BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Kehamilan - Kurnia Heri Anggartati BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Kehamilan

  a. Pengertian Kehamilan Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. (Prawirohardjo, 2014). Kehamilan adalah penyatuan sperma dari laki-laki dan ovum dari perempuan. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.

  Kehamilan dibagi dalam tiga triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan ke-4 sampai ke-6, triwulan ketiga dari bulan ke-7 sampai ke-9 (Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo, 2007).

  Menurut Mochtar, R (2012) Kehamilan normal berlangsung dalam waktu 40 minggu (10 bulan) dihitung dari saat hari pertama haid terakhir sampai lahirnya bayi. Dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah suatu proses penyatuan sel telur dan sperma yang berlangsung 40 minggu dihitung dari saat hari pertama haid terakhir sampai persalinan.

  11 Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya (yang pada umumnya di dalam rahim). Kehamilan pada manusia berkisar 40 minggu atau 9 bulan, dihitung dari awal periode menstruasi terakhir sampai melahirkan. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus, agar dapat berlangsung dengan baik kehamilan mengandung kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehamilan ini bersifat dinamis, karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba dapat menjadi berisiko tinggi. Faktor resiko pada ibu hamil seperti umur terlalu muda atau tua, banyak anak, dan beberapa faktor biologis lainnya adalah keadaan yang secara tidak langsung menambah resiko kesakitan dankematian pada ibu hamil.Resiko tinggi adalah keadaan yang berbahaya dan mungkin terjadi penyebab langsung kematian ibu, misalnya pendarahan melalui jalan lahir, eklamsia, dan infeksi (Prawirohardjo, 2010).

  Kehamilan adalah penyatuan dari spermatozoa dan ovum dilanjutkan dengan proses nidasi atau implantasi kemudian dilanjutkan ke proses plasentasi dalam kurun waktu 40 minggu atau 9 bulan 7 hari.

  b. Proses Kehamilan Setiap bulan, saat ovulasi, seorang wanita melepaskan 1 atau 2 sel telur (ovum) dari indung telur (ovarium), yang ditangkap oleh umbai-umbai (fimbriae) dan masuk ke dalam saluran telur. Sewaktu persetubuhan, cairan semen mani (sperma) bergerak memasuki rongga rahim lalu masuk ke saluran telur. Pembuahan sel telur oleh sperma biasanya terjadi di bagian tuba uterina yang menggembung (Mochtar, 2012).

  Ovum yang telah dibuahi segera membelah diri sambil bergerak (dengan bantuan rambut getar tuba) menuju ruang rahim.

  Ovum yang telah dibuahi tadi kemudian melekat pada mukosa rahim untuk selanjutnya bersarang diruang rahim; peristiwa tersebut di nidasi (implantasi). Dari pembuahan sampai nidasi, diperlukan waktu kira- kira 6-7 hari. Untuk menyuplai darah dan zat-zat makanan bagi mudigah dan janin, dipersiapkan uri (plasenta). Jadi, dapat dikatakan bahwa untuk setiap kehamilan harus ada ovum (sel telur), spermatozoa (sel mani), pembuahan (konsepsi = fertilisasi), nidasi, dan plasentasi (Mochtar, 2012).

  1) Fertilisasi ( Pembuahan) Fertilisasi adalah penyatuan ovum 9oosit sekunder) dan spermatozoa yang biasanya berlangsung di ampula tuba. Fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa kedalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses kapasitasi mampu melakukan penetrasi membran sel ovum. Untuk menjadi ovum, spermatozoa harus melewati korona radiata (lapisan sel di luar ovum) dan zona pelusida (suatu bentuk glikoprotein ekstraseluler), yaitu dua lapisan yang menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih dari satu spematozoa kemudian mengikat ZP3 glikoprotein di zona pelusida. Peningkatan ini memicu akrosom melepaskan enzim yang membantu spermatozoa menembus zona pelusida (Prawirohardjo, 2014).

  2) Nidasi Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula disebut blastokista (blastocyt), suatu bentuk yang di bagian luarnya adalah trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa

  inner cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan

  trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas.

  Trofoblas ini sangat kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan nidasi (implantasi), produksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi janin, peningkatan aliran darah maternal kedalam plasenta, dan kelahiran bayi. Sejak trofoblas terbentuk, produksi hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dimulai, suatu hormon yang memastikan bahwa endometrium akan menerima (reseptif) dalam proses implantsi embrio (Prawirohardjo, 2014).

