BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Masa Nifas - Noni Nofita Komalasari BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis

1. Masa Nifas

  a. Definisi Masa Nifas Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira- kira 6 minggu (Saiffudin, 2006; hal 23)

  Masa nifas di definisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran. Mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal, adaptasi ibu terhadap kehamilan belum menghilang seluruhnya pada minggu ke 6 postpartum. (Cunningham, 2006: Hal 443)

  Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta serta selaput yang di perlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. (Saleha, 2009: hal 4)

  Kala purperium (nifas) yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang di perlukan untuk pulihnya organ kandungan pada keadaan yang normal. Dijumpai dua kejadian penting pada puerperium, yaitu involusi dan proses laktasi ( Manuaba, 2010: hal 2010)

  Menurut Derek masa nifas yaitu masa nifas berlangsung selama enam minggu dari sejak hari melahirkan. Selama waktu tersebut perubahan-perubahan fisiologik dan morfologik yang terjadi selama

  9 kehamilan kembali keadaan tidak hamil. Masa ini juga merupakan masa wanita tersebut mengambil alih tanggung jawab perawatan bayi yang dapat menimbulkan masalah, terutama jika ia mendapat kesulitan dalam menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.

  Jadi masa nifas adalah masa yang di mulai dari keluarnya placenta sampai ketika alat-alat kandungan pulih kembali. Hal itu terjadi selama 6 sampai 8 minggu.

  b. Tujuan asuhan masa nifas Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk: 1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi.

  2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. 3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. 4) Memberikan pelayanan keluarga berencana (Prawirohardjo, 2006:

  Hal 122)

  c. Perubahan fisiologis pada masa nifas Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot rahim terdiri dari tiga lapis otot yang membentuk anyaman sehingga pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindar dari perdarahan postpartum. proses proteolitik, berangsur-angsur akan mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula dengan berat 30 gram. Proses proteolitik adalah pemecahan protein yang akan dikeluarkan melalui urine. Dengan penimbunan air saat hamil akan terjadi pengeluaran urine setelah persalinan, sehingga hasil pemecahan protein dapat dikeluarkan.

  Proses involusi uteri pada bekas implantasi plasenta, terdapat gambaran sebagai berikut: 1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir sepanjang

  12x15 cm, permukaan kasar, di mana pembuluh darah besar bermuara.

  2) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan thrombosis, di samping pembuluh darah tertutup karena kontaksi otot rahim 3) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2 sebesar 6 sampai 8 cm, dan akhir puerperium sebesar 2 cm.

  4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis bersama dengan lokea.

  5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka.

  6) Kesembuhan sempurna pada saat akhir dari masa puerperium (Manuaba, 2010; hal 200) d. Perubahan fisiologis dan anatomis puerperium 1) Uterus atau endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokhea.

  Banyaknya lokhea dan kecepatan involusi tidak di pengaruhi oleh pemberian obat. Akan tetapi, menyusui akan mempercepat proses involusi.

  Uterus, segera setelah kelahiran bayi, plasenta dan selaput janin beratnya sekitar 1000 gram. Berat uterus menurun sekitar 500 gram pada akhir menggu pertama pastca partum dan kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil yaitu 70 gram pada minggu ke delapan post partum.

  Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi uterus yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. 2) Lokhea

  Lokhea adalah secret yang keluar dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium.

  Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan: (a) Lokhea rubra yaitu lokhea yang keluar dari hari ke 1 sampai hari ke 3, warna merah dan hitam dan terdiri dari sel desidua, vernik kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, dan sisa darah.

  (b) Lokhea sanguinolenta yaitu lokhea yang keluar dari hari ke 3 sampai hari ke 7, berwarna putih bercampur merah. hari, berwarna kekuningan. (d) Lokhea alba yaitu lokhea yang keluar setelah hari ke 14, berwarna putih (Manuaba, 2010; hal 201)

  3) Vagina dan puerperium Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar mungkin mengalami beberapa derajat edema dan memar dan celah pada introitus. Setelah satu hingga dua hari post partum tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema.

  Sekarang vagina menjadi berbanding lunak, lebih besar dari biasanya dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina sekitar seminggu ketiga pasca partum (Varney, 2008: Hal 960)

  4) Payudara Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormone saat melahirkan. Pengkajian payudara pada periode awal pascapartum meliputi penampilan dan integritas putting susu, memar atau iritasi jaringan payudara karena posisi bayi pada payudara, adanya kolostrum, apakah payudara terisi air susu, dan adanya sumbatan duktus, kongesti, dan tanda-tanda mastitis potensial (Varney, 2008: Hal 961) e. Tahapan dalam masa nifas Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:

  Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2) Puerperium intermedial

  Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

  3) Remote puerperium Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi (Sulistyawati, 2009; hal 5)

  f. Pengeluaran pervaginam pada masa nifas Pengeluaran lokhea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai berikut:

  Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan: (e) Lokhea rubra yaitu lokhea yang keluar dari hari ke 1 sampai hari ke

  3, warna merah dan hitam dan terdiri dari sel desidua, vernik kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, dan sisa darah.

