PENERAPAN PENDEKTAN PROBLEM CENTERED LERANING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LATERAL DAN PERSISTENCE (KEGIGIHAN) MATEMATIS SISWA DI SMP.

(1)

PENERAPAN PENDEKTAN PROBLEM CENTERED

LERANING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR LATERAL DAN PERSISTENCE (KEGIGIHAN)

MATEMATIS SISWA DI SMP

Oleh:

Ayen Arsisari

1200935

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

PENERAPAN PENDEKTAN PROBLEM CENTERED

LERANING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR LATERAL DAN PERSISTENCE (KEGIGIHAN)

MATEMATIS SISWA DI SMP

Oleh Ayen Arsisari

S.Pd Universitas Sriwijaya, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Ayen Arsisari

Universitas Pendidikan Indonesia Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

PENERAPAN PENDEKTAN PROBLEM CENTERED LERANING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LATERAL DAN PERSISTENCE

(KEGIGIHAN) MATEMATIS SISWA DI SMP

ABSTRAK

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan berpikir lateral matematis siswa SMP dalam pelajaran matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis dan kegigihan (persistence) matematis antara siswa yang memperoleh pendekatan PCL (Problem Centered Learning) dan pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok control non-equivalent design menggunakan teknik Purposive Sampling dengan mengambil subjek penelitian adalah siswa salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Sedangkan sampel penelitiannya adalah siswa kelas eskperimen dengan jumlah 34 siswa dan siswa kelas kontrol dengan jumlah 34. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan awal matematis, tes kemampuan berpikir lateral matematis, angket kegigihan matematis dan lembar observasi aktifitas guru dan siswa. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata dan uji Anova dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan (1) Peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pendekatan PCL lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelejaran konvensional; (2) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah); (3) Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PCL, Konvensional) dan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa; (4) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Kegigihan (persistence) matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran pendekatan PCL dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (5) Terdapat perbedaan kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah); (6) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap kegigihan (persistence) matematis.

Kata kunci: Pendekatan PCL (Problem Cenetred Learning), kemampuan berpikir lateral, kegigihan (persistence) matematis.


(5)

THE APPLICATION OF PROBLEM CENTERED LEARNING APPROACH TO ENHANCE THE ABILITY TO THINK LATERALLY

AND THE MATHEMATICAL PERSISTANCE OF STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL

ABSTRACT

This research is based on the issues of lowness of lateral thinking ability of junior high school students in mathematical lesson. The purpose of this research is to observe the upgrading of mathematical lateral thinking ability and mathematical persistence among students who received PCL (Problem Centered Learning) approach and conventional learning. This research is a research quasi experimental design with a non-control group equivalen using Purposive Sampling Technique which the subject is students in one of junior high school in Bandung, while the samples are students of experimental class which is amounted to 34 students and students of control class which is amounted to 34 students. The instruments that used are the initial mathematics ability test, test of the ability to think laterally, mathematical questions form persistance, and the sheets of teacher and students observation. Quantitative analysis is carried out using the average difference test and anova test two lines. The results show that (1) The upgrading of mathematical lateral thingking of students who received PCL approch is better than students who just received conventional learning; (2) There is the upgrading difference of mathematical lateral thinking of students who received PCL approachi viewed from the initial mathematics ability (high, middle, low) (3) There is interaction between the learning approach that used (PCL, conventional) with KAM (high, middle, low) and the upgrading mathematical lateral thinking of students; (4) There is no significant mathematical persistance difference between students who received PCL approach and students who received conventional learning; (5) There is the significant mathematical persistance difference among students who received PCL approach viewed from the initial Mathematics ability (high, middle, low); (6) There is no interaction between the learning approach that used (PCL, conventional) with KAM (high, middle, low) and Mathematical persistance.

Key word: PCL (Problem Centred Learning) approaching, lateral thinking ability, mathematical persistence.


(6)

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN… ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

ABSTRAK… ... v-vi DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 20

C. Tujuan Penelitian ... 21

D. Manfaat Penelitian ... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Lateral ... 23

B. Kemampuan Berpikir Kreatif ... 28

C. Kemampuan Berpikir Lateral & Berpikir Kreatif ... 32

D. Persistence (Kegigihan) Matematis ... 35

E. Teori Pembelajaran yang Mendukung… ... 40

F. Pendekatan Problem Centered…. ... 46

G. Praktek Pendekatan PCL.. ... 49

H. Keterkaitan PCL terhadap kemampuan berpikir lateral matematis Dan kegigihan matematis… ... 57

I. Pembelajaran Konvensional. ... 61

J. Media Lembar Kerja Siswa… ... 63


(7)

L. Hipotesis Penelitian.. ... 68

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 69

B. Desain Penelitian ... 70

C. Subjek Penelitian ... 71

D. Variabel Penelitian ... 72

E. Definisi Operasional ... 72

F. Waktu Penelitian.. ... 74

G. Instrumen Penelitian ... 75

1. Tes Kemampuan Awal Matematis ... 75

2. Tes Kemampuan Berpikir Lateral Matematis.. ... 77

a. Analisis Validitas ... 81

b. Analisis Reliabilitas ... 83

c. Analisis Daya Pembeda ... 85

d. Analisis Tingkat Kesukaran ... 86

e. Rekapitulasi analisis hasil uji coba tes KBL.. ... 87

3. Instrumen Skala Kegigihan Matematis.. ... 88

4. Lembar Observasi ... 89

H. Pengembangan Bahan Ajar ... 90

I. Prosedur Penlitian.. ... 90

J. Teknik Pengumpulan data. ... 92

K. Teknik Analisis data.. ... . 93

L. Jadwal Penelitian ... 101

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 102

1. Kemampuan Awal Matemtis…... 103

1. Uji Normalitas.. ... 105

2. Uji homogenitas……… 106

3. Uji perbedaan rata-rata.. ... 106


(8)

a. Analisis Skor Pretes Kemampuan Berpikir

Lateral Matematis ... 110

b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis berdasarkan Pembelajaran. ... 113

c. Analisis Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Siswa yang Memeperoleh Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ditinjau dari KAM . ... 118

d. Analisis Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis . .. 122

3. Kegigihan Matematis ... 128

a. Analisis data Kegigihan Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran . ... 130

b. Analisis Perbedaan Kegigihan Matematis Siswa yang Memperoleh Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ditinjau dari KAM . ... 135

c. Analisis Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Kegigihan Matematis . ... 139

4. Data Hasil Observasi ... 144

a. Hasil Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran oleh peneliti . ... 144

b. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa . ... 146

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 149

1. Berpikir Lateral Matematis……….. 150

2. Kegigihan Matematis ………. 165

3. Keterbatasan Penelitian……….. 168

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 169

B. Implikasi ... 170

C. Saran.. ... 171


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Perbandingan Rata-rata Skor Pretes dan Postes

Kemampuan Berpikir Lateral Matematis…. ... 109

Gambar 4.2 Perbandingan rata-rata skor N-gain Kemampuan Berpikir lateral matematis.. ... 114

Gambar 4.3 Perbandingan Rata-Rata Peningkatan Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM.. ... 122

Gambar 4.4 Grafik Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis.. ... 126

Gambar 4.5 Perbandingan rata-rata skor Kegigihan (Persistence) Matematis siswa.. ... 131

Gambar 4.6 rata-rata kegigihan matematis siswa berdasarkan KAM (Tinggi, Sedang, rendah).. ... 139

Gambar 4.7 Grafik Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Kegigihan (Persistence) Matematis.. ... 143

Gambar 4.8 Diagram Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Pendekatan PCL ... 145

Gambar 4.9 Diagram Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran konvensioanal ... 145

Gambar 4.10 Diagram Persentase Aktivitas Siswa dengan Pendekatan PCL.. ... 147

Gambar 4.11 Diagram Persentase Aktivitas Siswa dengan Pembelajaran konvensional.. ... 147

