BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi - SUPRIATIN BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian Halusinasi Halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya persepi sensori seseorang, tetapi tidak terdapat stimulus dari luar (Varcarolis, 2006, dalam Yosep, 2011). Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

  kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Kusumawati & Hartono, 2011).

  Halusinasi menurut Maramis (2009) adalah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seseorang pasien yang terjadi dalam sadar dan tidak sadar atau bangun, dasarnya bisa organik, fungsional, psikotik, ataupun histerik. Selain itu ada yang mengungkapkan bahwa halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori: merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja, 2011).

  Dari berbagai pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa gangguan sensori persepsi halusinasi merupakan suatu keadaan dimana seorang individu merasakan sebuah rangsangan yang tidak ada stimulus dari luar, sehingga rangsangannya bersifat palsu.

B. Etiologi

  Halusinasi yang terjadi pada seseorang dapat disebabkan dari berbagai faktor, menurut Yosep (2011) diantaranya adalah: Faktor Predisposisi a.

  Faktor Perkembangan Faktor perkembangan yang menyebabkan halusinasi pada pasien, misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga yang menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stres.

  b.

  Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungan sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya c.

  Faktor Biokimia Faktor biokimia ini mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa.

  Adanya stres yang berlebihan yang dialami seseorang, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinorgenik neurokimia seperti buffofenon dan

  dimetrytranferase . Akibat stres berkepanjangan mengakibatkan

  teraktivasinya neurotransmiter otak misalnya, terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin. d.

  Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab, mudah terjerumus pada ketidakmampuan dalam mengambil keputusan nyata menuju alam khayal.

  e.

  Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia, hasil studi menunjukan bahwa keluarga mempunyai hubungan yang sangat berperan dalam penyakit ini 2. Faktor Presipitasi menurut Stuart (2006) antara lain: a.

  Biologis Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif meliputi: gangguan dalam berkomunikasi dan putaran umpan balik otak, yang mengatur proses informasi, serta abnormalitas pada sistem saraf yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.

  b.

  Lingkungan yang dapat menentukan terjadinya gangguan perilaku c. Pemicu gejala

  Pemicu merupakan prekusor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu. d.

  Penilaian stresor Penilaian individu terhadap stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala. Model diatesis hubungan antara beratnya stres yang dialami individu.

  e.

  Sumber koping Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Sumber koping ini bisa berasal dari orang tua yang secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengalaman. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

  f.

  Mekanisme koping Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif meliputi: regresi atau upaya untuk mengatasi ansietas yang menyisakan sedikit energi untuk aktifitas, proyeksi atau upaya untuk menjelaskan keracuan persepsi, serta menarik diri.

C. Tanda dan Gejala

  Jenis dan tanda halusinasi menurut Direja (2011) adalah: 1.

  Halusinasi pendengaran mengarahkan telinga kearah tertentu, menutup telinga.

  Data objektif: Mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

  2. Halusinasi penglihatan Data objektif: Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

  Data subjektif: Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu atau monster.

  3. Halusinasi penghidu Data objektif: Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung.

  Data subjektif: Membau-bauan seperti bau darah, urin, atau feses.

  4. Halusinasi pengecapan Data subjektif: Sering meludah atau muntah.

  Data objektif: Merasakan rasa seperti darah atau feses.

  5. Halusinasi perabaan Data subjektif: Menggaruk garuk permukaan kulit.

  Data objektif: Menyatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa tersengat listrik.

   Jenis halusinasi

  Jenis halusinasi menurut Stuart (2006) antara lain: 1.

  Halusinasi dengar Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai pasien, untuk menyelesaikan percakapan antar dua orang atau lebih tentang pasien yang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang hal yang berbahaya.

  2. Halusinasi penglihatan/visual Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometris, gambar kartun, dan gambar atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan (seperti melihat monster).

  3. Halusinasi penghidu/olfaktorius Bau busuk, amis, dan bau yang menjijihkan seperti darah, urine, atau feses. Kadang-kadang terhidu bau harum.

  4. Halusinasi perabaan/gustatorus Merasakan sesuatu yang busuk dan menjijihkan seperti darah atau feses

5. Peraba/taktil Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang terlihat.

  Merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. Senestetik Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri.

7. Kinestetik Sensasi gerakan ketikan berdiri tanpa gerakan.

E. Tahap halusinasi

  Tahap halusinasi berkembang melalui empat tahap menurut Kusumawati dan Hartono (2011) yaitu: 1.

