BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Resource Based Theory - BAB II EDO FANDINI AKT'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Resource Based Theory Resource based theory dipelopori oleh Penrose (1959), yang

  mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen dan memiliki karakter khusus dan unik bagi setiap perusahaan. Resource based

  theory menyatakan bahwa perusahaan memiliki sumber daya yang dapat

  menjadikan perusahaan memiliki keunggulan yang bersaing dan mampu mengarahkan perusahaan untuk memiliki kinerja jangka panjang yang baik. Resources yang berharga dan langka dapat diarahkan untuk menciptakan keunggulan bersaing, sehingga resource yang dimiliki mampu bertahan lama dan tidak mudah ditiru, ditransfer atau digantikan. Kondisi sumber daya yang unggul dalam suatu perusahaan dapat membuat penerapan berbagai strategi bisnis berjalan dengan baik. Pengelolaan sumber daya yang baik dalam hal ini berupa intellectual capital yaitu dapat menciptakan

  human capital, structural capital, dan customer capital

  keunggulan kompetitif bagi perusahaan yang nantinya dapat menciptakan

  value added yang berguna untuk perusahaan sehingga dapat berpengaruh

  terhadap kinerja keuangan, pertumbuhan perusahaan dan nilai pasar pada perusahaan tersebut (Nizar dan Khoirul, 2015).

  Resources based theory banyak digunakan sebagai referensi teori

  dari pengelolaan IC. Menurut resource based theory (RBT) bahwa perusahaan akan memperoleh competitive advantange dan kinerja superior melalui akuisisi, memperoleh, dan menggunakan aset strategis yang penting untuk competitive advantage dan kinerja keuangan yang superior.

  Baik aktiva berwujud dan tak berwujud dirasakan sebagai aktiva strategis yang potensial. Menurut teori ini, bahwa manfaat dari kedua aktiva ini merupakan hasil yang positif antara sumber daya perusahaan dan pengukuran kinerja. Penyertaan aktiva tak berwujud diperoleh dari kemampuannya untuk memiliki seluruh karakteristik dari aktiva-aktiva strategis. Ketika kebanyakan aktiva tak berwujud tidak memiliki kualifikasi sebagai aktiva strategis, IC secara umum dipertimbangkan sebagai aktiva strategis yang penting (Hermawan, 2013).

  Menurut Ulum (2013) perusahaan haruslah menyadari betapa pentingnya mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila kinerja

  

intellectual capital dapat dilakukan secara maksimal, maka perusahaan

  akan memiliki suatu nilai tambah yang dapat memberikan suatu karakteristik. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki intellectual

  capital lebih tinggi akan cenderung memiliki kinerja masa datang yang lebih baik.

2. Teori Keagenan (Agency Theory)

  Konsep good corporate governance sudah lama dikenal di negara- negara Eropa dan Amerika, dengan adanya konsep pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Pemisahan ini akan menimbulkan masalah karena adanya perbedaan kepentingan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan pihak manajemen sebagai agen. Adanya pemisahaan antara pemilik dan manajemen ini disebut dengan teori keagenan (agency theory). Dalam teori keagenan, hubungan muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Mackling, 1976).

  Menurut Anthony dan Govindarajam (1995) dalam Ningrum (2012) teori keagenan adalah hubungan atau kontak antara prinsipal dan agen. Teori keagenan mendasarkan hubungan kontak antara pemegang saham atau pemilik dan manajemen atau manajer. Hubungan antara pemilik dan manajer pada hakikatnya sulit tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (conflict of interest). Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam teori keagenan yaitu asimetri informasi. Asimetri informasi yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Ketergantungan pihak eksternal pada angka-angka akuntansi, kecenderungan manajemen untuk mencari keuntungan sendiri dan tingkat asimetri informasi yang tinggi menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk manipulasi kerja yang dilaporkan demi kepentingan diri sendiri (Jansen dan Macking, 1976).

  Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan dua permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan pengendalian terhadap tindakan-tindakan agen. Jansen dan Mackling (1976) menyatakan permasalahan tersebut sebagai berikut:

  1. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.

  2. Adverse Selection, yaitu suatu keadaan dimna prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.

  Adanya masalah keagenan yang timbul akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost), yaitu sebagai berikut:

  1. The monitoring expenditures by the principle. Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitoring perilaku agen, termasuk juga untuk mengendalikan perilaku agen melalui budged restriction dan compensation policie .

  2. The bonding expenditures by the agent. The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk meminjam bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk meminjam bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.

