PENGARUH PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TINGKAT USAHA TANI (JITUT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN MEUREBO KABUPATEN ACEH BARAT

  

PENGARUH PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TINGKAT

USAHA TANI (JITUT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI

PADI DI KECAMATAN MEUREBO

KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI SUWARNI

  06C10404057

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH, ACEH BARAT

2015

  PENGARUH PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TINGKAT USAHA TANI (JITUT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN MEUREBO KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI SUWARNI

  

06C10404057

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

  Pada Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT 2015

  

LEMBARAN PENGESAHAN

  Judul Skripsi : Pengaruh Pembangunan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha

  Tani (Jitut) Terhadap Pendapatan Petani Padi Di Kecamatan Meureubo Kecamatan Aceh Barat.

  Nama Mahasiswa : Suwarni NIM : 06C10404057 Program Studi : Agribisnis

  Menyetujui; Komisi Pembimbing

  Ketua Anggota

  Ir. Said Mahjali,MM Yoga Nugroho,SP,.MM

NIDN.0110116582 NIDN.0106018801

  Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Ketua Prodi Agribisnis

  Ir. Rusdi Faizin,MSi Yoga Nugroho,SP,.MM NIP.196308111992031001 NIDN.0106018801 Tanggal Kelulusan : 24 Agustus2015

  

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi dengan judul :

  

PENGARUH PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TINGKAT USAHATANI

(JITUT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN

MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT

  Yang Disusun Oleh : Nama Mahasiswa : Suwarni NIM : 06C10404057 Fakultas : Pertanian Program Studi : Agribisnis

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 24 Agustus 2015 dan dinyatakan

memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI 1.

  Ir.Said Mahjali, MM ………………………………..

  (Dosen Pembimbing Ketua) 2. ……………………………….. Yoga Nugroho,SP,.MM (Dosen Pembimbing Anggota)

  3. ………………………………..

  Khairu Nisa,SP,.MP (Dosen Penguji I)

4. Meiza Aulia,SP ………………………………..

  (Dosen Penguji II) Alue Peunyareng, 24 Agustus 2015 Ketua Prodi Agribisnis

  Yoga Nugroho,SP.,MM NIDN. 0106018801

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa salah satu kendala terpenting yang dihadapi untuk memacu pertumbuhan produksi pangan khususnya padi adalah turunnya kapasitas lahan. Turunnya kapasitas lahan merupakan akibat dari sindroma over intensifikasi pada lahan sawah dan penurunan kualitas irigasi (Simatupang, 2000).

  Lebih dari 80 persen produksi padi di Indonesia berasal dari lahan irigasi. Oleh karena itu degradasi kinerja irigasi merupakan ancaman nyata terhadap masa depan pasokan pangan nasional. Dampak kemunduran kinerja irigasi bersifat langsung dan tidak langsung. Dampak langsung adalah turunnya produktivitas, turunnya intensitas tanam, dan meningkatnya risiko usahatani. Dampak tidak langsung adalah melemahnya komitmen petani untuk mempertahankan ekosistem sawah karena buruknya kinerja irigasi mengakibatkan lahan tersebut kurang kondusif untuk usahatani padi (Sumaryanto dkk, 2003).

  Infrastruktur dan sarana merupakan salah satu faktor penting dalam proses usahatani, diantaranya infrastruktur irigasi. Infrastruktur irigasi sangat menentukan ketersediaan air yang berdampak langsung terhadap kualitas dan kuantitas tanaman khususnya tanaman padi yang diusahakan oleh sebahagian besar masyarakat Aceh Barat terutama di Kecamatan Meurebo.

  Pembangunan infra struktur dan sarana merupakan salah satu faktor

  2 irigasi sangat menentukan ketersediaan air yang berdampak langsung terhadap kualitas dan kuantitas tanaman khususnya padi. Namun demikian, infrastruktur yang telah dibangun dengan biaya tidak murah tersebut sering kali tidak dimanfaatkan secara optimal oleh para petani. Hai ini karena peran petani selama ini dalam pembangunan infrastruktur tersebut relative fasif dan akan hanya merupakan objek pembangunan.

  Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai.

  Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani (TUT). Rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menurun. Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang SDA dan Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi mengamanatkan bahwa tanggung jawab pengelolaan jaringan irigasi tersier sampai ke tingkat usahatani dan jaringan irigasi desa menjadi hak dan tanggung jawab petani pemakai air (P3A) sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota disebutkan bahwa kewenangan pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani dan jaringan irigasi desa menjadi kewenangan dan tanggung jawab instansi tingkat kabupaten/kota yang menangani urusan pertanian. Mengingat sebagian besar pemerintah kabupaten/kota dan perkumpulan petani pemakai air

  3 dalam hal ini Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) berusaha untuk membantu meningkatkan pemberdayaan petani pemakai air dalam pengelolaan jaringan irigasi melalui kegiatan pengembangan jaringan.

  Peningkatan produksi beras dilakukan melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian dalam pembangunan nasional, usaha peningkatan produksi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu menjamin ketersediaan pangan serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Perbaikan pendapatan petani diharapkan dapat meningkatkan daya beli mereka dan secara berkesinambungan akan menunjang sektor lainnya.

  Kabupaten Aceh Barat merupakan daerah potensial untuk pengembangan irigasi karena memiliki sumberdaya air yang berasal dari beberapa sungai besar dan kecil serta sumber resapan seperti Krueng Meurebo. Namun hal ini belum dimanfaatkan secara optimal, misalnya saja areal persawahan di daerah Kecamatan Meurebo yang daerahnya dilewati oleh aliran sungai ini masih didominasi oleh sawah tadah hujan. Tercatat luas sawah tadah hujan mencapai 597 hektar atau 38 persen dari total areal sawah yang ada. Salah satu upaya untuk mengatasinya, tahun 2010 pemerintah membangun beberapa jaringan irigasi tingkat usahatani. Jaringan irigasi jitut ini belum mencakup daerah yang luas, hanya sekitar 55 hektar sawah saja. Penerapan irigasi ini telah menyebabkan perubahan-perubahan pada usahatani padi sawah seperti pola tanam, produktivitas, tingkat pendapatan, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan usahatani.

  4

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pembangunan jaringan irigasi tingkat usahatani (Jitut) terhadap pendapatan petani padi di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat ?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ketersedian jaringan irigasi tingkat usaha tani (jitut) terhadap pendapatan petani padi di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.

  1.4 Kegunaan Penelitian

  Berdasarkan uraian di atas maka kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani setempat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan pengelolaan dan perawatan jaringan jitut sehingga dengan tersedia dan mudahnya ketersedian jaringan air dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan proses budidaya tanaman padi dengan intensitas minimal 2 kali dalam setahun.

2. Penulisan ini juga diharapkan dapat menjadi sarana belajar dan berbagi ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

  5

1.4 Hipotesis

  Berdasarkan latar belakang dan tujuan di atas, maka dapat diambil hipotesis diduga bahwa pembangunan jaringan irigasi tingkat petani (jitut) berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Meurebo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Dasar Pembangunan Jitut

  Tahun anggaran 2013 diambil suatu kebijakan bahwa pelaksanaan pembangunan infrastruktur sarana pertanian terutama jaringan irigasi tingkat usahatani lingkup Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat yang dibiayai dengan DPA-SKPD tahun 2013, sejauh tidak memerlukan teknologi canggih dan alat-alat berat, dilakukan dengan pola padat karya misalnya pembangunan jaringan irigasi tingkat usaha tani (jitut). Kebijakan pelaksanaan pola padat karya ini disamping merupakan wujud kepedulian dan keberpihakan sektor pertanian terhadap petani dan buruh juga merupakan upaya untuk mereposisikan petani sebagai pelaku atau subjek pembangunan. Diharapkan kebijakan ini akan menciptakan kebersamaan dan rasa tan ggung jawab secara kolektif terhadap infrastruktur sarana pertanian yang telah mereka bangun. Disamping itu, dengan pola padat karya akan membuka lapangan pekerjaan baru saat tidak ada kegiatan atau pekerjaan yang berarti dalam di lahan usaha taninya (Dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Barat, 2013).

  2.2 Irigasi

  Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi

  6 yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber kehidupan (Fuad Bustomi, 2002).

  Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman (Sudjarwadi, 2003).

