BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum - Evaluasi Tingkat dan Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Menggunakan Metode PCI (Pavement Condition Index) Pada Ruas Jalan Jatilawang – Rawalo - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

  Pada awalnya jalan hanya berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup termasuk sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok, jejak-jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan digunakanya hewan sebagai alat transportasi, permukaan jalan dibuat rata dan diperkeras dengan batu.

  Teknologi perkerasan jalan berkembang pesat sejak dtemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum masehi di Mesopotamia dan pada jaman keemasan romawi.

  Pada saat itu jalan dibangun dalam beberapa lapisan perkerasan terutama dari pasangan batu, yang secara keseluruhan lebih tebal dari struktur perkerasan jalan saat ini, walaupun belum menggunakan aspal ataupun semen sebagai bahan pengikat.

  Berkembangnya teknologi yang ditemukan manusia menajadikan perkembangan teknik jalan semakin berkembang pula, yang pada awalnya hanye jejak manusia kemudian berkembang menjadi jalan dengan perkerasan aspal. Pada saat perancanaan pembangunan jalan diharapakan jalan dapat berfungsi maksimal dan selama mungkin sesuai dengan umur jalan yang direncanakan, akan tetapi perkerasan jalan tidak akan uth selamanya. Oleh karena itu jika masa pelayanan suatu konstruksi jalan sudah habis dan telah mencapai indeks permukaan akhir yang diharapkan maka perlu diberikan lapis tabahan untuk dapat kembali mempunyai kekuatan, tingkat kenyamanan tingkat keamanan, tingkat kedap air dan tingkat kecepatan mengalirkan air.

2.2 Konstruksi Perkerasan

  pada umumnya pembangunan jalan menempuh jarak beberapa kilometer sampai ratusan kilometer bahkan melewati medan yang berbukit, berkelok-kelok dan masalah lainnya. Oleh karena it jenis perkerasan harus disesuaikan dengan kondisi tiap tempat dan daerah ang akan dibangun jalan tersebut sehingga dapat disesuaikan denga kebutuhan matrial dan anggaran biaya yang tersedia. Silvia Sukirman (1999) menyatakan bahwa berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi jalan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

  1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adlah lapis perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat antar matrial. Lapisan- lapisan perkerasanya bersifat memikul dan meneruskan beban lalu lintas ke tanah dasar.

  2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah lapis perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat antar matrialnya. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi lapis bawah. Beban lalu intas dilimpahkan ke plat beton, konstruksi ini jarang digunakan karena biayanya cukup mahal, tetapi biasanya digunakan pad proyek-proyek jalan layang.

  3. Konstruksi perkerasan komposit (coposite pavement) adalah lapis perkerasan yang berupa kombinasi antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan lentur berada diatas permukaan kaku, atau kombinasi antara perkersan kaku diatas perkerasan lentur.

  Dari ketiga jenis perkersan tersebut, perkerasn lentur yang paling sering digunakan dibandingkan dengan perkerasan kaku ataupun perkerasan komposit karena tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur dan lebiha aman serta biaya yang relatif hemat.

2.3 Kinerja Struktur Perkerasan Jalan

  Struktur perkerasan jalan sebagai komponen dari prasarana transportasi yang berfungsi sebagai :

  1. Penerimaan beban lalulintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

  Oleh karena itu struktur perkerasan perlu memiliki stabilitas yang tinggi, kokoh selama masa pelayanan jalan dan tahan terhadap pengaruh lingkungan dan atau cuaca. Kelelahan (fatigue resistance), kerusakan perkerasan akibat berkurangnya kekokohan jalan seperti retak (crackinf), lendutan sepanjang lintasan kendaraan(rutting), bergelombang, dana atau berlubang, tidak dikehendaki terjadi pada perkerasan jalan.

  2. Pemberi rasa nyaman dan aman kepada pengguna jalan. Oleh karena itu permukaan perkerasan perlu kesat sehingga mampu memberikan gesekan yang baik antara muka jalan dan ban kendaraan, tidak mudah selip ketika permukaan basah akibat hujan atau menikung pada kecepatan tinggi. Di samping itu permukaan perkerasan harus tidak mengkilap, sehingga pengemudi tidak merasa silau jika permukaan jalan kena sinar matahari.

  Agar struktur perkerasan jalan kokoh selama masa pelayanan, aman dan nyaman bagi penguna jalan, maka :

  1. Pemilihan jenis kendaraan dan perencanaan tebal perkerasan perlu memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalulintas, keadaan lingkungan, masa pelayana atau umur rencana, ketersedian dan karakteristik material pembentuam perkerasan jalan di sekitas lokasi.