  3. The residual loss yang merupakan penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya hubungan keagenan.

  Untuk meminimalisasi asimetri informasi ini, maka perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian pengelolaan perusahaan untuk memastikan bahwa pengelolaan perusahaan ini dapat berjalan dengan penuh kepatuhan sesuai dengan peratutan dan ketentuan yang berlaku.

  Upaya pengawasan ini dapat disebut biaya agensi, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil indeks good corporate , maka akan semakin mengurangi biaya agensi yang mana akan

  governance

  semakin baik penerapan good corporate governance dan akan meningkatkan kinerja keuangannya.

3. Stakeholder Theory

  Teori ini menunjukan hubungan antara manajemen perusahaan dengan . Manajemen perusahaan bertanggungjawab

  stakeholder melaksanakan kegiatan yang memberikan keuntungan bagi stakeholder.

  Dalam teori ini kelompok stakeholder mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada manajemen perusahaan. Dalam hal ini yang dimaksud kelompok

  stakeholder adalah seluruh pemangku kepentingan perusahaan antara lain

  pemegang saham, pelanggan, distributor, pemerintah, masyarakat umum, kreditur. Stakeholder theory adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi (Meilani, 2015).

  Teori ini merupakan teori yang menjadi dasar utama dari penelitian di bidang IC. Guthrie et al (2006) dalam Ulum (2016) menyatakan bahwa teori ini digunakan sebagai dasar utama untuk menjelaskan hubungan IC dengan kinerja perusahaan. Hubungan antara modal intelektual dengan kinerja perusahaan, dapat dijelaskan dalam teori ini, manajemen perusahaan harus dapat mengelola modal intelektual dalam hal ini seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (capital employed) maupun structural capital. Apabila seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penciptaan value added yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bertujuan untuk kepentingan para stakeholder sesuai teori ini.

  Dilihat melalui stakeholders theory, intellectual capital dan memiliki dasar teori yang saling berhubungan.

  corporate governance

  Dalam hubungan antara intelectual capital dan kinerja keuangan perusahaan, teori stakeholder harus dipandang dari dua segi, yaitu dari segi etika (moral) dan dari segi manajerial. Menurut Deegan (2004) dari segi etika mengatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Pengelolaan organisasi secara maksimal harus memperhatikan pada penciptaan value added yang dapat mendorong peningkatan kinerja keuangan organisasi, yaitu dengan memanfaatkan seluruh potensi organisasi, baik human capital, physical

  

capital, maupun structural capital. Sedangkan dari segi manajerial, Watts

  dan Zimmerman (1986) mengatakan bahwa stakeholder memiliki kekuatan untuk mengendalikan sumber daya yang dibutuhkan organisasi.

  Tujuan atas pengendalian tersebut adalah kembali untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan peningkatan

  

return atas penciptaan value added yang dihasilkan oleh seluruh potensi

organisasi.

4. Intellectual Capital (Modal Intelektual)

  Perhatian perusahaan terhadap modal intelektual beberapa tahun terkahir semakin meningkat. Hal ini disebabkan munculnya kesadaran bahwa modal intelektual merupakan landasan bagi perusahaan untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain. Ada banyak defenisi berbeda mengenai modal intelektual. Intellectual capital dapat diartikan secara berbeda dan beragam oleh banyak ahli. Berikut rangkuman definisi

  IC dari berbagai ahli (Hermawan, 2013):

Tabel 2.1 Definisi IC Menurut Para Ahli

  Ahli / Penulis Definisi IC CIMA (2005) Perbedaan antara nilai pasar bisnis dengan aktiva berwujud (tangible assets).

  Choo dan Intellectual capital berisi modal yang berbeda yang berakar Bontis, (2002) pada karyawan, rutinitas organisasi, hak kekayaan intelektual, dan hubungan dengan pelanggan, suplier, distributor, dan rekan kerja. Marr dan Kelompok aktiva pengetahuan yang dikaitkan dengan Schiuma (2001) organisasi dan secara signifikan berkontribusi terhadap posisi kompetitif organisasi dengan menambahkan faktor-faktor kunci yang dimiliki stakeholders. Sveiby (1997) Berkaitan dengan pengalaman pengetahuan, kekuatan otak karyawan seperti halnya sumber daya pengetahuan, yang disimpan di dalam proses sistem database, budaya, dan filosofi.

  Brooking (1997) Intellectual capital secara operasional sebagai bahan intelektual yang diformalkan, diperoleh, dan dikelola untuk menghasilkan aset yang bernilai tinggi. Stewart (1997) Material intelektual

  • –pengetahuan, informasi, hak intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.

