SIKAP PETANI TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHA TANI PADI DI WILAYAH PERI URBAN KABUPATEN SLEMAN

(1)

Skripsi

Disusun oleh: Muhamad Imanuddin

20120220108

Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

SIKAP PETANI TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHA TANI PADI DI WILAYAH PERI URBAN KABUPATEN SLEMAN

(Attitude of Farmers Towards Sustainability of Rice Farming In Sub Urban Area Of Sleman Regency)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

sebagai persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh: Muhamad Imanuddin

20120220108 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

Skripsi yang berjudul:

SIKAP PETANI TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHA TANI PADI DI WILAYAH PERI URBAN KABUPATEN SLEMAN

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Muhamad Imanuddin

201202201018

Dipertahankan didepan Dewan penguji Pada tanggal 27 Mei 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh

derajat Sarjana Pertanian

Yogyakarta, 27 Mei 2016 Pembimbing Utama

Triyono, SP. MP

NIK: 19720505199904133049

Penguji

Retno Wulandari, M.Sc NIK: 19770307200104133055

Pembimbing Pendamping

Dr. Aris Slamet Widodo, SP. M.Sc NIK: 19770125200104133056

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,

Ir. Sarjiyah, MS NIK: 196109181991032001


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Penelitian ini dilakukan di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada tahun 2015. Penelitian ini

bagian dari penelitian payung dengan judul “Efisiensi dan Keberlanjutan

Usahatani Padi di Daerah Istimewa Yogyakarta” yang diteliti oleh Bapak Triyono, SP., MP.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Triyono, SP.,MP yang telah memberikan bantuan data, biaya, waktu, dukungan moral dan selaku dosen pembimbing utama, kepada Bapak Dr. Aris Slamet Widodo, SP.,M.Sc yang telah meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan beliau dan selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian ini dan kepada Ibu Retno Wulandari, M.Sc selaku dewan penguji penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu, juga kepada kakak-kakak tercinta, kepada rekan-rekan Tim Payung terima kasih atas kerjasamanya, kepada civitas akademika Fakultas Pertanian UMY dan secara khusus kepada mereka yang telah saya repotkan dalam penyelesaian

penelitian ini. Barokallahu fiikum, wa ma’annajah.

Yogyakarta, Mei 2016


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Usahatani ... 7

2. Wilayah Peri Urban ... 8

3. Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ... 10

4. Sikap ... 11

5. Keberlanjutan Usahatani ... 14

B. Kerangka Pemikiran ... 16

C. Hipotesis ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Penentuan lokasi dan sampel ... 21

B. Teknik Pengumpulan Data ... 22

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 23

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 23

E. Metode Analisis Data ... 27

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 32

A. Kondisi Fisik Wilayah ... 32

1. Kecamatan Gamping ... 34

2. Kecamatan Godean ... 35


(6)

B. Pendidikan ... 36

C. Keadaan penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Sleman ... 37

D. Keadaan Pertanian Kabupaten Sleman ... 38

1. Tanaman pangan ... 38

2. Buah-buahan ... 39

3. Peternakan ... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Profil Petani Responden ... 41

1. Usia petani ... 41

2. Tingkat Pendidikan ... 42

3. Jumlah Anggota Keluarga ... 44

4. Pengalaman Bertani ... 45

5. Luas lahan ... 46

6. Pendapatan keluarga petani ... 48

B. Pengetahuan Petani Terhadap Peraturan Pemerintah Dalam Melindungi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ... 50

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Petani terhadap Keberlanjutan Usahatani Padi di Wilayah Peri Urban Kabupaten Sleman ... 55

1. Uji kelayakan model regresi logistik (Goodness of Fit) ... 58

2. Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit Test) ... 59

3. Uji koefisien determinasi (R2) ... 62

4. Uji parsial parameter (Wald test) ... 62

5. Peluang keinginan petani untuk melanjutkan usahatani padi (willingness to leave) di wilayah peri urban Kabupaten Sleman ... 73

VI. PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Luas Sawah/Wetland di DI Yogyakarta tahun 2009-2013... 3

Tabel 2. Deskripsi Variabel Bebas ... 28 Tabel 3. Luas daerah menurut ketinggian dari permukaan laut di Kabupaten

Sleman (Km2) tahun 2014 ... 33 Tabel 4. Ketersediaan sekolah di Kabupaten Sleman tahun 2013/2014. ... 37 Tabel 5. Luas penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman tahun 2010-2013

(Ha) ... 38 Tabel 6. Tingkat usia petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun

2014... 41 Tabel 7. Tingkat pendidikan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman

tahun 2014 ... 43 Tabel 8. Jumlah anggota keluarga petani padi di wilayah peri urban Kabupaten

Sleman tahun 2014 ... 44 Tabel 9. Pengalaman bertani petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman

tahun 2014 ... 45 Tabel 10. Luas lahan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun

2014... 47 Tabel 11. Pendapatan usahatani padi petani di wilayah peri urban Kabupaten

Sleman musim hujan dan musim kemarau tahun 2013-2014 ... 48 Tabel 12. Pendapatan luar usahatani padi petani di wilayah peri urban Kabupaten

Sleman pada tahun 2014 ... 50 Tabel 13. Pengetahuan petani terhadap peraturan pemeritah tentang perlindungan

lahan pertanian pangan berkelanjutan di wilayah peri urban tahun 2014 ... 51 Tabel 14. Statistik deskriptif variabel bebas yang mempengaruhi keberlanjutan


(8)

Tabel 15. Uji kelayakan model regresi logistik menggunakan Hosmer dan

Lameshow test ... 58 Tabel 16. Ketepatan model regresi logistik pada tabel klasifikasi setelah variabel

bebas di masukkan kedalam model... 59 Tabel 17. Hasil uji parameter serempak (maximum likelihood) ... 61 Tabel 18. Hasil pengujian koefisien determinasi regresi logistik ... 62 Tabel 19. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang

mempengaruhi keberlanjutan usahatani padi ... 63

Tabel 20. Sebaran peluang keinginan petani untuk melanjutkan (Willingness to leave)

usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014 ... 74 Tabel 21. Harapan petani terhadap anaknya dalam kegiatan usahatani padi ... 75


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 19


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi Logistik faktor-faktor yang mempengaruhi

sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman menggunakan SPSS ... 83 Lampiran 2. Tabel Chi-Square ... 86 Lampiran 3. Tabulasi data sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di

wilayah peri urban Kabupaten Sleman ... 87 Lampiran 4. Kuisioner penelitian/Data yang digunakan untuk penelitian berjudul

Sikap Petani Terhadap Keberlanjutan Usahatani Padi Di Wilayah Peri Urban Kabupaten Sleman ... 89


(11)

(12)

Muhamad Imanuddin

Triyono, SP.MP./Dr. Aris Slamet W, SP.MSc. Agribusiness Department Faculty of Agriculture

Muhammadiyah University of Yogyakarta

Abstract

THE ATTITUDE OF FARMERS TOWARDS THE SUSTAINABILITY OF RICE FARMING IN SUB URBAN AREA OF SLEMAN REGENCY. This research aims to know the level of knowledge of farmers about government regulations on the protection of agricultural land sustainable food and knowing the factors that influence the attitude of farmers towards the sustainability of rice farming. The location is determined by purposive method in six villages which belong to sub urban area of sleman regency. Thirty farmers are chosen as respondents using simple random sampling technique. This research is using the descriptive analysis as the basic method and logistic regression to analyze the factors that influence the attitude of farmers towards the sustainability of rice farming. Primary data obtained through interview by using questionnaire and observation personally. The result showed that knowledge of farmers about government regulations on the protection of agricultural land sustainable food is still very low. Logistic regression analysis shows age, farming experience, farming income, dummy availability of credit and dummy land status significantly influence the attitude of farmers toward the sustainability of rice farming in the alpha 10 percent. On the average, the opportunity of the sustainable farming for farmer in sub urban area of sleman regency is amounted to 53.33 percent. Keywords : knowledge, rice farmer attitude, sustainability, factors that influence


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak manusia yang paling penting. Kekurangan pangan secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial dan politik Negara tersebut. Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, sudah selayaknya jika negara perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan.

Konsep pertanian berkelanjutan yaitu suatu proses yang memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat masa kini tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan generasi yang akan dating (Karwan, 2003). Seiring dengan laju alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, sumberdaya pertanian yang perlu mendapatkan prioritas adalah lahan pertanian, terutama lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan menyebabkan berkurangnya penguasaan lahan sehingga berdampak pada menurunnya pendapatan petani, untuk mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya pemerintah telah menetapkan Undang-undang No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian


(14)

pangan berkelanjutan yang bertujuan untuk: melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani; meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat; meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; mempertahankan keseimbangan ekologis; dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Alih fungsi lahan rawan terjadi di wilayah peri urban karena berbatasan langsung dengan kota.

Wilayah peri urban diistilahkan sebagai daerah rural-urban fringe, yaitu

wilayah peralihan mengenai pemanfaatan lahan, karakteristik sosial dan demografis dan wilayah ini terletak antara lahan kekotaan kompak terbangun yang menyatu dengan pusat kota dan lahan kedesaan yang hampir tidak di temukan bentuk-bentuk

lahan kekotaan dan permukiman perkotaan (Pyor dalam Yunus et all, 2009).

