INVESTIGASI ACCESS TO CAPITAL (AKSES PERMODALAN)PENGUSAHA: SUATU KAJIAN PADA UMKM DI SUMBAR - Politeknik Negeri Padang

INVESTIGASI ACCESS TO CAPITAL (AKSES PERMODALAN) PENGUSAHA: SUATU KAJIAN PADA UMKM DI SUMBAR GUSTINA

  Administrasi Bisnis, Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang Email: umikhazid@gmail.com

  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melakukan investigasi terhadap pengusaha UMKM yang telah/belum mengakses modal usaha baik melalui lembaga pemerintah/ non pemerintah. Selain itu penelitian ini juga akan mengidentifikasi kendala/ hambatan yang dialami oleh pengusaha UMKM dalam mengakses modal tersebut. Dari faktor permodalan yang meningkat ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja usaha/ business performance yang mereka jalani.

  Studi ini merupakan penggabungan dari pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods). Penggunaan metode ini akan memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memahami isu yang sedang diinvestagasi secara lebih baik, dibandingkan hanya menggunakan salah satunya saja. Data yang digunakan untuk metode kuantitatif adalah data primer yang diperoleh melalui kuisioner yang disebar pada sample pengusaha UMKM yang terkriteria, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara (in-depth interview) terhadap beberapa responden yang telah mengisi kuisioner yang tersebar. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa hampir sebagian besar UMKM yang ada di Sumbar tidak mengakses permodalan dari lembaga keuangan. Mereka menggunakan modal yang berasal modal sendiri yang bersumber dari tabungan, pinjaman keluarga atau hasil menjual asset sendiri. Dengan modal usaha yang minim ini tentu cukup sulit pengembangan yang dapat dilakukan oleh UMKM tersebut. Dari kuisioner dan wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa hambatan terbesar dalam akses modal ini adalah kurangnya kemampuan dan pengetahuan tentang prosedur dan ketiadaan jaminan sehingga pemilik usaha menjadi tidak percaya diri untuk melakukan akses ini. Dari sini diharapkan pemerintah dapat memberikan pengetahuan dan pendidikan/ penyuluhan serta dukungan kepada UMKM ini terkait akan akses permodalan tersebut.

  Keyword: access to capital, business performance, UMKM, Model capital

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk padat di dunia. Salah satu permasalahan besar dinegara ini adalah peningkatan jumlah pencari kerja dan sekaligus meningkatkan jumlah pengangguran. Hal ini didukung oleh bertambahnya jumlah lulusan kerja, SDM yang kurang kompeten, sarana dan prasarana pemerintah untuk bekerja dan fasilitas dan peluang kerja yang tersedia oleh pemerintah yang dirasa sangat kurang. Melihat hal ini, saat ini pemerintah tengah menggiatkan program kewirausahaan dan kemandirian bagi pencari kerja dan rakyat (Gustina, 2013).

  Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa UMKM dan golongan masyarakat kecil mendapatkan kesulitan dalam mencari modal awal yang akan digunakan untuk usaha. Hampir semua lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas perkreditan meminta jaminan (collateral) kepada calon nasabahnya. Hal ini akan menimbulkan masalah bagi UMKM yang baru akan merintis usaha, karena disamping memang tidak memiliki jaminan untuk usaha, mereka juga tidak memiliki kecukupan modal untuk memulai. Inilah yang menjadi dasar pemikiran perlunya lembaga pembiayaan yang “ramah” pada UMKM.

  Dusuki (2008) menyebutkan bahwa issue terbesar yang ada di kalangan UMKM adalah mendapatkan modal untuk memulai usaha dan akses masuk (accessable) ke lembaga keuangan (baik bank maupun non bank), ini sering disebut bankable. Tanpa memiliki modal yang memadai, sulit bagi mereka untuk merintis usaha ini, baik untuk biaya sehari-hari seperti bahan baku, peralatan harian yang membantu dalam bekerja (usaha), biaya tenaga kerja, biaya transport dan biaya lainnya. Oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya untuk memudahkan dan memperlancar akses ini sehingga akan memperkuat peran UMKM dalam meningkatkan kinerjanya.

  Sehubungan dengan ini, telah ada beberapa penelitian dari luar negeri yang mengkaji masalah kemampuan UMKM ini dalam mencari alternative modal yang akan digunakan. Nilufer (2001), peneliti dari Bangladesh mengemukakan bahwa sedikit sekali pengusaha (khususnya perempuan) yang mendapatkan kredit dari Bank, hal ini disebabkan oleh kurang percaya diri dan tidak adanya jaminan untuk akses modal ke bank, sehingga akhirnya mereka hanya menggunakan dana terbatas yang mereka miliki seperti tabungan dan pinjaman keluarga untuk memulai usahanya. Dengan keterbatasan modal yang mereka miliki, juga akan berimbas pada kinerja/ performance bisnis yang akan mereka peroleh. Hampir serupa dengan hal tersebut, Sinhal (2005) melakukan observasi di negara Asia Selatan juga menemukan bahwa kebanyakan wanita- wanita pengusaha (SME/ UMKM) hampir tidak pernah berhubungan dengan lembaga-lembaga keuangan formal yang disebabkan oleh sulitnya akses ke lembaga-lembaga tersebut. Hal ini didukung oleh Shamin (2008), yang menemukan bahwa hampir sebagian besar samplenya mengatakan tidak pernah mendapatkan pinjaman dari perbankan dengan alasan takut dan ketidaktauan akan prosedur. Mereka berusaha mendapatkan modal dengan cara menggunakan saving sendiri, atau meminjam dari orang lain. Jumlah yang diperoleh tentu saja tidak begitu besar sehingga sulit bagi mereka memperbesar bisnisnya.