  Tahap I: Menyenangkan Secara umum halusiasi bersifat menyenangkan, pada tahap ini disebut dengan tahap comforting dan termasuk ansietas tingkat sedang. Karakteristik seseorang yang mengalami halusinasi tahap pertama yaitu orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietanya bisa diatasi.

  Tahap ini termasuk nonpsikotik. Perilaku pasien yang teramati yaitu tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

  2. Tahap II Pada tahap ini disebut tahap comdemming. Karakteristik: pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain. Pasien mulai merasakan ada bisikan yang tidak jelas, pasien tidak ingin orang tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya. Tahap ini termasuk nonpsikotik. Pasien menunjukan perilaku dengan meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Pasien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

  3. Tahap III Tahap ketiga disebut tahap controlling, yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Tahap ini merupakan gangguan psikotik. Tanda dari Tahap ketiga yaitu bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol pasien, pasien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Pasien menunjukan perilaku seperti kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

  4. Tahap IV dengan delusi, tahap ini disebut juga dengan tahap conquering dan termasuk ansietas tingkat berat. Tahap Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa langsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik. Tahap ini termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik yang ditunjukan pasien adalah halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi pasien, pasien menjadi takut, tidak berdaya dan hilang kontrol serta tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkungan. Pasien menunjukan perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, menarik diri, tidak mau merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. F.

  Psikophatologi Faktor predisposisi

  Bio Psiko sosiokultural Streor presipitasi

  Sifat asal penilaian terhadap stresor waktu jumlah Kognitif afektif Fisiologis perilaku sosial

  Sumber koping Kemampua personal dukungan sosial aset materi keyakinan positif

  Mekanisme koping Konstruktif Desduktrif

  Rentang respon koping Respon adaptif Respon maladaptif G.

   Rentang respon neurologis

  Respon adaptif Respon maladaptif 1.

  1.

  Gangguan terganggu

  1. Proses pikir Pikiran logis

  2. proses pikir

  Persepsi tepat 2.

  Illusi 3.

  2. Emosi Halusinasi 3.

  Perilaku yang kosisten

  3. Kerusakan tidak biasa

  4. proses pikir

  Interaksi 4.

  Menarik diri sosial

  4. Isolasi sosial delusi harmonis

Gambar 2.1 Patopsikologis Gangguan sensori persepsi: halusinasi

  (Stuart, 2006) H.

  Pohon Masalah Risiko perilaku kekerasan akibat

  Gangguan sensori persepsi: halusinasi core problem Ganggua konsep diri: harga diri

  Gambar 2. 2 Pohon masalah (Keliat, dkk, 2005) I.

  Masalah Keperawatan yang mungkin muncul 1.

  Gangguan Sensori: Persepsi Halusinasi 2. Risiko Perilaku Kekerasan 3. Isolasi Sosial 4. Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah J.

  Intervensi Keperawatan 1.

  Diagnosa pertama: Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Penglihatan TUK 1: pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat kriteria evaluasi:

  1.1 Pasien menjawab salam

  1.2 Pasien mau berjabat tangan

  1.3 Pasien mau menyebut nama pasien

  1.4 Pasien ada kontak mata

  1.5 Pasien mau mengetahui nama perawat Intervensi:

  1.1.1 Beri salam terapeutik

  1.3.1 Tanyakan nama panjang dan nama pangggil

  1.4.1 Jelaskan tujuan pertemuan

  1.5.1 Jelaskan kontrak topik yang akan dibicarakan

  1.6.1 Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati TUK 2: Pasien mampu mengenal halusinasi Kriteria evaluasi:

  2.1 Pasien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi, pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi Intervensi :

  2.1.1 Bantu pasien mengenal halusinasi yaitu isi, waktu, frekuensi, situasi, pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi

  2.2.1 Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan keluhan TUK 3: Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik Kriteria evaluasi:

  3.1 Pasien dapat mengulang kembali tentang cara mengontrol halusinasi

  Intervensi:

  3.1.1 Tanyakan cara yang biasa digunakan pasien saat terjadi halusinasi menghardik

  3.3.1 Jelaskan cara menghardik halusinasi

  3.4.1 Contohkan cara menghardik

  3.5.1 Anjurkan pasien untuk mengulang kembali

  3.6.1 Masukkan dalam jadual kegiatan harian

  3.7.1 Beri pujian atas keberhasilan TUK 4: Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua: bercakap-cakap dengan orang lain Kriteria evaluasi:

  4.1 Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol halusinasi yang telah dilakukan

  4.2 Pasien mengetahui cara mengontrol halusinasi dengan bercakap- cakap dengan orang lain

  4.3 Pasien dapat melakukan cara mengontrol halusinasi dengan berbincang-bincang dengan orang lain.

  Intervensi:

  4.1.1 Beri kesempatan kepada pasien untuk mengulangi cara yang telah diajarkan

  4.2.1 Beri pujian atas keberhasilan

  4.3.1 Ajarkan pasien tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain

  4.4.1 Anjurkan pasien untuk mengulang kembali

  4.6.1 Masukan latihan kedalam jadual aktifitas Terjadual TUK 5: Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga: melaksanakan aktivitas terjadual Kriteria evaluasi:

  5.1 Pasien dapat menyebutkan cara yang telah dilakukan sebelumnya

  5.2 Pasien dapat melaksanakan aktivitas terjadual Intervensi:

  5.1.1 Minta pasien mengulang cara yang telah dilakukan

  5.2.1 Beri pujian atas keberhasilan

  5.3.1 Ajarkan pasien cara mengpntrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan aktivitas

  5.4.1 Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi

  5.5.1 Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien

  5.6.1 Ajarkan pasien melakukan aktivitas

  5.7.1 Susun jadual aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih

  5.8.1 Beri pujian atas keberhasilan

  TUK 6: Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara keempat: menggunakan obat secara teratur Kriteria evaluasi:

  6.2. Pasien dapat menyebutkan manfaat dari program pengobatan Intervensi:

  6.1.1 Tanyakan program pengobatan yang diberikan kepada pasien

  6.2.1 Jelaskan pentingnya pengobatan obat pada gangguan jiwa

  6.3.1 Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program

  6.4.1 Jelaskan akibat bila putus obat

  6.5.1 Jelaskan cara menggunakan obat dengan benar

  6.6.1 Masukkan dalam jadual kegiatan harian pasien

  6.7.1 Beri pujian atas keberhasilan 2. Diagnosa keperawatan 2: Risiko Perilaku Kekerasan

  TUM: Pasien tidak melakukan perilaku kekerasan TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria evaluasi:

  1.1 Pasien mau menjawab salam

  1.2 Pasien mau berjabat tangan

  1.3 Pasien mau menyebut nama

  1.4 Pasien mau tersenyum

  1.5 Pasien mau kontak mata

  1.6 Pasien mau mengetahui nama perawat

  Intervensi:

  1.1.1 Beri salam terapeutik

  1.2.1 Sebut nama perawat sambil berjabat tangan Tanyakan nama pasien dan nama panggilan kesukaan pasien

  1.4.1 Jelaskan tujuan interaksi

  1.5.1 Jelaskan kontrak yang akan dibuat

  1.6.1 Beri rasa aman dan sikap empati

  1.7.1 Lakukan kontak singkat tapi sering TUK 2: Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria evaluasi:

  2.1 Pasien mengungkapkan perasaanya

  2.2 Pasien mampu mengungkapkan penyebab perasaan kesal Intervensi:

2.1.1 Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya

  2.2.1 Bantu pasien untuk menceritakan penyabab rasa kesal dan jengkelnya TUK 3: Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala perilaku kekerasan Kriteria evaluasi:

  3.1 Pasien dapat mengungkapkan perasaan kesal/jengkel

  3.2 Pasien dapat menyimpulkan tanda dan gejala kesal yang dialami Intervensi:

  3.1.1 Anjurkan pasien mengungkapkan apa yang dialami dan yang dirasakan saat marah Observasi tanda-tanda dan gejala perilaku kekerasan pada pasien

3.3.1 Simpulkan bersama pasien tanda-tanda dan gejala kesal/jengkel

  TUK 4 : Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Kriteria evaluasi:

  4.1 Pasien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

  4.2 Pasien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

  4.3 Pasien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian dari cara yang dilakukan Intervensi:

  4.1.1 Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pasien

  4.2.1 Bantu pasien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

  4.3.1 Diskusikan keuntungan dan kerugian dari cara yang biasa dilakukan pasien TUK 5 : Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

  Kriteria evaluasi:

5.1 Pasien dapat menjelaskan cara yang digunakan pasien

  Intervensi: Diskusikan akibat dari cara yang dilakukan

  5.1.2 Simpulkan bersama pasien akibat dari cara yang dilakukan

  5.1.3 Tanyakan pada pasien untuk latihan cara baru yang efektif TUK 6: Pasien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria evaluasi:

  6.1 Pasien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik dengan tarik nafas dalam, atau pukul bantal/kasur

  6.2 Pasien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan

  6.3 Pasien mempunyai jadual untuk latihan cara fisik yang telah dipelajari

  6.4 Pasien mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan cara fisik sesuai jadual yang disusun Intervensi:

  6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan pasien

  6.2.1 Beri pujian terhadap kegiatan fisik yang biasa dilakukan

  6.3.1 Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan pasien yaitu tarik nafas dalam dan pukul bantal

  6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan pasien

  6.2.2 Beri contoh tentang cara tarik nafas dalam

  6.2.3 Minta pasien untuk mengulangi cara yang telah dilatih

  6.2.4 Beri pujian atas kemampuan pasien Tanyakan perasaan pasien setelah latihan tarik nafas dalam

  6.2.6 Anjurkan pasien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat kesal/jengkel

  6.3.1 Diskusikan dengan pasien mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan

  6.3.2 Susun jadual kegiatan untuk latihan kegiatan yang telah dipelajari

  6.4.1 Pasien mengevaluasi pelaksanaan latihan secara fisik tarik nafas dalam

  6.4.2 Berikan pujian atas keberhasilan pasien TUK 7: Pasien dapat mendemonstrasikan cara sosial/verbal untuk mengendalikan perilaku kekerasan Kriteria evaluasi:

  7.1 Pasien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan dengan meminta dengan baik, menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.

  7.2 Pasien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik

  7.3 Pasien mempunyai jadual untuk melatih cara bicara yang baik

  7.4 Pasien melakukan evaluasi kemampuan cara bicara yang dilakukan sesuai jadual Intervensi:

  7.1.1 Diskusikan cara bicara yang baik dengan pasien

  7.1.2 Beri contoh cara bicara yang baik dengan meminta dengan baik,

  7.2.1 Minta pasien mengikuti contoh bicara yang baik

  7.2.2 Minta pasien untuk mengulangi cara bicara yang baik

  7.3.1 Diskusikan dengan pasien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih di ruangan

  7.3.2 Susun jadual untuk melatih cara yang telah dipelajari

  7.4.1 Pasien mngevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadual kegiatan

  7.4.2 Berikan pujian atas keberhasilan pasien

  7.4.3 Tanyakan perasaan pasien setelah latihan cara bicara yang baik TUK 8: Pasien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria evaluasi:

  8.1.Pasien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan

  8.2.Pasien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih Intervensi:

  8.1.1 Diskusikan dengan pasien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien

  8.2.1 Bantu pasien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan pasien di ruangan

  8.2.2 Bantu pasien memilih kegiatan ibadah yang bisa dilakukan

  8.2.3 Minta pasien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih

  8.2.4 Beri pujian atas keberhasilan Diskusikan dengan pasien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah

  8.3.2 Susun jadual untuk melatih kegiatan ibadah

  8.4.1 Pasien mampu mengevaluasikan kegiatan ibadah yang dilakukan

  8.4.2 Berikan pujian atas keberhasilan pasien

  8.4.3 Tanyakan perasaan pasien setelah latihan kegiatan ibadah TUK 9: Pasien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria evaluasi:

  9.1 Pasien dapat menyebutkan jenis obat, dosis, waktu minum obat serta manfaat obat

  9.2 Pasien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadual yang ditentukan

9.3 Pasien mengevaluasikan kepatuhan minum obat

  Intervensi:

  9.1.1 Diskusikan dengan pasien tentang jenis obat yang diminum

  9.1.2 Diskusikan dengan pasien tentang manfaat minum obat secara teratur

  9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat

  9.2.2 Susun jadual minum obat bersama pasien

  9.3.1 Pasien mengevaluasikan minum obat dengan mengisi jadual kegiatan harian Beri pujian atas keberhasilan

  9.3.3 Tanyakan perasaan pasien setelah latihan kepatuhan minum obat 3.

  Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial TUM: pasien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi TUK: Pasien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria hasil:

  1.1 Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

  Intervensi:

  1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik

  1.2.1 Beri salam

  1.3.1 Perkenalkan diri dengan sopan

  1.4.1 Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai pasien

  1.5.1 Jelaskan tujuan pertemuan

  1.6.1 Tunjukan sikap empati TUK 2: Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

  2.2 Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri, orang lain atau lingkungan Intervensi:

  Kaji pengetahuan pasien tentang perilaku menarik diri dan tandanya

  2.2.1 Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan yang menyebabkan pasien tidak mau bergaul

  2.3.1 Berikan pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaanya TUK 3: Pasien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.

