BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATEMATIKA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN KALKULATOR BERBASIS MODEL DELIKAN DI KELAS IV SEKOLAH DASAR - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

  1. Lembar Kerja Siswa (LKS)

  a. Pengertian LKS Pembelajaran yang berjalan dengan lancar pasti didukung oleh perangkat pembelajaran yang sesuai. Salah satu penunjang pembelajaran didalam perangkat pembelajaran adalah bahan ajar. Guru sudah tidak asing lagi dengan bahan ajar cetak berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS di sekolah dasar pada umumnya lebih sering digunakan sebagai acuan dalam mengajar selain buku paket. LKS yang digunakan biasanya membeli dari salah satu penerbit.

  Ada beberapa pandangan mengenai pengertian LKS yang dapat dijadikan rujukan. Trianto (2013:222) menyebutkan bahwa lembar kerja siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Diknas (dalam Prastowo, 2015:203) menyebutkan lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik yang mengacu pada kompetensi dasar yang akan dicapai.

  Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan lembar kegiatan yang berisi materi, ringkasan

  10 dan petunjuk atau langkah-langkah untuk membantu siswa menyelesaikan suatu tugas yang mengacu pada kompetensi dasar yang akan dicapai. Penggunaan LKS ini dapat mempermudah kegiatan pembelajaran yaitu membantu guru dalam mentransformasikan pengetahuan kepada siswa sehingga siswa dapat memahami materi yang diajarkan dengan baik.

  LKS dapat dikembangkan oleh pengajar yaitu guru yang berperan sebagai fasilitator pembelajaran. LKS yang disusun dan dikembangkan oleh guru dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi pembelajaran dan lingkungan siswa. LKS juga merupakan media pembelajaran karena dapat digunakan secara bersamaan dengan media atau sumber belajar yang lain. LKS dapat menjadi sumber belajar dan media pembelajaran tergantung pada kegiatan pembelajaran yang dirancang (Widjajanti, 2008:1).

  b. Fungsi LKS LKS memiliki fungsi dalam pembelajaran. Prastowo (2015:205) menyebutkan LKS memiliki empat fungsi sebagai berikut.

  1) Sebagai bahan ajar yang dapat meminimalkan peran pendidik dan lebih mengaktifkan peserta didik.

  2) Sebagai bahan ajar yang dapat digunakan peserta didik untuk memudahkan memahami materi yang diberikan.

  3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan terdapat tugas atau latihan soal.

  4) Memudahkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran peserta didik.

  c. Tujuan penyususan LKS LKS disusun tentunya memiliki tujuan penyusunannya.

  Prastowo (2015:206) mengemukakan ada empat poin yang menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu: 1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.

  2) Menyajikan tugas-tugas yang dapat meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan.

  3) Melatih kemandirian belajar peserta didik 4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.

  d. Syarat-syarat LKS yang baik Penyusunan LKS harus memenuhi syarat-syarat LKS yang baik. Hendro Darmojo danJenny R.E Kaligis (dalam Widjajanti,

  2008:2), menyebutkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi LKS agar menjadi bahan ajar yang baik, diantaranya: 1) Syarat Didaktik

  LKS merupakan salah satu sumber belajar yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Sumber belajar LKS harus memenuhi syarat didaktif, artinya lembar kerja siswa (LKS) harus mengikuti azas-azas pembelajaran efektif, yaitu: a) LKS yang baik dapat digunakan oleh seluruh siswa yang memiliki kemampuan berbeda.

  b) LKS menekankan pada proses menemukan konsep-konsep.

  c) LKS memiliki variasi stimulus melalui berbagai media.

  d) LKS mengembangkan kemampuan berkomunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri anak, sehingga siswa tidak hanya mengenal fakta dan konsep akademi, tetapi memungkinkan siswa dapat mengomunikasikan pendapat dan hasil kerjanya.

  e) Pengalaman belajar dalam LKS memperhatikan tujuan pengembangan pribadi siswa (intelektual, emosional) dan bukan ditentukan oleh arti pembelajaran. 2) Syarat konstruksi

  LKS yang akan dikembangkan harus memperhatikan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan sehingga dapat dipahami oleh siswa. Syarat-syarat konstruksi yang harus dipenuhi agar menjadi LKS yang baik diantaranya:

  a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.

  b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas, sederhana dan pendek. c) Memiliki tata urutan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

  d) Hindari pertanyaan yang terlalu terbuka.

  e) Mengacu pada sumber belajar yang masih dalam kemampuan keterbacaan siswa.

  f) Memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis mampu menggambarkan hal-hal yang ingin siswa sampaikan dengan memberi bingkai tempat menulis dan mengambar jawaban.

  g) Menggunakan lebih banyak ilustrasi dari pada kata-kata.

  h) Menggunakan kalimat komunikatif dan interaktif. i) Menggunakan kalimat dan kata sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. j) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi. k) Terdapat identitas (tujuan pembelajaran, identitas pemilik, dsb).

  3) Syarat teknis Syarat teknis yang harus dipenuhi agar menjadi LKS yang baik adalah sebagai berikut: a) Tulisan, syarat teknis tulisan meliputi jenis dan ukuran huruf.

