EFEKTIVITAS PROSES MEDIASI DALAM MEMINIMALISIR TINGKAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA TAHUN 2014 SAMPAI TAHUN 2016

  

EFEKTIVITAS PROSES MEDIASI DALAM MEMINIMALISIR TINGKAT

PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA TAHUN 2014

SAMPAI TAHUN 2016

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syariah dan Hukum

  Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

  

Oleh :

PUTRI LESTARI SYAM

KATA PENGANTAR

  Alhamdullillah puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Proses Mediasi Dalam

  

Meminimalisir Tingkat Perceraian Di Pengadilan Agama Sungguminasa Tahun

2014 sampai Tahun 2016

  ” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Jurusan Ilmu Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum.

  Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw. yang telah membawa umat ke jalan benar. Sehingga, atas dasar cinta kepada beliaulah, penulis mendapatkan motivasi yang besar untuk menuntut ilmu.

  Sesungguhnya, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan sebagai wujud dari kewajiban penulis dalam mengembangkan serta mengaktualisasikan ilmu yang telah penulis peroleh selama menimba ilmu dijenjang perkuliahan, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, dan juga masyarakat

  Ramadhani Syam dan Rizka Shahira Syam. Terima kasih saya ucapkan kepada beliau semua yang telah membimbing, mencintai, memberi semangat, harapan, arahan dan motivasi serta memberikan dukungan baik secara materiil maupun non-materil sampai terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

  2. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

  3. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag, selaku Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

  4. Bapak Dr. M. Thahir Maloko, M.Hi selaku dosen pembimbing I dan Bapak Ashabul Kahpi, S.Ag. M.H. selaku dosen pembimbing II skripsi ini, atas segala bimbingan, arahan dan motivasinya. Semoga beliau beserta seluruh anggota keluarga besar selalu diberi kemudahan oleh Allah swt. dalam menjalani kehidupan.

  5. Ibu Istiqomah selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum, Bapak Rahman mereka sampaikan dapat bermanfaat bagi kami di dunia dan di akhirat. Amin.

  7. Syamtrisno Parianto, Ismi Rahmayani dan Nurqalbi, Faradiba Amriani, Moh. Muchlis Prawira, Muh. Mahatir, Syarifa Nurul Istifani, Nurjayanti dan Maarif Hasan, Sutrisno, Muh. Hasan, Ilham Suyuti Ikhsan, Kurnia D.S dan Muh. Nur Khutbanullah Lissalam dan semua teman Ilmu Hukum

  5.6 Ang. 2013, Ibu beb dan Master yang tidak lelah mendengarkan keluh kesah saya dan memberikan motivasi kepada saya, yang telah membantu selama perkuliahan sampai sekarang ini, yang namanya tak sempat saya sebutkan satu demi satu. Teman-teman mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum angkatan 2013 yang telah membantu, memberikan semangat kepada penulis.

  8. Kepada kakak-kakak ATF juga saya ucapkan terima kasih, karena berkat kakak-kakak saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.

  9. Teman-teman KKN, khususnya teman-teman KKN angkatan 53, warga Dusun Palulung Desa Balassuka khususnya Ibu Rahmatia dan Bapak

11. Semua pihak yang berpartisipasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

  Penulis sebagai manusia biasa yang takkan pernah luput dari salah dan dosa, menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, penulis sangat mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

  Akhirnya , teriring do’a kepada Allah Swt, penulis berharap semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya yang tentu dengan izin dan ridho-Nya. Amin.

  Gowa, 22 Mei 2017 Penulis,

PUTRI LESTARI SYAM

  NIM. 10500113113

DAFTAR ISI

  JUDUL PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK

  BAB I: PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1 A.

  Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1 B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus …………………………... 8 C. Rumusan Masalah ………………………...……………………… 8 D.

  Kajian Pustaka ……………………………………………………. 9 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………………………………. 11

  BAB II: TINJAUAN TEORITIS ………………………………………………. 12 A.

  Tinjauan Umum Tentang Mediasi ……………………………….. 12 1.

  Pengertian Mediasi …………………………………………. 12 2.

  Tujuan dan Manfaat Mediasi ………………………………. 13 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………... 31 A.

  Jenis dan Lokasi Penelitiann …………………………………….. 31 B. Pendekatan Penelitian …………………………………………… 31 C. Metode Pengumpulan Data ……………………………………… 32 D.

  Metode Pengolahan dan Analisis Data …………………………... 33

  BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………… 34 A.

  Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian ……………………. 34 1.