  Sedangkan untuk kasus Indonesia, belum ada kajian yang rinci perihal ini. Survey yang dilakukan oleh BPS (2005) pada UMI dan UK di sector manufaktur, menunjukkan permasalahan-permasalahan klasik di kelompok usaha Indonesia. Permasalahan itu adalah keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran. Khusus untuk masalah permodalan, walaupun ada beberapa skim kredit yang dikhususkan untuk pengusaha kecil, sebagian pengusaha ini terutama yang berdomisili di pedesaan/ pedalaman, menyatakan hampir tidak pernah mendapatkan kredit dari perbankan atau lembaga-lembaga keuangan formal lainnya. Mereka tergantung sepenuhnya pada uang/ tabungan mereka sendiri, uang/ bantuan dari saudara atau meminjam kapada lembaga informal (seperti moneylender/ rentenir, kecendrungannnya mereka tanpa jaminan namun memiliki bayaran bunga/ interest yang tinggi). Alasan mereka adalah ada yang tidak menyadari skim-skim tersebut, ada yang mencoba namun ditolak, atau karena sulitnya menembus birokrasi dan prosedur, atau tidak memiliki jaminan. Hal ini tentu saja sangat menarik untuk diteliti karena secara ilmiah belum ada penelitian yang relevan dengan akses permodalan yang telah dilakukan oleh UMKM yang ada di Indonesia khususnya wilayah Sumatra. Karena itu, peneliti menganggap adalah sebuah urgensi untuk melakukan penelitian ini yang akan menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah tentang akses permodalan ini sehubungan dengan perkembangan perekonomian kita yang sangat didukung oleh UMKM.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan dari paparan diatas, peneliti berminat untuk meneliti permasalah akses capital UMKM ini dengan spesifik rumusan masalah adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah aksesable UMKM di sumbar terhadap permodalan dari lembaga keuangan (2) Apakah kendala/hambatan yang dialami sekarang, khususnya untuk mengakses permodalan tersebut

  1.3 Tujuan Penelitian

  Penelitian ini secara khusus akan mencapai beberapa tujuan yang meliputi 2 hal: (1) Melakukan investigasi terhadap UMKM yang menjadi objek penelitian tentang akses permodalan yang telah ada atau yang sudah dilaksanakan seperti modal sendiri (dari tabungan), sudah mengakses bank, pinjaman pada pihak keluarga ataupun pinjaman dari pihak lain seperti rentenir/

  moneylender. Diharapkan dengan meningkatnya modal yang mereka miliki, bisnis mereka juga akan menunjukkan kinerja/ performance yang meningkat.

  (2) Mengidentifikasi kendala/ hambatan yang dialami sekarang untuk mengakses permodalan.

2. LANDASAN TEORI

  Penelitian tentang akses capital oleh UMKM yang ada di Indonesia masih sedikit. Oleh karena itu adalah sebuah kebutuhan untuk mendapatkan informasi ini melalui penelitian ilmiah yang dilakukan agar nantinya dapat menjadi rekomendasi bagi para pengambil kebijakan dan praktisi. Untuk itu hal yang pertama akan didiskusikan adalah mengenai permodalan itu sendiri.

2.1.Permodalan

  Modal merupakan salah satu hal penting dalam berjalannya sebuah bisnis selain faktor SDM. Jika faktor SDM berhubungan dengan orang yang akan menjalankan/ memanage usaha, maka modal (terutama sejumlah uang) berhubungan dengan operasional usaha. Jika ditilik dari teorinya, Brigham (2006) mengemukakan bahwa modal terkait dengan utang jangka panjang, saham aatau ekuitas saham yang terkena bunga. Sedangkan dalam standart akuntansi keuangan (IAI, 2007), modal dapat diartikan sebagai hak residual atas asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Melihat pengertian ini disimpulkan bahwa pada dasarnya modal yang dimaksud disini adalah utang/ kredit/ pinjaman yang dipeoleh dari pihak luar perusahaan yang dapat digunakan untuk menjalankan atau mengoperasionalkan perusahaan.

