MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

  

MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

SALATIGA TAHUN 2012-2013

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

HANIF UMMU HAPSARI

  

21109006

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

  

2014

KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama : HanifUmmuHapsari NIM : 21109006 Jurusan : Syariah Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah Judul : Problem Hakim Mediator Dalam Mediasi

  Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012-2013 Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.

  Salatiga, 2September2014 Pembimbing,

  Drs.Machfudz,M.Ag

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hanif Ummu Hapsari NIM : 21109006 Jurusan : Syariah Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

  Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 14 September 2014 Yang menyatakan,

   Hanif Ummu Hapsari

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

  “Real success is determined by two factors. Firs is faith, and second is action” Kesuksesan sejati ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah keyakinan, dan kedua adalah tindakan.

  PERSEMBAHAN

  Untuk Suamiku tercinta, Triyanto Bapak Ibuku yang selalu memberikan kasih sayang dan doa demi keberhasilanku. Putra tercintaku, ZakiNafisaRamadhan yang selalu menjadi penyemangat hidupku,adik-adikku tersayang, dan Teman Teman AHS 09 yang kebersamaannya selalu saya rindukan.

  

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

  Alhamdulillahirabbil‟alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

  melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. oleh karena itu, penulis mengcapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1.

  Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi,M.Pd., selaku Ketua STAIN Salatiga; 2. Bapak Drs.Machfudz,M.Ag., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini; 3. Bapak Beny Ridwan,M.Hum., selaku Ketua Jurusan Syari‟ah STAIN

  Salatiga; 4. Bapak Sukron Makmun,S.HI,M.Si., selaku Ketua Program Studi Ahwal al

  Syakhshiyyah; 5. Seluruh dosen STAIN Salatiga, yang selama 8 semester telah membagi ilmunya yang sangat bermanfaat;

  6. Orang tuaku dan suamiku yang telah turut serta membantu dan memberikan dukungan baik materi maupun non-materi;

7. Teman-teman Syariah angkatan 2009, terutama sabahat peneliti, Ana,

  Nurul, Dyah, Lia dan Affah; 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  Teriring do‟a dan harapan semoga amal baik dan jasa semua pihak tersebut diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT.Amin.

  Wassalamualaikum wr.wb.

  Penulis

  

ABSTRAK

  Hapsari Ummu Hanif. 2014. MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013. Skripsi. Jurusan Syariah.

  Program Studi Ahwal al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs.Machfudz,M.Ag

  Kata Kunci: Mediasi, Perceraian, Pengadilan

  Penulisan skripsi ini dilatar belakangi banyaknya proses mediasi perceraian yang gagal di Pengadilan Agama Salatiga. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga,(2) Problem apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga,(3) Bagaimana upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk menjelaskan prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga,(2) Untuk menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga,(3) Untuk menjelaskan upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga.

  Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan, yaitu data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi-informasi melalui wawancara terhadap beberapa hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu memaparkan obyek penelitian apa adanya sesuai dengan keberadaan dan informasi data yang ditemukan. Terkait dengan hal itu, juga dikemukakan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan permasalahan- permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini mengenai peran hakim mediator dalam upaya meminimalisir angka perceraian. Kemudian secara cermat menelaah, meneliti dan menganalisa tentang peran hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga terhadap semakin banyaknya angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga yang dilihat dari teori-teori dan pemikiran yang ada.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Beberapa hakim mediator dalam melakukan mediasi memang sudah mengikuti aturan PERMA dan pedoman perilaku mediator, (2) Problem yang dihadapi hakim mediator dalam mediasi kasus perceraian pada umumnya adalah karena kebanyakan suami isteri yang mendaftarkan perceraian di Pengadilan Agama keadaan rumah tangganya sudah sangat parah dan sudah tidak bisa didaaikan lagi, kebanyakan dari mereka sebelum mendaftarkan perceraian sudah diupayakan perdamaian oleh pihak keluarga terlebih dahulu, (3) Upaya penyelesaian hakim mediator dalam mengatasi problem medasi yang dihadapi dalam kasus perceraian adalah menasehati para pihak mengenai dampak dari perceraian terutama terhadap anak, apabila yang bercerai sudah mempunyai anak. Dan menyuruh para pihak untuk saling mengoreksi diri sebelum mengambil keputusan untuk bercerai.

