PERSONIFIKASI NEGARA INDONESIA OLEH FANS HETALIA MELALUI DOUJINSHI “MAAF” Repository - UNAIR REPOSITORY
PERSONIFIKASI NEGARA INDONESIA OLEH FANS HETALIA MELALUI
DOUJINSHI “MAAF”
Disusun oleh: Wulan Nawangsari
ABSTRACT
This study focused on the analysis of the how personification of the countriesconducted by Hetalia fans through manga doujinshi Hetalia “Maaf”. Looking from how
doujinshi manga become one of the popular culture products in nowdays, what this
research want to answer is how personification of the countries that conducted by Hetalia
fans through manga doujinshi Hetalia “Maaf”. This doujinshi manga become one of the
efforts made by Hetalia fan to show their perceptions of the countries to the audience.In this research, the method that used is Barthes‟s semiotic analyses. From the
two levels of analysis offered by Barthes, the meaning of denotation as well as the
meaning of connotation in visual media can be more effectively sought out. The literature
review that used for this research is Media and Representation, Manga and Popular
Culture, Fandom and Doujinshi, Manga Doujinshi as Media Reconstruction and
Semiotics.Based on the analysis of the “Maaf” doujinshi, there‟s some tendency from the doujinshi m aker to personify the countries in discussing the issue of Australia‟s nation
identity, colonialism in Indonesia, and white supremacy in Indonesia and Philippines
using the doujinshi. In Australia‟s nation identity is shown about the personification of
theAustralia that doujinshi maker do on the issue of Australia‟s or Yolngu‟s identity
issue. In colonialism there was shown the doujinshi maker views on how Indonesian
indigenous womens was treated by the Dutch colonials. Then in white supremacy, the
European colonizer are shown as characters who see skin color as a standard and here
also shown how Indonesia is able to fighting against the European colonizer, while
Philippines depicted as a character who accept the European colonizer treatment.Keywords: Doujinshi, Manga, Historical, Hetalia, Identity.
komik memiliki salah satu fungsi
PENDAHULUAN
tersendiri sebagai sebuah media untuk Penelitian ini membahas mengenai menyampaikan suatu ideologi. Manga personifikasi negara yang dilakukan oleh menjadi media yang untuk menyampaikan
fans Hetalia dalam bentuk manga
suatu ideologi melalui penggambaran yang
doujinshi Hetalia “Maaf”. Manga dipilih dimunculkan didalamnya, dan
oleh peneliti karena manga atau yang juga penggambaran ini bukan suatu hal yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan dimunculkan secara serampangan, namun sering kali penggambaran ini merupakan bentuk dari representasi dari suatu ideologi kelompok tertentu (McAllister, Edward H. Sewell, Jr., dan Ian Gordon, 2001).
Peneliti menggunakan manga
doujinshi
“Maaf” untuk penelitian ini karena didalam manga tersebut digunakan karakter-karakter negara ASEAN dengan karakter Indonesia sebagai tokoh utama dari cerita ini. Selain karakter yang digunakan, personifikasi yang digunakan untuk menceritakan karakter-karakter tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Melalui penelitian ini, peneliti ingin membahas mengenai bagaimana personifikasi negara yang dilakukan oleh
fans Hetalia dalam bentuk manga doujinshi Hetalia “Maaf”.
Hetalia merupakan sebuah web comic yang di buat oleh Hidekaz Himaruya dan berfokus pada genre komedi dengan cerita mengenai sejarah Perang Dunia ke-2, terutama negara Italia, Jerman dan Jepang yang berada pada kelompok axis serta negara-negara seperti Amerika, Inggris Raya, Perancis, Russia dan Cina yang berada pada kelompok Allied Force. Tidak hanya bercerita mengenai Perang Dunia ke-2, Hetalia sering mengambil seting cerita di jaman modern dan menggunakan komedi satir yang ringan untuk menceritakan kembali kejadian-kejadian penting yang ada di negara, ataupun mengenai budaya-budaya yang ada di negara-negara bersangkutan.
Tokoh-tokoh yang digunakan dalam cerita Hetalia ini merupakan bentuk
anthropomorphism dari negara-negara
yang ada di dunia. Anthropomorphism menurut Asquith merupakan bahasa yang memberikan ciri perilaku hewan yang memiliki kemiripan dengan perilaku manusia dengan cara-cara tertentu (Mitchell et al, 1997). Sedangkan menurut Guthrie (ibid), definisi dari
anthropomorphism, atau yang juga disebut
dengan personifikasi, yang paling tepat adalah definisi Webster's New Collegiate
Dictionary , yang dimana anthropomorphism didefinisikan sebagai
atribusi karakteristik manusia pada non- manusia ataupun events. Dari definisi tersebut, Guthrie menambahkan bahwa dari definisi tersebut harus diminimalisir meskipun secara alami anthropomorphism tidak dapat di hilangkan, dan itu terjadi sebagai salah satu bentuk dari hasil persepsi yang tidak sengaja dilakukan sekaligus penting.
