BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian - IMAM AJI SANTOSO BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Biasanya

  pneumotorak hanya temukan unilateral, hanya pada blast-injury yang hebat dapat ditemukan pneumotorak bilateral, (Danusantoso dalam Wijaya dan Putri, 2013). Penumotorakhanya adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price, 2006). Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga paru pleura (Muntaqqin, 2008). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pneumothorak adalah keadaan adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura.

B. Etiologi

  Pneumithorak dapat terjadi setiap kali permukaan paru-paru pecah dan memungkinkan udara keluar dari paru-paru ke rongga pleura. Hal ini dapat terjadi ketika luka beberapa tusukan dinding dada yang memungkinkan udara luar masuk ke ruang pleura. Pneumothorak spontan dapat terjadi tanpa trauma dada, dan biasanya disebabkan oleh kista kecil pada permukaan paru-paru. Kista tersebut dapat terjadi tanpa penyakit paru-paru yang berhubungan, atau mereka dapat berkembang karena gangguan paru-paru yang mendasari, emfisema yang paling umum, (Tschopp dalam .2014)

C. Anatomi fisiologi

1. Anatomi Paru-paru

  

Gambar 2.1

  Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.

  Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif.

  Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya, (syaifudin. 2011).

  2. Pleura Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru.

  

Gambar 2.2

  Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi, (syaifudin. 2011).

  3. Mediastinum Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura, (syaifudin. 2011).

4. Bronkus dan Bronkiolus

  Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf, (Syaifudin. 2011).

  Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring, (Syaifudin. 2011).

  Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

  Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.

  Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli, (Syaifudin. 2011).

5. Alveoli.

  Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting, (Syaifudin. 2011).

  Gambar 2.3 Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir, (Syaifudin. 2011)

D. Patofisiologi

  Pleura secara anatomis merupakan satu lapis mesoteral, ditunjung oleh jaringan ikat,pembuluh-pembuluh dara kapiler dan pembuluh getah bening, rongga pleura dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis yang melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago, diapragma dan menyusup kedalam pleura dan tidak sinsitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20ml) dan berfungsi sebagai pelumas diantara kedua lapisan pleura, (Prince. 2006).

  Patogenesis pneumotorak spontan sampai sekarang belum jelas.

1. Pneumotorak Spontan Primer

  Pneumotorak spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara petologis membuktikan bahwa pasien pneumotorak spontan yang parunya dipesersi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk blab dan bulla. (Prince. 2006).

  Bulla merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pelura fibrotik yang menebal sebagian oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaraingan paru emfisematus. Blab terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui suatu jaringan intertisial kedalam lapisan tipis pleura viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme pembentukan bulla/blab belum jelas , banyak pendapat mengatakan terjadainya kerusakan bagian apeks paru akibat tekanan pleura lebih negatif. Pada pneumotorak spontan terjadi apabila dilihat secara patologis dan radiologis terdapat bulla di apeks paru. Observasi klinik yangdilakukan pada pasien pneumotorak spontan primer ternyata mendapatkan pneumotorak lebih banyak dijumpai pada pasien pria berbadan kkurus dan tinggi. Kelainan intrinsik jaringan konetif mempunyai kecenderungan terbentuknya blab atau bulla yang meningkat, (Prince. 2006).

  Blab atau bulla yang pecah masih belum jelas hubungan dengan aktivitas yang berlebihan,karena pada orang-orang yang tanpa aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi pneumotorak. Pecahnya alveoli juga dikatakan berhubungan dengan obstruksi check-valve pada saluran napas dapat diakibatkan oleh beberapa sebab antara lain : infeksi atau infeksi tidak nyata yang menimbulkan suatu penumpukan mukus dalam bronkial, (Prince. 2006).

2. Pneumotorak Spontan Sekunder

  Disebutkann bahwa terjadinya pneumotorak ini adalah akibat pecahnya blab viseralis atau bulla pneumotorak dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang medasarinya. Patogenesis penumotorak ini umumnya terjadi akibat komplikasi asma, fibrosis kistik, TB paru, penyakit-penyakit paru infiltra lainnya misalnya pneumotoral supuratif, penumonia carinci. Pneumotorak spontan sekunder lebih serius keadaanya karena adanya penyakit yang mendasarinya (Corwin, E. 2006).

E. Manifestasi klinik

  1. Gejala klinis pneumotoraks spontan bergantung pada ada tidaknya tension pneumotoraks serta berat ringan pneumotoraks. Pasien secara spontan mengeluh nyeri dan sesak napas yang muncul secara tiba-tiba. Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:

  a. Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien

  b. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien

  c. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien ( Barmawi dan Budiono. 2006.)

2. Menurut Sudoyo (2006), Tanda dan gejala pneumothorak berupa :

a. Sesak napas

  b. Dada terasa sempit

  c. Gelisah

  d. Keringat dingin

  e. Sianosis

  f. Tampak sisi yang terserang menonjol dan tertinggal dalam pernapasan

  g. Perkusi hipersonor

  h. Pergeseran mediastinum ke sisi sehat

i. Pola napas melemah pada bagian yang terkena

  j. Suara amforik k. Saat diperkusi terdengar hiperosa l. Nyeri pleura m. Hipotensi n. Pemeriksaan radiologi

  2, 2, 2,

  o. AGD : ↓ CO ↓ PO ↑ PCO ↑ pH F.

