PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh G

  

i

PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA

BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG

  

INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001

TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1

TAHUN 2005 TENTANG HKI

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Hafsari Ayu Wardani

  

NIM: 21412011

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2016

  

PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA

BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG

  

INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001, DAN

FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Hafsari Ayu Wardani

  

NIM: 21412011

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2016

HALAMAN MOTTO

  

Melakukan yang terbaik, jangan merasa menjadi yang terbaik,

dan selalu jadi yang terbaik.

  Tak ada yang lebih baik dari pada Do’a dan Usaha

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Bapak ku tercinta, Bapak Muslikhan yang tak pernah henti selalu memberikan

semangat, kasih, sayang, yang selalu berjuang untuk anak-anaknya dan selalu

melakukan yang terbaik buat anak-anaknya

Ibuku tersayang, yang tak pernah henti memberikan kelembutan kasih sayang

kepada anak-anaknya, selalu berdoa dan memberikan semangat untuk

menyelesaikan penyusunan skripsi ini

Adik-adik ku, Royyi Muwaffa dan Ilfa Masarroh Mughniya yang tak pernah

henti memberikan semangat dan selalu membuatku tersenyum

Abah Mahfud Ridwan dan Ibu Nafis dan keluarga ndalem Pondok Pesantren

Edi Mancoro yang selalu memberikan petuah-petuah serta semangat

Gus Muhammad Hanif dan Ibu Rosyidah yang telah menjadi orang tua saya,

memberikan ilmunya, perhatian, petuah, dan kasih sayang

Bapak Agus Waluyo , Bapak Moh Khusen, Ibu Astuti Sakdiyah, Bapak Yusuf

Ismail serta semua staff yang tulus menjadi bapak ibu saya, selalu membimbing

saya, menjadikan saya mempunyai keluarga baru di Yaa Bismillah IAIN

Salatiga

Bapak Gufron Ma’ruf dan keluarga yang selalu memberikan semangat,

perhatian, selalu memberikan senyum terbaik untukku Dosen- dosen dan seluruh tenaga pengajar Fakultas Syari’ah, khususnya Jurusan Hukum

  Ekonomi Syari’ah

Keluarga besar Youth Association of Bidik Misi Limardhatillah IAIN Salatiga

Sahabat-sahabatku, Masadah, Iva Ekowati, dan Tri Setyorini terimakasih

untuk semuanya, semoga kita selalu menjadi sahabat

Dita Septikawati yang selalu menemaniku dalam suka maupun duka, melukis

bersama dalam waktu yang indah

Naila Rajiha dan Dyan Apriani yang selalu menemani hari-hariku, memberi

semangat dalam mengerjakan skripsi ini Sahabat-sahabatku jurusan Hukum Ekonomi S yari’ah Angkatan 2012,

terimakasih untuk semua hal, semua kenangan indah yang kita lalui bersama-

sama selama 4 tahun ini

Teman-temanku di keluargaTahfid Pondok Pesantren Edimancoro, yang selalu

setia menemani dalam mengerjakan skripsi ini

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah membe rikan ni‟mat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Batik SelotigoPasca Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI ”.

  Shalawat serta salam tak lupa penyusun selalu hadiahkan kepada Baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya. Semoga kita selalu mendapatkan limpahan syafa‟at Nabi Muhammad didunia hingga akhirat nanti.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran berbagi pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan pengarahan. Dengan segala ketulusan hati penyusun menyampaikan rasa terimakasih kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  2. Ibu Dra Siti Zumrotun, M.Ag.

  , selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonom i Syari‟ah.

  4. Bapak Dr. Nafis Irkhami, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk selalu melakukan yang terbaik.

  5. Ibu Dra. Siti Muhtamiroh, M.SI, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu mendidik, memberikan semangat, memberikan arahan, bimbingan dari awal hingga skripsi ini selesai. Terimakasih untuk kesabaranmu dan perhatianmu.

