) Pencuplikan sampel

Pencuplikan sampel Benthos dilakukan dengan menggunakan surbernet yang sesuai dengan SNI yaitu terbuat dari benang nilon yang ditenun dan memiliki ukuran mata jaring 0.595 mm dalam keadaan terbuka, panjang jala 69 cm dan ukuran permukaan depan 30.5 cm x 30.5 cm.

Metode yang digunakan dalam pencuplikan adalah metode traveling kick-net (Bode R. W. et al,1990; Sudarso, 2007; Bahri, 2006). Standarisasi waktu untuk setiap pengambilan sampel kurang lebih selama


(14)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

15 menit dengan panjang daerah pengambilan sampel kurang lebih 10 meter dengan pencuplikan sebanyak tiga kali ulangan (Sudarso, 2007; Bahri, 2006).

Cara pengambilan sampel dengan metode ini dengan cara meletakkan mulut jala surber melawan arus air. Sedimen yang terletak di depan jala ditendang dengan menggunakan kaki agar masuk ke dalam jala (Michael, 1984). Sampel Benthos dan sedimen yang tercuplik dimasukkan ke dalam kantung plastik yang telah diberi label nama lokasi dan tanggal pencuplikan kemudian diberi formalin 40%

2) Sortir dan Identifikasi Benthos

Penyortiran benthos dari sampel yang diambil dilakukan secara manual dengan cara mengayak substrat dengan menggunakan saringan berukuran pori 0.5 mm dan memisahkan semua jenis Benthos yang ditemukan dari substratnya (Bispo. P. C. et al, 2006). Jenis Benthos yang sama kemudian dipisahkan dan dimasukkan kedalam botol polyethylene (Michael, 1984) yang telah diberi label sesuai dengan kode lokasi dan di isi alkohol 70%. Sampel kemudian diidentifikasi sampai taksa terendah yang mungkin teridentifikasi di bawah mikroskop stereo (Duran, 2006) dengan pembesaran sampai 20 kali (Bahri, 2006). Pengidentifikasian sampel Hydropsyche dengan menggunakan buku identifikasi Meritt dan Cummins (1996), Edmonson (1959), dan Ingram et al (1997).

G. Analisis Data

Untuk mengetahui ordinasi dan klasifikasi DAS Cikapundung berdasarkan data biologi, dilakukan perhitungan benthos secara kuantitatif dan kualitatif yang ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan grafik. Hasil data yang diperoleh diolah menjadi data kluster berupa dendogram dengan bantuan program MVSP 3.22 dengan menggunakan indeks sorensen’s.


(15)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk mengetahui kriteria keanekaragaman species benthos di tiap titik pengamatan, dilakukan penghitungan Indeks Shannon-Wiener yang merupakan indeks yang biasa digunakan di seluruh dunia. Indeks ini digunakan untuk menghitung diversitas biotik ekosistem akuatik dan terestrial. Rumus indeks tersebut adalah :

Keterangan :

H = indeks diversitas spesies S = jumlah spesies

pi = proporsi total sampel pada spesies ke i

Dari perhitungan indeks keanekaragaman, hasilnya lalu dibandingkan dengan tabel kriteria untuk menentukan kualitas airnya (Tabel 3.3).

Tabel 3.3. Kategori pencemaran Indeks Shannon-Wiener

Sumber : (Lee, 1978, dalam Zimmerman, MC., 1993)

Hubungan tiap ordo dari hasil klasifikasi benthos dengan habitat dasar ekosistem sungai dapat dijelaskan dengan analisa nodul. Analisa nodul adalah penggabungan kelompok habitat dasar dengan kelompok ordo dengan hasil pi pada perhitungan Shannon-Wiener yang dikalikan dengan masing-masing ordo yang berbeda. Anggota kelompok ordo tertentu dapat dikatakan berada/konstan


(16)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pada kelompok habitat tertentu apabila kelompok order tersebut memiliki tingkat kekonstanan yang tinggi (Cij = 1), adapun kelompok order dikategorikan memiliki tingkat kekonstanan rendah apabila Cij < 0,5. Nilai fidelitas (Fij) merupakan nilai preferensi kelompok ordo terhadap kelompok habitat yang didapat dari nilai Cij masing-masing ordo yang dihubungkan dengan nilai Cij pada kelompok habitat (kluster).