Hetalia ini merupakan salah satu produk budaya populer Jepang, yang dimana oleh Storey dalam Buhmann et al., (2015) budaya populer dianggap sebagai budaya yang disukai oleh banyak orang. Selain merujuk pada kuantitas dari
audience
, kata „populer‟ sendiri juga merujuk pada konteks low (popular)
culture , yang merupakan tandingan dari high culture
. Meskipun budaya populer sering kali dianggap sebagai budaya massa yang dimana budaya tersebut diproduksi untuk dikonsumsi oleh masyarakat, budaya populer sendiri juga tidak dapat dikatakan sebagai budaya yang berbeda dengan budaya konsumsi. Budaya populer merupakan hal yang menarik minat masyarakatnya, bukan hal yang menarik minat dari industri, meskipun budaya populer ini akhirnya tidak bisa dipisahkan dengan dunia industri (Fiske 1994).
Budaya populer yang dimiliki oleh Jepang ini pada awalnya disebarkan melalui jalur perdagangan industri budaya.
Melalui jalan perdagangan, industri budaya menjadi distributor yang kuat untuk menyebarkan nilai-nilai budaya melalui penyebaran produk-produk budaya yang diakomodasikan untuk berbagai macam audience. Ekspor budaya populer secara besar-besaran yang dilakukan oleh Jepang membuat konsumsi dari budaya tersebut menjadi meningkat dan membuat budaya populer Jepang menjadi soft power (Otmazgin, 2008).
Adanya perkembangan teknologi saat ini juga turut andil dalam mempermudah penyebaran budaya Jepang ke negara- negara lainnya. Semakin mudahnya orang- orang untuk mengakses dan mengenal budaya populer Jepang ini mempermudah orang-orang untuk menerima budaya ini dan kemudian menjadi konsumsi dari masyarakat (Shuker, 2001).
Salah satu dari produk budaya populer Jepang yang sangat dikenal oleh banyak orang adalah manga. Manga atau yang dikenal dengan sebutan komik ini merupakan salah satu dari produk budaya populer milik Jepang yang di kenal oleh masyarakat, tidak hanya masyarakat Jepang saja, namun juga masyarakat yang ada di luar Jepang termasuk di Indonesia.
Sebagai sebuah media hiburan, manga dirasa terlalu mengagumkan untuk diserahkan begitu saja sebagai hiburan untuk anak kecil saja (Craig, 2000), oleh karena itu manga juga dinikmati oleh orang dewasa, tentu dengan konten yang berbeda dari manga untuk anak-anak.
Sebagai budaya populer, manga sangat dikenal oleh masyarakat luas dan juga digemari oleh banyak orang, dimana para penggemar ini membentuk suatu kelompok atau komunitas mereka sendiri yang biasa disebut dengan fandom.
Fandom atau fan kingdom ini merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada sekelompok orang-orang yang memiliki
intrest yang sama terhadap sesuatu, baik itu penyanyi, film, ataupun lainnya.
Sebagai sebuah kelompok yang berisi fans,
fandom juga memiliki bahasa tersendiri
yang juga mereka gunakan dalam berkomunikasi satu sama lain serta membuat karya seni atau literatur mereka sendiri berdasarkan interest pada hal yang sama tadi (Gooch 2008). Fans sendiri dilihat dari aktivitas mereka, seseorang akan disebut sebagai fan jika mereka membagi pendapat mereka mengenai suatu konten dengan teman mereka.
Dalam menyampaikan pendapat ataupun perasaan mereka, para fans tidak hanya masuk kedalam komunitas saja, fans ini juga menggunakan media-media yang lain dalam melakukan sharing perasaan dan pemikiran mereka mengenai suatu
fandom . Dan salah satu media yang
digunakan oleh fans untuk mengekspresikan pemikiran mereka adalah dengan manga doujinshi.
Doujinshi sendiri merupakan istilah
yang digunakan untuk menyebut hasil karya yang dipublikasikan sendiri dan menggunakan dana sendiri, hasil karya ini bisa dibuat oleh individu ataupun kolaborasi dari beberapa orang (Tamagawa, 2012). Dalam mempublikasikan karya secara komersial, para fan ini harus menggunakan penerbit untuk bisa mempublikasikannya, oleh karena itu individu-individu ini juga dianggap sebagai amatir karena mempublikasikan karyanya di luar pasar publikasi komersial dan tanpa menggunakan penerbit. Bentuk dari
doujinshi atau doujin ini bermacam-
macam, dapat berupa karya orisinil ataupun karya turunan, baik dalam bentuk literatur, komik, software dan juga musik (Leavitt dan Horbinski dalam Le, 2014).
Dalam menyebarkan doujinshi , umumnya fans menyebarkan doujinshi tersebut dengan cara menjualnya di event ataupun melalui situs internet, namun tidak jarang juga fans yang membuat doujinshi dan menyebarkannya melalui situs internet secara gratis untuk kesenangan mereka sendiri. Dalam event budaya Jepang ataupun event doujinshi seperti Comiket,
fans mendapatkan doujinshi yang mereka
cari dengan cara membeli pada pembuat
doujinshi di acara-acara tersebut.