  (f) Lokhea sanguinolenta yaitu lokhea yang keluar dari hari ke 3 sampai hari ke 7, berwarna putih bercampur merah.

  (g) Lokhea serosa yaitu lokhea yang keluar dari hari ke 7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan.

  (h) Lokhea alba yaitu lokhea yang keluar setelah hari ke 14, berwarna putih (Manuaba, 2010; hal 201) Kunjungan masa nifas di lakukan paling sedikit empat kali. Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah, mendeteksi, serta menangani masalah-masalah yang terjadi.

  Adapun frekuensi kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan tersebut yaitu sebagai berikut: (Saifuddin, 2006: Hal 23-24)

  KUNJUNGAN WAKTU ASUHAN I 6 – 8 Jam Post a. Mencegah perdarahan masa nifas partum karena atonia uteri.

  b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain.

  c. Melakukan hubungan antara bayi dan ibu d. Konselinng pemberian ASI ekslusif.

  e. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.

  II

  6 Hari Post

  a. Memastikan involusi uterus berjalan partum normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda- tanda perdarahan abnormal serta tidak ada bau.

  b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal.

  c. Memastikan ibu mendapat istirahat yang

cukup.

  d. Memastikan ibu mendapat makanan dan minuman yang cukup.

  e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

  III

  2 Minggu Post

  a. Memastikan involusi uterus berjalan Partum normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda- tanda perdarahan abnormal.

  b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal.

  c. Memastikan ibu mendapat istirahat yang

cukup.

  d. Memastikan ibu mendapat makanan dan minuman yang cukupi.

  e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. IV

6 Minggu Post

  a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit- Partum penyulit yang di alami ibu atau bayinya.

  b. Memberikan konseling untuk KB secara

dini.

  h. Keadaan abnormal pada payudara Payudara telah di persiapkan sejak mulai terlambat datang bulan sehingga pada waktunya dapat memberikan ASI dengan sempurna.

  Untuk dapat melancarkan pengeluaran ASI dilakukan persiapan sejak awal hamil dengan melakukan masase, menghilangkan kerak pada puting susu sehingga duktusnya tidak tersumbat. Puting susu saat mandi perlu di tarik-tarik sehingga menonjol untuk memudahkan mengisap ASI.

  (Manoaba, 2002: Hal 317) i. Komposisi gizi dalam ASI

  ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garam organic yang disekresi olek kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi.

  Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam: 1) Kolostrum

  Kolostrum adalah ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan yang agak kental berwarna kekuning kuningan dengan protein yang tinggi, mengandung imunoglobin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe) fitamin (A, E, K dan D)

  2) Asi masa transisi Asi transisi merupakan asi yang dihasilkan mulai dari hari keempat sampai hari kesepuluh.

  Ciri dari air susu masa transisi adalah sebagai berikut:

  a) Merupakan asi peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang

  b) Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5.

  c) Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi d) Volumenya juga akan makin meningkat

  3) Asi mature Asi mature merupakan asi yang dihasilkan mulai dari kesepuluh sampai seterusnya.

  Ada pun ciri dari susu matur adalah sebagai berikut: a) Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya.

  Komposisi relative konstan (ada pula yang mengatakan bahwa komposisi ASI relative konstan baru mulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5.

  b) Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan terkecukupi, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan.

  c) Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning-kuning yang diakibatkan warna dari garam kalsium yang terdaat didalamnya.

  d) Tidak menggumpal jika dipanaskan

  e) Terdapat anti microbial factor (Manoaba, 2010; hal 214) j. Proses Terbentuknya ASI Selama kehamilan, hormone prolaktin dari plasenta meningkat estrogen yang tinggi. Pada hari kedua dan ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progestron turun drastic, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat ini mulai terjadi sekresi ASI.

  Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancar.

  Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, refleks prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan putting susu oleh hisapan bayi. 1) Refleks Prolaktin

  Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada putting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormone prolaktin ke dalam darah.

  Melalui sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang di sekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya bayi menghisap.

  2) Refleks aliran Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah oksitosin dilepas kedalam darah akan mengacu otot- otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus dan sinus menuju k. Proses laktasi dan menyusui

  Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusui dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya dipayudara sudah terbentuk kolostrum yang baik sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan anti bodi pembunuh kuman.

  a) Laktasi Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Namun, ada kalanya seorang ibu mengalami masalah dalam pemberian ASI. Kendala yang utama adalah karena produksi ASI yang tidak lancar.

  b) Menyusui Setiap ibu menghasilkan air susu yang kita sebut ASI sebagai makanan alamiah yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI ekslusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun SDM yang berkualitas. Seperti kita ketahui, ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama.

