Tingkat Partisipasi Ibu Rumah Tangga Dalam Kelompok Peduli Lingkungan Di Sub Das Cikapundung Jawa Barat

TINGKAT PARTISIPASI IBU RUMAH TANGGA DALAM
KELOMPOK PEDULI LINGKUNGAN DI SUB DAS
CIKAPUNDUNG JAWA BARAT

HELNAFRI ANKESA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Tingkat Partisipasi Ibu
Rumah Tangga dalam Kelompok Peduli Lingkunga di Sub DAS Cikapundung
Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Helnafri Ankesa
NIM I351130031

RINGKASAN
HELNAFRI ANKESA. Tingkat Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Kelompok
Peduli Lingkungan di Sub DAS Cikapundung Jawa Barat. Dibimbing oleh SITI
AMANAH dan PANG S. ASNGARI
Penurunan kualitas Sub DAS Cikapundung disebabkan oleh berbagai faktor,
salah satunya perilaku membuang sampah yang tidak pada tempatnya oleh warga
sekitar. Kesadaran masyarakat terhadap peduli lingkungan sangat penting demi
kelangsungan Sub DAS Cikapundung. Isu lingkungan Cikapundung mengundang
perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk gerakan kelompok.
Pembentukan kelompok menjadi modal yang perlu dikembangkan untuk
meningkatkan keaktifan partisipasi ibu rumah tangga.
Sub DAS Cikapundung mengalir dari Kabupaten Bandung Barat bermuara
di sungai Citarum. Tiga bagian aliran Sub DAS Cikapundung yaitu bagian hulu

Desa Sunten Jaya Kabupaten Bandung Barat, bagian tengan Kelurahan Lebak
Siliwangi Kota Bandung, dan bagian hilir di Desa Dayeuh Kolot Kabupaten
Bandung. Kelompok perempuan peduli lingkungan sudah ada di masing-masing
bagian Sub DAS Cikapundung. Penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan
tentang tingkat partisipasi ibu rumah tangga kelompok peduli lingkungan di Sub
DAS Cikapundung. Adapun tujuan penelitian ini meliputi hal berikut: (1)
menganalisis faktor pendorong ibu rumah tangga ikut terlibat dalam kelompok
peduli lingkungan, (2) menganalisis karakteristik masing-masing kelompok dan,
(3) menganalisis keberlanjutan inisiatif perempuan dalam bentuk kelompok peduli
lingkungan.
Responden penelitian adalah seluruh anggota kelompok peduli lingkungan
dan ibu rumah tangga non anggota kelompok dipilih secara acak (106 orang) di
tiga wilayah penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret hingga
April 2015. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari 45
pertanyaan dan atau 10 pernyataan meliputi variabel profil ibu rumah tangga
responden seperti umur, pendidikan formal, frekuensi pendidikan non formal,
tingkat pendapatan dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang sampah. Variabel
penelitian juga mencakup tingkat dukungan keluarga, tingkat kedinamisan
kelompok, tingkat dukungan tokoh masyarakat dan program penyuluhan serta
persepsi ibu rumah tangga terhadap pengelolaan sampah. Pengolahan data

dilakukan secara deskriptif kualitatif, dan untuk mengkaji faktor-faktor yang
berkorelasi dengan tingkat partisipasi ibu rumah tangga digunakan analisis
korelasi rank Spearman.
Unsur yang menentukan partisipasi individu itu menurut Slamet (2013) ada
tiga yaitu kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) partisipasi ibu rumah tangga dalam kegiatan
peduli lingkungan tergolong pada kategori sedang yaitu sebesar 54,66% dengan
kemauan dan kemampuan ibu rumah tangga sebagai faktor pendorong. Sebagian
ibu rumah tangga tidak memiliki kesempatan yang sama dengan ibu-ibu rumah
tangga lain untuk berpartisipasi dalam kelompok peduli lingkungan. Faktor yang
berhubungan positif sangat nyata dengan tingkat partisipasi ibu rumah tangga
kelompok peduli lingkungan adalah tingkat pengetahuan, struktur kelompok,
interaksi kelompok, bantuan fasilitas, sosialisasi dari tokoh masyarakat dan

program penyuluhan, sedangkan umur merupakan faktor yang berhubungan
negatif sangat nyata dengan tingkat partisipasi yaitu dengan nilai koefisien
korelasi -0,269. Faktor yang berhubungan positif nyata dengan tingkat partisipasi
adalah tingkat pendidikan formal dan tingkat dukungan keluarga. (2) karakteristik
setiap kelompok berbeda sesuai dengan cara penanganan sampah di setiap daerah.
Kelompok di daerah hulu Sub DAS Cikapundung cara penanganan sampah

dengan mendaur ulang sampah, kelompok di daerah tengah penanganan sampah
dengan cara mengumpulkan sampah dan di tabung di Bank sampah, sedangkan di
daerah hilir melakukan penggabungkan kedua cara penanganan sampah tersebut.
(3) keberlanjutan setiap kelompok dipengaruhi oleh tingkat partisipasi ibu rumah
tangga terhadap kegiatan peduli lingkungan. Tingkat partisipasi ibu rumah tangga
dipengaruhi oleh tingkat kerusakan dan bencana masing-masing daerah. Semakin
tinggi tingkat kerusakan dan bencana suatu daerah maka semakin tinggi pula
tingkat partisipasi ibu rumah tangga dalam kelompok peduli lingkungan, sehingga
semakin besar keberlanjutan kelompok perempuan akan dikembangkan.
Kata kunci: Partisipasi, kelompok wanita, pengelelolahan sampah, peduli
lingkungan.