Gambar 4. 12 Jawaban pretes Kelas Kontrol.. ... 152

Gambar 4.13 Repon Postes siswa kelas kontrol.. ... 153

Gambar 4.14 Repon Postes siswa kelas Eksprimen.. ... 154


(10)

Gambar 4.16 Hasil kerja kelompok 5.. ... 161

Gambar 4.17 Hasil kerja kelompok 3.. ... 161

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Rata-rata nilai UN matematika …… ... 6

Tabel 2.1 Perbedaan Berpikir Lateral dan Vertikal… ... 26

Tabel 2.2 Kisi-kisi Kegigihan Matematis…… ... 40

Tabel 3.1 Sebaran Sampel Penelitian…. ... 72

Tabel 3.2 Pengelompokkan kemampuan awal siswa…. ... 76

Tabel 3. 3 Banyaknya siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah.. ... 76

Tabel 3. 4 Deskripsi Indikator Berpikir Lateral Matematis…. ... 78

Tabel 3.5 Rubrik Pen-skoran Kemampuan berpikir Lateral.. ... 79

Tabel 3.6 Kriteria Validitas…. ... 82

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Soal Berpikir Lateral Matematis.. ... 83

Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 84

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Kemampuan.. Berpikir Lateral Matematis…. ... 84

Tabel 3.10 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda…. ... 85

Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Pembeda Soal Kemampuan Berpikir Lateral Matematis..……… 86

Tabel 3.12 Interpretasi indeks kesukaran………87

Tabel 3.13 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Berpikir Lateral matematis ………..87 Tabel 3.14 Rekapitulasi Analisis Tes Kemampuan


(11)

Berpikir Lateral Matematis……….. 88

Tabel 3.15 Teknik Pengumpulan Data….. ... 92

Tabel 3.16 Klasifikasi N-Gain………94

Tabel 3.17 Jadwal Penelitian...101

Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa Berdasarkan Pembelajaran………104

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Awal……….105

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Awal………106

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Nilai Kemampuan Awal Matematis………...106

Tabel 4.5 Deskripsi Statistik Data Kemampuan Berpikir Lateral Matematis……….107

Tabel 4.6 Rata-rata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Kemampuan berpikir Lateral Matematis……….109

Tabel 4.7 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)………111

Tabel 4.8 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Lateral Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)………..112

Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)………113

Tabel 4.10 Rata-rata dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Siswa………114

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis…. ... 115


(12)

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Variansi Peningkatan

Kemampuan Berpikir Lateral Matematis… ... 116

Tabel 4.13 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor N-gain………...117

Tabel 4.14 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)………...119

Tabel 4.15 Uji Homogenitas Skor Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis….. ... 120

Tabel 4.16 Hasil Anova N-gain Kemampuan Berpikir Lateral Matematis KAM….. ... 120

Tabel 4.17 Data Hasil uji Scheffe Rata-rata Skor N-gain Berdasarkan Kategori KAM…. ... 121

Tabel 4.18 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)… ... 124

Tabel 4.19 Uji Homogenitas Skor Peningkatan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)… ... 125

Tabel 4.20 Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir lateral Matematis….125 Tabel 4.21 Hasil Uji Scheffe N-gain Kemampuan berpikir Lateral Matematis…. ... 128

Tabel 4.22 Deskripsi Statistik Data Kegigihan (Persistence) Matematis.. ... 129

Tabel 4.23 Rata-rata Kegigihan (Persistence) Matematis siswa.. ... 130

Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain.. ... 132

Tabel 4.25 Hasil Uji Homogenitas Variansi N-gain… ... 133

Tabel 4.26 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes Kegigihan (Persistence) Matematis… ... 134 Tabel 4.27 Uji Normalitas Kegigihan (Persistence)


(13)

Matematis Berdasarkan Kemampuan

Awal Matematis (KAM). ... 136

Tabel 4.28 Uji Homogenitas Skor Kegigihan (Persistence) Matematis siswa Kemampuan Awal Matematis (KAM)… ... 137

Tabel 4.29 Hasil Anova Kegigihan (persistence) Matematis siswa Menurut Kriteria KAM… ... 137

Tabel 4.30 Data Hasil uji Scheffe Rata-rata Kegigihan (Persistence) Matematis Berdasarkan Kategori KAM... 138

Tabel 4.31 Uji Normalitas Kegigihan (Persistence) Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM).. ... 140

Tabel 4.32 Uji Homogenitas Skor Peningkatan Kegigihan (Persistence) Matematis siswa Kemampuan Awal Matematis (KAM)… ... 141

Tabel 4.33 Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Kegigihan (persistence) Matematis… ... 142

Tabel 4.34 Persetase Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Peneliti.. ... 144

Tabel 4.35 Persentase Respon Siswa Terhadap Pembelajaran… ... 146


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

A. INSTRUMEN PENELITIAN... 180

A.1 Silabus Bahan Ajar. ... 181

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 192

A.3 Lembar Kerja Siswa.. ... 258

A.4 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Lateral Matematis ... 352

A.5 Kisi-kisi angket Kegigihan matematis ... 377

A.6 Soal tes Kemampuan Awal Matematis ... 388

A.7 Lembar Observasi aktvitas Guru dan Siswa ... 396

B.ANALISI HASIL UJI COBA.. ... 406

B.1 Hasil Skor Uji Coba Kemampuan Berpikir Lateral Matematis ... 407

B.2 Uji Validitas, Reliabilitas, Indeks Kesukaran, dan Daya Pembeda Tes Kemampuan Berpikir Lateral Matematis ... 408

B.3 Hasil Skor Uji Coba Angket Kegigihan Matematis ... 411

B.4 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Kemampuan Berpikir Lateral Matematis ... 416

C. ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 417

C.1 Data KAM, Pretes, Postes, dan N-gain Kemampuan berpikir lateral matematis Kelas Eksperimen ... 418

C.2 Data KAM, Pretes, Postes, dan N-gain Kemampuan berpikir lateral Matematis Kelas Kontrol ... 420

C.3 Data Pretes, Postes, kegigihan matematis Kelas Eksperimen... 422

C.4 Data Pretes, Postes, kegigihan matematis Kelas kontrol ... 426


(15)

C.6 Pengolahan Data dan Uji Statistik Data pretes dan N-gain

Kemampuan berpikir lateral matematis ... 442

C.7 Pengolahan Data dan Uji Statistik Data pretes dan postes Kegigihan matematis ... 454

C.8 Sebaran Proporsi Angket Kegigihan Matematis ... 462

D. DATA-DATA PENUNJANG PENELITIAN ... 464

D.1 Foto Kegiatan Siswa ... 465

D.2 Surat Keterangan Sekolah ... 467

D.3 Surat dari universitas asal ... 468

D.4 Surat Keterangan Pembimbing... 469


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan bangsa Indonesia dilakukan secara menyeluruh pada semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak hanya sangat penting, akan tetapi merupakan salah satu faktor penentu dari keberhasilan pembangunan nasional di segala bidang. Salah satu tujuan pendidikan tertuang di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 33 bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan tersebut pemerintah telah mempersipakan komponen-komponen yang dapat mendukung terwujudnya tujuan pendidikan. Salah satu komponen tersebut ialah kurikulum pendidikan yang memuat standar isi kompetensi-kompetensi yang dapat dimiliki peserta didik.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas (2006) menyatakan bahwa matematika mendasari perkembangan teknologi maju, mempunyai peran penting dalam berbagai displin, dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini didasari oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan berpikir tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi, untuk dapat bertahan hidup dan kompetitif, dan matematika merupakan salah satu


(17)

2

mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan yang memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan matematis siswa. Hal ini juga di dukung oleh Ruseffendi (2006) yang mengatakan bahwa hasil dari pendidikan matematika yaitu siswa diharapkan memiliki kepribadian yang kreatif, kritis, berpikir ilmiah, jujur, hemat, disiplin, tekun, berprikemanusiaan mempunyai perasaan keadilan, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa dan negara.