  Penggunaan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa bila perlu, serta membandingkan ukuran huruf dan gambar dengan serasi. b) Gambar harus dapat menyampaikan pesan secara efektif pada penggunaan LKS untuk mendukung kejelasan konsep.

  c) Penampilan LKS dibuat menarik, meliputi ukuran dan desain, baik isi maupun kulit buku yang meliputi tata letak dan ilustrasi.

  e. Langkah-langkah penyusunan LKS Penyusunan LKS harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan langkah-langkah yang benar. Langkah-langkah penyusunan

  LKS menurut Diknas (dalam Prastowo, 2015:211) adalah sebagai berikut.

  Analisis Kurikulum Menyusun Peta Kebutuhan LKS

  Menentukan Judul-Judul LKS Menuliskan LKS

  Merumuskan KD Menyusun Materi

  Memperhatikan Struktur Bahan Ajar

Gambar 2.1 Langkah Penyusunan LKS

  1) Melakukan analisis kurikulum Analisis kurikulum merupakan langkah awal dalam menyusun LKS. Langkah ini bertujuan untuk mengetahui materi- materi yang memerlukan bahan ajar LKS. Menentukan materi dalam LKS dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan serta kompetensi yang dimiliki peserta didik. 2) Menyusun peta kebutuhan LKS

  Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Langkah awal yang dilakukan dalam menyusun peta kebutuhan LKS yaitu menganalisis kurikulum dan analisis sumber belajar sehingga dapat mengetahui berapa jumlah LKS yang akan dibuat.

  3) Menentukan judul LKS Judul LKS ditentukan atas dasar kompetensi-kompetensi dasar, materi-materi atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan judul apabila kompetensi tersebut tidak terlalu besar.

  4) Penulisan LKS Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penulisan

  LKS yaitu sebagai berikut:

  a) Merumuskan kompetensi dasar Merumuskan KD dapat dilakukan dengan cara menurunkan Standar Kompetensi (SK) langsung dari kurikulum yang berlaku seperti kompetensi dasar yang diturunkan dari KTSP 2006. b) Menentukan alat penilaian Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penguasaan kompetensi sehingga alat penilaian yang cocok dan sesuai adalah menggunakan pendekatan penilaian acuan patokan (PAP).

  c) Penyusunan materi Menyusun materi LKS harus memperhatikan hal yang berkaitan dengan isi kompetensi dasar yang akan dicapai.

  Materi LKS dapat berupa gambaran umum atau ruang lingkup yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber yang relevan.

  d) Memperhatikan struktur LKS Struktur LKS merupakan langkah terakhir dalam penyusunan sebuah LKS. Sktruktur LKS terdiri atas enam komponen yaitu judul, petunjuk penggunaan LKS, kompetensi yang akan dicapai tugas-tugas.

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam menyususn LKS terdapat empat tahap yaitu melakukan analisis kurikulum, menyusun peta kebutuhan, menentukan judul LKS, dan penulisan LKS. Langkah-langkah tersebut merupakan hal penting dalam menyusun LKS untuk dapat menghasilkan produk LKS yang sesuai dengan standar persyaratan LKS yang baik serta dapat membantu siswa dalam proses belajar mengajar.

  2. Kalkulator

  a. Pengertian kalkulator Kemajuan teknologi elektronika menuntut kita untuk dapat memanfaatkannya dalam pemecahan masalah pada kehidupan sehari- hari. Kemajuan teknologi elektronika salah satunya yaitu kalkulator. Penggunaannya dalam kehidupan sehari banyak dijumpai dimasya- rakat dengan berbagai tipe.

  Winarni, E.S., Harmini, S (2012:68) mengemukakan bahwa kalkulator merupakan suatu hasil kepandaian manusia yang diwujudkan dalam ragkaian elektronika. Pengertian kalkulator menurut kamus umum bahasa Indonesia diartikan sebagai alat hitung atau juru hitung. Winarno (2003:1) menerangkan kalkulator merupakan alat hitung elektronika yang jauh lebih sederhana dibandingkaan dengan komputer, dan saat ini sudah beredar banyak dikalangan masyarakat yang digunakan sebagai alat hitung yang praktis dan cepat. Putra, S.R., (2012:26) mengemukakan kalkulator adalah suatu alat elektronik yang berfungsi untuk mengkalkulasi atau menentukan hasil perhitungan. Artinya, kalkulator adalah alat bantu hitung.

  Berdasarkan pengertian kalkulator di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalkulator adalah alat bantu hitung yang diciptakan manusia untuk membantu melakukan perhitungan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan teknologi seperti kalkulator merupakan sarana penting untuk mengajar dan belajar matematika secara efektif. Teknologi dapat memperluas matematika yang dapat diajarkan dan meningkatkan belajar siswa. Kalkulator yang tidak dimanfaatkan secara tepat benar, maka produk kepandaian manusia itu akan hilang begitu saja tanpa manfaat.

  b. Kalkulator dalam pembelajaran matematika Penggunaan kalkulator dalam pembelajaran masih kurang mendapat dukungan profesional dan kurang mendapat sambutan penggunaannya di kelas matematika terutama di sekolah dasar. Hal ini karena banyak muncul anggapan penggunaan kalkulator sebagai pembuat bodoh kurikulum . Pandangan ini turut mempengaruhi orang tua yang menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Penggunaan kalkulator menurut para ahli tidak dapat mengganti pemahaman karena kalkulator hanya mengitung sesuai dengan input yang masuk.