Sementara melalui situs-situs seperti Deviantart, Pixiv ataupun Tumblr, fans dapat dengan mudah mencari doujinshi ataupun menyebarkannya. Kemudahan dalam berinteraksi antara satu dengan yang lain mempermudah fans untuk mendistribusikan doujinshi antara fan yang satu dengan fan lainnya. Dengan perkembangan teknologi seperti saat ini, Indonesia juga ikut menjadi negara yang tidak dapat menghindarkan diri dari masuknya arus budaya populer Jepang. Berbagai macam produk budaya populer Jepang masuk kedalam kehidupan masyarakat Indonesiavdan bertahan sebagai salah satu sub-budaya di masyarakat Indonesia. Kemudahan budaya populer Jepang ini untuk masuk juga di dukung oleh kecenderungan Indonesia untuk menerima kedatangan budaya lain. Indonesia sebagai negara yang multikultur memiliki kecenderungan untuk dengan mudah menerima kedatangan budaya lainnya, ini sejalan dengan pendapat Ariel Heryanto (Ida, 2017). Penerimaan ini tidak hanya berdasarkan dari bagaimana nilai-nilai budaya yang direpresentasikan, tapi juga berdasarkan bagaimana daya pikat yang ditunjukkan dari tokoh yang menjadi bintang dari produk budaya tersebut. Tak hanya berdasarkan karakter dari produk tersebut, bagaimana promosi media yang dilakukan juga ikut berpengaruh bagi audience (Ida, 2008).
Awal masuknya manga dari Jepang ke Indonesia dapat dilihat dari diterbitkannya
Dengan mulai menjamurnya manga-
doujinshi . Dengan menggunakan manga doujinshi ini, fans Hetalia mencoba untuk
Seperti fans di fandom lainnya, fans Hetalia juga menggunakan media
dijadikan sebagai acuan mereka dalam membuat komik. Hal ini juga diungkapkan oleh Maharsi (2010), pengaruh manga yang sangat kuat di dunia luar juga masuk ke Indonesia, dimana style dalam manga yang sudah mendominasi dunia komik Indonesia mulai digunakan oleh komikus- komikus yang ada di Indonesia untuk membuat komik.
manga akhirnya mulai dilirik dan juga
penerbit membuat manga, banyak komikus di Indonesia yang mulai mendapatkan pengaruh dari penggambaran manga Jepang. Style yang digunakan dalam
manga yang diterbitkan oleh beberapa
mempengaruhi penerimaan masyarakat Indonesia terhadap budaya populer Jepang, terutama penerimaannya terhadap manga (Dewi 2006).
manga Candy Candy di Indonesia oleh penerbit Elex Media di tahun 1990an.
anime di televisi Indonesia juga
, kehadiran berbagai macam
Candy Candy
Indonesia. Kehadiran dari manga ini juga ikut mewarnai dunia komik yang ada di Indonesia. Selain karena diterbitkannya
manga lainnya yang diterbitkan juga di
Terbitnya manga ini di Indonesia ini kemudian disusul berbagai macam judul
melakukan penggambaran ulang terhadap negara-negara berdasarkan pandangan mereka terhadap negara yang bersangkutan. Sama seperti Hetalia,
doujinshi yang dibuat oleh fans ini
“Maaf” ini menggunakan
doujinshi Hetalia “Maaf”? PEMBAHASAN Nation Identity Karakter Australia
metode analisis semiotika Barthes untuk melihat bagaimana personifikasi negara yang dilakukan oleh fans Hetalia dalam
berfokus pada chapter delapan hingga
doujinshi ini. Peneliti membatasi hanya
“Maaf”, terutama mengenai berkaitan dengan bagaimana personifikasi negara yang dilakukan oleh fans Hetalia, yang dimana pembuat dari doujinshi “Maaf” ini adalah seorang warga Indonesia, yang disampaikan dalam
doujinshi
Melalui penelitian ini peneliti ingin memahami lebih dalam mengenai pesan serta ide yang disampaikan dalam
dari doujinshi ini. Tokoh Indonesia yang menjadi tokoh utama dari cerita ini merupakan original character yang dibuat oleh Sita, karena sampai saat ini Himaruya sendiri belum membuat karakter anthropomorphism dari Indonesia.
original character sebagai tokoh utama
Doujinshi
memiliki ideologi yang hidup didalam ceritanya. Setiap doujinshi Hetalia yang dibuat ini memiliki sudut pandang tertentu terkait suatu topik permasalahan yang ingin ditunjukkan oleh pembuatnya.
dengan Indonesia. Dalam cerita ini juga ditunjukkan hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain dengan menggunakan berbagai macam bentuk interaksi keseharian didalam masyarakat.
stereotype yang sering kali dilekatkan
Dengan mengambil fokus cerita Indonesia, doujinshi ini menawarkan cerita mengenai sejarah Indonesia pada masa kolonialisme sekaligus menunjukkan
membedakan adalah doujinshi ini berfokus pada tokoh Indonesia dan negara-negara tetangga sekitarnya seperti Malaysia, Singapura, dan Australia.