  6. Semua dosen IAIN Salatiga yang selalu memberikan ilmu mereka, pengetahuan mereka kepada saya.

  7. Semua staff IAIN Salatiga yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi.

8. Ayah, Ibu, dan adik-adikku tercinta yang selalu memberiku semangat, selalu berdo‟a kepada Allah untukku, Semoga Allah memberkahi kalian.

  9. Abah K.H Abah Mahfud Ridwan dan keluarga terimakasih untuk semua ilmu, kasih sayang, kebersamaan yang saya dapatkan di Pondok Pesantren Edi Mancoro

  10. Gus Muhammad Hanif dan Ibu Rosyidah yang telah menjadi orang tua saya, memberikan ilmunya, perhatian, petuah, dan kasih sayang

  11. Keluarga besar Tahfid Pondok Pesantren Edi Mancoro,terimakasih banyak untuk semuanya.

  12. Sahabat- sahabat ku seperjuangan Hukum Ekonomi Syari‟ah, terimakasih untuk hari-hari indah yang kita lalui bersama

  13. Keluarga Youth Association of Bidikmisi Limardhotillah IAIN Salatiga, khususnya sahabat seperjuanganku angkatan 2012.

  14 . Semua pihak yang telah membantu, baik do‟a, motivasi, maupun dukungannya.

  Tiada balasan yang dapat penulis berikan kecuali jazakumullah khoiron. Semoga semua amal sholeh kalian diterima di sisi Allah SWT, amin.

  Dalam skripsi ini penyusun menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih baiknya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang, khususnya bagi penulis. Amin

  Salatiga, 08 September 2016 Penulis Hafsari Ayu Wardani NIM 214-12-011

  

ABSTRAK

  Wardani, Hafsari Ayu. 2016. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca

  Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI .

  Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dra Siti Muhtamiroh, M.SI.

  Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Hak Kekayaan Intelektual, Batik.

  Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan sebuah hak yang berkenaan dengan kekayaan intelektual yang timbul karena kemampuan intelektual seseorang maupun kelompok menciptakan sesuatu atau menemukan sebuah karya dibidang teknologi, pengetahuan, seni dan sastra. Merek merupakan salah satu bagian yang terdapat dalam HKI. Salah satu contoh dari hasil kekayaan intelektual adalah Batik Selotigo. Peneliti melakukan penelitian mengenai bagaimana Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI. Tujuan penelitian ini aalah untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI.

  Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Peneliti menggunakan yuridis normatif yaitu pendekatan dari sudut kadiah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di masyarakat untuk menjawab permasalahan tersebut.

  Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa Batik Selotigo tidak dapat mendapatkan perlindungan hukum dari PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis karena Batik Selotigo termasuk produk yang telah menjadi generik. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dilaksanakan oleh DISPERINDAGKOP dan UMKM Kota Salatiga. Wujud perlindungannya berupa pemakaian batik pada hari-hari tertentu, pembinaan dan sosialisasi. Perlindungan yang diberikan oleh MUI melalui Fatwa No 1 Tahun 2005 tentang HKI tidak mempunyai pengaruh dan kekuatan hukum yang kuat di masyarakat. Fatwa MUI ini lebih terkesan sebagai sebuah himbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan kejahatan-kejahatan di bidang HKI.

  DAFTAR ISI SAMPUL ........................................................................................................ i LEMBAR BERLOGO ................................................................................... ii JUDUL ............................................................................................................ iii NOTA PEMBIMBING .................................................................................. iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... vi HALAMAN MOTTO ....................................................................................

  vii

  

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

  IX ABSTRAK .......................................................................................................

  XII DAFTAR ISI ..................................................................................................

  XIII DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

  XV DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

  XVI

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ......................................................................

  B.

  4 Rumusan Masalah ................................................................................

  C.

  4 Tujuan Penelitian .................................................................................

  D.

  4 Kegunaan Penelitian ............................................................................

  E.

  5 Penegasan Istilah .................................................................................

  F.

  7 Tinjauan Pustaka ..................................................................................

  G.