  Calculators do not replace fluency with basic number combinations, conceptual understanding, or the ability to formulate and use efficient and accurate methods for computing. Rather, the calculator should support these goals by enhancing and stimulating learning (NCTM, 2000:145).

  Maksud dari pendapat tersebut adalah kalkulator dalam pembelajaran di sekolah tidak akan mengantikan kefasihan siswa dalam kemampuan berhitung dasar, pemahaman konseptual, atau kemampuan untuk merumuskan dan menggunakan metode yang efisien dan akurat untuk menghitung. Kalkulator justru dapat membantu siswa untuk merangsang kegiatan pembelajaran matema- tika, membantu siswa untuk lebih berkonsentrasi dalam memahami dan mempelajari konsep-konsep matematika dan menolong siswa dalam mengerjakan soal matematika yang rumit.

  Pengguaan kalkulator dalam pembelajaran dapat memberikan manfaat positif bagi siswa maupun guru. Walle (2008: 112) mengemukakan kalkulator mempunyai banyak kegunaan didalam pembelajaran, yaitu: 1) Kalkulator dapat digunakan untuk mengembangkan konsep

  Kalkulator bisa berarti lebih dari sekedar alat untuk menghitung. Kalkulator juga dapat digunakan secara efektif untuk mengembangkan konsep. Kegiatan untuk mengembangkan konsep dengan kalkulator disarankan terutama dalam lingkup bilangan dan perhitungan. Contoh untuk mengembangkan konsep terhadap siswa menggunakan kalkulator pada materi pecahan yaitu guru

  1

  3 dan

  akan menjelaskan cara membandingkan pecahan =...

  4

  4

  yaitu: 0, 25 1 :

  4 =

  1

  3 <

  4

  4

  0, 75 3 : 4 =

  Siswa yang baru mengenal pecahan akan segera memahami bahwa

  1

  3 sama artinya dengan 1 : 4 dan sama artinya dengan 3 : 4.

  4

  4

  2) Kalkulator dapat digunakan untuk drill Kalkulator adalah alat yang sangat baik untuk drill.

  Misalnya dalam pembelajaran dikelas siswa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mengerjakan soal menggunakan kalkulator sedangkan kelompok kedua menggunakan perhitungan langsung. Kelompok yang menggunakan perhitungan langsung

  1

  1

  pada soal akan selesai lebih dulu. Kelompok yang

  • 4

  4

  1

  5 menggunakan kalkulator pada soal akan selesai lebih dulu.

  • 4

  10 Hal ini dilakukan untuk membuat siswa dengan kemampuan

  rendah dapat meningkatkan keterampilan dasar. Hal ini dapat menunjukkan pada siswa bahwa kalkulator tidak selalau tepat untuk digunakan. 3) Kalkulator meningkatkan pemecahan soal

  Siswa dapat enggan mengerjakan dan menyelesaikan soal karena mekanisme perhitungan. Siswa harus memahami arti dari operasi dan diperkenalkan dengan soal nyata dengan bilangan- bilangan yang realistis. Bilangannya mungkin di atas kemampuan mereka untuk menghitung, tetapi melalui kalkulator membantu siswa menyelesaikan soal ini.

  4) Kalkulator menghemat waktu Beberapa soal matematika terdapat banyak cara dalam melakukan perhitungan. Perhitungan dengan tangan akan memakan banyak waktu, terutama untuk siswa usia dini yang belum mengembangkan penguasaan teknik-teknik perhitungan.

  Penggunaan kalkulator dapat membantu siswa menghemat waktu.

  5) Kalkulator banyak digunakan dalam pembelajaran Hampir setiap orang menggunakan kalkulator dalam kehidupannya untuk melakukan perhitungan kecuali anak-anak sekolah. Siswa harus diajarkan bagaimana menggunakan kalkulator sebagai alat efektif yang mudah digunakan dan juga belajar untuk menguji kebenaran dengan kalkulator apabila diperlukan. Penggunaan kalkulator secara efektif adalah sebuah keterampilan yang paling penting.

  National Council of Teacher of Mathematic (NCTM)

  (dalam Uno dan Kuadrat, 2009: 111) menganjurkan agar semua siswa menggunakan kalkulator untuk (1) konsentrasi pada proses pemecahan masalah, (2) memperoleh akses untuk matematika melebihi tingkat atau level siswa pada keterampilan perhitungan, (3) menggali, mengembangkan, memperkuat konsep termasuk penaksiran, perhitungan, perkiraan dan ketetapan.

  c. Mitos dan kekawatiran penggunaan kalkulator Mitos dan kekawatiran penggunaan kakulator disebabkan karena salah pengertian. Walle (2008:114) mengungkapkan mitos yang berkembang jika anak mengunakan kalkulator yaitu, mereka tidak akan belajar “dasar”, membuat malas siswa, siswa harus belajar cara yang nyata sebelum menggunakan kalkulator, dan mitos bahwa siswa akan sangat tergantung pada kalkulator.