  Sejarah Pengadilan Agama Sungguminasa ………………….. 34 2. Letak Pengadilan Agama Sungguminasa ………………….... 37 3. Visi dan Misi Penadilan Agama Sungguminasa …………….. 38 4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sungguminasa …….. 39 B. Landasan Hukum Mediasi di Pengadilan ………………………... 41 1.

  UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan …….…………… 42 2. UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama……………. 43 3. PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan.

  …………………………………………………… 45 4. PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Mediasi di

  Pengadilan …………………………………………………… 47

  

ABSTRAK

Nama : PUTRI LESTARI SYAM NIM : 10500113113 Jurusan : Ilmu Hukum

Judul : Efektivitas Proses Mediasi Dalam Meminimalisir Tingkat Perceraian

di Pengadilan Agama Sungguminasa Tahun 2014 sampai Tahun 2016

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas masalah Efektivitas Proses Mediasi Dalam Meminimalisir Tingkat Perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa. Hal ini dilatarbelakangi oleh tingginya kasus perceraian yang masuk pada Pengadilan Agama Sungguminasa mulai dari Tahun 2014 sampai Tahun 2016.

  Tujuan penulisan ini adalah 1). Untuk mengetahui Landasan hukum mediasi pada Pengadilan Agama Sungguminasa. 2). Untuk mengetahui efektivitas proses mediasi dalam meminimalisir tingkat perceraian pada Pengadilan Agama Sungguminasa.

  Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka penulis menggunakan metodelogi yaitu: 1) Wawancara dengan Hakim/Mediator yang menangani perkara yang diuraikan dalam latar belakang. 2) Analisis data yaitu penulis menggunakan analisis data kualitatif, yang mana penulis menggunakan deskriptif kualitatif.

  Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi ini menjadi salah satu upaya untuk meminimalisir tingkat perceraian.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dasar hukum yang digunakan pengadilan khususnya Pengadilan Agama adalah UU No. 1 Tahun 1974, UU No. 7 Tahun 1989, PERMA No. 1 Tahun 2008, PERMA No. 1 Tahun 2016. Dalam pelaksanaannya mediasi tidak sedikit yang mengalami kegagalan dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang hidup secara berkelompok dan saling

  memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain, kondisi ketergantungan itu merupakan kodrat alam yang terbentuk oleh adanya kepentingan-kepentingan secara timbal balik dalam ruamg lingkup komunitas. Secara fisik manusia adalah makhluk yang lemah dibandingkan makhluk-makhluk lainnya, namun dengan intelektualitasnya manusia mampu untuk bertahan hidup dan mengendalikan fungsi- fungsi dalam lingkungan secara luas menjadi bagian dari sarana untuk memenuhi hajat dan kebutuhan hidupnya. Dimensi berpikir manusia bekembang jauh lebih pesat dibanding kemampuan lingkungan untuk mendukungnya, sehingga keseimbangan dalam interaksi sosial lambat laun manunjukkan gejala yang mengkhawatirkan karena komunikasi antar individu dalam sub sistem lingkungan telah terkontaminasi oleh

  1 reaksi negatif dari perubahan sosial yang tidak terkontrol.

  Sejarah umat manusia menunjukkan selalu terjadi pertentangan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain, karena memang

  reason d’etre hukum

  adalah conflict of human interest. Ini mengandung makna bahwa, hukum itu ada

  2 yang terjadi di masyarakat, sehingga tercipta ketertiban dan kedamaian.

  Pertentangan, perselisihan dan perdebatan argumentatif merupakan salah satu upaya yang dilakukan manusia untuk mempertahankan pendirian dan pengakuan dalam proses pencapaian suatu kepentingan yang saling berbenturan. Perilaku yang kontra produktif semakin menimbulkan kecenderungan terhadap masing-masing individu yang sedang bertikai untuk tetap bertahan dan berusaha saling menguasai dengan segala upaya yang ada, baik secara fisik (kekerasan), kekuasaan, konfontasi, diplomasi, negosiasi maupun dengan menggunakan hukum formal yang telah disediakan oleh negara melalui forum litigasi.

