BAB. 6 ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

  BAB. 6 ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

  Rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.

6.1. Pengembangan permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan , serta desa tertinggal.

6.1.1. Arahan kebijakan dan lingkup kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain :

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

  Lingkup kegiatan Direktorat Pengembangan Permukiman adalah: a.

  Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b.

  Mengadakan pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Mengadakan pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d.

  Mengadakan pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Melaksanakan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Melaksanaan tata usaha Direktorat

  Isu Strategis Nasional yang berpengaruh terhadap pegembangan permukiman :  Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

   Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.  Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.  Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.  Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.  Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

   Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.  Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

   Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

  Isu strategis Kabupaten Kubu Raya dapat diidentifikasi seperti yang terlihat pada tebel berikut :

  

Tabel 6.1.

ISU-ISU STRATEGIS SEKTOR PENGEMBANGAN PERMUKIMAN KABUPATEN KUBU RAYA

  Penguasaan status tanah pada kawasan permukiman yang berada pada lahan yang tidak sesuai peruntukan.

  7. Mengembangkan Permukiman dengan memanfaatkan teknologi tepat guna/ ramah lingkungan.

  Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

   Penataan bangunan dan lingkungan

   Membangun Jejaring Kerjasama kelembagaan masyarakat antar kawasan Permukiman 6.2.

  10. Menguatkan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan permukiman dan infrastruktur pendukungnya.

   Pengembangan Managemen Permukiman dan Infrastrukturnya berbasis Masyarakat

  9. Memelihara permukiman dan infrastruktur pendukungnya.

   Penerapan Model Management resiko berbasis masyarakat

  8. Mengembangkan dan mensosialisasikan managemen adaptasi terhadap bencana dan perubahan iklim.

   Penerapan teknologi tepat guna/ramah lingkungan dalam pengembangan permukiman dan Infrastrukturnya.

   Memfasilitasi Penyiapan Infrastruktur Perkotaan

   Penertiban Kawasan Permukiman 2. Meminimalisir penyebab dampak bencana dan kawasan kumuh

  Isu Strategis Keterangan 1.

  6. Memberikan kemudahan bagi pengembang kawasan permukiman.

   Peningkatan dan Pembangunan Infrastruktur Permukiman Perkotaan  Peningkatan kerjasama dalam pengelolaan Infrastruktur Permukiman Perkotaan

  5. Pemanfaatan infrastruktur permukiman yang sudah dibangun dan perlu kerja sama lintas sektor.

   Pengembangan Lembaga Formal Pengelolaan Perumahan  Revitalisasi Kawasan

   Membuat MOU dengan lembaga keuangan untuk pengadaan permukiman warga Kabupaten Kubu Raya 4. optimalisasi kapasitas kelembagaan dalam memeberikan fasilitas untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak huni bagi warga KKR.

   Memperpendek proses pengurusan perijinan

  3. Memenuhi Kebutuhan perumahan dan penyediaan perumahan bagi warga kabupaten yang tidak mampu.

   Pembangunan Kawasan Permukiman di lokasi baru

   Penataan dan Perbaikan Lingkungan Permukiman  Penyiapan Lokasi untuk Resettlement  Pengembangan Kelembagaan formal pengelola perumahan

   Mendorong Realisasi Pembangunan Perumahan sesuai lahan peruntukan dan ijin lokasi nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta pelaksanaan lebih detail di bawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat.

  Selain itu, Undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW).

  1. Strategi Penataan Bangunan dan Lingkungan Strategi dalam mendukung keberhasilan penataan bangunan dan lingkungan, antara lain: a.

  Menyelenggarakan penataan bangunan gedung agar tertib, fungsional, andal dan efisien; b.

  Menyelenggarakan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjatidiri; c.

  Menyelenggarakan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi; d.

  Menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal; e.

  Mengembangkan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung untuk menunjang pembangunan regional/ internasional yang berkelanjutan.

2. Kebijakan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan, yaitu: a.

  Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan Bangunan Gedung, termasuk bangunan gedung dan rumah negara; b.

  Meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi persyaratan Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan Permukiman; c. Meningkatkan kapasitas penyelenggara dalam penataan lingkungan dan permukiman; d.

  Meningkatkan kualitas lingkungan untuk mendukung pengembangan jatidiri dan produktivitas masyarakat; e.

  Mengembangkan kawasan yang memiliki peran dan potensi strategis bagi pertumbuhan kota; f.

  Mengembangkan kemitraan antara pemrintah, swasta dan lembaga nasional maupun internasional lainnya di bidang Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan Permukiman;

  g. arsitektur perkotaan yang memperhatikan/ Mewujudkan mempertimbangkan khasanah arsitektur lokal dan nilai tradisional; h.

  Menjaga kelestarian nilai-nilai arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya); i.

  Mendorong upaya penelitian dan pengembangan teknologi rekayasa arsitektur Bangunan Gedung melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten.

3. Program/Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Program/ kegiatan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a.

  Kegiatan Pembinaan Teknis Bangunan dan Gedung 1)

  Kegiatan diseminasi peraturan perundang-undangan penataan bangunan dan lingkungan; 2)

  Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; 3)

  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; 4)

  Pelatihan teknis tenaga pendata bangunan gedung dan keselamatan gedung; 5)

  Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara; 6)

  Pembinaan teknis pembangunan gedung negara; 7)

  Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);

  8) Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Bangunan

  Gedung; 9)

  Percontohan pendataan bangunan gedung; 10)

  Percontohan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan; 11)

  Rehabilitasi bangunan gedung negara; 12)

  Dukungan prasarana dan sarana Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIPPB).

  b.

  Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman 1)

  Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); 2)

  Bantuan teknis pengelolaan Ruang terbuka Hijau (RTH); 3)

  Pembangunan prasarana dan sarana peningkatan lingkungan permukiman kumuh dan nelayan; 4)

  Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan permukiman tradisional; c.

  Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan 1)

  Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; 2) Bantuan penanggulangan kemiskinan terpadu (PAKET) dan Replikasi.

  4. Kebijakan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten Kubu Raya

  Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dalam penataan gedung dan lingkungan didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kubu Raya, yaitu untuk: a.

  Mewujudkan pemanfaatan ruang daerah yang serasi dan optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lingkungan serta sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah yang berkelanjutan.

  b.

  Mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan permukaan serta penanggulangan banjir. c.

  Mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah, bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan. Strategi pemanfaatan ruang daerah merupakan pelaksanaan kebijakan penataan ruang daerah yang meliputi: a.

  Mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas keterpaduan antar perkotaan dan perdesaan sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan; b. Mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta penanggulangan banjir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan.

  c.

  Mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan. Indikator program dan kegiatan pokok yang akan dilakukan yaitu:

  Indikator Program Kegiatan Pokok Uraian Satuan

  1 Tingkat kesesuaian %

  1 Penyusunan kebijakan dan sosialisasi \tentang peruntukan lahan dan penyusunan rencana tata ruang bangunan dengan RTRW,

  2 Penetapan kebijakan tentang RDTRK, RTRK, RDTR dan RTBL dan RTBL

  2 Jumlah pelanggaran terhadap kasus

  3 Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW, RDTR dan RTBL

  4 Penyusunan Rencana Detail dan rencana teknis Tata Ruang Kawasan Jumlah pelanggaran terhadap 3 kasus

  5 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan RTRW, RDTR dan RTBL yang Lingkungan ditindaklanjuti