H. Alur Penelitian

Seminar Proposal STUDI PUSTAKA

Penyusunan Proposal

Gambaran Lokasi Penelitian

Survei Menentukan Lokasi Sampling

Pelaksanaan Penelitian

Sampling air dan sedimen

Sampling Makrozoobenthos

Uji Parameter fisik-kimiawi

Sortir, Identifikasi, penghitungan kelimpahan benthos

Pengolahan data

Penyusunan laporan


(17)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengukuran Kimiawi-Fisik Air menunjukkan secara umum bahwa kualitas air DAS Cikapundung dari Titik satu ke Titik sembilan semakin tercemar. Hal tersebut terlihat dari peningkatan nilai BOD dari titik satu sebesar 0,08 mg/l hingga ke titik sembilan dengan nilai 36 mg/l. Nilai BOD ini berbanding terbalik dengan penurunan nilai DO dari titik satu dengan nilai 7,4 mg/l hingga ke titik sembilan sebesar 0,82 mg/l.

Keanekaragaman jenis dan kelimpahan makrobenthos yang dihitung dengan Indeks Shannon-Wiener menunjukkan keaneakaragaman sedang di hampir semua titik pencuplikan, kecuali pada titik enam dan delapan yang masuk ke dalam kategori rendah. Semua ordo makrobenthos yang tercuplik di tiap titik pencuplikan menggambarkan kondisi lingkungan di perairan tersebut.

Pengaruh berbagai tingkat pencemaran terhadap kluster dan klasifikasi makrobenthos di DAS Cikapundung menjadikan tiap kluster memiliki kriteria tertentu yang memisahkan anggotanya dari kluster lainnya. Kluster lima merupakan kluster yang isinya beranggotakan lokasi dengan kriteria pencemaran yang belum terlalu berat. Kluster satu berisi lokasi dua yang dikategorikan tercemar ringan dengan nilai spesifik tertentu. Sedangkan kluster dua, tiga, dan empat adalah kluster yang sudah cukup tercemar hingga tercemar berat.

Klasifikasi Makrobenthos di sembilan titik pencuplikan yang diolah dengan Program MVSP 3.22 Metode Indeks Kesamaan Sorensen (So) membagi DAS Cikapundung menjadi lima kluster. Kluster pertama ditempati oleh titik pencuplikan dua, kluster dua ditempati oleh titik pencuplikan sembilan, kluster tiga ditempati titik pencuplikan enam, kluster


(18)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

empat ditempati titik pencuplikan delapan dan tujuh, dan yang terakhir, kluster lima ditempati oleh titik pencuplikan empat, lima, tiga, dan satu. Pemotongan titik kluster pada dendogram dilakukan berdasarkan rata-rata dari indeks sorensen (skala 0,7829).

B. Saran

Untuk selanjutnya diharapkan dilakukan penelitian yang sama secara berkala pada tempat dan waktu yang berbeda untuk melihat perubahan kondisi lingkungan perairan yang terjadi, serta untuk menguji kekonstanan hasil dari analisis kluster dengan Program MVSP 3.22.


(19)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

APHA. (1992). Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. 18th edition. Washington.

Ardi. (2002). Pemanfaatan Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana (S3),

Institut Pertanian Bogor [Online]. Tersedia:

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/04212/ardi.htm. [19 Oktober 2009]. Bahri, S., Hidayat., dan Priadie, B. (2003). Analisis Kualitas Air Sungai secara

Cepat Menggunakan Makrozoobenthos : Studi Kasus Sungai Cikapundung. Prosiding Kolokium Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. Bandung.