  Selain itu, dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi, maupun spiritual yang baik dalam Gambar 1. Anatomi fisiologis (Manoaba, 2010: Hal 419) l. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI

  1) Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak menumpuk.

  2) Puting susu di tarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi.

  3) Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi. m. Keuntungan dan kerugian pemberian ASI

  Ada kerugian maupun keuntungan dalam pemberian Asi pada bayi yaitu sebagai berikut: (Manoaba, 2010: Hal 215) Keuntungan Kerugian

  1. ASI telah di siapkan sejak mulai

  1. Waktu pemberian ASI tidak kehamilan sehingga sesuai terjadwal, bergantung pada bayinya dengan kebutuhan tumbuh

  2. Kesiapan ibu untuk memberikan ASI kembang bayi. setiap saat

  2. ASI mempunyai kelebihan dalam

  3. Terdapat kesulitan bagi ibu yang susunan kimia, komposisi bekerja di luar rumah. biologis dan mempunyai substansi spesifik untuk bayi.

  3. ASI siap setiap saat untuk diberikan kepada bayi dengan sterilitas yang terjamin.

  4. ASI dapat di simpan selama 8 jam tanpa perubahan apapun, sedangkan susu botol hanya cukup 4 jam.

  5. Karena bersifat spesifik, maka pertumbuhan bayi baik dan terhindar dari beberapa penyakit tertentu.

  6. Ibu yang siap memberikan ASI mempunyai keuntungan:

  a. Terjadi laktasi amenorea,

  dapat bertindak sebagai metode KB dalam waktu relatif 3 sampai 4 bulan.

  b. Mempercepat terjadinya

  involusi uterus Pemberian ASI mengurangi

  c.

  kejadian karsinoma mamae Melalui pemberian ASI, kasih

  d. sayang ibu terhadap bayi lebih baik sehingga menumbuhkan hubungan batin lebih sempurna.

  n. Komplikasi pada masa nifas 1) Perdarahan postpartum

  Perdarahan postpartum mencakup semua perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi. Menurut definisi perdarahan postpartum yaitu hilangnya darah lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama (Oxorn, 2010: Hal 412)

  Menurut Hanifa perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III (setelah plasenta lahir) (Hanifa, 2005: Hal 188)

  Perdarahan portpartum adalah perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu. (Saiffudin, 2008: Hal 522)

  2) Infeksi Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas. Suhu 38 drajat celcius atau lebih yang terjadi antara hari kedua sampai kesepuluh postpartum dan diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi didalam masa nifas di anggap sebagai infeksi nifas (Saiffudin, 2006: Hal 259)

  Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalis yang terjadi pada setiap saat pecah ketuban abortus.

  Penyebab infeksi

  a) Bakteri masuk kedalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen pemeriksaan pelvik b) Bakteri terdapat dalam jeringan yang memar, robek/ laserasi atau jaringan yang mati setelah persalinan macet.

  c) Bakteri masuk sampai kedalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama (Suherni, 2009: Hal 133) Tanda dan gejala infeksi

  a) Suhu >38°C

  b) Molaise

  c) Lokhea berbau tidak sedap d) Nyeri ditempat infeksi (Varney, 2010: Hal 452).

  3) Kelainan payudara Kelainan payudara di antaranya adalah sebagai berikut:

  a) Kelainan puting payudara Puting payudara yang retraksi (tidak menonjol keluar dengan baik) akan menyebabkan kesukaran meneteki. Bila tidak terlalu berat dapat dibantu dengan pompa payudara atau air susu dikeluarkan dengan pijatan tangan atau masase.

  Luka pada puting payudara menyebabkan terasa sakit saat meneteki. Luka tersebut merupakan tempat masuknya kuman- kuman sehingga diusahakan untuk menyembuhkan luka b) Bendungan ASI

  Bendungan ASI dapat terjadi pada hari kedua atau hari ketiga ketika payudara telah memproduksi ASI (Saiffudin, 2008: hal 652)

  Bendungan ASI terjadi pada hari kedua atau hari keempat pasca persalinan pada ibu yang tidak menyusui atau saat ketika memberi ASI dihentikan (Glance, 2007: Hal 137)

  Menurut suherni Bendungan ASI terjadi selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi lakteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. (Suherni, 2009: Hal 136)

  c) Mastitis Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara disebabkan karena kuman melalui luka pada puting susu atau melalui peredaran darah (Mochtar, 1998: Hal 422)

  Menurut Derek mastitis terjadi pada minggu pertama setelah melahirkan. Ibu menderita demam dan disalah satu payudaranya terdapat daerah yang terasa nyeri kalau di tekan, merah, dan padat sampai keras. d) Abses mamae Abses mamae yaitu timbul akibat menetapnya demam dalam (Cunningham, 2006: Hal 454)