  Sengketa adalah pertentangan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat (populasi sosial) yang membentuk oposisi/ pertentangan antara orang- orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu menurut Winardi yang dikutip oleh D. Y Witanto mengemukakan bahwa;

  “Sengketa adalah konflik yang terjadi antara individu-individu atau keompok- kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atau suatu objek kepentingan yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang

  3

  lain.” Berdasarkan pengertian sengketa tersebut, dapat diuraikan menjadi beberapa elemen antara lain:

1. Adanya dua pihak atau lebih; 2.

  Adanya hubungan atau kepentingan yang sama terhadap suatu objek tertentu; 3. Adanya pertentangan dan perbedaan persepsi; 4. Adanya akibat hukum;

  Sistem peradilan diperkirakan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Perkiraan ini didasarkan pada fakta-fakta di lapangan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dinilai terlalu berlarut-larut, membutuhkan waktu yang lama, serta tidak menekankan efisiensi dan efektifitas.

  Selain itu putusan pengadilan justru tidak memuaskan para pihak. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan hingga kini masih terkesan sebagai slogan kosong saja.

  Kondisi ini semakin diperburuk dengan kenyataan masih banyaknya perkara yang bertumpuk dan belum terselesaikan.

  Dalam perkembangannya sesuai dinamika sosial, mengenai proses penyelesaian perkara perdata tidak saja melalui proses formal (pengadilan) akan

  Peluang penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini juga sebelumnya telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, yang telah dijadikan dasar hukum pembentukan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3872), yang selanjutnya disebut UU No. 30 Tahun 1999.

  Sementara itu berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU No. 30 Tahun 1999, menentukan pengertian ADR (Alternatif Penyelesaian Sengketa) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dalam persoalan ini Mahkamah Agung R.I. telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Untuk Menerapkan Lembaga Damai. Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2002 ini kemudian dinyatakan tidak berlaku, sebagai penggantinya yang merupakan penyempurnaan surat edaran tersebut adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003

  2003 itu sendiri, serta untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan

  4 proses berperkara di Pengadilan.

  Setelah terjadinya degradasi dalam dunia peradilan itu sendiri, PERMA No. 1 Tahun 2008 kemudian dicabut dan digantingan dengan PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, alasan digantinya PERMA tersebut adalah bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan belum optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan Mediasi yang lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan keberhasilan Mediasi di Pengadilan, alasan tersebut dapat kita lihat pada dasar pertimbangan di

  5 keluarkannya PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

  Dalam Pasal 1 angka (1) PERMA No. 1 Tahun 2016 menyebutkan bahwa: “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk

  6

  memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.” Pada dasarnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (non

  

intervensi ) dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa.

  Pihak ketiga dalam mediasi tersebut “mediator” atau “penengah”, yang tugasnya sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan

  7

  mediator, melainkan di tangan para pihak yang bersengketa. . Mediasi juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh hakim dalam bidang perdata di pengadilan. Hakim sebagai mediator dalam hal ini juga sangat berperan penting, karena hakim merupakan sosok yang dapat mewujudkan cita-cita hukum yakni tercapainya keadilan, kemanfaatan serta kepastian hukum melalui putusan maupun penetapannya.

  Realitanya mediasi yang dilakukan oleh hakim seringkali gagal, sehingga menyebabkan kasus dari tahun ke tahun kian menumpuk. Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa hanya sedikit kasus yang berhasil diputus melalui mediasi oleh hakim baik di lingkungan pengadilan umum maupun pengadilan agama. Seperti data yang telah diperoleh melalui website Pengadilan Agama Sungguminasa bahwa dari tahun ke tahun perkara yang berhasil diputus oleh hakim yang tidak mencapai kesepakatan perdamaian semakin bertambah, dibandingkan dengan perkara yang berhasil mencapai kesepakatan perdamaian melalui mediasi, hal ini terkhusus pada

  8 kasus perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat. kedua belah pihak dalam hal ini suami istri, tanpa memikirkan keluarga dan anak- anak mereka. Sehingga perselisihan sedikit dalam rumah tangga mereka, yang kemudian langsung memasukkan surat gugatan atau surat permohonan cerainya tanpa pertimbangan terlebih dahulu. Mediasi yang merupakan wadah untuk mempersatukan dan meredahkan perselisihan antara kedua belah pihak suami istri juga gagal di tempuh.

  Menurut hukum Islam, mencegah perceraian antara suami dan istri harus selalu diupayakan, sekalipun konflik sudah sampai ubun-ubun, tetapi terus diupayakan untuk mencegah terjadinya perceraian salah satunya dengan mediasi. Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan selanjutnya disebut PERMA No. 1 tahun 2016 yang bertujuan untuk meningkatkan peran hakim dalam mendamaikan para pihak yang bersengketa, sebagaimana firman Allah swt. QS Al-Nisa/4:35 :

  

  

 

☺   ☺

    niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah

  9 Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

  Proses mediasi ini terjadi permufakatan di antara para pihak yang bersengketa, yang merupakan kesepakatan bersama yang diterima para pihak yang bersengketa. Mediator di sini hendaknya berperan secara aktif dengan berupaya menemukan berbagai pilihan solusi penyelesaian sengketa, yang akan diputuskan oleh para pihak yang bersengketa secara bersama-sama. Dari penjelasan diatas maka dimungkinkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna memperjelas bagaimana landasan hukum tentang mediasi di Pengadilan dan bagaimana efektifitas proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa.