  DAFTAR ISI

  SAMPUL....................................................................................................... i LEMBAR BERLOGO.................................................................................. ii PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. vi KATA PENGANTAR................................................................................... vii ABSTRAK..................................................................................................... viii DAFTAR ISI................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xi

  BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.............................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian............................................................................... 8 D. Kegunaan Penelitian.......................................................................... 8 E. Telaah Pustaka................................................................................... 9 F. Penegasan Istilah................................................................................ 11 G. Metode Penelitian.............................................................................. 11 1. Jenis Penelitian.............................................................................11 2. Lokasi penelitian.......................................................................... 12 3. Sumber data................................................................................. 12 4. Prosedur pengumpulan data......................................................... 13 a. Observasi............................................................................... 13 b. Wawancara............................................................................. 13 c. Dokumentasi.......................................................................... 13 5. Analisis data................................................................................ 13 6. Pengecekan keabsahan data......................................................... 14 H. Sistematika Penulisan.................................................................... 14

  BAB II. MEDIASI PENELITIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA A. Perceraian dalam islam 1. Pengertian talak........................................................................... 16 2. Hukum talak dalam islam................................................ ……... 20 3. Macam-macam talak................................................................... 22 B. Mediasi pada kasus perceraian........................................................ 29 1. Pengertian mediasi....................................................................... 30 2. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama …................................. 33 a. Tahap pra mediasi.................................................................. 33 b. Tahap proses mediasi............................................................. 33 c. Mediasi mencapai kesepakatan.................................. …...….34 d. Mediasi tidak mencapai kesepakatan.................................... 35 e. Tempat penyelenggaraan mediasi.......................................... 35 f. Perdamaian di tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali................................................................................... 35 C.

  Mediasi dalam islam................................. ........................................ 36

  BAB III. TEMUAN PENELITIAN A. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga.............................. 43 B. Problem Hakim mediator Pengadilan Agama Salatiga dalam mediasi............................................................................................... 44 C.

  Upaya yang dilakukan Hakim mediator Pengadilan Agama Salalatiga dalam mengatasi problem mediasi..................................................... 52 D.

  Analisis…………………………………………………………….. 57

  BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................ 64 B. Saran.................................................................................................. 65 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran Riwayat Hidup Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran I Lembar konsultasi sripsi Lampiran II Nota pembimbing Lampiran III Nilai SKK Mahasiswa Lampiran IV Permohonan izin penelitian Lampiran VI Jawaban permohonan izin penelitan Lampiran VII Daftar pertanyaan wawancara Lampiran VIII Riwayat hidup penulis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Keluarga yang sakinah yang penuh mawaddah dan rahmah merupakan

  dambaan setiap orang. Keluarga sakinah dapat dibangun jika setiap unsur keluarga terutama suami isteri memahami tujuan perkawinan dan mengerjakan hak serta kewajiban masing-masing dengan penuh rasa kesadaran. Mereka saling cinta mencintai, hormat menghormati, dan saling membantu lahir maupun batin. Mereka saling menghargai dan memahami kedudukan dan fungsi masing-masing. Jika ini semua berjalan baik , maka keluarga bahagia yang tenteram, penuh cinta dan kasih sayang akan secara otomatis terbentuk dalam keluarga. Namun di dalam perjalanan rumah tangga jika terjadi perselisihan yang pelik (syiqaq) antara pasangan suami isteri , kemudian mereka membawanya ke Pengadilan Agama , maka disini peran seorang mediator sangat diharapkan dapat menengahi permasalahan mereka hingga diupayakan terjadi perdamaian diantara mereka.

