BAB II TITIS WIJAYANTO PPKn'15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Tentang Prestasi Belajar

  1. Pengertian Pretasi Belajar Arifin (2009:

  12) berpendapat bahwa kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda, yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

  Menurut Saiful Bahri Djamarah dalam (dalam, M Rose, 2012) prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dalam buku yang sama Nasrun harahap, berpendapat bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.

  Sejalan dengan Nasrun, Ilyas (dalam M Yarni, 2011) menjelaskan Prestasi belajar sebagai hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu. Menurut Sutratinah Tirtonegoro (dalam Azhar M2K, 2012), mengemukakan bahwa : Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk symbol angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak didik dalam periode tertentu.

  

11 Menurut Siti Partini, Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam kegiatan belajar. Dewa Ketut Sukardi, menyatakan Untuk mengukur prestasi belajar menggunakan tes prestasi yang dimaksud sebagai alat untuk mengungkap kemampuan aktual sebagai hasil belajar atau learning (dalam Azhar M2K, 2012). Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran berkenaan dengan materi yang telah diajarkan.

  2. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu. Penggenalan terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekalai artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik- baiknya.

  Ahmadi (2013:138-139) menyebutkan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar sebagai berikut : Yang tergolong faktor intern adalah:

  a. Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.

  b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas:

  1) Faktor intelektif yang meliputi: a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.

  b) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki. 2) Faktor non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuian diri.

  c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

  Yang tergolong faktor eksternal adalah: 1) Faktor sosial yang terdiri atas: a) Lingkungan keluarga.

  b) Lingkungan sekolah.

  c) Lingkungan masyarakat.

  d) Lingkungan kelompok. 2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

  3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim.

  4) Faktor lingkungan sepiritual dan keamanan.

  Faktor-faktor tersebut saling berinterakasi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.

  3. Indikator Prestasi Belajar Pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengelaman dan proses belajar siswa. Namun demikian. Pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah ini, khususnya ranah rasa murid sangat sulit.

  Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru

  intangible

  dalam hal ini adalaha hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebgai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.

  Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimna yang terurai diatas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis presatsi yang hendak diungkapkan atau diukur (Syah, 2004: 148). Untuk memahami kunci pokok diatas dan untuk memudahakan dalam menggunakan alat dan kiat evaluasi yang dipandang tepat, reliabel dan valid, dibawah ini diasjikan sebuah tebel dari surya (1982), Barlow (1985) dan Petty (2004) dalam (Syah, 2011: 148-150).

Tabel 2.1 Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi prestasi. Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi 1. cipta Ranah (kognitif)

  a) Dapat menunjukan

  a) Tes lisan

  a) Pengamatan

  b) Dapat membandingkan

  b) Tes tertulis

  c) Dapat menghubungkan

  c) Observasi

  a) Dapat menyebutkan

  a) Tes lisan

  b) Ingatan

  b) Dapat menunjukan

  b) Tes tertulis kembali c) Observasi

  a) Dapat menjelaskan

  a) Tes lisan

  c) Pemahaman

  b) Dapat mendefinisikan

  b) Tes tertulis dengan lisan sendiri

  Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi

  b) Pemberian tugas

  a) Tes tertulis

  b) Pemberian tugas

  a) Tes tertulis

  b) Tes skala sikap

  c) Observasi

  a) Tes skala sikap

  c) Observasi

  a) Tes tertulis

  a) Tes skala penilaian/sikap b) Pemberian tugas

  c) Observasi

  a) Tes skala sikap

  b) Pemberian tugas ekspresif (yang menyatakan sikap) dan proyektif (yang menyatakan perkiraan/ramalan )

  c) Observasi

  a) Pemberian tugas perspektif dan proyektif

  b) Pemberian tugas

  c) Observasi

  d) Penerapan

  e) Karakterisasi (penghayatan)

  e) Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti)

  f) Sintesis ( membuat paduan baru dan utuh)

  a) Penerimaan

  b) Sambutan

  c) Apresiasi (sikap menghargai) d) Internalisasi

  (pendalaman)