Pertumbuhan ekonomi di wilayah peri urban yang tak terkendali cepat atau lambat akan mengenai sektor penyedia pangan berupa berkurangnya lahan subur. Kondisi ini bila dibiarkan akan membahayakan struktur sistem pengadaan pangan di wilayah perkotaan karena daerah pertanian di pinggiran kota sebagai salah satu aset penting pemasok pangan ke kota telah berubah fungsi.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menegaskan Undang-undang No. 41 tahun 2009 dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta No 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan


(15)

Berkelanjutan untuk mengurangi penyusutan lahan pertanian dan memenuhi kebutuhan pangan. Dalam perda tersebut, Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah ditetapkan dengan luas paling kurang 35.911,59 ha.

Peraturan pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menyebutkan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kawasan andalan yang mempunyai banyak potensi, salah satunya potensi di bidang pertanian. Pada tahun 2013, luas sawah di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 56.539 Ha. Lahan sawah terluas berada di Kabupaten Sleman, yaitu 22.835 Ha, selanjutnya tabel

di bawah menunjukkan sawah (wetland) tahun 2009-2013 di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Tabel 1. Luas Sawah/Wetland di DI Yogyakarta tahun 2009-2013

No Kabupaten/Kota Luas Sawah/Wetland (ha)

2009 2010 2011 2012 2013

1 Kulonprogo 10.280 10.304 10.304 10.299 10.297

2 Bantul 15.569 15.465 15.453 15.482 15.471

3 Gunungkidul 7.865 7.865 7.865 7.865 7.865

4 Sleman 22.914 22.819 22.786 22.642 22.835

5 Yogyakarta 84 85 83 76 71

Jumlah 56.712 56.538 56.491 56.364 56.539

Sumber: BPS DI Yogyakarta (2014)

Tabel di atas menunjukkan luas sawah (wetland) di Daerah Istimewa

Yogyakarta terus mengalami penyusutan setiap tahunnya. Selama tahun 2009-2013 telah terjadi pengurangan luas sawah dari 56.712 ha menjadi 56.539 ha atau sekitar 0,31%. penyusutan lahan pertanian sawah terbesar terjadi di Kabupaten Bantul


(16)

dengan penyusutan luas sawah dari 15.569 ha menjadi 15.471 ha atau sekitar 0,63%. Upaya pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengurangi penyusutan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta No 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah ditetapkan dengan luas paling kurang 35.911,59 ha.

Kabupaten Sleman sebagai kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta mempunyai kedudukan yang strategis untuk memasok kebutuhan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta, selain itu Kabupaten Sleman merupakan lumbung padi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki lahan persawahan terluas dengan jumlah produksi padi pada tahun 2013 mencapai 307.581 ton atau 33,37% dari total produksi padi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Rata- rata produktivitas padi sawah di Kabupaten Sleman mencapai 62.97 kuintal per hektar dari luas panen 48.584 hektar dan padi ladang mencapai 33.43 kuintal per hektar dari luas panen 499 hektar (BPS DIY, 2014).

Kabupaten Sleman yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat pesat di bidang industri, properti dan jasa rawan terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Berdasarkan table 1, Selama tahun 2009-2013 telah terjadi penyusutan luas sawah di Kabupaten Sleman dari 22.914 ha menjadi 22.835 ha atau sebesar 0.34%, disisi lain terjadi peluang untuk kesejahteraan masyarakat yang mengalih fungsikan lahan pertaniannya


(17)

menjadi non pertanian, karena ada peningkatan pendapatan bagi masyarakat yang mengalih fungsikan lahan pertanian.

Pada saat sekarang ini, walaupun pemerintah telah membuat kebijakan untuk melindungi lahan pertanian berkelanjutan namun masih dipertanyakan tingkat pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan faktor-faktor apa saja yang mempenngaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dan faktor-faktor apa saja yang mempenngaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

B. Tujuan

1. Mengetahui tingkat pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang

perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

2. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap

keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi pemerintah, peneliti maupun pemerhati pengembangan ilmu yaitu :

1. Bagi petani dapat dijadikan sebagai referensi untuk mempertahankan lahan


(18)

2. Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran atau bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan pendampingan terhadap petani yang berkaitan dengan usahatani padi.

3. Bagi peneliti dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk melaksanakan


(19)

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Usahatani

Usahatani merupakan pertanian rakyat dari kata farm dalam bahasa Inggris.

Dr. Mosher memberikan definisi farm sebagai suatu tempat atau sebagian dari

permukaan bumi di mana pertanian di selenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji. Usahatani adalah suatu tempat di mana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang di perlukan untuk produksi pertanian agar di peroleh hasil maksimal. Farm, yaitu sebagai suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap ataupun manger yang digaji (Isaskar, 2014).

Tujuan Usahatani. Menurut Soedjana (2007) dalam Isaskar (2014). Usaha tani yang di lakukan oleh rumah tangga petani umumnya mempunyai dua tujuan, yaitu mendapatkan keuntungan yang maksimal atau untuk sekuriti (keamanan) dengan cara meminimalkan risiko, termasuk keinginan untuk memiliki persediaan pangan yang cukup untuk konsumsi rumah tangga dan selebihnya untuk dijual, untuk mencapai tujuan tersebut petani selalu memperhitungkan untung ruginya


(20)

walau tidak secara tertulis. Dalam ilmu ekonomi di katakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan di terima pada waktu panen

(penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan, cost ) yang harus dikeluarkan

(Isaskar, 2014).

2. Wilayah Peri Urban

Subroto dan Setyadi (1997) dalam Giyarsih (2009) menjelaskan bahwa yang

dimaksudkan dengan wilayah peri urban (urban fringe) adalah sebagai daerah transisi

bukan daerah antara desa dan kota, namun daerah perdesaan yang menyatu dengan daerah perkotaan yang diwarnai oleh disparitas karakter desa dan kota yang kuat baik secara fisik spatial dan sosio kultural. Yunus (2009) menjelasan bahwa wilayah peri urban (WPU) menentukan peri kehidupan kekotaan karena segala bentuk perkembangan fiscal baru akan terjadi di wilayah ini, sehingga tatanan kekotaan pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh bentuk, proses dan dampak perkembangan yang terjadi di WPU tersebut. Di pihak lain, WPU juga berbatasan langsung dengan perdesaan dan sementara itu di dalamnya masih banyak penduduk desa yang masih menggantungkan kehidupan dan penghidupannya pada sektor pertanian. Konflik antara mempertahankan lahan pertanian untuk kepentingan sektor kedesaan di satu sisi dan melepaskan lahan pertanian di sisi lain untuk kepentingan perkembangan fisikal baru sektor kekotaan merupakan bentuk konflik pemanfaatan lahan paling mencolok.


(21)

Besly dan Russwurnm (1986) dalam Giyarsih (2009) mengusulkan empat karakter yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu daerah dapat disebut

sebagai peri urban atau urban fringe, yaitu:

1. Sebelumnya merupakan daerah perdesaan dengan dominasi penggunaan lahan

untuk pertanian dan komunitas masyarakat perdesaan

2. Merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan perkembangan kota serta

menjadi ajang spekulasi tanah bagi para pengembang

3. Merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk perkotaan dengan karakter

sosial perkotaan; dan

4. Merupakan daerah di mana berbagai konflik muncul, terutama antara

penduduk pendatang dengan penduduk asli, antara penduduk kota dengan penduduk desa, serta antara petani dan pengembang.

Struktur spatial wilayah WPU menurut Pryor (dalam Yunus et all, 2009)

dapat dibedakan ke dalam 2 kategori, yaitu urban fringe di satu sisi dan rural fringe

di sisi yang lain. WPU disebut rural-urban fringe, yang merupakan gabungan dari

rural fringe dan urban fringe. Dengan alasan bahwa kenyataannya WPU merupakan wilayah yang berada di antara wilayah kekotaan seratus persen dan wilayah dengan perdesaan seratus persen. Bentuk wilayah dalam hal ini diartikan sebagai bentuk fisik

lahan (land scape) yang diaktualisasikan dalam bentuk pemanfaatan lahan. Bentuk

pemanfaatan lahan adalah bentuk fisik sebagai cerminan kegiatan manusia di atasnya dan hal ini adalah langkah awal dalam mengenali berbagai atribut wilayah yang


(22)

berasosiasi dengan kenampakan fisikal bentuk pemanfaatan lahan dimaksud seperti karakteristik demografis, kultural, ekonomi dan sosial.

3. Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Peraturan pemerintah dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan yaitu tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah (PERDA) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Perda DI Yogyakarta No. 10 tahun 2011 pasal 9 menyebutkan bahwa : (1) Lahan pertanian pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dan wilayah daerah ditetapkan dengan luas paling kurang 35.911,59 Ha. (2) Luas lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di wilayah:

a. Kabupaten Sleman dengan luas paling kurang 12.377,59 Ha;

b. Kabupaten Bantul dengan luas paling kurang 13.000 Ha;

c. Kabupaten Kulon Progo dengan luas paling kurang 5.029 Ha; dan

d. Kabupaten Gunungkidul dengan luas paling kurang 5.505 Ha.

Bagian pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan Pasal 23 menyebutkan bahwa: (1) Pemerintah daerah melindungi luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). (2) Luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di larang di alihfungsikan. Ketentuan pidana


(23)

disebutkan pada pasal 46 yaitu: (1) Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) sesuai ketentuan dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lakukan oleh pejabat pemerintah dan/atau pemerintah daerah dan/atau pemerintah kabupaten, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.