  B.

   Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

  Dalam penelitian ini yang menjadi fokus permasalahan yakni bagaimana landasan hukum tentang Mediasi di pengadilan. Apakah proses mediasi efektif dilakukan di Pengadilan Agama Sungguminasa serta berapa banyak kasus perceraian yang masuk di Pengadilan Agama Sungguminasa dari tahun 2014

  • – 2016 dan berapa banyak yang telah berhasil dimediasi. Untuk menghindari terjadinya kekeliruan pembaca terhadap kata-kata dan istilah-istilah teknis yang terkandung dalam judul skripsi ini, maka penyusun
seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.

  11 2.

  Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.

  12 3.

  Perceraian adalah Perceraian (echscheilding) adalah salah satu cara pembubaran perkawinan karena suatu sebab tertentu, melalui keputusan hakim yang didaftarkan pada catatan sipil.

  13 C.

   Rumusan Masalah

  Didalam penulisan skripsi ini penulis mencoba meneliti mengenai “Efektivitas Proses Mediasi Dalam Meminimalisir Tingkat Perceraian Di Pengadilan Agama Sungguminasa” oleh karena itu penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1.

  Bagaimana landasan hukum tentang Mediasi di Pengadilan? 2. Bagaimana efektivitas proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa? D.

   Kajian Pustaka Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, dalam

  buku ini membahas mengenai eksistensi dan bentuk-bentuk pemberdayaan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Kemudian membahas mengenai kerangka hukum mediasi di pengadilan, terkait dengan dasar filosofis dan yuridis serta relevansi pelembagaan dan pemberdayaan mediasi di pengadilan. Serta membahas tentang hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahap pra-mediasi di pengadilan, terkait dengan kewajiban hakim memerintahkan menempuh mediasi di pengadilan dan penunjukan dan/atau pemilihan mediator.

  

D.Y. Witanto, S.H, Hukum Acara Mediasi, dalam buku ini membahas

  tentang norma-norma yang terkandung dalam PERMA dengan kenyataan yang ada dalam praktek. Selain itu pada buku ini juga membahas tentang peran dan fungsi mediator, proses mediasi, mulai dari tahap pra mediasi sampai kepada tahap penyelesaian akhir dan penentuan hasil.

  

Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata

di Pengadilan, dalam buku ini memberikan gambaran tentang alternatif penyelesaian

  sengketa, arbitrase, negosiasi, konsiliasi dan litigasi, dengan meletakkan tekanan utama pada pembahasan Mediasi. Kemudian membahas mediasi dalam sistem hukum Indonesia dan perundang-undangan yang ada. Lebih lanjut dibahas pula mengenai potensi pengembangannya serta analisis PERMA No.1 Tahun 2008 dan hambatan penerapannya.

  

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat,

dan Hukum Nasional, dalam buku ini dipaparkan secara komprehensif apa yang

  dimaksud dengan mediasi, keterampilan apa yang harus dimiliki oleh seorang dibahas tentang asas-asas hukum perceraian dan sumber-sumber hukum perceraian baik sumber hukum materil maupun maupun hukum formal perceraian. Alasan perceraian serta akibat perceraian terhadap anak, bekas suami/istri, dan harta bermasa dibahas juga secara sistematis di dalam buku ini.

  E.

   Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini `secara singkat, adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui landasan hukum dari proses Mediasi di Pengadilan.

  2. Untuk mengetahui efektivitas proses mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama Sungguminasa dalam meminimalisir tingkat perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa.

  Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi pengetahuan tentang upaya mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama.

  2. Penelitian ini diharapkan untuk memberikan gambaran dan informasi kepada masyarakat umum tentang proses mediasi sebagai proses perdamaian guna meminimalisir tingkat perceraian yang terjadi di dalam masyarakat.

  3.

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Mediasi 1. Pengertian Mediasi Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, yaitu “mediare”

  yang berarti “berada ditengah”. Makna ini merunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugas menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. Berada ditengah juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa.

  Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang

  1 bersengketa.

  Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Mediasi adalah proses penyertaan pihak

  2 ketiga (sebagai mediator atau penasehat) dalam penyelesaian suatu perselisihan.

  Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antar dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan. Adapun pengertian Mediasi menurut PERMA No. 1 tahun 2016, yang tercantum dalam Pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa pengertian Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Sedangkan pengertian Mediasi menurut para ahli adalah sebagai berikut ; Menurut Garry Goopaster yang dikutip oleh D.Y Witanto mengemukakan bahwa mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerjasama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk

  3 membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.

  Menurut Laurence Bolle yang di kutip oleh Syahrizal Abbas menekankan bahwa Mediasi adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan para pihak

  4

  dengan dibantu pihak ketiga sebagai mediator. Pernyataan Bolle menunjukkan bahwa kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan para pihak, dan mediator hanyalah membantu para pihak dalam pengambilan keputusan tersebut.

2. Tujuan dan Manfaat Mediasi Tidak ada sesuatu yang diciptakan tanpa didorong oleh maksud dan tujuan.

  Begitu pula dengan mediasi, dimana mediasi merupakan salah satu bentuk netral dan imparsial. Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang

  5 dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution).

  

Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya,

  karena para pihak telah mencapai kesepakatan dan mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Selain itu mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan antara lain : a.

  Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau lembaga arbitrase.

  b.

  Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi dan psikologi mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.

  c.

  Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.

  d.

  Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan control terhadap proses dan hasilnya.

  e. g.

  Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di

  6 pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.

3. Prinsip-Prinsip Mediasi

  Terdapat beberapa prinsip diselenggarakannya kegiatan mediasi. Prinsip atau filosofi ini merupakan kerangka kerja yang harus diketahui oleh mediator, sehingga dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari filosofi yang melatar belakangi lahirnya mediasi tersebut. Terdapat lima prinsip yang dikenal sebagai dasar filosofi mediasi. Kelima prinsip tersebut adalah : a.

  Prinsip kerahasiaan (confidentiality) Kerahasiaan yang dimaksud di sini adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-pihak yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh masing-masing pihak. Demikian juga mediator harus menjaga kerahasiaan dari isi mediasi tersebut, serta sebaiknya menghancurkan seluruh dokumen diakhir sesi atau tahap yang mediator lakukan. Mediator juga tidak dapat dipanggil sebagai saksi dalam pengadilan dalam kasus yang ia prakarsai penyelesaiannya melalui mediasi.

  b. penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakan dari luar. Penyelesaian sengketa harus muncul dari pemberdayaan terhadap masing masing pihak, karena hal itu akan lebih memungkinkan para pihak untuk menerima solusinya c.

  Prinsip netralitas (neutrality) Dalam mediasi, peran seorang mediator hanya menfasilitasi prosesnya saja, dan isinya menjadi milik para pihak yang bersengketa. Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya mediasi. Dalam mediasi , seorang mediator tidak bertindak layaknya seeorang hakim atau juri yang memutuskan salah atau benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.

  d.

  Prinsip solusi yang unik (a unique solution) Solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreatifitas. Oleh karena itu proses mediasi lebih banyak mengikuti keinginan dan kesepakatan kedua belah pihak, yang terkait

  7 erat dengan konsep pemberdayaan masing-masing pihak.

4. Pengertian Mediator

  Menurut Pasal 1 angka 2 PERMA No. 1 tahun 2016, mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai yang masuk kedalam persoalan para pihak untuk memfasilitasi para pihak dalam mencapai kesepakatan perdamaian. Dalam proses mediasi, seorang mediator berperan sebagai pemacu, dan fasilitator yang harus mengarahkan para pihak yang bersengketa untuk menemukan sendiri jalan penyelesaiannya, disebutkan dalam

  Black’s Law Dictionary bahwa : “the

mediator has no power to impose a decision on the parties”. Hal serupa juga

  diungkapkan oleh Mark E. Roszkowsky yang menyebutkan bahwa : “A mediator

  generally has no power to impose a re solution” yang artinya didalam penyelesaian

  sengketa para pihaklah yang memiliki kewenangan penuh untuk menentukan bentuk

  8 penyelesaiannya.

5. Peran dan Fungsi Mediator a.

  Peran mediator dalam penyelesaian konflik Keberhasilan proses mediasi banyak ditentukan oleh seberapa cerdas dan pandainya seorang mediator dalam menciptakan kemungkinan terjadinya proses komunikasi, karena mediator akan memegang kendali proses mediasi dengan strategi- strategi yang ampuh dan mampu meluluhkan pendirian.