  Roos et al (1997) Jumlah pengetahuan yang dimiliki oleh anggota perusahaan dan terjemahan praktisnya seperti merk dagang, paten, dan

  brands.

  Bontis (1996) Intellectual capital sukar dipahami, tetapi sekali ditemukan dan dieksplotasi, hal itu akan menyediakan pada organisasi sebuah sumber daya baru untuk berkompetisi dan menang. Sumber: (Hermawan, 2013)

  Berdasarkan berbagai penelitian yang dikembangkan oleh para ahli dan penulis, dapat disimpulkan bahwa definisi intellectual capital adalah aset tidak berwujud (intangible aset) yang dimiliki oleh suatu entitas bisnis yang dapat digunakan untuk menciptakan nilai dengan mengubahnya menjadi new processes, product and services (Hermawan, 2013). Menurut Nizar (2015) modal intelktual merupakan modal jangka panjang yang terdiri dari human capital, struktur capital, dan customer capital. Human

  capital (HC) merupakan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Structural capital (SC) meliputi teknologi informasi, struktur organisasi, strategi, budaya kerja yang baik, serta kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh rutinitas perusahaan. Customer capital (CC) adalah hubungan yang baik dan berkelanjutan antara perusahaan dengan para mitranya, seperti distributor, pemasok, pelanggan, karyawan, masyarakat, pemerintah, dan sebagainya.

  Pulic (1999) dalam Baroroh (2013) mengklasifikasikan Intellectual

  Capital dalam nilai tambah (value added) yang didapatkan dari selisih

  pendapatan (input) perusahaan dengan seluruh biaya (output). Lebih lanjut lagi, nilai tambah Intellectual Capital dibagi menjadi capital employment (VACA), human capital (VAHU), dan structural capital (STVA). 1) Value Added Capital Employed (VACA) merupakan hubungan yang harmonis association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok, pelanggan, dan juga pemerintah serta masyarakat. VACA dapat muncul dari berbagai bagian di luar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan.

  2) Value Added Human capital (VAHU) merupakan komponen terpenting dalam suatu perusahaan. VAHU menjadi lifeblood dalam intellectual

  capital yang didalamnya terdapat sumber innovation dan improvement.

  Karena didalamnya terdapat pengetahuan, ketrampilan, dan kompentensi yang dimiliki oleh karyawan perusahaan. VAHU dapat meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan mengembangkan pengetahuan, kompentensi, dan ketrampilan karyawannya secara efisien. Oleh karena itu, VAHU merupakan sumber daya kunci yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan mampu bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis. Dengan memiliki karyawan yang berkeahlian dan berketerampilan, maka dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menjamin keberlangsungan perusahaan tersebut. 3) Strukture Capital Value Added (STVA) merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan.

  Pulic (1998) dalam Satiti (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi koefisien VAIC maka semakin baik pula efisiensi nilai tambah dari total sumber daya perusahaan yang bersangkutan. Nilai tambah merupakan indikator tujuan secara keseluruhan dari keberhasilan bisnis yang tercermin pada kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai yang diperlukan dalam investasi pada sumber daya termasuk gaji, bunga untuk aset keuangan, dividen untuk investor, pajak untuk pemerintah, dan investasi untuk pengembangan selanjutnya.

  5. iB-VAIC (Islamic Banking – Value Added Intellectual Capital)

  Metode VAIC yang dikontruksikan oleh Pulic (1999) untuk menilai kinerja intellectual capital pada perusahaan konvensional. Akun- akun yang digunakan dalam menghitung kinerja IC dengan VAIC adalah akun-akun yang lazim pada perusahaan konvensional. Sejauh ini, belum

  TM

  ada indikator (sejenis VAIC ) yang dapat digunakan untuk menilai kinerja IC perbankan syariah. Sementara di Indonesia, perkembangan perbankan syariah cukup tinggi dilihat dari jumlah bank umum syariah (BUS) pada tahun 2010 terdapat 10 bank dan pada tahun 2016 terdapat 13 bank umum syariah. Kemudian Ulum (2013) memformulasikan model penilaian intellectual capital untuk perbankan syariah yang dinamakan iB_VAIC (islamic banking-value added intellectual capital) yang mana merupakan modifikasi dari model yang telah ada yaitu VAIC (value added

  intellectual capital ). Penambahan iB dalam pengukuran intellectual capital hanya untuk membedakan akun-akun yang digunakan untuk

  mengembangkan rumus value added (VA). VA merupakan indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai. Adapun hal yang menjadi bagian dari value added yaitu sebagai berikut:

  1. OUT (Output) : Total pendapatan, diperoleh dari: Pendapatan bersih kegiatan syariah = pendapatan operasi utama kegiatan syariah + pendapatan operasi lainnya - hak pihak ketiga atas bagi hasil dan syirkah temporer.