  Pengertian perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 mengandung makna suatu ikatan lahir batin, di mana para pihak yang bersangkutan yaitu antara seorang pria dan wanita telah memiliki komitmen atau kesepakatan untuk hidup bersama sebagai suami istri dengan tujuan membina keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau sesuai dengan tuntunan agamanya. Undang-Undang Perkawinan telah mensyaratkan asas mempersukar perceraian, yaitu dengan menentukan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang mendamaikan kedua belah pihak,dan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

  Berdasarkan asas mempersukar tersebut, maka seharusnya perceraian merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh suami istri dalam kehidupan rumah tangga setelah upaya perdamaian tidak dapat terlaksana. Walaupun Undang-Undang Perkawinan telah mengatur secara jelas asas-asas perkawinan, namun kenyataan hidup membuktikan bahwa memelihara keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga bukanlah hal yang mudah dilaksanakan. Kehidupan yang harmonis antara suami istri kadang tidak dapat diwujudkan sehingga tercipta konflik/sengketa antar pribadi suami istri dan berakhir dengan perceraian

  Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri ( Soemiyati, 1982:12 ) Salah satu upaya perdamaian yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam membantu menyelesaikan perkara perceraian baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah mediasi, dengan bantuan mediator. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. (Gunawan Wijaya, dkk, 2001). Mediasi secara formal telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia(Perma) No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan terakhir mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian sengketa yang harus dilakukan dalam setiap pemeriksaan perkara di pengadilan. Ketentuan Perma telah mengatur secara rinci proses mediasi yang dapat dilakukan dengan bantuan mediator sepanjang sidang berlangsung dan belum diputuskan oleh hakim.

  Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor. 1 Tahun 2008, pengertian Mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 6, yaitu : “ Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator “. Disini disebutkan kata mediator yang harus mencari “berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa “ yang diterima para pihak. Pengertian mediator disebutkan dalam pasal 1 butui 5, yaitu : Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkin an penyelesaian sengketa”. Para pihak akan mengambil keputusan sendiri atas dasar negosiasi dengan pihak lawannya.

  Mediasi di Pengadilan Agama adalah suatu proses usaha perdamaian antara suami dan isteri yang telah mengajukan gugatan cerai, dimana mediasi ini dijembatani oleh seorang Hakim yang ditunjuk di Pengadilan Agama. Proses mediasi ini dapat dikatakan baru dilaksanakan dalam Pengadilan Agama pada tahun 2008 berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 ( PERMA Nomor. 1/2008 )

  Dalam kehidupan rumah tangga sering dijumpai seorang suami atau akibat tidak terpenuhinya hak yang harus diperoleh atau tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak atau karena alasan lain, yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara suami isteri tersebut.

  Dan tidak mustahil dari perselisihan itu akan berbuntut pada putusnya ikatan perkawinan (perceraian).

  Salah satu sebab dimungkinannya perceraian tersebut adalah syiqaq (terjadinya perselisihan atau persengketaan yang berlarut-larut antara suami isteri

  ). Namun jauh sebelumnya dalam Al Qur‟an Surat An-Nisa‟ ayat 35 yang berbunyi            

             

  Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

  Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa salah satu cara menyelesaikan perselisihan atau persengketaan antara suami isteri yaitu dengan jalan mengirim seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah

  Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.(harijah, 1997:27-28) Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak, ahli di bidang yang disengketakan. Hal ini sejalan dengan firman Allah: An-Nisaa (4 ) : 58. Mediator ditunjuk oleh para pihak ( secara langsung maupun melalui lembaga mediasi ), dan berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Walaupun demikian, ada suatu pola umum yang dapat diikuti pada umumnya dijalankan oleh mediator dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. Sebagai suatu pihak diluar perkara, yang tidak memiliki kewenangan memaksa, mediator berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak. Berdasarkan pada informasi yang diperoleh, baru kemudian mediator dapat menentukan duduk perkara, kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pihak yang bersengketa, dan selanjutnya mencoba menyusun proposal penyelesaian, yang kemudian dikomunikasikan dengan para pihak secara langsung.

  Dalam hukum islam, mencegah perceraian antara suami dan isteri harus selalu diupayakan, sekalipun konflik sudah sampai ubun-ubun, tetapi terus diupayakan untuk mencegah terjadinya perceraian, salah satunya mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan selanjutnya disebut PERMA No. 1 tahun 2008 yang bertujuan untuk meningkatkan peran haikm dalam mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hakim sebelum memeriksa perkara lebih lanjut wajib berusaha mendamaikannya, dengan memberi nasihat-nasihat. Namun karena keadaan suami isteri yang bereperkara di pengadilan sudah sangat parah, hati mereka sudah pecah, maka upaya perdamaian selama ini tidak banayak membawa hasil.