  4) Postpartum blues Postpartum blues biasanya dimulai beberapa hari setelah kelahiran dan selesai 10-14 hari. Postpartum blues meliputi menangis, merasa letih karena melahirkan, gelisah, perubahan dalam perasaan, menarik diri dan reaksi negatif terhadap anak atau keluarga (Varney, 2008: Hal 964-965)

  Menurut Mitayani postpartum blues adalah keadaan emosi yang ditandai episode menangis ringan sesaat dan perasaan lebih sedih selama 10 hari pertama setelah melahirkan (Mitayani, 2011: Hal 164)

  Postpartum blues menyebabkan ibu mengalami stres diiringi perasaan sedih dan takut sehingga mempengaruhi emosional dan sensitivitas ibu pasca persalinan. Gejala-gejala postpartum blues di tandai dengan sedih, sering menangis, mudah tersinggung, cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendairi, gangguan tidur dan ganguan nafsu makan, kelelahan, mudah sedih, cepat marah, mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat menjadi gembira, marah terhadap pasangannya dan bayinya, perasaan bersalah, menjadi sangat pelupa (Suherni, 2009: Hal 91)

2. Bendungan ASI

  a. Definisi Bendungan ASI duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu (Mochtar, 1998: Hal 420)

  Menurut Cunningham Bendungan ASI yaitu terjadi pada payudara pada 24 jam pertama setelah sekresi laktasi, tidak jarang payudara meregang, menjadi keras. Hal ini mungkin disertai peningkatan suhu badan sesaat. (Cuningham, 2006: Hal 453)

  Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran asi, asi tidak di kosongkan seluruhnya. Hal ini menjadikan payudara penuh dan menyebabkan payudara kencang (Manuaba, 2010; hal 420)

  Bendungan ASI dapat terjadi pada hari ke 2 atau hari ke 3 ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan di sebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi kurang baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu menyusui. (Prawirohardjo, 2010: Hal 652)

  Jadi, bendungan ASI dapat disimpulkan yaitu penyumbatan karena saluran ASI yang tidak dikosongkan seluruhnya akan menyebabkan payudara bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu badan meningkat. Apabila kurang penanganan dan kurang cepat tindakan yang di ambil akan menjadi kejadian yang berlanjut. b. Etiologi Bendungan ASI 1.) Etiologi menurut Prawirohardjo, 2008: Hal 652

  b) Produksi meningkat

  c) Terlambat menyusukan

  d) Pembatasan waktu menyusui

  e) Hubungan dengan bayi kurang baik

  f) Bayi tidak cukup sering menyusu

  g) Pembatasan waktu menyusui 2.) Etiologi menurut (Varney, 2008; Hal 993)

  Terjadi akibat hambatan aliran air susu karena tekanan internal atau eksternal misalnya pembesaran vena, pemakaian BH yang ketat, dan pemkaian baju yang ketat.

  c. Faktor predisposisi 1) Psikologi ibu

  Psikologi yang mempengaruhi ibu seperti Depresi sering disebut sebagai postpartum blues. Postpartum blues sebagian besar merupakan perwujudan fenomena psikologis yang dialami oleh wanita yang membenci bayinya karena tidak mengharapkan bayinya lahir dan akan mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI yang adekuat dan hal ini dapat menyebabkan bendungan ASI karena ASI tidak disusukan (Mitayani, 2011: Hal 19)

  2) Pekerjaan ibu Menurut Mitayani ibu dengan bendungan ASI biasanya disebabkan karena kurangnya perhatian ibu terhadap bayinya dan dalam hal ini rentan sekali ibu terjadi bendungan ASI karena sangat jarang ibu dalam menyusui bayinya (Mitayani, 2011: Hal 4) Ibu yang memakai BH atau baju yang ketat akan menimbulkan bekas pada payudara, payudara terasa sesak dan akan menimbulkan payudara menjadi lebih susah untuk digerakan. Dan akan menjadi factor tidak langsung terjadinya bendungan ASI (Varney, 2007: Hal 993)

  4) Ibu yang melahirkan dengan bedah sesar Pada ibu yang mengalami bedah sesar dengan pembiusan umum, tidak mungkin dapat segera menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat pengaruh obat bius. Hal ini sangat mempengaruhi dalam pemberian ASI yang mungkin bisa menyebabkan payudara penuh karena ASI tdak di susukan pada bayi langsung (Sulistyawati, 2009: Hal 46-47)

  5) Ibu yang menderita AIDS Dugaan factor menyusui menjadi sebagai resiko penderita

  AIDS bagi bayi atau anak tentang ibu yang mendapat transfuse setelah persalinan karena sebagai berikut. Ternyata, bayinya terinfeksi oleh HIV. Berdasarkan laporan ini lah kemudian diduga ASI dapat menjadi media penularan HIV. Bahkan, bahwa HIV dapat di isolasi dari ASI (Varney, 2007: Hal 164) d. Patofisiologis Payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol- sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup hebat dan biasa disertai dengan kenaikan suhu yang sepintas. Kelainan tersebut menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan pengembangan limfatik dalam payudara, yang merupakan perkusor regular untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan akibat overdistensi system lacteal oleh air susu (Prawirohardjo, 2010; Hal 104-105)