SUMMARY
HELNAFRI ANKESA. Participation Levels of Women’s Group of
Environmental Care in Waste Management at Cikapundung Sub River Basin Jawa
Barat. Supervised by SITI AMANAH and PANG S ASNGARI
Cikapundung Sub river basin loss of quality is caused by various factors,
one of it is the local people behavior by littering. Public awareness of
environmental care is vital for Cikapundung Sub River basin sustainability. This
Cikapundung environmental issues drive the women there to participate in the

form of action group. This formation of group is needed to be developed for
enhance the activity of the participation of housewives.
Cikapundung Sub river basin flowing from West of Bandung regency into
the Citarum river. Three parts flow Cikapundung Sub River Basin is up stream
part of Sunten Jaya village West of Bandung regency, middle part of Lebak
Siliwangi Village of Bandung, and downstream part of Dayeuh Kolot village of
Bandung regency. This group of women who concerned about the environment is
allready existing in the respective section of Cikapundung Sub River Basin. This
study is to seeks the answer of the questions about the level of participation of
housewives groups who concerned about the environment in Cikapundung Sub
River basin. The purpose of this study include the following item: (1) analyze the
factors which driving housewives get involved in group care environment, (2)
analyze the characteristics of each groups and, (3) analyze the sustainability which
initiatives the women in the form of group care environment.
The respondents are all members of the group who concerned about the
environment and housewives randomly selected non members of the group (106
people) in three areas of research. The data collection was conducted in March
and April 2015. Primary data was collected through a questionnaire consisting of
45 questions and 10 statements covering or profile variables housewife
respondents such as age, formal education, the frequency of non-formal education,

income level and knowledge of housewives about garbage. The research variables
also include the level of family support, the level of group dynamics, the level of
support of community leaders and outreach programs as well as the perception of
housewives towards waste management. Data processing was performed by
descriptive qualitative, and to study the factors that correlated with the level of
participation of housewives, used Spearman rank correlation analysis .
The elements that determine an individual's participation, according to
Slamet (2013) there are three, which are: the willingness, ability and opportunity
to participate. The results showed that: (1) the participation of housewives in
environmental awareness activities classified in the category that is equal to
54.66% with the willingness and household ability as motivating factor. Most
housewives do not have the same opportunities as other housewives to participate
in group care environment. Factors which positively very real related to
participation level of housewife groups who concerned about the environment is
the level of knowledge, group structure, group interaction, support facilities,
socialization of community leaders and outreach programs, while age is a factor
that is negatively correlated highly significant with the level of participation that

have correlation coefficient value on -0,269. Factors related real positive
participation level is the level of formal education and the level of family support.

(2) the characteristics of each group is different according to the way of handling
waste in every area. Group in the upstream Cikapundung sub river basin handling
the waste by recycling, the group in the central area of waste management is by
collecting garbage and trash bank tube, while downstream areas do combine the
two ways of handling the waste. (3) sustainability of each group is influenced by
the level of participation of housewives towards environmental awareness
activities. The participation rate of housewife influenced by the level of
destruction and disaster of each region. The higher the levels of destruction and
disaster of a region, the higher the level of participation of housewives in a group
concerned about the environment, so that the greater sustainability of women's
groups will be developed.
Keywords: Participation, women's groups, garbage management, environmental
care.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TINGKAT PARTISIPASI IBU RUMAH TANGGA DALAM
KELOMPOK PEDULI LINGKUNGAN DI SUB DAS
CIKAPUNDUNG JAWA BARAT

HELNAFRI ANKESA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ninuk Purnaningsih M.Si

Judul Tesis
Nama
NIM

: Tingkat Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Kelompok Peduli
Lingkungan di Sub DAS Cikapundung Jawa Barat
: Helnafri Ankesa
: I351130031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Siti Amanah MSc
Ketua

Prof Dr Pang S. Asngari
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 Januari 2016
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian tentang perilaku masyarakat dalam memelihara
lingkungan dengan judul “Tingkat Partisipasi Ibu Rumah Tangga Kelompok
Peduli Lingkungan di Sub DAS Cikapundung Jawa Barat.”
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu
dan memberikan dukungan dalam penyelesaian tesis ini, penghargaan dan ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada:
(1) Ketua Komisi Pembimbing Dr Ir Siti Amanah SMc dan Anggota Komisi
Pembimbing Prof Dr Pang S. Asngari.
(2) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan
Beasiswa Unggulan (BU) tahun 2013 dalam menempuh program
Magister.
(3) Kedua orang tua penulis, Ibunda Ermawati dan Ayahanda Adnan, serta
kakak penulis (Alenia Fitri), adik penulis (Fajrul Hasni) dan Ary Dwi
Santoso ST, atas segala doa dan kasih sayangnya serta nasehatnya.
(4) Kepala Desa Suntenjaya (Bapak Asep), Kelurahan Lebak Siliwangi
(Bapak Nursomadin), Kepala Desa Dayeuh Kolot (Bapak Yayan
Setiana. A.MD), responden ibu rumah tangga serta seluruh pengurus dan
anggota kelompok peduli lingkungan di tiga daerah penelitian.
(5) Dosen (Bapak Heri BT), staf Administrasi IPB (Bu Desi) dan rekanrekan mahasiswa IPB (Shanti D, Nurul DN, Tintin PN, Herry T, Ike
WP, Nila S, Dedeh K, Erix C, Vera A, Minas T dan Lucy NF) atas kerja
sama dan diskusi-diskusi selama ini.
(6) The last but not least calon suami penulis Sertu Arif Budiman yang
sudah menemani dan memberi semangat kepada penulis dan semua
pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi banyak
pihak terkait pengembangan kelompok peduli lingkungan.