  Penggunaan kalkulator dalam pembelajaran masih diperdebat- kan, banyak pihak yang mengatakan bahwa kalkulator membuat siswa tidak belajar mengenai konsep dasar dan menghambat siswa dalam menemukan dan memahami konsep matematika. Kalkulator hanya mendorong siswa untuk mencoba berbagai operasai matematika tetapi mereka tidak memahami apa yang mereka lakukan. Kalkulator menghalangai siswa untuk mendapatkan salah satu manfaat penting dari belajar matematika yaitu melatih dan disiplin pikiran siswa serta melatih penalaran siswa menggunakan kalkulator.

  Penguasaan fakta-fakta dasar, perhitungan, mental dan perhatian kepada teknik perhitungan dengan tangan tetap penting bagi semua siswa. Penggunaan kalkulator dalam pembelajaran hanya sebagai keterampilan sehingga kalkulator digunakan secara terbatas.

  Guru harus menyediakan soal yang hanya dikerjakaan dengan perhitungan langsung dan dengan menggunakan kalkulator. Guru perlu memperhatikan batasan dalam menggunakan kalkulator pada pembelajaran dengan menggunaan kalkulator sehingga keberadaan kalkulator tidak menyimpang dari penerapan konsep dasar. Kalkulator yang dijauhkan dari siswa maka siswa akan beranggapan bahwa penggunaan kalkulator dalam pembelajaran dilarang sehingga siswa tidak akan selamanya menjauhi kalkulator.

  d. Jenis kalkulator Perluasan penggunaan kalkulator mengakibatkan semakin banyak pula jenis kalkulator yang beredar dimasyarakat. Berbagai jenis kalkulator menurut Lesarto (2012) diantaranya yaitu:

  1) Office calculator adalah kalkulator yang banyak digunakan di kantor atau dunia perdagangan. Kalkulator ini hanya digunakan untuk operasi sederhana seperti menambah, menurang, mengali dan membagi.

Gambar 2.2 Kalkulator Kantor

  2) Scientific calculator adalah kalkulator yang memiliki tombol- tombol khusus yang hanya digunakan untuk hitungan matematika.

Gambar 2.3 Kalkulator Ilmiah

  3) Financial calculator adalah kalkulator yang memiliki tombol- tombol yang dapat digunakan untuk menyimpan hitungan dan menampilkan kembali hitungan yang biasa digunakan untuk hitungan keuangan.

Gambar 2.4 Kalkulator Keuangan

  e. Kalkulator dalam pembelajaran matematika materi pecahan Jenis kalkulator yang dapat dimanfaatkan untuk pendidikan matematika di sekolah dasar adalah kalkulator ilmiah atau scientific

  

calculator . Kalkulator jenis ini sangat cocok untuk digunakan dalam

  pembelajaran karena jenis kalkulator ini dapat membedakan tanda operasi yang harus didahulukan dalam perhitungan matematika. Guru dapat memberikan pemahanan dan keterampilan menggunakan kalkulator terutama pada materi pecahan di kelas IV dengan menggunakan jenis kalkulator ini.

  Kalkulator ilmiah memiliki cara kerja yang mengikuti aturan- aturan pengajaran dalam matematika. Kalkulator ilmilah terdapat tombol khusus untuk menghitung pecahan dan melambangkan pecahan biasa maupun camuran yaitu tombol . Untuk lebih jelas dalam mengoperasikan pecahan menggunakan kalkulator adalah sebagai berikut:

  Langkah memulai pengoperasian, pertama harus menyalakan

  ON kalkulator terlebih dahulu dengan menekan tombol .

  1) Contoh 1: Menjumlahkan/mengurangkan pecahan.

  1

  1

  7

  • =

  2

  5

10 Maka dengan menggunakan kalkulator ilmiah yaitu:

  7 10

  2

  1 5 = 1 + 7 10 adalah hasil penjumlahan yang muncul di layar kalkulator

  7

  dan menggambarkan .

  10

  2) Contoh 2: Menyederhanakan pecahan.

  2

  1 =

  4

2 Maka dengan menggunakan kalkulator ilmiah yaitu:

  1 2 4 = 2 1 2 merupakan hasil yang muncul di layar kalkulator dan

  1

  menggambarkan .

2 Pembelajaran matematika materi pecahan di kelas IV,

  pengenalkan kalkulator dilakukan setelah melalui tahap penanaman konsep dan pemahaman konsep yaitu pada tahap pembinaan keterampilan dan penerapan konsep. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menguasai konsep pecahan dengan cara peghitungan langsung terlebih dahulu. Siswa tidak akan menyalahgunakan kalkulator dalam pembelajaran.

  Siswa menggunakan LKS yang telah didesain dalam pembelajaran kalkulator. Tahap pembelajaran yang ada dalam LKS berpedoman pada model Delikan. Penggunaan kalkulator terlebih dulu dicontohkan oleh guru selanjutnya siswa mencoba menggunakan kalkulator pada tahap kerjakan. Siswa diharapkan memiliki kemampuan peng-hitungan langsung dan keterampilan menggunakan kalkulator pada materi pecahan kelas IV.

  3. Model Pembelajaran Delikan Delikan merupakan akronim dari dengar (de), lihat (li), kerjakan

  (kan). Model ini termasuk dalam model pembelajaran cara belajar siswa aktif (CBSA) yang paling sederhana karena mudah untuk dipraktekkan.