  3) Plasentasi Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta.

  Setelah nidasi embrio kedalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi. Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium. Terbentuklah sinus intertrofoblastik yaitu ruangan- ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh-pembuluh darah yang dihancurkan. Tiga minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat diidentifikasi dan dimulai pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah janin ini berakhir di lengkung kapilar (capillary loops) di dalam villi korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterina. Vili korialis ini akan bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta. Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi ke arah kavum uteri disebut desidua kapsularis; yang terletak antara hasil konsepsi di dinding uterus disebut desidua basalis; di situ plasenta akan dibentuk (Prawirohardjo, 2014).

  c. Perubahan Fisiologi pada Kehamilan Dengan terjandinya kehamilan maka seluruh genetalia wanita mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormon somatomatropin, estrogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan pada :

  1) Rahim atau Uterus Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu setelah persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram (Prawirohardjo, 2014).

  2) Serviks Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih lunak dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks bersamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada kelenjar kelenjar serviks.

  Berbeda kontras dengan korpus, serviks hanya memiliki 10-15 % otot polos. Jaringan ikat ekstraselular serviks tertama kolagen tipe 1 dan 3 dan sedikit tipe 4 pada membrana basalis. Rasio tertinggi elastin terhadap kolagen terdapat di ostium interna. Baik elastin maupun otot polos semakin menurun jumlahnya mulai dari ostium interna ke ostium eksterna. (Prawirohardjo, 2014).

  3) Ovarium Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang relative minimal (Prawirohardjo, 2014). 4) Vagina (liang senggama)

  Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwicks. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos. (Prawirohardjo, 2014).

  5) Payudara Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen, progesterone, dan somatromatropin (Prawirohardjo, 2014). 6) Sistem Kardiovaskular

  Pada minggu ke-5 cardiac output akan meningkat dan perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskular sistemik. selain itu, juga terjadi peningkatan denyut jantung. Antara minggu ke-10 dan

  20 terjadi peningkatan volume plasma sehingga juga terjadi peningkatan preload. Performa ventrikel selama kehamilan dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan pada aliran pulsasi arterial. Peningkatan estrogen dan progeteron juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskuler perifer.

  Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6- 8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32

  • – 34 dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut. Volume plasma akan meningkat kira-kira 40
  • – 50 %. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan estrogen pada ginjal yang diinisiasi oleh jalur renin-angiotensin dan aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian besar berupa plasma dan eritrosit (Prawirohardjo, 2014).

  7) Traktus Digestivus Perubahan yang nyata akan terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin dilambung sehingga akan menimbulkan gejala berupa phyrosis (heatrburn) yang disebabkan olah reflux asam lambung ke esofagus bawah sebagai akibat perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter esofagus bagian bawah.

  Mual terjadi akibat penurunan asam hidroklorid dan penurunan moltilitas, serta konstipasi sebagai akibat penurunan moltilitas usus besar.

  Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Epuli selama kehamilan akan muncul, tetapi setelah persalinan akan berkurang secara spontan. Hemorroid juga merupakan suatu hal yang sering terjadi sebagai akibat konstipasi dan peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran uterus (Prawirohardjo, 2014). 8) Traktus Urinarius

  Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering kemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu panggul, keluhan itu akan timbul kembali (Prawirohardjo, 2014)

  9) Sistem Endokrin Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan membesar ± 135%. Akan tetapi, kelenjar ini tidak begitu mempunyai arti penting dalam kehamilan. Pada perempuan yang mengalami hipofisektomi persalinan dapat berjalan dengan lancar. Hormon prolaktin akan meningkat 10 × lipat pada saat kehamilan aterm.

  Sebaliknya, setelah persalinan konsentrasinya pada plasma akan menurun. Hal ini juga ditemukan pada ibu-ibu yang menyusui (Prawirohardjo, 2014). d. Ketidaknyamanan pada masa kehamilan

Tabel 2.1 Ketidaknyamanan Pada Masa Kehamilan

  (Kusmiyati, Y. 2009)

  No Ketidaknyamanan Dasar Anatomis dan Fisiologis

  Cara Mencegah Dan Meringankan

  1. Kelelahan Selama TM 1 Terjadi karena penurunan laju Metabolisme basal pada awal kehamilan Meyakinkan bahwa hal ini normal terjadi dalam kehamilan, nasehati ibu untuk sering istirahat tetapi hindari istiraha yang berlebihan Keputihan TM I,II,