  2. IN (input) : Beban usaha/operasional dan beban non operasional kecuali beban kepegawaian/karyawan.

  Untuk dapat dilakukan pemeringkatan terhadap sejumlah perbankan, hasil perhitungan iB_VAIC (untuk selanjutnya dapat disebut BPI) dapat diranking berdasarkan skor yang dimiliki. Sejauh ini, belum ada standar tentang skor kinerja IC tersebut, namun penelitian Ulum (2008) dalam Ulum (2013) telah merumuskan untuk memberikan kategori dari hasil perhitungan VAIC, yaitu:

  TM

  (1) Top performers diatas 3,00

  • – skor VAIC

  TM

  (2) Good performers antara 2,0 sampai 2,99

  • – skor VAIC

  TM

  (3) Common performers antara 1,5 sampai 1,99

  • – skor VAIC

  TM

  (4) Bad performers dibawah 1,5

  • – skor VAIC 6.

   Indeks Good Corporate Governance Good corporate governance (GCG) adalah sebuah sistem dan

  struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan serta mengalokasikannya ke berbagai pihak yang berkepentingan seperti kreditor, supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas. GCG secara definisi merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua pemegang saham (stakeholders).

  GCG hanya dapat tercipta apabila adanya keseimbangan antara kepentingan semua pihak dengan kepentingan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Dari berbagai pengertian tersebut GCG dapat diartikan sebagai tata kelola perusahaan yang baik dimana adanya sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai perusahaan, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada

  

primary stakeholders dan secondary stakeholders. Penerapan GCG ini

  harus menjaga keseimbangan antara kedua belah pihak sebagai dalam upaya untuk mencapai tujuan ekonomi dan kesejahteraan bersama. Implementasi GCG bagi dunia perbankan harus memegang tiga prinsip utama yaitu kemandirian, integritas, dan transparansi yang menjadi modal dasar menyelenggarakan bisnis perbankan secara efektif dan berkesinambungan (sustainable) (Pratiwi, 2016).

  Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam

  Prasinta (2012) mendefinisikan Corporate Governance sebagai “seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan dan para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Definisi good corporate governance dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip yang terdiri dari: 1) Transparan (Transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan pengambilan keputusan. 2) Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban perusahaan sehingga pengelolaan organ perusahaan terlaksana secara efektif. 3) Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu adanya kepatuhan didalam pengelolaan bank terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4) Independensi (Independency), yaitu pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruh / tekanan dari pihak manapun.

  5) Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Yang mana pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance minimal harus diwujudkan dalam: a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Dewan

  Pengawas Syariah (DPS), dan Direksi;

  b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank; c. Pelaksanaan prinsip syariah dalam oprasional bank;

  d. Penanganan benturan kepentingan;

  e. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;

  f. Penerapan manajemen resiko, termasuk sistem pengendalian intern;

  g. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;

  h. Rencana strategi bank; i. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank.

  Manfaat yang sangat besar ketika prinsip-prinsip GCG dapat diterapkan dengan baik mampu meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank.

  Inti dari GCG adalah menciptakan perusahaan yang berhasil yang akan membentuk keunggulan kompetitif (Ihsan, 2016).

  PBI No. 11/33/PBI/2009 dalam Pratiwi (2017) menyebutkan bahwa setiap perbankan konvensional maupun perbankan syariah wajib menerapkan GCG, termasuk melakukan selfassessment dan menyampaikan laporan pelaksanaan GCG. Penerapan GCG sudah menjadi keharusan dalam industri perbankan khususnya perbankan syariah saat ini, guna mewujudkan kondisi keuangan yang sehat, kondusif dan sesuai prinsip syariah (sharia compliance).

7. Kinerja Perusahaan

  Kinerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang dihasilkan atau hasil kerja yang dicapai dari suatu usaha. Sedangkan, pengertian kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh organisasi dalam periode tertentu dengan mengacu kepada standar yang telah ditetapkan.

  Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan pengertian kinerja keuangan adalah kemampuan kerja manajemen keuangan dalam mencapai prestasi kinerjanya (Pratiwi, 2016). Kinerja keuangan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Dalam menilai kinerja keuangan perusahaan, dapat digunakan suatu ukuran atau tolak ukur tertentu. Biasanya ukuran yang digunakan adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan. (Sulistyowati dan Fidliana, 2017).

  Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur menggunakan analisis laporan keuangan atau analisis rasio. Berikut ini jenis-jenis rasio keuangan, yaitu: 1) Rasio Likuiditas, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Jenis- jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan terdiri dari :

  a. Rasio Lancar

  b. Rasio Sangat Lancar

  c. Rasio Kas

  d. Rasio Perputaran Kas

  e. Inventory to Net Working Capital

  2) Rasio Solvabilitas, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.

  Jenis-jenis rasio solvabilitas, yaitu:

  a. Debt to Assets Ratio

  b. Debt to Equity Ratio

  c. Long Term Debt to Equity Ratio

  d. Times Interest Earned

  e. Fixed Changed Converage 3) Rasio Profitabilitas, merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Jenis-jenis rasio profitabilitas, yaitu:

  a. Profit Margin on Sales

  b. Return On Investment

  c. Return On Asset

  d. Return On Equity

  e. Laba per Lembar Saham Dari ketiga rasio tersebut, rasio profitabilitas yang dipilih dalam pengungkapan kinerja keuangan. Karena rasio ini yang paling komperhensif dari keseluruhan rasio yang ada dan rasio ini menggambarkan kemampuan bank untuk bertahan dan stabil dalam melanjutkan oprasionalnya. Tidak ada perbedaan apakah bank syariah melihat dari tujuan mencari keuntungan (profit motive) atau tujuan sosial (social motive) atau keduanya, namun semua bank syariah memiliki reputasi tinggi akan berusaha keras untuk menjaga kestabilan dan ketahanan institusinya dengan mencapai profitabilitas yang baik. Oleh karena itu, profitabilitas yang baik sangat penting untuk dicapai setiap bank syariah.

  Dari berbagai jenis rasio profitabilitas, ROA (return on asset) merupakan rasio yang mengukur banyaknya laba yang dihasilkan dalam setiap aktiva yang digunakan. Laba merupakan tujuan suatu perusahaan beroprasi sehingga informasi tentang laba yang dihasilkan oleh perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemegang saham. Informasi tentang laba perusahaan dapat mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan.

  Menurut Satiti dan Nur (2013) Return on Assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang mengukur jumlah profit yang diperoleh tiap rupiah aset yang dimiliki perusahaan. ROA memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam melakukan efisiensi penggunaan total aset untuk operasional perusahaan. ROA memberi gambaran kepada investor tentang bagaimana perusahaan mengkonversikan uang yang telah diinvestasikan dalam laba bersih. Jadi, ROA adalah indikator dari profitabilitas perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba bersih.

  ROA dihitung dengan membagi laba bersih (net income) dengan rata-rata total aset perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, maka perusahaan tersebut semakin efisien dalam menggunakan asetnya. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan uang (earnings) yang lebih banyak dengan investasi yang sedikit.

  Penelitian ini menggunakan salah satu proksi rasio keuangan yaitu ROA (Return On Assets). ROA (Return Onn Assets) lebih dipilih dari pada rasio lainnya karena lebih cocok digunakan untuk menghitung variabel modal intelektual (Intellectual Capital). Jika menggunakan ROE (Return

  On Equity ) maka total ekuitas yang merupakan denominator ROE (Return On Equity ) adalah salah satu komponen dari Value Added Capital Employed (VACA). Jika menggunakan ROE (Return On Equity), maka

  akan double counting atas akun yang sama yaitu ekuitas. Dimana VACA yang dibangun dari akun ekuitas dan laba bersih sebagai variabel independen dan ROE (Return On Equity) yang juga dibangun dari akun ekuitas dan laba bersih menjadi variabel dependen (Ningrum, 2012).

B. HASIL PENELITIAN TERDAHULU

  Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang terkait mengenai variabel-variable intellectual capital yang diproksikan dengan iB_VACA, iB_VAHU, iB_STVA, dan indeks good corporate governance terhadap kinerja keuangan bank umum syariah, adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

  No Artikel /

  Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 (Pratiwi,

  2017) “Pengaruh Intellectual

  Capital Dan Corporate Governance Terhadap

  Kinerja Keuangan Perbankan Di Indonesia

  ”. Jurnal

  Akuntansi dan Keuangan, Vol.4 No.1,

  Maret 2017, Hal. 85-97.

  VACA berpengaruh positif signifikan terhadap ROA dan ROE, sedangkan VAHU berpengaruh positif positif terhadap ROA. Dalam perbankan syariah, VACA dan VAHU sangat berpengaruh terhadap ROA.