Daerah Istimewa Yogyakarta dalam PERDA D.I Yogyakarta No 10 tahun 2011 di bagi atas jalur hijau dan jalur kuning, jalur hijau adalah kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang di lindungi dan di larang di alihfungsikan kecuali untuk kepentingan umum atau bencana, sedangkan jalur kuning adalah kawasan penyangga lahan pertanian pangan berkelanjutan, jalur kuning di perbolehkan untuk di alihfungsikan dengan syarat mendapatkan izin pengeringan lahan dan izin mendirikan bangunan dari pemerintah setempat. Pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang kawasan jalur kuning dan jalur hijau di dapatkan dari penyuluhan atau pengumuman serta larangan-larangan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan.

4. Sikap

Secara historis, istilah sikap (attitude) di gunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental


(24)

seseorang (Allen et al 1980 dalam Azwar 2015), pada masa- masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang (Wrightsman & Deaux 1981. Dalam Azwar 2015). Sikap di sebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat di butuhkan dalam konsep psikologis sosial kontemporer.

Sikap manusia telah didefinisikan dalam beberapa versi oleh para ahli, namun

pada umumnya terbagi atas tiga kerangka pemikiran berikut: Pertama adalah

kerangka pemikiran yang mendefinisikan sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung

atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowits, 1972 dalam Azwar 2015). Kelompok pemikiran kedua. Menurut kelompok ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individual dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

adanya respons (Azwar, 2015). Kelompok pemikiran ketiga merupakan kelompok

yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme). Menurut kerangka

pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2015).

Menurut pendapat beberapa pakar, sikap menentukan perilaku seseorang. Sikap juga merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara


(25)

tertentu, apabila dihadapkan kepada suatu stimulis bila menghadapi respon. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang iaitu: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi/lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional (Azwar 2015). Pengalaman pribadi biasanya akan meninggalkan pesan yang kuat, apalagi jika melibatkan faktor emosional. Kebudayaan merupakan faktor pembentuk sikap terkait dimana seseorang tersebut dibesarkan. Sebagai contoh terdapat sikap yang berbeda antara orang desa dan orang kota dalam kehidupan sosial masyarakat. Sikap yang dimaksud dalam hal ini khasnya sikap petani dalam mempertahankan tanah pertanian yang mereka miliki (Harini et al 2014).

Penelitian sebelumnya tentang sikap di lakukan oleh Darmansyah (2012) yang melakukan penelitian sikap petani terhadap penggunaan pupuk organik di Desa Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Hasil analisis sikap petani padi terhadap penggunaan pupuk organik secara umum dapat dikategorikan baik. Analisis korelasi menunjukkan faktor umur, status lahan dan harga jual hasil mempunyai hubungan yang lemah tetapi pasti, sementara pada tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan garapan dan pendapatan mempunyai hubungan yang rendah sekali atau lemah sekali.

Penelitian lain tentang sikap yang masih berhubungan di lakukan oleh Rika harlini, Hadi Sabari Yunus, Kasto dan Slamet Hartono dalam jurnal geografia online

(2014) yang berjudul “Analisis spasial sikap petani dalam mempertahankan tanah


(26)

variasi perubahan penggunaan tanah di Kabupaten Sleman. Hasil uji sikap petani dalam mempertahankan lahan pertanian menunjukkan bahwa variabel umur, tingkat

pendidikan secara signifikan tidak mempengaruhi sikap petani dalam

mempertahankan lahan pertanian. Berdasarkan hasil uji SUR (Seemingly unrelated

regression) menunjukkan bahwa terjadi variasi sikap petani dalam mempertahankan lahan pertanian dalam bentuk lahan sawah, ladang maupun pekarangan.

5. Keberlanjutan Usahatani

Keberlanjutan merupakan sebuah elemen kunci kearah keuntungan jangka panjang untuk suatu usahatani. Untuk memenuhi tantangan keberlanjutan, sebuah pendekatan yang terintergrasi dari usahatani perlu digunakan dalam menyiapkan keputusan yang baik untuk pembuat kebijakan. Penggunaan dan perkembangan indikator keberlanjutan merupakan sebuah jalan yang efektif untuk membuat konsep operasional pertanian berkelanjutan (Van Calker et al., 2005).

Pertanian berkelanjutan atau usahatani berkelanjutan dirangkum sebagai sebuah isu luas yang meliputi peran usahatani dalam masyarakat pedesaan, kebutuhan untuk melindungi dan melestarikan lingkungan, penggunaan lahan pedesaan, ternak, pembangunan pasar pangan lokal, dan kebutuhan pertanian untuk mendorong sektor lainnya misalnya kepariwisataan. Empat pilar diartikan sebagai (1) secara ekonomi

fisibel (economically feasible) untuk membentuk sistem produksi jangka panjang,

merujuk pada perbaikan produktivitas tanaman dan, (2) penggunaan teknologi yang


(27)

berkelanjutan dan merujuk pada pelestarian peningkatan sumberdaya lingkungan, (environmentally sound and sustainable), (4) secara`sosial dan budaya dapat di terima

dan merujuk pada keadilan, dan peningkatan kualitas hidup ( socially and culturally

acceptable) (Zhen, 2003).

Keberlanjutan usahatani tidak hanya diduga berdasarkan pertimbangan manfaat market semata, ada pertimbangan-pertimbangan manfaat non market yang menentukan sikap petani untuk tetap bertahan atau meninggalkan usahataninya.

Penilaian manfaat non market sering di ungkap dengan pendekatan choice experiment

(Hanley et.al, 2001).

Husodo (2005) menggunakan pendekatan Choice Experiment (CE) untuk

memperoleh data tentang preferensi petani terhadap keinginan mereka untuk tetap

bertahan atau meninggalkan usahatani yang di nyatakan dalam variabel Willingness

to leave (WTL). Rumusan sikap pilihan petani tersebut menggunakan model logit atau persamaan regresi logistik yang menyatakan bahwa pilihan petani untuk bertahan atau meninggalkan usahatani di pengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani yakni nilai produktifitas lahan, umur petani, luas lahan, rasio ketergantungan keluarga, pendapatan total keluarga, kontribusi pendapatan usahatani, harga tanah, alokasi waktu untuk kegiatan di luar usahatani, pengalaman usahatani, pendidikan petani, intensitas usahatani, keragaan usahatani, pekerjaan luar usahatani, status penguasaan lahan dan masalah utama yang dihadapi dalam usahatani.

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan keberlanjutan usahatani telah di lakukan oleh Husodo (2005) yang melakukan penelitian sikap petani terhadap


(28)

aktivitas sektor usahatani di kawasan peri urban yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa kenaikan umur responden akan menurunkan probabilitas responden, dengan kata lain semakin tua umur responden kecenderungan responden untuk memilih meninggalkan usahatani dengan syarat lebih rendah dibandingkan keinginan meninggal-kan usahatani tanpa syarat, hal ini menggambarkan di bawah

situasi usahatani (existing condition) petani responden yang berumur lebih tua

cenderung ingin meninggalkan usahataninya tanpa syarat. Petani responden yang memiliki pendapatan total rumah tangga petani per bulan dan harga lahan yang tinggi cenderung ingin meninggalkan usahataninya tapi dengan syarat tertentu. Semakin tinggi nilai produktivitas usahatani kecenderungan responden untuk memilih tetap berusahatani lebih tinggi di bandingkan keinginan meninggalkan usahatani, sebaliknya semakin tinggi umur responden, luas lahan, beban ketergantungan, kontribusi pendapatan usahatani, pengalaman berusahatani dan alokasi waktu kerja non usahatani semakin rendah kecenderungannya untuk tetap berusahatani padi. Sementara itu kecenderungan untuk memilih tetap berusahatani dari petani yang memiliki masalah irigasi dan atau keamanan ternyata lebih tinggi dibandingkan keinginan meninggalkan usahatani. Petani yang memiliki pekerjaan non usahatani juga cenderung untuk meninggalkan usahatani.

B. Kerangka Pemikiran

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang menjadi sentral pengembangan padi. Hal ini disebabkan iklim di Daerah Istimewa Yogyakarta


(29)

yang sesuai dengan padi. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang cocok untuk padi, sehingga masih banyak masyarakatnya yang berprofesi sebagai petani termasuk

di wilayah peri urban (urban fringe).

Sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan kegiatan usahatani di wilayah peri urban (WPU) tidak lepas dari faktor sosial-ekonomi petani itu sendiri karena wilayah peri urban merupakan daerah penentu segala bentuk perkembangan fiscal di wilayah ini, sehingga tatanan kekotaan pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh bentuk, proses dan dampak perkembangan yang terjadi di WPU tersebut. Di pihak lain, WPU juga berbatasan langsung dengan perdesaan dan sementara itu di dalamnya masih banyak penduduk desa yang masih menggantungkan kehidupan dan penghidupannya pada sektor pertanian.