  6 Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang RTRW

  7 Fasilitasi peningkatan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang

  Indikator Program Kegiatan Pokok Uraian Satuan

  6 Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana rumah sederhana sehat

  7 Prosentase jumlah daerah kumuh yang telah ditata dengan baik %

  23 Pembangunan sarana dan prasarana rumah sederhana sehat

  22 Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan masyarakat kurang

  21 Koordinasi pembangunan perumahan dengan lembaga/badan usaha

  20 Sosialisasi peraturan perundang-undangan di bidang perumahan

  19 Koordinasi penyelenggaraan pengembangan perumahan

  18 Penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Manual (NSPM)

  17 Penetapan kebijakan, strategi, dan program perumahan

  %

  16 Koordinasi dan fasilitasi penyusunan pemanfaatan ruang lintas

  8 Revisi rencana tata ruang

  15 Pelatihan aparat dalam pemanfaatan ruang

  14 Survey dan pemetaan

  13 Fasilitasi peningkatan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang

  5 Tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang dengan peruntukannya %

  12 Penyusunan norma, standar, dan kriteria pemanfaatan ruang

  11 Penyusunan dan sosialisasi kebijakan perizinan dan pengendalian pemanfaatan ruang

  4 Jumlah kebijakan tentang pemanfaatan ruang yang berhasil disusun buah

  11 Koordinasi dan fasilitasi penyusunan rencana tata ruang lintas

  10 Survey dan pemetaan

  9 Pelatihan aparat dalam perencanaan tata ruang

  24 Koordinasi pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kebijakan tentang

  Indikator Program Kegiatan Pokok Uraian Satuan

  8 Prosentase kawasan %

  25 Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar permukiman yang sudah terutama bagi masyarakat memiliki sistem drainase yang

  26 Penyuluhan dan pengawasan kualitas baik lingkungan sehat perumahan

  9 Jumlah rumah tangga yang RT

  27 Pengendalian dampak resiko pencemaran telah terlayani air bersih lingkungan

10 Terpenuhinya kebutuhan %

  28 Menetapan kebijakan dan strategi perumahan dan sanitasi yang penyelenggaraan keserasian kawasan dan layak dan sehat lingkungan hunian berimbang 6.2.1.

   Permasalahan dan potensi

  Permasalahan yang dihadapi adalah belum ada rencana tata ruang wilayah perdesaan dan kota kecamatan. Pertumbuhan permukiman berlangsung secara spontan. Belum dilakukan pengaturan letak bangunan dan fasilitas umum yang dapat menciptakan lingkungan sehat, aman dan nyaman. Rendahnya kepadatan dan tersedianya lahan memberikan peluang untuk dapat menata permukiman menjadi lebih baik. Tata ruang dapat dibuat sebelum permukiman tumbuh menjadi sangat padat dan mengkonsumsi semua ruang terbuka yang ada.

6.2.2. Rencana pemecahan masalah dan rekomendasi

  Aspek Teknis Perlu disusun tata ruang wilayah perdesaan dan kota kecamatan yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah. Tata ruang juga harus sesuai dengan karakteristik wilayah. Selain tata ruang juga diperlukan perangkat aturan untuk mengatur tata cara membangun, apa saja yang harus disediakan oleh setiap orang yang membangun rumah atau perumahan (fasilitas pembuangan dan pengolahan air kotor, fasilitas pengolahan sampah, hidran, ruang terbuka), batas-batas bangunan (garis sempadan bangunan, jarak antar angunan yang aman terhadap bahaya kebakaran).

  Aspek Pendanaan Dana investasi pengembangan permukiman dapat bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten. Dana digunakan untuk menyusun rencana tata ruang, peraturan daerah tentang tata ruang dan membuat model-model percontohan permukiman yang layak huni, sehat, aman dan nyaman. Dana tersebut juga dapat diinvestasikan untuk perbaikan permukiman yang sudah ada.

  Aspek Kelembagaan Masyarakat perlu mendapatkan informasi secara lengkap mngenai rencana tata ruang dan manfaat mengikuti aturan tata ruang bagi kehidupan. Penyampaian informasi dilakukan melalui kampanye rencana tata ruang dan peraturan tentang tata ruang. Lembaga pemerintah yang mengawasi rencana tata ruang dan bagaiman aturan mengenai tata ruang dijalankan perlu mendapatkan penguatan. Tujuannya agar aturan tata ruang dapat dijalankan dan tidak menjadi korban berbagai kepentingan terutama kepentingan ekonomi.

6.3. Sistem penyediaan air minum

  Pelayanan air minum merupakan komponen yang strategis dalam pembangunan dan merupakan salah satu entry point dalam penanggulangan kemiskinan. Pengembangan dan pelayanan air minum adalah untuk meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air dan meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi pembangunan prasarana dan sarana air minum di perkotaan.