  Gery Goodpater menyebutkan bahwa mediator dapat dipandang sebagai

9 Terapis ini menyangkut tindakan menganalisis dan seorang “terapis negosiasi”.

  mendiagnosis suatu sengketa dan kemudian mendesain serta mengendalikan proses serta intervensi lain dengan tujuan menuntun para pihak untuk mencapai suatu

  10

  mufakat yang sehat, terdapat beberapa peran penting seorang mediator, antara lain : 1)

  Melakukan diagnosa konflik Seorang mediator selain harus memiliki pengetahuan tentang permasalahan yang terjadi juga harus memiliki kemampuan dalam mengendalikan para pihak, sehingga konsentrasi para pihak terfokus pada proses penyelesaian sengketanya, kepentingan-kepentingan lain diluar persoalan pokok sedapat mungkin harus dieliminasi lebih awal sebelum masuk ke pokok perkaranya. Sebelum memulai tahap mediasi, mediator harus melakukan identifikasi apakah yang menjadi latar belakang persoalan. Dari proses indentifikasi tersebut, maka mediator dapat menyusun poin-poin penting yang membuat skala prioritas menyangkut poin mana yang harus mendapat perhatian khusus guna memperdalam cara pemecahan masalahnya. Dengan adanya diagnosa konflik, maka diharapkan mediator dapat mempersiapkan teknik dan strategi tertentu untuk membentuk forum dan memacu antusias para pihak kedalam proses komunikasi yang efektif. Setiap konflik memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga pendekatan yang digunakan tidak harus selalu sama, bagi seorang mediator yang handal akan dapat menentukan metode yang tepat terhadap setiap jenis sengketa. melakukan penelaahan secara lebih mendalam karena pada fase ini mediator sudah mudah melakukan komunikasi verbal secara lebih mendalam dengan para pihak. Selain pokok permasalahan yang harus mampu diidentifikasi, mediator juga harus mampu untuk melihat dan menginventarisasi kepentingan-kepentingan kritis, apakah kepentingan para pihak berada pada pokok persengketaannya ataukah ada kepentingan lain yang lebih kompleks dibalik pokok sengketanya.

  3) Menyusun agenda

  Agar proses mediasi bisa terarah dan efektif, maka mediator harus menyusun agenda pertemuan yang jadwalnya disesuaikan dengan kesanggupan dan persetujuan para pihak. Pasal 3 ayat 1 PERMA No. 1 tahun 2016 memberikan jatah waktu melakukan mediasi selama 30 (tiga puluh) hari. Mediator memberikan pilihan kepada para pihak, apakah akan melakukan pertemuan seminggu sekali atau seminggu dua kali tergantung dari kesanggupan para pihak. Berdasarkan agenda yang telah disusun mediator akan menyusun materi pertemuan yang akan dibahas dengan para pihak. Mediator harus mengifisienkan waktu agar jangan sampai proses mediasi berlarut-larut tanpa hasil. Diharapkan pada setiap pertemuan mediator telah memiliki beberapa program kerja dan rencana yang akan dilakukan.

  4) Memperlancar dan mengendalikan komunikasi

  Kemampuan mengendalikan komunikasi merupakan peran yang cukup menentukan penyelesaiannya. Disini mediator akan berperan sebagai mediator yang akan mengendalikan aturan main dalam komunikasi para pihak, masukan-masukan dan saran alternatif tetap selalu dibutuhkan dalam proses komunikasi diantara para pihak, namun secara substantif mediator cukup menjadi pendengar dan pencatat saja, agar butir-butir kesepakatan kelak dapat dituangkan dalam dokumen kesepakatan damai.

  5) Membimbing dan melakukan tawar menawar dan kompromi

  Dalam proses mediasi, mediator harus mampu mengendalikan para pihak untuk mengesampingkan keinginan-keinginan non- substansial, para pihak harus dibimbing untuk saling memberikan penawaran dan membuat konsep penyelesaian. Pihak penggugat harus menyampaikan penawaran dengan nilai atau ukuran yang lebih lunak dibandingkan dengan nilai yang tertera dalam gugatan, artinya harus ada perlunakan dalam proses penawaran dengan penurunan jumlah tuntutan, sedangkan dilain pihak tergugat juga harus memberikan penawaran yang realistis atas kesanggupan untuk mengambil keputusan sesuai dengan batas-batas yang ia miliki.