  a) Dapat memberikan contoh b) Dapat menggunkan secara tepat a) Dapat menguraikan

  b) Pemberian tugas

  b) Dapat mengklasifikasikan/ memilih-milih

  a) Dapat menghubungkan

  b) Dapat menyimpulkan

  c) Dapat menggeneralisasikan ( membuat prinsip umum) a) Menunujukan sikap menerima b) Menunjukan sikap menolak a) Kesedian berpartisipasi/keterlibat an

  b) Kesediaan memanfaatkan a) Menganggap penting dan bermanfaat b) Menganggap indah dan harmonis c) Mengagumi

  a) Mengakui dan meyakini b) Mengingkari

  a) Tes tertulis

2. Ranah rasa (afektif)

  Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi 3. Ranah karsa (psikomotor)

  1. Mengetahui tentang pengertian demokrasi

  (Matching) untuk soal point B dari nomor 1 sampai 10

  a. Pilihan ganda (Multiple-choice) untuk soal point A dimulai dari soal nomor 1 sampai 25 b. Penjodohan

  1. Tes

  8. Memahami praktik demokrasi dalam kehidupan ekonomi

  7. Mengetahui pentingnya kehidupan demokrasi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

  6. Mengetahui azas-azas pemilu

  5. Menyebutkan contoh pelaksanaan demokrasi

  4. Menjelaskan tentang demokrasi Pancasila

  3. Menyebutkan ciri-ciri demokrasi

  2. Memahami prinsip- prinsip demokrasi

  1 Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan

  a) Keterampilan bergerak dan bertindak

Tabel 2.2 Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan No Variabel Penelitian Indikator Alat Ukur

  Variabel Penelitian

  c) Tes tindakan

  b) Observasi

  a) Tes lisan

  b) Tes tindakan

  a) Observasi

  b) Membuat mimik dan gerak jasmani b) Observasi

  a) Melembagakan atau menjadakan b) Menjelmakan dalam perilaku sehari-hari a) Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya a) Mengucapkan

  b) Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal

  c. Uraian untuk soal point C dengan 5 soal dari nomor 1 sampai 5.

Tabel 2.3 Model Pembelajaran role playing No Variabel Penelitian Indikator

  1 Model Pembelajarna Role Playing

  1. Menjelaskan tentang model pembelajaran role playing pada siswa.

  2. Membentuk siswa ke dalam 4 kelompok yang terdiri dari 7 sampai 8 siswa tiap kelompoknya.

  3. Membagikan lembar skenario role

  playing

  4. Menentukan no urut peragaan untuk tiap kelompok

  5. Memanggil kelompok sesuai nomor undian untuk maju memerankan skenario role playing yang sudah dibagikan

  6. Mengamati peragaan skenario yang sedang diperagakan untuk setiap kelompok lain

  7. Memberikan komentar atau masukan terhadap kelompok yang yang sudah memeragakan skenario role playing

  4. Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Taniredja dalam bukunya yang berjudul “ Pendidikan Kewarganegaraan di Pergu ruan tinggi Muhammadiyah” (2014: 19-20) menyebutkan bahwa lulusan yang telah menempuh mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan diharuskan memiliki kompetensi: a. Civic knowledge, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan yang berhubungan dengan keilmuan kewarganegaraan, sehingga mahasiswa harus menguasai keilmuan, teori tentang negara, terbentuknya masyarakat dan sebagainya. b. Civic skill, yaitu kompetensi yang menyangkut kemampuan/keterampilan untuk memasuki masyarakat sebagai warga negara yang baik. Pada dimensi ini keterampilan kewraganegaraan dibagi menjadi dua : 1) Intellectual skill , maksudnya mahasiswa harus mempunyai kemampuan dan kecerdasan yang menyangkut pemecahan hidup kemasyarakatan sebagai warga negara. 2) Partisipatory skill, berupa kemampuan mahasiswa untuk ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan, sehingga dalam masyarakat mereka dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan warganegara.

  c. Civic desposition, yakni terbentuknya watak mahasiswa dari masyarakat yang nantinya akan diterjuni, apabila masyarakat yang akan mereka terjuni adalah masyarakat Indonesia, maka melalui PKn akan terbentuk warga masyarakat yang berwatak dan berjiwa Pancasila, sebagai watak dan jiwa warganegara Indonesia yank baik.