  Payudara yang tidak dikosongkan seluruhnya akan menyebabkan Bendungan asi terjadi karena sumbatan pada saluran asi yang tidak dikosongkan seluruhnya. Keluhannya mamae bengkak, keras dan terasa panas sampai suhu badan meningkat (Sujiyatini, 2009; Hal 104)

  e. Tanda dan gejala

  1. Tanda dan gejala menurut (Manoaba 2010 Hal 420)

  a) Rasa berat pada payudara

  b) Payudara terasa panas

  c) Badan terasa panas sampai suhu meningkat

  d) Payudara bengkak

  e) Puting susu kencang

  f) Payudara terasa nyeri

  g) ASI tidak keluar

  2. Tanda dan gejala Menurut (Saiffudin 2008: hal 625)

  a) pembengkakan payudara bilateral,

  b) payudara teraba keras, c) kadang terasa nyeri

  d) tidak terdapat tanda kemerahan

  a) benjolan terlihat jelas dalam perabaan lunak

  b) adanya pembengkakan yang terlokalisasi

  f. Komplikasi 1) Mastitis

  Mastitis adalah infeksi dan peradangan parenkrim kelenjar payudara. Gejala dari mastitis demam yang disertai menggigil, mialgia, nyeri, pada pemeriksaan payudara ditemukan payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan, disertai rasa sangat nyeri (Saiffudin, 2008: Hal 652-653)

  2) Abses payudara Abses payudara terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnya peradangan. Sakit ibu tampak lebih parah, payudara lebih merah mengkilat, benjolan tidak sekeras mastitis, tapi lebih penuh atau bengkak berisi cairan (Mansjoer, 2008: Hal 326) g. Penatalaksanaan medis

  1. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani bendungan ASI:

  a) Perawatan payudara 1) Peralatan dan bahan

  Handuk bersih, washlap, cawan, baskom, minyak kelapa, air hangat, air dingin.

  2) Pelaksanaan (a) Menyiapkan alat dan bahan

  (b) Menncuci tangan sebelum tindakan di bawah air mengalir dengan menerapkan 7 prinsip cuci tangan. kelapa atau baby oil.

  Gambarb 2. Oleskan minyak ke tangan (d) Menempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara

  Gambar 3. Tempatkan tangan

  (e) Melakukan pengurutan, dimulai kearah atas, kesamping lalu ke bawah.

  Gambar 4. pengurutan Dalam pengurutan posisi tangan kanan kerarah sisi kanan dan tangan kiri kearah sisi kiri

  (f) Melakukan pengurutan ke bawah, ke samping, melintang, lalu ke depan. Setelah pengurutan ke depan lalu kedua tangan di lepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali untuk setiap payudara.

  Gambar 5. Pengurutan

  (g) Menyokong payudara dan urut dengan jari tangan Gambar 6. Sokong payudara

  Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, lalu tiga jari tangan kanan membuat gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara sampai pada putting susu. Lakukan tahap yang sama pada payudara kanan, lakukan dua kali gerakan pada tiap payudara. (h) Menyokong payudara dan urut dengan sisi keliling

  Gambar 7. Sokong payudara Sokong payudara dengan satu tangan sedangkan tangan yang lain mengurut payudara dengan sisi keliling dari arah tepi kearah putting susu. Lakukan tahap yang sama pada kedua payudara. Lakukan gerakan ini sekitar 30 kali.

  Gambar 8. Bersihkan payudara Membersihkan payudara dari bekas minyak dengan menggunakan waslap basah dan hangat.

  (j) Mengelap payudara ibu dengan handuk kecil.

  Gambar 9. Lap payudara Gunakan handuk kering untuk mengelap.

  (k) Mencuci tangan Biasakan mencuci tangan setelah tindakan dengan menggunakan 7 prinsip mencuci tangan. (Saleha, 2009: Hal 114-117)

  2. Konseling menyusui yang benar

  b. Mengatur posisi bayi terhadap payudara ibu

  1) Mengeluarkan sedikit ASI dari putting susu, kemudian dioleskan pada putting susu dan areola.

  3) Menjelaskan pada ibu bagaimana teknik memegang bayinya.

  Empat hal yang pokok yaitu:

  a) Kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus

  b) Muka bayi harus menghadap kepayudara, sedangkan hidungnya kearah putting.

  c) Ibu harus memegang bayinya berdekatan pada ibu

  d) Untuk BBL ibu harus menopang badan bayi bagian belakang, di samping kepala dan bahu.