  Penyusunan rencana program investasi infrastruktur Sub Bidang Pengembangan Air Minum harus memperhatikan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) sebagai acuan/pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan air minum pada suatu daerah. Pemerintah Kabupaten Kubu Raya saat ini telah menyelesaikan Studi Identifikasi Sumber Air Baku Potensial sehingga diharapkan dapat menjadi acuan/pedoman dalam penyediaan air untuk berbagai keperluan termasuk air minum baik di kawasan perkotaan dan perdesaan

  Beberapa desa di Kabupaten Kubu Raya sudah memiliki sistem penyediaan air bersih perdesaan. Pada beberapa lokasi sistem ini juga sudah dilengkapi dengan bangunan pengolahan sederhana. Transmisi dan distribusinya dilakukan dengan saluran tertutup (pipa) dan bangunan pengambilan umumnya berupa bangunan penangkap mata air ( broncaptering). Beberapa dusun dan desa menyediakan sistem air bersihnya secara swadaya dengan menggunakan material lokal seperti bambu untuk penyaluran air bersih. Kondisi topografi yang bergelombang dan berkontur tajam menyediakan beda tinggi yang cukup untuk menyalurkan air menggunakan gaya gravitasi.

  Sasaran pengembangan air bersih adalah: 1.

  Perluasan pelayanan air bersih perdesaan melalui pemanfataan sumber-sumber air baru dan perluasan jaringan transmisi/distribusi.

  2. Penambahan kapasitas pelayanan sehingga selain dapat memenuhi kebutuhan minimum per orang juga dapat menambah jumlah orang yang dapat dilayani.

  Penambahan kapasitas pelayanan juga berarti perluasan kawasan yang dapat dilayani dengan sistem penyediaan air bersih.

  3. Pembangunan instalasi air bersih di kota-kota pusat pertumbuhan baru.

  4. Membangun sarana pengolahan air bersih di setiap wilayah kecamatan sehingga air dari sumber dapat ditingkatkan kualitasnya sebelum didistribusikan ke penduduk.

  5. Menyediakan pelayanan air bersih yang andal baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas.

  Permasalahan yang dihadapi adalah ancaman kelestarian sumber-sumber air. Perubahan penggunaan lahan (tata guna lahan) yang tidak terkendali akan mengancam kelestarian sumber-sumber air seperti mata air pegunungan, sungai dan air tanah (dalam maupun dangkal). Penataan kawasan dan pengaturan penggunaan lahan dalam bentu Peraturan Daerah Tata Ruang Kabupaten mutlak diperlukan untuk melindungi dan menjamin kelestarian sumber-sumber air.

  Potensi ketersediaan air di Kabupaten Kubu Raya cukup besar, hanya saja belum dimanfaatkan sepenuhnya karena sebagian besar kawasan masih terisolir. Oleh karena itu pembukaan jalan poros akan membantu percepatan penyediaan sarana air bersih. Potensi cadangan air tawar yang besar pada daerah yang bergelombang dan memiliki topografi tajam dapat dimanfaatkan untuk menyediakan air berih secara murah. Murah karena air mengalir menggunakan gaya gravitasi tanpa memerlukan pompa. Artinya pasokan energi dari luar dalam proses penyediaan air bersih dapat dikurangi, hanya terbatas pada unit pengolahan dan pada titik-titik simpul distribusi pemukiman.

  Permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan adalah sebagai berikut : Aspek Teknis Rancangan sistem penyediaan air bersih harus dibuat dengan mengutamakan penggunaan bahan lokal sehingga biaya transportasi bahan dapat ditekan (terkait dengan keterisolasian daerah). Selain itu sistem pengoperasian dan perawatannya harus sesederhana mungkin sehingga masyarakat dapat melakukannya sendiri. Karena sifat pemukiman yang terpencar dengan kerapatan penduduk rendah, maka sistem individual atau sistem cluster dapat dipertimbangkan sebagai pengganti sistem terpusat. Sistem terpusat di daerah yang kepadatannya rendah dengan perumahan/pemukiman terpencar memerlukan jaringan transmisi dan distribusi yang panjang. Akibatnya biaya pembangunan dan pemeliharaan akan menjadi mahal. Aspek Pendanaan Dana pembangunan sistem penyediaan air bersih dapat bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten. Dana dapat dibagi untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Bila sistem penyediaan air bersih memerlukan bangunan air yang besar (bendung, waduk) dengan pipa transmisi yang panjang, maka dapat dilakukan pembangunan secara bertahap. Pembangunan bertahap dapat artinya bangunan air terlebih dahulu kemudian pipa transmisi dan distribusi secara bertahap. Dapat juga digunakan skema campuran antara dana pemerintah dan swadaya. Bangunan air dan pipa transmisi dibangun dengan dana pemerintah. Sedangkan sistem distribusi (sambungan rumah) dibangun swadaya oleh masyarakat.

  Aspek Kelembagaan Masyarakat desa dan masyarakat adat dapat dilibatkan dalam pelestarian sumber- sumber air. Caranya dengan mengangkat aturan adat yang melindungi kelestarian lingkungan. Selain itu masyarakat dapat dilatih dan difasilitasi untuk membentuk lembaga berupa Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Pengelola Air Bersih Desa (PAB Desa). BUM Desa ini menjalankan sistem penyediaan air bersih dengan mengambil keuntungan dalam jumpah tertentu. Keuntungan ini digunakan untuk merewat dan meluaskan sistem, termasuk untuk melatih serta menggaji petugas yang mengoperasikan bangunan pengambilan dan pengolahan air bersih. Lembaga yang dibentuk juga bertanggung jawab pada pengawasan kelestarian sumber air. Lebih jauh lagi lembaga tersebut dapat menjadi wirausaha ( enterpreneur) di bidang air bersih dengan melakukan perluasan usaha penyediaan air bersih ke desa/dusun lain Bila skema ini dapat berjalan maka upaya perluasan penyediaan air bersih akan terbantu karena tidak lagi tergantung pada dana dan bantuan pemerintah.

6.4. Penyehatan lingkungan permukiman 6.4.1.

   Persampahan

  Semua Program/ Kegiatan bidang Persampahan bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih dari sampah, dan mengacu pada kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam Rencana strategis (Renstra) di Pusat maupun Provinsi dan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pengembangan daerah.

  Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dalam pengelolaan persampahan diarahkan pada pengelolaan persampahan yang dapat dipergunakan untuk lintas wilayah, dengan didukung ketersediaan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA) dan armada angkut serta sumber daya manusianya. Pengembangan sistem prasarana pengelolaan persampahan di Kabupaten Kubu Raya, meliputi: a.

  Kerja sama antar wilayah kecamatan dalam penanggulangan masalah sampah, terutama di wilayah perkotaan; b.

  Penempatan tempat pembuangan akhir (TPA) sesuai dengan persyaratan teknis dengan memperhatikan daya dukung lingkungan; c.

  Pengembangan pengelolaan persampahan dengan teknologi ramah lingkungan.

  Sampah padat umumnya belum diolah. Setiap rumah tangga di desa/dusun umumnya membakar atau menimbun sampah padat yang mereka hasilkan. Di kota-kota kecamatan sampah dikumpulkan kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Di tempat pembuangan akhir ini sampah dan air lindi umumnya belum dikelola. Sampah organik dibiarkan membusuk dan sampah non organik dibiarkan hancur karena sebab alami atau dimusnahkan dengan cara dibakar.

  Sasaran pengembangan prasarana sampah adalah: 1.

  Menyiapkan lahan untuk pengolahan persampahan dan membuat instalasi pengolahan sampah terpadu.

  2. Menciptakan peluang untuk berusaha dari pengolahan sampah yang berwawasan lingkungan dengan menerapkan konsep usaha daur ulang sampah, pemanfaatan kembali sampah, energy recovery (pemulihan energi) dari sampah dan pengomposan berbahan baku sampah.