Pandangan di atas menegaskan bahwa matematika adalah wadah yang dapat digunakan untuk pengembangan dan memajukan kompetensi berpikir yang logis, kritis, sistematis, kreatif dan menumbuhkan sikap-sikap positif. Kompetensi berpikir dan sikap-sikap ini sangat diperlukan agar peserta didik dapat, mengelola, dan memanfaatkan informasi dalam mengambil sebuah keputusan dari suatu permasalahan kehidupan di masa sekarang dan masa depan yang penuh dengan tantangan dan perubahan yang terjadi dengan cepat.

Kemampuan berpikir adalah aktor utama dalam menjalani setiap aspek kehidupan, berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang Bochenski (dalam Ratih, 2010). Setiap individu mempunyai cara berpikir masing-masing sehingga dari cara mereka berpikir akan mempengaruhi keputusan mereka dan akan berbeda-beda pula hasilnya. Namun, perbedaan dalam hal ini adalah sebuah keunikan dan bisa menjadi kesempurnaan ketika dikombinasi antara pemikiran yang satu dengan pemikiran yang lain. Cara berpikir yang baik dipengaruhi oleh kemampuan berpikir yang baik. Tidak heran orang-orang hebat dan sukses di dunia ini memiliki kemampuan berpikir yang hebat pula.

Orang-orang yang hebat dan sukses sudah pasti orang-orang yang berpikir cerdas. Cara berpikir cerdas adalah salah satu dari beberapa alasan utama mengapa manusia dapat bertahan hidup (Sloane, 2011). Untuk dapat menjadi individu yang cerdas ada banyak hal yang dapat dilakukan, salah satunya dengan gaya berpikir. Gaya berpikir yang berhubungan dengan kecerdasan adalah berpikir lateral, hal ini dinyatakan oleh (Kumari & Aggarwal, 2012) bahwa


(18)

3

kecerdasan memiliki korelasi yang positif dengan berpikir lateral. Oleh karena itu kompetensi berpikir lateral perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika agar dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan memiliki kecerdasan dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran matematika ada banyak masalah yang disajikan, dan memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menyelesaikan masalah. Salah satunya kemampuan berpikir lateral, kompetensi ini diperlukan dalam memecahkan masalah pembelajaran yang diberikan. Sesuai dengan pendapat Asmin (2005) bahwa, gaya berpikir yang digunakan dalam memecahkan masalah pembelajaran berkaitan erat dengan gaya berpikir lateral

dan gaya berpikir vertikal.

Menurut De Bono (1991) kemampuan berpikir lateral akan mengasah sisi kreatif dalam diri seseorang untuk mengatasi apapun yang dihadapi. Sudah jelas bahwa kemampuan ini bukan mempersulit tetapi justru mempermudah, tetapi yang menjadi masalah adalah kemauan untuk memulainya. Asmin (2005) mengatakan bahwa otak belahan kiri berfungsi untuk berpikir rasional, analitis, berurutan linier, saintifik (seperti belajar, membaca, bahasa, aspek berhitung dari matematika), sedangkan otak belahan kanan berfungsi untuk berpikir holistik (berpikir berhubungan dengan sistem sebagai suatu keseluruhan), spasial (berkenaan dengn ruang dan tempat), metaphorik dan lebih banyak menyerap konsep matematika, sintesis, mengetahui sesuatu secara intuitif, elaborasi dan variabel serta dimensi humanistik mistik.

Menurut de Bono (1987) berpikir lateral berhubungan erat dengan kreativitas. Namun, apabila kreativitas seringkali hanya merupakan deskripsi suatu hasil, maka berpikir lateral adalah deskripsi suatu proses. Menurut de Bono (1987), yang menjadi masalah dalam berpikir lateral adalah kekayaan keragaman pemikiran. Dalam berpikir lateral sedapat mungkin dikembangkan sebanyak-banyaknya pendekatan alternatif demi pengembangan dan penemuan sesuatu dengan cara yang tidak biasa. Dengan berpikir lateral direncanakan eksperimen agar memperoleh peluang guna mengubah gagasan. Berpikir lateralmenganjurkan


(19)

4

bagaimana siswa mampu mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dilakukan dalam memecahkan masalah matematika.

Paparan di atas bahwa kemampuan berpikir lateral adalah proses bagaimana siswa mampu mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang mungkin, dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan berpikir lateral sangat baik dikembangkan dalam pembelajaran matematika agar peserta didik, tidak mudah cepat menyerah dan mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Namun pada kenyataanya kemampuan berpikir lateral masih jarang diperhatikan dalam pembelajaran matematika, hal ini diperoleh dari hasil observasi pada proses pembelajaran matematika pada salah satu sekolah menengah pertama di kota bandung. Kecenderungan dalam proses pembelajaran yang dilakukan masih konvergen, dan juga siswa cenderung kurang diberikan kesempatan untuk alternatif yang lain dalam menyelesaikan solusi dari permasalahan yang diberikan, soal-soal yang diberikan masih bersifat close problem yakni tipe masalah yang diberikan mempunyai cara dan jawaban yang tunggal dan juga dari hasil observasi kelas, dapat dilihat bahwa penyelesaian-penyelesaian yang dilakukan oleh siswa masih terlalu prosedural dan hanya menggunakan satu cara yang diberikan, hal ini dikarenakan soal-soal yang diberikan, adalah soal-soal yang bersifat rutin, sehingga kurang melatih kemampuan berpikir siswa untuk berpikir tingkat tinggi.

Sebaiknya siswa tidak hanya diberikan masalah yang tertutup, namun perlu diberikan permasalahan yang memiliki cara dan jawaban yang tidak tunggal, hal ini didukung pendapat Hancock (dalam Jarnawi & Akbar, 2011) dengan memberikan permasalahan yang terbuka dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh wawasan baru dalam pengetahuan mereka. Selain itu menurut Nohda (Jarnawi & Akbar, 2011) dengan adanya pertanyaan tipe terbuka, guru berpeluang untuk membantu siswa dalam memahami dan mengelaborasi ide-ide matematika sejauh dan sedalam mungkin. Proses pembelajaran di kelas masih diarahkan pada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa


(20)

5

untuk memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan dengan cara menghapal konsep, dan prosedur untuk dimanfaatkan dalam menyelesaikan soal, pembelajaran yang digunakan tersebut kurang membangun kemampuan pemahaman, penalaran dan penerapan, akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang membutuhkan pemahaman, penalaran, hal ini juga sejalan dengan pendapat banyak peneliti pendidikan matematika (Midwest Consortium for Mathematics and Science Education dalam Wahyudin (2008) yang mendukung padangan bahwa terlalu banyak penekanan yang diberikan pada matematika mekanik dan matematika prosedural menghambat belajar bermakna.

Hal ini juga di dukung oleh Hasil Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) 2011, yang baru saja dipublikasikan, dari hasil ini diperoleh nilai rata-rata matematika siswa kelas VIII hanya 386 dan menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Di bawah Indonesia ada Suriah, Maroko, Oman dan Ghana. Negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Singapura, berada di atas Indonesia. Singapura bahkan di urutan kedua dengan nilai rata-rata 611. Nilai ini secara statistik tidak berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata Korea, 613 di urutan pertama dan nilai rata-rata Taiwan, 609, di urutan ketiga (Mulis & dkk, 2011).

Kurangnya kemampuan matematis siswa juga dapat dilihat dari hasil

Program for International Student Assessment (PISA) yang mengukur kecakapan anak-anak berusia 15 tahun dalam mengimplementasikan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia nyata. Indonesia telah ikut serta dalam siklus tiga tahunan penilaian tersebut, yaitu 2003, 2006, dan 2009. Hasilnya sangat memprihatinkan. Siswa-siswa Indonesia lagi-lagi secara konsisten terpuruk di peringkat bawah (Wardani, S & Rumianti, 2011).