  5. (Ihsan, 2016)

  (2013)

  signifikan terhadap kinerja keuangan bank syariah, karena

  intellectual capital mampu

  menciptakan keunggulan kompetitif bagi bank syariah.

  3. (Satiti dan Nur, 2013)

  “Pengaruh Intellectual

  Capital Terhadap

  Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi”.

  Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2, No. 7

  Intellectual capital (HCE, SCE,

  (2015): 127-143 e- ISSN: 2502-6380.

  dan CEE) secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA); HCE tidak berpengaruh terhadap ROA; SCE berpengaruh terhadap ROA; CEE tidak berpengaruh terhadap ROA. 4. (Aritonang,

  Harjum, Sugiono, 2016)

  “Pengaruh Intellectual

  Capital

  Terhadap Kinerja Keuangan ”.

  Jurnal Bisnis Strategi

  Vol. 25, No. 1, Juli 2016.

  Intellectual capital (VAIC)

  Intellectual capital berpengaruh

  Akuntansi Akrual 6 (2)

  “Kualitas Penerapan

  terhadap Kinerja Keuangan

  Good Corporate Governance Pada Bank

  Umum Syariah Di Indonesia Serta Pengaruhnya Pada Kinerja Keuangan ”.

  Jurnal Ekonomi Islam

  Vol. 7, No. 2, September 2016.

  Dari hasil penelitian, didapatkan variabel yang berpengaruh paling besar terhadap GCG adalah BOPO. Hasil variabel NPF, ROA, ROE, dan FDR tidak berpengaruh signifikan terhadap GCG pada bank umum syariah.

  6. (Prasinta, 2012)

  “Pengaruh Good

  Corporate Governance

  ”. Accounting

  ”. Jurnal

  Analysis Journal 1 (2)

  (2012), ISSN: 2252- 6765.

  Good Corporate Governance yang

  diproksikan skor CGPI tidak berpengaruh terhadap ROA, skor CGPI berpengaruh positif terhadap ROE, dan skor CGPI tidak ber- pengaruh terhadap

  Tobin’s Q.

  2 (Nizar dan Khoirul, 2015)

  “Pengaruh Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil Dan

  Intellectual Capital

  Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah

  komponen CEE dan SCE berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan, sedangkan komponen HCE tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

  7. (Pratiwi, Secara parsial kualitas penerapan “Pengaruh Kualitas

  2016) Penerapan Good GCG berpengaruh positif

  Corporate Governance signifikan terhadap CAR, NPF,

  (GCG) terhadap BOPO, dan berpengaruh negatif Kinerja Keuangan pada signifikan terhadap ROA, ROE, Bank Umum Syariah di serta tidak berpengaruh terhadap Indonesia (Periode NIM, FDR.

  2010

  • – 2015)”. Jurnal

  Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 2, No. 1,

  Hal. 55-76. 8. (Majid, Komponen IC berpengaruh

  “Intellectual capital

  Sayyed, performance on signifikan positif terhadap kinerja Behzad, financial institutions in keuangan lembaga keuangan di Khatiri, iran yang diproksikan dengn ROA.

  iran”. WALIA Journal

  2015) 31 (S3): 56-60, 2015, ISSN: 1026-3861. 9. (Nausyad Penelitian menyimpulkan bahwa

  “Corporate

  dan Malik, Governance and Bank tata kelola perusahaan 2015) Performance: A Study menimbulkan pengaruh yang signifikan pada kinerja keuangan

  of Selected Banks in sektor perbankan GCG. GCG Region”. Asian

  Social Science; Vol. 11, No. 9; 2015, ISSN 1911-2017. Published by Canadian Center of Science and Education.

C. KERANGKA PEMIKIRAN

  Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, dalam pengukuran kinerja keuangan erat kaitannya perusahaan perbankan syariah memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan. Dimana informasi tersebut lebih menekankan pada nilai profitabilitas yang dihitung dengan Return On Assets (ROA). Karena ROA dapat melihat laba suatu perusahaan dikatakan meningkat atau menurun. Hal tersebutlah yang mempengaruhi pengguna laporan keuangan dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan perbankan syariah (Kartika dan Saarce, 2013). Dalam penelitian ini melakukan pengujian kembali yaitu menggunakan variabel independen Intellectual Capital yang diproksikan dengan iB_VACA, iB_VAHU dan iB_STVA serta Indeks Good Corporate Governance diukur dengan indikator nilai komposit. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah ROA (return on assets).