  Modal yang akan ditekankan pada penelitian ini adalah modal keuangan yang dipandang dari sudut pandang general. Masih mengutip dari (IAI, 2007), modal aktif dalam perusahaan memberikan jasa dalam sebuah proses produksi yang meliputi modal tetap dan modal lancar. Modal tetap berupa modal yang memberikan jasa untuk proses produksi dalam waktu lama, seperti adanya faktor tanah, mesin produksi, gedung, maupun komputer. Sedangkan modal lancar meliputi modal yang memberikan jasa hanya sekali dalam proses produksi, misalnya bahan baku, bahan penolong ataupun listrik. Penekanan yang akan dilakukan dalam penelitian ini menyangkut dari mana modal keuangan ini diperoleh oleh UMKM guna berjalannya pembangunan perusahaan dan operasional perusahaan.

2.2.Fungsi Modal Kerja

  Hal kemudian yang patut kita ketahui adalah fungsi dari modal kerja itu sendiri sehingga perusahaan yang menjalankan bisnisnya harus menggunakannya secara tepat. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Modal kerja merupakan sarana untuk menanggulangi kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi akibat penurunan nilai aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan tak tertagih, ataupun penurunan nilai persediaan.

  2. Ketersediaan modal kerja yang mencukupi/ tepat memberi peluang pada perusahaan untuk dapat membayar semua utang lancarnya tepat waktu.

3. Modal kerja yang tepat guna dan efektif memungkinkan perusahaan menjadi credit standing, yaitu

  penilaian pihak ketiga (seperti bank dan para kreditur) terhadap perusahaan baik (layak untuk dapat memelihara kredit). Dengan demikian kecukupan modal kerja yang layak akan membantu perusahaan untuk tetap berkembang dan survive ditengah persaingan yang sangat keras diantara sesama perusahaan kecil UMKM.

2.3.Sumber Modal Usaha Dan Cara Memperolehnya (Access To Capital)

  Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa sumber modal usaha yang akan digunakan pada awal berbisnis menjadi suatu hal yang sangat krusial bagi seorang pengusaha, terutama UMKM. Dari mana sumbernya dan bagaimana cara untuk memperolehnya. (1). Sumber internal/ modal sendiri (berasal dari pemilik usaha). Modal sendiri yaitu modal yang diperoleh dari pemilik usaha, keuntungan yang sangat nyata dari modal sendiri ini adalah ketiadaan beban/biaya bunga. Sedangkan kerugiannya adalah jumlah yang sangat kecil/ terbatas. Modal sendiri ini dapat berasal dari tabungan sendiri, setoran dari pemegang saham, menjual barang yang kurang produktif, menjual barang yang menguntungkan ataupun menggunakan fasilitas/ tempat sendiri (seperti tanah, bangunan, mesin, garasi, dll)

  (2). Sumber eksternal (luar pemilik). Modal ini adalah modal pinjaman yang diperoleh dari pihak luar perusahaan dan diperoleh secara pinjaman. Menggunakan modal pinjaman untuk membiayai usaha akan terkena beban bunga, biaya admin, provisi atau komisi serta bunga yang relative. Selain itu juga ada kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu setelah jangka waktu tertentu. Modal eksternal ini dapat diperoleh melalui:

  a. pinjaman dari lembaga keuangan, baik syariah (seperti BMT, Pegadaian syariah, bank syariah) ataupun konvensional (seperti bank, BPR) b. pinjaman dari lembaga non keuangan ( seperti pinjaman koperasi, asuransi, BUMN) c. pinjaman perseorangan, seperti pinjaman dari keluarga, ataupun moneylender/ rentenir. Melihat begitu pentingnya sumber modal dan cara memperolehnya ini (access to capital) bagi perusahaan, terutama UMKM, maka penelitian ini akan focus di area ini.

  Seperti yang telah pernah disinggung pada bagian latar belakang, penelitian yang spesifik tentang

  accsess to capital ini belum nyata eksis di Indonesia, namun dibeberapa negara Asia telah pernah dilaksanakan. Kebanyakan penelitian melibatkan pengusaha perempuan.

  Penelitian yang mendasari lahirnya proposal ini adalah penelitian yang telah dilaksanakan o leh peneliti sendiri (Gustina,dkk 2014), yaitu tentang investigasi motivasi enterpreneur perempuan Minang pada 2014. Hasilnya menunjukkan bahwa selain motivasi ketertarikan terhadap bisnis, yang menjadi hasil lainnya adalah mereka cendrung menggunakan modal awal berupa modal sendiri dari tabungan dan keluarga, namun bukan harta pusaka (atau harta bundo kanduang). Berikut ini penelitian yang telah dilakukan di luar negeri terkait access to capital).