Bogor, 02 Maret 2016

Helnafri Ankesa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

I

II

III

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Memelihara Lingkungan Hidup
Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Kelompok sebagai Penggerak Perubahan Lingkungan Hidup
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Penelitian Terdahulu

15
17

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian

19
20

4
8
13

IV METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Instrumentasi
Pengumpulan Data
Variabel Penelitian
Defenisi Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas
Analisis Data

21
21
21
22
22
22
23
27
29

V

30

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Ibu Rumah Tangga
Tingkat Dukungan Keluarga
Tingkat Kedinamisan Kelompok
Tingkat Dukungan Tokoh Masyarakat
Persepsi Ibu Rumah Tangga terhadap Kegiatan Kelompok
Peduli Lingkungan
Tingkat Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam
Kelompok Peduli Lingkungan

32
37
41
47
54
56

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi dan Tingkat
Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Kelompok Peduli Lingkungan

57

VII SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

61
62

DAFTAR PUSTAKA

63

LAMPIRAN

68

RIWAYAT HIDUP

86

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Populasi dan Responden Sampel
Hasil Uji Analisis Penelitian yang Telah Dilakukan
Persentase Ibu Rumah Tangga Responden Menurut Umur di Tiga
Daerah Penelitian
Persentase Ibu Rumah Tangga Responden Menurut Tingkat
Pendidikan Formal
Persentase Ibu Rumah Tangga Responden Menurut Frekuensi
Pendidikan Non Formal
Persentase Ibu Rumah Tangga Responden Menurut Tingkat
Pendapatan
Persentase Pengetahuan yang Benar Ibu Rumah Tangga Terhadap
Peduli Lingkungan
Persentase Tingkat Dukungan Keluarga Berdasarkan Pandangan
Keluarga terhadap Peran Ibu Rumah Tangga
Perbedaan Profil Kegiatan Sehari-Hari Ibu Rumah Tangga di Desa
Sunten Jaya, Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot
Perbedaan Profil Kegiatan Sehari-Hari Laki-Laki di Desa Sunten Jaya,
Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot
Persentase Kelompok Menurut Struktur Kelompok
Persentase Kelompok Menurut Interaksi
Persentase Tingkat Dukungan Tokoh Masyarakat Menurut Bantuan
Fasilitas
Persentase Tingkat Dukungan Tokoh Masyarakat Menurut Sosialisasi
Persentase Tingkat Dukungan Program Penyuluhan Menurut
Teknologi dan Inovasi
Persentase Ibu Rumah Tangga Menurut Pelaksanaan Kegiatan
Pengelolaan Sampah yang Baik
Persentase Tingkap Partisipasi Ibu Rumah Tangga Menurut Tiga
Tahapan Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi
Hubungan Profil Ibu Rumah Tangga dengan Persepsi Ibu Rumah
Tangga Terhadap Kelompok Peduli Lingkungan
Hubungan Faktor Internal dan Faktor Eksternal Ibu Rumah Tangga
dengan tingkat Partisipasi Ibu rumah tangga kelompok peduli
lingkunga

21
28
32
33
34
34
35
38
40
41
45
46
48
50
52
54
56
58

60

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Syarat Tumbuh Berkembangnya Partisipasi Masyarakat
Kerangka Berpikir Tingkat Partisipasi Ibu rumah tangga kelompok
peduli lingkunga
Perbedaan Profil Kegiatan Sehari-Hari Ibu Rumah Tangga di Desa
Sunten Jaya, Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot
Perbedaan Profil Kegiatan Sehari-Hari Laki-Laki di Desa Sunten Jaya,
Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot

8
20
40
41

5
6
7

Struktur Kelompok Sadulur Satujuan
Struktur Kelompok Bank Sampah RW 08
Struktur Kelompok Kawasan Rumah Pangan Lestari

42
43
44

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Peta Wilayah Penelitian
Instrumen Penelitian
Dokumentasi Penelitian

70
71
85

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terkait dengan kepedulian terhadap lingkungan, salah satu masalah yang
banyak dihadapi seluruh wilayah Indonesia adalah sampah. Artiningsih (2008)
menyatakan bahwa jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia adalah 800
gram/hari/kapita (1995) menjadi 910 gram/hari/kapita (2010). Hal ini ditemui pula
pada Sub DAS Cikapundung. Sungai Cikapundung merupakan sungai sepanjang
28 kilometer ini, melintasi kecamatan di tiga kabupaten/kota, yaitu Kota
Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Di daerah hulu
Sungai Cikapundung terletak di Kabupaten Bandung Barat meliputi Kecamatan
Lembang, sedangkan bagian tengah termasuk Kota Bandung meliputi delapan
Kecamatan yaitu (1) Kecamatan Cilengkrang, (2) Kecamatan Cidadap, (3)
Kecamatan Coblong, (4) Kecamatan Bandung Wetan, (5) Kecamatan Cicendo, (6)
Kecamatan Sumur Bandung, (7) Kecamatan Regol, Lengkong dan (8) Kecamatan
Bandung Kidul. Sungai Cikapundung salah satunya bermuara di Sungai Citarum
di Kabupaten Bandung terdiri dari dua kecamatan yaitu (1) Kecamatan Dayeuh
Kolot dan (2) Kecamatan Cimenyan.
Selain sampah ada penyebab lain yang membuat Sungai Cikapundung
tercemar. Menurut Rasyidi (2009), perkembangan pemanfaatan lahan di DAS
Cikapundung Hulu saat ini telah memperlihatkan kondisi yang mengkhawatirkan.
Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya laju koefisien limpasan (run
off) dan menurunnya aliran infiltrasi serta baseflow di DAS. Fenomena tersebut
mengindikasikan telah berubahnya kondisi tata air di DAS yang selain akan
menimbulkan permasalahan semakin berkurangnya ketersediaan air Sungai
Cikapundung yang selama ini dimanfaatkan untuk pasokan air baku PDAM,
PLTA maupun irigasi, juga akan menimbulkan potensi bencana, baik banjir,
kekeringan maupun tanah longsor. Kondisi tersebut tidak terlepas dari letak
geografis DAS Cikapundung Hulu yang berada di dalam Kawasan Cekungan.
Bandung merupakan salah satu dari pusat kegiatan nasional (PKN) yang
perekonomiannya berkembang sangat pesat sehingga memerlukan peningkatan
dukungan sumber daya yang besar pula baik berupa sumber daya manusia
maupun sumber daya alam.
Rendahnya kesadaran warga di bantaran Sungai Cikapundung dalam
mengelola limbah rumah tangga membuat air sungai tercemar bakteri e-coli,
nitrogen, dan fosfat. Hal ini mengakibatkan proses oksidasi di dasar sungai
terhambat, dan oksigen terlarut di Cikapundung terus menipis. Data Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat menyebutkan, oksigen
terlarut di sungai itu telah mendekati nol miligram per liter. Penelitian BPLHD
Jawa Barat pada 2007 juga menunjukkan, dari 30 sampel air sumur warga di
tepian Cikapundung, tercatat 75 persen di antaranya tercemar bakteri e-coli. Hal
ini akibat ada kebocoran septic tank warga yang kemudian meresap ke sumur
warga. Selain itu masih banyak warga di tepi sungai yang langsung membuang
tinja ke sungai. Volume sampah dan tinja yang sekian banyaknya itulah yang
membuat beban Cikapundung melampaui daya dukungnya (BPLHD Jawa Barat,
2010). Hasil survai penelitian ditemukan bahwa daerah hulu Sungai Cikapundung