Faktor sosial-ekonomi yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatai padi di wilayah peri urban antara lain :

1. Faktor sosial

a. Pengetahuan petani, pengetahuan petani terhadap peraturan yang di buat

pemerintah untuk melindungi lahan pertanian berkelanjutan mempungaruhi sikap petani untuk meninggalkan atau terus melanjutkan usahataninya di wilayah peri urban.

b. Umur petani, umur petani mempengaruhi kemampuan petani dalam menerima

suatu peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dalam rangka melindungi lahan pertanian di wilayah peri urban


(30)

c. Anggota keluarga, kepala keluarga bertanggungjawab menghidupi keluarganya akan mempengaruhi keberlanjutan petani dalam berusahatani.

d. Tingkat pendidikan, tingkat pendidikan petani mempengaruhi sikap petani

dalam keberlanjutan usahatani, semakin tinggi pendidikan petani diharapkan memberikan sikap positif terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban.

e. Pengalaman usahatani, pengalaman petani dalam berusahatani akan

mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani. Semakin lama pengalaman berusahatani diharapkan positif untuk mempertahankan lahan usahataninya.

f. Partisipasi kelompok tani, partisisipasi petani terhadap kelompok tani akan

mempengaruhi sikap petani dalam berusahatani, semakin aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani diharapkan semakin kuat keinginan petani dalam mempertahankan lahan pertanian yang di milikinya.

2. Faktor Ekonomi

a. Ketersediaan kredit, ketersediaan kredit akan mempengaruhi permodalan

petani dalam berusahatani, ketersediaan kredit diharapkan memudahkan petani untuk berusahatani sehingga akan mempengaruhi sikap petani dalam beusahatani.

b. Status kepemilikan lahan, status kepemilikan lahan apakah petani merupakan

pemilik, penyewa atau penyakap akan mempengaruhi keinginan petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani.


(31)

c. Pendapatan usahatani, pendapatan petani dari hasil usahatani akan mempengaruhi sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani.

d. Pendapatan luar usahatani, pendapatan petani di luar usahatani dapat

mempengaruhi sikap petani untuk meninggalkan usahatani.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

C. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian, hipotesis penelitian ini yaitu diduga sikap petani untuk melanjutkan usahatani padi dipengaruhi oleh faktor sosial yaitu: pengetahuan petani; umur petani; anggota keluarga; tingkat pendidikan; pengalaman usahatani; dan partisipasi kelompok tani dan faktor ekonomi petani yaitu:

Faktor Sosial :

 Pengetahuan petani

 Umur petani

 Anggota keluarga

 Tingkat pendidikan

 Pengalaman usahatani

 Partisipasi kelompok tani

Faktor Ekonomi :

 Ketersediaan kredit

 Status kepemilikan lahan

 Pendapatan usahatani

 Pendapatan luar usahatani

Sikap Petani

Melanjutkan Vs Meninggalkan


(32)

ketersediaan kredit; status kepemilikan lahan; pendapatan usahatani; dan pendapatan luar usahatani.


(33)

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskripsi ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2011). Pada penelitian ini kegiatan yang akan di lakukan pencarian data untuk menggambarkan secara faktual suatu peritiwa atau suatu gejala secara apa adanya. Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman Daerah Istimewa yogyakarta.

A. Penentuan lokasi dan sampel

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul Efisiensi

dan Keberlanjutan Usahatani Padi di Daerah Istimewa Yogyakarta, penentuan lokasi

penelitian di lakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa wilayah peri

urban yang terdapat lahan persawahan di Kabupaten Sleman berada di tiga kecamatan, kecamatan yang memenuhi kriteria tersebut yaitu Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean dan Kecamatan Mlati.

Secara umum keseluruhan desa di Kecamatan Gamping memiliki areal persawahan, diambil 4 desa yang masuk wilayah peri urban (WPU) yaitu Desa Ambarketawang dan Desa Balecatur karena di lewati jalan utama menuju Kota


(34)

Yogyakarta dan dekat dengan pertumbuhan ekonomi dan jasa, sedangkan Desa Banyuraden; dan Desa Trihanggo karena berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, adapun untuk Kecamatan Mlati yang hanya memiliki areal sawah dan termasuk wilayah peri urban (WPU) yaitu Desa Sinduadi karena berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Kecamatan Godean secara umum memiliki areal persawahan, namun desa yang termasuk wilayah peri urban yaitu Desa Sidoarum karena di lewati jalur utama menuju Kota Yogyakarta dari sisi tengah bagian barat dan berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Sampel petani diambil 5

responden dari setiap desa secara non proporsional random sampling sehingga total

sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 30 responden.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder :

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden maupun pengamatan di lapangan. Wawancara di lakukan dengan cara bertanya langsung kepada petani di lokasi penelitian yang telah ditentukan menggunakan pertanyaan yang berstruktur sebagai panduan wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta baik yang diakses langsung


(35)

di instansi terkait maupun melalui website resminya yang berhubungan dengan penelitian. Data ini merupakan data yang mendukung data primer, sehingga diperoleh hasil yang jelas untuk mendukung penelitian ini.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

1. Asumsi

a. Padi yang dihasilkan dianggap terjual semua dalam bentuk gabah kering.

b. Lahan yang digarap responden merupakan lahan milik sendiri atau non milik..

2. Batasan masalah

a. Tidak membedakan teknik budidaya padi yang ada di wilayah peri urban

Kabupaten Sleman.

b. Data usahatani padi yang diambil pada masa tanam 2013-2014.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pengetahuan petani adalah pengetahuan terhadap kebijakan pemerintah tentang

perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan berdasarkan UUD Nomor 41 Tahun 2009 dan PERDA Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 tahun 2011 beserta implementasinya. Pengetahuan tersebut dapat dirinci dalam 5 item sebagai berikut :

a. Pengetahuan petani terhadap UU No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan

pertanian pangan berkelanjutan. Skala nominal 1= petani mengetahui; 0= petani tidak mengetahui.


(36)

b. Pengetahuan petani terhadap PERDA DI. Yogyakarta No. 10 Tahun 2011 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Skala nominal 1= petani mengetahui; 0= petani tidak mengetahui.

c. Pengetahuan petani terhadap adanya penyuluhan tentang undang-undang dan

perda perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Skala nominal 1= ada; 0= tidak ada.

d. Pengetahuan petani terhadap kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan

(jalur hijau). Skala nominal 1= termasuk jalur hijau; 0= tidak termasuk jalur hijau.

e. Pengetahuan petani terhadap larangan pemerintah dalam bentuk mengeringkan

sawah atau mengalihfungsikan lahan sawah. Skala nominal 1= ada larangan; 0= tidak ada larangan.

Skor pengetahuan adalah jumlah dari lima item di atas.

2. Usia petani adalah lama waktu hidup petani padi wilayah peri urban Kabupaten

Sleman pada saat penelitian di lakukan diukur dengan satuan tahun.

3. Anggota keluarga merupakan gambaran jumlah orang yang masih dalam

tanggungan petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada saat penelitian di lakukan diukur dengan satuan orang.

4. Tingkat pendidikan merupakan gambaran pendidikan formal terakhir yang telah

ditempuh petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada saat penelitian di lakukan diukur menggunakan skala ordinal sebagai berikut:


(37)

b. Sekolah Dasar (SD) = 1

c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat = 2

d. Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat = 3

e. Diploma = 4

f. Sarjana = 5

5. Pengalaman usahatani merupakan lama kegiatan petani wilayah peri urban

Kabupaten Sleman dalam melakukan usahatani sampai penelitian di lakukan di ukur dengan satuan tahun.

6. Pendapatan usahatani merupakan pendapatan bersih petani dari kegiatan

usahatani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman yang dihasilkan dalam satu musim tanam. pendapatan usahatani adalah selisisih antara penerimaan yang dikurangi dengan total biaya eksplisit dinyatakan dalam rupiah per musim (Rp/Musim), selanjutnya di susun dalam lima kategori pada analisis regresi logistik.

7. Pendapatan luar usahatani merupakan pendapatan petani di wilayah peri urban

Kabupaten Sleman dari pekerjaan non-usahatani. Pekerjaan tersebut dapat berupa pegawai, pedagang, buruh, karyawan dan atau yang bergerak di bidang lain yang dinyatakan dalam rupiah per bulan (Rp/bulan), selanjutnya di susun dalam lima kategori pada analisis regresi logistik.

8. Willingness to leave yaitu Sikap petani dalam keberlanjutan usahatani atau keinginan petani untuk melanjutkan atau meninggalkan kegiatan usahatani


(38)

berdasarkan faktor sosial-ekonomi petani. Skala nominan 1= melanjutkan dan 0= meninggalkan.

9. Dummy partisipasi kelompok tani merupakan partisipasi petani wilayah peri urban dalam mengikuti kegiatan kelompok tani. Kegiatan kelompok tani berupa pertemuan rutin kelompok tani dan pertemuan non-rutin kelompok tani berupa penyuluhan, pelatihan sekolah lapangan (SL). Skala nominal 1= Aktif dan 0= tidak aktif.

a. Aktif adalah petani responden mengikuti kegiatan kelompok tani

b. Tidak aktif adalah petani responden tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok

tani.

10.Dummy ketersediaan kredit merupakan ketersediaan penawaran pinjaman bagi petani untuk melakukan usahatani, penawaran pinjaman kredit baik dari bank, koperasi/gapoktan, dan atau dari saudara yang memberi pinjaman.Skala nominal 1= Ya dan 0= Tidak.

a. Ya adalah ada penawaran baik dari bank, koperasi/gapoktan, dan atau dari

saudara yang memberi pinjaman.

b. Tidak adalah tidak ada penawaran baik dari bank, koperasi/gapoktan, dan atau

dari saudara yang memberi pinjaman.

11.Dummy status lahan yaitu gambaran tentang kepemilikan lahan yang diusahakan petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada saat penelitian di lakukan. Skala nominal 1= milik sendiri dan 0= non milik.