  6) Mengumpulkan informasi penting

  Mediator harus bertindak sebagai pencatat data-data dan informasi penting dari perundingan yang berlangsung, hal ini akan bermanfaat ketika proses perundingan sudah mulai masuk pada tahap penyusunan kesepakatan, sehingga butir-

  7) Penyelesaian masalah dengan pilihan-pilihan

  Mediator setidaknya harus memiliki dua atau lebih pilihan yang dapat diajukan kepada para pihak jika para pihak tidak berhasil menemukan jalan terbaik dalam penyelesaian masalahnya. Pilihan yang diajukan berasal dari hasil penilaian dari pokok-pokok sengketa yang dirundingkan. Mediasi pada prinsipnya menggunakan metode pendekatan moral bahkan bisa juga menempuh pendekatan religius yang pada akhirnya mengharapkan adanya kerelaan dan keikhlasan dari para pihak yang sedang melakukan perundingan untuk saling mengerti kepentingan satu sama lain.

  b.

  Fungsi mediator

  11 Mediator menurut Fuller yang dikutip oleh D.Y Witanto memiliki beberapa

  fungsi, antara lain : 1)

  Sebagai katalisator Mediator adalah orang ketiga yang masuk kedalam sebuah konflik yang sedang berlangsung untuk memfasilitasi para pihak dalam menemukan titik penyelesaian secara damai, mediator tidak hadir untuk memeberikan keputusan dan agar mampu mengambil keputusan dalam sebuah kesepakatan berdasarkan kehendak bersama. Pihak-pihak yang bertikai merupakan klien yang harus diberikan motivasi untuk berdamai dan mencoba meredakan ketegangan yang terjadi diantara para pihak. Mediator harus mampu menjadi seorang pendidik (educator), yang mampu memberikan arahan dan nasihat menyangkut sikap-sikap yang baik dalam menyelesaikan masalah, mediator harus berusaha untuk memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak.

  3) Sebagai penerjemah

  Tidak semua usulan dalam bentuk konsep dapat dimengerti para pihak yang sedang terlibat proses perdamaian. Apalagi jika para pihak berasal dari golongan orang yang tidak begitu memahami materi hukum. Dalam kondisi seperti itu seorang mediator harus mampu menerjemahkan setiap konsep yang tidak dimengerti oleh para pihak kedalam bahasa yang mudah untuk dimengerti.

  4) Sebagai narasumber

  Fungsi mediator sebagai narasumber bukan berarti bahwa mediator harus serba mengerti, namun setidaknya mediator harus mampu mendayagunakan atau melipatgandakan kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia. Berkaitan dengan hal itu, maka seorang mediator harus menguasai prosedur dan mekanisme yang berlaku sekaligus memahami tentang materi sengketa yang sedang dihadapi. Walaupun fungsi pokok mediator berbeda dengan penasehat hukum, namun setidaknya mediator dapat memberikan solusi dan penjelasan secukupnya mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi. sekedar sebagai alat untuk mengantisipasi dan mencari solusi atas semua aksi dan reaksi negatif yang disampaikan oleh para pihak. Kemampuan mediator dalam mereduksi informasi negatif akan membantu kelencaran dalam menuju tahap yang lebih menguntungkan bagi terlaksananya forum komunikasi yang efektif. Saran yang konstruktif dalam bentuk usul-usul penyelesaian harus dioptimalkan dalam setiap tahapan proses.

  6) Sebagai agen realitas

  Beberapa tahapan penting akan dilalui oleh seorang mediator, salah satu tahapan itu adalah ketika seorang mediator harus berterus terang menyangkut kenyataan yang ada. Mediator harus menampung segala bentuk informasi baik berupa keluhan, tuduhan maupun pengakuan dan menyalurkan informasi tersebut kepada pihak lawan dengan menggunakan bahasa mediator sendiri.

  Ketika dilakukan kaukus akan banyak didapatkan informasi yang bersifat realitas, hal itu harus dikemas menjadi bahan acuan dalam mengelola proses tawar- menawar dan kompromi. Fungsi mediator sebagai agen realitas dapat dilakukan jika mediator dapat menjadi pendengar yang baik dalam proses interaksi verbal. Selain dari pernyataan secara lisan, kondisi realitas dapat disampaikan melalui tulisan- tulisan yang dapat memberikan gambaran tentang sebuah kenyataan.

  7) Mediator juga harus menjaga agar dalam proses interaksi para pihak tidak terlibat perdebatan kursi yang tidak memiliki fungsi untuk mengakhiri sengketa. Strategi tertentu harus digunakan oleh mediator agar para pihak mau menumpahkan segala reaksi negatif kepadanya dan memproyeksikan setiap reaksi positif terhadap pihak lawan perkaranya.