Bahri, S. (2007). “Prediksi Tingkat Pencemaran Air Sungai Menggunakan Indeks Kimia-Fisika dan Metrik Bentik Makroinvertebrata”. Makalah dalam Diskusi Ilmiah Terbatas. Bandung: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat.

Barbour, et al. (1999). Rapid Bioassesment Protocols For Use In Streams ang Wadeable Rivers : Periphyton, Bentic Macroinvertebrate and Fish. 2nd Edition. EPA 841-B-99-022, U.S. EPA, Office of Water. Washington, D.C. Bispo, P. C, Oliveira, L. G., Bini, L. M., dan Sousa, K. G. (2006).

“Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera Assemblages from Riffles in Mountain Streama of Central Brazil: Environmental Factors Influencing The Distribution and Abundance of Immatures”. Braz. J. Biol. 66 (2B): 611-622.

Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Data Tahunan Debit Sungai (Hydrology Year Book). Bandung : PUSAIR.

Effendi, H. (2003).Telaah kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius Press.

Harry. (2007). Keracunan Nitrit-Nitrat [Online]. Tersedia :

http://klikharry.files.wordpress.com/2007/02/keracunan-nitrit-nitrat.doc. [29 januari 2010].

Hawkes, H. A. 1978. Invertebrates as Indicators of River Water Quality dalam A. James dan L. Evison (Ed.) Biological Indicator of Water Quality. John Willey & Sons. Toronto.


(20)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Herlianty, S. (2009). Komunitas Makrobentos Sungai Cikapundung di Aliran Pembuangan Limbah Peternakan Sapi Perah. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Krebs, C. J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and Abundance. Ed. New York: Harper and Row Publishers. 654 p.

Livingstone, D. M. 1991. The diel Oxygen Cycle In Three Subalphine Swiss Streams. Arch. Hydrobiol. 120:457-479.

Mason, J, 1981. Biology of Freshwater Pollutions. Logman. London. 215 p. Ministry of Water Resources and Irrigation. (2003). National Water Quality

Monitoring Component 1000, Cairo – Egypt : National Water Research Center.[Online]. Tersedia: www.nwrc-egypt.org [3 November 2009]

Mellanby, H. (1963). Animal in Freshwater (A Guide to Freshwater Invertebratae). London: Methuen & Co. Ltd.

Meyer, J. R (2001). Department of Ecology. NC State University. [Online]. Tersedia:http://www.cals.ncsu.edu./course/ent45/compendium/caddis~.html . [21 Oktober 2009]

Merrit, R. W dan Cummins. (1996). An Introduction to The Aquatic Insect of Norr America. 3rd edition. Iowa: Kendall/ Hunt Publishing Company.

Michael, P. (1984). Ecologycal Methods for Field and Laboratory Investigation. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Morisson, D. A. (1993). An Introduction to Experimental Design. Sidney : University of Tecnology.

Mundahl, N. D dan Kraft, K. J. (1988). “Abundance and growth of three species of aquatic insects exposed to sueface-release hydropower flows”. J. N. Am. Benthol. Soc. Vol. 7 (2):100-108.

Odum E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Oktari, A. (2002). Kandungan Nutrient di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Cikapundung Berdasarkan Peruntukan Lahan, Bandung. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.


(21)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pennak, R. W. (1978). Freshwater of The United states of America. Colorado: John Wiley & Sons. Inc.

Rahayu, S. S. (2009). Pengukuran BOD dan COD. [Online]. Tersedia: http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/instrumentasi-dan-pengukuran/pengukuran-ph/. [27 januari 2010].

Sudarso, Y. (2007). Pengembangan Sistem Bioassessment pada Sungai. Puslit. Limnologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung. PT. Tarsito Bandung.

Surtikanti, H. et al. (2002). “Water and Sediment Quality of Cikapundung River

Based on Land Used”. Jurnal Seminar Ilmiah. Salatiga (in Press).

