4.1 Analisis Sosial - DOCRPIJM_9728273cf9_BAB IVBAB 4 Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan.pdf

Bab 4 Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

4.1 Analisis Sosial

  Pada sub bab ini berisikan analisis sosial sebagai dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan. Beberapa hal penting untuk dibahas, antara lain:

4.1.1 Pengarusutamaan Gender

  Pengarusumaan gender adalah salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi, Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Berikut akan dijabarkan dalam bentuk tabel yang berisikan pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di Kabupaten Mahakam Ulu.

Tabel 4.1 Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Mahakam Ulu Kontrol Bentuk Tingkat Partisi- Permasalahan yang Program/

  Pangambilan

No Lokasi Tahun Keterlibatan/ Pasi Perempuan Manfaat Perlu Diantisipasi

Kegiatan

  Keputusan oleh Akses (jumlah) di Masa Datang Perempuan

  1 PISEW

  2 PAMSIMAS

  3 SANIMAS

  4 Non Pemberdayaan Masyakarat

4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya.

  Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

  Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

  Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi

  • perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional
  • dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

  

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi

  • pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

  

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Tahun 2010-2014:

  Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan

  • untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi
  • perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah,

  • pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

  

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Nasional

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna

  • terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

  Komponen sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan keresahan masyarakat karena rencana investasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pengadaan tanah biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak terutama terkait dengan ganti rugi atau ganti untung dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

4.1.2.1 Perlindungan Sosial Pada Tahap Pelaksanaan Pembangunan

  Pelaksanaan pembangunan bidang secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

  1. Konsultasi masyarakat

  Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

  2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

  Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

  3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

  Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

  Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini :

  1. Transparan : Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan terkena dampak.

  2. Partisipatif : Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, serta lokasi tempat permukiman kembali.

  3. Adil : Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan masyarakat. Masyarakat tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, seperti tanah pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. Masyarakat harus diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan/atau permukiman kembali.

  4. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau jika memungkinkan, secara sukarela mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya pada kegiatan. Dalam kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan melakukan musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah benar-benar dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun;

5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:

  • DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yang disepakati kedua belah pihak); dan
  • Tanah yang dihibahkan nilainya ≤ 10 % dari nilai tanah, bangunan atau aset lain yang produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.

  Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Team atau SMT harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebut harus didokumentasikan secara formal;

  1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yang diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, informasi umum mengenai pendapatan serta status pekerjaan DP, dan harga tanah BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN yang berlaku yang diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh NJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa pemukiman kembali/resettlement) dilakukan;

  2. Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau 40 KK, atau melibatkan pemindahan lebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK yang menyeluruh.

  3. Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurang dari 200 orang atau 40 KK atau berdampak pada kurang dari 10% aset produktif atau hanya melakukan pemindahan penduduk secara temporer (sementara) selama masa konstruksi, harus didukung dengan RTPTPK sederhana.

  4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan.

  5. Perhitungan ganti rugi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untuk menghitung ganti rugi, yakni:

  • Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokas yang memiliki karakteristik ekonomi yang serupa pada saatpembayaran kompensasi ganti rugi dilakukan;
  • Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilaipasar bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;
  • Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman yang sama ditambah dengan biaya atas kerugian non material lainnya; dan
  • Perhitungan ganti rugi untuk aset lainnya diganti dengan aset yang paling tidak sama, atau ganti rugi uang tunai setara dengan harga untuk memperoleh aset yang sama.

  Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau pemukiman dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa warga/individu, entitas, atau badan hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa:

  • Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif lainnya; dan
  • Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana, dan sebagainya.

  6. Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi:

  • Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan, termasuk hak adat;
  • Warga yang tidak memiliki hak atas tanah, akan tetapi menguasai/menggarap lahan atau aset lannya (hak garap);
  • Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (hak sewa);
  • Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut sebagai squatter); dan
  • Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan agama).

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  Prosedur pelaksanaan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari beberapa kegiatan utama yang meliputi: penyiapan awal dari usulan kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah dan permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel V.4 perumusan surat pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK kembali (recheck) dengan tracer

  

study. Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai

dengan standar Bupati.

  Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan sebelum usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.