  3. Mengurangi sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya.

  4. Mengedepankan peran dan partisipasi aktif masyarakat sebagai mitra dalam pengelolaan sampah.

  5. Memperkuat kapasitas lembaga pengelola persampahan.

  6. Mengembangkan kemitraan dengan swasta dalam pengelolaan sampah. Permasalahan yang dihadapi adalah belum ada rencana induk pengelolaan sampah padat terpadu yang mampu menyelesaikan persoalan sampah dari sumber sampai pengolahan akhir. Saat ini belum tersedia Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang layak secata teknik dan sosial. Armada kendaraan pengangkut sampah dari TPS ke TPA masih terbatas. Karena jumlah penduduk masih sedikit dan kepadatannya rendah, maka sampah padat belum merupakan masalah yang besar. Budaya desa juga berdampak langsung pada pola konsumsi dan sampah padat yang dihasilkan. Di pedesaan umumnya setiap orang atau setiap rumah tangga menghasilkan lebih sedikit sampah padat. Komposisi sampah didominasi oleh sampah organik.

  Rencana dan rekomendasi yang akan disampaikan adalah sebagai berikut : Aspek Teknis Perlu dilakukan perencanaan prasarana sampah yang dapat menjawab permasalahan sampah padat sejak dari sumber sampai ke tempat pembuangan akhir. Permasalahan sampah adalah permasalahan yang memiliki banyak sisi dimana masalah budaya, pendidikan dan ekonomi berperan penting selain masalah teknik. Oleh karena itu perencanaan yang dimaksudkan adalah perencanaan yang mencakup masalah teknik dan non teknik (sosial, ekonomi, budaya, pendidikan). Bentuk perencanaan yang dimaksud adalah rencana induk penanganan sampah perkotaan atau perdesaan. Selain rencana induk juga dibuat rancangan teknik prasarana sampah yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah.

  Aspek Pendanaan Dana pembangunan prasarana sampah dapat bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten. Dana dapat dibagi untuk perencanaan dan pelaksanaan rencana pengelolaan (termasuk pengadaan peralatan dan pelatihan kepada masyarakat). Prasarana sampah dapat dibagi menjadi pembuatan TPS dan TPA, penyediaan peralatan (mobil pengangkut sampah dan insenerator) serta pelatihan (pelatihan daur ulang sampah).

  Aspek Kelembagaan Masyarakat dapat dilibatkan dalam pengelolaan sampah padat dengan cara mendidik mereka untuk mengurangi sampah, menggunakan kembali bahan yang sudah terpakai atau mendaur ulang. Masyarakat dapat diberdayakan melalui program pemberian nilai ekonomi pada sampah. Jika volume sampah padat masih kecil dan kemampuan alam untuk membersihkannya masih cukup (kasus pada daerah dengan jumlah penduduk kecil dan kepadatan rendah) maka masyarakat diajak serta dengan cara memberikan pelatihan pemusnahan/pengolahan sampah yang aman.

6.4.2. Air limbah

  Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman ( municipal wasterwater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, di samping sangat beresiko menimbulkan penyakit, seperti: diare, thypus, kolera dan lainnya.

  Kota maupun desa yang ada di Kabupaten Kubu Raya belum memiliki prasarana pengolahan air limbah yang baik. Pengolahan air limbah baru dilakukan untuk air buangan dari WC. Teknologi pengolahan yang digunakan umumnya adalah pemisahan lumpur dalam air limbah menggunakan septic tank. Penggunaan septic tank juga terbatas hanya pada rumah-rumah yang dibangun di perkotaaan saja. Septic tank yang digunakan umumnya belum memenuhi ketetentuan teknik yang benar sehingga belum mampu menghasilkan buangan ( effluent) yang memenuhi baku mutu lingkungan. Selain septic tank, rumah-rumah juga ada yang menggunakan sistem cubluk. Di perdesaan umumnya tidak dilakukan pengolahan air limbah. Air limbah dari rumah-rumah di perdesaan dibuang langsung ke tanah atau badan air.