  Aktivitas mental siswa dalam penggunaan model mengajar ini adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan, menyimpulkan dan menerapkan. Model pembelajaran ini menekankan informasi-partisipasi.

  Model Delikan terdapat tiga aktivitas belajar siswa sesuai dengan namanya. Sudjana dan Suwariyah (1991:59) menuturkan aktivitas yang terdapat dalam model pembelajaran Delikan yaitu menyimak (dengar), meihat dan kerja. Menyimak artinya memperlihatkan dan menangkap makna uraian yang diberikan oleh guru tentang bahan pengajaran. Proses dengar tidak terbatas pada uraian guru, tetapi juga uraian-uraian dari media instruksional lainnya, yaitu dari kaset (rekaman), diskusi, sandiwara atau sosiodrama yang dilakukan oleh siswa dan kegiatan lain yang sejenis.

  Proses lihat adalah aktivitas siswa dalam mengamati peragaan guru, mengamati cara kerja, mengamati contoh pemecahan masalah yang dikerjakan oleh guru, membaca buku atau bacaan lainnya. Proses kerja adalah aktivitas siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru dalam rangka penerapan atau penggunaan konsep- konsep bahan pengajaran. Guru dapat memberikan tugas untuk mengerjakan soal, mendiskusikan pemecahan masalah, mengisi lembaran kerja, atau menulis karangan. Siswa diharapkan dapat lebih menguasai konsep-konsep bahan pengajaran yang telah dijelaskan oleh guru melalui proses kerja.

  Model pembelajaran mempunyai prosedur sebagai acuan dalam pelakasanaannya. Langkah model Delikan menurut Sudjana dan Suwariyah (1991:59) yaitu sebagai berikut ini.

  1. Prainstruksional: tahap ini kegiatan yang harus dikerjakan oleh guru sebelum membahas bahan pengajaran adalah untuk mengondisikan kesiapan belajar dan memotivasi belajar. Kegiatan apersepsi (mengulang bahan lama), memberitahukan TIK dan bahan pokok pengajaran serta informasi kegiatan belajar merupakan aktivitas yang harus dikerjakan oleh guru sebelum membahas bahan pengajaran.

  2. Instruksional. Langkah pembelajaran yang harus ditempuh pada fase kegiatan instruksional ada tiga tahapan, yaitu: a) Proses dengar

  Tahap ini bertujuan mengantarkan siswa kepada bahan pengajaran. Guru memberikan uraian materi tentang bahan pengajaran sedangkan siswa menyimak pembahasan guru menge- nai bahan pengajaran. Materi harus sistematis. Isi materi dimulai dari informasi konsep yang ada dalam bahan pengajaran, kemudian memberikan contoh-contohnya. Guru dapat menggunakan alat peraga untuk membantu penyampaian materi, memberi kesem- patan kepada siswa untuk bertanya jika ada yang belum jelas.

  Aktivtas siswa belum optimal sebab terbatas pada menyimak, menulis, dan bertanya. Guru dapat menggunakan metode mengajar ceramah dan tanya jawab.

  b) Proses lihat Tahap ini bertujuan memperjelas pemahaman bahan penga- jaran yang telah dibahas pada langkah pertama. Guru memperlihat- kan contoh penggunaan konsep bahan pengajaran dalam bentuk pemecahan masalah. Guru dapat menjelaskan contoh pemecahan masalah seperti cara menggunakan rumus, proses kerja dan pemecahan soal-soal. Siswa dituntut untuk mengamatinya atau membaca uraian yang ada pada buku sumber. Guru menunjuk siswa lain untuk mengerjakan contoh soal lain di papan tulis apabila siswa masih belum jelas. Guru dapat menggunakan metode mengajar peragaan dan pelatihan-tugas.

  c) Proses kerja Siswa melakukan aktivitas belajar yang optimal pada tahap ini. Guru memberikan soal atau tugas pemecahan masalah dengan pola seperti dicontohkan dalam langkah kedua (proses lihat). Guru dapat memberikan tugas seperti tugas mengerjakan soal hitungan, menggunakan rumus dalam pemecahan masalah, mencari contoh lain, mengisi lembar kerja, mendiskusikan pemecahan masalah, mengamati suatu proses untuk dilaporkan, membaca buku dan melaporkannya dan menjawab soal atau latihan yang ada pada buku pelajaran. Kegiatan belajar siswa bisa individual (perseorang- an), bisa pula dalam bentuk kelompok. Siswa melakukan kegiatan belajar di luar kelas, di perpustakan atau laboratorium apabila diperlukan.

  Peran guru dalam tahap ini adalah memberikan bantuan dan bimbingan serta memberikan kemudahan belajar seperti menyedia- kan bahan belajar yang diperlukan (fasilitas belajar). Sangat keliru apabila dalam CBSA hanya siswa yang aktif, dan guru meninggalkan kelas. Ketika siswa bekerja atau belajar, guru melakukan pemantauan dan penilaian terhadap aktivitas belajar siswa (penilaian proses). Metode mengajar yang dapat digunakan guru antara lain adalah tugas, kerja kelompok, eksperimen, diskusi dan simulasi.