  2. Analisis dan rancangan campuran dari bahan yang tersedia perlu memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat sehingga sesuai dengan spesifikasi pekerjaan dari jenis lapisan perkerasan yang dipilih.

  3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan sistem penjaminan mutu pelaksanaan jalan sesuai spesifikasi pekerjaaan. Pemilihan jenis lapisan perkerasan dan perencanaan tebal perkerasan, analisi campuran yang baik, belum menjamin dihasilkanya perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan, jika pelaksanaan dan pengawasa tidak dilakukan dengan cermat, sesuai prosedur dan spesifikasi pekerjaan.

  4. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara periodik sehingga umur rencana dapat tercapai. Pemeliharaan meliputi tidak saja struktur perkerasan jalan, tetapi juga sistem drainase di sekitar lokasi jalan tersebut.

  Selain itu sitem pemeliharaan yang terencana dan tepat selama umur pelayanan, termasuk didalamnya sistem drainase jalan tersebut.

2.4 Lapisan Perkerasan

2.4.1 Perkerasan kaku

  Perkerasan kaku cocok digunakan untuk jalan dengan volume lalulintas tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat, di sekitar pintu tol, jalan yang melayani kendaraan berat yang melintas dengan kecepatan rendah, atau di daerah jalan keluar atau masuk ke jalan berkecepatan tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat. Keuntungan meggunakan perkerasan kaku adalah

  1. Umur pelayanan panjang dengan pemeliharaan yang sederhana

  2. Durabilitas baik

  3. Mampu bertahan pada banjir yang berulang, atau genangan air tanpa terjadinya kerusakan yang berarti Kerugian menggunakan perkerasan kaku adalah :

  1. Kekesatan jalan kurang baik dan sifat kekasaran permukaan dipengaruhi oleh prose pelaksanaan

  2. Memberikan kesan silau bagi pengguna jalan

  3. Membutuhkan lapisan tanah dasar yang memiliki penurunan (settlement) yang homogen agr plat beton tidak retak. Untuk mengatasui hal ini seringkali diatas perukaan tanah dasar diberi lapis pondasi bawah sebagai pembentuk lapisan homogen

  Struktur perkerasn kaku terdiri dari plat beton sebagai lapis permukaan, lapis pondasi bawah sebagi lapis bantalan yang homogen, dan lapis tanah dasar tempat struktur perkerasan diletakan. Plat beton memiliki sambungan memanjang dan sambungan melintang.

Gambar 2.1 perkerasan kaku

2.4.2 Perkerasan lentur

  Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalulintas ringan sampai sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem utilitas terletak dibawah perkerasn jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.

  Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan- lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalulintas dan menyebarkannya kelapisan bawah. Tanah dasar adalah bagian yang terpenting dari konstruksi jalan karena tanah dasar inilah yang mendukung seluruh konstruksi jalan beserta muatan lalulintas diatasnya. Tanah dasar jugalah yang meentukan tebal tipisnya lapisan perkerasan.

   Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah :

  1. Dapat digunkan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential settlement) terbatas.

  2. Mudah diperbaiki.

  3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja.

  4. Memiliki tahanan geser yang baik.

  5. Warna perkerasan memiliki kesan tidak silau bagi pemakai jalan.

  6. Dapat dilaksankan bertaha, terutama pada kondisi biaya pembanguna terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.

   Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah : 1. Tebal total perkerasan lebih tebal dari perkerasan kaku.

  2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan.

  3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan kaku.

  4. Tidak baik digunakan jika sering tergenang air.

  5. Membutuhkan agregat lebih banyak. Menurut konstruksi jalan terdiri dari tiga bagian yang penting, yaitu : 1. Lapisan penutup atau lapisan aus.

  2. Lapisan perkerasan.

  3. Tanah dasar.

Gambar 2.2 Lapisan Konstruksi Pekerjaan Jalan

  Sedangkan lapisan konstruksi perkerasan secara umum yang biasa digunakan di Indonesia menurut Sukirman (1999) terdiri dari :

  1. Lapisan permukaan (surface course)

  2. Lapisan pondasi atas (base course)

  3. Lapisan pondasi bawah (subase course)

  4. Lapisan tanah bawah (subgrade)

Gambar 2.3 Perkerasan Lentur Beban lalulintas yang bekerja diatas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas :

  1. Muatan kendaraan berupa gaya vertikal

  2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal

  3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran- getaran Sesuai dengan penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing- masing lapisan akan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Lapsa permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapisan pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja.