  Dan III Terjadi karena peningkatan produksi lendir sebagai akibat dari peningkatan kadar estrogen Meningkatkan kebersihan, memakai pakaian dalam yang menyerap keringat, tidak mencuci vagina dengan sabun dan mencuci vagina dari arah depan kebelakang

  NgidamTM I Berkaitan dengan persepsi individu wanita mengenai apa yang bisa mengurangi rasa mual dan muntah sehingga indra pengecap menjadi tumpul jadi makanan yang lebih merangsang yang diinginkan Meyakinkan ibu itu merupakan hal yang tidak perlu diperhatikan asalkan makanan tersebut cukup bergizi dan makanan yang diinginkan makanan yang sehat, menjelaskan tentang bahaya makanan yang tidak baik dikonsumsi

  Sering buang air kecil TM I dan III Terjadi karena adanya tekanan uterus pada kandung kemih, air dan sodium tertahan dibawah tungkai bawah pada siang hari karena statis vena dan pada malam hari terdapat aliran balik vena yang meningkat akibat peningkatan dalam jumlah output air seni

  2. Rasa mual muntah antara minggu ke 5 sampai minggu ke 12 bisa terjadi lebih awal pada minggu ke 2-3 setelah HPHT Cloasma TM II

  Terjadi karena disebabkan oleh peningkatan kadar HCG,estrogen,progesterone terjadi karena adanya kecendrungan genetis, peningkatan kadar estrogen dan progesterone Menghindari faktor penyebab seperti bau, makan biscuit sebelum bangun dari tempat tidur, makan sedikit tapi sering, duduk tegak setiap kali selsai makan, hindari makanan yang beriminyak, berbumbu merangsang, makanan kering, bangun tidur secara perlahan dan hindari melakukan gerakan secara tiba- tiba, hindari menggosok gigi segera

  Dasar Anatomis dan Cara Mencegah Dan No Ketidaknyamanan Fisiologis Meringankan setelah makan, minum teh herbal, istirahat sesuai kebutuhan dengan mengangkat kaki dan kepala agak ditinggikan, hirup udara segar hindari sinar matahari berlebihan selama masa kehamialan

  

3. Striae Gravidarum Terjadi karena akibat Gunakan antipiruntik jika

pada bulan 6-7 perubahan hormon dan ada indikasinya, gunakan Hemorrhoid TM II peregangan, konstipasi, pakaian yang menompang dan III tekanan yang meningkat payudara dan abdomen dari uterus gravid hindari konstipasi, makan terhadap vena hemoroid makanan yang berserat, gunakan kompres dingin, hangat, dengan perlahan masukkan kembali kedalam rectum jika perlu

  Konstipasi TM II Peningkatan kadar Tingkatkan intake cairan, dan III progesterone yang serat didalam diit, buah menyebabkan peristaltic prem, istirahat cukup, usus jadi senam, membiasakan BAK lambat, penurunan motilitas secara teratur dan BAB sebagai akibat dari relaksasi setelah ada dorongan otot otot

  e. Komplikasi Kehamilan 1) Perdarahan Antepartum

  Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28 minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan pedarahan pada trimester ketiga.

  a) Plasenta Previa Adalah plasenta dengan implantasi sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Secara teoritis plasenta previa dibagi dalam bentuk klinis plasenta previa totalis (menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm), plasenta previa sentralis (bila pusat plasenta bersamaan dengan sentral kanalis servikalis), plasenta previa parsialis (menutupi sebagian ostium uteri internum), dan plasenta previa marginalis (bila tepi plasenta berada disekitar pinggir osteum uteri internum) (Manuaba, 2010).

  b) Solusio Plasenta Batasan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester ketiga. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan akumulasi darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan gangguan terhadap ibu maupun janin (Manuaba, 2010).

  c) Perdarahan pada Plasenta Letak Rendah Plasenta letak rendah diidentifikasi bila pada pemeriksaan dalam, jari tangan yang dimasukkan dapat mencapai tepi bawah plasenta. Perdarahan pada plasenta letak rendah baru terjadi bila pembukaan mendekati lengkap, sehingga memberikan petunjuk untuk melakukan pemeriksaan dalam dan selanjutnya dapat mengambil tindakan definitif (Manuaba, 2010). d) Pre-Eklampsia dan Eklampsia Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan

  • – dapat terjadi ante,intra, dan postpartum. Secara teoritik urutan urutan gejala yang timbul pada preklampsia ialah edema, hipertensi, dan terkhir proteinuria, sehingga bila gejala ini muncul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklampsia. Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam (Prawirohardjo, 2014). Eklampsia adalah kelanjutan preeklampsia berat dengan
  • – tambahan gejala kejang dan atau koma. Menjelang kejang kejang dapat didahului gejala subjektif yaitu nyeri kepala didaerah frontal, nyeri epigastrium, penglihatan semakin kabur, dan terdapat mual dan muntah dan pemeriksaan menunjukan hiper-refleksia atau mudah terangsang. Dalam mengobservasi preeklampsia berat gejala tersebut perlu mendapat perhatian seksama. Selama terjadi kejang kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40

  C, frekuensi nadi bertambah cepat dan tekanan darah meningkat (Manuaba, 2010). e) Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3cm dan pada multipara kurang dari 5cm. Penyebab dari KPD tidak atau masih belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi (Mochtar, 2012).

  f. Antenatal Care 1) Pengertian

  Menurut Adriaansz (2014), Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.

  2) Tujuan Pemeriksaan Kehamilan Menurut Mochtar, 2012 tujuan pemeriksaan kehamilan terdapat dua tujuan yaitu: a) Tujuan Umum

  Menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, dengan demikian didapatkan ibu dan anak yang sehat.

  b) Tujuan Khusus (1) Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin di jumpai dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.

  (2) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini mungkin.

  (3) Menurunkan angka mordibitas dan mortalitas ibu dan anak. (4) Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi (Mochtar, 2012). 3) Kebijakan Program Kunjungan Antenatal

Tabel 2.2 Kunjungan Antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan (Kusmiyati, 2009)

  Kunjungan Waktu Kegiatan Trimester Sebelum

  a. Membina hubungna saling percaya antara Pertama minggu bidan dan ibu hamil ke 14

  b. mendeteksi masalah dan mengatasinya

  c. memberitahukan hasil pemeriksaan dan usia

kehamilan,

d. mengajari ibu cara mengatasi ketidaknyamanan, e. mengajarkan dan mendorong cara hidup sehat (gizi, latihan dan kebersihan dan istirahat) f. mengenali tanda tanda bahaya kehamilan

  g. memberikan imunisasi tt, tablet besi

  h. mendiskusikan mengenai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi kegawatdaruratan i. menjadwalkan kunjungan berikutnya j. mendokumentasikan pemeriksaan dan asuhan Trimester Sebelum Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan

  Kedua mingg ke khusus terhadap preeklamsi (tanda gejala, pantau 28 tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria) Trimester Setelah3 Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak janin

  Tiga 6 minggu dan kondisi lain kontra indikasi bersalin diluar RS

  Apabila ibu mengalami Diberikan pertolongan awal sesuai dengan masalah yang timbul, komplikasi rujuk serta konsultasikan kepada SpOG untuk tindakan lebih lanjut.

  Menurut (Depkes RI, 2009) dimana dalam setiap pertemuan harus memberikan asuhan standar minimal yang sering disebut dengan 10T yaitu:

  a) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

  b) Pemeriksaan tekanan darah

  c) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

  d) Pemeriksaan puncak lahir (tinggi fundus uteri)

  e) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

  f) Skrining status imunisasi tetanus dan berikn imunisasi tektanus toksoid (TT) bila di perlukan.

  g) Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

  h) Tes laboraturium (rutin dan khusus) i) Tatalaksana kasus j) Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi.

  g. Pemeriksaan TFU sesuai Kehamilan (Manuaba, 2012)

Tabel 2.3 Pemeriksaan TFU

  Usia TFU kehamilan Dalam cm Penunjuk badan 12 minggu Satu pertiga diatas simfisis -

  • 16 minggu Setengah simfisis dan pusat 20 minggu 20 cm Dua pertiga diatas simfisis 22 minggu Setinggi pusat 28 minggu 25 cm Tiga jari diatas pusat 32 minggu 27 cm Pertengahan antara px dengan pusat 34 minggu 36 minggu 30 cm Setinggi px 40 minggu 26 cm Dua jari dibawah px
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan pelahiran plasenta. (Varney, 2008)

  Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan, dan pelayanan, dengan fasilitas yang memadai. (Manuaba, 2009)

  Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin+uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. (Mochtar, 2011)

  Persalinan merupakan proses alamiah yang terjadi setelah umur kehamilan matang yaitu keluarnya janin dari jalan lahir dengan kekuatan ibu sendiri maupun dengan bantuan atau SC.