  Pertama, observasi Sinhal (2005) di Asia Selatan menemukan bahwa pengusaha-pengusaha kecil

  UMKM (khususnya entrepreneur perempuan) hampir tidak pernah berhubungan dengan lembaga keuangan formal untuk mendapatkan pinjaman (access to capital) disebabkan oleh prosedur yang rumit dan ketidaktauan keberadaan/ adanya skim-skim untuk UMKM. Kedua, di Bangladesh (Nilufer, 2001) menemukan bahwa sedikitnya pengusaha yang mendapatkan kepercayaan untuk menerima kredit dari pihak lembaga keuangan bank. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kepercayaan terhadap diri sendiri. Ketiga, Shamin (2008) menemukan bahwa sebagian besar responden mengaku tidak dapat mengaksess modal dari lembaga keuangan. Kebanyakan penyebabnya adalah takut, tidak tau caranya ataupun karena ditolak pihak bank. Shamin (2008) berkesimpulan bahwa di negara tersebut, perbankan baik komersial atau publik, sangat tidak berperan dalam pembiayaan bisnis. Mereka lebih mengharapkan pinjaman dari keluarga yang besarnya sangat terbatas. Sedangkan di India, Kaur dan Bawa (1992) menemukan hampir 54% pengusaha tersebut memulai bisnis dengan tabungan sendiri dan pinjaman dari anggota keluarga lainnya.

  Dari survey awal dan wawancara singkat dengan beberapa pengusaha kecil, terlihat mereka memiliki kendala yang mirip dengan apa yang dialami beberapa hasil penelitian diatas. Namun hasil detilnya akan diketahui selanjutnya dalam pembahasan penelitian ini.

  3. METODOLOGI PENELITIAN

  Penelitian ini akan dilakukan dengan menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed

  methods). Alasan menggunakan mixed methods dalam penelitian ini karena pendekatan mixed methods akan

  memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memahami isu yang sedang diinvestigasi secara lebih baik, dibandingkan dengan hanya menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif saja (Crasweel, 2012). Menurut Cooper dan Schindler (2008) penelitian kuantitatif ditujukan untuk mengukur sesuatu secara presisi, seperti perilaku, pengetahuan, opini atau kebiasaan. Sedangkan penelitian kualitatif didesign agar peneliti dapat menjelaskan bagaimana suatu proses berlangsung dan mengapa hal tersebut terjadi.

  Pada dasarnya populasi adalah semua grup orang, kelompok, event ataupun benda yang berhubungan dengan object yang akan diteliti (Sekaran, 2006). Penelitian ini akan focus pada UMKM yang ada di Sumbar (yang memiliki berbagai macam jenis, seperti makanan, fashion, P&D/kebutuhan sehari-hari, dll). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner dan wawancara yang dilakukan kepada beberapa sample yang terpilih. Sample yang akan digunakan adalah 100 perusahaan yang terkategori UMKM yang ada di Prop. Sumbar. Teknik sampling yang dipakai adalah convenience/accidentally

  sampling. Dasar pemilihan teknik ini lebih kepada aksesibilitas nyaman dan kedekatan sample kepada peneliti. Selain itu faktor keterbatasan waktu pengambilan data penelitian juga menjadi salah satu alasannya.

  Sedangkan untuk wawancara dilakukan terhadap beberapa sample yang dipilih.

  Setelah data diperoleh, kemudian akan diolah dengan analisis kuantitatif dan deskriptif, dibantu dengan pengolah data SPSS sehingga akan diperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan dalam hal keshahihan dan keakuratannya. Analisis deskriptif akan menggambarkan suatu objek yang diteliti secara sistematik dan actual serta hubungannya dengan fenomena yang sedang terjadi (Maholtra, 2005).

  4. PEMBAHASAN HASIL DAN DISKUSI

4.1.Profil Responden

  Penelitian ini telah dilaksanakan di propinsi Sumbar khususnya beberapa kota yang menjadi presentatif terpilih dalam penelitian ini, seperti Padang, Bukitinggi, Batusangkar, Pasaman, Sijunjung dan Pariaman. Adapun kuisioner yang disebarkan kepada para pemilik usaha yang termasuk dalam UMKM berjumlah 100, namun kuisioner yang kembali dan dapat diolah hanya berjumlah 86.

  Informasi pertama yang diperoleh dari kuisiner ini adalah strata pendidikan pengusaha kecil tersebut. Hal ini dapat terlihat pada tabel 1 dibawah ini.

  Tabel 1.PENDIDIKAN Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid SD 5 5,8 5,8 5,8 SMP 7 8,1 8,1 14,0 SMA

  53 61,6 61,6 75,6 DIPLOMA 11 12,8 12,8 88,4 SARJANA 10 11,6 11,6 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Secara detil terlihat bahwa mayoritas pengusaha kecil yang ada di Sumbar adalah tamatan SMA dan diploma, artinya mereka cukup memiliki kemampuan berkreatifitas serta motifasi usaha karena biasanya tamatan SMA dan Diploma sudah cukup mandiri dan telaten dalam membuat keputusan. Apalagi setelah memiliki pengalaman dalam menjalankan usahanya beberapa tahun. Hal ini akan terlihat dari pengalaman bisnisnya.