2.2.1 Fungsi Irigasi

  Fungsi umum irigasi secara garis besarnya dapat di bagi atas beberapa macam :

  1. Memasok kebutuhan air tanaman 2.

  Menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan

  3. Menurunkan suhu tanah 4.

  Mengurangi kerusakan akibat frost 5. Melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah (Sudjarwadi, 2007).

2.1.2 Tujuan Irigasi

  Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan

  7 Menurut Sumaryanto 2003, Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya, terutama bagi para petani di pedesaan yang sering kekurangan air.

1. Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras 2.

  Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi 3. Meningkatkan intensitas tanam 4. Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan jaringan irigasi perdesaan.

2.2.3 Manfaat Irigasi

  Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di pedesaan. Dengan irigasi, sawah dapat digarap tiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang bermanfaat.

  Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah : 1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.

  2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.

  3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat

  • – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.

4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

  8 tanah dapat digelontor ketempat yang telah disediakan ( saluran drainase ) untuk diproses penjernihan secara teknis atau alamiah.

  6. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada tanah, sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian pada musim tersebut (Fuad Bustomi, 2004).

2.3 Usahatani

  Menurut Adiwilaga (2002), ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu.

  Menurut Mosher (2001) usahatani adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji dari sumber- sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.

  Menurut Kadarsan (2003) dalam Kamaluddin, usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.

  Menurut Soekartawi (2005) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang

  9 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumberdaya itu adalah lahan, tenaga kerja dan modal.

  2.3.1 Penerimaan

  Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jumlah tertentu yang dijual, diberikan kepada orang lain dan yang dikomsumsi yang diperoleh dari jumlah produk secara keseluruhan dikalikan dengan harga yang berlaku ditingkat petani. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antar produk dengan harga jual. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

  TR = Py. Y Dimana :

  TR = Total penerimaan Py = Harga Y = Produksi

  2.3.2 Biaya

  Konsep biaya menurut Hernanto (1999) adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik kemudian diberikan nilai Rupiah sehingga biaya-biaya tidak lain adalah korbanan Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai

  10 atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap (fixed cost ) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap dapat berupa biaya sewa lahan, pajak dan bunga pinjaman. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi jumlah produksi yag dihasilkan. Biaya variabel dapat berupa biaya yang dikeluarkan unt uk benih, pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja.

  Lebih lanjut Soekartawi (1995) mengklasifikasikan biaya produksi usahatni menjadi 2 yaitu :

  1. Biaya tetap (fixed cost)adalah biaya yang dipergunakan tidak habis dalam satu proses produksi dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, besar biaya tidak tergantung pada besar kecilnya biaya produksi yang diperoleh. Biaya tetap meliputi sewa tanah, pajak, biaya alat pertanian dan penyusutan alat pertanian.

  2. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil produksi. Biaya variabel ini meliputi: biaya bibit, biaya pupuk, biaya pengolahan tanah dan biaya tenaga kerja. Biaya usahatani dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: a.

  Biaya alat-alat luar yaitu semua pengorbanan yang diberikan dalam usahatani untuk memperoleh pendapatan kotor, kecuali bunga seluruh aktiva yang dipergunakan dan biaya untuk kegiatan pengusaha (keuntungan pengusaha) dan upah tenaga keluarga sendiri.

  11 b. Biaya mengusahakan yaitu biaya alat-alat luar ditambah dengan upah tenaga keluarga sendiri, yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga luar.

  c.

  Biaya menghasilkan yaitu biaya mengusahakan ditambah dengan bunga dari aktiva yang dipergunakan dalam usahatani.

  Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan, cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi, sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi (Wijaya, 2002).

2.3.3 Pendapatan

  Pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangga usahatani dicukupi dari pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (2003) menyatakan bahwa pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor- faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja tetapi dapat juga diperoleh dari hasil menyewakan atau menjual unsur- unsur produksi, misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi, menyewakan lahan dan lain sebagainya. Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986)mengemukakan beberapa definisi :

  1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.

  2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk

  12 tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.

  4. Penerimaan total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

  5. Pengeluaran total usahatani merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani.

  Secara harfiah pendapatan dapat didefenisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.

  Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin juga diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula.

  Untuk mengukur keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang Untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.

  Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya atau pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor- faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani. Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani mengukur

  13 usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan bersih usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.

  Dalam teori ekonomi pertanian tingkat pendapatan pertanian menjadi fokus dari setiap tujuan aktivitas usahatani, tinggi rendahnya modal usaha akan berpengaruh terhadap pruduksi yang akhirnya kembali berdampak pada pandapatan petani. Menurut Tjakrawiralaksana (2003) Pendapatan usahatani adalah sisa beda dari pada penggunaan nilai penerimaan usahatani dengan biaya- biaya yang dikeluarkan. Ada beberapa ukuran untuk menghitung pendapatan usahatani yaitu : 1.

  Pendapatan usahatani diperoleh dengan menghitung semua penerimaan dikurangi dengan semua pengeluaran

  2. Pendapatan keluarga tani diperoleh dari menambah pendapatan tenaga kerja keluarga dengan bungan modal milik sendiri dan nilai sewa.

  3. Pendapatan petani diperoleh dari menambah pendapatan tenaga kerja biaya modal sendiri.

  Soekarawi (1995) Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan.Selanjutnya dikatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani adalah keseluruhan pendapatan petani,tidak saja dari usaha bidang pertanian dari usaha non pertanian juga.secara matematis pendapatan usahatani diformulasikan sebagai berikut :

  Pd = TR

  • – TC Dimana :

  14 TC = Total biaya Menurut Sukirno (2006), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.

  Besar kecilnya pendapatan dipengaruhi oleh mata pencaharian/ pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seorang individu dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun yang diterima oleh penduduk suatu negara (Su

  ’ud, 2007) Pendapatan adalah perolehan aktiva/sumber ekonomi dari pihak lain sebagai imbalan atas penyerahan barang dagangan, jasa/aktivitas-aktivitas usaha.

  Pendapatan sebagai jumlah balas jasa berupa upah atau gaji keuntungan yang diterima berbagai faktor produksi (BPS, 2005).

  Pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari semua cabang dan sumber di dalam usaha tani selama satu tahun, yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan, pertukaran atau penaksiran kembali. Sedangkan pendapatan bersih (net returndapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya mengusahakan.

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2015 di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan lokasi dan pemilihan waktu penelitian dilakukan dengan cara sengaja, dengan pertimbangan karena pada saat tersebut petani mulai melakukan aktifitas panen pada tanaman padi.

  3.2 Populasi dan Sampel

  Populasi adalah keseluruhan orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006). Menurut Cooper (2009) populasi adalah total kumpulan elemen atau unsur yang kita harapkan membuat kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi di wilayah Kecamatan Meurebo sejumlah petani.

  Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran, 2006). Penelitian ini mengambil sampel di 3 (tiga) gampong yaitu gampong Ujung Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Rantau Panjang Timur dengan jumlah sebanyak 15 orang petani pergampong, jadi total keseluruhan 45 petani. Pemilihan ke tiga gampong tersebut berdasarkan penjelasan dari Dinas Penyuluh Pertanian setempat bahwa sebahagian besar masyarakat di ketiga lokasi tersebut berprofesi sebagai petani.

  Jumlah sampel tersebut telah memenuhi aturan umum secara statistik yaitu ≥ 45 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk

  3.3 Jenis dan Sumber Data

  Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang dipandu dengan kuisioner. Wawancara dilakukan dengan petani, Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-karya ilmiah dan data-data yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah yang memberikan informasi dan data yang relevan dengan topik yang dikaji.

  3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini penulis

  menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

  1. Penelitian Lapangan ( Field Research ) Penelitian lapangan, yaitu metode penelitian lapangan untuk mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya .

2. Penelitian Perpustakaan ( Library Research )

  Penelitian perpustakaan, yaitu mengumpulkan data dan keterangan yang dapat mempertajam orientasi dan dasar teoritis tentang masalah penelitian yang dikaji melalui buku-buku yang berhubungan dengan karya skripsi dalam penelitian ini.

3.5 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

  Data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang dianalisis yaitu pendapatan petani padi.

  Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. dengan menggunakan quisioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

  Untuk mengetahui adanya pengaruh diolah dengan melihat adanya perbeda an pendapatan petani Sebelum dan Sesudah Jitut digunakan uji t “sampel tidak berhubungan” dengan formulanya (Sudjana,1992) sebagai berikut :

  t = cari

  Dimana : X = Rata-rata pendapatan petani Sesudah jitut

  1 X 2 = Rata-rata pendapatan petani Sebelum jitut

  2 S 1 = Varians pendapatan petani Sesudah jitut

2 S = Varians pendapatan Petani Sebelum Jitut

  2

  n

  1 = Jumlah sampel petani Sesudah jitut

  n

  2 = Jumlah Sampel petani Sebelum jitut

  Sedangkan varians dihitung dengan mengunakan rumus :

  2 =

  S

  

  Dengan hipotesis yang diformulasi sebagai berikut : Ha : X

  1 > X 2 = Pendapatan usahatani padi sesudah jitut lebih besar

  dibandingkan sebelum jitut H0 : X < X = Pendapatan usahatani padi sesudah jitut sama dengan atau

  1

  2 lebih kecil dibanding dari pendapatan petani sebelum jitut.

  Dengan kaidah pengambilan keputusan melalui metode analisis sebagai berikut : Bila t cari > t tabel maka terima H a dan tolak H

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Petani Padi

  Identifikasi karakteristik produksi dan pendapatan petani padi anggota jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur yang menjadi lokasi penelitian, dianalisis berdasarkan karakteristik sosial ekonomi, karakteristik usahatani, produksi, pendapatan dan karakteristik tenaga kerja lokal. Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tingkat pendapatan, budidaya usahatani, dan tenaga kerja yang digunakan oleh petani anggota jitut di ketiga lokasi penelitian dilakukan.

  Petani responden dalam penelitian ini yaitu petani padi yang tergabung dalam Kelompok Tani Jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur. Karakteristik sosial ekonomi petani padi jitut dapat dianalisis dalam beberapa kriteria yaitu meliputi usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan petani padi dan pengalaman usahatani dari pelaku pertanian di ketiga lokasi penelitian.

4.1.1 Umur

  Aspek umur sangat mempengaruhi kegiatan petanian responden pada kondisi fisik petani. Umur petani yang masih muda akan memiliki kondisi fisik yang sangat baik untuk menjalankan setiap aktivitas usahatani, sedangkan usia petani yang semakin tua akan mengakibatkan kondisi fisik yang kurang prima dan cepat lelah, sehingga pada saat pengelolaan lahan pertanian akan kurang maksimal. Sebaran jumlah petani padi jitut berdasarkan usia petani dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Petani Jitut Berdasarkan Sebaran Umur Petani Jitut Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur tahun 2015.

  No Gampong Umur Kelompok Tani 25-35 36-45 46-55 56-65 66-75 Jumlah

  1 Ujong Tanoh Darat Makmur

  6

  14

  21

  8

  3

  52

  2 Ujong Tanjong Udeep Beusare

  3

  11

  16

  19

  13

  62 Ranto Panyang Timur

  3 Karya Bersama

  8

  14

  24

  4

  1

  51 Serikat Delapan

  6

  4

  18

  3

  31 Jumlah

  17

  55

  65

  49 20 196

  Sumber : Hasil Analisis Data (2015)

  Berdasarkan Tabel 1, tingkatan umur petani padi jitut Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur, tingkatan umur responden cukup bervariasi dengan selang umur antara 25-75 tahun. Petani yang memiliki umur paling muda adalah berumur 28 tahun dan umur paling tua adalah berumur 73 tahun. Sebaran umur petani Jitut Gampong Ujong Tanoh Darat dengan persentase terbesar berada pada range umur 46 - 55 tahun dan 36 - 45 tahun dengan nilai 10,7 % dan 7,14 %, sedangkan persentase terendah berada pada range usia 66-75 tahun dengan nilai persentase 1, 5%. Hal ini dikarenakan beberapa dari warga Gampong Ujong Tanoh Darat menjadikan sektor pertanian sebagai mata pencaharian pokok yang mana kegiatan ini merupakan kegiatan turun temurun dari orang tua responden, sehingga banyak masyarakat memilih untuk tetap melakukan kegiatan ini pada usia produktif mereka. Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur dalam penelitian ini memiliki penyebaran umur petani padi tertinggi pada range umur 25-35 tahun dengan nilai persentase sebesar 8,67%. Sedangkan sebaran umur

  Hal ini dikarenakan Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur miliki lahan pertanian yang masih luas dan beberapa masyarakat desa ini bermata pencaharian pokok sebagai petani, sehingga ketika memasuki umur dewasa beberapa masyarakat desa lebih memilih untuk menjadi seorang petani daripada harus bekerja yang lain yang tidak menentu sifat kerjanya.