2
banyak terjadi alih fungsi lahan. Bertambahnya lahan kritis yang disebabkan alih
fungsi lahan di daerah-daerah lereng bukit dengan kemiringan tajam,
dikhawatirkan akan menimbulkan ancaman lingkungan seperti erosi dan tanah
longsor. Lokasi alih fungsi lahan yang berdekatan dengan sungai mengakibatkan
jumlah volume tanah yang masuk ke dalam sungai akan menimbulkan masalah
pendangkalan pada sungai, sehingga berdampak terhadap masyarakat yang tinggal
di daerah hilir sungai.
Keadaan yang mengkhawatirkan tersebut memerlukan kesadaran
masyarakat tentang Sungai Cikapundung. Selama ini di daerah Jawa Barat yang
terlibat dalam pembangunan aspek fisik lingkungan lebih banyak adalah laki-laki.
Berbeda dengan perempuan, sebagian besar curahan waktu ibu rumah tangga
lebih banyak dalam urusan domestik dari pada urusan publik, padahal ibu rumah
tangga juga mampu berpartisipasi aktif dalam kelompok khususnya
pengembangan keterlibatan peduli lingkungan karena ibu rumah tangga lebih
sering berurusan dengan pengelolaan sampah. Oleh sebab itu ibu rumah tangga
memiliki peran yang sangat penting baik bagi keluarga maupun dimasyarakat
seperti yang dijelaskan oleh Mosher (2002) bahwa ibu rumah tangga memiliki tiga
peran penting di dalam masyarakat yaitu pertama peran reproduksi yang berkaitan
dengan segala urusan rumah tangga, kedua peran ekonomi, dan ketiga peran
sosial.
Beberapa isu gender yang sering terjadi di lingkungan masyarakat yaitu
rendahnya akses dan partisipasi perempuan dibandingkan dengan laki-laki dalam
pengambilan keputusan di berbagai tingkatan mulai dalam rumah tangga sampai
tingkat nasional dan international. Akses dan kontrol perempuan yang tidak adil
pada pendidikan, informasi, pelatihan, modal, lahan, dan teknologi, dan adanya
ketidakadilan dalam menikmati manfaat pembangunan, namun perempuan
mendapatkan beban partisipasi yang lebih besar dalam pelestarian dan dampak
kerusakan lingkungan (Kurniawan, 2014). Berdasarkan isu di atas pemerintah
mengeluarkan Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan No.41/Kep/
Meneg.PP/VIII/2007, tentang Pedoman untuk Revitalisasi Program Terpadu
Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS).
Keputusan pemerintah ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi perempuan
dalam peduli lingkungan hidup.
Isu lingkungan yang memerlukan kesadaran peduli semua pihak termasuk
ibu rumah tangga dan dengan didukungnya Keputusan Menteri Pemberdayaan
Perempuan, maka mengundang ibu rumah tangga untuk membentuk kelompok
peduli lingkungan sebagai wadah dalam berpartisipasi aktif. Setidaknya terdapat
satu kelompok peduli lingkungan ditiga bagian Sub DAS Cikapundung yaitu di
Desa Sunten Jaya, Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot.
Pengembangan kelompok ini tidak terlepas dari partisipasi anggota dan pengurus
didalamnya yang anggotanya didominasi oleh kaum ibu rumah tangga, oleh sebab
itu partisipasi ibu rumah tangga perlu diteliti untuk melihat hubungannya dengan
kedinamisan kelompok tersebut.