  13 Metode Penelitian ................................................................................

  H.

  18 Sistematika Penelitian ..........................................................................

  BAB II KERANGKA TEORI A.

  19 Hak Kekayaan Intelektual ...................................................................

  B.

  26 Merek ...................................................................................................

  C.

  38 Indikasi Geografis ................................................................................

  D.

  43 HKI dalam Pandangan Hukum Islam ..................................................

  BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A.

  48 Sejarah Batik dan Perkembangannya ............................................

  B.

  49 Sejarah Batik Selotigo ...................................................................

  C.

  Pendaftaran Batik Selotigo .............................................................

  53 D. Pemasaran Batik Selotigo ..............................................................

  56 E. Proses Pembuatan Batik Selotigo ..................................................

  58 F. Harga Batik Selotigo ......................................................................

  69 G. Merek Batik Selotigo Dilindungi Berdasarkan UU Nomor 15 Tahu 2001 tentang Merek ......................................................................

  72 H. Batik Selotigo Ditinjau Dari PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis ..........................................................................

  73 BAB IV PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis...............................................

  77 B. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek ......................................................

  78 C. Perlindungan Hukum Batik Selotigo Pasca Berlakunya Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI .........................................

  88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................

  91 B. Saran ...........................................................................................

  92 DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Prasasti Watu Rumpuk ...............................................................

  53 Gambar 3.2 Canting ........................................................................................

  59 Gambar 3.3 Nyamplung ..................................................................................

  60 Gambar 3.4 Wajan ..........................................................................................

  60 Gambar 3.5 Pewarna .......................................................................................

  61 Gambar 3.6 Cap Batik Selotigo .............................................................

  64 Gambar 3.7 Cap Batik Selotigo ............................................................

  64 Gambar 3.8 Proses Cap Batik Selotigo ..........................................................

  65 Gambar 3.9 Kain yang Telah Diwarna ..........................................................

  66 Gambar 3.9 Batik Selotigo dengan Warna Alam ............................................

  67 Gambar 3.10 Batik Selotigo dengan Warna Klasik .........................................

  68 Gambat 3.11 Batik Selotigo dengan Warna Biasa ...........................................

  69 Gambar 4.1 Batik Selotigo Tulis ...................................................................

  81 Gambar 4.2 Batik Selotigo Cap .......................................................................

  82

DAFTAR LAMPIRAN 1.

  PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis 2. UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek 3. Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI 4. Wawancara dengan Kepala Bidang Perindustrian DISPERINDAGKOP dan UMKM Kota Salatiga

5. Wawancara dengan Pencipta Batik Selotigo 6.

  Surat Nota Pembimbing 7. Surat Izin Penelitian KESBANGPOL di DISPERINDAGKOP dan

  UMKM Kota Salatiga 8. Surat Izin Penelitian di Sentra Batik Selotigo 9.

  Lembar Konsultasi Skripsi 10.

  Daftar Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam hal. Hampir semua kekayaan alam, budaya, seni, baik yang berasal dari alam maupun yang merupakan hasil karya manusia bisa ditemukan di Indonesia. Hampir setiap daerah yang menjadi bagian dari negara Indonesia

  mempunyai hasil daerah yang khas yang berbeda dari lainnya, baik itu berupa hasil alam, seperti rempah, karet, ataupun berupa hasil kesenian dan budaya dari penduduk di daerah tersebut, seperti tarian, lagu daerah dan lainnya.

  Salah satu kekayaan Indonesia yang juga menjadi salah satu ciri khas Indonesia di berbagai penjuru dunia adalah batik. Hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia mempunya ciri dan bentuk serta motif batik yang berbeda dengan daerah lainnya.

  Saat ini perkembangan hukum di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indonesia saat ini, khususnya Ditjen HKI telah membuat regulasi mengenai perlindungan hasil karya individu maupun kelompok. Regulasi yang dibuat oleh pemerintah berwujud dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.Ada berbagai peraturan yang mengatur mengenai hak paten, cipta, desain industri, serta merek dan Indikasi Geografis.