  3. Evaluasi. Evaluasi meliputi tiga aspek. Pertama aspek proses.

  Pelaksanaan kegiatan pada aspek proses dibutuhkan bimbingan guru, pemantauan belajar, dan perbaikan belajar. Kedua aspek hasil. Guru melakukan perbaikan hasil belajar maupun pengajuan pertanyaa- an. Ketiga kesimpulan. Guru membeimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil belajar yang telah dilakukan.

  4. Tindak lanjut. Tindak lanjut di sini adalah berupa pemberian tugas berupa pekerjaan rumah (PR) untuk hasil pembelajaran yang belum berhasil dan pengayaan untuk hasil belajar yang sudah berasil supaya penguasaan bahan pengajaran bisa lebih medalam dan luas.

  Absensi siswa, kegiatan apersepsi, informasi TIK dan pokok-pokok bahan

  1. Prainstruksional pengajaran, informasi kegiatan belajar yang akan dilakukan oleh siswa

  Siswa menyimak bahan pengajaran Dengar yang dijelaskan oleh guru, bertanya kepada guru bila belum jelas

  Siswa melihat pengarahan guru, Lihat

  2. Instruksional contoh-contoh yang dibuat oleh guru, membaca buku, dll

  Siswa mengerjakan tugas-tugas yang Kerja diberikan oleh guru

  Bimbingan guru, pemantauan belajar, Proses perbaikan belajar

  Pemeriksaan hasil belajar, pengajuan Hasil

  3. Evaluasi pertanyaan Kesimpulan/

  Guru + siswa membuat kesimpulan rangkuman Tindak

  4. Tindak Lanjut Penugasan dan pengayaan belajar lanjut

Gambar 2.5 Model Pembelajaran Delikan Langkah-langkah pengajaran di atas sangat sederhana sehingga guru dapat mempaktekkanya dan menyesuaikannya dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Model pembelajaran sesuai digunakan untuk menyampaikan bahan pengajaran baru, bukan untuk mengulang bahan pengajaran yang sudah diberikan. Beberapa syarat harus dipenuhi untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penggunaan model pembelajaran Delikan. Persyaratan yang dimaksud menurut Sudjana dan Suwariyah (1991:64) adalah sebagai berikut.

  a. Guru. Guru dituntut untuk memiliki keterampilan dalam hal: 1) Menyajikan bahan pengajaran yang dapat dipahami oleh semua siswa.

  2) Menggunakan alat peraga, terutama dalam proses lihat untuk memperjelas uraian materi yang disampaikan melalui metode ceramah. 3) Menentukan tugas belajar yang akan diberikan kepada siswa dalam proses kerja.

  4) Memimpin kelas, terutama dalam memantau kegiatan belajar siswa, memotivasi siswa, membantu belajar siswa, mengaktifkan belajar siswa, memberi petunjuk cara belajar dan menilai hasil proses belajar siswa.

  5) Mengenal pribadi dan kararkterstik siswa agar dapat menyesuaikan tugas-tugas belajar dengan minat dan kemampuan siswa, dapat membina hubungan yang baik dengan siswa. b. Sarana belajar. Sarana belajar yang harus disiapkan antara lain: 1) Buku pelajaran dan atau bahan tertulis lainnya.

  2) Alat peraga yang sesuai dan mendukung bahan pengajaran. 3) Waktu yang cukup untuk aktivitas belajar siswa, terutama untuk proses kerja.

  4) Tempat belajar yang dapat diatur secara fleksibel sesuai kebutuhan. 5) Suasana yang kondusif.

  c. Bahan pengajaran. Bahan pengajaran yang akan dibahas hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut.

  1) Disusun secara sistemais. 2) Harus disiapkan contoh-contoh terkait materi dan cara mengguna- kan konsep tersebut dalam pemecahan masalah.

  3) Guru mempersiapkan langkah-langkah simulasi, apabila ada konsep yang harus disimulasikan.

  4) Konsep atau prinsip yang perlu dipecahkan melalui diskusi hendaknya ditentukan tema dan masalahnya serta ruang lingkup pembahasannya. 5) Kesimpulan materi harus disiapkan sebelumnya serta mengetahui hubunganya satu sama lain.

  6) Pengembangan materi bersumber dari kurikulum dengan pengaya- an dari buku sumber dan lingkungan atau pengalaman anak.

  d. Penilaian. Guru perlu mempersiapkan bebrapa hal untuk memper- mudah pelaksanaan model pembelajaran ini, yaitu:

  1) Alat-alat penilaian proses belajar siswa, yaiu pedoman observasi, daftar cek, dan alat penilaiaan lain yang sesuai.

  2) Soal-soal untuk menilai hasil belajar siswa, baik hasil belajar kelompok (diskusi) maupun perorangan.

  3) Kunci jawaban soal, lembar kerja, pemecahan masalah dalam bentuk diskusi, tes yang diajukan pada akhir pembelajaran.

  4) Soal atau tugas yang akaan diberikan kepada siswa sebagai kegiatan tindak lanjut (pekerjaan rumah) baik remidial maupaun pengayaan. 5) Kriteria yang akan digunakan dalam menentukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran serta cara-cara menentukannya.