(39)

b. Non milik yaitu status kepemilikan lahan merupakan lahan sewa atau lahan sakap.

E. Metode Analisis Data

1. Analisis Tujuan 1, Pengetahuan Petani Terhadap Peraturan Pemerintah Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah berupa UU No 41 tahun 2009 dan peraturan daerah (PERDA) D.I Yogyakarta No 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, analisis deskriptif di pilih karena diharapkan mampu menjabarkan keseluruhan data-data dan fakta-fakta yang ditemui di lapangan sehingga akurasi data penelitian bersifat objektif.

2. Analisis tujuan 2, faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi dianalisis menggunakan model regresi logistik

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengukur hubungan fungsi antara satu variabel dependent (Y) yang bersifat dikotomus (hanya memiliki dua kemungkinan nilai) dengan variabel-variabel independent (X) dari jenis kuantitatif dan kualitatif.

Berikut adalah persamaan regresi logistik yang digunakan oleh penulis :


(40)

Dimana :

WTL = Willingness to leave adalah keinginan untuk tetap melanjutkan usahatani atau meninggalkan usahatani. skala nominal: 1 = Melanjutkan usahatani; 0 = meninggalkan usahatani.

β0,β1,β2,…..β7 = Koefisiensi parameter

D1 – D3 ……. = Koefisiensi parameter damai.

Tabel 1. Deskripsi Variabel Bebas

Nama Variabel Deskripsi

x1 Pengetahuan petani. Yaitu skor dari 5 item pengetahuan.

x2 Usia petani. Dinyatakan dalam bentuk tahun

x3 Anggota keluarga. Dinyatakan dalam satuan orang

x4 Tingkat pendidikan. Tidak sekolah = 0; SD = 1; SMP = 2; SMA

= 3; Diploma = 4; Sarjana = 5.

x5 Pengalaman usahatani. Dinyatakan dalam bentuk tahun

x6 Pendapatan usahatani. Dinyatakan dalam rupiah per hektar

(Rp/Musim)

x7 Pendapatan luar usahatani. Dinyatakan dalam rupiah per bulan

(Rp/bulan)

D1 Partisipasi kelompok tani. Skala nominal 1= aktif atau 0= tidak

aktif.

D2 Ketersediaan kredit. Skala nominal 1= Ya atau 0= Tidak

D3 Status kepemilikan lahan. Skala nominal 1= milik sendiri atau 0=

non milik

Uji parameter secara serentak di lakukan uji likelihood/ uji G dan uji

parameter secara parsial digunakan uji Wald. Untuk menguji pengaruh variabel bebas

(pengetahuan petani, umur petani, anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, partisipasi kelompok tani, ketersediaan kredit, status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani, dan pendapatan luar usahatani) terhadap variabel tak bebas (sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi) secara serentak


(41)

� = − [ ��� ��� �ℎ � �ℎ ]

� = − [

�1 �

∑ ���− �1 1−�� ]

Dimana:

= jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y=1) = jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y=0) n = total jumlah sampel

Nilai G statistic menyebar mengikuti sebaran Chi-square (� ). Apabila nilai

G statistic lebih besar dari nilai Chi-square (� ) table atau nilai P-value lebih besar dari pada α maka terima H0 (the null hypothesis) atau gagal menolak H0 pada tingkat

α tersebut. Hipotesis yang dibangun pada uji keseluruhan ini adalah: H0 : �2= �2 = �3= ….. = �p = 0

H1 : Minimal ada satu βi ≠ 0 dengan i = 1, 2,3 ... p.

Jika G ≥ ��,∝ berarti H0 di terima, artinya secara serentak pengetahuan petani, umur

petani, anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, partisipasi kelompok tani, ketersediaan kredit, status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani, dan pendapatan luar usahatani tidak berpengaruh terhadap sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Jika G < ��,∝ berarti H0 ditolak, artinya secara serentak pengetahuan petani, umur

petani, anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, partisipasi kelompok tani, ketersediaan kredit, status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani,


(42)

dan pendapatan luar usahatani berpengaruh terhadap sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Pengujian pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak

bebas secara individu digunakan uji wald.Secara teoritis penghitungan manual dapat

di lakukan dengan rumus:

�� = [����

� ]

Dimana:

�� = Koefisien Regresi

SE) = Galat Xi

Nilai uji Wald menyebar mengikuti sebaran normal (Z). Apabila Z hitung

lebih besar dari Z table atau nilai P-value (sig) dari Wald Test lebih besar dari α maka

terima H0 (the null hypothesis) atau gagal menolak H0 pada tingkat α tersebut.

Hipotesis pada uji parsial adalah:

H : βi=0

H1: βi ≠ 0

Jika W ≥ Z�/ atau nilai sig lebih dari α 10% berarti H0 di terima, artinya secara

sendiri-sendiri variabel bebas pengetahuan petani, umur petani, anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, partisipasi kelompok tani, ketersediaan kredit, status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani, dan pendapatan luar usahatani tidak berpengaruh terhadap sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.


(43)

Jika W < Z�/ atau nilai sig kurang dari α 10% berarti H0 ditolak, artinya secara

sendiri-sendiri variabel bebas pengetahuan petani, umur petani, anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, partisipasi kelompok tani, ketersediaan kredit, status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani, dan pendapatan luar usahatani berpengaruh terhadap sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Jumlah sampel pada analisis regresi logistik sebanyak 60 sampel karena penelitian ini di lakukan pada dua musim tanam padi, sehingga variabel pendapatan usahatani memiliki dua nilai.

Hasil estimasi model logit digunakan untuk melihat prediksi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi dalam bentuk persamaan :

�� = ln [

�] = b + b1, … . b7

Dimana:

p = Probabilitas responden memilih nilai variabel dependen b , b1, … . b7 = Hasil estimasi koefisien regresi logistik


(44)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Fisik Wilayah

Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan, sebagian besar bagian utara merupakan tanah kering berupa ladang dan pekarangan, serta memiliki permukaan yang agak miring ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. Secara geografis Kabupaten

Sleman terbentang antara 110o 13’ 00” - 110o33’ 00” BT dan 7o34’ 51” - 7o47’ 03”

LS dengan ketinggian antara 100 – 2.500 mdpl, jarak terjauh Utara-Selatan kira-kira

32 km, Timur-Barat kira-kira35 km. Bagian utara berbatasan dengan Kabupeten Boyolali Provinsi Jawa tengah, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, Provinsi D.I Yogyakarta dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon progo Provinsi D.I Yogyakarta dan Kabupaten Magelang provinsi Jawa tengah.

Secara administratif Kabupaten Sleman terdiri dari 17 Kecamatan yang di bagi menjadi 86 desa dan 1.212 padukuhan. Wilayah peri urban Kabupaten Sleman dalam penelitian ini berada di Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean dan Kecamatan Sinduadi.


(45)

Tabel 1. Luas daerah menurut ketinggian dari permukaan laut di Kabupaten Sleman

(Km2) tahun 2014

No Kecamatan

Ketinggian (mdpl)

Jumlah (Km2)

< 100 100- 499 500-999 > 1.000

1 Moyudan 24,07 3,55 - - 27,62

2 Minggir 3,57 23,7 - - 27,27

3 Sayegan - 26,63 - - 26,63

4 Godean 2,09 24,75 - - 26,84

5 Gamping 13,48 15,77 - - 29,25

6 Mlati - 28,52 - - 28,52

7 Depok - 35,55 - - 35,55

8 Berbah 14,47 8,52 - - 22,99

9 Prambanan 4,35 37 - - 41,35

10 Kalasan - 35,84 - - 35,84

11 Ngemplak - 35,71 - - 35,71

12 Ngaglik - 38,52 - - 38,52

13 Sleman - 31,32 - - 31,32

14 Tempel - 31,72 0,77 - 32,49

15 Turi - 20,76 21,55 0,78 43,09

16 Pakem - 16,64 14,98 12,22 43,84

17 Cangkringan - 17,96 28,08 1,95 47,99

JUMLAH / TOTAL 62,03 432,46 65,38 14,95 574,82

Sumber: Kabupaten Sleman dalam angka, 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa luas Kabupaten Sleman yaitu

574,82 km2 yang tersebar di areal ketinggian berbeda-beda, sedangkan wilayah peri

urban yang diteliti berada di ketinggian < 100 – 499 mdpl yaitu Kecamatan Godean

dengan luas 26,84 km2, Kecamatan Gamping dengan luas 29,25 km2 dan Kecamatan


(46)

1. Kecamatan Gamping

Kecamatan Gamping merupakan kecamatan yang berada di bagian selatan

Kabupaten Sleman yang memiliki luas wilayah 29,25 km2 dengan rata-rata curah

hujan 199 mm3 pada tahun 2013 dan puncak musim hujan terjadi pada bulan november. Topografi Kecamatan Gamping sebagian besar dataran dan sedikit perbukitan dengan kondisi tanah sebagian besar berpasir (wilayah utara) dan sebagian lain (wilayah selatan) adalah tanah liat pegunungan bercampur batu putih atau gamping. Menurut letak geografisnya, bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman. Di bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman, Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta dan Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul sampai bagian selatan. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Godean, Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman dan Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul (statistik daerah Kecamatan Gamping, 2014).