4.1.2 Tingkat Pendidikan

  Tingkat pendidikan responden akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan dalam pengelolaan lahan pertanian. Responden pada lokasi-lokasi penelitian ini sebagian besar telah mengenyam pendidikan formal, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga tingkat perguruan Tinggi (PT). Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Petani Jitut Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gampong Ujong Tanoh Darat dan Ranto Panyang Timur 2015.

  Pendidikan Tidak

  No Gampong lulus SD SD SMP SMA D3 PT

  1 Ujong Tanoh Darat

  24

  10

  24

  17

  1

  2 Ujong Tanjong

  11

  12

  29

  8

  2

  3 Ranto Panyang Timur

  13

  20

  13

  12

  1 Jumlah

  47

  42

  66

  37

  3

  1 Sumber : Hasil olah Data (2015) Tabel 2 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan yang dilalui oleh petani jitut. Persentase tertinggi sebanyak 14,79% dari total tani anggota jitut

  Gampong Ujong Tanoh Darat merupakan petani dengan tingkat pendidikan akhir

  Sedangkan persentase terendah sebesar 4% dari total tani responden merupakan petani dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT). Hal yang sama terjadi pada petani jitut Gampong Ujong Tanjong, petani dengan tingkat pendidikan terakhir SMP menjadi persentase tertinggi sebesar 14,7%. Sedangkan persentase terendah yaitu petani dengan tingkat pendidikan terakhir SMA dan D3 dengan jumlah masing-masing sebesar 2%. Pola pendidikan yang dijalani oleh petani jitut relatif rendah, sehingga banyak dari masyarakat Gampong Ujong Tanoh Darat, Ranto Panyang Timur serta Ujong Tanjong hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD dan SMP saja. Hal ini mengakibatkan tingkat penyerapan teknologi dalam mengembangkan usahatani petani jitut sangat rendah.

4.1.3 Tanggungan Keluarga Petani Padi

  Masyarakat Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur pada umumnya menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian pokok atau utama untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani. Tabel 3 menyajikan sebaran petani responden berdasarkan Tanggungan keluarga Petani padi jitut Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur. Tabel 3. Rata-rata Tanggungan Keluarga Petani Jitut .

  No. Kelompok Tani Rata-rata per/kk/Jiwa

  1 Ujong Tanoh Darat

  6 Makmur

  2 Ujong Tanjong

  6 Udeep Beusare

  3 Ranto Panyang Timur

  6 Serikat Delapan Berdasarkan Tabel 3.Total rata-rata Tanggungan keluarga sebanyak 6 orang Per/KK Petani anggota jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur bermata pencaharian pokok sebagai petani dan sisanya sebesar 8,16 % memilih usahatani sebagai mata pencaharian sampingan. Tanggungan petani jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat sebanyak 23,97 % petani menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian utama mereka dan 2,5 % dari total petani responden memilih usahatani menjadi mata pencaharian sampingan. Tanggungan Petani Padi memperlihatkan sejauh mana waktu dan perhatian petani terhadap pekerjaannya. Jika petani menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian pokok, maka seluruh waktu dan perhatiannya akan tertuju pada usahatani tersebut. Begitupun sebaliknya, jika petani menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian sampingan, waktu dan perhatian petani tidak akan tercurah maksimal untuk kegiatan pertanian. Hal ini berpengaruh terhadap fokus usaha tidaknya pengawasan petani terhadap segala kegiatan pertanian, sehingga akan berimplikasi terhadap produksi padi dan pendapatan yang akan diterima oleh usaha tani jitut.