Hasil lain juga ditunjukkan dari rata-rata Ujian Nasional untuk mata pelajaran matematika pada tahun 2012/2013 adalah 5,78 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Pencapaian ini kurang sepadan dengan standar nilai


(21)

6

Matematika di sekolah pada umunya. Penetapan standar nilai Matematika yang harus dicapai tiap sekolah berbeda-beda, namun masih pada rentang 65-75. Oleh sebab itu, masih diperlukan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia, khususnya pada mata pelajaran Matematika.

Kurangnya kemampuan matematis siswa tidak hanya terjadi pada tingkat Internasional, Nasional namun juga terjadi pada daerah-daerah hal ini dapat dilihat beberapa sekolah menengah pertama

Tabel 1.1

Rata-rata nilai UN Matematika di salah satu SMPN di Kota Bandung

Tahun Rata-rata Nilai UN Matematika

2011 4,74

2012 5,68

2013 4,15

Sumber : Data statistik nilai rata-rata UN SMP

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat rendahnya tingkat kemampuan siswa dalam matematika. Banyak faktor yang mungkin menjadi penyebab rendahnya kemampuan matematis siswa tersebut. Sebagaimana yang telah di paparkan sebelumnya, seperti pemilihan metode dan pengembangan model-model pembelajaran yang kurang tepat, tenaga pengajar memberikan soal-soal yang diberikan hanya mengukur pada kemampuan yang terbatas yaitu pada batas kemampuan pengetahuan dan pemahaman, soal-soal untuk kemampuan matematis tingkat tinggi jarang diberikan, akibatnya siswa tidak dapat menyelesaikan soal yang berkaitan penerapan, penalaran.

Hasil data-data hasil rata-rata ujian Nasional, dapat dilihat secara Nasional dan rata-rata nilai matematika di salah satu SMP di kota bandung kemampuan matematis masih rendah, padahal dapat diketahui soal-soal yang di ujikan dalam ujian Nasional hanya sampai pada tingkat kognitif tertentu. Jadi dapat dibayangkan bagaimana kemampuan siswa kita dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan matematis tingkat tinggi, seperti kemampuan berpikir kritis, kreatif, berpikir lateral dimana soal-soalnya memang jarang diberikan guru di sekolahnya,


(22)

7

padahal kemampuan berpikir lateral berperan penting dalam proses berpikir dalam menyelesaikan suatu permasalahan, hal ini sesuai dengan pendapat De Bono (1991) berpikir lateral adalah tidak lain dari suatu himbauan untuk berpikir logis lebih baik.

Namun berdasarkan hasil di atas bukan berarti siswa di Indonesia memiliki kemampuan matematis yang rendah, kemampuan matematis siswa di Indonesia di beberapa sekolah dan beberapa tempat tidak kalah hebatnya dengan kemampuan matematis anak-anak di Negara lain. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian salah satu sekolah di Mataram. Secara umum hasil IBT untuk kedua bidang studi yaitu matematika dan bahasa Inggris itu sangat menggembirakan dan bahkan mencengangkan. Skor rata-rata pencapaian siswa di dua sekolah SBI itu adalah 621,39 untuk IBT Matematika dan 537,16 untuk IBT Bahasa Inggris. Hasil ini jauh melewati hasil survey internasional siswa kita sendiri pada PISA dan TIMSS. Seperti juga dalam survey internasional, rentang skor pada IBT adalah antara 300 sampai dengan 800 dengan skor rata-rata 500, yang juga dianggap sebagai skor rata-rata pencapaian siswa pada negara-negara OECD. Dengan demikian siswa-siswa pada dua kota tersebut telah mengungguli siswa-siswa-siswa-siswa peserta survey internasional kita sendiri, dan bahkan menggungguli siswa negara lain yang selalu berada pada peringkat teratas, seperti siswa dari Singapore, Jepang, atau Taiwan.

Hasil lain diperoleh salah seorang siswa yang berprestasi dari Kelas 10 SMAN 1 Mataram, dengan skor Matematika 749 hal ini jauh mengungguli siswa terbaik di Singapore, Jepang, Taiwan, Australia, Amerika Serikat, Inggris, Selandia Baru, Norwegia, dan Saudi Arabia (Yusuf, 2010). Prestasi lain yang membuat bangga juga ditunjukkan dalam pendidikan khusunya pada pembelajaran matematika adalah Indonesia memiliki anak-anak yang meraih medali dalam berbagai olimpiade Matematika ataupun sains.

Deskripsi di atas memberikan gambaran bahwa siswa-siswa di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam kemampuan matematika, jika dikembangkan dengan baik, ini artinya kita masih memiliki kesempatan, untuk lebih meningkatkan, menggali potensi, mengembangkan kemampuan matematis siswa,


(23)

8

seperti kemampuan berpikir kreatif, kritis, anlitis, logis dan termasuk kemampuan berpikir lateral, yang mana kemampuan ini sangat diperlukan dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam matematika. Siswa-siswa di Indonesia, baik di kota atau pun di daerah tertentu. Jika kemampuan tersebut terus dikembangkan maka tentunya akan diperoleh kemampuan matematis yang baik juga, sayangnya kemampuan-kemampuan di atas khusunya kemampuan berpikir lateral ini masih jarang di kembangkan pada sekolah di daerah di Indonesia. Padahal kemampuan ini sangat baik dikembangkan untuk dapat menciptakan orang-orang yang kreatif.

Berdasarkan fakta yang telah dikemukakan, akan berdampak kurang baik seperti terhambatnya pembelajaran yang menekankan kreatifitas, padahal de Bono (1991) mengatakan bahwa berpikir lateral erat kaiatannya dengan kreatifitas, dapat dikatakan ketika pembelajaran yang menekankan kreativitas terhambat maka akan berdampak hal yang sama dengan kemampuan berpikir lateral, padahal kemampuan berpikir lateral tidak begitu saja datang, sekalipun ada bakat, kalau tidak dilatih maka kemampuan ini tidak dapat berguna dengan baik. Oleh karena itu para pakar pendidikan perlu menggunakan solusi yang tepat, agar kemampuan berpikir lateral dapat kembangkan dan ditingkatkan dalam proses pembelajaran, agar perserta didik dapat menggunakan dalam kehidupan sekarang dan kehidupan pada masa yang akan datang.

Vygotsky (Rosnawati, 2011) menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.


(24)

tahap-9

tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya Slavin (Rosnawati, 2011). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan- tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Rosnawati (2011) menyatakan untuk dapat menciptakan ZPD maka kegiatan diskusi sangat disarankan dalam setiap kegiatan pembelajaran, melalui kegiatan secara berkelompok, siswa dapat bertukar pemikiran, serta sudut pandang yang berbeda. Sesuatu yang diperoleh melalui kegiatan diskusi dengan orang yang lebih dewasa, mewujudkan pemahaman bahwa apa yang diyakininya benar, belum tentu menurut yang lain akan benar, atau dengan kata lain siswa dapat membuka mata tentang pandangan suatu obyek dari sisi yang tidak dia pikirkan sebelumnya. Apabila hal ini terjadi, fungsi otak kanan siswa akan bekerja, atau dengan kata lain kemampuan berpikir lateral akan meningkat.