  Indikasi Geografis merupakan salah satu ruang lingkup dari HKI (Hak Kekayaan Inteletkual) selain Paten, Hak Cipta, Informasi Rahasia/Rahasia Dagang, Merek dan beberapa jenis HKI lainnya. Indikasi Geografis merupakan sebuah nama dagang yang dikaitkan, dipakai atau dilekatkan pada kemasan suatu produk dan berfungsi menunjukkan asal tempat produk tersebut. Asal tempat itu mengisyaratkan bahwa kualitas produk tersebut amat dipengaruhi oleh tempat asalnya, sehingga produk itu bernilai unik di benak masyarakat, khususnya konsumen, yang tahu bahwa tempat asal itu memang punya kelebihan khusus dalam menghasilkan suatu produk (Ayu, 2006: 1).

  Indonesia merupakan negara dengan keragaman budaya dan sumber daya alami. Dari segi sumber daya alami banyak produk daerah yang telah lama dikenal dan mendapatkan tempat di pasar internasional sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Keterkenalan produk tersebut seharusnya diikuti dengan perlindungan hukum yang bisa untuk melindungi komoditas tersebut dari praktek persaingan curang dalam perdagangan. Mengenai Indikasi Geografis ini, TRIPs (Trade Related

  

Aspects of Intellectual Property Rights) telah mengaturnya pada Section 3

Article 22-24. Untuk memastikan adanya perlindungan terhadap Indikasi

  Geografis di negara-negara anggota perjanjian TRIPs ini adalah setiap negara anggota diharuskan untuk menyediakan legal means atau cara-cara atau upaya hukum untuk melindungi Indikasi Geografis dalam hukum nasional mereka (Ayu, 2006: 33). TRIPs merupakan perjanjian multilateral yang paling lengkap mengatur tentang HKI termasuk di dalamnya pengaturan tentang Indikasi Geografis yaitu dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24. Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada barang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal.

  Ada banyak ragam kreasi batik dari berbagai kota di Indonesia, tidak terkecuali Kota Salatiga. Salatiga mempunyai batik khas daerah, yaitu Batik Selotigo. Nama batik ini sangat khas dengan Kota Salatiga, yang mana dalam bahasa jawa Selotigo mempunyai arti tiga batu.

  Batik Selotigo mempunyai ciri khas yang berbeda dengan produk lainnya. Perbedaan batik plumpungan dengan produk batik dari daerah lainnya terletak pada motif yang diusungnya. Batik Selotigo mempunyai ciri khas dengan motif batu-batuan dengan motif yang unik.

  Pencipta telah mendaftarkan Batik Selotigo ke Ditjen HKI. Untuk mengetahui praktik perlindungan hukum yang dilakukan oleh Ditjen HKI berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah serta MUI sebagai organisasi yang mewakili Islam dan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, maka penulis mengangkat penelitian yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI ”.

B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis? 2. Bagaimana perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya UU

  Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek? 3. Bagaimana perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya

  Fatwa DSN-MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI? C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.

  2. Untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

  3. Untuk mengetahui perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya Fatwa DSN-MUI Nomor 1 Tahun 2005 tentang HKI.

D. Kegunaan Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut dijabarkan sebagai berikut :

  1. Secara teoritis dapat menambah khasanah pengetahuan hukum, baik hukum positif maupun Islam mengenai implementasi peraturan- peraturan tentang HKI di masyarakat.

  2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi atau landasan hukum dalam pengambilan keputusan khususnya bagi seseorang yang mempunyai karya supaya dapat melindungi hasil karyanya.

E. Penegasan Istilah

  Agar tidak menimbulkan masalah dalam pemahaman terhadap judul skripsi ini maka perlu kiranya penulis untuk menegaskan istilah tersebut

  “PERLINDUNGAN HUKUM BATIK SELOTIGO PASCA BELAKUNYA PP NOMOR 51 TAHUN 20017 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS, UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAN FATWA DSN MUI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG HKI

  ”: 1. Perlindungan

  Perlindungan adalah hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi (KBBI, 2007: 674).

  Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan ( Hardjon, 1987: 5). Perlindungan hukum menurut Phillipus M. Hardjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa yang mengarahkan tindakan sengketa pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa termasuk penangannya di lembaga peradilan (Hardjon, 1987: 5).

  2. Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual, dalam penulisan ini disingkat "HKI" adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property

  Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.

  Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia ( Ditjen HKI, 2013: 5).

  3. Merek Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Ditjen HKI, 2013: 28).

  4. Indikasi Geografis Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan (Marbun, dkk, 2012: 131).

  5. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah merupakan bentuk perundang-undangan yang dibuat atau ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan

  Undang-undang(KBBI, 2007: 76) 6. Undang-Undang

  Undang-undang adalah ketentuan dan peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, badan legislatif, dsb), ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala pemerintah, raja), dan mempunyai kekuatan yang mengikat (KBBI, 2007: 1245).

  7. Fatwa Fatwa adalah jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah (KBBI, 2007: 314).

F. Tinjauan Pustaka

  Sejauh ini sudah banyak penelitian, skripsi, serta karya ilmiah lain yang membahas dan melakukan penelitian terhadap perlindungan hak merek dan Indikasi Geografis pada objek yang berbeda-beda.

  Puji Tri Nuzuli dalam tulisannya yang berjudul

  “Pendaftaran Indikasi Geografis Atas Barang-Barang Hasil Pertanian/Perkebunan di Aceh”. Dia memfokuskan pembahasan pada masalah keberadaan barang

  berpotensi untuk dilindungi Indikasi Geografis sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Aceh serta pendaftaran Indikasi Geografisatas barang-barang yang memiliki potensi untuk didaftarkan

  Indikasi Geografis di Aceh. Dari hasil penelitiannya, dapat diperoleh kesimpulan bahwa di Aceh terdapat barang-barang yang berpotensi untuk dilindungi sebagai hasil dari Indikasi Geografis. Pemerintah selama ini telah memberikan suatu tindakan yang positif dalam didaftarkannya suatu Indikasi Geografis khas masyarakat Aceh. Pemerintah daerah setelah didaftarkannya Indikasi Geografis tersebut hanya meninjau setahun sekali keberadaan masyarakat setempat dan perkebunan kopi rakyat, monitoring atau pengamatan hanya dilakukan oleh Dinas Perkebunan di Provinsi Aceh untuk melihat sejauh mana perkembangan, penjualan dan labelisasi dari kopi Gayo ini.

  Antoneyte Octaviany dalam skripsinya yang berjudul

  

“Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Batik Plumpungan”

  membahas tentang eksistensi Batik Plumpungan di Kota Salatiga dilihat dari Undang-Undang Nomor 19 tahun 2001 tentang Hak Cipta serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah Salatiga untuk melindungi usaha Batik Plumpungan serta kendala apa saja yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam pemberian perlindungan hukum kepada Batik Plumpungan.

  Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah keberadaan atau eksistensi Batik Plumpungan secara budaya, ekonomi, dan hukum belum maksimal. Secara budaya eksistensi Batik Plumpungan belum dikenal secara luas di masyarakat. Banyak dari anggota masyarakat yang belum mengetahui motif dasar Batik Plumpungan yang unik ini diambil dari batu Prasasti yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Usaha Batik

  Plumpungan ini juga dapat dikembangkan menjadi usaha unit kecil dan menengah, karena Batik Plumpungan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Tetapi di dalam praktek, pekerja yang membuat batik di galeri yang dimiliki oleh pencipta, hampir sebagian besar berasal dari Pekalongan. Secara hukum keberadaan motif dasar Batik Plumpungan ini sedang dalam proses pendaftaran, tapi batik dengan motif unik ini sudah rentan untuk dijiplak atau ditiru oleh pihak lain dengan mempergunakan motif dasar yang sama. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menghargai hasil karya orang lain inilah yang menyebabkan batik ini rentan untuk ditiru. Kendala modal menjadi alasan banyak pihak, batik Plumpungan sulit berkembang di kota asalnya.