3
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, kelompok yang sudah terbentuk harus
berkembang agar dapat mewujudkan harapan anggota menangani permasalahan
lingkungan. Kelompok yang kuat dan solid diharapkan pula dapat bertahan lama
dan semakin dinamis. Tiga kelompok yang sudah ada di dua desa dan satu
kelurahan memiliki peluang untuk berkembang dengan memiliki keterampilan
dalam mengolah dan mendaur ulang sampah menjadi barang yang dapat
digunakan kembali dan bernilai jual. Keterbatasan ibu rumah tangga mengakses
informasi, akses inovasi dan teknologi, sehingga ibu rumah tangga memiliki
hambatan untuk mengembangkan kelompok peduli lingkungan tersebut. Ibu
rumah tangga bisa saja menjadi pemimpin dalam suatu kelompok terutama
kelompok peduli lingkungan namun seorang pemimpin harus memiliki
pengetahuan lebih dan mudah mengakses informasi agar pemimpin tersebut bisa
membawa kemajuan terhadap kelompoknya. Sebagaimana yang di ungkapkan
oleh Amanah dkk (2013) bahwa dibidang sosial kemasyarakatan laki-laki
mempunyai kesempatan yang lebih besar sebagai pemimpin, pertemuan desa, dan
terlibat dalam kepanitiaan. Laki-laki lebih banyak memperoleh informasi dan
akses inovasi teknologi dari pada perempuan atas kesertaannya dalam program
pembangunan, termasuk program lingkungan.
Selain keterbatasan dalam mengakses informasi bagi kaum ibu rumah
tangga, penyuluh atau agen perubahan belum banyak terlibat dalam
pengembangan kelompok peduli lingkungan di tiga lokasi tersebut, sehingga
perkembangan kelompok agak lambat, masalah penelitian yaitu:
(1) Apa yang mendorong ibu rumah tangga terlibat dalam kegiatan
kelompok peduli lingkungan hidup di Sub DAS Cikapundung?
(2) Bagaiaman karakteristik masing-masing kelompok di Sub DAS
Cikapundung?
(3) Bagaimana upaya partisipasi ibu rumah tangga dalam mengembangkan
kelompok peduli lingkungan hidup agar dapat berkelanjutan di Sub DAS
Cikapundung?
Tujuan Penelitian
Tingkat partisipasi ibu rumah tangga terhadap kelompok peduli lingkungan
adalah seberapa besar peran ibu rumah tangga terhadap kepedulian lingkungan
sekitar. Selain itu partisipasi ibu rumah tangga kelompok peduli lingkungan
merupakan wujud dari kemampuan ibu rumah tangga terhadap perannya dalam
masyarakat. Kendala-kendala yang dihadapi ibu rumah tangga untuk
berpartisipasi aktif dalam kelompok menjadi arah tujuan penelitian ini, maka
tujuan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :
(1) Menganalisis faktor-faktor yang mendorong ibu rumah tangga ikut terlibat
dalam kelompok peduli lingkungan hidup di Sub DAS Cikapundung
Bandung.
(2) Menganalisis karakteristik masing-masing kelompok di Sub DAS
Cikapundung.
(3) Menganalisis keberlanjutan inisiatif perempuan dalam pengembangan
kelompok peduli lingkungan di Sub DAS Cikapundung.

4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :
(1) Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian teori dan
pemecahan masalah menyangkut tingkat partisipasi ibu rumah tangga dalam
organisasi.
(2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi pihak dan
yang berkepentingan dalam meningkatkan partisipasi ibu rumah tangga
dalam organisasi khusunya dalam upaya pengelolaan Bank Sampah.

TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Pemeliharaan
Lingkungan Hidup
Partisipasi oleh banyak kalangan disamakan pengertiannya dengan keikut
sertaan, turut serta mengambil bagian. Hal ini menunjukkan adanya unsur
keterlibatan dalam suatu kegiatan. Menurut Cohen dan Uphoff (Harahap, 2001),
partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan
pembuatan keputusan tentang sesuatu yang dilakukan, dalam pelaksanaan
program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau
bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program
pembangunan dan evaluasi program pembangunan. Ringkasan dari penjelasan
diatas maka partisipasi adalah keikutsertaan, peran serta atau keterlibatan yang
berkaitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro, 1995).
Ulasan definisi partisipasi masyarakat dalam pembangunan sosial yang
disampaikan oleh para ahli, prinsipnya adalah masyarakat berperan secara aktif
dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan
memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil (PTO PNPM
PPK, 2007). Verhangen (Mardikanto 2003) menyatakan bahwa partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan
dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson
(Mardikanto, 1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari,
partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau
warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu di luar pekerjaan atau profesinya
sendiri. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat
pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya partisipasi
terdapat berbagai pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses
pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau respon atas rangsanganrangsangan yang diberikan. Dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari
manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).
Partisipasi masyarakat menurut Sumarto (2004) adalah proses ketika
warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil
peranserta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan

5
kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Lebih rinci Cohen
dan Uphoff (Irene, 2011), membedakan partisipasi menjadi empat jenis yaitu
pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan perencanaan. Kedua,
partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat,
dan ke-empat, partisipasi dalam evaluasi dan pemantauan. Masing-masing jenis
partisipasi merupakan tahapan partisipasi masyarakat dalam sebuah kelompok :
(1) Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan:
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui
dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi
langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang programprogram pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal agar
keputusan tidak selalu ditetapkan oleh pemerintah pusat sehingga terkesan
hanya mewakili kebutuhan kelompok elit (Mardikanto, 2001).
(2) Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan:
Slamet (1993) membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu : partisipasi
dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, dan
partisipasi dalam tahap pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan
merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat
keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut
membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan
target.
(3) Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan:
Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus
diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga
kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan
dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan
(Mardikanto, 2001).
(4) Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan:
Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan
sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang
diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang
masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan
serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001).
(5) Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan:
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur
terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah
untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan
hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu, pemanfaatan
hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan
masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan
yang akan datang (Mardikanto, 2001).
Uphoff (1979) menambahkan ada empat tipe umum partisipan, yang
karakteristiknya membutuhkan perhatian khusus, yang sasarannya dapat
dibedakan menjadi empat yakni (1) penduduk lokal (termasuk dalam kategori
besar dan heterogen, (2) pemimpin lokal/daerah, termasuk para pemimpin