  Untuk usia, kebanyakan para pengusaha ini berusia sekitar 30-50 tahun (frekuensi terbanyak 60%). Kelompok usia ini termasuk usia yang masih produktif sehingga diharapkan dapat menghasilkan kreatifitas yang baik dan keputusan usaha yang cukup matang.

  Kemudian, pada tabel 2, dalam hal lamanya(frekuensi) bisnisnya, dari sample penelitian ini ditemukan status usaha tergolong baru (<5 tahun) sebesar 32%, kemudian disusul oleh yang sudah mapan (>10 th) sebesar 28%. Hal ini menunjukkan, usaha yang digeluti oleh UMKM ini sudah cukup lama, namun mungkin perkembangannya tidak sepesat yang diharapkan. Pernyataan ini akan lebih detil dibahas pada

  bagian item kuisioner nantinya. TABEL 2.LAMA BERBISNIS Frequency Percent Valid Percent Percent Valid <5 TH

  32 37,2 37,2 37,2 5-10 TH 26 30,2 30,2 67,4

  >10 TH 28 32,6 32,6 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Sedangkan untuk bentuk bisnis yang mereka kembangkan, tabel 3 dapat memberikan informasi, sebagai berikut:

  TABEL 3.BENTUK BISNIS Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid BISNIS BARU 66 76,7 76,7 76,7 MEMBELI DARI ORG LAIN 3 3,5 3,5 80,2 MENERUSKAN BISNIS

  17 19,8 19,8 100,0 KELUARGA Total 86 100,0 100,0

  Secara statistik, banyak usaha UMKM ini adalah murni bisnis baru yang mereka kembangkan sendiri (66%). Artinya yang menjadi tombak bergeraknya perusahaan adalah mutlak dari pemilik sendiri. Hanya sedikit dari mereka yang membeli usaha orang lain (3,5%) dan perusahaan keluarga (19,8%). Ini menunjukkan pengusaha UMKM ini cukup berani dan kreatif untuk memulai usahanya sendiri, walaupun dengan kondisi keuangan minin. Ini akan lebih jelas didiskusikan pada bagaian kuisioner.

  TABEL 4.JENIS USAHA Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid MAKANAN 23 26,7 26,7 26,7 LOUNDRY 5 5,8 5,8 32,6 POTOCOPY 4 4,7 4,7 37,2 CAFE&RESTO

  13 15,1 15,1 52,3 PAKAIAN&BORDIR 9 10,5 10,5 62,8 LAIN-LAIN

  32 37,2 37,2 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Jika dilihat dari jenis usaha yang dijalankan, kebanyakan UMKM yang ada di sumbar bergerak disektor makanan (26,7%) dan lain-lain (termasuk bisnis properti/sewa menyewa, usaha P&D,dll). Hal ini dapat dimengerti, bahwa biasanya orang Sumbar memiliki ketrampilan masak memasak ini sejak kecil, sehingga dapat dimaknai menjadi sebuah skill yang mesti dimiliki. Wajar saja sektor ini sering kali dijadikan pilihan usaha bagi mereka. Untuk hal properti, UMKM di sumbar ini masih memiliki keterbatasan permodalan sehingga perkembangan usaha yang dilakukan juga tidak sepesat perusahaan/ usaha yang bermodal besar. Namun rata-rata mereka sudah menggunakan jasa lembaga keuangan untuk membantu mereka.

4.2. Pembahasan Hasil Kuisioner Access to capital

  Hal pertama yang didiskusikan di sini adalah penting/tidaknya modal usaha bagi UMKM. Tabel 5 menunjukkan hasil sebagai berikut:

  TABEL 5.PENDAPAT TENTANG MODAL USAHA Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid SANGAT TIDAK PENTING 1 1,2 1,2 1,2 CUKUP 5 5,8 5,8 7,0 PENTING

  14 16,3 16,3 23,3 SANGAT PENTING 66 76,7 76,7 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Mayoritas UMKM sumbar yang menjadi sample (76%) menyatakan bahwa modal usaha sangat penting. Hal ini linier dengan yang dikatakan Brigham (2006), bahwa modal usaha termasuk salah satu faktor utama dalam menjalankan usaha, sehingga nanti akan menghasilkan profit sesuai yang diinginkan perusahaan. Sedangkan hasil penelurusan darimana modal awal usaha berasal, merupakan sebuah data yang signifikan juga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM di sumbar mendapatkan modal awal dari tabungan sendiri/keluarga.

  TABEL 6.ASAL MODAL AWAL USAHA Cumulative Valid TABUNGAN SENDIRI

  48 55,8 55,8 55,8 PINJAMAN KELUARGA 20 23,3 23,3 79,1 BESAR LEMBAGA KEUANGAN/BANK 16 18,6 18,6 97,7 PIHAK LAIN SEPERTI 1 1,2 1,2 98,8 MONEYLENDER

  LAIN-LAIN 1 1,2 1,2 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Tabel 6 memperlihatkan bahwa 55% modal awal usaha mereka dapatkan dari tabungan sendiri, sedangkan 23% menyatakan dari pinjaman keluarga besar, sedangkan yang mendapat modal awal dari lembaga keuangan hanya 18%. Ini memperlihatkan bahwa UMKM di sumbar masih kurang bersentuhan dengan lembaga keuangan.