4.1.4 Pengalaman Usahatani

  Keberhasilan suatu usahatani petani responden tidak terlepas dari pengalamannya dalam mengelola lahan pertaniannya. Semakin lama seorang petani berusaha dalam bidang usahatani, maka semakin banyak pula pengalaman usahatani yang dimiliki oleh petani dalam mengelola lahan pertaniannya agar menjadi lebih baik. Tabel 4. Jumlah Petani Anggota Jitut Berdasarkan Pengalaman Usahatani Padi di Kec.Meureubo Kab.Aceh Barat 2015.

  No Gampong Pengalaman Usahatani (Tahun) 1-12 13-23 24-34 35-45 46-65

  1 Ujong Tanoh Darat

  24

  10

  24

  17

  1

  2 Ujong Tanjong

  11

  12

  29

  8

  2

  3 Ranto Panyang Timur

  13

  20

  13

  12

  1 Jumlah

  47

  42

  66

  37

  4 Sumber : Hasil olah Data (2015) Pengalaman usahatani petani jitut Gampong Ujong Tanoh Darat beragam, dengan pengalaman paling rendah yaitu 2 tahun dan pengalaman paling lama yaitu 65 tahun. Begitupun pengalaman usahatani petani Jitut Gampong Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur dengan rata-rata lamanya 23-34 tahun, pengalaman usaha tani paling rendah yaitu 2 tahun dan pengalaman paling lama itu 51 tahun. Tabel 4 menunjukkan bahwa pengalaman usahatani petani jitut Gampong Ujong Tajong sebagian besar (28%) berkisar pada 2-12 tahun, sedangkan petani dengan pengalaman usahatani 46-65 tahun merupakan range pengalaman usahatani terendah (12%). Berbeda dengan Gampong Ujong Tanoh Darat, sebahagian besar petaninya telah berpengalaman dalam usahatani selama 32-41 tahun, sedangkan petani dengan pengalaman 42-51 tahun menjadi range pengalaman usahatani terendah begitu pula dengan gampong Ranto Panyang Timur yang petaninya sudah sangat berpengalaman dalam mengelola usaha tani. Pengalaman usahatani merupakan salah satu indikator keberhasilah pengelolaan lahan pertanian, dimana dengan semakin lama pengalaman seorang petani dalam mengelola lahan pertanian, maka diharapkan prooduksi padi dari suatu lahan tersebut akan meningkat. Hal ini dikarenakan petani sangat mengerti bagaimana lahannya harus dikelola agar menjadi lebih baik

4.1.5 Teknik Budidaya Padi

  Keberadaan sistem irigasi jitut memberikan dampak positif yang secara langsung dapat dirasakan berupa perubahan masa tanam padi dalam satu tahun dan hal lain yang sangat dirasakan adalah meningkatnya produksi dan kualitas produk pertanian serta berpengaruh langsung terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani di daerah penelitian. Lokasi lahan pertanian yang teraliri saluran jitut tidak pernah Mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan air, baik ketika musim hujan ataupun musim kemarau, kebutuhan air untuk sarana pengairan lahan pertanian selalu terpenuhi.

  Ketersediaan air yang melimpah dan keberadaan kelembagaan perkumpulan petani jitut mengakibatkan pola tanam petani jitut miliki dua kali masa tanam dalam satu tahun.

  Sumber air yang digunakan untuk usahatani yaitu mulai dari pengolahan tanah seperti membajak tanah dengan Mesin hand traktor hingga beberapa hari menjelang panen cukup tersedia. Air yang digunakan pada setiap aktivitas pertanian disesuaikan dengan kebutuhan. Satu kali musim tanam tanaman padi memiliki waktu kurang lebih 100 hari mulai dari menanam benih (tandur) hingga panen. Selama penanaman benih di hingga tumbuh dewasa, padi digenangi dengan air setinggi 3-5 cm dari perrmukaan lahan. Sebelum pemupukan, lahan dikeringkan hingga 7 hari dan kembali dialiri air untuk menggenangi padi setelah dilakukan pemupukan hingga panen. Ketika panen telah dilakukan, persiapan pengolahan lahan sebelum memasuki musim tanam kedua dilakukan selama 20 hari. Persiapan pengolahan lahan ini tidak membutuhkan waktu yang banyak jika ketersediaan air selalu tersedia setiap saat.