6
informal, para ketua perkumpulan, (3) Aparat pemerintah, dan (4) orang di luar
(warga luar). Khusus untuk penduduk lokal, penting untuk digolongkan penduduk
menurut (a) usia, (b) jenis kelamin, (c) status keluarga, (d) pendidikan, (e)
pekerjaan, (f) penghasilan, dan (g) tempat tinggal. Karakteristik-karakteristik ini
mungkin tidak sama-sama relevan untuk semua proyek, dan bebagai karakteristik
tambahan mungkin dibutuhkan dalam suatu lingkungan tertentu, meskipun suatu
kombinasi dari berbagai karakteristik ini akan berguna untuk mengetahui dengan
pasti orang-orang yang berpartisipasi dalam berbagai tahap kegiatan.
Partisipasi penduduk lokal dalam persoalan lingkungan hidup, pengelolaan
sampah dan limbah tidak dapat dilepas begitu saja. Masyarakat dengan individuindividu di dalamnya sebagai komponen terpenting dalam upaya menjaga dan
melestarikan lingkungan merupakan salah satu penyebab alasan partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan. Pandangan awam masyarakat masih berpikiran
bahwa urusan domestik rumah tangga, termasuk pengurusan anak, pada pokoknya
merupakan tangggung jawab perempuan, sekalipun kedua orang tuanya samasama bekerja padahal semua mempunyai tanggung jawab masing-masing.
Menyambung dari pemikiran awam masyarakat tadi yang menempatkan
wanita/istri didudukkan sebagai pekerja rumah tangga, dan pria/suami didudukkan
sebagai pekerja pencari nafkah, akan tetapi sering terlihat “kenyataan” tidak
demikian halnya, bahkan banyak wanita di bidang pertanian, dalam kegiatan
ekonomi di pasar-pasar atau merupakan tenaga kerja di pabrik sebagai tenaga
kerja yang tidak terlatih (Hutajulu, 2004). Masalah pengambilan keputusan sering
terjadi pada keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sama-sama memegang
peranan penting dalam rumah tangga. Profil keluarga yang lebih dominan suami
menanamkan pada keluarga dengan nilai-nilai dan sikap tradisional terhadap
keterlibatan perkawinan. Pendapatan yang lebih tinggi dari suami mengakibatkan
suami mempunyai kekuatan finansial dalam keluarga, sebaliknya jika pendapatan
suami sedikit, maka istri ikut berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga
(Sutisna, 2004).
Struktur sosial masyarakat yang membagi-bagi tugas antar pria dan wanita
seringkali merugikan wanita. Wanita yang bekerja di dalam rumah tangga tidak
mendapatkan penghargaan secara ekonomi. Nilai wanita sebagai ibu adalah suatu
nilai yang sakral yang penuh dengan pengabdian namun menurut Daulay (2007),
wanita memiliki nilai yang lebih dari sekedar mengabdi kepada keluarga, wanita
memiliki tiga peran penting dalam hidupnya bermasyarakat. Istilah peran rangkap
tiga yang dimiliki wanita, yaitu : peran produktif (bekerja/mencari nafkah), peran
reproduktif (menyiapkan semua keperluan keluarga untuk di dalam dan di luar
rumah, keperluan suami dan anak), serta peran kemasyarakatan (arisan, gotong
royong dan pengajian).
Peran kemasyarakatan yang dilakukan wanita akan membuat wanita itu
semakin mandiri, semakin banyak keterlibatan yang dilakukan wanita semakin
mudah akses informasi untuk menambah pengetahuan yang didapatkan wanita
agar lebih mandiri. Keterlibatan suami sebagai pencari nafkah keluarga lambat
laun bergeser dengan banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah tangga.
Hilangnya fungsi suami tersebut diterjemahkan sebagai kehilangan tempat
bergantung pendapatan keluarga, sedangkan kebutuhan keluarga semakin
meningkat. Hal tersebut membuat wanita harus berpartisipasi dalam peningkatan
pendapatan keluarga (Suardiman, 2001).

7
Keterlibatan ibu rumah tangga dalam mencari nafkah keluarga
memberikan peluang bagi ibu rumah tangga untuk ikut berpartisipasi dalam peran
masyarakat. Partisipasi ibu rumah tangga dalam masyarakat, sedikit banyak tentu
akan berkaitan dengan konsep community development. Partisipasi merupakan
salah satu unsur terpenting dalam konsep community development. Seperti dikutip
dari Hasim dan Remiswai (2009), community development merupakan satu
pendekatan pekerjaan sosial yang bekerja dengan komunitas dan melibatkan
partisipasi aktif dari komunitas terutama komunitas lokal dalam memenuhi
kebutuhan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia di dalamnya.
Salah satu peran masyarakat yang melibatkan partisipasi ibu rumah tangga
juga berkaitan erat dengan perannya dalam keluarga adalah partisipasi ibu rumah
tangga dalam peduli lingkungan hidup. Partisipasi yang dilakukan oleh ibu rumah
tangga dalam peduli lingkungan dapat melengkapi tanggung jawabnya dalam
masalah domestik juga pada saat sekarang dapat menambah pendapatan dan
membantu suami mencari tambahan untuk keluarga. Partisipasi ibu rumah tangga
menjadi salah satu faktor terpenting agar terciptanya lingkungan hidup yang lebih
baik. Ibu rumah tangga sebagai bagian dari masyarakat harus mampu ikut
berperan dalam pengawasan timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dapat
mengganggu kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab harus juga menjadi perhatian kaum wanita.
Pemahaman ibu rumah tangga tentang lingkungan hidup merupakan pengetahuan
yang wajib dimiliki oleh ibu rumah tangga, sehingga ibu rumah tangga dapat
tanggap terhadap lingkungannya. Ibu rumah tangga diharapkan dapat pro-aktif
jika telah terjadi ketidakadilan dalam bentuk pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup.
Partisipasi semua pihak terutama ibu rumah tangga terhadap partisipasi
kegiatan peduli lingkungan hidup perlu ditingkatkan. Margono Slamet (1985)
menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok (Gambar 1), yaitu:
(a) Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk
berpartisipasi
(b) Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
(c) Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan, sering
merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat
menentukan kemampuannya. Kemauan ibu rumah tangga ikut berpartisipasi
berasal dari dalam diri (intrinsik) maupun dari luar diri (ekstrinsik) ibu rumah
tangga itu sendiri. Oleh sebab itu kemauan partisipasi ibu rumah tangga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, sedangkan kemampuan ibu rumah
tangga dilihat dari kemampuan mengidentifikasi masalah, memahami kesempatan
dan kemampuan melaksanakan kegiatan kelompok peduli lingkungan.
Kesempatan ibu rumah tangga itu tersendiri terkait dengan pelaksanaan kegiatan
peduli lingkungan tersebut, seperti kesempatan memperoleh informasi,
kesempatan menggunakan teknologi, kesempatan berorganisasi dan lain-lain.