6. Mekanisme dan Prosedur Mediasi a.

  Tahapan Pra Mediasi Tahap pra mediasi adalah tahap awal dimana mediator menyusun sejumlah langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Tahap pra mediasi merupakan tahap yang amat penting, karena akan menentukan berjalan atau tidaknya proses mediasi selanjutnya. Pada tahap ini mediator melakukan beberapa langkah antara lain ; membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengkordinasikan pihak yang bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yang hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat, dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan perselisihan

  12 mereka.

  Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim mendorong para pihak

  13 Yang diperbolehkan menjadi mediator adalah sebagai berikut :

  1) Hakim mediator (Pasal 1 ayat 2 PERMA No. 1 Tahun 2016). Selain mediator

  Hakim, pengadilan juga menyediakan mediator dari kalangan pegawai pengadilan yang meliputi yaitu : 2)

  Panitera 3)

  Sekertaris 4)

  Panitera Pengganti 5)

  Juru Sita 6)

  Juru Sita Pengganti 7)

  Calon Hakim

8) Pegawai Lainnya.

  Jika dalam proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian

  14 tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.

  Ketentuan tersebut sesuai dengan isi Pasal 19 PERMA No. 1 tahun 2016 yang pada hakikatnya memberikan kebebasan penuh kepada para pihak yang bersengketa untuk memilih dan menentukan sendiri siapa yang dapat dipercaya menjadi mediator yang nantinya akan dapat membantu para pihak yang bersengketa dalam menyusun kesepakatan penyelesaian sengketa.

  Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari pihak mediasi apabila pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad yang tidak baik.

  Mediasi melibatkan orang-orang yang mempunyai sifat yang berbeda-beda, mungkin saja ada pihak yang merasa terpaksa menjalani proses mediasi, karena adanya kewajiban bahwa setiap perkara perdata yang masuk harus menempuh mediasi terlebih dahulu.

  b.

  Tahap Pelaksanaan Mediasi Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap dimana pihak-pihak yang bertikai

  15

  sudah berhadapan satu sama lain, dan memulai proses mediasi. Proses mediasi berlangsung paling lama tiga puluh hari sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Dalam tahap sambutan pendahuluan, mediator memperkenalkan identitas diri dan perannya dalam mediasi sehingga para pihak mengenal dan mengetahui kedudukan mediator dalam menjalankan tugas mediasi. Selanjutnya, dalam tahap pendahuluan ini, mediator juga harus menjelaskan kedudukannya dalam proses mediasi. Ia hanya berfungsi membantu para pihak dalam mencari jalan pemecahan terhadap persoalan yang mereka hadapi, dan ia tidak memiliki wewenang untuk memaksakan kedua belah pihak untuk mengikuti tawaran solusi yang dimiliki

  Setelah mediator melakukan kegiatan pendahuluan, maka ia melanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memaparkan kisah masing- masing. Mediator harus hati-hati memilih dan menentukan pihak mana yang diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk mengungkapkan kisahnya, karena jangan sampai menimbulkan kesalahan presepsi dari para pihak, bahwa mediator memihah

  16 salah satu pihak.

  Setelah mereka saling memahami kebutuhan khusus dan kepentingan masing-masing pihak, mediator meminta para pihak untuk memikirkan cara penyelesaian untuk memenuhi kebutuhan mereka, melalui kebebasan menciptakan dan mengembangkan ide-ide mereka, sehingga mereka mampu menciptakan pilihan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik. Langkah terakhir dari pelaksanaan proses mediasi adalah penutup mediasi. Dalam penutup mediasi, mediator mengucapkan selamat kepada kedua belah pihak atas kesepakatan mereka membuat solusi atau penyelesaian sengketa yang baru saja mereka tandatangani bersama. Mediator memberikan penjelasan bahwa kesepakatan yang mereka buat adalah hasil kerja keras mereka dan itu merupakan keputusan mereka sendiri. Mediator mengigatkan juga bahwa kesepakatan yang telah mereka capai akan bermanfaat apabila mereka menindak lanjutinya. Setelah penandatanganan kesepakatan

  B.

   Tinjauan Umum Perceraian 1.

   Istilah Perceraian

  Kata “cerai” menurut Kamus Bahasa Indonesia yakni pisah, putus hubungan sebagai suami istri. Adapun arti dari kata “bercerai” yakni berpisah, tidak bercampur