  Hal inilah yang menyebabkan masa tanam padi petani jitut Gampong Ujong Tanoh darat, Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur memiliki dua kali masa tanam dalam satu tahun dibandingkan dengan petani-petani lain yang tidak mendapatkan air jitut yang hanya memiliki masa tanam dua kali dalam satu tahun.

  Petani non jitut disekitar ketiga gampong tersebut juga memiliki masa tanam dua kali dalam satu tahun. Sarana pengairan petani non jitut disekitar gampong tersebut hanya mengandalkan ketersediaan air pada musim penghujan. Perbedaan kebutuhan air yang digunakan untuk pengelolaan usahatani di petani jitut dan non jitut yaitu ketika pengairan untuk menggenangi tanaman di mulai dari mulai tandur hingga tanaman padi dewasa. Jika petani jitut menggenangi padi dengan ketinggian 3-5 cm dari permukaan lahan maka petani non jitut menggenangi lahan sesuai dengan ketersediaan air pada saat tersebut.

4.2 Biaya Usahatani

  Biaya produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mencakup keseluruhan modal yang dioperasikan sebagai biaya produksi selama proses produksi berlangsung baik yang dibayar tunai maupun yang tidak dibayar tunai, tetapi diperhitungkan. Biaya produksi yang digunakan dalam uasahatani petani meliputi penggunaan biaya tetap dan biaya tidak tetap.

4.1.2 Biaya Tetap

  Biaya tetap adalah yang dikeluarkan selama satu periode tertentu, jumlahnya tetap dan tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi serta besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tidak berpengaruh terhadap hasil produksi.

  Adapun penggunaan biaya tetap yang meliputi pengadaan peralatan pada proses kegiatan usahatani padi dikecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Tabel 5. berikut : Tabel 5.Perincian Penggunaan Peralatan pada Usahatani Sebelum Jitut dan Sesudah Jitut di Kec.Meureubo Kab.Aceh Barat,Tahun 2015. No. Uraian Jumlah Harga satuan Total Biaya

  (Unit) (Rp/Unit) (Rp/Ha)

  1 Cangkul 2 52.500 84.000

  2 Sabit 2 52.500 84.000

  3 Parang 2 52.500 84.000

  4 Hand Spayer 1 285.000 285.000

  5 Karung 20 2.750 54.389 Jumlah

  591.389

  Sumber : Data Diolah 2015

  Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa Penggunaan Biaya tetap sebelum Jitut dan sesudah Jitu adalah sama rata-rata sebesar Rp.591.389,- adapun peralatan tersebut adalah cangkul,arit/sabit, parang,karung dan alat semprot hama. Cangkul digunakan untuk untuk mengemburkan tanah,arit/sabit digunakan untuk menyiangi ilalang yang ada disekitar lahan sawah,alat semprot hama digunakan sebagai wadah penyemprotan pestisida untuk memberantas hama yang menganggu tanaman. Sementara itu goni digunakan sebagai media untuk mengumpulkan hasil panen. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di lokasi penelitian, diketahui bahwa peralatan yang digunakan oleh petani rata-rata merupakan milik pribadi. Walaupun demikian, dalam hal penelitian usahatani ini, biaya peralatan tersebut tetap dimasukkan dalam perhitungan.

  Metode perhitungannya adalah dengan cara menjumlahkan harga masing- masing peralatan di kalikan dengan jumlah yang dimiliki oleh masing-masing petani lalu dikurangi dengan nilai penyusutan peralatan tersebut pengurangan nilai maka nilai peralatan tersebut semakin berkurang. Untuk lebih jelasnya mengenai biaya penyusutan dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini : Tabel 6. Perincian Biaya Penyusutan pada Usahatani Padi Sebelum Jitut dan Sesudah Jitut Dikecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, 2015. No. Uraian Umur Total Biaya Penyusutan

  Ekonomis (Rp) /Produksi

  1 Cangkul 2 84.000 42.000

  2 Sabit 4 84.000 21.000

  3 Parang 4 84.000 21.000

  4 Hand Spayer 2 285.000 128.250

  5 Karung 1 54.389 48.950 Jumlah

  259.889

  Sumber : Hasil Data Diolah 2015

  Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah biaya penyusutan pada usahatani padi diperkirakan sebesar Rp. 259.889,- untuk setiap tahun.