  Menurut Resouce Based Theory apabila kinerja intellectual capital dapat dilakukan secara maksimal, maka perusahaan akan memiliki suatu nilai tambah yang dapat memberikan suatu karakteristik (Hermawan, 2013). Dengan demikian, jika perusahaan yang memiliki intellectual capital lebih tinggi akan cenderung memiliki kinerja masa datang yang lebih baik. Maka pertumbuhan dari intellectual capital juga akan memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan masa yang akan datang. Dimana hubungan

  Intellectual Capital yang diproksikan dengan Value Added Capital Employed,

  yaitu Capital employed menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya berupa capital asset yang apabila dikelola dengan baik akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Hubungan Intellectual

  Capital yang diproksikan dengan Value Added Human Capital yang

  menggambarkan sumber daya manusia dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang unggul, maka dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga mencapai keunggulan kompetitif. Hubungan

  Intellectiual Capital yang diproksikan dengan Structural Capital Value Added ynag menggambarkan modal yang dibutuhkan perusahaan untuk

  memenuhi proses rutinitas perusahaan dalam menghasilkan kinerja yang optimal. Value Added Intellectual Capital (VAIC) meupakan metode pengukuran Intellectual capital yang menggabungkan tiga komponen yaitu iB_VACA, iB_VAHU, dan iB_STVA untuk menciptakan Value Added (VA). Sehingga komponen dari intellectual capital yang diproksikan dengan iB_VACA, iB_VAHU, dan iB_STVA juga memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan masa yang akan datang (Ulum, 2013).

  Hasil penelitian Rachmawati dan Damar (2012) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara intellectual capital terhadap Return On Asset (ROA) perbankan. Semakin tinggi nilai intellectual capital sebuah perusahaan perbankan maka Return on Asset (ROA) suatu perusahaan keuangan tersebut semakin meningkat. Hasil penelitian Yunita (2012) juga mangindikasikan bahwa modal intelektual terbukti berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

  Sedangkan menurut teori keagenan dimana semakin kecil indeks good maka akan semakin mengurangi biaya agensi yang

  corporate governance,

  mana akan menunjukan semakin baik penerapan good corporate governance dan akan meningkatkan kinerja keuangannya (Jensendan Mackling, 1976).

  Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 12/13/DPbS Tahun 2010 menjelaskan bahwa perbankan yang memilki indikator nilai komposit semakin kecil pada indeks good corporate governance maka kualitas manajemen dalam menjalankan oprasional bank sangat baik sehingga bank bisa mendapatkan keuntungan. Maka cenderung kearah negatif karena dimana semakin kecil indikator nilai komposit good corporate governance perusahaan memiliki kualitas manajemen yang bagus.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2016) yang menunjukan bahwa penerapan GCG berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA (return

  

on assets) . Hasil penelitian Ihsan (2016) juga mendukung penelitian Pratiwi

  (2016) yang menyatakan bahwa good corporte governance tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA (return on assets).

  Bedasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran teoritis yang menyatakan bahwa intellectual capital yang diproksikan dengan iB_VACA, iB_VAHU, iB_STVA dan indeks good

  corporate governance berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang dalam penelitian ini di wakili oleh return on assets (ROA).

  iB_VACA H1 (+) iB_VAHU

  H2 (+) Kinerja Keuangan iB_STVA

  (ROA) H3 (+)

  Kualitas H4 (-) GCG

D. HIPOTESIS 1. Pengaruh Intellectual Capital yang diproksikan dengan Islamic

  Banking Value Added Capital Employed (iB_VACA) terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah

  Hubungan Intellectual Capital yang diproksikan dengan iB_VACA (Islamic Banking Value Added Capital Employed), yaitu dimana capital

  employed menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola

  sumber daya berupa capital assets yang apabila dikelola dengan baik akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Menurut resource based

  theory apabila kinerja intellectual capital dapat dilakukan secara

  maksimal, maka perusahaan akan memiliki suatu nilai tambah yang dapat memberikan suatu karakteristik (Ulum, 2013). iB_VACA yang merupakan proksi dari intellectual capital dengan pengelolaan dan pemanfaatan

  capital assets yang baik, maka perusahaan dapat meningkatkan kinerja

  keuangan, pertumbuhan perusahaan, dan nilai pasar (Kartika dan Hantane, 2013). Semakin baik perusahaan dalam mengelola capital employed, menunjukan semakin baik perusahaan mengelola aset. Sehingga dapat disimpulkan bahwa capital employed memiliki arah yang positif terhadap kinerja keuangan bank umum syariah.