  Dalam penelitian ini penyusun menjadikan Pengadilan Agama Salatiga sebagai subyek penelitian dengan alasan Pengadilan Agama Salatiga setiap tahunnya angka perceraian terus mengalami peningkatan, sehingga dengan penelitian ini dapat diketahui sejauh mana peran dan fungsi lembaga mediasi di Pengadilan Agama Salatiga bereperan aktif dalam menekan jumlah angka perceraian.

  Secara umum mediasi dapat diterapkan oleh semua lembaga peradilan baik tingkat pertama, tingkat banding maupun tingka kasasi dan PK tidak terbatas hanya di Pengadilan Agama, namun Penulis mencoba mengemukakan di Pengadilan Agama terkait perkara cerai gugat serta cerai talak . Akan tetapi, dalam prakteknya biasanya muncul persoalan- persoalan, baik yang disebabkan oleh pihak tergugat dan penggugat maupun hambatan-hambatan lain dari pihak pebgadilan.

  Penelitian ini terfokus pada problem yang dihadapi hakim mediator dalam menangani kasus perceraian. Untuk itu penulis mengambil judul “ Problem Yang Dihadapi Hakim Mediator Dalam Mediasi Perceraian Suami Isteri Di Pengadilan Agama Salatiga “.

B. RUMUSAN MASALAH Penelitian ini terfokus pada mediator di Pengadilan Agama Salatiga.

  Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti memfokuskan pada beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan

  Agama Salatiga? 2. Kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di

  Pengadilan Agama Salatiga? 3. Bagaimana upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian?

C. TUJUAN PENELITIAN

  Dalam penelitian ini tentunya penulis mempunyai tujuan-tujuan tertentu sebagai mahasiswa syari‟ah di STAIN SALATIGA. Sebagai konsekwensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di

  Pengadilan Agama Salatiga 2. Untuk menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi perceraian di Pengadilan Agama Salatiga

  3. Untuk menjelaskan upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian

D. KEGUNAAN PENELITIAN

  Penelitian ini semoga bermanfaat untuk;

  1. Manfaat Akademik a.

  Menambah wawasan tentang proses mediasi dalam menangani kasus perceraian.

  b.

  Sebagai bahan komparasi bagi peneliti selanjutnya dalam penelitian tentang tingkat keberhasilan mediator dalam menangani kasus perceraian.

  2. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi: a.

  Pengadilan Agama yang diteliti agar lebih meningkatkan kinerja mediatornya agar mampu menghadapi hambatan-hambatan yang dialami dalam kasus perceraian.

  b.

  Masyarakat agar lebih mengetahui dan memahami proses mediasi yang ada di Pengadilan Agama Salatiga khususnya dalam menangani kasus perceraian

E. TELAAH PUSTAKA

  Berdasarkan penelusuran data yang peneliti lakukan, terdapat beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan terkait peranan mediasi dalam upaya meminimalisir angka perceraian serta skripsi yang mengacu pada SEMA No. 01 Tahun 2002 dan PERMA No. 02 Tahun 2003.

  Diantara karya ilmiah yang memuat tentang hakim mediasi adalah Skripsi Ainur Rofiq yang berjudul “Penerapan Mediasi di Pengadilan Agama Yogyakarta pasca SEMA No. 01 Tahun 2002”, dalam skripsi ini dijelaskan upaya hakim dalam mendamaikan pihak berperkara melalui jalan mediasi, dengan harapan perceraian dapat dihindarkan dan dapat memulihkan kembali tujuan perkawinan, yang berdasarkan pada SEMA No. 01 Tahun 2002.

  Skripsi Aeni berjudul “Upaya Perdamaian Hakim dalam Upaya Mencegah Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tahun 2005)” menjelaskan bahwa hakim sebagai pihak netral bagi para mengupayakan tidak terjadinya perceraian kemudian hakim memberikan nasehat dan menjelaskan konsekuensi yang timbul akibat perceraian, namun tingkat keberhasilan yang dilakukan hakim dalam mengupayakan perdamaian bagi pihak yang berikai masih minim.