B. Hakikat Tentang Pendidikan Kewarganegaraan

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

  Secara bahasa istilah Civic Education oleh sebagian pakar diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic

  Education ). UIN Jakarta sebagai pengembang Civic Education di perguruan

  tinggi yang pertama. Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan oleh

  Zamroni, Muhammad Numan Soemantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED (Center Indonesia for Civic Education). Istilah Pendidikan Kewargaan pada satu sisi identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan.

  Namun disisi alain, istilah Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif tidak hanya mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehdiupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, meelainkan juga membangun kesiapan warga negara menjadai warga dunia (Global Society). Dengan demikian, orientasi Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif lebih luas cakupannya dari istilah Pendidikan Kewarganegaraan. (Rosyada, 2000: 6)

  Menurut Azra dalam Rosyada (2000: 7), Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang cakupnya lebih luas dari pada demokrasi dan pendidikan HAM. Karena, Pendidikan Kewarganegaraan mencakup kajian dan pembahasan tentang konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of low, hak dan kewajiaban warga negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warga negara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lemabag-lembaga dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaaran aktif, refleksi kritis, penyelidikan kerjasama, keadilan sosial. Pengertian antar budaya dan kelestarian lingkungan hidup dan HAM.

  Sementara itu Zamroni (dalam Rosyada 2000: 7) berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaaran adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan ,masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga negara. Selain itu, Pendidikan Kewarganegaaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledege, awareness, attitude,political

  

efficacy, dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan

  politk secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi masyarakat dan bangsa.

2. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan

  Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education ) merupakan kebutuhan mendesak bagi bangsa Indonesia dalam membangun demokrasi berkeadaban karena beberapa alasan.

  

Pertama , meningkatnya gejala dan kecenderungan political illiteracy yaitu

  tidak melek politik dan tidak mengetahuai cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya dikalangan warga negara.

  

Kedua , meningkatnya political apathisan (apatis berpolitik) yang

  dtunjugkan dengan sedikitnya keterrlibatan warga negara dalam proses- proses politik.

  

Ketiga , masih terjadinya pelanggaran terhadap HAM, baik yang dilakukan

negara maupun warganya (Rosyada: 2000: 17).

3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Djahiri mengemukakan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut : a. Secara umum. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan harus ajeg dan mendukung pencapaian keberhasilan Pendidikan Nasional, yaitu :

  “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuahan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

  b. Secara khusus. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membina moral yang diharapakan diwujudakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang mencerminkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongang agama, perilaku yang bersifat kemanusaian yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakayatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan peroarangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. (Busrizalti, 2013: 5-6)

  4. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan

  Hakikat Kewarganegaraan menurut Busrizalti (2013: 7) adalah sebagai berikut : a. Efective education yaitu merupakan pendidikan yang mengembangakan dan membina sikap.

  b. Perkembangan sikap seseorang, ada beberapa tahapan diantaranya : 1) Anomus : tahapan tidak tahu terhadap sesuatau yang biak dan buruk.

  2) Heteronomous : sudah memiliki sikap tertentu tetpai masih ikut- ikutan. Melakukan sesuatu kegiatan hanya karena senang mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain. 3) Socionomous : melakukan sesuatu karena kesadaran dan keyikinan dirinya bahwa sesuatu itu perlu dan baik untuk dilakukan.

  4) Aotonomous : melakukan sesuatu sudah melalui proses pemikiran yang matang, sadar dengan sebab akibat dari perbuatan yang dilakukan.

  5. Fungsi dan Pernan Pendidikan Kewarganegaraan

  Pendidika Kewarganegaraan berfungsi untuk membina pengetahuan dan kemahiran professional misi sebagai pembentukan kepribadian dan karakter bangsa. Membentuk totalitas diri mahasiswa/peserta didik yang berjiwa Pancasila dan kepribadian Indoneisa. Pendidikan Kewarganegaraan juga harus mampu untuk membentuk watak dan kepribadian bangsa Indonesia melalui warga negara yang baik dan fungsioanl memasyarakat serta cinta nusa, cinta bangsa, cinta tanah air sekaligus memiliki ketahanan yang tinggi. (Busrizalti, 2013: 17).