Surtikanti, H. (2004). Populasi Planaria di lokasi Bukit Tunggul dan Maribaya, Bandung Utara. Jurnal Matematika dan Sains, Vol. 9 No. 3. hal 259-262. Swingle, H. S. 1968. Standarization of Chemical Analysis for Water and Pond

Muds. FAO Fish rep., Vol 3.

Suwondo, H. et al. (2004). Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos”. Jurnal Biogenesis, Vol. 1(1): 15-20.

Tn A. (2009). Pemkot Bandung Gelar”Gerakan Cikapundung Bersih” Bandung. Pelita. [Online]. Tersedia: http://www.pelita.or.id/baca.php?id=22515. [21 oktober 2009].

Tn B. (2006). Gerakan Cikapundung Bersih Melalui Revitalisasi Sungai Cikapundung. [Online]. Tersedia: http://www.bplhdjbar.go.id. [21 oktober 2009].

Tn E. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Tontowi. (1993). Penggunaan Indeks Kimia-Fisika Untuk Menilai Kualitas Air Citarum. Puslitbang Pengairan. Bandung.

Trihadiningrum, Y. (2007). Hewan Makrobentos [Online] Tersedia: http://www.geocities.com/tlundip_smg/penulisan_KP.pdf. [21 Oktober 2009].


(22)

Maharani Asih, 2014

ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN DAS CIKAPUNDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MVSP 3.22 BERBASIS DATA MAKROBENTHOS

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Vannote, R. L., B. W. Sweeney. 1980. A Conceptual Model for Evaluating The Effect of Natural and Modified Thermal Regimes and Aquatic Insect Communities. Am. Nat. 115: 667-695.

Widiastuti, E. 1983. Kualitas Air Cakung Ditinjau Dari Kelimpahan Hewan Makrobentos. Fakultas Pasca sarjana IPB. Bogor.

Widyorini, N. 1995. Dampak Ekomorfologis Pencemaran terhadap Makrobentos di Perairan Estuarin Kabupaten Batang. Lembaga penelitian Undip Semarang.

Yovitner. 2005. Aplikasi (Fawl Indeks) dan Biota dalam Klasifikasi Pencemaran (Kasus Perairan Teluk Jakarta). Program Pasca Sarjana/S3 IPB. Bogor.

Yuningsih. 2007. Keracunan Nitrat-Nitrit dan Upaya Pencegahannya. Jurnal

Litbang Pertanian, 26 (4):155.

Zimmerman, MC. 1993. The Usesd of Biotic Index as an Indication of Water quality. Proceeding of The 5th Workshop Conference of The Association for Biology Laboratoty Education (ABLE). KS 660-45


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengukuran Kimiawi-Fisik Air menunjukkan secara umum bahwa kualitas air DAS Cikapundung dari Titik satu ke Titik sembilan semakin tercemar. Hal tersebut terlihat dari peningkatan nilai BOD dari titik satu sebesar 0,08 mg/l hingga ke titik sembilan dengan nilai 36 mg/l. Nilai BOD ini berbanding terbalik dengan penurunan nilai DO dari titik satu dengan nilai 7,4 mg/l hingga ke titik sembilan sebesar 0,82 mg/l.

Keanekaragaman jenis dan kelimpahan makrobenthos yang dihitung dengan Indeks Shannon-Wiener menunjukkan keaneakaragaman sedang di hampir semua titik pencuplikan, kecuali pada titik enam dan delapan yang masuk ke dalam kategori rendah. Semua ordo makrobenthos yang tercuplik di tiap titik pencuplikan menggambarkan kondisi lingkungan di perairan tersebut.

Pengaruh berbagai tingkat pencemaran terhadap kluster dan klasifikasi makrobenthos di DAS Cikapundung menjadikan tiap kluster memiliki kriteria tertentu yang memisahkan anggotanya dari kluster lainnya. Kluster lima merupakan kluster yang isinya beranggotakan lokasi dengan kriteria pencemaran yang belum terlalu berat. Kluster satu berisi lokasi dua yang dikategorikan tercemar ringan dengan nilai spesifik tertentu. Sedangkan kluster dua, tiga, dan empat adalah kluster yang sudah cukup tercemar hingga tercemar berat.