anthropomorphism dari negara, yang
ini juga bercerita mengenai
anthropomorphism dari negara, doujinshi
“Maaf” ini merupakan doujinshi Hetalia yang diunggah di situs Deviantart melalui akun pribadi milik Sita, dinosaurusgede. Sama seperti cerita dari Hetalia yang bercerita mengenai
doujinshi “Maaf” karya Sita Dewi. Doujinshi
Salah satu dari manga doujinshi yang di unggah di dunia maya adalah manga
chapter 10 dalam penelitian mengenai doujinshi ini. Penelitian ini akan menggunakan
Pada doujinshi ini Australia diceritakan mengalami perubahan identitas dari yang sebelumnya sebagai Yonglu (Aborigin) menjadi Australia. Karakter Australia yang digunakan dalam doujinshi ini merupakan salah satu karakter official dari Hetalia karya Hidekaz Himaruya, dan Sita sebagai pembuat dari doujinshi
“Maaf” membuat karakter Australia “yang lain” bernama Yolngu.
Karakter Australia, yang dalam cerita Hetalia menjadi representasi dari masyarakat Australia, sendiri merupakan seorang karakter dengan kulit putih, yang dimana Australia kulit putih ini sendiri baru “muncul” setelah adanya Stolen
Generation . Kemunculan karakter Yolngu
seperti menjadi karakter yang merepresentasikan masyarakat Aborogin yang telah lebih dulu mendiami benua Australia jauh sebelum kedatangan para penjelajah dari Eropa.
Dalam penampilan fisik, orang- orang Yolngu memiliki kesamaan dengan suku Aborigin Australia yang lainnya yang berkulit gelap, dan ciri fisik tersebut diberikan kepada karakter Yolngu dalam
doujinshi
“Maaf”. Tidak hanya dengan kulit gelap saja, Aborigin Australia sering kali diperlihatkan dalam media-media menggunakan cat berwarna putih diseluruh badan mereka. Dari penggambaran karakter Aborigin Australia yang ada di media, Yolngu digambarkan sebagai seorang laki-laki dengan kulit yang gelap serta menggunakan cat berwarna terang dari clay mulai dari muka hingga kaki.
Perubahan penampilan dari Yolngu ke Australia sendiri diperlihatkan dalam cerita mengenai Stolen Generation. Istilah
Stolen Generation ini sendiri merupakan
istilah yang digunakan untuk menyebut praktek yang dilakukan oleh pihak pemerintah terhadap anak-anak Aborigin pada tahun 1910 hingga 1970
Penghabisan budaya ini tidak hanya berhenti pada jaman Stolen
Generation saja, namun tetap berlanjut hingga beberapa tahun setelahnya.
Penghabisan ini berujung pada protes yang dilakukan oleh orang-orang Aborigin terhadap pemerintah. Menghadapi protes yang terus berlanjut ini, akhirnya pihak pemerintah Australia menyatakan permintaan maaf kepada orang-orang Aborigin terkait dengan kebijakan dan praktek yang pernah dilakukan sebelumnya ini.
Praktek penculikan anak-anak Aborigin ini menjadi pengikat bagi orang- orang Aborigin Australia. Mereka merasakan kesamaan yang mereka alami, baik merasakan kesamaan latar belakang budaya dan juga kesamaan karena merasakan kepedihan yang sama karena praktek Stolen Generation tersebut. Tidak hanya orang Aborigin saja, perasaan mengikat ini juga dirasakan oleh orang non-aborigin. Perasaan yang kuat ini muncul tidak hanya dimunculkan karena berita-berita yang ada pada surat kabar, namun juga melalui karya seni yang diciptakan baik oleh orang-orang asli Aborigin maupun orang-orang non- aborigin Australia.
Kolonialisme Karakter Indonesia
Dalam sejarah Indonesia, periode kolonialisme menjadi bagian dari sejarah Indonesia yang cukup banyak mengisi cerita sejarah Indonesia. Orang-orang mengatakan bahwa masa kolonialisme Belanda di Indonesia adalah yang paling lama dalam sejarah mengenai penjajahan di Indonesia, selama 350 tahun Belanda menjajah Indonesia kata mereka. Dengan pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia, tidak sedikit cerita- cerita yang menyinggung tentang periode kolonialisme ini.
Tidak bisa dipungkiri kolonialisme yang dilakukan pada masa penjajahan Belanda menciptakan suatu kasta sosial yang ada di masyarakat Indonesia, dimana status yang diberikan kepada pribumi ini berada pada titik terbawah dalam masyarakat. Pada masa penjajahan ini pihak Belanda menciptakan suatu hukum yang menyusun suatu struktur sosial yang menempatkan orang-orang Belanda dan juga orang-orang Eropa lainnya berada pada posisi teratas, posisi kedua ditempati oleh orang-orang yang berasal dari Timur Asing seperti India, Cina dan Arab. yang umumnya merupakan pedagang yang datang ke wilayah Indonesia. Dan posisi terakhir ditempati oleh orang-orang asli Indonesia.