  Akibat adanya beban yang bekerja pada jalan, konstruksi perkerasan jalan yang meliputi lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base

  course) , lapisan pondasi bawah (subbase course) harus dibuat sedemikian rupa

  sehingga mampu menahan beban yang bekerja diatasnya dalam jangka waktu sesuai dengan umur rencana.

1. Lapisan permukaan (surface course)

  Lapis permukaan merupakan lapis paling ats dari struktur perkerasan jalan, fungsi utamanya sebagai : a. Lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisa harus memiliki staabilitas tinggi selama masa pelayanan.

  b. Lapis aus (wearing course) karena meneri,a gesekan dan getaran roda dari kendaraan yang mengerem. c. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatas lapisan permukaan tidak meresap ke lapis bawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan.

  d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi. Lapis permukaan perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki daya tahan selama masa pelayanan. Namun demikian, aibat kontak langsung dengan roda kendaraan, hujan, dingin, dan panas, lapis paling atas cepat menjadi aus dan rusak, sehingga disebu lapis aus.

  Lapisan dibawah lapis aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, disebut lapis permukaan antara (binder course), berfungsi memikul beban lalulintas dan mendistribusikanya ke lapis pondasi. Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi :

  a. Lapis aus (wearing course), merupakan lapisan permukaan yang kontak langsung roda kendaraan dan perubahan cuaca.

  b. Lapis permukaan antara(binder course), merupakan lapisan permukaan yang terletak di bawah lapis aus dan di atas lapis pondasi.

  Bebagai jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia adalah lapisan bersifat non struktural dan bersifat struktural:  Lapisan bersifat non struktural Lapisan non struktural berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air, antara lain : a. Laburan aspal lapis satu (burtu = surface dressng), terdiri dari lapis aspal yang ditaburi dengan satu lapisan agregat bergradasi seragam dengan ukuran nominal maksimum 13 mm. Burtu memiliki ketebalan maksimum 2 cm.

  b. Laburan aspal lapis dua (burda = surfacedressing), terdiri dari lapis aspal ditaburi agregat, dikerjakan dua kali secara berurutan, dengan tebal padat maksmum 3,5cm. Lapis pertama burda adalah lapis burtu dan lapis keduanya menggunakan agregat penutup dengan ukuran maksimum 9,5cm (3/8 inchi).

  c. Lapis tipis aspal pasir (latasir = sand sheet), merupakan lapis penutup permukaan jalan yang menggunakan agregat halus atau pasi atau campuran keduanya, dicampur dengan aspal, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Ada dua jenis latasir yaitu latasir kelas A dan latasir kelas B. Latasir kelas A dengan tebal minimum 15mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum no 4, sedangkan latasir B dengan tebal minimum 20mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 9,5mm (3/8inchi) d. Laburan aspal (buras), merupakan lapisan penutup dari aspal lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inchi.

  e. Lapisan tipis asbuton murni (latasbum), merupak lapisan penutup terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandinga tertentu, yang dicampur secara dingi dengan tebal padat maksimum 1 cm.

   Lapisan bersifat struktural Lapisan bersifat struktural berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain :

  a. Penetrasi macadam (lapen), merupakan lapisan perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini biasanya diberi laburan aspal agregat penutup. Tebal satu lapisan dapat bervariasi antara 4

  • – 10 cm.

  b. Lasbutag, merupak suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap lapisanya antara 3

  • – 5 cm.

  c. Lapisan aspal beton (laton), merupakan satu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu.

2. Lapisan pondasi atas (base course)

  Lapis perkerasn yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi (base course). Jika tidak digunakan lapis pondasi bawah, maka lapis pondasi diletakan langsung diatas permukaan tanah dasar, lapis pondasi berfungsi sebagai : a. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikala dari beban kendaraan dan disebarkan ke lapis bawahnya b. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah c. Bantalan atau perletakan lapis permukaan.

  Material yang digunakan untuk lapisan pondasi adalah material yang cukup kuat dan awet sesuai syarat teknik dalam spesifikasi pekerjaan.

  3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

  Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi bawah berfungsi sebagai :

  a. Bagian dari struktur perkerasa untuk mendukung dan menyebarkan bebabn kendaraan ke lapis tanah dasar b. Effisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapis diatasnya dapat dikurangi tebalya c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi

  d. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar

  e. Lapisan filter untuk mencegah partikel

  • – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi.