Kecamatan Gamping secara administrasi terbagi atas 5 desa yaitu Balecatur

(9,86 km2), Ambarketawang (6,28 km2), Banyuraden (4,00 km2), Nogotirto (3,49

km2) dan Trihanggo (5,62 km2). Perkembangan ekonomi di Kecamatan Gamping

sangat pesat, terbukti bahwa hampir di setiap desa di Kecamatan Gamping memiliki pasar umum, hanya Desa Nogotirto yang belum memiliki pasar umum sendiri (statistik daerah Kecamatan Gamping, 2014). Penelitian di lakukan di 4 desa yaitu: Balecatur, Ambarketawang, Banyuraden dan Trihanggo yang telah memiliki fasilitas ekonomi dan jasa yang memadai berupa pasar umum, pertokoan, hotel, restoran, jasa


(47)

telekomunikasi, jasa internet dan pelayanan pos sebagai penunjang pergerakan roda perekonomian.

2. Kecamatan Godean

Kecamatan Godean berada di bagian barat daya Kabupaten Sleman. Kecamatan ini memiliki bentang wilayah berupa tanah yang datar dan sedikit

berbukit di wilayah barat dengan luas kecamatan 26,84 km2 dengan total curah hujan

3.330 mm3 pada tahun 2013 dan puncak hujan terjadi pada bulan januari-februari.

Secara geografis Kecamatan Godean berbatasan dengan Kecamatan Minggir dan Kecamatan Moyudan pada bagian barat, pada bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Sayegan dan Kecamatan Mlati, pada bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Gamping dan Kecamatan Mlati dan pada bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Gamping dan Kecamatan Sedayu (Kabupaten Bantul).

Kecamatan Godean secara administrasi terbagi menjadi 7 desa yaitu : Sidorejo, Sidoluhur, Sidomulyo, Sidoagung, Sidokarto, Sidoarum dan Sidomoyo, Tujuh desa tersebut terbagi atas 77 dusun, 176 RW dan 425 RT (statistik daerah Kecamatan Godean, 2014). Penelitian di Kecamatan Godean hanya di lakukan di Desa Sidoarum, karena Desa Sidoarum termasuk ke dalam wilayah peri urban, selain itu Desa Sidoarum memiliki jumlah penduduk terbesar dan merupakan kawasan hunian perumahan padat penduduk dan terus mengalami perkembangan pembangunan perumahan yang semakin pesat, sehingga rawan terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.


(48)

Luas Desa Sidoarum adalah 3,73 km2 atau 13,79 % dari total luas Kecamatan Godean dengan kepadatan penduduk terpadat di Kecamatan Godean mencapai 3.669

jiwa per km2 pada tahun 2013. (statistik daerah Kecamatan Godean, 2014).

3. Kecamatan Mlati

Kecamatan Mlati merupakan salah satu kecamatan yang berada di bagian

selatan wilayah Kabupaten Sleman dengan curah hujan tertinggi 441 mm3 pada tahun

2013 terjadi di bulan desember. Secara geografis, Kecamatan Mlati berbatasan dengan Kecamatan Sleman di bagian utara, Kecamatan Sayegan di bagian barat, Kecamatan Gamping dan Kecamatan Godean di bagian selatan dan pada bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Depok dan Kecamatan Ngaglik. Luas wilayah

Kecamatan Mlati sebesar 28,52 km2 atau sekitar 4,96 % dari luas seluruh wilayah

Kabupaten Sleman. Penelitian di Kecamatan Mlati hanya di lakukan di Desa Sinduadi karena Desa Sinduadi termasuk wilayah peri urban, selain itu Desa Sinduadi merupakan desa terluas namun memiliki lahan sawah tersempit di Kecamatan Mlati.

B. Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam pengembangan sumberdaya manusia, Kemajuan suatu bangsa banyak ditentukan oleh kualitas pendidikan penduduknya. Beberapa faktor utama yang mendukung penyelenggaraan pendidikan adalah ketersediaan sekolah yang memadai dengan sarana dan prasarananya. Berikut tabel yang menunjukkan ketersediaan sekolah yang berada di Kabupaten Sleman.


(49)

Tabel 2. Ketersediaan sekolah di Kabupaten Sleman tahun 2013/2014.

Jenjang Sekolah

Negri

Sekolah swasta

Jumlah sekolah

Jumlah

murid Jumlah guru

SD 377 124 501 86.264 5.811

SMP 54 56 110 34.923 2.743

SMU 17 25 42 10.967 1.175

Sumber: Kabupaten Sleman dalam angka, 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa terjadi penyusutan yang sangat tinggi jumlah murid dari jenjang SD ke jenjang SMA yaitu dari 86.264 ke 10.967 atau hanya sekitar 12,71% yang melanjutkan sekolah dari jenjand SD ke jenjang SMA. Pada jenjang SMA terlihat peran swasta di Kabupaten Sleman lebih banyak di banding peran pemerintah pada penyelenggaraan sekolah, pihak swasta menyelenggarakan sekolah swasta di jenjang SMA sebanyak 25 unit atau 59,52% dari total sekolah jenjang SMA yang ada di Kabupaten Sleman.

C. Keadaan penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Sleman

Berdasarkan hasil proyeksi tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Sleman tahun 2013 sebesar 1.141.718 jiwa, terdiri dari 574.913 laki-laki dan 566.805

perempuan dengan luas wilayah 574,82 km2 , maka kepadatan penduduk Kabupaten

Sleman adalah 1.986 jiwa per km2. Kepadatan penduduk di wilayah peri urban

Kabupaten Sleman cukup tinggi yaitu Kecamatan Gamping 3.491 jiwa per km2,

Kecamatan Godean 2.421 jiwa per km2 dan Kecamatan Mlati 3.740 jiwa per km2.

Kepadatan penduduk dan pertumbuhan penduduk yang tinggi berdampak pada perkembangan perumahan dan pemukiman yang sangat pesat dan tak terkendali sehingga rawan terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian.


(50)

D. Keadaan Pertanian Kabupaten Sleman

Pertanian merupakan kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Untuk melihat penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Luas penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman tahun 2010-2013 (Ha)

Jenis Penggunaan Tahun

2010 2011 2012 2013

Sawah/Wetland 24.889,61 24.849,96 24.774,00 24.774,00

Tegal/Dryland 4.202,32 3.943,11 3.924,00 3.924,00

Sumber: Data sekunder terolah Badan Pertanahan Nasional Kab. Sleman dan Badan Pusat Statistik Kab. Sleman tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terjadi penurunan penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman, pada tahun 2013 terjadi penyusutan penggunaan lahan sawah sebesar 0,46% dari tahun 2010 atau sekitar 115,61 Ha telah beralih fungsi dalam kurun waktu 2010-2013, sedangkan pada lahan tegalan terjadi penyusutan penggunaan lahan sebesar 6,62 % atau sekitar 278,32 Ha telah beralih fungsi dari lahan pertanian ke non pertanian. Kondisi ini disebabkan laju pertumbuhan yang tak terkendali sehingga berakibat pada penurunan penggunaan lahan pertanian dari tahun ke tahun.

1. Tanaman pangan

Kabupaten Sleman merupakan salah satu penyangga pangan di D.I Yogyakarta terutama pada sektor tanaman pangan. Pada tahun 2013 BPS mencatat produksi padi ladang dan padi sawah Kabupaten Sleman sebanyak 307.869 ton


(51)

(dalam bentuk gabah kering giling). Sedangkan untuk palawija, di lihat dari produksi di dominasi oleh jagung yang mencapai 36,46 ribu ton, diikuti oleh produksi ubi kayu dan kacang tanah yang masing-masing sebanyak 11,48 ribu ton dan 6,57 ribu ton. Adapun produksi ubi jalar dan kedelai masing-masing 3.228 ton dan 54 ton.

2. Buah-buahan

Produksi tanaman buah-buahan di Kabupaten Sleman di dominasi oleh salak pondoh. Sesuai dengan predikat yang di sandang selama ini sebagai produsen salak pondoh terbesar. Produksi salak pondoh pada tahun 2013 mencapai 662.321 kuintal, naik 34,13 persen dari tahun sebelum nya sebanyak 493.764 kuintal. Selain salak pondoh, Kabupaten Sleman juga memiliki produksi yang cukup besar untuk komoditi rambutan dan mangga, yaitu masing-masing sebanyak 87.684 kuintal dan 142.446 kuintal. Sedangkan untuk produksi tanaman sayuran, produksi yang relatif besar adalah melinjo sebesar 106.524 kuintal dan cabe merah sebesar 43.504 kuintal. Adapun untuk tanaman hias yang mendominasi adalah produksi tanaman krisan 5.492.615 tangkai, anggrek 32.345 tangkai dan mawar 6.459 tangkai.

3. Peternakan

Populasi ternak besar Kabupaten Sleman pada tahun 2013 terdiri dari sapi potong ± 51.642 ekor, sapi perah ± 3.614 ekor, kerbau ± 671 ekor dan kuda ± 347 ekor. Sedangkan populasi ternak kecil meliputi domba dengan populasi 71.412 ekor, kambing 36.798 ekor dan babi ± 6.673 ekor.


(52)

Tahun 2013, produksi daging disembelih/dipotong ternak sapi ± 6.007 ekor, kambing ± 3.409 ekor dan domba 8.683 ekor. Banyaknya produksi daging di Kabupaten Sleman pada tahun 2013 sekitar 20.269,90 ton, produksi ini lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 21.183,50 ton. Untuk produksi susu Kabupaten Sleman pada tahun 2013 mencapai 3.565,85 ton.