  Septic tank atau cubluk hanya digunakan untuk mengolah black water saja, sedangkan grey water dari dapur, mandi dan cuci umumnya tidak diolah. Air buangan yang tergolong grey water dibuang langsung ke tanah atau badan air tanpa pengolahan. Tidak ada saluran pembuang dari rumah-rumah yang dilengkapi dengan bak pengendap, bak penangkap lemak dan minyak atau saringan sampah padat.

  Permasalahan yang dihadapi adalah belum tersedia sistem drainase yang melayani seluruh kawasan sebabagi satu unit drainase. Lebih jauh lagi drainase belum terintegrasi dengan sistem pengolahan air kotor. Drainase umumnya bercampur antara sistem pembuang air hujan dengan sistem pembuang air kotor. Akibatnya air luapan dari drainase sangat kotor, berpotensi mencemari lingkungan dan dapat menjadi vektor penyakit.

  Karena faktor topografi wilayah (bergelombang sampai berbukit), maka sistem drainase kawasan dapat menggunakan sistem gravitasi. Sistem ini relatif murah dan mudah dalam pengoperasiannya. Rencana pemecahan masalah dan rekomendasi yang diberikan adalah : Aspek Teknis Perlu disiapkan rancangan teknik septic tank yang mampu mengolah air limbah hingga menghasilkan buangan sesuai baku mutu. Cubluk perlu ditingkatkan hingga menjadi septic tank. Septic tank dilengkapi dengan sumur atau bidang resapan. Untuk grey water digunakan sistem pengolahan sederhana berupa susunan saringan, bak pengendap atau penangkap lemak dan sumur atau bidang resapan. Karena pemukiman di wilayah Kabupaten Kubu Raya sebagian besar terpencar dengan kepadatan rendah maka sebaiknya digunakan sistem pengolahan air limbah terpisah. Setiap rumah atau kelompok rumah yang berdekatan memiliki sistem pengolahan air limbah masing-masing. Sistem pengolahan limbah terpusat pada daerah dengan kepadatan rendah dan pemukiman terpencar memerlukan biaya investasi yang besar untuk saluran, pipa dan pompa. Disamping itu bila sistem pengolahan air limbah memiliki jaringan pipa yang terlalu panjang akan menyebabkan biaya perawatan dan resiko kegagalan bertambah besar. Sistem pengolahan dapat menggunakan sistem biologi yang relatif lebih murah dan sesuai dengan kondisi biofisik kawasan. Aspek Pendanaan Dana pembangunan prasarana air limbah dapat bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten. Dana dapat dibagi untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Pembangunan prasarana air limbah dapat dilakukan untuk sistem individual (setiap rumah) baru kemudian menjadi sistem komunal dengan pusat pengolahan air limbah kawasan. Aspek Kelembagaan Masyarakat dapat dilibatkan dalam pembangunan prasarana air limbah khususnya pada sistem individual. Peran serta masyarakat dimulai dengan memberikan pendidikan akan pentingnya lingkungan sehat bebas dari gangguan akibat air limbah yang tidak diolah. Juga perlu diberikan penjelasan mengenai berbagai resiko kesehatan akibat pembuangan air limbah tanpa pengolahan. Untuk sistem individual, setelah dibangun perawatannya dapat diserahkan kepada setiap pemilik rumah.

6.4.3. Drainase

  Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk di perkotaan yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan, kawasan jasa perdagangan, industri yang selanjutnya menjadi kawasan terbangun. Kawasan perkotaan yang terbangun memerlukan adanya dukungan prasarana dan sarana perkotaan yang baik dan menjangkau kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah. Dalam penyusunan rencana program investasi infrastruktur Sub Bidang drainase ini mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 239/KPTS/1987 tentang Fungsi Utama Saluran Drainase sebagai drainase kota dan fungsi utama sebagai pengendalian banjir. Selain itu harus memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya dengan prasarana dan sarana kota lainnya (persampahan, air limbah, perumahan dan tata bangunan serta jalan kota), sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional dan pemeliharaan. Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang berwawasan lingkungan. Berlainan dengan paradigma lama yang prinsipnya mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, tetapi prinsipnya agar air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan buatan/ alamiah, seperti: kolam tandon, waduk, sumur resapan, penataan landscape dll. Isu-isu strategis dan permasalahan dalam penanganan drainase perkotaan, antara lain:

  Kecenderungan perubahan iklim;

  Perubahan fungsi lahan basah; Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase;

  • Penanganan drainase belum terpadu;

  Kelengkapan perangkat peraturan;

  • Pengendalian debit puncak.
  • Arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dalam pengelolaan drainase perkotaan adalah melindungi kawasan perkotaan dari kerusakan lingkungan yang merugikan, seperti banjir yang terjadi akibat buangan air hujan dari arah perbukitan, limpasan air dari kawasan yang lebih tinggi maupun limpasan air hujan di dalam kawasan perkotaan sendiri. Sasaran pengembangan air drainase adalah: 1.

  Memperbaiki kualitas lingkungan dengan meniadakan genangan yang berpotensi menjadi tempat berbiaknya vektor penyakit atau dapat menjadi sumber pencemar atau yang dapat menjadi tempat transmisi penyakit.

  2. Mencegah terjadinya banjir di wilayah pemukiman penduduk.

  3. Memperbaiki jaringan, memperluas jaringan dan merawat jaringan.

  4. Meningkatkan mutu jarigan drainase menuju sistem drainase yang lebih sehat.

  Misalnya dengan pemisahan antara saluran air hujan dan saluran air kotor, penggunaan saluran tertutup untuk air kotor dan konstruksi saluran yang lebih baik sehingga mengurangi kontaminasi air tanah oleh air kotor dari dalam saluran.

  Permasalahan yang dihadapi adalah belum tersedia sistem drainase yang melayani seluruh kawasan sebagai satu unit drainase. Lebih jauh lagi drainase belum terintegrasi dengan sistem pengolahan air kotor. Drainase umumnya bercampur antara sistem pembuang air hujan dengan sistem pembuang air kotor. Akibatnya air luapan dari drainase sangat kotor, berpotensi mencemari lingkungan dan dapat menjadi vektor penyakit.

  Karena faktor topografi wilayah (bergelombang sampai berbukit), maka sistem drainase kawasan dapat menggunakan sistem gravitasi. Sistem ini relatif murah dan mudah dalam pengoperasiannya.

  Rencana pemecahan masalah dan rekomendasi adalah sebagai berikut : Aspek Teknis Rancangan sistem drainase harus dibuat dengan mengutamakan penggunaan bahan lokal sehingga biaya transportasi bahan dapat ditekan (terkait dengan keterisolasian daerah). Selain itu sistem pengoperasian dan perawatannya harus sesederhana mungkin sehingga masyarakat dapat melakukannya sendiri. Karena sifat pemukiman yang terpencar dengan kerapatan penduduk rendah, maka sistem cluster dengan beberapa titik pembuangan ke badan air dapat dipertimbangkan sebagai pengganti sistem terpusat. Sistem terpusat di daerah yang kepadatannya rendah dengan perumahan/pemukiman terpencar memerlukan saluran drainase yang panjang. Akibatnya biaya pembangunan dan pemeliharaan akan menjadi mahal. Aspek Pendanaan Dana pembangunan sistem drainase dapat bersumber dari APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten. Dana dapat dibagi untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Pembangunan sistem drianase dapat dilakukan secara bertahap berdasarkan skala kebutuhan penangan genangan/banjir. Pembangunan bertahap artinya dimulai dari daerah yang paling memerlukan untuk kemudian diperluas hingga melayani seluruh kawasan kota/desa/dusun.

  Aspek Kelembagaan Masyarakat dapat dilibatkan dalam pemeliharaan sistem drainase melalui pendidikan akan pentingnya lingkungan sehat bebas dari genangan. Selain itu melalui penyadaran bahwa lahan yang bebas dari genangan akan semakin tinggi nilai ekonominya, maka masyarakat akan secara sadar dengan swadaya mereka berusaha merawat dan menjaga sistem drianase yang sudah dibangun.