8

KesempatanB
erpartisipasi
Partisipasi
Masyarakat
dalam
Pembangunan

Kemauan
Berpartisipasi
Kemampuan
Berpartisipasi

Gambar 1.Syarat Tumbuh dan Berkembangnya Partisipasi Masyarakat
Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Pengertian Sampah
Menurut definisi World Health Organization (WHO), sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008
menyatakan “sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari
proses alam yang berbentuk padat.” Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah
adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar
(1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu
yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang
umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan
industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak
termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda
yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan
oleh kegiatan manusia.
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah secara tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan demi
terciptanya lingkungan yang bebas sampah. Ensiklopedi Bebas Wikipedia
mengartikan pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan
pengendalian timbunan sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan
pengangkutan sampah. Pengelolaan sampah yang tepat akan berdampak positif
pada lingkungan. Idealnya, pengelolaan sampah juga melibatkan warga
masyarakat, dengan begitu masyarakat akan mengerti bahwa sampah bisa menjadi
bahaya yang mengancam setiap saat bila tidak tertangani dengan tepat. Untuk
membatasi kajian dalam penelitian ini, pengelolaan sampah yang dimaksud
penulis disini adalah pengelolaan sampah rumah tangga.
Manajemen sampah yang selama ini diberlakukan hanyalah memindahkan
sampah dari rumah ke tempat sampah tingkat desa atau kelurahan kemudian

9
dipindahkan lagi ketempat pembuangan akhir milik Pemkot, Pemkab ataupun
Pemprov. Hal ini tentu bukan penyelesaian yang solutif. Memindahkan sampah
dari satu TPS ke TPS lain kemudian ke TPA sama halnya dengan memindahkan
masalah. Oleh sebab itu diperlukan sistem pengelolaan sampah yang berbasis
partisipasi masyarakat agar masyarakat menyadari akan pentingnya menjaga
lingkungan dengan tidak memusuhi sampah, namun dengan mendayagunakan
atau mendaur-ulang sampah. Pengelolaan sampah dan pengelolaan lingkungan
yang baik membutuhkan partisipasi ibu rumah tangga disamping juga peran dari
stakeholder. Keterlibatan masyarakat khususnya perempuan dalam pengelolaan
sampah merupakan salah satu cara efektif untuk menanggulangi permasalahan
sampah, khususnya sampah rumah tangga.
Menurut Reksosoebroto (Darmawan, 2013), pengelolaan sampah sangat
penting untuk mencapai kualitas lingkungan yang bersih dan sehat, dengan
demikian sampah harus dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga
hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi. Syarat lainnya yang
harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, dan
tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan
lain sebagainya. Techobanoglous (Maulana, 1998) mengatakan bahwa
pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan
terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan
pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik
(engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan
lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat.
Persepsi Ibu Rumah Tangga
terhadap Lingkungan Hidup
Beragam defenisi persepsi diungkapkan oleh para ahli seperti yang dikutip
oleh Asngari (Jurnal Media Perternakan, 1984). Forgus maupun Forgus dan
Melamed mendefinisikan persepsi sebagai “the process of information
extraxtion,” Harris dan Levey dalam The New Columbia Encyclopedia
mendefinisikan persepsi sebagai “mental organization and interpretation of
sensory information,” Menurut Litterer, persepsi adalah “the understanding or
view people have of things in the world around them,” sedangkan Hillgard
menyebutkan bahwa “perception is the process of becoming aware of objects.”
(Asngari, 1984).
Menurut Dali (1986), persepsi pada dasarnya menyangkut proses informasi
pada diri seseorang dalam hubungannya dengan objek stimulus. Dengan demikian
persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif,
artinya persepsi sangat bergantung pada kemampuan dan keadaan diri yang
bersangkutan. Pada kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan
seseorang terhadap segala sesuatu di lingkungannya dengan menggunakan indera
yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di
lingkungan tersebut. Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996) mengatakan,
persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan (Hermawan, 2005).
Persepsi yang dihasilkan setiap orang dapat berbeda untuk stimuli yang
sama. Menurut Sarwono (1999), perbedaan persepsi dapat terjadi karena ada