C. Hakikat Tentang Model Pembelajaran Role Playing

  1. Pengertian Role Playing Zaini menjelaskan role play adalah suatu aktivitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik (2008: 98).

  Role play berdasarkan pada tiga aspek utama dari pengalaman peran

  dalam kehidupan sehari-hari antara lain :

  a. Mengambil peran (role taking) yaitu: tekanan ekspektasi-ekspektasi sosaial terhadap pemegang peran.

  Contoh: berdasar pada hubungan keluarga (apa yang harus dikerjakan anak perempuan), atau berdasar tugas jabatan (bagaimana seorang agen polisi harus bertindak), dalam situasi sosial.

  b. Membuat peran (role making), yaitu: kemampuan pemegang peran untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan.

  c. Tawar menawar (role negotiation), yaitu: tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial.

  2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Role Playing Langkah-langkah model pembelajaran role playing adalah sebagai berikut: a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.

  b. Menunjuk beberapa siswa unutk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM.

  c. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya terdiri dari 5 orang.

  d. Memberikan penjelasan tenteng kompetensi yang ingin dicapai.

  e. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.

  f. Masing-masing siswa berada dikelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan. g. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja unutk membahas penampilan masing-masing kelompok.

  h. Masing-masing kelompok menyampikan hasil kesimpulannya. i. Guru memberikan kesimpulan secara umum. j. Evaluasi. k. Penutup (Taniredja, 2011: 107).

  3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Role Playing Kelebihan dan kelemahan model pemebelajaran role playing dalam

  (eko, 2011) antara lain :

  a. Kelebihan model role playing Kelebihan model role playing melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan model ini adalah:

  1) Dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 2) Rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. 3) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri. 4) Dimungkinkan dapat Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. 5) Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan. 6) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.

  Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan. 7) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. 8) Membangkitkan gairah meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja. b. Kelemahan model role playing Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipca oleh manusia tidak ada yang sempurna, semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan. Jika kita melihat model role playing dalam cakupan cara dalam prooses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat kelemahan. Kelemahan model role palying antara lain: 1) Model bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak. 2) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya. 3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu. 4) Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. 5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

D. Hakikat Tentang Demokrasi

  1. Pengertian Demokrasi Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara dibeberapa negara.

  Seperti diakui oleh Moh. Mahfud MD dalam Rosyada (2000: 109-110), ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. Karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar pada warga masyarakat tentang demokrasi.

  Demokrasi menurut asal kata berarti „rakyat berkuasa‟ atau . Menurut Budiardjo Demokrasi berasal dari

  government or rule the people

  bahasa Yunani Demos berarti „rakyat” dan Kratos/Kratain berarti „kekuasaan/berkuasa‟ (dalam Taniredja, 2013: 123). Demokrasi juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang meliputi persaingan efektif diantara partai-partai politik untuk memperebutkan posisi kekuasaan. Dalam demokrasi ada pemilihan umum yang teratur dan jurdil, yang didalamnya semua anggota masyarakat dapat mengambil bagian. Hak-hak partisipasi demokratis ini berjalan seiring dengan kebebasan warga negara (civil

  

liberties) , kebebasan mengungkapkan pendapat dan berdiskusi, beserta

  kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan kelompok atau asosiasi politik (Giddens dalam Taniredja, 2013:123).

  Menurut Haris Soche dalam (Winarno, 2010: 91), menjelaskan bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintah itu melekata pada diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, memprtahankan dan melindungi dirinya dari paksaan atau perkosaan orang lain atau badan yan diserahi utnuk memerintah. Sementara itu menurut Internasional Commision For Jurist, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas (Winarno 2010: 91)

  Abraham Lincoln, mengemukakan pengertian demokrasi tersebut tahun 1863 bahwa demokrasi adalah government of the people, by the

  

people, for the people, yakni suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat

dan untuk rakyat.