  4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

  Lapisan tanah dasar tanah permukaan semula, permukaan tanah galian ataupun tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian

  • – bagian perkerasan yang lain. Ditinjau dari mika tanah asli, maka tanah dasar dibedakan menjadi :
a. Lapis tanah dasar asli adalah tanah dasar yang merupakan muka tanah asli di lokasi jalan tersebut. Pada umumnya lapis tanah dasar ini disiapkan hanya dengan membersihkan, memadatkan lapis atas setebal

  30

  • – 50cm dari muka tanah dimana struktur perkerasan direncanakan akan diletakan.

  b. Lapis tanah dasar urug atau tanah timbunan adalah lapis tanah dasar yang lokasinya terletak d atas uka tanah asli. Pada pelaksanaan membuat lapis tanah dasar tanah urug perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapakan.

  c. Lapis tanah dasar tanah galian adalah lapis tanah dasar yang lokasinya terletak dibawah mua tanah asli. Dalam kelompok ini termasuk pula penggantian tanah asli setebal 50

  • – 100cm akibat daya dukung tanah asli yang kurang bbaik. Pada pelaksanaan membua tanah dasar tanah galian perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapakan.

  Daya dukung dan ketahanan struktur perkerasn jalan sangat ditentukan oleh daya dukung tanah dasar. Masalah- masalah yang sering terjadi terkait dengan lapisan tanah dasar adalah :

  1. Perubahan bentuk tetap dan rusaknya struktur perkerasan jalan secara menyeluruh

  2. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memilikisifat plastis tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berakibat terjadiya retak dan atau perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada proses pemadatan tanah dasar sangat menentukan kecepatan kerusakan yang mungkin terjadi.

  3. Perbedaan daya dukung tanah akibat oerbedaan jenis tanah. Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar disepanjang jalan dapa mengurangi dampak akibat tidak meratnya daya dukung tanah dasar.

  4. Perbedaan penuruanan(differential settlement), akibat terdapatnya lapis lunak dibawah lapisan tanah dasar. Penyelidikan jenis dan karakteristik lapisan tanah yang terletak dibawah lapisan tanah daar sangat membantu mengatasi masalah ini.

  5. Kondisi geologi yang daoat nerakibat terjadinya patahan, geseran dari lempeng bumi perlu diteliti dengan seksama terutama pada tahap penentuan trase jalan.

  6. Kondisi geologi disekitar trase pada lapisan tanah dasar di atas tanah galian perlu diteliti dengan seksama, termasuk kestabilan lereng dan rembesan air yang mungkin terjadi akibat dilakukanya galian.

2.5 Klasifkasi Jalan

  Klasifikasi jalan dapat dapat dikelompokan menjadi beberapa hal menurut keperluanya, yaitu :

A. Menurut Manfaat dan Peruntukanya

  • – 1. Jalan umum, diperuntuan bagi lalulintas umum dan berlaku undang undang tentang lalulintas dan angkutan jalan raya.

  2. Jalan khusus, tidak diperuntukan bagi lalulintas umum, teta[i bila dinyatakan oleh pemiliknya terbuka untuk umum dan diatur perundang

  • – undangan maka jalan tersebut berlaku undang – undang lalulintas dan jalan raya.

  3. Jalan tol, jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan wajib membayar tol. Tol yaitu sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol.

  B. Menurut Peranan Pelayanan Jasa Distribusi

  1. Sistem jaringan jalan primer, sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.

  2. Sitem jaringan jalan sekunder, sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat yang ada didalam kota (lokal/setempat).

  C. Menurut Fungsi dan Peranannya

  1. Jalan arteri, jalan yang melayani angkutan jara jauh dengan kecepatan rata – rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

  2. Jalan kolektor, jalan yang melayani angkutan penumpang atau pembagian dengan ciri

  • –ciri perjalanan jarak sedang, keceptan rata – rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
  • – 3. Jalan lokal, jalan yang melayani angkutan setempat/lokal dengan ciri ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah dan jumlah jalan asuk tidak dibatasi.

D. Menurut Kaitanya Sitem Jaringan Jalan dan Peranannya

  (undang

  • – undang tentang jalan No. 13 tahun 1980)

  1. Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan jenjang kota kedua. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri primer adalah :

  a. Kecepatan rencana >60km/jam

  b. Lebar jalan > 8m

  c. Kapasitas jalanlebih besar dari volume jalan laulintas rata-rata

  d. Jalan masuk dibatasi secara efisien, sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapaat tercapai e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalulintas lokal, lalulintas ulang alik f. Jalan arteri primer tidak terputus wallaupun memasiki kota

  g. Tingkat kenyamanan yang dinyatakan dengan indeks permukaan tidak kurang dari dua

  2. Jalan kolektor primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Persyratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah :

  a. Kecepatan >40km/jam

  b. Lebar badan jalan >7m

  c. Kapasitas jalan sama atau lebih besar dengan volume lalulintas rat- rata d. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota e. Jalan masu dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu f. Indeks permukaan tidak kurang dari dua