  TABEL 7.AKSES KE LEMBAGA KEUANGAN/BANK Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid tidak pernah 48 55,8 55,8 55,8 pernah 33 38,4 38,4 94,2 sering

  5 5,8 5,8 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Terkait akses mendapatkan modal usaha ini, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 55% dari UMKM sample di sumbar menyatakan tidak pernah mengakses fasilitas ini (tabel 7). Hal ini tentu mengindikasikan sebuah kendala, apakah yang menjadi penghalang untuk akses fasilitas tersebut ke lembaga keuangan, apakah karena prosedur, atau karena faktor lainnya.

  TABEL 8.TINGKAT KESULITAN MENGAKSES BANK Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid sangat tidak mudah 31 36,0 36,0 36,0 tidak mudah 37 43,0 43,0 79,1 cukup 13 15,1 15,1 94,2 mudah

  5 5,8 5,8 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Tabel 8 mendeskripsikan bahwa hampir mendekati 80% UMKM sample menyatakan mengakses permodalan diperbankan tidak mudah. Merka memiliki beberapa alasan. Pertama, menurut mereka prosedur yang harus dipenuhi sulit dan memakan waktu lama. Kedua, mereka kurang percaya diri untuk melakukan peminjaman, dikarenakan terbatasnya/ kurangnya jaminan/ agunan yang mereka miliki. Sehingga ini menjadikan mereka harus kembali lagi mencari akses permodalan dari tabungan sendiri/ keluarga besarnya. Hal ini tentu saja belum dapat mengoptimalkan usaha yang mereka lakukan karena jumlah yang kecil tersebut. Karena itu peneliti sangat menyarankan kepada pemerintah untuk kembali memberikan perhatian dan kemudahan akses ini kepada UMKM tersebut. Dengan berkembangnya usaha mereka, ini akan sangat membantu pemerintah dalam hal penyerapan tenaga kerja. UMKM secara nyata akan menambah pekerjanya jika usahanya semakin besar, sehingga dapat mengurangi pengangguran.

4.3.Kendala Usaha

  Setelah mendiskusikan hasil kuisiner yang telah dijalankan, pada bagian ini akan didiskusikan kendala-kendala usaha apa yang dihadapi oleh UMKM di sumbar berdasarkan kuisioner yang peneliti jalankan. Tujuan pembahasan kendala ini adalah agar terdapat kejelasan bagi pemerintah (sebagai penanggungjawab gerak perekonmian negara ini yang ditopang salah satunya oleh UMKM) untuk membuat penyelesaian dan segera melakukan kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan UMKM ini. Hasil penelitian menemukan bahwa kendala-kendala yang terjadi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

  TABEL 9. KENDALA USAHA Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid permodalan 12 14,0 14,0 14,0 pemasaran 13 15,1 15,1 29,1 teknologi

  2 2,3 2,3 31,4 daya saing 51 59,3 59,3 90,7 manajemen dan teknis

  8 9,3 9,3 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Pada tabel 9 diatas terlihat, bahwa kendala besar yang dihadapi oleh UMKM di Sumbar adalah daya saing, pemasaran dan permodalan. Hal ini linier dengan Tambunan (2009) yang menyatakan bahwa permasalahan klasik/ kendala yang dihadapi oleh kelompok usaha di Indonesia adalah minimnya daya saing, keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran. Memang untuk daya saing, UMKM kita masih sangat minim, ini terlihat dari hasil produksi yang masih terbatas dan kurang memenuhi syarat global. Ini juga didukung oleh minimnya teknologi yang digunakan oleh UMKM kita. Hal ini dapat dibuktikan dengan pernyataan responden bahwa teknologi bukan dianggap kendala (karena sebagian besar masih beroperasional secara tradisional, sedangkan salah satu syarat global untuk keberhasilan usaha adalah teknologi yang berdaya saing). Untuk permodalan, UMKM kita, khususnya di Sumbar, walaupun sudah ada skim khusus untuk mereka (seperti KUR), mereka masih kukuh dan tergantung pada uang/tabungan sendiri dan bantuan keluarga besarnya. Seperti juga disinggung di pembahasan sebelumnya, keterlibatan mereka pada sebuah lembaga keuangan masih sangat minim, alasanya seperti kesulitan prosedur dan tidak bisa memenuhi persyaratan. Khusus untuk kendala pemasaran, penulis melihat bahwa UMKM kita, khusunya di Sumbar, belum memiliki sumber-sumber daya untuk mencari, mengembangkan, atau memperluas pasar-pasar mereka sendiri. Sebaliknya mereka sangat tergantung pada mitra dagangnya (misalnya pedagang keliling, pengumpul atau trading house) untuk memasarkan produknya, atau ketergantungan pada konsumen yang datang langsung ke tempat-tempat produksi mereka. Atau dapat disimpulkan bahwa untuk segi pemasaran, UMKM Sumbar masih bersifat pasif (menunggu) konsumen. Padahal saat ini perdagangan menghendaki pelaku usaha untuk lebih proaktif (jemput bola) kepada konsumen.