  Kegiatan-kegiatan yang memerlukan kegiatan perlidungan social seperti konsultasi masayarakat, Pemindahan Penduduk/Kompensasi ke masayarakat dan Permukiman Kembali diantaranya sebagai berikut :

  1. Pembangunan Rusunawa

  2. Normalisasi Sungai

  3. Pembangunan Kawasan RSH

  4. Pembangunan Kawasan Perkantoran

Tabel 4.2 Kategori Pendugaan Safeguard Sosial

  Kategori Dampak Persyaratan

  Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah Surat Pernyataan dari pemrakarsa

  1. Sub Proyek seluruhnya menempati tanah negara kegiatan A

  2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian menempati tanah yang Laporan yang disusun oleh dihibahkan secara sukarela pemrakarsa kegiatan Pembebasan tanah secara sukarela: Surat Persetujuan yang disepakati Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang dihubahkan < 10% dan dan ditandatangai bersama antara

  B memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau garis pemrakarsa kegiatan dan warga sepadan bangunan, dan bangunan atau aset tidak bergerak lainnya yang menghibahkan tanahnya yang dihibahkan senilai < Rp. 1 Juta. dengan sukarela Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau 40 KK atau <

  C 10% dari aset produktif atau melibaykan pemindahan warga sementara RTPTPK sederhana selama masa konstruksi Pembebasan tanah berdampak pada > 200 orang atau memindahkan

  D RTPTPK menyeluruh warga > 100 orang

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

4.1.2.2 Perlindungan Sosial Pada Tahap Pasca Pelaksanaan Pembangunan

  Output kegiatan pembangunan seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti :

  1. Kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur dimana akses jalan masyarakat dapat dilalui, selain itu waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

  2. Terciptanya Lingkungan Permukiman yang aman, dan nyaman. Dimana lingkungan permukiman masayarakat menjadi lebih sehat akibat pembanguanan infrastruktur di sekitar lingkungan masyarakat dan terwujudnya kelayakan sanitasi lingkungan.

  3. Meningkatnya taraf hidup perekonomian masayarakat, dimana adanya recruitment tenaga kerja bagi masayarakat sekitar pembangunan infrastruktur. Sejumlah lowongan kerja akan dibuka dan jumlah tenaga kerja setempat yang dapat terserap dapat digunakan dalam operasional.

4. Berkurangnya kecemburuan sosial di masayrakat, dimana dengan adanya pembangunan infrastruktur yang merata di setiap kawasan, warga masyarakat mendapatkan fasilitas yang sama.

4.2 Analisis Ekonomi

4.2.1 Kemiskinan

  Aspek kemiskinan pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

Tabel 4.3 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Mahakam Ulu

  Jumlah Bentuk

  Kondisi Kebutuhan

  Lokasi Penduduk Permasalahan Penanganan yang Umum

  Penanganan Miskin Sudah Dilakukan

  Kab. Mahakam 2.150 Jiwa Pembagian beras Perbaikan infrastruktur - Ulu (Thn 2013) miskin untuk kemudahan akses perekonomian

  Jumlah rumah tangga miskin hasil pendataan program perlindungan sosial 2011 di Mahakam Ulu yakni sebanyak 2.361 rumah tangga atau sekitar 33,07 persen dari seluruh rumah tangga di Mahakam Ulu. Sedangkan rumah tangga sasaran program bantuan beras miskin (raskin) sebanyak 2.022 rumahtangga atau sekitar 28,32 persen dari seluruh rumahtangga di Mahakam Ulu.

  Jumlah penduduk miskin di Mahakam Ulu pada Tahun 2011 secara jumlah dan persentase mengalami sedikit kenaikan. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh garis kemiskinan, BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Pada Tahun 2013 di Mahakam Ulu terdapat sekitar 2.150 penduduk miskin dengan persentase sekitar 8,43 persen dan Indeks Kedalaman Kemiskinan (p1) sebesar 1.45.

  Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitasrendah/tembok tanpa diplester.

  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

  14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

  

4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap Ekonomi Lokal

Masyarakat

  Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu komponen penting yang akan menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dampak pembangunan Infrastruktur dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi sendiri juga dapat menjadi tekanan bagi infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi yang positif akan mendorong peningkatan kebutuhan akan berbagai infrastruktur. Perannya sebagai penggerak di sektor perekonomian akan mampu menjadi pendorong berkembangnya sektor-sektor terkait sebagai multiplier dan pada akhirnya akan menciptakan lapangan usaha baru dan memberikan output hasil produksi sebagai input untuk konsumsi.