  4. Prestasi Belajar Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie.

  Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya bekenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik (Arifin, Z., 2013:12). Mulyasa (2014:189) mengemukakan prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Siswa akan menghasilkan prestasi belajar yang berupa perubahan perilaku pada setiap kegiatan yang dilakukan.

  Belajar dilakukan karena adanya kebutuhan, sehingga untuk meningkatkan prestasi perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dikelompokan menjadi empat, yaitu (a) bahan atau materi yang dipelajari; (b) lingkungan; (c) faktor instrumental; (d) kondisi peserta didik. Faktor-faktor tersebut baik secara terpisah maupun bersama dapat memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi belajar peserta didik (Mulyasa, 2014:190).

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud prestasi belajar pada penelitian ini adalah hasil penguasaan materi pembelajaran yang diperoleh dengan jalan usaha yang ditunjukan dengan nilai tes atau angka. Faktor-faktor prestasi belajar baik secara internal maupun eksternal dapat secara bersama memberikan kontribusi untuk prestasi belajar peserta didik.

  5. Matematika

  a. Pengertian matematika Banyak pengertian mengenai matematika yang dikemukakan oleh para ahli. Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas dalam Susanto, 2015:184). Matematika menurut Ruseffendi (dalam Heruman, 2007:1) “adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan...”.

  Matematika menurut Johnson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, M., 2003: 252) adalah bahasa simbolis yang berfungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Lerner (dalam Abdurrahman, M., 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Berdasar- kan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang menyiratkan tentang kuantitas dan memiliki keterkaitan konsep sehingga pembuktian matematika perlu dibangun melalui pelaran deduktif.

  b. Pembelajaran matematika di SD Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA/sederajat bahkan perguruan tinggi.

  Cornelius (dalam Abdurrahman, M., 2003: 253) mengemukakan lima alasan perlunya siswa belajar matematika, karena matematika merupakan (1) sarana berfikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

  Kebutuhan akan aplikasi matematika saat ini dan masa yang akan datang tidak hanya untuk membantu menyelesaikaan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dibutuhkan pula pada dunia kerja dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai baik oleh siswa terutama sejak usia sekolah dasar. Depdiknas (2009:1) mengemukakan secara umum terdapat empat tahapan aktivitas dalam rangka penguasaan materi pelajaran matematika di dalam pembelajaran. Tahapan aktivitas tersebut adalah sebagai berikut. 1) Tahap penanaman konsep

  Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pengajaran pada tahapan ini memerlukan penggunaan benda konkret sebagai alat peraga. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak.

  Kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. 2) Tahap pemahaman konsep

  Tahap pemahaman konsep merupakan tahapan lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pengunaan alat peraga pada tahap ini mulai dikurangi dan bentuknya semi konkret sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.

  3) Tahap pembinaan keterampilan Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti menco- ngak dan berlomba. Alat peraga pada tahap pengajaran ini sudah tidak boleh digunakan lagi. 4) Tahap penerapan konsep

  Tahap penerapan konsep yang sudah dipelajari ke dalam bentuk soal-soal terapan (cerita) yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini disebut juga sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah.

  6. Materi Pecahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi pecahan yang terdapat di kelas IV semester genap. Berikut adalah standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang digunakan:

Tabel 2.1 Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  Bilangan

  6. Menggunakan pecahan dalam

  6.1 Menjelaskan arti pecahan pemecahaan masalah dan urutannya

  6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan

  6.3 Menjumlahkan pecahan

  6.4 Mengurangkanpecahan

  6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. a. Arti pecahan dan urutannya Pecahan diartikan sebagian bagian dari keseluruhan. Perhati- kan gambar dibawah ini.

  Bagian yang diarsir menunjukkan jumlah pembilang yaitu 1. Satu lingkaran tersebut terdapat dua bagian, hal ini menunjukkan jumlah penyebut

  1 yaitu 2, sehingga ditulis bagian.

  2 Cara menunjukkan letak suatu pecahan, mari kita gambarkan garis bilangan antara bilangan 0 dan bilangan 1.

  1

  2 Cara menentukan letak pecahan , buatlah garis bilangan.

  3 Bagilah ruas garis antara 0 dan 1 menjadi tiga ruas garis sama

  panjang, maka akan diperoleh:

  1

  2

  3 =

  1

  3

  3

  3

  1

  3

  2 Pecahan terletak di antara dan atau 1.

  3

  3

  3 Membandingkan pecahan dan mengurutkan pecahan berpenyebut sama, perhatikan pembilangnya saja.

  Contoh:

  4

  2 Membandingkan pecahan dan .

  5

  5 Buatlah ruas garis bilangan yang memuat seperlimaan dengan jarak antara 0 sampai 1.

  1

  2

  3

  4

  5 = 1

  5

  5

  5

  5

  5

  4

  2 letaknya disebelah kanan .

  5

  5 Perhatikan pembilang pecahan 4 dan 2.

  4

  2

  4

  2 , > .

  Jadi, karena 4 > 2, maka lebih besar ditulis

  5

  5

  5

  5

  2

  4

  2

  

4

, < Atau lebih kecil ditulis .

  5

  5

  5

  

5

Cara membandingkan pecahan berpenyebut tidak sama dapat digunakan perkalian silang.