Klasifikasi Makrobenthos di sembilan titik pencuplikan yang diolah dengan Program MVSP 3.22 Metode Indeks Kesamaan Sorensen (So) membagi DAS Cikapundung menjadi lima kluster. Kluster pertama ditempati oleh titik pencuplikan dua, kluster dua ditempati oleh titik


(2)

empat ditempati titik pencuplikan delapan dan tujuh, dan yang terakhir, kluster lima ditempati oleh titik pencuplikan empat, lima, tiga, dan satu. Pemotongan titik kluster pada dendogram dilakukan berdasarkan rata-rata dari indeks sorensen (skala 0,7829).

B. Saran

Untuk selanjutnya diharapkan dilakukan penelitian yang sama secara berkala pada tempat dan waktu yang berbeda untuk melihat perubahan kondisi lingkungan perairan yang terjadi, serta untuk menguji kekonstanan hasil dari analisis kluster dengan Program MVSP 3.22.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

APHA. (1992). Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. 18th edition. Washington.

Ardi. (2002). Pemanfaatan Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana (S3), Institut Pertanian Bogor [Online]. Tersedia: http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/04212/ardi.htm. [19 Oktober 2009]. Bahri, S., Hidayat., dan Priadie, B. (2003). Analisis Kualitas Air Sungai secara

Cepat Menggunakan Makrozoobenthos : Studi Kasus Sungai Cikapundung. Prosiding Kolokium Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. Bandung.

Bahri, S. (2007). “Prediksi Tingkat Pencemaran Air Sungai Menggunakan Indeks Kimia-Fisika dan Metrik Bentik Makroinvertebrata”. Makalah dalam Diskusi Ilmiah Terbatas. Bandung: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat.

Barbour, et al. (1999). Rapid Bioassesment Protocols For Use In Streams ang Wadeable Rivers : Periphyton, Bentic Macroinvertebrate and Fish. 2nd

Edition. EPA 841-B-99-022, U.S. EPA, Office of Water. Washington, D.C. Bispo, P. C, Oliveira, L. G., Bini, L. M., dan Sousa, K. G. (2006).

“Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera Assemblages from Riffles in Mountain Streama of Central Brazil: Environmental Factors Influencing The Distribution and Abundance of Immatures”. Braz. J. Biol. 66 (2B): 611-622.

Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Data Tahunan Debit Sungai (Hydrology Year Book). Bandung : PUSAIR.

Effendi, H. (2003).Telaah kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius Press.

Harry. (2007). Keracunan Nitrit-Nitrat [Online]. Tersedia :

http://klikharry.files.wordpress.com/2007/02/keracunan-nitrit-nitrat.doc. [29 januari 2010].

Hawkes, H. A. 1978. Invertebrates as Indicators of River Water Quality dalam A. James dan L. Evison (Ed.) Biological Indicator of Water Quality. John


(4)

Herlianty, S. (2009). Komunitas Makrobentos Sungai Cikapundung di Aliran Pembuangan Limbah Peternakan Sapi Perah. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Krebs, C. J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and Abundance. Ed. New York: Harper and Row Publishers. 654 p.

Livingstone, D. M. 1991. The diel Oxygen Cycle In Three Subalphine Swiss Streams. Arch. Hydrobiol. 120:457-479.

Mason, J, 1981. Biology of Freshwater Pollutions. Logman. London. 215 p. Ministry of Water Resources and Irrigation. (2003). National Water Quality

Monitoring Component 1000, Cairo – Egypt : National Water Research Center.[Online]. Tersedia: www.nwrc-egypt.org [3 November 2009]

Mellanby, H. (1963). Animal in Freshwater (A Guide to Freshwater Invertebratae). London: Methuen & Co. Ltd.