Pembuat doujinshi melihat bahwa perlakuan tidak adil yang diterima oleh orang-orang Indonesia pada jaman dahulu beberapa diantaranya adalah bagaimana orang-orang Indonesia sendiri terkucilkan di tanah mereka sendiri. Ada begitu banyak batasan-batasan yang diberikan pada orang-orang inlandeer ini dan diperlihatkan dari beberapa portal penutup jalan dengan tulisan seperti
“Verboden voor inlanders en honden”.
Pada doujinshi ini juga disinggung mengenai bagaimana para orang-orang kulit putih, yang disini merupakan orang- orang Belanda, sering menggunakan perempuan-perempuan Indonesia sebagai pelampiasan hasrat seksual mereka. Shahab (2017) dalam tulisannya menyebutkan bahwa praktek rumah-rumah bordir sendiri sebenarnya sudah ada di Indonesia jauh sebelum kedatangan orang- orang Belanda ke Indonesia, dan para pekerja seks komersial yang ada di rumah bordir ini menda patkan istilah „Wanita Publik‟ pada masa penjajahan Belanda.
Melalui doujinshi yang dibuatnya, pembuat doujinshi melihat kolonialisme yang dilakukan di Indonesia merupakan hal yang menekan orang-orang Indonesia. Ada kecenderungan untuk memperlihatkan bagaimana orang-orang Indonesia, terutama perempuan, sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Disini juga memperlihatkan bagaimana Indonesia mencoba untuk mendapatkan keadilan dengan melakukan perlawanan terhadap kolonialisasi Belanda.
White Supremacy Karakter Indonesia Dan Filipina
Dalam doujinshi ini Indonesia diperlihatkan merespon pembicaraan mengenai warna kulit yang terang dibandingkan dengan warna kulit yang kecoklatan atau yang lebih gelap dari kulit orang-orang putih. Pada gambar ini terdapat keinginan untuk memperlihatkan bagaimana standar kecantikan yang berlaku saat itu berpatokan pada warna kulit yang putih, dan disini diperlihatkan adanya rasisme yang tumbuh karena perbedaan warna kulit. Oleh Omi dan Winant (1994), rasisme ini dipahami sebagai sebuah konstruksi yang terjadi di dalam masyarakat. Konstruksi sosial ini memiliki arti yang terus berubah-ubah tergantung dari waktu, tempat serta sejarah.
Tidak hanya dalam hal standar kecantikan, white supremacy ini juga teraplikasikan dalam mengukur tingkat kecerdasan dari seseorang. Doujinshi ini memperlihatkan bagaimana Karakter Belanda yang berkulit putih „memuji‟ kecerdasan dari Indonesia meskipun dia memiliki warna kulit coklat, begitu pula dengan Indonesia yang membalas ucapan
“Of course, I‟am a Smart Woman. Or are you impliying that the colour of my skin impedes my intelligence”. Disini terlihat
bagaimana pembuat doujinshi memperlihatkan bagaimana orang-orang berkulit coklat, terutama perempuan, dianggap memiliki tingkat intelijensi yang sangat rendah.
Orang-orang dengan kulit gelap diperlihatkan pula memiliki kecenderungan untuk mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari masyarakat. Orang-orang Indonesia yang memiliki warna kulit yang cenderung gelap jika dibandingkan dengan orang-orang Belanda oleh pembuat doujinshi dianggap sering mendapatkan tekanan dari orang-orang kulit putih, terutama laki-laki. pembuat doujinshi menekankan bagaimana orang-orang Belanda melihat bahwa orang-orang Indonesia adalah orang-orang yang savage atau liar. Mereka melihat bahwa orang Indonesia adalah orang-orang yang perlu diarahkan untuk menjadi lebih beradab. Melihat dari kasus yang dibahas oleh Sen (2010), savagery kebuasan atau keliaran dari orang-orang asli suatu daerah merupakan sebuah bentuk refleksi dari sebuah seri dari pergerakan yang ada didalam pemerintahan kolonial dan juga dalam bahasanya.
Tidak hanya terjadi pada Indonesia, ketidakadilan yang terjadi pada Indonesia juga terjadi pada Filipina yang dijajah oleh Spanyol. Dibandingkan dengan Indonesia yang melawan untuk berada pada posisi yang setara dengan Belanda, Filipina justru diceritakan lebih menerima perlakuan yang diberikan oleh Spanyol. Apapun yang dikatakan oleh Spanyol diikuti dengan baik oleh Filipina.
Pembuat doujinshi memperlihatkan Filipina yang menyerah pada Spanyol, yang dimana Spanyol akhirnya „membesarkan‟ Filipina sesuai dengan pandangannya tentang masyarakat yang beradab.