  Untuk semua kendala yang dihadapi UMKM Sumbar, solusi/ penyelesaian yang sering dilakukan / diusahakan oleh responden terlihat pada tabel 10 berikut:

  TABEL 10.PENYELESAIAN Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid selesaikan sendiri 45 52,3 52,3 52,3 meminta bantuan ke keluarga 29 33,7 33,7 86,0 diskusi dg perhimpunan

  3 3,5 3,5 89,5 kelompok usaha/pokja meminta bantuan ahli/pakar 3 3,5 3,5 93,0 lain-lain

  6 7,0 7,0 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Pada tabel 10 terlihat, bahwa UMKM di sumbar masih sering menyelesaikan masalahnya secara individu/ sendiri-sendiri atau meminta bantuan keluarga. Inisiatif untuk menyelesaikan secara kelompok melalui pokja-pokja masih minim. Padahal kita tidak dapat memungkiri, kadangkala penyelesaian yang tidak terpikirkan secara sendiri muncul saat bersama sama dengan rekan sesama pengusaha kecil sehingga penulis sangat memberi anjuran agar UMKM di sumbar segera menggabungkan diri dalam pokja pokja yang linier. Dalam hal ini, Disperindag sumbar sudah memfasilitasi dengan membentuk beberapa sentral pokja, sehingga jika ada kebijakan baru sehubungan dengan pengembangan usaha ini, informasi dapat mengalir dengan mudah, karena disperindag dalam hal ini mewakili pejabat pemerintah hanya tinggal menghubungi atau mendatangi pokja tersebut dan jika workshop untuk pengembangan digelar, semua peserta/ anggota pokja mudah dikumpulkan. Rata-rata UMKM di sumbar belum pernah mendapatkan program penguatan UMKM (misal pelatihan, pendampingan,, dll). Kedepan pengembangan usaha UMKM ini melalui program penguatan tersebut dapat menjadikan salah satu sarana penyelesaian terhadap mayoritas kendala yang mereka hadapi.

  Terkait dengan penyelesaian kendala permodalan, berikut ini hasil penelitian yang ditemukan, dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini.

  TABEL 11.MENGATASI MASALAH PERMODALAN Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent

  Valid mencari bantuan/tambahan 60 69,8 69,8 69,8 modal ke keluarga/tabungan sendiri berhubungan dengan lembaga

  21 24,4 24,4 94,2 keuangan lain-lain 3 3,5 3,5 97,7

  5 2 2,3 2,3 100,0 Total 86 100,0 100,0

  Pada tabel 11, jika permodalan dianggap kurang maka UMKM di sumbar berusaha mencari tambahan modal melalui modal sendiri, keluarga dan orang terdekat. Prosentasenya melebihi separuh sample, dan hanya sekitar 24% yang berusaha berhubungan dengan lembaga keuangan. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kendala yang sangat klasik (seperti pernah disinggung pada pembahasan sebelumnya) karena tentu modal tambahan itu jumlahnya terbatas (dimiliki keluarga/ sendiri). Kondisi akan berbeda jika mereka (UMKM) mencoba memasuki ranah lembaga keuangan, karena untuk saat ini pemerintah sudah sangat mempermudah pemberian kredit-kredit lunak ini untuk pengusaha kecil. Prosedur diberikan secara jelas, jaminan/agunan dapat diminimalisir, dan waktu pembayaran dapat ditentukan bersama antara pihak pengusaha dan bank. Diharapkan dengan demikian perkembangan usaha mereka dapat terpantau oleh pihak pemerintah. Menurut peneliti, ini sebuah solusi yang dapat membantu pengusaha kecil di sumbar.

  Dari ulasan-ulasan diatas, dapat terlihat bahwa pemerintah sebenarnya sudah ikut memberikan perhatian yang baik terhadap kendala-kendala yang dihadapi oleh pengusaha kecil sumbar sehingga kedepan kendala –kendala besar tersebut dapat terselesaikan dan terealisasinya pengembangan usaha kecil yang baik, kuat dan berkesinambungan.

5. KESIMPULAN UMKM saat ini sudah memiliki peran yang cukup besar dalam menopang perekonomian bangsa.

  Bagaimana tidak, mereka yang termasuk pada usaha kecil dan menengah ini mampu ikut serta menambahkan devisa pada negara, selain itu mereka juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu sudah selayaknya mereka mendapatkan perhatian baik dari pemerintah, akademisi maupun praktisi untuk membantu pengembangan usaha dan bisnis mereka.