Meyer, J. R (2001). Department of Ecology. NC State University. [Online]. Tersedia:http://www.cals.ncsu.edu./course/ent45/compendium/caddis~.html . [21 Oktober 2009]

Merrit, R. W dan Cummins. (1996). An Introduction to The Aquatic Insect of Norr America. 3rd edition. Iowa: Kendall/ Hunt Publishing Company.

Michael, P. (1984). Ecologycal Methods for Field and Laboratory Investigation. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Morisson, D. A. (1993). An Introduction to Experimental Design. Sidney : University of Tecnology.

Mundahl, N. D dan Kraft, K. J. (1988). “Abundance and growth of three species of aquatic insects exposed to sueface-release hydropower flows”. J. N. Am. Benthol. Soc. Vol. 7 (2):100-108.

Odum E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Oktari, A. (2002). Kandungan Nutrient di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Cikapundung Berdasarkan Peruntukan Lahan, Bandung. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.


(5)

Pennak, R. W. (1978). Freshwater of The United states of America. Colorado: John Wiley & Sons. Inc.

Rahayu, S. S. (2009). Pengukuran BOD dan COD. [Online]. Tersedia: http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/instrumentasi-dan-pengukuran/pengukuran-ph/. [27 januari 2010].

Sudarso, Y. (2007). Pengembangan Sistem Bioassessment pada Sungai. Puslit. Limnologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung. PT. Tarsito Bandung.

Surtikanti, H. et al. (2002). “Water and Sediment Quality of Cikapundung River

Based on Land Used”. Jurnal Seminar Ilmiah. Salatiga (in Press).

Surtikanti, H. (2004). Populasi Planaria di lokasi Bukit Tunggul dan Maribaya, Bandung Utara. Jurnal Matematika dan Sains, Vol. 9 No. 3. hal 259-262. Swingle, H. S. 1968. Standarization of Chemical Analysis for Water and Pond

Muds. FAO Fish rep., Vol 3.

Suwondo, H. et al. (2004). Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos”. Jurnal Biogenesis, Vol. 1(1): 15-20.

Tn A. (2009). Pemkot Bandung Gelar”Gerakan Cikapundung Bersih” Bandung.

Pelita. [Online]. Tersedia: http://www.pelita.or.id/baca.php?id=22515. [21 oktober 2009].

Tn B. (2006). Gerakan Cikapundung Bersih Melalui Revitalisasi Sungai Cikapundung. [Online]. Tersedia: http://www.bplhdjbar.go.id. [21 oktober 2009].

Tn E. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Tontowi. (1993). Penggunaan Indeks Kimia-Fisika Untuk Menilai Kualitas Air Citarum. Puslitbang Pengairan. Bandung.

Trihadiningrum, Y. (2007). Hewan Makrobentos [Online] Tersedia: http://www.geocities.com/tlundip_smg/penulisan_KP.pdf. [21 Oktober 2009].


(6)

Vannote, R. L., B. W. Sweeney. 1980. A Conceptual Model for Evaluating The Effect of Natural and Modified Thermal Regimes and Aquatic Insect Communities. Am. Nat. 115: 667-695.

Widiastuti, E. 1983. Kualitas Air Cakung Ditinjau Dari Kelimpahan Hewan Makrobentos. Fakultas Pasca sarjana IPB. Bogor.

Widyorini, N. 1995. Dampak Ekomorfologis Pencemaran terhadap Makrobentos di Perairan Estuarin Kabupaten Batang. Lembaga penelitian Undip Semarang.

Yovitner. 2005. Aplikasi (Fawl Indeks) dan Biota dalam Klasifikasi Pencemaran (Kasus Perairan Teluk Jakarta). Program Pasca Sarjana/S3 IPB. Bogor.

Yuningsih. 2007. Keracunan Nitrat-Nitrit dan Upaya Pencegahannya. Jurnal

Litbang Pertanian, 26 (4):155.

Zimmerman, MC. 1993. The Usesd of Biotic Index as an Indication of Water quality. Proceeding of The 5th Workshop Conference of The Association for Biology Laboratoty Education (ABLE). KS 660-45