Adapun pembelajaran yang guru dapat memberikan kesempatan kebebasan berpikir kepada peserta didik agar mereka dapat menggunakan strategi sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki, dalam proses pembelajaran perlunya siswa untuk berperan aktif, dalam hal ini tidak sepenuhnya materi atau konsep diberikan langsung kepada siswa, namun disini guru hanya perlu memberikan dorongan-dorongan dan membimbing siswa seperlunya saja atau dapat dikatakan guru hanya sebagai fasilitator agar siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, dan juga perlunya adanya diskusi kelas agar siswa dapat bertukar pikiran, agar diperoleh sudut pandang yang berbeda adalah pendekatan

Problem Centered Learning (PCL)

Pendekatan PCL menurut Jakubowski (dalam Harfriani, 2004) adalah aktivitas pembelajaran yang menekankan belajar melalui penelitian dan pemecahan masalah. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PCL memungkinkan siswa menstimulasi pikirannya untuk membentuk konsep-konsep


(25)

10

yang ada menjadi logis melalui aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah yang menarik bagi siswa dan siswa selalu berusaha untuk memecahkan masalah tersebut, mementingkan komunikasi pada pembelajaran, memokuskan pada proses penyelidikan dan penalaran dalam pemecahan masalah dan mengembangkan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan matematika ketika peserta didik dihadapkan pada kondisi kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Jakubowski (dalam Hafriani, 2004) berpendapat bahwa PCL sebagai pendekatan pembelajaran yang memokuskan kemampuan siswa untuk menkonstruksi sendiri pengertian yang dimilikinya terhadap konsep-konsep matematika. Kegiatan siswa mengkostruksi sendiri konsep-konsep pengetahuan matematika menunjukkan bahwa pendekatan PCLmerupakan pendekatan pembelajaran yang termasuk konstruktivisme, hal ini sepadan dengan pendapat Von (dalam Nailah, 2012) bahwa inspirasi teoritis untuk sebuah lingkungan PCL adalah konstruktivisme.

Pendekatan PCL dirancang oleh Wheatley (1991) untuk memasilitasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dengan mendorong mereka :

1. Menemukan cara-cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah 2. Saling bertukar padangan dengan tidak hanya memperkuat jawaban

yang benar

3. Untuk berpikir kreatif tidak hanya sekedar menghitung dengan alat tulis

Kutipan di atas telah dijelaskan bahwa dengan pendekatan PCL dapat mengasah kemampuan berpikir kreatif. Berpikir kreatif berhubungan erat dengan berpikir lateral, hal ini sesuai dengan pendapat de Bono (1991) yang mengatakan bahwa berpikir lateral memiliki hubungan yang erat dengan pemahaman, kreativitas. Oleh karenanya berdasarkan padangan sebelumnya, bahwa pendekatan PCLdapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan berpikir lateral.

Dalam pendekatan PCL, proses pembelajaran terjadi ketika siswa mengkonstruksi pemahaman untuk pengalaman mereka sendiri, siswa bertindak dan berinteraksi dengan kelompokknya, sehingga siswa aktif dalam


(26)

11

menyelesaikan permasalahan matematis yang diberikan Wood dan Seller (dalam Nailah, 2012).

Beberapa penelitian dengan menggunakan pendekatan PCL, diantaranya dilakukan oleh Yulianti (2011) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung , Patrice dkk, dan Handiani pada siswa kelas VII SMP Negeri 30 Bandung. Hasil penelitian Yulianti menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PCL lebih baik dari pada peningkatan kemampuan penalaran induktif pada kelas yang mendapatkan pembelajaran ekspositori, hasil penelitian Patrice dkk diperoleh bahwa pembelajaran dengan pendekatan PCL pemahaman konsep siswa lebih baik dari pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran langsung. Penelitian Handiani (2011) menunjukkan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PCL lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas yang tidak menggunakan pendekatan PCLpada proses pembelajarannya.

Deskripsi di atas pendekatan PCL dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif, meningkatkan pemahaman konsep, dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan juga seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pendekatan PCLdapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan kreatif berkaiatan erat dengan kemampuan berpikir lateral, sehingga diharapkan pendekatan PCL dapat meningkatkan kemampuan berpikir lateral.

Berdasarkan deskripsi pendekatan PCL di atas, selain diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir lateral matematis, diharapkan pula dapat meningkatkan Persistence (Kegigihan). Sikap ini diperlukan dalam pembelajaran matematika hal ini sesuai dengan pendapat Sumarno (2010) memperhatikan kekuatan kognitif dan afektif yang termuat dalam berfikir dan disposisi matematik adalah rasional bahwa dalam belajar Matematika siswa dan mahasiswa perlu mengutamakan pengembangan kemampuan berfikir dan disposisi matematik, dan juga menurut Anku (1996) salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar matematika siswa adalah disposisi matematika. Anku (1996)


(27)

12

mendefiniskan disposisi matematis sebagai kecendrungan untuk berpikir dan bertindak secara positif. Kecendrungan ini direfleksikan dengan minat dan kepercayaan diri dalam belajar matematika dan kemauan untuk merefleksi pemikiran sendiri. Menurut Pearson Education (2000), disposisi matematis mencakup minat yang sungguh-sungguh dalam belajar matematika, kegigihan untuk menemukan solusi masalah, kemauan untuk menemukan solusi atau strategi alternatif, dan apresiasi terhadap matematika dan aplikasinya pada berbagai bidang.

Telah disinggung pada paparan di atas bahwa untuk mengukur disposisi Matematika, dapat dinilai dari beberapa aspek salah satunya adalah menunjukkan kegigihan dalam menyelesaikan masalah (Syaban, 2008). Hal ini juga didukung oleh Poerwati (dalam Syaban, 2008) yang mengatakan bahwa salah satu karakter yang menjadikan bangsa bernilai moral luhur salah satunya adalah bekerja keras. Bekerja keras dan kegigihan memiliki suatu irisan yaitu upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Artinya dapat dikatakan bahwa kegigihan merupakan sikap yang perlu di tumbuhkan di dalam semua proses kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran matematika. Matematika memiliki segudang konsep, yang memerlukan perhatian dan kesunguhan dalam mempelajarinya.

Namun kemampuan disposisi Matematika siswa jarang diperhatikan, ini artinya berlaku juga pada Persistence (kegigihan), lemahnya Persistence

(kegigihan) dapat dilihat dari proses pembelajaran, di mana ketika siswa diberikan permasalahan Matematika yang diluar contoh yang biasanya diberikan guru, kebanyakan siswa cepat menyerah dan kebanyakkan diantara beberapa mereka tidak menyelesaikan soal yang guru sajikan.

Kegigihan bukanlah sikap “ ngotot” untuk mencapai apapun yang diinginkan, namun menurut Costa & Kallick (2012) menyatakan bahwa

Persistence (kegigihan) adalah sikap yang lebih menekankan pada sisi yang positif yaitu sikap mental untuk menumbuhkan dan mendorong semangat, optimisme dan keyakinan dan tidak cepat menyerah dalam menghadapi suatu


(28)

13

permasalahan dan orang-orang yang gigih memiliki strategi alternatif untuk memecahkan masalah dan mengerjakan tugas sampai dengan selesai. Selanjutnya menurut KBBI kegigihan adalah (1) keteguhan memegang pendapat (atau mempertahankan pendirian dsb); (2) keuletan dalam berusaha.

Paparan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kegigihan matematis adalah sikap mental untuk menumbuhkan dan mendorong dan optimisme dan tidak cepat menyerah dalam menyelesaikan permasalahan Matematika yang diberikan, sampai siswa menemukan solusi dari permasalahan Matematika. Prinsipnya Persistence (kegigihan) sikap ini diperlukan seseorang dalam menghadapi permasalahan Matematika yang sederhana, sampai pada tingkat yang komplek. Hal ini sejalan dengan pendapat Costa & Kallick (2012) bahwa siswa yang memiliki sikap kegigihan memiliki metode yang sistematis dalam menganalisis suatu permasalahan, mereka akan mengetahui langkah-langkah apa saja yang mereka gunakan, dan informasi-informasi apa saja yang mereka butuhkan dan dikumpulkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Selain dari pada itu siswa yang memiliki kegigihan mengetahui apakah suatu konsep, dan teori berguna atau tidak dalam menyelesaikan permasalahan. Jika suatu konsep atau langkah yang mereka gunakan tidak sesuai siswa tersebut akan terus berusaha mencari solusi yang lain, dari sumber-sumber yang lain, pentinganya kegigihan dalam memecahkan masalah juga didukung oleh Mahmudin (2010) menyatakan bahwa siswa yang memiliki kegigihan yang tinggi cenderung memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik juga.