   Pemeriksaan penunjang

  Menurut Sudoyo (2006), untuk menentukan diagnosa pada pneumothorak dapat dilakukan cara sebagai berikut: : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang

  1. GDA dipengaruhi , gangguan mekanisme pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. P

  4 CO 2 mungkin

  normal atau menurun, saturasi O

  2 biasanya menurun

  2. Sinar X dada : Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada era pleura, dapat menunjukkan penyimpanan struktur mediatinal jantung

  3. Torasentesis : menyatakan darah atau cairan sero anguinora (hemotorak)

  : Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

  4. HB (Doenges. 2005) G.

   Penatalaksanaan Umum

  Penatalaksanaan pneumototrak bergantung pada jenis pneumotorak yang dialaminya, derajat kolaps,berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi : 1.

   Tindakan dekompresi

  a. Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara ; Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :

1) Penggunaan pipa wter Sealed drainage (WSD)

  Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4 pada garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainyya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

  2) Pengisapan kontinu (continous suction) Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cmH

  2 O. Tujuannya

  adalah agar paru cepat mengaembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura visceral danpleura parietalis 3) Pencabutan drain

  Apabila paru telah mengambang maksimal dan tekanan negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.

2. Tindakan bedah

  Pembedahan dinding thoraks dengn cara operasi, maka dapat dicari lubang yang kmenyebabkan terjadinya pneumotorak, lalu lubang tersebut di jahi. Pada pembedahan,jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.

  Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali 3.

   Penatalaksaan tambahan

  Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya, yaitu :

a. Terhadap proses tuberculosis paru diberi OAT

  b. Untuk pencegahan obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi obat laktasif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras

  c. Istirahat total, klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang) batuk, bersin terlalu keras, dan mengejan, (Sudoyo. 2006)

H. Pathways

  Merangsang reseptor nyeri pada pleura viselaris dan parietalis Merangsang reseptor nyeri pada periver kulit Diskontinuitas jaringan Pemasangan WSD

  Kerusakan Integritas Kulit Risiko Infeksi Pemasangan WSD

  Nyeri Akut Penurunan Ekspansi paru

  Trauma Tajam / tumpul pecahnya blab viselaris

  Pneumothorak Robekan pleura Akumulasi Udara dalam kavum pleura

  Ketidak Efektifan Pola Nafas Komplikasi PPOK

  Gambar 2.4

I. Diagnosa keperawatan dan intervensi No.

  Dx keperawatan NOC NIC

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil:

  1. Ketidak efektifan pola nafas b.d. Ekspansi paru, akumulasi udara dalam pleura.

  • Identifikasi faktor penyebab kolaps: trauma, infeksi komplikasi mekanik pernapasan.
  • Observasi TTV
  • Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, dan vokal fermitus laporkan setiap perubahan yang terjadi
  • Auskultasi bunyi napas
  • Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk bantu pasien untuk kontrol diri drngan menggunakan pernapasan lebih lambat atau dalam
  • Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Baik ke sisi yang sakit untuk kontrol pasien untuk sebanyak mungkin
  • Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan selang WSD
  • Catat karakter/ jumlah drainase selang dada.

  3. Nafas ringan, tidak nyeri saat melakukan

  1. Keluhan sesak napas berkurang,

  4. pernapasan, bebas dari tanda sianosis

  2. Nyeri akut b.d agen injury fisik (luka insisi post pemasanga n WSD)

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang dengan kriteria hasil:

  2. Menunjukkan jalan nafas yang paten

  • Kaji nyeri secara komprehensif.
  • Monitor vital sign

  1. Mampu mengontrol nyeri

  • Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan

  2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

  3. Mampu mngenali nyeri

  • Kurangi factor presipitasi nyeri.

  4. Mengatakan rasa nyaman setelah

  • Ajarkan tentnag teknik non
nyeri berkurang farmakologi untuk mengurangi nyeri (relaksasi nafas dalam) Kolaborasi medis dalam

  • pemberian analgetik ( injeksi ketorolac 30mg)

  3. Resiko Setelah dilakukan tindakan Kaji tanda dan gejala infeksi

  • infeksi b.d. keperawatan diharapkan sistemik dan local. diskontinuit tidak ada tanda- tanda Monitor tanda– tanda vital
  • as jaringan. infeksi dengan kriteria Bersihkan lingkungan pasien
  • hasil: Cuci tangan setiap sebelum
  • dan sesudah tindakan

1. Pasien bebas dari tanda dan gejala keperawatan.

  infeksi Anjurkan untuk masukan

  • 2. Menunjukan nutrisi yang cukup kemampuan untuk Anjurkan pasien untuk
  • mencegah istirahat yang cukup. timbulnya infeksi. Kolaborasi medis dalam
  • pembarian antibiotik ( injeksi ceftriaxon 1 gr)