  Pemerintahan dari rakyat (government of the people ) berarti pemerintah negara itu mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat adalah pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila rakyat telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan bernegara, pemerintah tersebut sah. Seorang pemimpin seperti presiden, gubernur, bupati, kepala desa, pemimpin politik yang telah dipilih oleh rakyat, berarti telah mendapat mandat secara sah dari rakyat. Pemerintahan yang dijalankan adalah pemerintahan demokrasi sebab berasal dari mandat rakyat.

  Pemerintah oleh rakyat (government of by people )berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Meskipun dalam praktik yang menjalankan penyelenggaraan bernegara itu pemerintah, tap orang- orang itu pada hakikatnya yang telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat. Selain itu pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu diawasi oleh rakyat. Dalam negara Demokratis pemerintahan oleh rakyat itu dijalankan sekelompok orang yang disebut wakil rakyat, sebab apabila semua rakyat menjalankan pemerintahan hal itu tidak mungkin bisa dilakukan. Wakil rakyat inilah yang akan memilih dan menentukan pemerintah negara sekaligus yang kan mengawasi penyelengaraan pemerintah. Rakyat secara tidak langsung melalui wakil-wakilnya membentuk pemerintahan dan mengawasi jalannya pemerintahan, Inilah yang dinamakan demokrasi tidak langsung.

  Pemerintah untuk rakyat (government of for people ) berarti pemerintahan itu menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijkan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Apabila kebijakan yang dihasilkan hanya unutk kepentingan sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat maka pemerintahan itu bukan pemerintahan yang demokratis. Karena itu dalam negara demokratis pemerintah harus berusaha sebaik mungkin agar kebijakan yang dikeluarkan adalah berasal dari aspirasi rakyat untuk kepentingan rakyat. Agar kebijakan itu aspiratif dan untuk kepentingan rakyat, pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat yang diawasi oleh rakyat.

  Dalam demokrasi, kekuasaan pemerintahan di negara itu berada ditangan rakyat. Pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disebut pemerintahan demokrasi dan pemerintahan demokrasi dapat juga dinyatakan sebagai sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat (Winarno,2010: 92-93). Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

  2. Demokrasi Sebagai Bentuk Pemerintahan Demokrasi pada masa lalu dipahami sebagai bentuk pemerintahan.

  Demokrasi adalah bentuk pemerintahan. Akan tetapi, sekarang ini demokrasi dipahami lebih luas lagi sebagai sistem pemerintahan atau politik.

  Secara klasik, pembagian bentuk pemerintahan menurut Plato dibedakan menjadi: a. Monarki, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebgai pimpinan tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.

  b. Tirani, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang seseorang sebagai pimpinan tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan pribadi.

  c. Aristokrasi, yaitu suatu bentuk pemeritahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.

  d. Oligarki, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok dan dijalankan untuk kepentingan kelompoknya sendiri.

  e. Demokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat banyak.

  f. Mobokrasi/Okhloasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat tetapi rakyat yang tidak tahu apa-apa, rakyat yang tidak berpendidikan dan rakyat yang tidak paham tentang pemerintahan yang akhirnya pemerintahan yang dijalankan tidak berhasil untuk kepentingan rakyat banyak.

  Bentuk pemerintahan seperti diatas, sekarang ini tidak lagi dianut oleh banyak negara. Adapun bentuk pemerintahan yang dianut dan diterima dewasa ini adalah bentuk pemerintahan modern menurut Nicollo Machiavelli yaitu :

  a. Monarki adalah bentu pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin Negara umumnya bergelar raja, ratu, kaisar atau sultan.

  b. Republik adalah bnetuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang presiden atau perdana menteri.

  Pembagian dua bentuk pemerintahan tersebut didasarkan pada cara pengangkatan atau peunjukan pemimpin negara. Apabila penunjukan pemimpinan negara berdasarkan keturunan atau pewarisan, bentuk pemerintahannya monarki, adapun bila penunjukan pemimpiun negara berdasarkan pemilihan, bentuk pemerintahnya adalah republik (Winanrno, 2010: 93-94).