Disini Spanyol diperlihatkan sama seperti Belanda, dimana mereka merasa superior jika dibandingkan dengan negara jajahannya. Rasa superioritas ini ditunjukkan oleh pembuat doujinshi melalui dialognya yang memperlihatkan bahwa nilai-nilai yang dimiliki oleh orang- orang Eropa adalah nilai-nilai yang lebih beradab jika dibandingkan dengan nilai- nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang berkulit lebih gelap. Diperlihatkan pula bagaimana Spanyol, sebagai orang kulit putih, merasa memiliki peranan yang penting dalam membuat orang-orang dengan kulit yang lebih gelap menjadi lebih beradab.
KESIMPULAN
Dalam doujinshi ini, pembuat
doujinshi memperlihatkan mengenai
bagaimana kedekatan yang dimiliki oleh Makassar dan Yolngu ini melalui berbagai macam panel. Beberapa diantaranya adalah dengan menggunakan flashback ataupun cerita melalui karakter pelengkap seperti karakter Lazarus. Hubungan yang dekat ini kemudian terputus saat Yolngu menjadi bagian dari negara koloni Inggris Raya dan terjadi praktek Stolen Generation di Australia.
Setelah praktek Stolen Generation inilah karakter Yolngu kembali kembali berubah, dari yang awalnya digambarkan sebagai Yolngu, seorang Aborigin Australia, menjadi Australia, orang kulit putih yang melupakan identitasnya sendiri sebagai seorang Aborigin. Tidak hanya melupakan identitasnya sebagai seorang Aborigin, namun Australia juga melupakan segala hubungan yang pernah dia miliki saat menjadi Yolngu.
Melalui doujinshi ini pembuat
doujinshi mencoba untuk menyinggung
mengenai nation identity Aborigin yang juga merupakan bagian dari Australia. Budaya asli Aborigin Australia menjadi hilang karena praktek penculikan terhadap anak-anak Aborigin, yang oleh pembuat
doujinshi digambarkan dengan hilangnya
segala ingatan Australia mengenai Aborigin. Praktek penculikan anak-anak Aborigin yang terjadi selama beberapa generasi ini akhirnya berhenti dan menjadi pengikat dari bangsa Australia sendiri.
Pada pembahasan mengenai kolonialisme pada karakter Indonesia dalam doujinshi
“Maaf”, penulis mencoba untuk melihat mengenai isu kolonialisme yang terjadi pada karakter Indonesia. Pada
doujinshi
ini, kolonialisme yang dibahas oleh pembuat doujinshi sebagai pembuat adalah kolonialisme yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia.
Melalui doujinshi ini penulis menemukan pandangan mengenai kolonialisme yang dianggap sama dengan memperbudak ini melalui bagaimana interaksi yang diperlihatkan antara karakter Indonesia dan Belanda. Karakter Indonesia disini oleh pembuat doujinshi diceritakan tidak berada pada posisi yang setara di tempatnya sendiri, justru Indonesia diperlihatkan dianggap sebagai sumber dari penyakit dan juga objek seksual dari para laki-laki Belanda yang ada di Indonesia.
Posisi tertindas ini tidak hanya pembuat doujinshi tunjukkan sebagai seorang Indonesia saja, namun juga sebagai seorang perempuan. Meskipun dibuat sebagai seorang perempuan yang mendapatkan perlakuan tidak adil karena sistem kolonial Belanda, Indonesia diceritakan melawan Belanda, bahkan disaat kekuatan Belanda sangat kuat baik di sektor ekonomi maupun sosial.
Untuk pembahasan terkait dengan isu white supremacy pada karakter Indonesia dan Filipina, selain memilih karakter Indonesia untuk di analisis, penulis juga memilih karakter Filipina untuk dianalisis mengenai
white supremacy yang terjadi pada kedua
karakter tersebut. Sama halnya dengan Indonesia, karakter Filipina juga merupakan karakter orisinil yang dibuat oleh pembuat doujinshi untuk doujinshi ini. dari Karakter ini pula bisa dilihat bagaimana pandangan pembuat doujinshi terhadap orang-orang Filipina terkait dengan white supremacy yang mereka alami selama masa kolonial Spanyol. Dalam doujinshi ini, pembuat Namun pada karakter Filipina dibuat
doujinshi memperlihatkan mengenai sebagai karakter yang menerima perlakuan
bagaimana pandangannya terhadap white dari Spanyol tanpa melawan. Sikap
supremacy yang terjadi pada masa kolonial menerima ini juga membuat seakan hidup
Belanda di Indonesia. Disini dia dari Filipina juga sudah diatur agar lebih memperlihatkan mengenai bagaimana „beradab‟.
white supremacy ini dijadikan sebagai
DAFTAR PUSTAKA
acuan bagi masyarakat pada masa itu untuk menilai baik buruknya seseorang.
Buku
Sekali lagi pembuat doujinshi menekankan Anderson, Benedict. 1983. Imagined
white supremacy ini terjadi pada seorang Communities , London: Verso.
perempuan asli daerah dengan warna kulit Annett, Sandra. 2014. Anime Fan
Communities Transcultural Flows coklat.