  Menurut Manuaba (2010) macam-macam persalinan yaitu : 1) Persalinan Spontan. Bila persalian seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.

  2) Persalinan Buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dan luar.

  3) Persalinan Anjuran (partus presipitatus)

  Menurut Mochtar (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan adalah : 1) Kekuatan mendorong janin keluar (power)

  a) His ( kontraksi uterus)

  b) Kontraksi otot-otot dinding perut

  c) Kontraksi diafragma 2) Faktor jalan lahir (passage)

  Faktor jalan lahir dibagi menjadi :

  a) Bagian keras tulang-tulang panggul (kerangka panggul)

  b) Bagian lunak seperti : (1) Otot-otot (2) Jaringan-jaringan (3) Ligamen-ligamen

  3) Faktor janin (passanger) Faktor janin dibagi menjadi :

  a) Kepala janin Bagian paling besar dan keras pada janin adalah kepala janin.

  Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalannya persalinan.

  b) Postur janin dalam rahim Postur janin diantaranya : (1) Sikap yaitu menunjukan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap punggungnya.

  Kepala, tulang punggung dan kaki janin umumnya berada pada posisi fleksi serta lengan bersilang dada.

  (2) Letak janin adalah bagaimana posisi sumbu janin terhadap sumbu ibu. Sebagai contoh, pada letak lintang, sumbu janin tegak lurus terhadap sumbu ibu, dan pada letak membujur, sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu. Pada letak membujur, terdapat dua kemungkinan, yaitu bagian terbawah janin adalah kepala, atau mungkin juga letak yang sungsang. (3) Presentasi digunakan untuk menentukan bagian terbawah janin, apakah janin disebelah kanan, kiri, depan, atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal-pelvis).

  Menurut Manuaba (2010) tanda-tanda inpartu sebagai berikut: 1) His persalinan mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan, sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya semakin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah. 2) Pengeluaran lendir darah (pembawa tanda). Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah. 3) Pengeluaran cairan. Terjadinya ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap.

  Menurut Saifuddin (2009), persalinan dibagi dalam 4 (empat) kala yaitu : 1) Kala I Persalinan

  Kala I persalinan ini dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam2 fase : a) Fase laten

  Dimulai dari serviks membuka sampai 3cm yang berlangsung selama 8 jam.

  b) Fase aktif Dimulai dari serviks membuka 3 cm sampai 10 cm selama 7 jam, dan pada fase aktif ini kontraksi lebih kuat dan lebih sering. 2) Kala II Persalinan Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.

  Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

  3) Kala III Persalinan Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

  4) Kala IV Persalinan Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

  Menurut Rohani, dkk (2011), teori penyebab persalinan yaitu : 1) Teori Keregangan

  a) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.

  b) Setelah melewati batas tersebut, maka akan terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai 2) Teori Penurunan Progesterone

  a) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami kesempitan dan buntu.

  b) Produksi progesterone mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.

  c) Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.

  3) Teori Oksitosin Internal

  a) Oksitosin dikeuarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior

  b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.

  c) Menurunkan konsentrasi progesterone sebagai akibat tuanya usia kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai.

  4) Teori Prostaglandin

  a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.

  b) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga konsepsi dapat dikeluarkan.

  c) Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.

  Menurut Rohani dkk (2011) perubahan fisiologis dan psikologis pada persalinan adalah sebagai berikut : 1) Perubahan fisik dan Psikologis pada Kala I

  a) Perubahan fisik (1) Tekanan darah

  Tekanan darah meningkat selama terjadinya kontraksi (sistol rata-rata naik 10-20 mmHg, diastole naik 5-10 mmHg).

  (2) Metabolisme Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob akan meningkat secara berangsur-angsur disebabkan karena kecemasan dan aktivitas otot kerangka tubuh. (3) Suhu tubuh

  Selama dan setelah persalinan suhu tubuh meningkat 0,5-1 0C.

  (4) Detak jantung Detak jantung akan meningkat secara dramatis selama kontraksi.