  Kriteria evaluasi:

  3.1 Pasien dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain

  3.2 Pasien dapat menyebutkan kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain Intervensi:

3.1.1 Kaji pengetahuan pasien tentang keuntungan memiliki teman

  3.1.2 Beri kesempatan kepada pasien untuk berinteraksi dengan orang lain

  3.1.3 Diskusikan bersama pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

  3.1.4 Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

3.2.1 Kaji pengetahuan pasien tentang kerugian bila tidak berinteraksi

  3.2.2 Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

  3.2.3 Diskusikan dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

  3.2.4 Beri pujian terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain TUK 4: Pasien dapat melaksanakan interaksi sosial secara bertahap Kriteria evaluasi:

  4.1 Pasien dapat mendemonstrasikan interaksi sosial secara bertahap antara: Pasien-perawat, Pasien-perawat-perawat, Pasien-keluarga/masyarakat

  Intervensi:

  4.1.1 Kaji kemampuan pasien membina hubungan saling percaya dengan orang lain

  4.1.2 Bermain peran tetang cara berhubungan/berinteraksi dengan orang lain

  4.1.3 Dorong dan bantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain melalui tahap:pasien-perawat, pasien-perawat-perawat, pasien- perawat-perawat-pasien lain, pasien-keluarga/masyarakat

  4.1.4 Beri pujian terhadap keberhasilan yang telah tercapai

  4.1.5 Bantu pasien untuk mengevaluasi keuntungan menjalin hubungan sosial Diskusikan jadual harian yang dapat dilakukan besama pasien dalam mengisi waktu yaitu berinteraksi dengan orang lain

  4.1.7 Motivasi pasien untuk mengikuti kegiatan ruangan

  4.1.8 Beri pujian atas kegiatan pasien dalam kegiatan ruangan TUK 5: Pasien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain Kriteria evaluasi:

  5.2 Pasien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain Intervensi:

  5.1.1 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya bila berinteraksi dengan orang lain

  5.1.2 Diskusikan dengan pasien tentang perasaan setelah mengetahui keuntungan beinteraksi dengan orang lain

  5.1.3 Beri pujian atas kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan beriteraksi dengan orang lain

4. Diagnosa keperawatan 3 : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri

  Rendah TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya

  Intervensi :

  1.1 Beri salam terapeutik

  1.2 Perkenalkan diri dengan sopan Tanyakan nama lengkap dan panggilan kesukaan

  1.4 Jelaskan tujuan pertemuan

  1.5 Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya TUK 2 : Pasien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

  Kriteria evaluasi:

  1.1 Mengidentifikasikan kemampuan aspek positif yang dimiliki

  1.2 Memiliki kemampuan yang masih dapat digunakan

  1.3 Memilih kegiatan sesuai kemampuan

  1.4 Melakukan kegiatan yang sudah dipilih

  1.5 Merencanakan kegiatan yang sudah dilatih Intervensi:

  1.1.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien

  1.2.1 Berikan kesempatan pasien untuk menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

1.3.1 Berikan pujian yang realistis kepada pasien

  1.2.1 Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini

  1.2.2 Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguat terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien

  1.2.3 Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar

  1.3.1 Diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari

  1.4.1 Bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat pasien lakukan sendiri

  1.4.2 Berikan contoh aktivitas yang bisa dilakukan pasien sendiri

  1.4.3 Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien

  1.5.1 Bantu pasien untuk menilai kemampuan yang sudah dipilih

  1.5.2 Peragakan bentuk kegiatan yang akan dilatih bersama pasien

  1.5.3 Berikan pujian atas keberhasilan pasien

  1.5.4 Masukan dalam jadual kegiatan pasien

  1.5.5 Berikan kesempatan pasien untuk mencoba kegiatan

  1.5.6 Berikan pujian atas aktivitas yang telah dilakukan

  1.5.7 Tanyakan perasaan pasien setelah dilatih