  Skripsi Ahmad Jawahir yang berjudul “ Ketidakberhasilan Usaha Hakim dalam Mendamaikan Perkara Perceraian ( Studi Putusan di Pengadilan Agama Yogyakarta Pada Tahun 2007 ), menjelaskan bagaimana usaha Hakim dalam mengupayakan perdamaian bagi para pihak khususnya perkara perceraian di Pengadilan Agama Yogyakarta. Skripsi ini juga menyebutkan faktor-faktor yang menghambat hakim dalam mendamaikan para pihak yang sudah bulat ingin bercerai, karena keterbatasan waktu dan kemudaratan dalam kehidupan rumah tangga lebih banyak daripada maslahatnya.

  Berdasarkan penelusuran terhadap beberapa literatur tersebut, belum ada karya ilmiah yang membahas secara khusus tentang upaya mediasi terhadap kasus perceraian dan problem hakim mediator di Pengadilan Agama. Dengan demikian penelitian skripsi ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada dan berguna bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dalam hukum keperdataan.

  F. PENEGASAN ISTILAH 1.

  Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa 2. Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator

  3. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

  G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian dan pendekatan

  Penelitian merupakan penelitian field research ( penelitian lapangan), dalam arti data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi-informasi melalui wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap sejumlah responden dari beberapa hakim mediator di lingkungan Pengadilan Agama Salatiga.

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu memaparkan obyek penelitian apa adanya sesuai dengan keberadaan dan informasi data yang ditemukan . Terkait dengan hal itu, juga dikemukakan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini perceraian. Kemudian secara cermat menelaah, meneliti dan menganalisa tentang peran hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga terhadap semakin banyaknya angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga yang dilihat dari teori-teori dan pemikiran yang ada.

  2. Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Salatiga, sebab angka perceraian mengalami peningkatan yang signifikan sehingga sejauh mana fungsi dari lembaga mediator ini dalam upaya meminimalisir an.gka perceraian dapat maksimal dengan baik.

  3. Sumber Data a.

  Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber, yakni berupa kata-kata dan tindakan dari narasumber.

  Sumber data utama ini dicatat dan di rekam. Narasumber dipilih dan diurutkan sesuai kapasitasnya.

  b.

  Sumber data sekunder, yaitu data-data yang didapatkan dari dokumentasi proses mediasi di Pengadilan Agama serta buku-buku yang relevan dengan penelitian ini.

4. Prosedur Pengumpulan Data

  a. Observasi

  Mengadakan pengamatan langsung terhadap mekanisme mediasi di Pengadilan Agama Salatiga dan sejauh mana perannya dalam upaya menekan jumlah perceraian.

  b. Wawancara mendalam

  Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung (Surakhmad,1990:174).

  Wawancara dalam penetian ini dengan menggunakan dialog langsung dengan beberapa Hakim mediasi di Pengadilan Agama Salatiga

  c. Dokumentasi

  Pengumpulan data dengan melihat dokumen-dokumen terkait seperti dokumen atau arsip Kantor Pengadilan Agama Salatiga.

5. Analisis Data

  Setelah data terkumpul semua maka penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut.

  Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Karena dengan analisalah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah peneletian. (Nazir,1998:405)

  Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif penyelidikan yang menuturkan, menggambarkan, menganalisa dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan teknik survai, interview dan 6.

   Pengecekan Keabsahan Data

  Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Di mana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Pengecekan keabsahan data ini dilakukan dengan cara membandingkan berbagai dokumen, oservasi dan mencari informasi dari berbagai pihak yaitu pelaku perceraian dan saksi yang terlibat dalam kasus perceraian tersebut.

H. SISTEMATIKA PENELITIAN

  Sistematika penulisan dalam hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab pertama ini penulis memaparkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, fokus penelitian, penegasan istilah, metode pelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan sistematika penulisan. BAB II MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA: Dalam bab kedua ini penulis memaparkan tentang pengertian perceraian, macam-macam perceraian, mediasi pada kasus perceraian, mediasi di lingkungan Pengadilan Agama pada umumnya serta memaparkan mediasi dalam Islam.