  3. Jalan lokal primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil. Persyaratan yang harus dipenuhi jalan lokal primer adalah :

  a. Kecepatan rencana > 20 km/jam

  b. Lebar badan jalan > 6m

  c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki kota

  d. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,2

  4. Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atu menghubungkan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

  Persyaratan jalan arteri sekunder adalah :

  a. Kecepatan rencana > 30 kn/jam

  b. Lebar badan jalan > 8m

  c. Kapasitas jalan lebuh besar atau sama dengan volume lalulintas rata-rata d. Tidak boleh diganggu oleh lalulintas lambat

  e. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5

  5. Jalan kolektor sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawsan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Persyaratan jalan kolektor sekunder adalah :

  a. Kecepatan rencana > 20km/jam

  b. Lebar badan jalan > 7m

  c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5

  6. Jalan lokal sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawsan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

  Persyaratan jalan lokal sekunder adalah :

  a. Kecepatan rencana > 10km/jam

  b. Lebar badan jalan > 5 m

  c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1 E.

   Menurut Status dan Wewenang Pembinaanya

  1. Jalan Nasional, yang termasuk kelompok ini adalah jalan arteri primer, jalan kolektor yang menghubungkan antar ibukota propinsi, dan jalan lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional. Penentapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan keputusan menteri.

  2. Jalan daerah meliputi :

  a. Jalan propinsi, yang termasuk jalan propinsi adalah jalan kolekor primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota Kabupaten/Kotamadya. Penetapan status jalan propinsi dilakukan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri atau usula Pemda Tk1, dengan memperhatikan pendapat Menteri.

  b. Jalan Kabupaten, yang termasuk jalan kabupaten adalah jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi, jalan lokal primer, jalan sekunder. Penetapan status suatu jalan sebagai jaln kabupaten dilakukan dengan Keputusan Gubernur KD 1 atas usulan Pemda Tk II.

  c. Jalan kotamadya, yang termasuk kelompok jalan kotamadya adalah jalan sekunder didalam kotamadya. Penetapan status suatu jlan sebagai jlan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur KDH Tk I atas usulan Pemda Kotamadya.

  d. Jalan desa : Pemerintah Desa/ Kelurahan.

  3. Jalan khusus, yang termasuk jalan khusus adlah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani kepentingan masing- masing. Penetapan dilakukan oleh instansi/badan hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khsus tersebut dengan memperhatikan pedoman yang dietapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

F. Menurut Standar Perancangan Geometri (Kelas Teknik Jalan Kota)

  Sumber dari Dit.BINKOT 1990 :

  1. Tipe I

  a. Kelas I : kecepatan rencana 80 -100 km/jam(arter primer)

  b. Kelas II : kecepatan rencana 60 – 80 km/jam (kolektor primer)

  2. Tipe II

  a. Kelas I : kecepatan rencana 60 km/jam (arteri sekunder)

  b. Kelas II : kecepatan rencana 50 - 60 km/jam (kolektor primer)

  c. Kelas III : kecepatan rencana 30

  • – 40 km/jam

  d. Kelas IV : kecepatan rencana 20 – 30 km/jam (lokal sekunder) G.

  Dalam PP No.43 tahun 1992 jalan dibagi menjadi :

Tabel 2.1 Kelas Jalan

  No Kelas Jalan Beban Muatan

  1. Kelas I > 10 ton

  2. Kelas II 10 ton

  3. Kelas IIIA 8 ton

  4. Kelas IIIB 8 ton

  5. Kelas IIIC 8 ton

   Menurut Muatan Sumbu Terberat

2.6 Sifat Perkerasan Lentur

  Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

  a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara aspal itu sendiri.

  b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

  Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.

  a. Daya tahan (durability) Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.

  b. Adhesi dan Kohesi Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.

  c. Kepekaan terhadap temperatur Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperature bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.

  d. Kekerasan aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

2.7 Jenis Kerusakan Jalan

  Menurut Shanin. M.Y, PCI (Pavement condition index) adalah petunjuka penilaian untuk kondisi perkerasan. Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19 kerusakan, yaitu sebagai berikut : 1.

   Retak kulit buaya (Aligator Cracking)

  Retak kulit buaya atau serangkaian retakan saling berhubungan yang membentuk serangkaian kotak

  • – kotak kecil ang menyerupai kulit buaya. Lebar celah lebih besar atau sama dengan 3mm. Reta ini disebabakan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar
atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).

  Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan mempergunakan lapis urda, b urtu, ataupun lataston jika celah ≤ 3 mm. Level :

Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Aligator Cracking

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L perkerasan baik, retak rambut pararel satu dengan lainnya

  M retakan sedikit terbuka dan membentuk jaringan, partikel ada yang lepas

  H jaringan retakan terbuka dan dalam, partikel pada retakan sudah terlepas

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.4 Tingkat Low Kerusakan Alligator cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.5 Tingkat Medium Kerusakan Alligator cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.6 Tingkat High Kerusakan Alligator cracking ( Department of the Army 1982)

2. Kegemukan (Bleeding)

  Kegemukan adalah lapisan bitumen yang tipis pada permukaan aspal yang kelihatan seperti permukaan gelas (mengkilat). Hal ini disebabkan pemakaian kadar aspal yang tingi pada campuran aspal atau tar pada waktu proses pencampuran.dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan keudian dipadatkan atau lapis aspal diangka dan kemudian diberi lapis penutup. Level :

Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Bleeding

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L bleeding sedikit, aspal tidak melekat pada sepatu atau kendaraan

  M bleeding cukup luas, aspal mulai nemempel pada sepatu atau kendaraan

  H bleeding luas, aspal sangat menempel pada sepatu atau kendaraan

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.7 Tingkat Low Kerusakan Bleeding ( Department of the Army 1982)Gambar 2.8 Tingkat Medium Kerusakan Bleeding ( Department of the Army 1982)Gambar 2.9 Tingkat High Kerusakan Bleeding ( Department of the Army 1982) 3.

   Retak kotak – kotak (Block Cracking)

  Retak kotak

  • – kotak adalah kumpulan retak yang membagi atau memisahkan pada permukaan perkerasan kira
  • – kira membantuk potongan – potongan bujur sangkar, ukuran potongan retak tersebut kira – kira antara 1 kaki (o,3m ) sampai 10 kaki ( 3 m). Retak kotak- kotak disebabkan oleh siklus suhu harian pada aspal beton dan dari repetisi beban lalulintas.
Retak kotak – kotak iasanya di tandai oleh aspal atau perkerasan retak halus dan juga biasanya terjadi pada bagian yang lebih halus dipermukaan tersebut, tetapi kadang

  • – kadang terjadi bukan pada jalur lalulintas tetapi diseluruh badan jalan, tepi ini bebrbeda dengan rtak kulit buaya yang bentuknya lebih kecil dan sisi bersudut tajam, retak kulit buaya hanya disebabkan repetisi beban lalulintas saja. Level :

Tabel 2.4 Tingkat Kerusakan Block Cracking

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L lebar retakan < ¼ inci, partikel tidak ada yang lepas

  M lebar retakan > ¼ inci, sedikit kehilangan partikel pada retakan

  H retakan membentuk blok-blok, kehilangan partikel pada retakan

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.10 Tingkat Low Kerusakan Block cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.11 Tingkat Medium Kerusakan Block cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.12 Tingkat High Kerusakan Block cracking ( Department of the Army 1982)

4. Cekungan (Bumb and sags)

  Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu disebabkan pererasan stabil. Bendul uga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC sla atau lapisan PC.

  2. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung).

  3. Perkerasan yang menjembul keatas pada material disertai retakan yang ditambah denga beban lalulintas.

  Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan perkerasan membentuk cekungan. Longsor itupun terjadi pada arean yang lebih luas dengan banykanya cekungan dan cembungan pada permukaan perkerasan bias disebut juga gelombang.

  Level :

Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan Bumb and Sags

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L kendaraan ringan dapat melambung M

  Cekungan dengan lembah yang kecil disertai retak. kendaraan dapat melambung H kendaraan sangat melambung

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.13 Tingkat Kerusakan Low Kerusakan Bums and sag ( Department of the Army 1982)Gambar 2.14 Tingkat Kerusakan Medium Kerusakan Bums and sag ( Department of the Army 1982)Gambar 2.15 Tingkat Kerusakan High Kerusakan Bums and sag ( Department of the Army 1982)

5. Keriting (Corrugation)

  Gelombang pada lapisan perkerasan adalah rangkaian tertutup lembah dan puncak dengan jarak yang teratur. Hal ini biasanya berukuran panjang lebih dari 10 kaki (3 m) pada panjang perkerasan.

  Gelombang mempunyai arah tegak lurus arah lalulintas, tipe ini biasanya terjadi pada arus lalulintas padat lapisan perkerasan atau pondasi yang tidak stabil.

  Ada beberapa penyebab terjadi gelombang, tekanan pada lapisan perkerasan adalah pertimbangan terjadinya gelombang paling dominan.