  (5) Pernapasan Terjadi sedikit laju pernapasan dianggap nomal, hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan bisa menyebabkan alkalosis. (6) Ginjal

  Poliuri sering terjadi selama proses persalinan, mungkin dikarenakan adanya peningkatan cardiac out put, peningkatan filtrasi glomerulus, dan peningkatan aliran plasma ginjal.

  (7) Gastrointestinal Motilitas lambung dan absorpsi makanan padat secara substansi berkurang sangat banyak selama persalinan.

  (8) Hematologi Hemoglobin meningkat sampai 1,2gr/100ml selama persalinan dan akan kembali sehari pascapersalianan, asalkan tidak ada kehilangan darah yang abnormal.

  b) Perubahan psikologis Ibu bersalin pada Kala I biasanya mengalami perubahan emosional yang tidak stabil.

  2) Perubahan fisik dan psikologis Kala II

  a) Perubahan fisik (1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan adanya kontraksi (2) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan/vagina

  (3) Perineum terlihat menonjol (4) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka (5) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah

  b) Perubahan psikologis Ibu merasa terlihat menahan sakit karena semakin kuatnya his, semakin cepat dan semakin teratur.

  3) Perubahan fisik dan psikologis pada Kala III

  a) Perubahan fisik (1) Berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi.

  (2) Terjadi pelepasan plasenta dari dinding uterus karena tempat implantasinya menjadi semakin kecil.

  b) Perubahan psikologis (1) Ibu ingin melihat, menyentuh dan memeluk bayinya (2) Merasa lelah tetapi juga lega, gembira dan bangga (3) Memusatkan diri dan bertanya apakah jalan lahirnya perlu dijahit (4) Menaruh perhatian terhadap plasenta

  4) Perubahan fisik dan psikologi pada Kala IV

  a) Perubahan fisik (1) Vital signs kembali normal (2) Kontaksi uterus menjadi keras kembali (3) Terjadi perdarahan yang jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500cc b) Perubahan psikologi Ibu merasa lelah setelah menjalani proses persalinannya, ibu juga merasa mulai ingin segera menyusui bayinya.

  1) Komplikasi pada kala satu dan dua persalinan. Menurut Varney (2008) adalah sebagai berikut :

  a) Riwayat seksio caesaria sebelumnya

  b) Persalinan dan kelahiran premature Persalinan premature adalah persalinan yang dimulai pada awal usia kehamilan 20 minggu sampai ahir minggu ke 37.

  Penatalaksanaan pada persalinan premature didasarkan pada pertama kali dengan mengidentifikasi wanita yang berseksio mengalami ini.

  c) Amnionitis dan Karioamnionitis Varney (2008) mengatakan amnionitis adalah inflamasi korion selain infeksi cairan amnion dan kantong amnion.

  Penatalaksanaannya antara lain : (1) Fasilitas kesehatan (2) Induksi oksitosin atau memperpendek fase laten dalam persalinan (3) Hidrasi dengan cairan intravena (4) Pemantauan tanda-tanda vital setiap jam (5) Pelaporan kedokter pediatrik d) Prolaps tali pusat Tindakan berikut jika terjadi prolaps tali pusat menurut Varney (2008) adalah : (1) Tempatkan seluruh tangan anda kedalam vagina wanita dan pegang bagian presentasi janin keatas sehingga tidak menyentuh tali pusat dipintu atas panggul. (2) Jangan mencoba mengubah letak tali pusat pada kondisi apapun.

  (3) Segera panggil bantuan dan panggil dokter atau segera rujuk ke fasilitas yang memadai.

  e) Disporposi sefalopelvik Adalah dispoporsi antara ukuran janin dan ukuran pelvis, yaitu ukuran pelvis tidak cukup besar untuk mengakomondasikan keluarnya janin (varney, 2008; h. 797). Indikasi kemungkinan dispoporsi sefalopelvik (1) Ukuran janin besar (2) Tipe dan karakteristik khususnya tubuh wanita secara umum (3) Riwayat fraktur pelvis (4) Pelvia platiperoid (5) Maltipresentasi atau malposisi (varney, 2008; h.797).

  f) Difusi uterus (1) Disfusi uterus hipotonik. Tanda dan gejala difusi uterus hipotonis menurutr Varney (2008;h.799) adalah sebagai berikut:

  (a) Kontraksi saat ini tidak nyeri sekali, kemajuan persalinan berhenti.

  (b) Komplikasi uterus tidak adekuat, durasi singkat dan intensitas ringan.