(53)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Petani Responden

Profil petani responden merupakan gambaran tentang identitas petani usahatani padi di daerah peri urban Kabupaten Sleman yang menjadi sampel dalam penelitian ini profil petani responden ditinjau berdasarkan usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman bertani dan luas lahan garapan.

1. Usia petani

Usia petani menggambarkan tingkat usia petani responden usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman. Gambaran tingkat usia dapat menggambarkan tingkat produktivitas pelaku usahatani, selain itu semakin muda usia petani maka tingkat inovasi dan peluang penyerapan teknologi pun akan meningkat. Menurut Hurlock (1994) berdasarkan kelompok usia dewasa, responden dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (usia 18-40 tahun), usia dewasa madya (usia 40-60 tahun) dan usia dewasa lanjut (usia di atas 60 tahun). Gambaran usia petani usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Tingkat usia petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Kelompok Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 18-40 3 10.00

2 40-60 19 63.33

3 > 60 8 26.67

Total 30 100.00


(54)

Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa sebagian besar petani pada penelitian ini berada pada usia produktif yang berkisar antara 18-60 tahun. Tingginya jumlah petani pada usia produktif diharapkan dapat mengoptimalkan perannya bagi pengembangan pertanian dan mengoptimalkan input produksi yang berdampak baik bagi keberlanjutan usahataninya. Petani usia produktif juga diharapkan dapat memahami dan melaksanakan peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan berupa UU No. 41 tahun 2009 dan Perda DIY No. 10 tahun 2011.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan gambaran mengenai pendidikan formal yang pernah diikuti oleh petani responden. Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan inovasi baru dalam teknologi dan ilmu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan semakin besar pula peluang dia untuk menerapkan inovasi teknologi baru dalam usahatani untuk meningkatkan produksi hasil usahataninya, sehingga dapat dikatakan sebagai salah satu indikator penting bagi peluang kemajuan pertanian. Sebaran tingkat pendidikan petani responden wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.


(55)

Tabel 2. Tingkat pendidikan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Kelompok tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tidak sekolah 0 0,00

2 SD 11 36,67

3 SMP/setara 8 26,67

4 SMA/setara 8 26,67

5 Diploma 0 0,00

6 Sarjana 3 10,00

Total 30 100

Sumber: Data primer terolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar atau sekitar 63,34 persen petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada penelitian ini melebihi target tingkat pendidikan minimal yang dicanangkan oleh pemerintah tahun 2008 yang hanya mengharuskan rakyat Indonesia wajib belajar sembilan tahun. Artinya bahwa tingkat pendidikan di daerah peri urban Kabupaten Sleman berada dalam taraf memadai untuk menyerap penggunaan inovasi dan teknologi di bidang pertanian, selain itu dengan adanya petani responden yang memiliki tingkat pendidikan jenjang sarjana diharapkan memiliki pola pikir lebih terbuka dan banyak mencoba hal-hal baru untuk meningkatkan produktivitas usahataninya. Disisi lain masih banyak petani responden yang memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah yaitu hanya sampai pendidikan SD saja. Hal ini mungkin disebabkan rendahnya kesadaran petani responden terhadap pentingnya pendidikan atau kurang tersedianya jenjang sekolah pada saat itu karena menurut data BPS Kabupaten Sleman sampai tahun 2013 hanya tersedia 110 sekolah pada jenjang SMP dan 42 sekolah pada jenjang SMA dari 501 sekolah pada jenjang SD.


(56)

3. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga merupakan gambaran mengenai jumlah orang yang berada dalam rumah tangga petani responden. Jika jumlah keluarga produktif semakin tinggi maka harapan untuk meningkatkan perekonomian keluarga petani menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, jika jumlah keluarga tidak kerja lebih besar atau masih dalam tanggungan petani maka akan memberatkan perekonomian petani. Jumlah anggota keluarga petani responden wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Jumlah anggota keluarga petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Interval Jumlah Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)

1 1-3 15 50,00

2 4-6 8 26,67

3 7-9 7 23,33

Total 30 100

Sumber: Data primer terolah

Berdasarkan tabel di atas di ketahui sebagian besar dari jumlah petani responden memiliki jumlah keluarga ideal yang diharapkan oleh pemerintah yaitu berkisar antara 1-3 orang per kepala keluarga dalam kebijakan keluarga berencana. Dengan anggota keluarga yang ideal diharapkan tidak terlalu mengganggu pengeluaran harian petani dan diharapkan maksimal dalam memenuhi kebututuhan kegiatan usahatani, disisi lain masih ada petani responden yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak atau lebih dari 3 orang per kepala keluarga.

Banyaknya anggota keluarga dapat memberikan kontribusi positif atau negative bagi perekonomian petani, banyaknya anggota keluarga yang bekerja akan


(57)

mendorong pertumbuhan pendapatan keluarga sehingga porsi biaya usahatani diharapkan meningkat. Jika anggota keluarga tidak produktif maka akan cenderung membebani perekonomian keluarga petani dan porsi biaya usahatani akan semakin kecil, hal tersebut dikarenakan semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

4. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan gambaran mengenai lama petani responden dalam melakukan usahatani yang dapat diukur berdasarkan jangka waktu yang telah dilaluinya sejak pertama kali melakukan kegiatan usahatani. Pengalaman bertani berguna untuk menggambarkan keahlian petani dan pemahaman terhadap pengelolaah usahatani padi. Semakin lama pengalaman bertani diharapkan berdampak positif terhadap kemampuan menangani masalah-masalah dalam kegiatan usahatani padi. Pengalaman bertani petani responden wilayah peri urban di Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Pengalaman bertani petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Pengalaman Bertani Jumlah (orang) Persentase (%)

1 3-22 14 46,67

2 23-42 10 33,33

3 43-62 6 20,00

Total 30 100

Sumber: Data primer terolah

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar petani responden di wilayah peri urban Kabupaten Sleman memiliki pengalaman yang cukup lama dalam


(58)

berusahatani, dengan pengalaman usahatani yang tinggi diharapkan petani terbiasa dalam melakukan usahatani dan enggan untuk meninggalkan kegiatan usahatani karena pengalaman merupakan faktor terkuat dalam menentukan sikap seseorang. Pengalaman usahatani petani responden yang tinggi diharapkan juga mendukung kebijakan pemerintah dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai UU No. 41 tahun 2009 dan perda DIY No. 10 tahun 2011. Selain itu tingginya pengalaman bertani diharapkan mampu memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran atau alternatif solusi terhadap permasalahan kegiatan usahatani di lapangan, namun disisi lain dengan pengalaman yang tinggi dalam kegiatan usahatani cenderung pada rendahnya penerapan teknologi, konsep dan inovasi baru di bidang pertanian yang ditawarkan oleh penggerak kemajuan pertanian akibat bertahan pada metode lama usahatani konvensional yang telah digeluti selama bertahun-tahun, hal ini banyak terjadi di lapangan ketika konsep dan inovasi baru yang ditawarkan oleh penyuluh pertanian kepada petani tidak diterapkan dengan baik akibat adanya ketidak percayaan petani sebelum ada hasil yang benar-benar real yang mereka rasakan, karena petani merasa lebih menguasai masalah lapangan dibandingkan para penyuluh.

5. Luas lahan

Luas lahan merupakan gambaran mengenai luas lahan yang diusahakan oleh petani pada saat penelitian di lakukan di wilayah peri urban Kabupaten Sleman, luas lahan mempengaruhi pada tingkat pendapatan yang di peroleh petani dari kegiatan


(59)

usahatani, jika lahan yang digunakan untuk usahatani semakin tinggi maka pendapatan dari kegiatan usahatani semakin meningkat, namun seiring pertumbuhan penduduk yang tinggi di wilayah peri urban muncul permasalahan alih fungsi lahan produktif menjadi pemukiman dan bangunan lainnya yang mendukung laju perekonomian dan jasa di wilayah peri urban yang semakin pesat, sehingga luas lahan yang diusahakan petani responden cenderung akan berkurang. Disamping itu tawaran pendapatan ekonomi yang tinggi pada sektor non pertanian di wilayah peri urban cukup tinggi. Untuk mengetahui luas lahan yang diusahatanikan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Luas lahan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Luas lahan (m2) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 200-2.100 19 63,33

2 2.200-4.100 8 26,67

3 4.200-6.100 2 6,67

4 ≥6.200 1 3,33

Total 30 100

Sumber: Data primer terolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden memiliki luas lahan dalam penguasaan yang cukup kecil atau dengan rata-rata penguasaan

lahan petani responden sebesar 1.000 m2, sedangkan petani dengan penguasaan lahan

lebih dari 4.000 m2 hanya 3 responden. Dengan tingginya laju pertumbuhan

penduduk dan pertumbuhan pada sektor ekonomi dan jasa diwilayah peri urban ancaman bagi petani untuk mengkonversi lahan pertanian menjadi non pertania dan meninggalkan kegiatan usahatani demi mendapatkan pendapatan yang cukup untuk


(1)

Hasil pendugaan model yang ditunjukkan oleh tabel diatas menyatakan bahwa faktor usia dan dummy ketersediaan kredit berpengaruh nyata terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban pada taraf alpha sebesar 5 persen sedangkan faktor pengalaman usahatani, pendapatan usahatani dan dummy status lahan berpengaruh nyata terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban pada taraf alpha sebesar 10 persen. Pengujian signifikansi variabel menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, anggota keluarga, pendidikan, pendapatan luar usahatani, dummy partisipasi kelompoktani tidak signifikan dalam mempengaruhi keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman. Tidak signifikannya pengaruh kelima faktor tersebut terlihat dari nilai P-value (sig) yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen.