Berdasarkan Deskripsi sebelumnya disebutkan bahwa De Bono (1991) mengidentifikasi karakateristik individu berpikir lateral, yaitu memandang masalah dari berbagai sudut pandang, berpikir lateral berkaiatan erat dengan pembangkit gagasan baru. Terdapat suatu perasaan ingin tahu bahwa gagasan baru berkaitan dengan penemuan cara. Berpikir lateral juga memiliki peranan, yaitu dengan berpikir lateral sesorang dapat berpikir imanjinatif, bebas dalam arti seseoarang dapat berpikir sesuatu dari sudut pandang yang baru, yang tidak harus sama dengan pola pikir yang sudah lazim sebelumnya. Dan juga De Bono (1991)


(29)

14

berpikir lateral berhubungan erat dengan kreatifitas. Williams (Hwang et al, 2007) juga mengaitkan kreatifitas dengan sikap keterbukaan, keingintahuan, imajinasi dan keberanian mengambil resiko.

Bila dicermati beberapa kesamaan antara karakteristik-karakteristik yang di kemukan De Bono, Pearson, Hwang dan Costa & Kallick. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara Persistence (Kegigihan) belajar dan kemampuan berpikir lateral matematis. Dapat dikatakan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki Persistence (Kegigihan) memiliki kesamaan dengan ciri-ciri kemampuan berpikir lateral matematis, yaitu siswa yang memiliki kegigihan terus berusaha untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah, dalam berpikir lateral hal ini diperlukan manakala dalam berpikir lateral dilakukan proses pencarian solusi dari berbagai sudut pandang, mencari pola baru, dalam berpikir lateral semua strategi dalam menyelesaikan masalah didukung, baik itu yang logis dan tidak logis, selanjutnya setelah diperoleh berbagai strategi, dalam berpikir lateral diperlukan evalusi untuk menentukan strategi mana yang paling masuk akal, efektif dan efisien.

Paparan di atas didukung oleh pendapat De Bono sebelumnya (1991) yaitu berpikir lateral adalah tidak lain dari suatu himbauan untuk berpikir logis lebih baik. untuk melakukan hal ini diperlukan kegigihan dalam mencari solusi. Sehingga siswa tidak hanya puas dengan satu strategi penyelesaian, namun siswa akan terus berusaha dan berpikir untuk mencari penyelesaian yang baru yang sesuai untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Tentunya hal ini memerlukan suatu sikap yang dapat mendukung kemampuan ini yaitu Persistence (Kegigihan) yaitu sikap Pantang menyerah, terus berusaha menemukan solusi jawaban. Mengevaluasi penggunaan berbagai strategi untuk terus berusaha melakukan penyelesaian sebuah masalah (Costa & Kallick, 2012). Dapat dikatakan pula dalam beberapa hal individu berpikir lateral memiliki Persistence (Kegigihan) yang tinggi. Hal ini dapat dimaknai bahwa pengembangan Persistence


(30)

15

Adanya keterkaitan antara Persistence (Kegigihan) dan berpikir lateral sebagaimana yang dikemukan sebelumnya. Hal ini menjadi pertimbangan peneliti untuk memfokuskan pembahasan beberapa komponen Persistence (Kegigihan) yang mendukung atau sejalan dengan pengembangan berpikir lateral matematis. maka dapat diuraikan beberapa hal yang perlu diungkap secara mendalam terkait dengan pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan PCL yaitu: (1) apakah PCL dapat meningkatkan kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) dalam matematika siswa pada tingkat sekolah menengah pertama? (2) apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa yang diklasifikasikan dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) dalam matematika?

Perkiraan bahwa kemampuan matematika siswa yang diklasifikasikan dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah memberikan kontribusi pada kemampuan berpikir lateral matematis siswa maupun Persistence

(kegigihan) siswa terhadap matematika yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika adalah cukup beralasan. Hal ini didukung oleh pendapat Saragih (2007) bahwa objek matematika terdiri dari fakta, keterampilan, konsep dan prinsip menunjukkan bahwa matematika sebagai objek abstrak yang merupakan ilmu terstruktur, akibatnya perlu memperhatikan hirarki dalam belajar matematika. Artinya pemahaman materi atau konsep baru yang mensyaratkan penguasaan materi dan konsep sebelumnya.

Pendapat yang lebih umum terkait dengan perbedaan yang dimiliki setiap individu atau siswa juga dikemukakan oleh Hamalik (2009), yang mengatakan perlu dipertimbangkan dan diperhatikan perbedaan individual dalam situasi pengajaran. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan pada diri siswa, maka guru harus memperhatikan keadaan individu, seperti: minat, kemampuan, dan latar belakangnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Suherman & dkk (2003), mengatakan bahwa perbedaan


(31)

16

individu di kelas berimplikasi bahwa guru disyaratkan untuk mempertimbangkan bagaimana menerapkan pembelajaran matematika agar dapat melayani secara cukup perbedaan-perbedaan individu siswa.

Sehubungan dengan itu, Uno dan Lamatenggo (2010) mengatakan bahwa karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pembelajaran. Variabel tersebut didefenisikan sebagai aspek-aspek yang terdiri dari bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya. Kemampuan awal siswa berguna sebagai pijakan awal dalam pemilihan strategi pembelajaran yang optimal. Uno dan Lamatenggo menambahkan bahwa kemampuan awal amat penting peranannya dalam meningkatkan kebermaknaan pembelajaran, yang selanjutnya membawa dampak dalam memudahkan proses-proses internal yang berlangsung dalam diri siswa ketika belajar. Setiap kemampuan awal siswa bervariasi tingkat penguasaannya sehingga hal inilah yang dijadikan pedoman dalam merancang bentuk pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individu atau siswa mempunyai kemampuan awal yang berbeda satu sama lain dalam memahami materi pembelajaran. Kemampuan awal memiliki peranan penting sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan rancangan pembelajaran, khususnya dalam pemilihan strategi pembelajaran atau pendekatan pembelajaran. Menurut Ruseffendi (dalam Saragih, 2007) dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu di jumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hal ini dikarenakan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal. Oleh karena itu pemilihan pendekatan pembelajaran harus dapat menyesuaikan kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga memaksimalkan hasil belajar siswa.

Menurut Saragih (2007) mengatakan bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila pendekatan pembelajaran yang digunakan guru menarik, sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat


(32)

17

dimungkinkan pemahaman siswa akan lebih cepat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan sikap siswa dalam matematika. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dan sikap siswa dalam matematika tidak terlalu besar. Penyebabnya adalah karena siswa kemampuan tinggi akan lebih cepat memahami matematika, walaupun pembelajarannya tidak memakai metode yang menarik atau kontekstual, bahkan mungkin merasa bosan dengan pendekatan yang menurut kelompok siswa kemampuan sedang atau rendah sangat cocok. Oleh karena itu, keputusan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran di kelas perlu mempertimbangkan perbedaan kemampuan matematika siswa.

Kemampuan siswa dapat diketahui melalui beberapa cara misalnya dengan mengadakan tes awal, tes bakat, tes inteligensi, hasil prestasi belajar sebelumnya, prestasi belajar selama mengikuti program, umpan balik dari siswa, dan sebagainya. Terkait dengan subjek penelitian yaitu siswa SMP, maka peneliti akan menetapkan perbedaan kemampuan siswa menjadi kelompok tinggi, sedang dan rendah berdasarkan nilai hasil belajar mata pelajaran matematika pada semester sebelumnya atau dari hasil pemberian tes kemampuan awal matematis.