. New York :
and Frictions
PALGRAVE MACMILLAN
White supremacy ini diperlihatkan
Ariel, Heryanto. 2008. Popular Culture in sebagai tolak ukur dimana orang-orang
Indonesia: Fluid Identities in Post- Authoritarian Politics . New York :
pribumi tidak dianggap cantik sekaligus Routledge dianggap sebagai seseorang yang tidak
Astuti, Tri Marhaeni Pudji. 2008. beradab sehingga memerlukan bantuan
Konstruksi Gender dalam Realitas Sosial . Semarang : UNNES Press.
orang-orang kulit putih untuk menjadi Barthes, Roland. 1991. Mythologies. New masyarakat yang lebih beradab. Disini
York : The Noonday Press orang-orang Belanda sekaligus Spanyol Bonneff, Marcel. 1998. Komik Indonesia. merasa menjadi kelompok yang sangat
Jakarta : Kepustakaan Populer superior jika dibandingkan dengan orang- Gramedia orang dengan kulit yang gelap dan juga
Brenner, Robin E. 2007. Understanding . London :
Manga and Anime bersikap semena-mena.
Libraries Unlimited Craig, Timothy J.. 2000. Japan Pop! :
Meskipun sama-sama diceritakan sebagai
Inside the World of Japanese
negara koloni Eropa yang mengalami
Popular Culture . New York : M.E
Sharpe
white supremacy , sikap yang diperlihatkan
Darmawan, Hikmat. 2005. Dari Gatotkaca antara Indonesia dan Filipina terlihat
Hingga Batman : Potensi-potensi
sangat berbeda. pembuat doujinshi
Naratif Komik . Yogyakarta :
Penerbit Orakel memperlihatkan Indonesia sebagai seorang perempuan yang tetap melawan Belanda. Edensor, Tim. 2002. Nation Identity, Popular Culture and Everyday Life .
New York : Berg Fiske, John. 1992
Yogyakarta : Kerjasama Jurusan Sejarah FIB UGM dengan Puskindo
MACMILLAN Loomba, Ania. 2000.
Colonialism/Postcolonialism . New
York: Routledge Maharsi, Indiria. 2011. Komik Dunia
Kreatif Tanpa Batas . Yogyakarta :
Kata Buku Malinowska, Anna., 2017. Cultural
Materialisms and Popular Processes of Late Modernity edited by Anna Malinowska and Karolina Lebek . New York : Routledge
Margana, Sri, et al. 2014. Kretek Indonesia: Dari Nasionalisme hingga Warisan Budaya.
McAllister, Edward H. Sewell, Jr., dan Ian Gordon. 2001. Comics and
MIT Press Levi, Antonia. 2006. The Americanization
Ideology . New York : Peter Lang
McCloud, Scott. 1994. Understanding
Comics . New York : Harper
Perennial McCloud, Scott. 2006. Making comics:
Storytelling secrets of comics, manga and graphic novels . New
York : Harper Collins Publisher Mitchell, Robert W., Thompson, Nicholas S., dan Miles, H. Lyn. 1997.
Antropomorphism, Anecdotes, and Animals . New York : State
University of Now York Press
of Anime and Manga: Negotiating Popular Culture edited by Steven T. Brown . New York : PALGRAVE
Life After New Media : Mediation as a Vital Process . London : The
. “The Cultural Economy of Fandom” In The Adoring Audience : FAN CULTURE AND POPULAR MEDIA edited by Lisa
University Press Kember, Sarah dan Joanna Zylinska. 2012.
Gamers . New York : New York
Jenkins, Henry. 2006. Fans, Bloggers, and
A. Lewis. London : Routledge
Globalization : Popular Culture and Japanese Transnationalism . London : Duke University Press
Plymouth : Lexington Books Iwabuchi, Koichi. 2002. Recentering
Reading Japan Cool : Patterns of Manga Literacy and Discourse .
Airlangga University Press Ingulsurd, John dan Kate Allen. 2009.
Modernitas, dan Identitas Budaya: Perspektif Teoritik edited by Rachmah Ida . Surabaya :
James, Paul. 1996. Nation Formation, London: Sage.
York : Routledge Ida, Rachmah. 2014. Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya .
“Consuming Taiwanese Boys Culture: Watching Meteor Garden with Urban Kampung Women in Indonesia.” In Popular Culture in Indonesia, edited by Ariel Heryanto . New
SAGE Ida, Rachmah. 2008.
Cultural Representations and Signifying Practices . London :
Hall, Stuart. 1997. Representation :
Gouda, Frances. 2007. Dutch cultures overseas: praktik kolonial di Hindia Belanda, 1900-1942. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
Culture . New York : Routledge
Fiske, John. 1994. Understanding Popular
Jakarta : Kencana Ida, Rachmah. 2017. Budaya Global,
- –274 Dewi, Putri Andam. 2006. Budaya Manga:
Dodson, M. and Wilson, R., 1997.