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  Dalam pembangunan infrastruktur akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup. Pertumbuhan ekonomi sendiri akan berpengaruh terhadap investasi. Sedangkan peningkatan kualitas hidup akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat, karena dengan pembangunan infrastruktur dapat mengurangi kemiskinan dan jumlah pengangguran suatu negara.

  Berdasarkan peran dan fungsinya seperti yang telah diungkapkan di atas (sebagai pendorong berkembangnya sektor-sektor terkait sebagai multiplier dan pada akhirnya akan menciptakan lapangan usaha baru dan memberikan output hasil produksi sebagai input untuk konsumsi), maka dapat disimpulkan bahwa sektor infrastruktur merupakan fundamental perekonomian di Kabupaten Mahakam Ulu.

  Kebutuhan pembangunan infrastruktur khususnya bidang Cipta Karya di Kabupaten Mahakam Ulu adalah pembangunan prasarana dan sarana air bersih. Hal ini Karena capaian pelayanan air bersih masih sangat kecil, yang mana air bersih adalah sebagai infrastruktur dasar masyarakat yang harus dipenuhi. Selain air bersih, pembangunan prasarana jalan adalah yang paling utama, karena di Kabupaten Mahakam Ulu prasarana jalan masih sangat kurang dan banyak wilayah yang belum terhubung oleh sarana transportasi. Tentunya dengan pembangunan infrastruktur ini akan meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Mahakam Ulu karena akan mudah dalam proses perpindahan barang.

  Penanganan kawasan tertinggal, pengembangan desa potensial melalui agropolitan, dan perencanaan pengembangan kawasan permukiman baik skala kawasan maupun perkotaan belum mencapai sasaran yang diharapkan. Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan kawasan berbasis agribisnis melalui pengembangan sektor/komoditas unggulan pertanian/perikanan, dengan tujuan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal berbasis agribisnis sehingga dapat menjadi lokomotif penggerak perekonomian lokal di kawasan tersebut dan daerah belakangnya.

4.3 Analisis Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis

A. Pemahaman Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena: 1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip- prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

  Program KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) merupakan instrument yang relative baru dikembangkan sebagai penguatan program untuk menyusun rumusan kebijakan rencana program berorientasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu konsep pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada pertumbuhan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam dan kemampuan institusi masyarakat didalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan dasar didalam menyusun program program pembangunan. Disamping itu pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi lingkungan ke dalam kerangka proses pembangunan.

  Fungsi dari KLHS adalah untuk :

  1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan manfaat pembangunan;

  2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan;

  3. Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif diatasi atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan.

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

KAJIAN ANALISIS LINGKUNGAN

  AMDAL

  

A M D A L K L H S

  KLHS Tata Ruang

  Kebijakan Rencana Program Proyek

  KLHS Kebijakan

  

KLHS Regional/Program

  Kajian Lingkungan Hidup Strategik (KLHS)

  KLHS Sektor

  • Kapasitas Daya Dukung & Daya tampung
  • Prakiraan Dampak & resiko LH
  • Kinerja Layanan/ Jasa Ekosistem • Efisiensi Pemanfaatan SDA
  • Tingkat Kerentanan & Adaptasi terhadap
  • Kajian mengenai dampak rencana
  • Evaluasi Kegiatan disekitar rencana
  • Prakiraan besaran dampak penting evaluasi
  • Tingkat Kehati & Potensi
  • Kajian pengaruh KRP terhadap
  • Perumusan alternatif
  • Rekomendasi perbaikan KRP

  usaha/kegiatan

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN Gambar 4.1. Kedudukan KLHS Terhadap AMDAL

Gambar 4.2. Perbedaan KLHS dengan AMDAL

Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut :

  secara holistik terhadap dampak yang terjadi

  Tahapan

  Pemberitahuan Kepada Masyarakat Terkena Dampak KA-ANDAL

  ANDAL, RKL, RPL

  Perubahan iklim

  Tahapan

  kondisi LH di suatu wilayah

1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan;

  2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui pengkajian sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia;

  usulan/kegiatan

  3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang pengambilan keputusan yang lebih tinggi;

  4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak dini;

  5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat keterlibatan para pihak (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan partisipasi;

  6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin berlangsungnya pembangunan berkelanjutan;

  7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.