  4) Memegang payudara dengan menggunakan ibu jari diatas, sedangkan jari yang lainnya menopang bagian bawah payudara, serta gunakan ibu jari untuk membentuk putting susu demikian rupa sehingga mudah memasukannya ke mulut bayi. 5) Memberikan rangsangan pada bayi agar membuka mulut dengan cara menyentuhkan bibir bayi ke putting susu atau dengan cara menyentuh sisi mulut bayi. 6) Menunggu sampai bibir bayi terbuka cukup lebar 7) Setelah mulut bayiterbuka cukup lebar

  Menggerakan segera bayi segera ke payudara dan bukan sebaliknya ibu atau payudara ibu yang di gerakan ke mulut bayi.

  8) Mengarahkan bibir bawah bayi di bawah putting susu sehingga dagu bayi menyentuh payudara.

  48)

  c. Ciri-ciri bayi menyusu dengan benar 1) Bayi tampak tenang 2) Badan bayi menempel pada perut ibu 3) Dagu bayi menempel pada payudara 4) Mulut bayi terbuka cukup lebar 5) Bibir bawah bayi juga terbuka lebar 6) Areola yang kelihatan lebih luas di bagian atas dari pada di bagian bawah mulut bayi.

  7) Bayi ketika menghisap ASI cukup dalam menghisapnya, lembut dan tidak ada bunyi.

  8) Putting susu tidak merasa nyeri 9) Kepala dan badan bayi berada pada garis lurus 10) Kepala bayi tidak pada posisi tengadah (Suherni, 2009: Hal

  48)

  3. Tindakan yang dilakukan pada mastitis:

  a. BH yang cukup menyangga tetapi tidak ketat

  b. Memperhatikan yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara c. Kompres hangat pada daerah yang terkena mastitis

  d. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu

  e. Peningkatan asupan cairan f. Anjurkan pada ibu untuk istirahat yang cukup

  g. Membantu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stress dan

  h. Pengobatan yang di berikan (Cuningham, 2006: Hal 454)

  Terapi Asalan 1. Amoksilin 500 mg Untuk mencegah infeksi.

  2. Parasetamol Untuk menurunkan panas yang di sebabkan infeksi

3. Asam fenamat Untuk mengurangi rasa nyeri

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

  Menejemen kebidanan yaitu pendekatan yang di gunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisis data, diagnose kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi (PP IBI 2006)

1. Teori Asuahan Kebidanan

  Teori varney Dalam bukunya menjelaskan bahwa proses penyelesaian masalah merupakan salah satu teori yang dapat di gunakan dalam menejemen kebidanan. Langkah I: Pengumpulan data dasar

  Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah pengumpulan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Ini Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan kondisi pasien. Langkah II: Interpretasi Data Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose dasar data-data yang telah dikompulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnose yang spesifik. Langkah III: Diagnosa Potensial

  Langkah ini Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose, hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi. Melakukan asuhan yang aman penting sekali dalam hal ini. Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan tindakan segera dan kolaborasi.

  Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. Langkah V: Perencanaan

  Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya. Langkah VI: Pelaksanaan Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan secara efisien dan aman.

  Langkah VII: Evaluasi Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksana. Langkah ini untuk mengukur apakah ibu sudah mengerti tentang perawatan payudara dan cara menyusui yang benar agar tidak terjadi bendungan ASI (Varney, 2007: Hal 197)

2. Menejemen Asuhan Kebidanaan

  Asuhan kebidanan yaitu penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan Menejemen dengan menggunakan teori varney mencangkup 7 (tujuh) langkah yaitu: Pengumpulan data dasar, interpretasi data untuk mengidentifikasi diagnose atau masalah, mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya, menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera untuk melakukan konsultasi, menyusun rencana asuhan yang menyeluruh, pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman, mengevaluasi.

  Ketujuh langkah Varney tersebut adalah sebagai berikut: Langkah I: Pengkajian (Pengumpulan data dasar)

  Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah pengumpulan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Ini berkaitan dengan kondisi pasien.

  a. Data Obyektif 1) Biodata yang mencakup identitas pasien

  a) Nama Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari- hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan (Varney,

  2007: Hal 31)

  b) Umur Umur dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Dan hal ini sangat mempengaruhi ibu-ibu, khususnya ibu muda karena ibu bisa saja tidak mau menyusui bayinya sehingga menyebabkan bendungan ASI (Mitayani, 2011: Hal 18)

  c) Agama Agama ditanyakan untuk mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan agama, kebiasaan dan kepercayaan dapat menunjang namum tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat. (Mufdilah, 2011)

  d) Pendidikan Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahuin sejauh mana tingkat itelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya selama nifas (Anggraeni, 2010: Hal 135)

  e) Suku/bangsa Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.

  Yang berkaitan dengan kebiasaan ibu dalam kehidupan sehari- hari, contohnya cara ibu dalam memberikan ASI pada bayinya.