  3. Demokrasi sebagai Sistem Politik Pada masa sekarang demokrasi dipahami tidak semata suatu bentuk pemerintahan tetapi sebgai sistem ploitik. Demokrasi sebagai sistem politik menurut bebrapa ahli :

  Menurut Henry B Mayo demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

  Huntington (dalam Winarno, 2010: 95) menyebutkan sistem politik dewasa ini dibedakan menjadi dua yaitu sistem politik demokrasi dan sistem politik nondemokrasi. Termasuk dalam sistem nondemokrasi adalah sistem politik otoriter, totaliter, sistem diktaktor, rezim militer, rezim satu partai, monarki absolut dan sitem komunis. Sedangkan sistem (pemerintahan) demokrasi adalah sistem pemerintahan dalam suiatu negara yang menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.

  Adapun Prinsip-prinsip sistem politik demokrasi menurut Sukarna (dalam Winarno, 2010: 95) adalah, sebagai berikut :

  a. Pembagian kekuasaan : kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif berada pada badan yang bebeda.

  b. Pemerintahan konstitusional.

  c. Pemerintahan berdasarkan hukum (Rule of Law).

  d. Pemerintahan mayoritas.

  e. Pemerintahandengan diskusi.

  f. Pemilihan umum yang bebas.

  g. Partai politik lebih dari satu dan mampu menjalankan fungsinya.

  h. Manajemen yang terbuka. i. Pers yang bebas. j. Pengakuan terhadap hak-hak minoritas. k. Perlindungan terhadap hak asasi manusia. l. Peradilan yang bebas dan tidak memihak. m. Pengawasan terhadap administrasi negara. n. Mekanisme politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat dengan kehidupan politik pemerintah. o. Kebijakan pemerintah dibuat oleh badan perwakilan politik tanpa paksaan. p. Penempatan pejabat pemerintahan dengan merit system bukan poll .

  system q. Peneyelesaian secara damai bukan dengan kompromi.

  r. Jamianan terhadap kebebasan individu dalam batasan-batasan tertentu. s. Konstitusi/UUD yang demokratis. t. Prinsip persetujuan.

  4. Demokrasi Sebagai Sikap Hidup Winanrno (2010: 97) menyebutkan perkembangan baru menunujukan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik, tetapi juga dipahami sebagai sikap hidup atau pandangan hidup demokratis. Pemerintahan atau sistem politik demokrasi tidak datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Demokrasi bukanlah sesuatu yang taken for granted. Demokrasi membutuhakn usaha nyata dari setiap warga maupun penyelenggara negara untuk berperilaku sedimikan ruapa sehingga mendukung pemerintahan atau sistem politik demokrasi. Perilaku yang mendukung tersebut tentu saja merupakan perilaku yang demokratis.

  Perilaku demokratis terkait dengan nilai demokrasi. Perilaku yang senantiasa bersandar pada nilai-nilai demokrasi akan membentuk budaya atau kultur demokrasi. Pemerintahan demokratis membutuhkan kultut demokrasi unutk membuatnya performed (eksis dan tegak). Perilaku demokrasi ada dalam manusia itu sendiri, baik selaku warga negara ataupun pejabat negara.

  5. Nilai - Nilai Demokrasi.

  Nilai-niali demokrasi menurut Cipto dalam Taniredja, et al (2010: 126-129) meliputi:

  a. Kebebasan Menyatakan Pendapat Kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak bagi warga negara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sisten politik demokrasi ( Dahl dalam Taniredja, et al. 2010:126). Kebebasan ini diperlukan karen kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap warganegara dalam era pemrintahan terbuka saat ini. Dalam masa transisi menuju demokrasi saat ini perubahan-perubahan lingkungan politik sosial, ekonomi, budaya, agama, dan tekhnoloi sering kali menimbulkan persoalan bagi warga negara mapupun masyarakat pada umunya.