10
limafaktor yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Faktor-faktor
tersebut adalah budaya, status sosial ekonomi, usia, agama, dan interaksi antara
peran gender, desa/kota, dan suku. Krech dan Cruthcfield (Rakhmat, 1996)
menjelaskan bahwa perbedaan persepsi bisa terjadi karena terdapat empat prinsip
dasar dalam proses pembentukan persepsi, yaitu:
(1) Persepsi dipengaruhi oleh karakteristik orang yang memberikan respons
pada stimuli yang diterima. Artinya seseorang akan memberikan sesuatu arti
tertentu terhadap stimulus yang dihadapinya, walaupun arti dan maksud
stimulus tidak sesuai dengan arti persepsi orang tersebut
(2) Persepsi bersifat selektif secara fungsional, yakni seseorang dalam
mempersepsikan suatu stimulus melalui proses pemilihan.
(3) Persepsi yang selalu diorganisasikan dan diberi arti memiliki suatu medan
kesadaran yang memberi struktur terhadap gambaran yang muncul
kemudian. Keadaan lingkungan sosial seseorang akan mempengaruhi proses
pembentukan persepsi.
(4) Persepsi ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu
dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan
dengan sifat kelompok dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya melalui
pembauran.
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami setiap orang
di dalam mengerti informasi tentang lingkungan, baik melalui penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman (Sarwono 1999). Sarwono
menjelaskan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu,
seperti jenis kelamin, perbedaan generasi (usia), tingkat pendidikan, dan tingkat
pengetahuan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan di
luar yang mempengaruhi persepsi seseorang, seperti lingkungan sosial budaya,
interaksi antar individu, dan media komunikasi yakni seseorang memperoleh
informasi tentang sesuatu.
Menurut Manurung (2008), persepsi adalah suatu pandangan / pengertian
seseorang terhadap suatu objek, gejala maupun peristiwa, yang dilakukan individu
yang bersangkutan secara sengaja dengan cara menghubungkan objek, gejala atau
peristiwa tersebut dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan,
pengalaman, sistem kepercayaan, adat istiadat yang dimilikinya. Menurut Asngari
(1984) (Harihanto, 2001), persepsi seseorang terhadap lingkunganya merupakan
faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan individu
tersebut. Persepsi yang benar terhadap suatu obyek diperlukan, karena persepsi
merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku.
Tinjauan terhadap konsep persepsi, khususnya untuk objek-objek
lingkungan dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu (1) melalui pendekatan
konvensional dan (2) pendekatan ekologis terhadap lingkungan. Menurut Backler
(Abdurachman, 1988), hubungan manusia dengan lingkungan merupakan titik
tolak dan merupakan sumber informasi sehingga individu menjadi seorang
pengambil keputusan. Keputusan inilah yang pada akhirnya menentukan tindakan
dari seorang individu terhadap lingkungannya. Berasal dari pemahaman ini,
Hermawan (2005) mendefinisikan persepsi terhadap lingkungan sebagai
gambaran, pemahaman atau pandangan individu dalam memelihara kebersihan

11
lingkungan yang berkenaan dengan segenap unsur yang terdapat dalam
lingkungan, khususnya yang menyangkut limbah rumah tangga.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dalam hal ini yang dimaskud
dengan persepsi adalah gambaran, pemahaman atau pandangan para ibu rumah
tangga dalam memelihara kebersihan lingkungan yang berkenaan dengan segenap
unsur yang terdapat dalam lingkungan, khususnya yang menyangkut limbah
rumah tangga.
Persepsi Masyarakat Pendukung Program
Penyuluhan Lingkungan
Litterer (Asngari, 1984) menyatakan bahwa persepsi sangat penting untuk
mengetahui penyusunan atau organisasi tingkah laku seseorang. Menurut Litterer,
seseorang bertindak atas dasar sesuatu yang dipikirkan, diketahui atau
dimengertinya. Pembentukan persepsi menurut Litterer (Asngari, 1984), ada
keinginan atas kebutuhan manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat
ia hidup, dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang
bertindak sebagian dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi (Mokoginta
dkk, 2009).
Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal dan non formal,
pengalaman serta pengalaman yang dihubungkan dengan objek, gejala atau
peristiwa akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu yang
diamatinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan non
formal yang dimaksud adalah kegiatan penyuluhan. Penyuluhan merupakan
proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi
pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya,
serta meningkatkan kesadaran dalampelestarian fungsi lingkungan hidup
(Kementan, 2006).
Margono Slamet pada kesempatan seminar penyuluhan pembangunan
(2000) mengungkapkan bahwa dalam perjalanannya, kegiatan penyuluhan
diartikan dengan berbagai pemahaman, seperti:
(1) penyebar luasan informasi, sehingga sasaran penyuluhan mendapatkan
manfaat akses informasi dari kegiatan penyuluhan tersebut.
(2) penerangan atau penjelasan, penyuluhan harus membangun komunikasi
timbal balik yang memusat agar informasi yang di sampaikan kepada
sasaran bisa diterima dan sesuai dengan kebutuhan sasaran.
(3) pendidikan non formal, ketika informasi yang disampaikan diharapkan
dapat merubah perilaku sasaran penyuluhan melalui proses belajar.
(4) perubahan perilaku, kegiatan penyuluhan tidak berhenti pada “penyebarluasan informasi/inovasi”, dan “memberikan penerangan”, tetapi merupakan
proses yang dilakukan secara terusmenerus, sekuat-tenaga dan pikiran,
memakan waktu dan melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku
yang ditunjukkan oleh sasaran penyuluhan.
(5) rekayasa sosial, pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan
dan kesejahteraan kelompok sasarannya.
(6) pemasaran inovasi

12
(7) pemberdayaan masyarakat.
Persepsi masyarakat terhadap kepedulian lingkungan dengan menjaga
kebersihan dan pengolahan sampah yang baik perlu dikembangkan agar tujuan
menciptakan lingkungan yang bersih dan aman dapat dicapai. Dengan adanya
penyuluhan tentang lingkungan dikalangan masyarakat akan menigkatkan
persepsi dari masyarakat itu sendiri. Tentunya penyuluhan yang dilakukan sesuai
dengan kebutuhan dari masyarakat itu sendiri yaitu program penyuluhan
lingkungan sebagai gudang akses informasi bagi warga, tempat pelatihan cara
pengelolaan sampah yang b