  Milsida Fandy dan Henry Soelistyo Budi Hardijan Rusli juga telah melakukan penelitian dengan tema yang sama. Karya mereka berjudul

  

“Aspek Hukum Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia”. Fokus

  penelitian mereka adalah mengenai penyelesaian permasalahan Indikasi Geografis yang terjadi di Indonesia yaitu kasus kopi Toraja serta aspek pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia. Hasil penelitian yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu analisis terhadap aspek pengaturan Indikasi Geografis perlu dirujukkan pada Undang-undang mengenai merek, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Sebelum diundangkannya Undang-undang tersebut, Indikasi Geografis diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992. Dalam Undang-

  Undang Nomor 15 Tahun 2001, masalah Indikasi Geografis diatur dalam

  Pasal 56 - 60. Sedangkan untuk penyelesaian terhadap sengketa kopi Toraja, penulis memberikan dua opsi, yaitu pihak Indonesia mengajukan pendaftaran kopi Toraja sebagai Indikasi Geografis. Bila dapat disetujui, maka pihak Jepang yang saat ini telah mendaftarkan kopi Toraja dapat diberi kesempatan menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai Indikasi Geografis. Artinya, apabila pihak Jepang dianggap beritikad baik dalam menggunakan tanda Kopi Toraja maka ia dijinkan untuk menggunakan tanda tersebut selama 2 tahun. Setelah itu tanda kopi Toraja dikembalikan kepada pihak Indonesia. Skenario seperti ini harus didukung dengan tersedianya ketentuan mengenai tata cara permohonan pendaftaran Indikasi Geografis. Ini berarti, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan pemerintah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 56 (9) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sedangkan opsi kedua adalah pihak Indonesia dapat mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran terhadap kopi Toraja. Dasar dari gugatan pembatalan itu adalah "bahwa Indikasi Geografis kopi toraja adalah milik masyarakat (adat) Toraja".

  Dalam tesis yang ditulis Andris pada tahun 2015 yang berjudul

  

“Penerapan Prinsip Itikad Baik Terhadap Indikasi Geografis Kopi

Arabika Toraja Indonesia yang Didaftarkan Sebagai Merek Dagang

Toarco Toraja oleh Key Coffee (Perusahaa Jepang) Berdasarkan

  

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Peraturan

Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis ”. Fokus

  penelitian adalah penerapan prinsip itikad baik terhadap Indikasi Geografis Kopi Arabika Toraja Indonesia yang didaftarkan sebagai merek dagang Toarco Toraja oleh Key Coffee Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis dan tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia terkait dengan adanya pendaftaran merek Toarco Toraja oleh pihak Key Coffee Jepang. Hasil penelitiannya yaitu dalam kasus Kopi Arabika Toraja, pendaftaran Toarco Toraja oleh Key Coffee (Perusahaan Jepang) sebagai merek dagang merupakan pelanggaran terhadap Kopi Arabika Toraja sebagai Indikasi Geografis Indonesia yang pendaftaran mereknya berdasarkan itikad tidak baik sebagaimana di atur dalam Pasal 4 UU Merek 2001 bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Bahwa nama Toraja merupakan kepemilikan dari masyarakat dataran tinggi Toraja, hal tersebut diperkuat semenjak Kopi Arabika Toraja dilindungi sistem hukum Indikasi Gerografis yang kepemilikannya bersifat komunal. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor

  15 Tahun 2001 tentang Merek terkait dengan adanya pendaftaran merek Toarco Toraja oleh pihak Key Coffee Jepang yang pendaftaran mereknya berdasarkan itikad tidak baik antara lain, mengajukan permohonan pembatalan merek Toarco Toraja, dan menuntut ganti kerugian.