  BAB III TEMUAN PENELITIAN : Dalam bab ini penulis memaparkan tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga, problem mediasi kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, upaya yang dilakukan hakim mediator dalam mengatasi problem-problem mediasi, serta analisis dari hasil temuan penelitian.

  BAB V PENUTUP : Dalam bab ini penulis memaparkan kesimpulan akhir dari hasil penelitian dan saran yang diberikan penulis kepada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.

BAB II MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA A. Perceraian Dalam Islam 1. Pengertian talak Talak diambil dari kata

  “ithlak” yang menurut bahasa artinya

  “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut syara‟, talak yaitu: 

  ِةَّي ِج ْو َّزل ا ِةَق َلاَعْلا ُء اَهْن ِا َو ِج ا َو َّزل ا ِةَطِب َرل

  Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.

  Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. (Ghazaly, 2006:191)Namun ini berlaku untuk talak ba‟in untuk raj‟i seorang suami masih diperbolehkan ruju‟ kepada istri sebanyak dua kali, selama masih dalam masa iddah

  Lafal talak telah ada sejak zaman Jahiliyah. Syara‟ datang untuk menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini. Penduduk Jahiliyah menggunakannya ketika melepas tanggungan, tetapi dibatasi tiga kali. Hadis diriwayatkan dari Urwah bin Zubair berkata: “Dulunya manusia menalak istrinya tanpa batas dan bilangan.” Seseorang yang menalak istri, ketika mendekati habis masa menunggu, ia kembali kemudian menalak lagi begitu seterusnya kemudian kembali lagi dengan maksud menyakiti wanita, Diriwayatkan bahwa seorang laki- habis masa menunggu. Andaikata wanita di talak seribu kali kekuasaan suami untuk kembali masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada Aisyah ra. Mengadu bahwa suaminya menalaknya dan kembali tetapi kemudian menyakitinya. (Azzam, 2009:255)

  Menurut syara‟ yang dimaksud talak ialah memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau di masa mendatang oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan kedudukan kata-kata tersebut. Menurut bahasa, talak berarti menceraikan atau melepaskan (Umar, 1986:386)

  Kata “talak” dal am bahasa Arab berasal dari kata “thalaqa- yutahliku-thalaqaqan” yang bermakna melepas atau mengurai tali pengikat. Baik tali pengikat itu bersifat kongkrit seperti pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali perkawinan. Kata talak merupakan isim masdar dari kata

  

thallaqa-yuthaliku-tathliiqan . Jadi kata ini semakna dengan kata taqliq

yang bermakna “irsal” dan “tarku”yaitu melepaskan dan meninggalkan.

  Menurut Sabiq (2009:2) Kata Talak berasal dari kata thalaq adala h al-

  

ithlaq , artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam syariat Islam,

  talak artinya melepaskan ikatan pernikahan atau mengakhirinya a.

  Dalil disyariatkan talak Dalil disyariatkan talak adalah Alquran, sunnah, dan ijma‟.

  Dalam Alquran Allah berfirman:        

  Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqoroh :229)

  Ulama sepakat bolehnya talak, ungkapannya menunjukkan bolehnya talak sekalipun makruh. Akad nikah sebagaimana yang kami sebutkan dilaksanakan untuk selamanya sampai akhir hayat. Agar suami istri dapat membangun rumahtangga sebagai pijakan berlindung dan bersenang-senang di bawah naungannya dan agar dapat mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang baik. (Azzam, 2009:257)

  Oleh karena itu, hubungan antara suami istri adalah hubungan yang tersuci dan terkuat. Tidak ada dalil yang menunjukkan kesuciannya dari pada Allah menyebutkan akad antara suami istri sebagai janji yang berat (mitsaq ghalizh) sebagaimana firman Allah:

  

Dan mereka (isteri-isterimu telah mengambil dari kamu perjanjian

yang kuat . (QS.An- Nisa‟(4): 21)Jika hubungan antara suami istri begitu kuat, maka tidak boleh diremehkan dan direndahkan. Segala sesuatu yang melemahkan hubungan ini dibensi Islam karena mengakibatkan luputnya manfaat dan hilangnya maslahat antara pasangan suami istri

  )مك احلاو هج ا م نباو دواد ىبا هاور( ْق َلاَّطلا ُالله َىلِإ ِل َلاَحْل ا َضَغْب َأ

  Artiya: Sesuatu perkawinan yang dibenci oleh Allah adalah talak/perceraian . (Ibnu Majah jus 1)

  Siapa saja manusia yang menghendaki rusaknya hubungan antara suami istri, dalam pandangan Islam ia keluar dari padanya dan tidak memiliki sifat kehormatan. Rasulullah bersabda: Tidak tergolong

kami orang yang merusak hubungan suami istri terhadap suaminya.