Reigeluth dan Merrill (Uno dan Lamatenggo, 2010) menjelaskan bahwa dalam pengembangan teori belajar, beberapa ahli melakukan beberapa jenis pengklasifikasian variabel-variabel pembelajaran. Klasifikasi variabel-variabel pembelajaran dibagi menjadi 3, yaitu (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, (3) hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran didefinisikan sebagai faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Menurut Uno dan Lamatenggo (2010) kondisi pembelajaran diklasifikasikan oleh Glaser berupa komponen analisis bidang studi dan kemampuan awal. Kondisi pembelajaran berinteraksi dengan metode pembelajaran, dan hakikatnya tidak dapat dimanipulasi. Metode pembelajaran didefiniskan sebagai cara-cara berbeda untuk mencapai pembelajaran yang berbeda dengan kondisi pembelajaran yang berbeda. Klasifikasi yang ketiga, hasil pembelajaran, mencakup semua efek yang


(33)

18

dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran biasa berupa hasil nyata (actual outcome) dan hasil yang diinginkan (desired outcome).

Dewasa ini SMA-SMA di kota atau kabupaten telah dikelompokkan menjadi SMA peringkat tinggi, pringkat sedang, dan peringkat rendah, dan penerimaan siswa barunya diseleksi berdasarkan hasil nilai ujian nasional SMP. Akibatnya, SMA peringkat tinggi diisi oleh siswa lulusan SMP yang mempunyai nilai ujian nasional yang tinggi, SMA peringkat sedang diisi oleh siswa lulusan SMP yang mempunyai nilai ujian nasional yang sedang, dan SMA peringkat rendah diisi oleh siswa lulusan SMP yang mempunyai nilai ujian nasional yang rendah (Mulyana, 2008).

Fenomena seperti penjabaran di atas tidak hanya terjadi pada siswa Sekolah menengah atas, hal ini juga terjadi pada siswa sekolah menengah pertama, bahwa SMP di kota atau kabupaten telah dikelompokkan menjadi SMP peringkat tinggi, peringkat sedang, dan peringkat rendah, dan penerimaan siswa barunya diseleksi berdasarkan hasil nilai ujian nasional SD. Akibatnya, SMP peringkat tinggi diisi oleh siswa lulusan SD yang mempunyai nilai ujian nasional yang tinggi, SMP peringkat sedang diisi oleh siswa lulusan SD yang mempunyai nilai ujian nasional yang sedang, dan SMP peringkat rendah diisi oleh siswa lulusan SD yang mempunyai nilai ujian nasional yang rendah. Hal tersebut di dukung hasil wawancara peneliti di salah satu sekolah menengah pertama di kota bandung, dan juga beberapa sekolah menengah pertama di Kabupaten Bangka barat.

Dengan diaturnya penerimaan siswa SMP seperti di atas diharapkan prestasi siswa SMP dengan kualisi tertentu akan lebih baik dari prestasi siswa SMP dengan kualisi di bawahnya. Namun kenyataannya mungkin saja akan terdapat siswa dari SMP hal ini di tunjukkan pada tahun 2012 hasil rata-rata ujian SMP nasional di salah satu daerah di Indonesia yaitu SMP peringkat tinggi lebih


(34)

19

rendah daripada rata-rata ujian nasional SMP peringkat sedang. Hal ini terjadi kemungkinan besarnya disebabkan oleh adanya suatu pembelajaran yang cocok diterapkan di sekolah yang berkualifikasi tertentu. Menurut hasil penelitian Herman (Mulyana, 2009) kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada sekolah dengan kualifikasi baik dan kualifikasi sedang lebih tepat dilakukan melalui PBM terbuka dan PMB terstruktur dari pada pembelajaran konvensional. Namun pada sekolah dengan kualifikasi kurang lebih cocok dilakukan melalui PBM terstruktur dari pada PMB terbuka dan pembelajaran konvensional.

Selanjutnya dalam Syah (2010) yang mengatakan bahwa pendekatan belajar dan strategi belajar atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar termasuk faktor-faktor yang turut menentukan tingkat efisiensi dan keberhasilan belajar siswa. Sering terjadi seorang siswa yang memiliki kemampuan ranah cipta yang lebih tinggi daripada teman-temannya, ternyata hanya mampu mencapai hasil yang sama dengan yang dicapai teman-temannya. Bahkan, bukan hal yang mustahil jika suatu saat siswa cerdas tersebut mengalami kemerosotan prestasi sampai ke titik yang lebih rendah daripada prestasi temannya yang berkapasitas rata-rata dan sebalikanya, seorang siswa yang sebenarnya hanya memiliki kemampuan ranah cipta rata-rata atau sedang, dapat mencapai puncak prestasi (sampai batas optimal kemampuannya) yang memuaskan, lantaran menggunakan pendekatan belajar yang efisien dan efektif. Dengan demikian terlihat bagaimana suatu tipikal pembelajaran mampu memberikan kontribusi secara efektif dan efisien pada berbagai kelompok kemampuan awal matematis.

Dengan memperhatikan deskripsi sebelumnya, peneliti berupaya mengungkapkan apakah kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) belajar siswa pada pembelajaran Matematika. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Pendekatan Problem-Centered Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Lateral dan Persistence (Kegigihan) Matematis siswa di SMP


(35)

20

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang msalah yang telah di uraikan sebelumnya, maka masalah pokok yang menjadi kajian dalam penelitian ini terfokus pada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) matematis siswa antara menggunakan pendekatan Problem-Centered Learning

dan tidak diterapkannya pendekatan Problem-Centered Learning pada pembelajaran Matematika, Adapun perincian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan PCL, bila ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (Tinggi, Sedang, Rendah)?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir lateralmatematis siswa?

4. Apakah kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

5. Apakah terdapat perbedaan kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) ?

6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap kegigihan (persistence) matematis ?


(36)

21

C. Tujuan penelitian :

Sejalan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian adalah untuk mengkaji;

1. Peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan PCL, bila ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (Tinggi, Sedang, Rendah).

3. Interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir lateralmatematis siswa.

4. Kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

5. Perbedaan kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan PCL, bila ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (Tinggi, Sedang, Rendah.

6. Interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap kegigihan (persistence) matematis.


(37)

22

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ketika Proses Penelitian

a. Siswa dapat berlatih dan mengembangkan kemampuan berpikir lateral matematis serta kegigihan (persistence) matematis siswa SMP.

b. Guru yang terlibat dalam penelitian ini dapat memperoleh wawasan tentang penerapan pendekatan Problem Centered Leraning (PCL)

2. Hasil a. Teoritis

1) Penelitian ini dapat dijadikan sumber bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkannya dalam ruang lingkup yang lebih luas

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru Matematika khususnya, dalam menerapkan pendekatan Problem-Centered Learning sebagai salah satu alternatif untuk di gunakan dalam pembelajaran matematika, agar proses pembelajaran lebih bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam proses pembelajaran matematika

3) Sebagai masukan bagi pengambilan kebijakan dalam peningkatan kualitas pembelajaran Matematika, untuk meningkatkan kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) matematis

4) Memberikan pandangan kepada pendidik untuk lebih mengembangkan kemampuan berpikir lateral matematis siswa, agar dapat menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir lateral yang baik.

b. Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang peningkatan berpikir lateral dan kegigihan matematis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan Problem Centered Learning (PCL)


(1)

dimungkinkan pemahaman siswa akan lebih cepat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan sikap siswa dalam matematika. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dan sikap siswa dalam matematika tidak terlalu besar. Penyebabnya adalah karena siswa kemampuan tinggi akan lebih cepat memahami matematika, walaupun pembelajarannya tidak memakai metode yang menarik atau kontekstual, bahkan mungkin merasa bosan dengan pendekatan yang menurut kelompok siswa kemampuan sedang atau rendah sangat cocok. Oleh karena itu, keputusan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran di kelas perlu mempertimbangkan perbedaan kemampuan matematika siswa.