5. Peluang keinginan petani untuk melanjutkan usahatani padi (willingness to leave) di wilayah peri urban Kabupaten Sleman

Hasil estimasi nilai koefisien regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman maka dapat dilakukan pendugaan nilai peluang keinginan petani untuk melanjutkan usahatani padi (willingness to leave) dengan rumus P(WTL) = ln (pi/1-pi), Dimana P(WTL) = � (� = 1|�) merupakan peluang kejadian Y=1. Hasil analisis pendugaan peluang sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi disajikan dalam bentuk statistik deskriptif pada tabel berikut.

Tabel 17. Peluang keberlanjuta usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

Interval WTL Kategori Jumlah rata-rata Persentase (%)

0,0172 - 0,3448 Rendah 21 0,1899 35,00

0,3448 - 0,6724 Sedang 19 0,5585 31,67

0,6724 - 1,0000 Tinggi 20 0,8701 33,33

Minimum : 0.0172 Maximum : 1.0000

Mean : 0.5333

Std. Deviation : 0.3009 Sumber : Data primer terolah


(2)

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai minimum willingness to leave

(peluang keberlanjutan) petani usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman yaitu 0,0172 dan nilai maksimum nya sebesar 1,0000 dengan rata-rata sebesar 0,5333 dan standar deviasi sebesar 0,3008. Dimana nilai 0 merupakan kode keinginan petani meninggalkan kegiatan usahatani padi dan 1 merupakan kode keinginan petani untuk melanjutkan kegiatan usahatani padi. Hasil analisis peluang keinginan petani untuk melanjutkan usahatani di bagi atas tiga kategori. Berdasarkan tabel tersebut dapat di lihat bahwa persentase terbesar keinginan petani berada pada kategori rendah yaitu sebesar 35,00%. Hal ini mungkin karena kegiatan usahatani bagi masyarakat di wilayah peri urban hanya sebagai hobi yang menjadi rutinitas petani yang sulit untuk ditinggalkan karena tujuan utama petani dalam melakukan usahatani padi yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri bukan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Hasil wawancara di lapangan tentang harapan petani terhadap anakanya dalam kegiatan usahatani padi memberikan gambaran sebagai berikut.

Tabel 18. Harapan petani terhadap anaknya dalam kegiatan usahatani padi

No Harapan petani terhadap anak Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Meninggalkan usahatani padi 10 33.33

2 Tetap berusahatani padi 20 66.67

Total 30 100.00

Sumber : Data primer terolah

Berdasarkan tabel diatas diketahui sebagian besar petani berharap anak nya tetap berusahatani padi. Data lapangan menunjukan sebagian besar alasan petani yang berharap anaknya tetap berusahatani padi yaitu untuk menjaga tanah warisan, untuk mencukupi kebutuhan pangan nya sendiri, untuk sampingan dan untuk supaya


(3)

kegiatan usahatani tetap berlanjut. Adapun data di lapangan alasan petani yang tidak berharap anaknya melanjutkan usahatani sebagian besar karena mereka tidak tahu keinginan anaknya kelak, sedangkan di waktu sekarang anak jarang terlibat dalam kegiatan usahatani. Selain itu alasan lain yaitu karena tidak memiliki lahan sendiri dan ekonomi tidak stabil.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Secara keseluruhan pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah berupa UU No. 41 tahun 2009 dan Perda DIY No. 10 tahun 2011 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di wilayah peri urban masih sangat kecil, namun pengetahuan petani terhadap kawasan pertanian pangan berkelanjutan (jalur hijau) cukup tinggi atau lebih dari 50 persen petani mengetahui.

2. Sikap petani terhasap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman secara signifikan dipengaruhi oleh faktor usia, pengalaman usahatani, pendapatan usahatani, dummy ketersediaan kredit dan dummy status lahan pada taraf nyata α = 10 persen. Berdasarkan hasil analisis rata-rata peluang sikap petani untuk melanjutkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten sebesar 0,5333 atau sebesar 53,33 %.

B. Saran

Pada akhir penelitian ini penulis menyarankan kepada pemerintah agar meningkatkan sosialisasi dan implementasi UU No. 41 tahun 2009 dan Perda DIY No. 10 tahun 2011 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagai landasan pengetahuan petani dalam melanjutkan usahatani padi.

Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman faktor usia petani akan menurukan probabilitas petani untuk melanjutkan usahatani padi karena usia petani responden berada pada usia madya (40-60) sehingga penulis


(4)

menyarankan pemerintah melakukan pelatihan bagi anak-anak petani dalam pengelolaan usahatani padi secara intensif dan berwawasan agribisnis agar menarik minat mereka di bidang usahatani padi, Selain itu penulis menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan inovasi dan teknologi baru di bidang usahatani padi agar menambah pengalaman petani dalam kegiatan usahatani dan lebih siap dalam menangani masalah-masalah yang terjadi di lapangan. Penulis juga menyarankan peningkatan fasilitas kredit pagi petani usahatani padi karena berdasarkan hasil analisis peningkatan probabilitas keinginan petani untuk melanjutkan usahatani cukup besar dengan adanya fasilitas keteresediaan kredit

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dalam rangka untuk mencapai gelar sarjana dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi dengan judul “Efisiensi Dan Keberlanjutan Usahatani Padi Di Daerah Istimewa Yogyakarta” yang diteliti oleh Bapak Triyono, SP.,MP. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Triyono, SP.,MP yang telah memberikan data, biaya, waktu, dukungan moral dan sebagai pembimbing utama dalam penelitian ini, ucapan terimakasih juga saya haturkan kepada Dr. Aris Slamet Widodo, SP.,MSc yang telah meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan beliau dan selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih juga saya haturkan kepada teman-teman Agribisnis FP UMY umumnya dan Agribisnis 2012 khususnya, serta tim paying terimakasih atas dukungan nya. kepada mereka yang telah saya repotkan dalam penyelesaian penelitian ini. Barokallahu fiikum, wa ma’annajah.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2015. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2014. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka . BPS D.I Yogyakarta.


(5)

Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Gamping Dalam Angka. BPS Kabupaten Sleman.

Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Godean Dalam Angka. BPS Kabupaten Sleman. Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Mlati Dalam Angka. BPS Kabupaten Sleman. Badan Pusat Statistik. 2014. Sleman Dalam Angka. BPS Kabupaten Sleman.

Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Gamping. BPS Kabupaten Sleman.

Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Godean. BPS Kabupaten Sleman.

Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Mlati. BPS Kabupaten Sleman. Darmansyah. 2012. Sikap Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik di Desa

Tirtonimolo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Skripsi S1. Fakultas Pertanian UMY, Yogyakarta.

Giyanto, A. 2015. Tingkatkan Produksi Padi, Pemkab Sleman Atur Pola Tanam (Online) http://jogjadaily.com/2015/01/tingkatkan-produksi-padi-pemkab-sleman-atur-pola-tanam/ Diakses 18 Maret 2015.

Giyarsih, Sri Rum. 2009. TransFormasi Wilayah. Disertasi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah mada Yogyakarta.

Hadi, S. 2015. Metodologi Riset. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.

Hanley N, Wright R and Alvarez-Farizo B. 2006. Estimating the economic value of improvements in river ecology using choice experiments: an application to the water framework directive. Journal of Environmental Management 78 (2006) 183–193

Hanley N, Mourato S and Wright R. 2001. Choice Modelling approaches : a superior alternative for environmental valuation? Journal of Economic Surveys, 15(3). Hardati, P. 2011. Transformasi wilayah peri urban, kasus di Kabupaten Semarang. Jurnal

Geografi,Vol. 8. (2): 108-117.

Harlini R, Yunus H.S, Kasto dan Hartono S. 2014. Analisis spasial sikap petani dalam mempertahankan tanah pertanian di Kabupaten Sleman, Indonesia. Geografia. (2): 154-167.

Hurlock, EB. 1994. Psikologi Perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Husodo, S. 2005. Sikap petani terhadap aktivitas sektor usahatani di kawasan peri urban yogyakarta. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, Vol. 1. (1): 33-49.

Isaskar, Riyanti. 2014. Modul 1. Pendahuluan: Pengantar Usaha Tani. Laboratorium Analisis dan Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Karwan, AS. 2003. Sistem pertanian berkelanjutan. Kanisus. Yogyakarta. Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.

Peraturan Daerah Provinsi D.I Yogyakarta No. 10 Tahun 2011. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Yogyakarta.

Rahardjo, M. 23 September 2014. Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (Online) http://birohukum.jogjaprov.go.id/ 532 Diakses 18 Maret 2015


(6)

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan Lahan pertanian Pangan Berkelanjutan. Indonesia.

Van Calker, K.J., 2005. Sustainability of Dutch dairy farming systems: A modelling approach. PhD Thesis, Wageningen University, The Netherlands, 208 pp. Yunus, Hadi. Sabari. 2009. Dinamika Wilayah Peri Urban: Determinan Kota Masa

Depan.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Zhen, Lin, Jayant K. Routray. 2003. Operational Indicators for Measuring Agricultural Sustainability in Developing Countries Environmental Management [Environ. Manage.]. Vol. 32, no. 1, pp. 34-46. Jul 2003. www.elsevier.com/locate/agree. DOI: 10.1007/ s00267-003-2881-1.