  (Anggraeni, 2010: Hal 135)

  f) Pekerjaan Gunanya untuk mengetahui dan mengukur seberapa pedulinya ibu dengan anaknya, contohnya pada ibu bekerja yang biasanya sangat kurang dalam memperhatikan anak sehingga anak tidak menyusu dengan adekuat dan hal ini menjadikan payudara terasa penuh karena kurang menyusui bayi dan menjadikan penyebab bendungan ASI (Mitayani, 2011: Hal 4) g) Alamat

  Ditanyakan untuk mempermudah hubungan dengan pasien apabila diperlukan dalam keadaan mendesak, dan mengetahui alamat yang lebih jelas dalam melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui hasil dari perawatan yang telah diberikan (Mufdilah, 2011: hal 4)

  2) Keluhan Utama Ibu mengatakan merasa berat pada payudara, payudara terasa panas, badan terasa panas sampai suhu meningkat, payudara bengkak, payudara terasa nyeri, dan ASI tidak keluar. (Suherni, 2009: Hal 119) Penyakit yang mempengaruhi dalam masalah menyusui adalah sebagai berikut: a. Ibu yang melahirkan dengan bedah sesar

  Pada ibu yang mengalami bedah sesar dengan pembiusan umum, tidak mungkin dapat segera menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat pengaruh obat bius. Hal ini sangat mempengaruhi dalam pemberian ASI yang mungkin bisa menyebabkan payudara penuh karena ASI tdak di susukan pada bayi langsung (Sulistyawati, 2009: Hal 46-47)

  b. Ibu yang menderita AIDS Factor menyusui sebagai resiko penderita AIDS bagi bayi atau anak tentang ibu yang mendapat transfuse setelah persalinan karena sebagai berikut. Ternyata, bayinya terinfeksi oleh HIV. Berdasarkan laporan inilah, kemudian di duga ASI dapat menjadi media penularan HIV, bahkan bahwa HIV dapat di isolasi dari ASI (Varney, 2007: Hal 164)

  c. Ibu yang menderita hepatitis B Seorang ibu dengan HbsAg+ dapat menyusui bayinya setelah bayinya di beri imunisasi hepatitis B. Memang HbsAg+ di temukan juga dalam ASI, tetapi belum pernah di laporkan adanya penularan melalui ASI (Sulistyawati, 2009: Hal 47)

  4) Riwayat perkawinan Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah berkaitan dengan psikologis anaknya sehingga akan mempengaruhi proses nifas dan menyusui, yaitu Ibu bisa saja tidak peduli dengan bayi dan tidak mau menyusui (Mitayani, 2011: Hal 18)

  5) Riwayat Obstetrik

  a) Menstruasi Data ini tidak secara langsung berhubungan dengan masa nifas, namun dari data yang diperoleh dari pasien, akan mendapatkan gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya, seperti menarghe, siklus, volume, keluhan saat menstruasi (Anggraeni, 2010: Hal 126) b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.

  Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu (Anggraeni, 2010)

  c) Riwayat persalinan sekarang Tanggal persalinan, jenis persalinan , jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi Panjang Badan, Berat Badan, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini (Oxorn, 2010)

  6) Riwayat KB

  Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama dan beralih ke kontrasepsi selanjutnya (Suherni, 2011: Hal 121)

  7) Data Psikososial Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya.

  Wanita mengalami banyak perubahan psikologis selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Cukup sering ibu menunjukan depresi ringan beberapa hari setelah melahirkan. Depresi tersebut sering disebut sebagai postpartum blues. Postpartum blues sebagian besar merupakan perwujudan fenomena psikologis yang dialami oleh wanita yang membenci bayinya karena tidak mengharapkan bayinya lahir dan akan mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI yang adekuat dan hal ini dapat menyebabkan bendungan ASI karena ASI tidak disusukan (Mitayani, 2011: Hal 19)

  8) Data Pengetahuan Data ini dapat bidan peroleh dari beberapa pertanyaan yang bidan ajukan kepada pasien mengenai perawatan bayi dan teknik menyusui yang benar. Pengalaman atau riwayat kehamilannya dapat pula bidan jadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyimpulkan sejauh mana pasien mengetahui tentang perawatan bayi dan cara perawatan payudara serta teknik menyusui yang benar. Biasanya, dalam pengkajian ini pasien akan langsung mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan oleh pasien akan bidan jadikan sebagai acuan dalam memberikan pendidikan kesehatan (Anggraeni, 2010) a) Nutrisi

  Menggambarkan tentang pola makanan dan minum, frekuensi, banyaknya, jenis makanan, pantangan makanan. Untuk mengukur sebarapa banyak nutrisi yang dikonsumsi ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi (Mufdilah, 2011: Hal 169)

  b) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil , meliputi frekuensi, warna, jumlah. (Mufdilah, 2011: Hal 170) c) Istirahat

  Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang. Istirahat sangat penting bagi ibu nifas karena dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan dan bisa memperlancar produksi ASI (Anggraeni, 2010)

  d) Personal Hygiene Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia dan daerah payudara, karena pada masa nifas masih mengeluarkan lokhea sehingga ibu harus lebih memperhatian personal hygiene.

  e) Aktivitas Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.