  (c) Tidak ada kemajuan dilatasi servik atau penurunan janin.

  (2) Disfusi uterus hipertonik Tanda dan gejala disfusi uterus hipertonik menurut Vaney (2008; h.799) adalah sebagai berikut :

  (a) Kontraksi terasa sangat nyeri selama periode persalinan dan keparahan kontraksi saat palpasi.

  

(b) Kontraksi sering dan tonisisitas tidak teratur.

(c) Tidak ada kemajuan pendapatan dan dilatasi servik.

  2) Komplikasi pada kala tiga persalinan.

  a) Plasenta tertinggal Plasenta teringgal adalah plasenta yang belum terlepas dan mengakibatkan perdarahan tidak terlihat. Manajemen untuk kasus ini adalah dengan menual plasenta (Varney. 2008; h.831).

  b) Perdarahan kala tiga

  c) Retensio plasenta Adalah plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Manajemen untuk kasus ini adalah dengan manual plasenta dan segera merujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang memadai. d) Inversio uterus Adalah keadaan uterus benar-benar membaik dari bagian dalam keluar sehinngga bagian dalam fundus menonjol keluar melalui orifisum servik, turun dan masuk kedalam introitus vagina, dan menonjol keluar melewati vulva (Varney, 2007; h. 833).

  3) Komplikasi pada kala 4 persalinan

  a) Perdarahan post partum (1) Definisi

  Definisi perdarahan adalah kehilangan darah secara abnormal. Rata-rata kehilangan darah selama pelahiran pervagina tanpa komplikasi adalah lebih dari 500 ml (Varney, 2007; h. 841).

  (2) Faktor predisposisi (a) Distensi berlebihan pada uterus.

  (b) Induksi oksitosin atau augmentasi. (c) Persalinan cepat atau presipitatus. (d) Kala satu atau kala dua yang memanjang. (e) Grande multipara. (f) Riwayat antonia uteri.

  i.

Asuhan Persalinan normal 60 langkah persalinan menurut Prawirohardjo (2014) yaitu :

  1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala II

  a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran

  b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan/vaginanya.

  c) Perenium menonjol.

  d) Vulva vagina dan sfingter anal membuka 2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap di gunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set. 3) Mengenakan baju penutup atau clemek plastik yang bersih. 4) Melepaskan semua perhiasan yang di pakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai / pribadi yang bersih.

  5) Memakai sarung tangan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.

  6) Menghisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi/steril) dan meletakkan kembali ke partus set wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengontaminasi tabung suntik.

  7) Membersihkan vulva dan perenium, menekannya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang sudah di basahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perenium, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kassa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi)

  8) Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi

  9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

  Mencuci kedua tangan. 10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-180 kali/menit)

  11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan keinginannya. a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

  Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan.

  b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran

  12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran. (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman)

  13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran: a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

  b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).

  d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.

  e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.

  f) Menganjurkan asupan cairan peroral.

  g) Menilai DJJ setiap 5 menit h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan unutuk meneran. i) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi. j) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera

  14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

  15) Meletakan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.

  16) Membuka partus set. 17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan 18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perenium dengan sarung tangan yang di lapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dab tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan- lahan atau bernafas cepat saat kepala lahir

  19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau kassa yang bersih.

  20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi:

  a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

  b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya 21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan Lahir bahu.

  22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat berkontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya kearah bawah dan kea rah luar hingga bahu anterior muncul di bawah akus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

  23) Setelah kedua bahu di lahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah kea rah perenium, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat di lahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

  24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung kea rah kaki bayi untuk menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kalahiran kaki

  25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakan bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi. 26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin/i.m.

  27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kea rah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu)

  28) Memegang tali pusat dengan sarung tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

  29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, ambil tindakan yang sesuai.

  30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.

  31) Meletakan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.

  32) Membritahu kepada ibu bahwa ia akan di suntik 33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10 unit I.M. di gluteus 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu. 34) Memindahkan klem pada tali pusat. 35) Meletakan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

  36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan kea rah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus kea rah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversion uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.

  Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan rangsangan putting susu.

  37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat kea rah bawah dan kemudian kea rah atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawan arah pada uterus. a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

  b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit: (1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit I.M. (2) Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu.

  (3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan. (4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

  (5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.

  38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.

  Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forceps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal. 39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, meletakan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras)

  40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta di dalam kantung plastic atau tempat khusus. 41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

  42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.