  Skripsi yang ditulis Reza Fanani pada tahun 2015 berjudul

  

“Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap Pencipta Motif Seni Batik

Kontemporer di Yogyakarta”. Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah

  bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain dalam membajak karya cipta motif seni batik pencipta, perlindungan hukum hak cipta motif seni batik kontemporer di Yogyakarta dan upaya hukum yang dilakukan pencipta dalam menyelesaikan pelanggaran karya cipta motif seni batiknya. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta seni batik merupakan pelanggaran atas hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta. Hak eksklusif pencipta terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pelanggaran hak moral berupa pengakuan pihak lain atas karya ciptaan motif seni batik pencipta berupa penjiplakan atas motif seni batik yang sama persis dengan yang dibuat oleh seorang pencipta yang sesungguhnya. Perlindungan hukum hak cipta seni batik kontemporer dapat dilakukan dengan tindakan preventif dan represif. Sedangkan upaya hukum untuk menyelesaikan pelanggaran hak cipta seni batik kontemporer di Yogyakarta dilakukan dengan jalur non litigasi, yaitu dengan negosiasi dan musyawarah antara pencipta dengan pihak penjiplak atau pembajak motif seni batik.

G. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, yaitu pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer yang ada di lapangan. Sedangkan metode pendekatannya dengan yuridis empiris adalah penelitian yang berusaha menghubungkan antara norma hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian berupa studi yuridis normatif, yaitu berusaha menemukan proses bekerjanya hukum (Soekanto, 1984: 52).

  2. Kehadiran Peneliti Pada penelitian ini penulis hadir dan ikut serta dalam kegiatan produksi, serta kegiatan lain yang dilakukan oleh pencipta Batik

  Selotigo.

  3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi Batik Selotigo, yaitu di Salatiga tepatnya di JL Salatiga-Bringin KM 2 Watu Rumpuk

  Salatiga.

  4. Sumber Data a.

  Sumber Data Primer :

  1) Informan

  Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2000: 90). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah pencipta Batik Selotigo serta DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga. 2)

  Data Sekunder Data Sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan dimaksudkan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Melalui studi kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar artikel dan internet serta referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan dengan penelitian ini.

  Data skunder dalam penelitian ini mencakup :

  a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan pengadilan Dalam penelitian ini yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografisdan Fatwa DSN-MUI Nomor 1 tahun 2005 tentang HKI. b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, artikel-artikel, internet, buku

  • –buku yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan yang akan diteliti.

  c) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3)

  Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian. Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan beberapa teknik guna memperoleh data antara lain : a)

  Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diteliti dan dimungkinkan untuk memberi penelitian pada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis akan ikut serta dalam kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh pencipta Batik Selotigo, pembatik, serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan Batik Selotigo.

  b) Indepth Interview (wawancara mendalam), karena penelitian yang digunakan menggunakan dasar penelitian, maka pengumpulan data dengan wawancara secara mendalam dianggap paling tepat karena dimungkinkan untuk mendapat informasi secara detail dari objek yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung terhadap informan yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti sebelumnya. Peneliti akan melakukan wawancara kepada pencipta, pembatik, pegawai Batik Selotigo serta DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga.

  5. Analisis Data Seluruh data penelitian yang telah dikumpulkan ataupun diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan cara menggambarkan masalah secara jelas, mengumpulkan, informasi pencipta, pembatik, pegawai Batik Selotigo dan DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga, kemudian membandingkan antara informan satu dengan informan yang lainnya mengenai kevalidan data.

  6. Pengecekan Keabsahan Data Dalam suatu penelitian, validalitas data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2004: 330). Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara satu dengan wawancara yang lainnya, hasil wawancara dengan observasi dan hasil observasi dengan observasi yang lainnya.

7. Tahap-Tahap Penelitian

  Dalam melakukan penelitian ini, penulis melalui empat tahap sebagai berikut: a.