  KLHS menjadi instrumen penting dalam perencanaan penataan ruang karena pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan kumulatif dari berbagai proyek. Selain itu integrasi aspek lingkungan yang saat ini menggunakan instrumen AMDAL tidak mampu untuk mengukur dampak kumulatif secara sistematis. KLHS dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik dan dapat memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan. Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah :

  

1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam penyusunan kebijakan,

  rencana, atau program (KRP) ; 2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP ;

  

3. Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan dokumen

lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha atau kegiatan.

A. Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah :

  1. Keterkaitan (interdependency)

  2. Keseimbangan (equilibrium)

  3. Keadilan (justice)

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.

  Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek, kepentingan,

  maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.

  Keadilan (justice)

  untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.

  Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :

  1. Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?

  2. Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan lingkungan hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?

  3. Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan kerugian atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut akan mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat?

  4. Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya dikembangkan?

  5. Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas efek-efek tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum?

B. Metode Penyusunan KLHS

  Runag lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal sebagai berikut:

  1. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;

  2. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

  3. Kinerja layanan/jasa ekosistem;

  4. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

  5. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan 6. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan pembangunan yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan konsultasi dan dialog secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS harus sesuai dengan kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku. Melalui penyusunan KLHS maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif –alternatif baru pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut :

  1. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang perlu dipertimbangkan dalam KRP;

  2. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya isu-isu yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;

  3. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi masukan untuk optimalisasi.;

  4. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para pengambil keputusan.

  Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah sebagai berikut :

  1. Melakukan seluruh persiapan dan mobilisasi sumberdaya yang diperlukan.

  2. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait

  3. Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai pengembangan infrastruktur di Kabupaten Mahakam Ulu

  4. Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.

  5. Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi.

  6. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.

Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPIJM. Diagram alir pentahapan pelaksanaan KLHS adalah sebagai berikut: BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  Sumber: Permen LH No.9/2011

Gambar 4.3. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

  Beberapa identifikasi/kajian yang dilakukan dalam rangka KLHS RPIJM dapat mengutip dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW.

  Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan dengan tahapan atau proses sebagai berikut :

  1. Penapisan

  Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi kriteria pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.

  2. Pelingkupan

  Pelingkupan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menetapkan nilai penting KLHS, tujuan KLHS, isu pokok, ruang lingkup KLHS, kedalaman kajian dan kerincian penulisan dokumen, pengenalan kondisi awal, dan telaah awal kapasitas kelembagaan. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan sistematis dan metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses konsultasi publik.

  3. Pengkajian

  Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah, pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan alternatif rumusan maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang sudah ada. Tim kajian melakukan

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

  4. Perumusan dan pengambilan keputusan

  Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan dalam rangka mempengaruhi hasil akhir KRP.

  Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Gambar 4.4. Mekanisme Penyelenggaraan KLHS

  Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi :

  1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.

  Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa :

  a. tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,

  b. berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan dan sasaran umum KRP, c. sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan indikator- indikator pembangunan berkelanjutan, d. keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik, e. konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa teridentifikasi.

  2. Uji Relevansi I nformasi yang Digunakan.

  PENGKAJIAN PENGARUH KRP terhadap kondisi LH suatu wilayah

  PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAA N DAN MITIGASI KRP REKOMENDASI PERBAIKAN KRP yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan

  PENAPISAN Dokumentasi, Akses Publik, dan Penjaminan Kualitas Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan memperhatikan kesatuan

fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain wilayah administratifnya sendiri.

Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala setempat.

  3. Uji Pelingkupan I su-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam KRP.

  Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah perencanaannya.

  4. Uji Pemenuhan Sasaran dan I ndikator Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan.

  Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap indikator-indikator teknis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini sebenarnya merupakan iterasi atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.

  5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.

  Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi besaran dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan. Bentuk pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.

  6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.

  Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.

  

7. Uji I dentifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan maupun

Kumulatif.

  Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana jenis-jenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau dampak-dampak lanjutan yang lahir dari dampak langsung yang ditimbulkan, maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang besar.

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara : a. mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar uji untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi muatan KRP terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya

  b. melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan data, kompilasi

  data, analisis dan penyusunan rencana c. melakukannya secara berulang/iteratif

  d. mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai dengan kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.