  (Azzam, 2009:257) Sedangkan ijma‟ menyepakati bahwa hubungan suami istri adalah hubungan tersuci dan terkuat, maka hubungan ini tidak boleh diremehkan dan direndahkan. Keduanya harus berusaha menggapai mawadah warrahmah dalam menjalani biduk rumah tangga.

2. Hukum Talak Dalam Islam

  Pada prinsipnya asalnya, talak itu hukumnya makruh berdasarkan sabda Rasulullah Saw.

  ْق َلاَّطلا ُالله َىلِإ ِل َلاَحْل ا َضَغْب َأ

  Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Azza wajalla adalah talak ( Ibnu Majah jus 1)

  Para ulama berbeda pendapat tentang hukum talak, pendapat yang lebih benar adalah makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkannya, karena talak berarti kufur terhadap nikmat Allah, mengkufuri nikmat Allah haram hukumnya. Talak tidak halal karena darurat misalnya suami ragu terhadap perilaku istri atau hati sang suami tidak ada rasa tertarik pada istri karena Allah Maha Membalikkan segala hati. Jika tidak ada hajat yang mendorong talak kufur terhadap nikmat Allah secara murni dan buruk adab terhadap suami, hukumnya makruh.

  Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum talak secara rinci. Menurut mereka hukum talak terkadang wajib dan terkadang haram dan sunnah. Al-Baijarami berkata: Hukum talak ada lima yaitu adakalanya wajib seperti talaknya talaknya orang yang bersumpah

  ila‟ (bersumpah tidak mencampuri istri) atau dua utusan dari

  keluar ga suami dan istri, adakalanya haram seperti talak bid‟ah dan adakalanya sunnah seperti talaknya orang yang lemah, tidak mampu melaksanakan hak-hak pernikahan. Demikian juga sunnah, talaknya suami yang tidak ada orang tua yang bukan memberatkan, karena buruk karena umumnya wanita seperti itu. Rasulullah telah mengisyaratkan dengan sabdanya: Wanita yang baik seperti burung gagak yang putih

  

kedua sayap dan kedua kakinya. Hadis ini sindiran kelangkaan

  wujudnya Al- A‟shamm artinya putih kedua sayapnya atau kedua kakinya dan atau salah satunya.

  Ulama Hanabilah (penganut mazhab Hambali) memperinci hukum talak sebagai berikut haram, mubah, dan kadang-kadang dihukumi sunnah. Talak wajib misalnya talak dari hakam perkara

  

syiqaq , yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak bias didamaikan

  lagi, dan kedua pihak memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan persengketaan mereka. Termasuk talak wajib ialah talak dari orang yang melakukan ila, terhadap istrinya setelah lewat empat bulan.

  Adapun talak yang diharamkan,yaitu talak yang tidak diperlukan. Talak ini dihukumi haram karena akan merugikan suami dan istri serta tidak ada manfaatnya.Talak mubah terjadi hanya apabila diperlukan, misalnya karena istri sangat jelek, pergaulannya jelek, atau tidak dapat diharapkan adanya kebaikan dari pihak istri. Apabila pernikahan dilanjutkan pun tidak akan mendapat tujuan apa-apa. Talak

  mandub atau talak sunnah, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang

  sudah keterlaluan yang telah melanggar perintah-perintah Allah, misalnya meninggalkan sholat atau kelakuannya sudah tidak dapat (Tihami, 2009:250) 3.

   Macam-macam Talak

  Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak di bagi menjadi dua yaitu : 1)

  Talak Raj‟i Talak Raj‟i yaitu thalaq dimana suami masih mempunyai hak untuk rujuk kepada istrinya, dimana istri dalam keadaan sudah digauli.