  Penelitian yang dilakukan Ningrum (2012) yang berjudul analisis pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Governance terhadap

  Financial Performance menyatakan bahwa intellectual capital

  berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas ROA. Penelitian yang dilakukan oleh Maisaroh (2013) juga sama dengan penelitian Ningrum (2012) bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Islamic Banking Value Added Capital Employed (iB_VACA) berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum

  Syariah.

2. Pengaruh Intellectual Capital yang diproksikan dengan Islamic

  

Banking Value Added Human Capital (iB_VAHU) terhadap Kinerja

Keuangan Bank Umum Syariah

  Hubungan intellectual capital yang diproksikan dengan iB_VAHU (islamic banking_value added human capital) menggambarkan sumber daya manusia dengan pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi yang unggul, maka dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga mencapai keunggulan kompetitif. Indikasi gaji dan tunjangan yang diberikan perusahaan kepada karyawan, mampu meningkatkan karyawan dalam mendukung kinerja perusahaan sehingga human capital dapat menciptakan value added atau yang sering disebut iB_VAHU dan dapat juga meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan (Kartika dan Saarce, 2013). Menurut resource based theory apabila kinerja intellectual capital dapat dilakukan secara maksimal, maka perusahaan akan memiliki suatu nilai tambah (value added) yang dapat memberikan suatu karakteristik. Jika perusahaan dapat mengelola, memanfaatkan dan mengembangkan

  

intellectual capital yang dimiliki, maka kinerja perusahaan akan

  meningkat pula (Prasetya, 2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa iB_VAHU memiliki arah positif terhadap kinerja keuangan bank umum syariah.

  Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2017) menyatakan bahwa human capital berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.

  Penelitian Ausi (2014) juga mendukung penelitian yang dilakukan Putra yang menyatakan bahwa human capital berpengaruh signifikan terhadap ROA. Begitu juga yang diungkapkan oleh Hermanus (2013) yang menyatakan bahwa human capital terbukti berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: H2 : Islamic Banking Value Added Human Capital (iB_VAHU) berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum

  Syariah.

3. Pengaruh Intellectual Capital yang diproksikan dengan Islamic

  

Banking Structural Capital Value Added (iB_STVA) terhadap Kinerja

Keuangan Bank Umum Syariah

  Hubungan intellectual capital yang diproksikan dengan iB_STVA (Islamic Banking Structural Capital Value Added) menggambarkan modal yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi proses rutinitas perusahaan dalam menghasilkan kinerja yang optimal, serta kinerja bisnis secara keseluruhan. Tanpa diiringi oleh pengelolaan structuran capital yang baik maka akan menghambat produktivitas karyawan dalam menghasilkan

  

value added (Ulum, 2013). Menurut Resource Based Theory apabila

  kinerja keuangan intellectual capital dilakukan secara maksimal, maka perusahaan akan memiliki nilai tambah yang dapat memberikan suatu karakteristik. Dimana manajemen yang mampu mengolah structural

  capital dengan baik akan membantu meningkatkan kinerja perusahaan,

  sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa structural capital memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank umum syariah.

  Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2017) menyatakan bahwa

  structural capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

  profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian Dwipayani (2014) yang mengambil data di perusahaan perdagangan, jasa, dan investasi yang terdaftar di BEI menyatakan bahwa structural capital berpengaruh signifikan positif terhadap ROA. Hasil senada juga diungkapkan oleh Suhendah (2012) yang mengambil data di perusahaan go public di Indonesia yang menyimpulkan bahwa structural capital berpengaruh signifikan terhadap ROA. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Islamic Banking Structural Capital Value Added (iB_STVA) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan bank umum syariah.

  

4. Pengaruh Indeks Good Corporate Governance terhadap Kinerja Bank

Umum Syariah

  Menurut teori keagenan dimana semakin kecil indeks good

  

corporate governance , maka akan semakin mengurangi biaya agensi yang

  mana akan menunjukan semakin baik penerapan good corporate

  

governance dan akan meningkatkan kinerja keuangannya. Menurut Surat

  Edaran Bank Indonesia Nomor: 12/13/DPbS Tahun 2010 perusahaan yang semakin kecil indikator nilai komposit pada indeks good corporate

  

governance maka kualitas manajemen dalam menjalankan oprasional bank

  sangat baik sehingga bank bisa mendapatkan keuntungan. Maka, cenderung kearah negatif karena dimana semakin kecil indikator nilai komposit good corporate governance perusahaan memiliki kualitas manajemen yang bagus. Dapat disimpulkan bahwa kualitas manajemen dalam menjalankan oprasional bank sangat baik sehingga bank bisa mendapat keuntungan.