  Level :

Tabel 2.6 Tingkat Kerusakan Corrugation

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak perlu L mengurangi kecepatan yang diinginkan kendaraan terasa bergetar, perlu mengurangi

  M kecepatan yang diinginkan untuk menjamin keselamatan kendaraan terasa sangat bergetar, dan perlu

  H sekali mengurangi kecepatan yang diinginkan untuk menjamin keselamatan

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.16 Tingkat Low Kerusakan Corrugation ( Department of the Army 1982)Gambar 2.17 Tingkat Medium Kerusakan Corrugation ( Department of the Army 1982)Gambar 2.18 Tingkat High Kerusakan Corrugation ( Department of the Army 1982)

6. Amblas (Depression)

  Amblas adalah penurunan pada daerah perkerasan dengan tinggi yang kecil, atau rendah, itu terjadi pada sekeliling perkerasan dan banyak contoh dapat dilihat pada waktu setelah hujan sehingga akan tercapai kolam air. Penurunan juga dapat disebabkan lapisan dasar pondasi atau kesalhan konstruksi.

  • – Penurunan jua bisa disebabkan perencanaan dan pembangunan pembangunan yang salah. Amblas tidak seperti penurunan dikeseluruhan badan jalan pada suau evaluasi. Perbaikan pada amblas dapat dilakukan dengan cara antara lain : 1.

  Untuk amblas dengan kedalaman ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston.

2. Untuk amblas dengan kedalaman ≥ 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan dilapis kembali dengan lapisan yang sesuai.

  Level :

Tabel 2.7 Tingkat Kerusakan Depression

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L kedalaman 0,5

  • – 1 inch (13-25 mm) M kedalaman 1 – 2 inch (25 – 50 mm)

  H kedalaman > 2 inch (>50 mm)

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.19 Tingkat Low Kerusakan Depression ( Department of the Army 1982)Gambar 2.20 Tingkat medium Kerusakan Depression ( Department of the Army 1982)Gambar 2.21 Tingkat High Kerusakan Depression ( Department of the Army 1982)

7. Retak samping jalan (Edge Cracking)

  Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalulintas dan uga biasanya berukuran 1

  • – 2 kaki (0,3 – 0,6m) dai pinggir perkerasan. Ini biasanya disebabakan oleh beban lalulintas atau cuaca yang memperlemah pondasi atas maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan atau jugaa bisa disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase yang kurang baik, terjadi penyusutan tanah, atau terjadi settlement di bawah daerah tersebut.

  Akar tanaman juga bisa menjadi salah satu penyebab retak pingiran. Diantara area retak pinggir perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang lunak dan kadang – kadang pondasi yang bergeser.

  Level :

Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Edge Cracking

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L Retakan tanpa pengelupasan M Retakan dengan pengelupasan

  Retakan dengan pengelupasan yang jelas di H sekitar tepi jalan

  ( sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.22 Tingkat Low Kerusakan Edge cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.23 Tingkat Medium Kerusakan Edge cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.24 Tingkat High Kerusakan Edge cracking ( Department of the Army 1982)

8. Retak sambung (Joint Reflec Cracking)

  Kerusakan ini bsa disebabkan oleh aspal pada lapisan perkerasan yang umurnya sudah melebihi umur rencana atau bisa disebabkan juga oleh kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadi settlement dibawah bahu jalan, penyusutan material bahu jalan, atau akibat lintasan truk/kendaraan berat di bahu jalan. Level :

Tabel 2.9 Tingkat Kerusakan Joint Reflec Cracking

  Tingkat Kerusakan Keterangan L Retak dengan lebar 10 mm.

  M Retak dengan lebar 10 mm – 76 mm.

  H Retak dengan lebar > 76 mm.

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.25 Tingkat Low Kerusakan Joint reflection cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.26 Tingkat Medium Kerusakan Joint reflection cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.27 Tingkat High Kerusakan Joint reflection cracking ( Department of the Army 1982)

9. Pinggiran jalan turun vertikal (Lane/Shoulder dropp off)

  Jalur atau pinggir jalan yang turun vertikal adalah tidak sama pada elevasi diantara perkerasan pinggir dan bahu jalan. Kerusakan ini disebabkan oleh bahu yang terkena erosi, terkena beban bangunan yang ada dipinggir jalan atau bekas jalur atau bekas jalur roda yang keluar dari pinggiran lapisan perkerasan, sehingga ada beban roda pada bahu dan membuat bahu akan turun. Level :

Tabel 2.10 Tingkat Kerusakan Lane/Shoulder dropp off

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L Turun sampai 1

  • – 2 inch (25 – 50 mm) M Turun sampai 2
  • – 4 inch (50 – 102 mm) H Turun sampai > 4 inch ( >102 mm)