  Jika persoalan tersebut sangat merugikan hak-haknya selaku warga negara atau warga negara berharap agar kepentingannya dipenuhi oleh negara, dengan sendirinya warga negara berhak menyampaikan keluhan tersebut secara langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah.Wraga negara dapat menyampaikan kepada pejabat sperti lurah, camat, bupati, anggota DPRD/DPR atau bahkan presiden baik melalui pembicaraan langsung, lewat surat, lewat media massa, lewat penulisan buku atau wakil-wakilnya di DPRD (Taniredja, et al, 2010: 126-127).

  b. Kebebasan Berkelompok.

  Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang diperlukan bagi setiap warga negara.Kebebasan berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, parati politik, organisasi masa, perusahaan dan kelompok-kelompok lain.

  Dalam era modern kebutuhan berkelompok ini semakin kuat tumbuhnya. Persoalan-persoalan yang muncul ditengah masyarakat yang sedemikian kompleks serignkali memerlukan organisasi untuk menemukan jalan keluar.

  Demokrasi menjamin kebebasan warga negara untuk berkelompok termasuk membentuk partai baru maupun mendukung partai apapun.

  Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan dan intimidasi pemerintah. Demokrasi memberi alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat bagi warga negara. Itu semua jaminan bahwa demokrasi mendukung kebebasan kelompok (Taniredja, et al., 2010: 127).

  c. Kebebasan Berpartisipasi.

  Kebebasan berpartisipasi merupakan gabungna dari kebebasan berpendapat dan berkelompok ada emapat jenis partisipasi.

  Pertama , Pemberian suara dalam pemilihan umum, baik pemilihan

  anggota DPR/DPRD maupun pemilihan Presiden. Di negara-negara demokrasi yang sedang berkembang sperti Indonesia pemberian suara sering diapresiasikan sebagai wujud kebebasan berpartisipasi politik yang paling utama. Pada umunya negara demokrasi yang baru berkembang senantiasa mengahrapkan agar jumlah pemilih atau pastisipan dalam pemberian suara dapat mencapai suara sebanyak-banyaknya.

  Kedua , Bentuk partisipasi yang disebut sebagai melakukan

  kontak/hubungan dengan pejabat pemerintah. Bentuk partisipasi ini belum berkembang luasdi negara demokrasi baru. Kontak Langsung dengan pejabat penerintah ini akan semakin dibutuhkan karena kegiatan pemberian suara secar reguler (pemilihan anggota DPR/DPRD dan Presiden) dalam perkembangannya tidak memberikan kepuasan bagi masyarkat.

  Ketiga , Melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau

  pemerintah. Ini diperlukan oleh negara demokrasi iagar sistem politik bekerja lebih baik, pernyataan protes terhadap kebijakan investasi bank, privatisasi BUMN, kenaikan harga tarif listrik, telepon dan harga BBM adalah bagian dari proses demokrasi sejauh itu diarahkan untuk memperbaiki kebijakan pemerintah atau swasta dan tidak untuk menciptakan gangguan bagi kehidupan politik

  Keempat , Mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik mulai

  dari lurah, bupati,walikota, gubernur, anggota DPR hingga Presiden sesuai dengan sistem pemilihan yang berlaku (Taniredja, et al.,2010: 127-128).

  d. Kesetaraan Antarwarga.

  Kesetaraan atau egalitarianisme merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlakukan bagi penmgembangan demokrasi di Indonesia. Kesetaraan ini diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara. Kesetaraan memberi tempat bagi setiap warga negara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah maupun agama. Nilai ini diperlukan bagi masyarakat heterogen seperti indonesia yang sangat multietnis, multibahasa, multidaerah, multiagama. Heterogenitas masyarakat Indonesia seringkali mengundang masalah khusunya bila terjadi miskomunikasi antarkelompok yang kemudian berkembang luas menjadi konflik antarkelompok.