  Mobilisasi dini mungkin dapat mempercepat proses pengembalian alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi. (Mufdilah, 2011) b. Data Obyektif

  Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang bidan harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data obyektif ini adalah: 1) Vital sign

  a) Tekanan darah Segera setelah melahirkan, banyak wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolic, yang kembali secara sepontan ketekanan darah sebelum hamil selama beberapa hari. Untuk mengetahui pengaruh pada ibu saat menyusui (Varney, 2007; hal 961)

  b. Suhu Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh kembali adalah mengarah ketanda-tanda infeksi. Hal ini biasanya terjadi pada ibu yang mengalami bendungan Asi (Suherni, 2011: Hal 120)

  c. Nadi Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah beberapa jam pertama pascapartum.

  Hemoragi, demam selama persalinan dan nyeri akut dapat mempengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi di atas 100 selama puerperium, hal tersebut abnormal dan mungkin menunjukan adanya infeksi. (Varney, 2007; hal 961) d. Pernafasan

  Fungsi pernafasan kembali pada rentang normal wanita selama jam pertama pascapartum. Nafas pendek, cepat, atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi seperti kelebihan cairan, asma (Varney, 2007; hal 961)

  2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.

  Pemeriksaa fisik yang di lakukan adalah sebagai berikut:

  a) Muka Dilihat unutk melihat wajah ibu mengalami pucat dan lesu karena merasa tidak nyaman dengan keadaan ibu yang payudaranya bengkak, nyeri dan demam (Suherni, 2009: Hal120) b) Mata Untuk melihat adanya anemis karena berhubungan

  c) Leher Untuk mengkaji adanya infeksi, jika ada panas sebagai diagnosa banding dari suhu tubuh yang meningkat (Anggraeni,

  2010: Hal 124)

  d) Pemeriksaan Payudara (1) Inspeksi : simetris, payudara terlihat merah, mengkilat, terliha benjoan.

  (2) Palpasi : terdapat benjolan, ibu terasa nyeri ketika payudaranya ditekan (Prawirohardjo, 2007: Hal 120-121)

  e) Keadaan abdomen Uterus

  (a) Normal : kokoh, berkontraksi baik, tidak berada diatas ketinggian fundus saat masa nifas.

  (b) Abnormal: lembek, diatas ketinggian fundus saat masa postpartum segera (Prawirohardjo, 2007 Hal 127-131) f) Keadaan genetalia

  (1) Lokhea Lokhea adalah sekret yang keluar dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium.

  (a) Lokhea rubra berwarna merah karena mengandung darah. Ini adalah lokhea pertama yang mulai keluar segera setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua atau tiga hari postpartum.

  Lokhea serosa mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih pucat dari lokhea rubra. Lokhea ini berhenti sekitar tujuh hingga delapan hari kemudian dengan warna merah muda, kuning, atau putih.

  (c) Lokhea alba Lokhea alba mulai terjadi sekitar pada hari kesepuluh postpartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat minggu (Varney, 2007: Hal 960)

  (2) TFU : 2 jari bawah pusat (3) Keadaan perineum

  Pada perineum tidak terdapat oedem, pada perineum terdapat luka jahitan, jahitan masih basah, tidak ada laerasi pada jalan lahir, perineum tidak memar (Varney, 2010: Hal 450)

  (4) Keadaan anus: Normal : anus tidak hemoroid.

  Abnormal : hemoroid (Suherni, 2009: Hal 120)

  g) Keadaan Ekstremitas: Tidak ada edema, tidak ada Varises, tidak ada nyeri pada betis (Varney, 2010: Hal 451)

  Langkah II: Interpretasi Data Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah dikompulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan a. Diagnosa

  Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para, abortus, anak hidup, umur ibu dan keadaan nifas.

  Ny…., Umur … tahun, P…A… dengan Bendungan ASI Data dasar meliputi: 1) Data Subyektif a. Ibu mengatakan bernama Ny….

  b. Ibu mengatakan berusia…

  c. Ibu mengatakan melahirkan anak yang ke…

  d. Ibu mengatakan merasa payudaranya bengkak

  e. Ibu mengatakan bayi tidak mau menyusu (Prihardjo, 2007) 2) Data Obyektif

  Meliputi vital sign, keadaan payudara, keadaan abdomen, keadaan genetalia (Suherni, 2009: Hal 121) b. Masalah

  Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien Data dasar meliputi: 1) Data Subyektif

  Data yang didapat dari anamnesa pasien 2) Data Obyektif

  Data yang didapat dari hasil pemeriksaan (Mufdilah, 2011: Hal170) Langkah III: Diagnosa Potensial