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.28 Tingkat Low Kerusakan Lane/ shoulder drop off ( Department of the Army 1982)Gambar 2.29 Tingkat Medium Kerusakan Lane/ shoulder drop off ( Department of the Army 1982)Gambar 2.30 Tingkat High Kerusakan Lane/ shoulder drop off ( Department of the Army 1982)

10. Retak memanjang (Longitudinal/Trasverse Craking)

  Retak memanjang adalah retak yang sejajar denga perkerasan (garis tengah perkerasan) dan biasa disebabkan oleh : a. Kurang baiknya konstruksi perkerasan pada jalur sambungan.

  b. Kerutan pada lapis AC, lapisan yang seharusnya pada temperatur rendah atau aspal yang akan stabil pada temperatur/cuaca yang panas. c. Retak yang disebabkan oleh retakan dibawah permukaan lapisan permukaan .

  Retak melintang sepanjang jarak lalulinas perkerasan kira

  • – kira tegak lurus dengan garis tengah pada perkerasan. Tipe retakan ini biasanya tidak disebabkan oleh beban laulintas. Level :

Tabel 2.11 Tingkat Kerusakan Longitudinal/Trasverse Craking

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  L Lebar retak <3/8 inch (10 mm) M Lebar retak 3/8 inch – 3 inch (10mm – 76 mm)

  H Lebar retak >3 inch (76 mm)

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.31 Tingkat Low Kerusakan Longitudinal and transverse cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.32 Tingkat Medium Kerusakan Longitudinal and transverse cracking ( Department of the Army 1982)Gambar 2.33 Tingkat High Kerusakan Longitudinal and transverse cracking ( Department of the Army 1982)

11. P atching end Utiliti cut Patching) Tambalan (

  Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari perkerasan sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut. Level :

Tabel 2.12 Tingkat Kerusakan Patching end Utiliti cut Patching

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  Tambalan baik, sama dengan tingkatan L kerusakan low pada Bums and sag, and corrugation

  Tambalan kurang baik, sama dengan tingkat M kerusakan medium Bums and sag, and corrugation

  Tambalan tidak baik, sama dengan tingkat H kerusakan high pada Bums and sag, and corrugation

  (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.34 Tingkat Low Kerusakan Patching and utility cut patching ( Department of the Army 1982)Gambar 2.35 Tingkat Medium Kerusakan Patching and utility cut patching ( Department of the Army 1982)Gambar 2.36 Tingkat High Kerusakan Patching and utility cut patching ( Department of the Army 1982)

12. Pengausan Agregat (Polises Agregat)

  Kerusakn ini disebabkan oleh penerapan lalulintas yang berulang- ulang dimana agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak sempurna.

  Pada pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin. Kerusakan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistance test adalah rendah.

Gambar 2.37 Kerusakan Polished aggregrate ( Department of the Army 1982) 13.

   Lubang (Photole) Lubang biasanya kurang dari 3 kaki (0,9 m) pada diameter mangkuk tajam.

  Penurunan pada lapisan perkerasan pada umumnya dapat bersudut tajam pada sisi yang yang mendekati atas lubang. Pada perkembangannya adalah mempercepat terjadinya kerusakan pada keadaan lembab yang berkumpul diatas lubang.

  Hal ini disebabkan dimana lalulintas tergelincir dibagian kecil pada lapisan pekerasan ini melanjutkan dari pengausan agregat karena pencampuran lapisan aspal yang jelek dan lemah. Pada lapis pondasi atas, pondasi bawah maupun tanah dasar atau pada daerah dimana pada kondisi yang meneruskan retak kulit buaya yang ratingnya tinggi. Lubang sering disebabkan oleh penurunan struktur atau perubahan cuaca yang melemahkan struktur tersebut. Level :

Tabel 2.13 Tingkat Kerusakan Photole

  Kedalaman maksimal lubang (inchi)

  Diameter lubang rata- rata(inchi) 4-8 8-18 >18

  ½ - 1 Low Low Medium

  1

  Low Medium High >2 Medium Medium High

  • – 2

  ( sumber : department of the army 1982)

Gambar 2.38 Tingkat Low Kerusakan Potholes ( Department of the Army 1982)Gambar 2.39 Tingkat Medium Kerusakan Potholes ( Department of the Army 1982)Gambar 2.40 Tingkat High Kerusakan Potholes ( Department of the Army 1982) 14.

   Rusak Perpotongan rel (Railroad Crossing)

  Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel adalah penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalulintas yang melintasi antara rel dan perkerasan. Level :

Tabel 2.15 Tingkat Kerusakan Railroad Crossing

  Tingkat Kerusakan Keterangan

  Kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak perlu L mengurangi kecepatan yang diinginkan