  1

1 Contoh: ….

  4

  3

  1

  1 Perkalian silang: 1 x 3 . . . 4 x 1

  4

  3 = 3

  . . . = 4

  1

  1 < Jadi, karena 3 < 4, maka .

  4

  3 Cara mengurutkan pecahan berpenyebut tidak sama dapat dengan menyamakan penyebutnya dahulu.

  3 3x3

  9 1 1x2

  2 = = = = 4 4x3

  12 6 6x2

  12 3 3x3 9 1 1x2

  2 = = = = 4 4x3

  12 6 6x2

  12

  1

  3

  2

  3 Jadi, urutan pecahan dari yang terkecil adalah . , , ,

  6

  12

  3

  4

  b. Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan Pecahan senilai (ekivalen) artinya pecahan-pecahan tersebut mempunyai nilai yang sama meskipun ditulis dalam bentuk pecahan yang berbeda.

  Perhatikan gambar berikut!

  1

  2

  3

  4

  5

  2

  4

  6

  8

  10 Sebuah pecahan tidak akan berubah nilainya jika pembilang dan penyebutnya dikalikan atau dibagi dengan bilangan yang sama.

  Perhatikan operasi hitung berikut ini.

  1 1x2

  2 1 1x3

  3 = = = = 2 2x2

  4 2 2x3

  6

  1 1x4

  4 1 1x5

  5 = = = = 2 2x4

  8 2 2x5

  10 2 2: 2 1 4 4: 4

  1 = = = = 4 4: 2

  2 8 8: 4

  2

  3 3: 3

  1 5 5: 5

  1 = = = = 6 6: 3

  2 10 10: 5

  2

  1

  2

  3

  4

  

5

, , , Jadi, pecahan , dan merupakan pecahan senilai.

  2

  4

  6

  8

  

10

Pecahan paling sederhana dapat diperoleh dengan membagi

  pembilang dan penyebut dengan FPB kedua bilangan tersebut sampai bilangan tersebut tidak dapat dibagi lagi.

  Contoh:

  12 Bentuk sederhana dari pecahan adalah . . .

  16 Faktor dari 12 (pembilang) adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12

  Faktor dari 16 (penyebut) adalah 1, 2, 3, 4, 8, 16

  FPB dari 12 adalah 4

  12

  12

  3 ∶4 = =

  16

  16

  4 ∶4

  12

  3 Jadi, bentuk paling sederhana dari adalah

  16

  4

  c. Penjumlahan pecahan Bilangan pecahan juga berlaku operasi hitung penjumlahan tetapi aturannya sedikit berbeda. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang- pembilangnya dan penyebutnya tidak dijumlahkan. Penjumlahan pecahan yang penyebutnya berbeda dilakukan dengan (1) mengubah ke bentuk pecahan lain yang senilai sehingga penyebutnya menjadi sama, (2) samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk pecahan yang senilai).

  Contoh: 1) Penjumlahan pecahan dengan penyebut sama.

  1

  1

  4

  4

  • = ⋯

  1 1 1+1

  2

  1

  • = = =

  4

  4

  4

  4

  2 2) Penjumlahan pecahan dengan penyebut tidak sama.

  1

  1 = ⋯

  • 2

  3

  a) Mengubah ke bentuk pecahan lain yang senilai sehingga penyebutnya menjadi sama.

  1

  2

  

3

  4

  5 Bentuk senilai adalah , , , , ...

  2

  4

  

6

  8

  10

  1

  2

  

3

  4

  5 Bentuk senilai adalah , , , , ...

  3

  6

  

9

  12

  15

  1

  1 Pecahan yang senilai dengan dan yang berpenyebut sama

  2

  3

  3

  2 adalah dan .

  6

  6

  1

  1

  3

  2

  5 = + = +

  2

  3

  6

  6

  6

  1

  1

  5 = +

  Jadi,

  2

  3

  6

  b) Samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk pecahan yang senilai)

  2

  5 = ⋯

  • 5

10 Penyebut kedua pecahan adalah 5 dan 10 dengan KPK 10.

  2

  5

  2

  5

  4

  5

  9

  2 = + + + = =

  5

  10

  5

  10

  

40

  10

  10

  2

  2

  5

  9

  • =

  Jadi,

  5

  10

  10

  d. Mengurangkan pecahan Operasi hitung pengurangan dalam pecahan mempunyai aturan yang serupa dengan penjumlahan dalam pecahan. Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan mengurangkan pembilang-pembilangnya sedangkan penyebutnya tidak dikurangkan.

  Pengurangan pecahan dengan berpenyebut berbeda dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mengubah ke bentuk pecahan lain yang senilai sehingga penyebutnya menjadi sama dan menyamakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk pecahan yang senilai).

  Perhatikan contoh berikut. 1) Pengurangan dengan penyebut sama.

  3

  1 = − ⋯

  4

  4

  3

  1

  3

  2

  1 −1 = = = −

  4

  4

  4

  4

  2

  3

  1

  1 =

  Jadi,

  −

  4

  4

  2 2) Pengurangan dengan penyebut berbeda.

  a) Mengubah bentuk pecahan lain sehingga penyebutnya menjadi sama.

  5

  1 = − ⋯

  8

  6

  5

  10

  

15

  20

  25 Bentuk senilai adalah , , , ,...