Gambar 4.5. Kerangka Kerja dan Metodologi KLHS

  Dalam pelaksanaannya, penyusunan KLHS dilakukan terhadap 3 kondisi KRP, yaitu KRP yang sudah disusun atau dilaksanakan sebelumnya, KRP yang masih dalam proses perencanaan atau penyusunan dan yang terakhir adalah KRP yang sedang dalam proses penyusunan. Pendekatan

  AnalisisMasalah, Kelembagaan, Stakeholders, Analisis jaringan kerja, Kebijakan termasuk aspirasi publik

  1. PENAPISAN Apakah diperlukan studi KLHS, Menentukan Konteks Kelembagaan, Isu-isu Permasalahan LH, Keterkaitan KRP dengan persoalan LH, Tujuan dan Fokus KLHS

  2.PERLINGKUPAN Ruang Lingkup KLHS, Sudi Data Dasar, Isu-isu Keberlanjutan Pembangunan, Sasaran KLHS dan Sasaran KRP

  3.ALTERNATIF KRP Tujuan/ Sasaran KRP, Identifikasi dan Perbandingan alternatifnya, KRP lain yang relevan, Analisis Sistem

  4. ANALISIS LINGKUNGAN (EVALUASI & VALUASI DAMPAK KRP) Interpretasi Data, Evaluasi & Prakiraan Dampak : tidak langsung, Komulatif, & Sinergitik; analisis multi kriteria, ketidak pastian dan pembobotan; mitigas dampak

  5.ALTERNATIF KRP & PENGAMBILAN KEPUTUSAN Hasil, proses dan mekanisme pengambilan keputusan; keterlibatan public dan stakeholder lain, Argumentasi pengambilan keputusan

  6.RENCANA PEMANTAUAN DAN PENGELOLAAN KRP Implementasi mitigasi dampak; monitoring utuk perbaikan KRP, Tindak lanjut pengelolaan dampak KRP melalui pembentukan sistem yang adaptif

  Lokakarya Sekenario Kebijakan Model sistem- sistem teknik - ekonomik Analisis multi kriteria, survey publik, Valuasi ekonomi

  SIG/ data dasar dan sasaran- sasaran LH Indikator, aliran, dampak LH, analisis manfaat dan resiko LH Efektifitas biaya, analisis manfaat biaya pelaksanaan KLHS terhadap ketiga kondisi KRP tersebut berbeda satu dengan lainnya, dengan skema pendekatan sebagai berikut :

  Bersamaan dengan Penyusunan Setelah KRP KRP Ditetapkan KLHS diselenggarakan pada : KLHS diselenggarakan Penjabaran KRP ke dalam

  • mengikuti proses penyusunan rencana lebih

    rinci atau rencana penyusunan KRP berdimensi waktu lebih pendek Evaluasi berkala KRP
  • Jika terjadi tuntutan
  • spesifik pemangku kepentingan

Gambar 4.6. Integrasi Pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan KRP

  Terpadu Terpisah Menyatu (Integrated) (External) (Embedded) KRP KLHS KRP KLHS KLHS KRP KLHS diselenggarakan KLHS diselenggarakan KLHS diselenggarakan menyatu dengan pararel dan terintegrasi setelah penyusunan KRP penyusunan KRP dengan penyusunan KRP

Gambar 4.7 Skema Alternatif Pelaksanaan Integrasi KLHS

C. Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program

  Berdasarkan hasil analisa pada Bab 6 sebelumnya, didapatkan rumusan beberapa usulan program Cipta Karya tahun 2015-2019 yang akan direncanakan di Kabupaten Mahakam Ulu, yang selanjutnya setelah melalui proses penapisan terdapat usulan program yang perlu dilakukan studi KLHS terlebih dahulu. Proses penyusunan KLHS RPIJM dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Identifkasi Pemangku Kepentingan

  BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

  • Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P
  • Pejabat yang bertanggung jawab menyetujui K/R/P
  • Institusi lingkungan hidup
  • Institusi terkait lainnya
  • Dewan Perwakilan
  • LSM/Ormas
  • Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi
  • Asosiasi/Dunia Usaha
  • Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 6.

  Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  Tugas pembantuan di bidang pembinaan Pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah Dasar, Pendidikan Menengah, pendidikan masyarakat, pendidikan guru dan kebudayan

  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 9.

  Dapat Pendapatan Daerah Tugas pembantuan di bidang pendapatan daerah meliputi pelaksanaan dan pengawasan pajak bumi bangunan dan biaya perolehan atas tanah dan bangunan

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 8.

  Dinas Perhubungan Tugas pembantuan di bidang pembinaan sistem transportasi, lalu lintas angkutan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan udara.

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 7.

  Modal dan Pelayanan Perizinan secara terpadu dan tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.