  Tahap sebelum ke lapangan Penulis menentukan fokus penelitian yang akan menjadi pokok pembahasan, selain itu penulis melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing dalam penyusunan proposal penelitian, dilanjutkan penyelesaian perizinan lokasi penelitian.

  b.

  Tahap pekerjaan lapangan Penulis melakukan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi penelitian. Pada tahap ini penulis memulai terjun ke lapangan tempat penelitian tersebut dilakukan.

  c.

  Tahap analisis data Meliputi analisis data yang diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam dengan pencipta, pembatik, pegawai Batik Selotigo serta DISPERINDAGKOP DAN UMKM Kota Salatiga.

  d.

  Tahap Penulisan Laporan

  Meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pada pemberian makna. Selain itu peneliti melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing guna penyusunan laporan selengkapnya.

H. Sistematika Penelitian

  Skripsi ini disusun dalam lima bab yang secara sistematis dapat dijabarkan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II : Kajian pustaka Bab III : Paparan data dan hasil penelitian meliputi : gambaran umum batik, gambaran umum tentang Batik Selotigo, Batik Selotigo ditinjau dari PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, dan Batik Selotigo dilindungi UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

  Bab IV : Perlindungan hukum Batik Selotigo pasca berlakunya PP Nomor

  51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan Fatwa DSN MUI Nomor 1 Tahun 2005.

  Bab V : Penutup ; kesimpulan dan saran.

BAB II KERANGKA TEORI A. Hak Kekayaan Intelektual 1. Pengertian HKI Hak Kekayaan Intelektual, disingkat "HKI" merupakan suatu

  hak yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam bentuk ciptaan atau temuan, baik berupa karya cipta seni, sastra dan teknologi (Budhiwaskito,dkk : 2000, 2).

  Ada juga definisi lain mengenai HKI, HKI adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya- karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia (Ditjen HKI: 2003, 3).

2. Sejarah Perundang-undangan HKI di Indonesia a.

  Perundang-undangan HKI Masa Penjajahan Belanda Perundang-undangan HKI Masa Penjajahan Belanda Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dalam peraturan tahun 1910 hak kekayaan intelektual disebut hak oktrooi (Budhiwaksito, 2000: 2).

  Menurut peraturan 1910, menyatakan bahwa suatu temuan hendaknya dimintakan hak paten, segala dokumennya dikirim ke Den Haag. Biro paten di Belanda yang akan memberikan oktrooi kepada si peminta (Budhiwaksito, 2000: 3).

  Sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai Undang-undang tentang HKI yang sebenarnya merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordasi (Sutedi, 2009: 1-2).

  Pada waktu itu, yang baru mendapatkan pengakuan baru tiga bidang, yaitu hak cipta, merek dagang dan industri, dan paten (Sutedi, 2009:1-2)

  Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang HKI yaitu (Sutedi, 2009:1-2):

  1) Auterswet 1912 (Undang-Undang Hak Pengarang 1912, Undang-Undang Hak Cipta: S. 1912-600).

  2) Reglemen Industriele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912: 1912-545 jo S. 1913-214).

3) Octrooiwet 1910 (Undang-undang Paten 1910: S 1910-33 yis S.

  1911-33, S. 1922-54).

  b.

  Perundang-undangan HKI Pasca Proklamasi Kemerdekaan Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Pasal 2 Aturan

Dokumen yang terkait

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 3 18

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 4 15

PERLINDUNGAN MEREK NON TRADISIONAL UNTUK PRODUK EKONOMI KREATIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK, INDIKASI GEOGRAFIS DAN PERSPEKTIF PERBANDINGAN HUKUM

0 1 16

UU NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

0 0 22

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK PASCA BERLAKUNYA UNDANG – UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK TESIS

0 0 14

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS LAMBANG PALANG MERAH DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK TESIS

0 0 17

PERMENDAGRI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

0 0 50

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 80

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGATURAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

0 0 113

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT (STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT AL-IHSAN JATENG CABANG SALATIGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)

0 0 99