Buhmann, Alexander., Lea Hellmueller, dan Louis Bosshart. 2015. Popular
Culture and Communication Practice , Communication Research
Trends. Volume 34 Number 3 Cornelia Brantner dan Katharina Lobinger. 2014. Campaign Comics: The Use
of Comic Books for Strategic Political Communication ,
International Journal of Communication 8 (2014), 248
Pengaruh Budaya Manga di Kalangan Anak Muda Indonesia
Bringing Them Home: National Inquiry into the separation of Aboriginal and Torres Strait Islander children from their families .
Fusanosuke, Natsume. 2003. Japanese
Manga: Its Expression and Popularity , ABD. Vol. 34 No. 1
Gooch, B. 2008. The communication of
fan culture: The impact of new media on science fiction and fantasy fandom .
Ito, Kinko dan Paul A. Crutcher. 2013.
Popular Mass Entertainment in Japan: Manga, Pachinko, and Cosplay . Soc (2014) 51:44
- –48 Kinsella, Sharon. 1998. AMATEUR
MANGA SUBCULTURE AND THE OTAKU PANIC, Journal of Japanese Studies. Summer 1998 Krieken, Robert Van. 1999.
new possibilities: Marege' - Makassar diplomacy in Southeast Asia , The Pacific Review, 24 5: 601-623.
Jurnal
Brigg, Morgan. 2011. Old cultures and
Routledge Stephenson, Peta., 2007. The Outsiders
Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran nasional: dari kolonialisme sampai kemerdekaan, Volume 1. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta O'Shaughnessy, Michael, and Jane Stadler.
2008. Media & Society. 1st ed. South Melbourne, Vic.: Oxford University Press.
Rose, Gillian. 2001. Visual
Methodologies : An Introduction to the Interpretation of Visual Materials . London : SAGE Publication.
Shuker, Roy. 2001. Understanding
Popular Music . London :
Within: Telling Australia's Indigenous-Asian Story . Sydney:
Societies , London: Routledge.
UNSW Press. Strinati, Dominic. 2004. An Introduction to Theories of Popular Culture .
London : Routledge Tamagawa, Hiroaki. 2012.
“Comic Market as Space for Self- Expression in Otaku Culture” in FANDOM UNBOUND : Otaku Culture in a Connected World edited by Mizuko Ito, Daisuke Okabe, and Izumi Tsuji . London : Yale University
Press Thompson, Ray dan Christoper J. Bowen. 2009. Grammar of the Shot. Massachusetts: Focal Press
Tindale, Norman B.. 1974. Aboriginal
Tribes of Australia: Their Terrain, Environmental, Controls, Distribution, Limits, and Proper Names . Canberra: Australian
National Universoty Press Urry, John. 2000. Sociology Beyond
The „Stolen Generations‟ And Cultural Genocide: The forced removal of Australian Indigenous children from their families and its
- –101 Schendl, Emily. 2016. Japanese Anime
H Mia Chen. 2012. A Study of
Australian Aboriginal Peoples .
16 Apr. 2017. Diambil dari WIRED website: Tonkinson, Robert dan Ronald M. Berndt.
Manga Conquered The U.S., A Graphic Guide To Japan‟S Coolest Export ". WIRED. N.p., 2010. Web.
Thompson, Jason, and A Okura. "How
N.p.. Ahoge ア ホ 毛 . Web. 23 Agustus 2017. Diambil dari Japanese with Anime website:
Korff, Jens. Stolen Wages. 2017b. Web. 29 November 2017b. Diambil dari Creative Spirits website: https://www.creativespirits.info/ab originalculture/economy/stolen- wages
November 2017. Diambil dari Creative Spirits website:
A guide to Australia‟s Stolen Generations . 2017a. Web. 29
Online Korff, Jens.
Bulletin of JSSD
Doujinshi Product Design : A Case Study on Activities held in Taiwan ,
Wash. U. Global Stud. L. Rev. 631 Yun-Hsuan, Chiang., Lo Tsai-Yun dan M-
implications for the sociology of childhood .
and Manga Copyright Reform , 15
Relations of the Asia-Pacific Volume 8 : 73
Contesting Soft Power : Japanese Popular Culture in East and Southeast Asia , International
Vol 1 No 1 Otmazgin, Nissim Kadosh. 2008.
Mustaqim, K. 2013. Membaca Wajah Komik Indonesia , Jurnal 2D3D.
state: Kinship and the Yolngu Moral Order .
Undergraduate Research Journal Morphy, Frances. 2008. Invisible to the
Hatsune Miku: The First International Virtual Idol , The UCI
Volume 10 Issue 1 Le, Linh K.. 2014. Examining the Rise of
Dynamic of Doujinshi and Cosplay : Local Anime Fandom in Japan, USA and Europe , Journal of Audience & Reception Studies.
Lamerichs, Nicolle. 2013. The Cultural
2017. Web. 9 November 2017. Diambil dari Encyclopaedia Britanica website : http://www.republika.co.id/berita/s enggang/nostalgia-abah- alwi/15/11/15/nxun76319-wanita- publik-di-masa-kolonial