  Hal ini sesuai dengan Qs Al-Baqarah : 229 yang berbunyi :                                                  

  

  Talak (yang dapat di rujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduaanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah (Tihami, 2009 :233).

  2) Talak Ba‟in

  Talak Ba‟in adalah talak yang memisahkan sama sekali hubungan

  suami istri.

  

Talak Ba‟in terbagi menjadi dua bagian:

  a) Talak ba‟in sughra, yaitu talak yangmenghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan nikah baru kepada bekas istrinya. Artinya bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya.

  Yang termasuk dalam talak

  ba‟in sughra ialah :

  1) Talak yang dijatuhkan kepada istrinya sebelum berkumpul

  2) Talak dengan penggantian harta atau yang disebut Khulu‟

  3) Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang di penjara, talak karena penganiayaan, atau yang semacamnya

  Hukum talak bain shugra: 1.

  Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri

2. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat

  (menyendiri berdua-duaan) 3. Masing-masing tidak saling mewarisi manakala meninggal Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah bekas suaminya dengan berpisan tempat tidur dan mendapat nafkah 5. Rujuk dengan akad dan mahar yang baru

  b) Talak ba‟in kubra, ialah talak yang mengakibatkan hilangnya hak ruju‟ kepada bekas istri, walaupun kedua bekas suami istri itu masih ingin melakukanya, baik diwaktu iddah maupun sesudahnya. Yang termasuk dalam

  thalaq ba‟in kubra adalah:

  perceraian yang mengandung unsur sumpah seperti ila, zihar, dan

  li‟an

  Sebagian ulama berpendapat yang termasuk talak

  bainkubra adalah segala macam perceraian yang mengandung

  unsur-unsur seperti:

  

ila, zihar, dan li‟an

  Hukum talak bain kubra: 1.

  Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri 2. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat

  (menyendiri berdua-duaan) 3. Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah bekas suaminya dengan berpisah tempat tidur dan mendapat nafkah

4. Suami haram kawin lagi dengan istrinya, kecuali bekas istri telah kawin dengan laki-laki lain.

  Maksudnya apabila seorang suami menceraian istrinya sebelum perempuan tersebut menikah dengan laki-laki lain.Apabila suami yang telah terlanjur menjatuhkan talak sampai tiga kali terhadap istri, tiba-tiba menyesal, tidak boleh minta kepada seorang suami untuk mengawini bekas istrinya itu, dengan permintaan setelah berlalu beberapa waktu dan setelah terjadi persetubuhan supaya menceraikan istrinya, guna memungkkinkan kawin lagi dengan suami pertama itu. Dalam hubungan ini hadis Nabi riwayat Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, dan Ibnu Majah dari Ali memperingatkan, „Allah mengutuk laki-laki muhallil (mengawini perempuan untuk menghalalkan perkawinan kembali dengan bekas suaminya lama) dan laki-laki yang menyuruh orang lain kawin sebagai muhallilnya. (Basyir, 1999:81)

  Di tinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, talak dibagi menjadi tiga macam sebagai berikut: a.

  Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat:

  1. Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli tidak termasuk talak sunni.

  2. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah di talak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi‟iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialahtiga kali suci, haid(menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau karena suami meminta tebusan (khulu‟), atau ketika istri dalam haid, semuanya tidak termasuk talak sunni.

  3. Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di permulaan, di pertengahan maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.

  4. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.

  b.

Dokumen yang terkait

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 2 9

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 9

FUNGSI MANAJEMEN PADA KOMPETENSI PEDAGOGI BAGI GURU MTs NU SALATIGA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

0 0 132

PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP SAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 127

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

ANALISIS DOMINASI KASUS CERAI GUGAT MASYARAKAT MUSLIM KOTA SALATIGA DI PENGADILAN AGAMA (PA) SALATIGA TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 119

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA TUNARUNGU DI SMPLB WANTU WIRAWAN SALATIGA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

0 0 187

PERANAN WALI KALAYAN DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN KEPRIBADIAN ANAK DI PANTI ASUHAN DARUL HADLANAH NU BLOTONGAN SALATIGA SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 127

PERSEPSI HIJABERS TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 132

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA ALQUR’AN MELALUI METODE YANBUA PADA SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 2 132