Kemampuan siswa dapat diketahui melalui beberapa cara misalnya dengan mengadakan tes awal, tes bakat, tes inteligensi, hasil prestasi belajar sebelumnya, prestasi belajar selama mengikuti program, umpan balik dari siswa, dan sebagainya. Terkait dengan subjek penelitian yaitu siswa SMP, maka peneliti akan menetapkan perbedaan kemampuan siswa menjadi kelompok tinggi, sedang dan rendah berdasarkan nilai hasil belajar mata pelajaran matematika pada semester sebelumnya atau dari hasil pemberian tes kemampuan awal matematis.

Reigeluth dan Merrill (Uno dan Lamatenggo, 2010) menjelaskan bahwa dalam pengembangan teori belajar, beberapa ahli melakukan beberapa jenis pengklasifikasian variabel-variabel pembelajaran. Klasifikasi variabel-variabel pembelajaran dibagi menjadi 3, yaitu (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, (3) hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran didefinisikan sebagai faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Menurut Uno dan Lamatenggo (2010) kondisi pembelajaran diklasifikasikan oleh Glaser berupa komponen analisis bidang studi dan kemampuan awal. Kondisi pembelajaran berinteraksi dengan metode pembelajaran, dan hakikatnya tidak dapat dimanipulasi. Metode pembelajaran didefiniskan sebagai cara-cara berbeda untuk mencapai pembelajaran yang berbeda dengan kondisi pembelajaran yang berbeda. Klasifikasi yang ketiga, hasil pembelajaran, mencakup semua efek yang


(2)

dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran biasa berupa hasil nyata (actual outcome) dan hasil yang diinginkan (desired outcome).

Dewasa ini SMA-SMA di kota atau kabupaten telah dikelompokkan menjadi SMA peringkat tinggi, pringkat sedang, dan peringkat rendah, dan penerimaan siswa barunya diseleksi berdasarkan hasil nilai ujian nasional SMP. Akibatnya, SMA peringkat tinggi diisi oleh siswa lulusan SMP yang mempunyai nilai ujian nasional yang tinggi, SMA peringkat sedang diisi oleh siswa lulusan SMP yang mempunyai nilai ujian nasional yang sedang, dan SMA peringkat rendah diisi oleh siswa lulusan SMP yang mempunyai nilai ujian nasional yang rendah (Mulyana, 2008).

Fenomena seperti penjabaran di atas tidak hanya terjadi pada siswa Sekolah menengah atas, hal ini juga terjadi pada siswa sekolah menengah pertama, bahwa SMP di kota atau kabupaten telah dikelompokkan menjadi SMP peringkat tinggi, peringkat sedang, dan peringkat rendah, dan penerimaan siswa barunya diseleksi berdasarkan hasil nilai ujian nasional SD. Akibatnya, SMP peringkat tinggi diisi oleh siswa lulusan SD yang mempunyai nilai ujian nasional yang tinggi, SMP peringkat sedang diisi oleh siswa lulusan SD yang mempunyai nilai ujian nasional yang sedang, dan SMP peringkat rendah diisi oleh siswa lulusan SD yang mempunyai nilai ujian nasional yang rendah. Hal tersebut di dukung hasil wawancara peneliti di salah satu sekolah menengah pertama di kota bandung, dan juga beberapa sekolah menengah pertama di Kabupaten Bangka barat.

Dengan diaturnya penerimaan siswa SMP seperti di atas diharapkan prestasi siswa SMP dengan kualisi tertentu akan lebih baik dari prestasi siswa SMP dengan kualisi di bawahnya. Namun kenyataannya mungkin saja akan terdapat siswa dari SMP hal ini di tunjukkan pada tahun 2012 hasil rata-rata ujian SMP nasional di salah satu daerah di Indonesia yaitu SMP peringkat tinggi lebih


(3)

rendah daripada rata-rata ujian nasional SMP peringkat sedang. Hal ini terjadi kemungkinan besarnya disebabkan oleh adanya suatu pembelajaran yang cocok diterapkan di sekolah yang berkualifikasi tertentu. Menurut hasil penelitian Herman (Mulyana, 2009) kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada sekolah dengan kualifikasi baik dan kualifikasi sedang lebih tepat dilakukan melalui PBM terbuka dan PMB terstruktur dari pada pembelajaran konvensional. Namun pada sekolah dengan kualifikasi kurang lebih cocok dilakukan melalui PBM terstruktur dari pada PMB terbuka dan pembelajaran konvensional.

Selanjutnya dalam Syah (2010) yang mengatakan bahwa pendekatan belajar dan strategi belajar atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar termasuk faktor-faktor yang turut menentukan tingkat efisiensi dan keberhasilan belajar siswa. Sering terjadi seorang siswa yang memiliki kemampuan ranah cipta yang lebih tinggi daripada teman-temannya, ternyata hanya mampu mencapai hasil yang sama dengan yang dicapai teman-temannya. Bahkan, bukan hal yang mustahil jika suatu saat siswa cerdas tersebut mengalami kemerosotan prestasi sampai ke titik yang lebih rendah daripada prestasi temannya yang berkapasitas rata-rata dan sebalikanya, seorang siswa yang sebenarnya hanya memiliki kemampuan ranah cipta rata-rata atau sedang, dapat mencapai puncak prestasi (sampai batas optimal kemampuannya) yang memuaskan, lantaran menggunakan pendekatan belajar yang efisien dan efektif. Dengan demikian terlihat bagaimana suatu tipikal pembelajaran mampu memberikan kontribusi secara efektif dan efisien pada berbagai kelompok kemampuan awal matematis.

Dengan memperhatikan deskripsi sebelumnya, peneliti berupaya mengungkapkan apakah kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) belajar siswa pada pembelajaran Matematika. Oleh karena itu, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Pendekatan Problem-Centered Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Lateral dan Persistence (Kegigihan) Matematis siswa di SMP


(4)

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang msalah yang telah di uraikan sebelumnya, maka masalah pokok yang menjadi kajian dalam penelitian ini terfokus pada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) matematis siswa antara menggunakan pendekatan Problem-Centered Learning

dan tidak diterapkannya pendekatan Problem-Centered Learning pada pembelajaran Matematika, Adapun perincian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan PCL, bila ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (Tinggi, Sedang, Rendah)?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir lateralmatematis siswa?

4. Apakah kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

5. Apakah terdapat perbedaan kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) ?

6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap kegigihan (persistence) matematis ?


(5)

C. Tujuan penelitian :

Sejalan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian adalah untuk mengkaji;

1. Peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan PCL, bila ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (Tinggi, Sedang, Rendah).

3. Interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir lateralmatematis siswa.

4. Kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCL dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

5. Perbedaan kegigihan (persistence) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan PCL, bila ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (Tinggi, Sedang, Rendah.

6. Interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan (PCL, Konvensional) dengan KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) terhadap kegigihan (persistence) matematis.


(6)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ketika Proses Penelitian

a. Siswa dapat berlatih dan mengembangkan kemampuan berpikir lateral matematis serta kegigihan (persistence) matematis siswa SMP.

b. Guru yang terlibat dalam penelitian ini dapat memperoleh wawasan tentang penerapan pendekatan Problem Centered Leraning (PCL)

2. Hasil a. Teoritis

1) Penelitian ini dapat dijadikan sumber bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkannya dalam ruang lingkup yang lebih luas

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru Matematika khususnya, dalam menerapkan pendekatan Problem-Centered Learning sebagai salah satu alternatif untuk di gunakan dalam pembelajaran matematika, agar proses pembelajaran lebih bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam proses pembelajaran matematika

3) Sebagai masukan bagi pengambilan kebijakan dalam peningkatan kualitas pembelajaran Matematika, untuk meningkatkan kemampuan berpikir lateral dan Persistence (kegigihan) matematis

4) Memberikan pandangan kepada pendidik untuk lebih mengembangkan kemampuan berpikir lateral matematis siswa, agar dapat menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir lateral yang baik.

b. Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang peningkatan berpikir lateral dan kegigihan matematis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan Problem Centered Learning (PCL)