  Nilai-nilai kesetaraan perlu dikembangkan dan dilembagakan dalam semua sektor pemertintahan dan masyarakat. Diperlukan usaha- usaha keras agar tidak terjadi diskriminasi atas kelompok etnis, bahasa, daerah atau agama tertentu sehingga hubungan antar kelompok dapat berlangsung dalam suasana egaliter. Prinsip kesetaraan memberi ruang bagi setiap warga negara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah, agama dan rasuntuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan diperlakukan sama didepan hukum tanpa kecuali kedualatan rakyat.

  e. Rasa Percaya (Trust) Rasa percaya antar politisi merupakan nilai dasar lain yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bili rasa percaya satu sama lain tidak tumbuh. Bila yang ada adalah ketakutan, kecurigaan, kekhawatiran dan permusuhan maka hubungan antar politisi akan terganggu secara permanen.

  Jika rasa percaya tidak ada maka besar kemungkinan pemerintah akan kesulitan menjalankan agendanya karena lemahnya dukungan sebagai kaibat dari kelangkaan rasa percaya. Dalam kondisi seperti ini pemerintah bahkan bisa terguling dengan mudah sebelum waktunya sehingga membuat proses demokrasi semakin lambat. Konsekuensi dari kebutuhan akan rasa percaya ini masing-masing politisi juga harus mengembangkan rasa percaya terhadap politisi yang lain sehingga timbul hubungan yang didasarkan rasa percaya satu sama lain. Bahkan agar pemerintah dipercaya maka merekapun harus mampu menumbuhkan rasa percaya pada dirinya sehingga tumbuh pula rasa percaya dari masyarakat luas terhadap pemerintah. f. Kerjasama.

  Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarakat. Kerjasama yang dimaksud disini adalah kerjasama dalan hal kebijakan. Kerjasama hanya mungkin terjadi jika setiap orang atau kelompok bersedia untuk mengorbankan sebagian dari apa yang diperoleh dari kerjasama tersebut. Kerjasama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat anatar individu atau antar kelompok.

  Kerjasama saja tidak cukup membangun masyarakat yang terbuka. Diperlukan kompetisi satu sama lain sebagai pendorong bagi kelompok untuk menignktakan kualitas masing-masing. Kompetisi menuju sesuatu yang berkualitas sangat diperlukan, sementar kerjasama diperlukan bagi kelompok untuk menopang upaya persaingan dengan kelompok lain.

  Dalam konteks yang lebih luas kerjasama dan kompetisi dan menghasilkan persaingan yang sangat ketat sehingga masing-masign kelompok berpotensi untuk saling menjatuhkan bahkan menghancurkan. Diperlukan nilai-nilai kompromi agar persaingan menjadi lebih bermanfaat karena dengan kmpromi sisi-sisi agresif dari persaingan dapat diperluas menjadi keejasama yang lebih baik.

  Demokrasi tidak hanya memerlukan hubungan kerjasama antar individu dan kelompok. Kompetisi, kompromi, dan kerjasama merupakan niali-nilai yang mampu mendorong terwujudnya demokrasi (Cipto dalam Taniredja, et al., 2010: 129-130).

E. Kajian Hasil Penelitian

  1. Hasil penelitian dari Tri Supriyatun (2008) yang berjudul Upaya peningkatan prestasi belajar pada pokok bahasan gejala-gejala alam menggunakan model role playing pada anak didik kelas VIIA SMP PGRI Baturaden Kabupaten Banyumas menyimpulkan bahwa model pembelajaran role playing dapat meningkatan prestasi belajar siswa.

  2. Hasil penelitian dari ana juhairin (2012) yang berjudul penggunaan metode bermain peran (role playing) dalam meningkatkan kemampuan berbahasa jawa siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Diponegoro menyimpulkan bahwa model pembelajaran role playing dapat meningkatkan kemampuan berbahasa jawa siswa.

F. Kerangka Berfikir

  Sebelum menggunakan Prestasi Belajar Kondisi Awal model pembelajaran role Pendidikan

  playing Kewarganegaraan

  siswa pada materi Demokrasi masih rendah

  Dalam pelaksanaan pembelajaran guru Pelaksanaan menggunaakan model pembelajaran

  Tindakan

  role playing ( pelaksanaan tindakan

  siklus) Kondisi Akhhir adanya peningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan

  Kewarganegaraan siswa kelas VIIIC SMP Muhammadiyah 2 Purwokerto melalui model pembelajaran role palying pada materi Demokrasi