  UMKM di sumbar banyak bergerak pada sektor makanan dan usaha lainnya, seperti industri kecil, P&D. Dari penelitian ini ditemukan bahwa mereka masih kesulitan dalam mendapatkan tambahan modal usaha maupun perluasan usaha. Modal awal usaha mereka didapat dari tabungan sendiri/pinjaman keluarga yang jumlahnya sangat terbatas. Mereka ingin mendapatkan tambahan yang lebih besar,namun masih terkendala untuk mengakses ke lembaga keuangan. Hasil temuan menunjukkan bahwa mereka masih memiliki beberapa hambatan untuk mengakses ke lembaga keuangan, diantaranya adalah prosedur bank yang masih kurang dipahami, adanya jaminan/ agunan yang cukup besar sehingga menyebabkan mereka tidak memiliki kepercayaan diri bahwa usaha untuk mendapatkan modal dari lembaga keuangan ini akan berhasil. Ini dalam jangka panjang tentu saja akan berpengaruh pada operasional usaha mereka. Mereka menjadi sulit untuk meluaskan usaha karena modal kecil, tidak / kurangnya kerjasama dengan pihak luar (lembaga keuangan bisa menjadi salah satu jaminan bagi kolega usaha jika akan melakukan kontrak), tidak bisa mengekspor karena daya saing rendah dan teknologi manual/tradisional yang akan membutuhkan modal besar untuk beralih ke yang lebih baik.

  Adapun kendala besar yang ditemukan adalah masalah daya saing, permodalan dan pemasaran. Ini sudah diprediksi oleh beberapa praktisiterdahulu, seperti Tambunan (2009). Untuk daya saing, UMKM sumbar dapat melakukan kerjasama dalam pokja-pokja yang dibawahi/ diperhatikan oleh Disperindag Sumbar, sehingga mereka dapat diberikan penguatan, seperti pelatihan dan pendampingan. Sedangkan dalam hal permodalan, pemerintah harus lebih meratakan informasi tentang adanya bantuan modal usaha khusus untuk usaha kecil ini dengan mempermudah prosedur mengaksesnya yang dilakukan lewat kerjasama pihak bank. Untuk pemasaran, diharapkan pemerintah dapat membantu dengan cara menjalin kerjasama dengan pihak pihak yang berwenang sehingga UMKM memiliki jaringan/networking lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

  BPS, 2005, Sumbar Dalam Angka, Cooper, D. R. & Schindler, P. S., (2008). “Business Research Methods”. New York: McGraw-Hill Companies, Inc..

  Craswell, J.W. (2012). “Educational Research. Planning, Conducting And Evaluating Quantitative And Qualitative Research”. Boston: Pearson. Dusuki, Asyraf W, (2008), “Banking For The Poor : The Role Of Islamic Banking In Microfinance

  Initiatives”, International Journal Of System And Ethics, Emerald Group Publishing, Vol 24, pp 49-

  66 Gustina, 2013, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Sebagai Salah Satu Microfinacing Bagi UMKM, Jurnal Polibisnis vol. 5 No 2 Okt 2013

  Gustina, Afifah, dan Hidayatul Ihsan, (2014), Investigasi Motivasi Enterpreneur (Pengusaha) Perempuan : Sebuah Kajian Dalam Komunitas Matrilinial, prosiding seminar nasional ekonomi, manajemen dan akuntansi (SNEMA 2014), FE-UNP: Padang, pp 198-224

  Kaur dan Bawa, (1998), Psychological Correlates Of Entrepreneurical Performance Among Women, The Journal Of Entrepreneurship, Vol 8 No 2 Maholta, N. K., 2005. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. Jakarta: PT. Indeks.

  Nilufer, A.K, 2001, Jobs, Gender And Small Entreprises In Bangladesh : Factors Affecting Women Entrepreneurs In Small And Cottage Industries In Bangladesh. SEED Working Paper No. 14, Genewa : international labor office.

  Shamin, Munir Uddin, (2008), Building Women In Business: A Situation Analysis Of Women Entrepreneurs In Bangladesh. Dhaka : Bangladesh Women Chamber Of Commerce And Industry In Cooperation With The Center For International Private Entreprise Sinhal, Shalini,(2005), Developing Women Entrepreneurs In South Asia: Issues, Initiative And Experiences.

  ST/ESCAP/2401, trade and investment Division, Bangkok : UNESCAP Tambunan, Tulus, (2009),

  

“UMKM di Indonesia”, Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia

Biodata Penulis

  GUSTINA, memperoleh gelar sarjana ekonomi (S.E) pada program studi Manajemen FEUA (Univ. Andalas,

  Padang) dan lulus pada tahun 2001. Pada 2011 memperoleh gelar Master of Science in Fin (MS.cFin) dari program Finance (International Islamic Univ.Malaysia). Saat ini menjadi staff pengajar pada Jurusan Administrasi Niaga/ prodi Adm Bisnis Politeknik Negeri Padang.